bab ii skripsi

Upload: indra-gunawan

Post on 09-Jul-2015

200 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

27

BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI PERJANJIAN KERJA DAN HUBUNGAN KERJA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja 1. Pengertian dan Subjek Hukum Pernjanjian Kerja

Pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, di mana buruh menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah. Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha setelah adanya perjanjian kerja.1 Perjanjian kerja merupakan dasar dari terbentuknya hubungan kerja. perjanjian kerja adalah sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian dan asas-asas hukum perikatan.2 Sebelum membahas tentang perjanjian kerja, kita harus terlebih dahulu memahami tentang pengertian perjanjian. Pada umumnya, pengertian Perjanjian terdapat dalam hukum perdata yang sebagaimana diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal yaitu:

1 2

Asri Wijayanti, Op.cit, hlm. 36 Asri Wijayanti, Op.cit, hlm. 41

28

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Di dalamnya diterangkan mengenai perjanjian, termasuk di dalamnya perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa,dan perjanjian pinjammeminjam. Pengertian perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Sedangkan definisi dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan. Perikatan adalah suatu

pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa. Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena UndangUndang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang

29

berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.3 Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang / atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian kerja antara pekerja/ buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

3

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Pejanjian, Intermasa, hlm 122, 1987

30

Subjek hukum dalam perjanjian kerja pada hakikatnya adalah subjek hukum dalam hubungan kerja. yang menjadi objek dalam perjanjian kerja adalah tenaga yang melekat pada diri pekerja. Atas dasar tenaga telah dikeluarkan oleh pekerja atau buruh maka ia akan mendapatkan upah. Menurut Pasal 1601 huruf a KUH Perdata, yang dimaksudkan dengan perjanjian kerja adalah perjanjian kerja perburuhan, Perjanjian perburuhan adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu. Si buruh, mengikatkan diri untuk di bawah perintah pihak yang lain, si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.

Perjanjian kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis antara Tenaga Kerja dengan perusahaan pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam waktu tertentu dengan menerima upah. Perjanjian kerja harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Adanya orang dibawah pimpinan orang lain. b. Penunaian kerja, maksudnya adalah melakukan pekerjaan. c. Dalam waktu tertentu. d. Adanya upah. 4

4

Djumialdji, 2001, hlm. 18

31

2.

Syarat Sahnya Perjanjian Kerja

Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) dan (2) Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syarat-syarat perjanjian kerja pada dasarnya dibedakanmenjadi dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil. Syarat materiil diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Ketenagakerjaan, sedangkan syarat-syarat formil diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Ketenagakerjaan.5 Syarat materiil dari perjanjian kerja berdasarkan ketentuan-ketentuan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dibuat atas dasar : a) Kesepakatan kedua belah pihak b) Kemampuan atau cakap melakukan perbuatan hukum c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan d) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila perjanjian kerja yang dibuat bertentangan dengan huruf a dan b maka akibat hukumnya perjanian kerja itu dapat dibatalkan. Apabila perjanjian kerja yang dibuat bertentangan dengan huruf c dan d maka akibat hukumnya perjanjian itu batal demi hukum.

5

Asri Wijayanti, Op.cit, hlm. 42

32

Subekti berpendapat bahwa sepakat sebagai perizinan, yaitu kedua subjek hukum yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.6 Perjanjian Kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Yaitu perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. Kemauan bebas kedua belah pihak atau disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya, maksudnya bahwa pihak pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju atau sepakat mengenai hal hal yang diperjanjikan. Dengan tanpa adanya paksaan atau dwang, kekeliruan atau dwaling, dan penipuan atau bedrog. Karena itu apabila hal-hal tersebut telag terpenuhi, maka kata sepakat yang menjadi unsure pertama dari empat syarat dalam suatu perjanjian tersebut telah dipenuhi. b. Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak. Setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali orang-orang yang dinyatakan tidak cakap menurut Undang-undang. Seseorang dinyatakan tidak cakap membuat suatu perjanjian yaitu : 1) Orang-orang yang belum dewasa. 2) Mereka yang di taruh di bawah pengampuan.

6

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 17, 1987

33

3) Orang-orang perempuan, hal-hal yang ditetapkan Undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang tertentu. telah melarang membuat perjanjian

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak. d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan PerundangUndangan yang berlaku.

3.

Bentuk Perjanjian Kerja

Bentuk perjanjian kerja untuk waktu tertentu berbeda dengan kerja untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan tulisan latin, serta harus memuat : 7 a) Nama dan alamat pengusaha / perusahaan. b) Nama, alamat, umur dan jenis kelamin buruh. c) Jabatan atau jenis / macam pekerjaan.

7

.Lalu Husni, 2003 hlm. 45

34

d) Besarnya upah serta cara pembayarannya. e) Hak dan kewajiban buruh. f) Hak dan kewajiban pengusaha. g) Syarat-syarat kerjanya. h) Jangka waktu berlakunya perjanjian kerja. i) Tempat atau lokasi kerja. j) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat dan tanggal mulai berlaku.

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu bentuknya adalah bebas, artinya dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Bahasa yang digunakan dan tulisan yang digunakan juga bebas. Dalam perjanjian ini tidak ditentukan jumlah yang harus dibuat pada kedua belah pihak

B. Outsourcing Tenaga Kerja Dalam Perusahaan 1. Makna dan Hakikat Penyediaan Tenaga Kerja Dengan Sistem Outsourcing

Persaingan

dalam

dunia

bisnis

antar

perusahaan

membuat

perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya.

35

Dalam iklim persaingan usaha yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production). Salah satu solusinya adalah dengan sistem outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan tersebut. Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan

beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati.

Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya) yang terdapat dalam Pasal 64, 65 dan 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Di dalam praktiknya, ketentuan tentang penyediaan jasa pekerja yang diatur dalam peraturan di atas akhirnya memunculkan istilah outsourcing yang maksudnya adalah menggunakan sumber daya manusia dari pihak luar perusahaan. Praktik Outsourcing dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut : 1.Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis

36

2.Bagian pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan, diharuskan memenuhi syarat-syarat : a) Apabila bagian pekerjaan yang tersebut dapat dilakukan secara terpisahdari kegiatan utama b) Bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang

perusahaan secara keseluruhan sehingga jika dikerjakan pihak lain tidak akan menghambat proses produksi secara langsung c) Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan. Semua syarat tersebut bersifat kumulatif sehingga apabila salah satu

syarat tidak terpenuhi, maka bagian pekerjaan tersebut tidak dapat dioutsourcing-kan. 8

Outsourcing tidak dapat dipandang secara jangka pendek saja, dengan menggunakan outsourcing perusahaan pasti akan mengeluarkan dana lebih sebagai management fee perusahaan outsourcing.

Outsourcing harus dipandang secara jangka panjang, mulai dari pengembangan karir karyawan, efisiensi dalam bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya. Perusahaan dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional. Pada pelaksanaannya,8

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 221, 2009.

37

pengalihan ini juga menimbulkan beberapa permasalahan terutama masalah ketenagakerjaan.

Syarat-syarat yang wajib dipenuhi perusahaan penyedia jasa pekerja maupun perusahaan pemberi kerja, agar pekerja atau buruh yang bersangkutan tetap telindungi hak-haknya dan tidak mengalami eksploitasi secara berlebihan diantaranya adalah : 9

a) Perusahaan penyedia jasa pekerja merupakan bentuk usaha berbadan hukum yang memiliki izin dari instansi yang berwenang b) Pekerja atau karyawan yang ditempatkan tidak boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan pokok yang berhubungan langsung dengan proses produksi c) Adanya hubungan kerja yang jelas antara pekerja yang ditempatkan tersebut mendapatkan perlindungan kerja yang optimal sesuai standar minimum ketenagakerjaan d) Hubungan kerja harus dituangkan dalam perjanjian secara tertulis yang memuat hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan

9

Ibid, hlm 218.

38

2.

Pelaksanaan Outsourcing Dalam Perspektif Hukum Ketenagakerjaan

Pengaturan Outsourcing dilihat dari segi hukum ketenagakerjaan adalah untuk memberikan kepastian hukum pelaksanaan Outsourcing dan dalam waktu bersamaan memberikan perlindungan kepada pekerja. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknoligi yang cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat. Lingkungan yang sangat kompetitif menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respons yang cepat dan fleksibel dalam menungkatkan pelayanan tehadap pelanggan. Diperlukan perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang kendali manajemen sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien, dna produktif. Mencul kecenderungan dimana oursourcing yaitu memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan.10 Hubungan kerja yang terjadi pada oursourcing adalah antara pekerja dengan perusahaan penerima pekerjaan dan dituangkan dalam perjanjian kerja secara tertulis. Hubungan kerja tersebut pada dasarnya perjanjian kerja waktu tak tertentu atau tetap dan bukan kontrak tetapi dapat pla

10

Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing Ditinjau dari Aspek Hukum Ketenagakerjaan Tidak Mengaburkan Hubungan Industrial, dalam Informasi Hukum Vol. 1 Tahun VI 2004

39

dilakukan perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak apabila memenuhi semua persyaratan baik formal maupun materiil sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Problematika mengenai outsourcing (Alih Daya) memang cukup bervariasi. Hal ini dikarenakan penggunaan outsourcing dalam dunia usaha di Indonesia kini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, sementara regulasi yang ada belum terlalu memadai untuk mengatur tentang outsourcing yang telah berjalan tersebut. Penentuan partner outsourcing. Hal ini menjadi sangat krusial karena partner outsourcing harus mengetahui apa yang menjadi kebutuhan perusahaan serta menjaga hubungan baik dengan partner outsourcing. Perusahaan outsourcing harus berbadan hukum. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak tenaga outsource, sehingga mereka memiliki kepastian hukum. Pelanggaran ketentuan outsourcing. Demi mengurangi biaya

produksi, perusahaan terkadang melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku. Akibat yang terjadi adalah demonstrasi buruh yang menuntut hakhaknya. Hal ini menjadi salah satu perhatian bagi investor asing untuk mendirikan usaha di Indonesia.

40

Perusahan outsourcing

memotong gaji tenaga kerja tanpa ada11

batasan sehingga, yang mereka terima, berkurang lebih banyak.

Tidak semua perusahaan berhasil menerapkan sistem outsourcing. Indikator keberhasilan terbesar (25%) dalam penerapan outsourcing adalah pihak yang terlibat harus bertanggungjawab, mendukung, dan berkomitmen untuk melaksanakan outsourcing. Sedangkan 23.81% menyatakan bahwa keberhasilan dilihat dari detail aturan main

outsourcing didefinisikan dalam kontrak kerja. Untuk kejelasan ruang lingkup proses outsourcing yang ingin dilakukan menjadi faktor

keberhasilan yang dipilih oleh 17.86%. Update perjanjian antar pengguna dan penyedia tenaga outsource (13.10%), ada atau tidaknya prosedur formal dalam tender calon perusahaan outsourcing (10.71%) dan jangka waktu penyelenggaraan outsourcing (9.52%).12 Dengan melihat alasan menggunakan outsourcing, faktor-faktor pemilihan perusahaan penyedia jasa outsourcing, serta kepuasan perusahaan terhadap tenaga outsource, sebanyak 68.2% menyatakan bahwa penggunaan tenaga outsource dinilai efektif dan akan terus menggunakan outsourcing dalam kegiatan operasionalnya. Untuk dapat lebih efektif disarankan adanya:

11

Sistem Outsourcing Banyak Disalahgunakan, www.fpks-dpr.or.id diakses pada hari Selasa 3 Januari 2011 pukul 21.1512

www.fpks-dpr.or.id diakses pada hari Selasa 3 Januari 2011 pukul 21.37

41

a. Komunikasi dua arah antara perusahaan dengan provider jasa outsource (Service Level Agreement) akan kerjasama,

perubahan atau permasalahan yang terjadi. b. Tenaga outsource telah di training terlebih dahulu agar memiliki kemampuan/ketrampilan. c. Memperhatikan hak dan kewajiban baik pengguna outsource maupun tenaga kerja yang ditulis secara detail dan

mengingformasikan apa yang menjadi hak-haknya. Sedangkan yang menyebabkan outsourcing menjadi tidak efektif adalah karena kurangnya knowledge, skill dan attitude (K.S.A) dari tenaga outsource.

C. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Kerja 1. Pengertian Umum Tentang Hubungan Kerja

Hubungan kerja adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh minimal dua subjek hukum mengenai suatu pekerjaan. Subjek hukum yan melakukan hubungan kerja adalah pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja atau buruh. Hubungan Kerja merupakan inti dari hubungan industrial.13

13

Asri Wijayanti, Op.cit, Hlm. 36

42

Berdasarkam ketentuan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan ekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsure pekerjaan, upah, dan perintah. Unsur yang pertama adalah adanya pekerjaan (arbeid), yaitu pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan majikan, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Unsur kedua yaitu d bawah perintah (gezag ver houding), di dalam hubungan kerja kedudukan majikan adalah sebagai pemberi kerja, sehingga ia berhak dan sekaligus berkewajiban untuk memberikan perintah-perintahyang berkaitan dengan pekerjaannya. Kedudukan buruh sebagai sebagai pihak yang menerima perintah untuk melaksanakan pekerjaan. Hubungan antara buruh dan majikan adalah hubungan yang dilakukan antara atasan dan bawahan, sehingga bersifat subordinasi (hubungan yang bersifat vertikal). Unsur ketiga adalah adanya upah (loan) tertentu yang menjadi imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh buruh. Pengertian upah berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalandari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu

43

perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Unsur yang keempat, adalah waktu (tijd) artinya buruh bekerja untuk waktu yang ditentukan atau untuk waktu yang tidak tertentu atau selamalamanya. 2. Subjek Hukum Dalam Hubungan Kerja

Subjek hukum dalam hubungan kerja pada dasarnya adalah pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja atau buruh. UndangUndang No. 13 Tahun 2003 membedakan pengertian pengusaha, perusahaan, dan pemberi kerja. Subjek hukum yang terkait dalam perjanjian kerja pada dasarnya adalah buruh dan majikan. Subjek hukum mengalami perluasan, yaitu dapat meliputi perkumpulan majika, gabungan perkumpulan majikan. Selain itu terdapat serikat pekerja atau buruh, gabungan serikat pekerja atau buruh sebagai perluasan dari buruh. Berdasarka ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Adapun pengusaha berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah :

44

a) Adalah perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan sendiri b) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan milik sendiri c) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

3.

Objek Hukum dalam Hubungan Kerja

Objek hukum dalam hubungan kerja adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Dengan kata lain tenaga yang melekat pada diri pekerja merupakan objek hukum dalam hubungan kerja. Objek hukum dalam perjanjian kerja, yaitu hak dan kewajiban masing-masing pihak secara timbal balik yang meliputi syarat-syarat kerja atau hal lainakibat adanya hubungan kerja. Syarat-syarat kerja selalu berkaitan denganupaya peningkatan produktivitas bagi maikan dan upaya peningkatan kesejahteraan oleh. Antara kepentingan pengusaha dengan kepentingan pekerja pada hakikatnya adalah bertentangan. Objek hukum dalam hubungan kerja tertuang di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan kesepakata kerja bersama atau

45

perjanjian kerja bersama. Kedudukan perjanjian kerja adalah di bawah peraturan perusahaan, sehingga apabila ada ketentuan dalam perjanjian kerja yang bertentangan dengan peraturan perusahaan maka yang berlaku adalah peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan yang membuat adalah majikan secara keseluruhan. D. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan keluarga kepastian sebagai berlangsungnya sebagai arus penerimaan atau

penghasilan

pengganti

sebagian

seluruhnya penghasilan yang hilang. Di samping itu, program jaminan social tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain :14

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) ini maka perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan program ASTEK, yaitu dengan cara mempertanggungkan buruhnya dalam asuransi kecelakaan kerja dan asuransi kematian.14

Asri Wijatanti, Op.cit, hlm. 122

46

Berdasarkan ketentuan Pasal 99 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, setiap pekerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Perlindungan, pemeliharaan, dan

peningkatan kesejahteraan yang berbentuk Program Jaminan Tenaga Kerja yang dicanangkan oleh pemerintah dan wajib dilaksanakan oleh pengusaha, apabila di dalam pelaksanaannya telah memenuhi

persyaratan yang ditentukan, yaitu mempunyai pekerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih dan juga mengeluarkan uang untuk menggaji pekerjaannya sebesar 1 (satu) juta rupiah untuk setiap bulannya. 15

Perjanjian

kerja

yang

telah

disepakati,

seorang

karyawan

oustourcing di tanggungkan oleh asuransi jiwa. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Pasal 1 angka (1) merumuskan : Asuransi Jiwa adalah perjanjian antara 2 pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan Asuransi Jiwa harus diadakan secara tertulis dengan bentuk akta atau yang disebut polis. Menurut ketentuan Pasal 304 Kitab Undangundang Dagang polis asuransi jiwa memuat : 16

15 16

Asri Wijayanti, Op.cit, hlm. 125. Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hlm 196.

47

1. hari diadakannya asuransi 2. nama tertanggung 3. nama orang yang jiwanya di asuransikan 4. saat mulai dan berakhirnya evenemen 5. jumlah asuransi 6. premi asuransi

Jaminan kecelakaan kerja memberikan jaminan perawatan medis, tunjangan cacat, dan tunjangan kematian dalam hal peserta mengalami kecelakaan atau akibat kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi saat hubungan kerja meliputi kecelakaan di tempat kerja dan kecelakaan di jalan pada waktu pekerja berangkat ke tempat kerja dan pulang dari tempat kerja. Ruang lingkup kecelakaan kerja meliputi : 1. Pada waktu kerja a. Yang termasuk kecelakaan pada waktu kerja ialah kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju ke tempat kerja atau pulang dari tempat kerja ke rumah melalui yang biasa yang ditempuh dan wajar. b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas, kewajiban dan tanggung jawab sehari-hari yang diberikan oleh perusahaan di tempat kerja maupun di luar tempat kerja selama waktu kerja.

48

c. Kecelakaan yang terjadi di luar jam kerja tetapi masih dalam waktu kerja seperti jam istirahat sebagaimana diatur dalam undang-undang d. Kecelakaan yang terjadi dalam tuga luar kota atau negeri yaitu selama perjalanan dari rumah atau tempat kerja menuju ke tempat dan perjalanan pulang kembali sesuai dengan surat tugas yang diberikan dan selama menjalankan tugas atau pekerjaan di tempat tujuan. Semua kecelakaan kerja yang terjadi di tempat penugasan atau pendidikan merupakan kecelakaan kerja, di luar itu , yang termasuk kecelakaan kerja hanya terbatas yang bersangkutan berangkat dari tempat penginapan menuju tempat kerja sampai pulang kembali. e. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang harus dibuktikan dengan surat perintah lembur. f. Perkelahian di tempat kerja dapat dianggap kecelakaan kerja. 2. Di luar waktu kerja a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan kegiatan olahraga yang harus dibuktikan dengan surat tugas dari perusahaan

49

b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu mengikuti pendidikan yang merupakan tugas dari perusahaan dan harus dibuktikan dengan surat tugas dari perusahaan 3. Meninggal mendadak Meninggal mendadak dapat dikategorikan akibat kecelakaan dalam hubungan kerja akibat tenaga kerja karena suatu alasan, baik di lokasi kerja maupun dalam perjalanan ke dan dari lokasi kerja.