bab ii mata

16
ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Kornea Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola sebelah depan dan terdiri atas lapisan: (3) 1. Epitel Tebalnya 50µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA RSUD SEMARANG PERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 2

Upload: sephyros88

Post on 22-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II mata

ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,

merupakan lapis jaringan yang menutup bola sebelah depan dan terdiri atas lapisan: (3)

1. Epitel

Tebalnya 50µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang

saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel

gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke

depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel

gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel

poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan

ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan

barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.

Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari

bagian depan stroma.

Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.,

3. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD SEMARANGPERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 2

Page 2: BAB II mata

ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004

perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen

memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit

merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak diantara serat

kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen

dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descemet

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea yang dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40µm.

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20 - 40µm.

Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula

okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar

longus dan saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke

dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.

Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.(3)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD SEMARANGPERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 3

Page 3: BAB II mata

ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem  pompa

endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel

tidak mempunyai daya regenerasi.(3)

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di

sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat, dilakukan oleh kornea dimana 40 dioptri dari 50

dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. (3)

Sumber – sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh – pembuluh darah

limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan sebagian

besar oksigen dari atmosfer. (4)

2.2. Fisiologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas

cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,

avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea

dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel

dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan

kerusakkan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada epitel.

Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan,

yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikkan fungsi endotel.

Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat

yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film

air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu

dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air dari stroma kornea

superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.(4) 

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat

melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya

agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus. (4)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD SEMARANGPERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 4

Page 4: BAB II mata

ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004

2.3. Ulkus Kornea

Pembentukkan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan

gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakkan gangguan penglihatan ini dapat

dihindari dengan melakukan diagnosis dini dan pengobatan yang memadai dengan

segera, tetapi juga dengan meminimalkan berbagai faktor predisposisi. (4)

Menurut Vaughan, ulkus kornea dibagi menjadi:

1. Ulkus Kornea Infeksi

Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi yang terjadi sekunder

akibat kerusakkan pada epitel kornea.

Keratitis Bakterial (e.c. Streptococcus pneumonia, Pseudomonas

aeruginosa, Moraxella liquefaciens, Streptococcus Group A,

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus

alpha-hemolyticus, Mycobacterium fortuitumchelonei, Norcadia).

Keratitis Jamur.

Keratitis Virus (keratitis Herpes simpleks, keratitis Varicella

zoster).

Keratitis Acanthamoeba.

2. Ulkus Kornea Non Infeksi

Ulkus dan infiltrat marginal

Ulkus Mooren

Termasuk ulkus marginal

Keratokonjungtivitis Fliktenular

Keratitis marginal pada penyakit autoimun

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD SEMARANGPERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 5

Page 5: BAB II mata

ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004

Keratitis neurotropik

Keratitis pajanan

2.4. Ulkus Mooren

2.4.1. Definisi

Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superficial yang dimulai dari tepi

kornea, dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa

kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini mengenai seluruh kornea. (3)

2.4.2. Epidemiologi

Pada tahun 1990, Lewellwen dan Courtright melaporkan bahwa 43% kasus

bilateral terjadi penderita yang lebih tua sedangkan 25% terjadi pada usia yang

lebih muda yaitu dibawah usia 35 tahun. Kasus ulkus mooren yang bilateral juga

dilaporkan lebih sering mengenai orang kulit putih dabandingkan orang kulit

hitam dengan perbandingan 2,5:1. (1,2)

2.4.3. Etiologi

Walaupun penyebab terjadinya keratitis ulseratif perifer masih belum diketahui,

namun respon autoimmune terbukti memegang peranan yang sangat penting.

Terjadinya ulkus mooren diduga akibat adanya faktor pencetus berupa infeksi

parasit helminthiasis dan hepatitis C. Infeksi lain yang dapat berhubungan dengan

ulkus mooren seperti Herpessimplex,herpes zooster,syphilis dan tuberculosis. (1,2,7)

Schanzlin menduga terjadinya reaksi Antigen-antibody terhadap toxin dari cacing

yang menumpuk pada daerah perifer kornea sehingga memicu terjadinya proses

inflamasi dan ulserasi. Ulkus mooren juga dapat terjadi akibat adanya trauma. (2,8,9)

2.4.4. Klasifikasi

Wood dan Kaufman membagi ulkus mooren secara klinis menjadi dua type: (1,2,6)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD SEMARANGPERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 6

Page 6: BAB II mata

ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004

Type I : Limited type atau benign mooren’s ulcer, biasanya bersifat

unilateral dan gejala klinis yang ringan sampai sedang. Type ini cendrung

terjadi pada usia yang lebih tua dan memiliki respon yang baik terhadap

pengobatan medikamentosa maupun tindakan operasi.

Type II: Atypical type atau malignant mooren’s ulcer, biasanya

bersifat progresif. Kasus bilateral biasanya terjadi pada penderita yang

lebih muda. Type ini disertai rasa yang sangat sakit dan tidak respon

terhadap segala bentuk terapi.

Watson berdasarkan gejala klinis dan hasil fluorescein angiographic pada segmen

anterior membagi ulkus mooren atas 3 type, yaitu: (1,2,7,10)

Type I : Unilateral Mooren’s ulceration (UM), yaitu bentuk ulkus

mooren yang terjadi pada penderita wanita dan usia yang lebih tua, bersifat

progresif dan disertai rasa sakit. Terjadi obliterasi pada pembuluh darah

superficial di dareah limbus.

Type II : Bilateral Aggressif Mooren’s ulceration (BAM), terjadi pada

penderita yang lebih muda, perjalanan penyakitnya lebih cepat secara

sirkumferensial daripada menuju sentral kornea. Terjadi kebocoran

pembuluh darah dan terbentuknya pembuluh darah baru yang meluas

sampai ke daerah dasar ulkus.

Type III: Bilateral Indolent Mooren’s ulceration (BIM), biasanya terjadi

pada usia pertengahan. Ditandai dengan adanya ulkus didaerah perifer

yeng bersifat progresif pada kedua mata,dan sedikit respon inflamasi.

Terjadi extensi pembuluh darah baru ke dalam ulkus.

2.4.5. Patofisiologi (1,2,7)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD SEMARANGPERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 7

Page 7: BAB II mata

ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004

Mekanisme pathophysiologi pasti terjadinya ulkus mooren belum diketahui secara

pasti, tetapi diduga adanya proses autoimmune. Terjadinya gangguan immunologi

ditandai dengan dihasilkannya antibodi sebagai reaksi terhadap jaringan

konjungtiva dan kornea yang terlibat.

Autoimmune sellular dan humoral kedauanya terbukti memegang peranan penting

dalam pathophisiologi penyakit ini dengan ditemukannya pada pemeriksaan

histologis adanya plasma sel Polymorphonuclear leukosit (PMNs), eosinophil,

mast sel, immunoglobulin dan komplemen. Pada beberapa orang pasien level T-

sel suppressor menurun, Ig.A meningkat, peningkatan konsetrasi plasma sel dan

lymphosit pada konjunctiva yang berbatasan dengan lokasi ulkus, dan terjadinya

ikatan immunoglobulin dengan komplemen pada epitel konjunctiva dan daerah

tepi kornea.

Martin, dkk menerangkan mekanisme terjadinya proses ulserasi, adanya penyakit

sistemik, infeksi atau trauma dapat mengubah antigen pada kornea yang

menyebabkan terjadinya respon sellular dan humoral.

2.4.6. Gejala Klinis

Gejala klinis ulkus mooren yang terpenting adanya rasa sakit yang disertai dengan

mata merah, berair dan silau. Uveitis anterior ringan dan sedang dapat terjadi pada

penderita ulkus mooren, glaucoma sekunder dan katarak juga dapat terjadi akibat

komplikasi lanjut dari penyakit ini. Penurunan tajam penglihatan biasanya disertai

adanya keterlibatan kornea atau terjadinya astigmatisma irregular akibat adanya

penipisan di daerah perifer kornea.

Ulserasi biasanya dimulai pada daerah tepi kornea. Pada kebanyakan penderita

prosesnya terjadi di daerah fissura interpalpebra, yaitu berupa infiltrat tipis keabu-

abuan di sekitar limbus. Daerah medial dan lateral kuadran lebih sering jika

dibanding daerah superior dan inferior. Infiltrat tersebut dapat membentuk ulkus

marginal dalam beberapa minggu.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD SEMARANGPERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 8

Page 8: BAB II mata

ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004

Gambar 1. Gambar 2.

Keterangan:

Gambar 1 : ulserasi kornea pada daerah perifer

Gambar 2 : perkembangan sirkumferensial ulkus mooren

Biasanya epitel di daerah tengah ulkus tidak dirusak, epitel konjunctiva menutupi

daerah yang tipis pada kornea. Keadaan ini dapat memberikan gambaran bahwa

penipisan tersebut dikarenakan keratitis tanpa disertai defek epitel. Kenyataannya

hal itu tidak betul, dimana dengan menggunakan fluorescen 2% defek epitel dapat

terlihat dengan jelas. (1,2,5)

Ulkus kornea dapat terjadi perlahan-lahan melibatkan 1/3 – ½ stromakornea.

Daerah limbus juga dapat terlibat, terjadi inflamasi di daerah konjungtiva,

episclera dan jaringan sclera. Pada kasus yang lanjut ulserasi terjadi sampai ke

sklera. Hypopion tidak terjadi tanpa adanya infeksi sekunder. (1,2,5)

Proses ulserasi dapat berlanjut selama 3 sampai 12 bulan jika keseluruhan kornea

terlibat. Perforasi dapat terjadi 35 - 40 % terutama jika didahului dengan adanya

trauma. (1,2,9,11)

2.4.7. Diagnosa

Walaupun gejala klinis ulkus mooren sangat mudah dikenali, namun penyebab

terjadinya infiltrat perifer atau ulkus harus diperhatikan. Kita harus

memperhatikan apakah ulkus mooren disertai adanya scleritis, keterlibatan limbus,

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD SEMARANGPERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 9

Page 9: BAB II mata

ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004

sensasi kornea, blepharitis dan keratitis, deposit lemak, ulkuspada stroma kornea,

epitel kornea, dll untuk dapat membedakannya dengan penyakit lain yang dapat

menyebabkan keratitis ulseratif perifer.

Hal lain yang perlu diperhatikan juga termasuk penyakit kolagen (seperti

rheumatoid arthritis, wegener’s granulomatosis dan poliarteritis nodosa). Dan

penyakit degenerasi kornea ( Terrien’s marginal degenerasi dan degenerasi

pellucid). (1,2,5,6)

2.4.8. Diagnosa Banding

Ulkus marginal dapat ditemukan pada penderita blepharitis staphylococcus,

konjunctivitis haemophilus influanzae biotype II , infeksi Moraxella lakunata

kronis. Ulserasi di daerah perifer dapat juga terjadi pada Herpes simplex.

Perbedaannya adalah pada lesi herpetik biasanya disertai dengan gejala klinis

yang lebih ringan, dimulai dengan ulserasi epitel yang diikuti dengan terjadinya

infiltrasi didaerah stroma dan disartai dengan hilangnya atau turunnya sensasi

pada kornea. (1)

2.4.9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan keratitis ulseratif didaerah perifer

yang diduga disebabkan penyakit sistemik dimulai dengan melakukan

pemeriksaan komplit dan diffrensial blood cell count; erythrocyte sedimentation

rate (ESR); rheumatoid faktor, fixasi komplemen, antinuclear antibody, immune

komplex; urinalysis;chest x-ray dan sinus film; pemeriksaan enzim liver, veneral

disease research(VDRL) test; fluorescent treponemal antibody absorption (FTA-

ABS); juga blood urea nitrogen (BUN) dan jumlah kreatinin. Pemeriksaan darah

tersebut dilakukan untuk menyingkirkan adanya penyakit vaskular kolagen,

infeksi, malignansi, dan penyakit-penyakit lain yang disebakan adanya iskemik

dan oklusi. (1,2,5,6)

2.4.10. Terapi

Banyak pengobatan yang dicoba seperti steroid, antibiotika, anti virus, anti

jamur, kolagenase inhibitor, heparin dan pembedahan keratektomi, lameler

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD SEMARANGPERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 10

Page 10: BAB II mata

ULKUS MOOREN KRISMA KRISTIANA / 406121004

keratoplasti dan eksisi konjungtiva. Semua cara pengobatan biasanya belum

memberi hasil yang memuaskan. (3)

Belakangan ini, telah dilakukan eksisi konjungtiva bagian limbus dalam upaya

menghilangkan substansi – substansi yang menimbulkan sensitisasi.

Keratoplasti tektonik lamelar telah dipakai pada kasus tertentu dan berhasil

baik. Terapi imunosupresif sering diperlukan untuk mengontrol penyakit tahap

menengah atau lanjut (4)

2.4.11. Prognosa

Ulkus mooren dapat terjadi pada kasus ringan yang unilateral dan tidak

mengancam visus sampai dengan kasus yang bilateral dan mengancam visus.

Oleh karena ulkus mooren merupakan kasus yang jarang terjadi maka

pengetahuan yang lebih terperinci tentang keparahan penyakit ini tidak ada.

Beberapa studi telah mencoba mencari hubungan antara jenis kelamin, umur,

dan ras, namun tidak ada lagi penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasikan

studi ini. (2)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD SEMARANGPERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 7 MARET 2015 Page 11