bab ii

14
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Sindrom Nefrotik Sindrom nefrotik adalah gangguan klinis yang ditandai dengan peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein kedalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus (Nursalam, 2009). Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal – hal sebagai berikut : 1. Proteinuria masif > 3, 5gr/Hr 2. Hioalbuminemia 3. Edema 4. Hiperlipidemia Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus. B. Etiologi Sindrom Nefrotik Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2:

Upload: putri

Post on 07-Feb-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asuhan keperawatan pada klien dengan nefrotik sindrom

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik adalah gangguan klinis yang ditandai dengan peningkatan

protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia),

dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh

kelebihan pecahan plasma protein kedalam urine karena peningkatan permeabilitas

membran kapiler glomerulus (Nursalam, 2009).

Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal –

hal sebagai berikut :

1. Proteinuria masif > 3, 5gr/Hr

2. Hioalbuminemia

3. Edema

4. Hiperlipidemia

Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler

glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus.

B. Etiologi Sindrom Nefrotik

Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2:

1. Primer : berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:

a. Glomerulonefritis

b. Nefrotik sindrom perubahan minimal

2. Sekunder : akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:

a. Diabetes mellitus

b. Sistema lupus eritematosus

c. Amyloidosis

Page 2: BAB II

C. Patofisiologi Sindrom Nefrotik

Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma potein, terutama albumin

ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini

tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui

ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.

Terjadinya penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat

cairan yang berpindah dari sistem vaskular ke dalam ruang cairan ekstraseluler.

Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan

retensi natrium dan edema lebih lanjut.

Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis

lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah

(hiperlipidemia). Sindrom Nefrotik mempunyai 2 respon :

1. Respon Edema

Edema (Pitting edema) di sekitar mata (periorbital). Pada ekstermitas (sakrum, tumit,

dan tangan), pada abdomen (asites).

2. Respon Sistemik

a. Mual, muntah, anoreksia

b. Malaise

c. Sakit kepala

d. Keletihan umum

e. Respons psikologis

D. Manisfestasi Klinik Sindrom Nefrotik

Tanda dan gejala yang mungkin dijumpai pada sindrom nefrotik meliputi:

a. Edema periorbital akibat kelebihan muatan cairan.

b. Edema dependen yang ringan hingga berat pada pergelangan kaki atau sacrum.

c. Hipotensi ortostatik akibat gangguan keseimbangan cairan.

d. Asites akibat ketidakseimbangan cairan.

e. Genitalia eksterna yang bengkak akibat edema pada daerah yang tergantung.

Page 3: BAB II

f. Anoreksia akibat edema mukosa intestinal.

g. Kulit yang pucat

h. Diare akibat edema mukosa intestinal

i. Urine berbuih pada anak-anak

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Urin

Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik.

Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau dengan

pengujian semi kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + merupakan 300 mg /

dL dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g / L atau lebih dan dengan demikian dalam

kisaran nefrotik. Pemeriksaan dipsticks kimia albumin adalah protein utama yang

diuji.

a. Protein urin > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari

b. Urinalisa cast hialin dan granular, hematuria

c. Dipstick urin positif untuk protein dan darah

d. Berat jenis urin meningkat (normal : 285 mOsmol)

2. Pemeriksaan Darah

Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:

a. Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml).

b. Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100 ml).

Hal ini disebut sebagai hipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5

gram/100 ml). Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat

katabolisme protein yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme in

merupakan factor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari proteinuria

(albuminuria). Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus

sehingga intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan

hipoproteinemia. Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah

< 2 gram/100 ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar < 1 gram/100

ml.

Page 4: BAB II

3. Pemeriksaan Diagnostik

a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.

b. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal.

c. Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis kronis atau

pembentukkan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli.

F. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau

menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan

mengatasi komplikasinya, yaitu:

1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1

gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari

makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.

2. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan

garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam

sedikit.

3. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,

biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon

pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari)

selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis

metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.

4. Dengan antibiotik bila ada infeksi.

G. Pengkajian Keperawatan

Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki pada pengkajian riwayat

kesehatan sekarang peraawat menanyakan hal berikut :

Page 5: BAB II

1. Kaji berapa lama keluhan adanya urin out put.

2. Kaji omset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya

keluhan pusing dan cepat lelah.

3. Kaji adanya anoreksia pada klien.

4. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise.

Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien pernah

menerita penyakit edema apakah ada riwayat diriwayat penyakit diabetes militus dan

penyakit hipertensi pada mesa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian

obat obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.

Pada pengkajian psokososiokultural, adanya kelemahan fisik wajah dan kaki yang

bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya

komposmentis. Pada TTV tidak didapatkan adanya perubahan.

a. BI (brathing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan

nafas walaupun secara frekuensi mengalami peningkatan pada fase akut. Pada fase

lanjut sering dikatan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan

respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.

b. B2 (blood). Sering ditemukan curah jantung respon sekunder dari peningkatan beban

volume.

c. B3 (brain).  Didapatkan edema wajah terutama periorbital sklera tidak ikterik. Status

neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada

sistem saraf pusat.

d. B4 (bladder) . perubahan urin out put seperti warna urin berwarna kola.

e. B5 (bowel). Didapatkan mual muntah anoreksia sehingga sering didapatkan

penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.

f. B6 (bone). Didapatkan kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema

tunkai dari keletihan fisik secara umum.

Page 6: BAB II

Pengkajian diagnostic

Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin.

Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.

Pengkajian penata laksanaan medis

Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan

resiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut meliputi

hal – hal sebagai berikut :

1. Tirah baring

2. Diuretik

3. Adenokortikosteroid, golongan pretnison

4. Diet rendah natrium tinggi protein

5. Terapi cairan. Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan out put diukur

secara cernat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan

berat badan harian.

H. Diagnosis Keperawatan

1. Aktual/Resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urin, retensi cairan dan

natrium.

Intervensi Rasional

Kaji adanya edema ekstermitas Kecurigaan gagal kongestif / kelebihan

volume cairan

Tirah baring klien pada saat edema

masih terjadi

Menjaga klien dalam keadaan tirah baring

selama beberapa hari, untuk meningkatkan

deuresis guna mengurangi edema

Kaji tekanan darah Sebagai salah satu cara untuk mengetahui

Page 7: BAB II

peningkatan jumlah cairan yang dapat

diketahui dengan meningkatkan beban kerja

jantung yang dapat diketahui dari

meningkatnya tekanan darah

Ukur intake dan out put urin Penurunan curah jantung, mengakibatkan

gangguan perfusi ginjal, retensi natrium / air,

dan penurunan urin output.

Timbang BB Perubahan tiba tiba dari berat badan

menunjukkan gangguan keseimbangan cairan

Berikan oksigen tambahan dengan

nasal kanul / masker sesuai dengan

indikasi

Meningkatkan sediaan O2 untuk kebutuhan

mokaard untuk melawan efek hipoksia /

iskemia

Kolaborasi :

1. Diet tanpa garam

2. Berikan diet tinggi protein tinggi

kalori

3. Berikan diuretik, contoh :

vurosemide

4. Adenokortikosteroid, golongan

pretnison

5. Pantau data laboratorium

elektrolit kalium

1. Natrium meningkatkan retensi cairan dan

meningkatkan volume plasma.

2. Diet tinggi protein untuk menurunkan

insufiensi renal dan retensi Nitrogen yang

akan meningkatkan BUN. Diet tnggi

kalori untuk cadangan energi dan

mengurangi katabolisme protein.

3. Diuretik bertujuan untuk menurunkan

plasma dan menurunkan retensi cairan di

jaringan sehingga menurunan resiko

terjadinya edema paru.

4. Adenokortokosteroid, golongan

pretnison digunakan untik menurunkan

proteinuria.

Page 8: BAB II

5. Pasien yang mendapat terapi deuretik

mempunyai resiko terjadi hipokaemia

sehingga perlu dipantau

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak

adekuat efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah.

Intervensi Rasional

Kaji pengetahuan pasien tentang asupan

nutrisi

Tingkat penegetahuan dipengaruhi oleh

kondisi sosial ekonomi pasien. Dengan

mengetahui tingkat pengetahuan tersebut

perawat dapat lebih terarah dalam

memberikan pendidikan yang sesuai dengan

pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.

Mulai dengan makanan kecil dan

tingkatkan sesuai dengan toleransi. Catat

tanda kepenuhan gaster, regurgitasi, dan

diare

Kandungan dapat mengakibatkan

ketidaktoleransian GI, memerlukan peubahan

pada kecepatan atau tipe formula.

3. Gangguan Activity Daily Living (ADL) b.d edema ekstermitas, kelemahan fisik

secara umum.

Intervensi Rasional

Tingkatan istirahat, btasi aktivitas, dan

berika aktiviassenggang yang tida berat.

Dengan mengurangi aktivitas, maka akan

menurunkan konsumsi oksigen jaringan

dan mmberikan kesempatan jaringan

yang megalami gangguan dapat dapat

memperbaiki kodisi yang lebih optimal.

Anjurkan menghindari peningkatan

tekanan abdomen misalny mngejan saat

Dengan mengejan dapat mengakibat

bradikardi, mencurahkan curah jantung,

Page 9: BAB II

defekasi. dan takikarda, serta peningkatan tekanan

darah.

Jelaskan pola peningkatan bertahap dari

tingkat aktivtias, contoh bangun dari

kursi, bila tak ada nyeri, ambulasi, dan

istirahat 1 jam setelah makan.

Aktivitas yang maju memberikan control

jantung, meningkatkan regangan dan

mengcegah aktivitas berlebihan.

Pertahankan gerak pasif selama sakit

kritis.

Meningkatkan kontraksi otot sehingga

membantu venous return.

Evaluasi tanda vitas saat kemjuan

aktivitas erjadi.

Untuk mengtahui fungsi jantung, ila

dikaitkan dengan aktivitas.

4. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.

Intervensi Rasional

Kaji tanda verbal dan nonverbal

kecemasan, damping pasien dan lakukan

tindakan bila menunjukan perilaku

merusak

Mulai melakukan tindakan untuk

mengurangi kecemasan. Beri lingkungan

yang tenang dan suasana penuh istirahat.

Orientasikan kepada pasien terhadap

prosedur rutin dan aktivitas yang

diharapkan.

Beri kesempatan kepada pasien untuk

mengungkapkan ansietasnya

Kolaborasi : berikan anti-cemas sesuai

indikasi, contohnya diazepam.

Page 10: BAB II

I. Evaluasi Keperawatan

Setelah mendapatkan intervensi kepererawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik

diharapkan :

1. Kelebihan volume dapat teratasi

2. Meningkatkan asupan nutrisi

3. Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari.

4. Penuruan kecemasan