bab ii

77
BAB II LANDASAN TEORI A. Anatomi Pankreas Gambar 1. Anatomi pankreas (Mc Graw-Hill Companies. 2010) 10

Upload: anita-tresia

Post on 27-Dec-2015

40 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Anatomi Pankreas

Gambar 1. Anatomi pankreas

(Mc Graw-Hill Companies. 2010)

10

Page 2: BAB II

Gambar 2. Sel-sel pankreas

(Mc Graw-Hill Companies. 2010)

Page 3: BAB II

Fisologi Sistem Endokrin

1. Sistem Endokrin

a. Pengertian

Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelejar-kelenjar yang

mengirimkan hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar

dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil

sekresinya disebut hormon.

Beberapa dari organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam

hormon-hormon tunggal disamping itu ada juga yang menghasilkan

lebih dari satu macam hormon atau hormon ganda, misalnya kelenjar

hipofisis sebagai pengatur kelenjar.

b. Fungsi Kelenjar Endokrin

1) Menghasilkan hormon-hormon yang dialirkan ke dalam darah yang

diperlukan oleh jaringan-jaringan dalam tubuh tertentu.

2) Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh.

3) Merangsang aktivitas kelenjar tubuh.

4) Merangsang pertumbuhan jaringan.

5) Mengatur metabolisme, oksidasi, meningkatkan absorbsi glukosa

pada usus halus.

6) Mempengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang, vitamin,

mineral dan air (Syaifuddin, 2007).

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan. Strukturnya sangat mirip

dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari duodenum

sampai limpa dan dilukiskan sebagai terdiri atas 3 bagian:

a. Kepala pankreas, yang paling

lebar, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan

duodenum, dan yang praktis melingkarinya.

b. Badan pankreas, merupakan

bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambung dan di

depan vertebra lumbalis pertama.

Page 4: BAB II

c. Ekor pankreas, adalah bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang

sebenarnya menyentuh limpa.

Jaringan pankreas terdiri atas labula daripada sel secretori yang

tersusun mengitari saluran-saluran halus. Saluran-saluran ini mulai dari

persambungan saluran-saluran kecil dari labula yang terletak di dalam ekor

pankreas dan berjalan melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluran-

saluran kecil itu menerima saluran dari labula lain dan kemudian bersatu

untuk membentuk saluran utama, yaitu duktus wirsungi (Pearce, 2006).

Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi

pankreas ke dalam duodenum:

a. Ductus Wirsung, yang bersatu dengan duktus choledukus, kemudian

masuk ke dalam duodenum melalui sphincter oddi.

b. Ductus Sartorini, yang mengalirkan getah pancreas dari bagian atas

caput pancreas dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas

muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor Kelenjar

Pankreas.

Pankreas terdiri atas dua jenis jaringan, yakni

a. Asini, yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam duodenum.

b. Pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan

getahnya keluar namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon

langsung ke dalam darah (Wiyono. 2006).

Pulau Langerhans

Pankreas manusia mempunyai 1 sampai 2 juta pulau langerhans. Setiap

pulau langerhans hanya berdiameter 0.3 milimeter dan tersusun

mengelilingi pembuluh kapiler kecil yang merupakan tempat

penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut. Pulau

langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel alfa, beta, dan

delta, yang dapat dibedakan dari ciri morfologik dan pewarnaannya. Sel

beta, yang mencakup kira-kira 60 persen dari semua sel, terletak terutama

di tengah dari setiap pulau dan mensekresikan insulin. Sel alfa yang

mencakup kira-kira 25 persen dari seluruh sel, mensekresikan glukagon.

Page 5: BAB II

Dan sel delta yang merupakan 10 persen dari seluruh sel, mensekresikan

somatostatin. Selain itu, paling sedikit terdapat satu jenis sel lain, yang

disebut sel PP, yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam pulau langerhans

dan mensekresi hormon yang fungsinya masih diragukan yakni polipetida

pankreas.

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel yang terdapat dalam

pulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung

sekresi beberapa jenis hormon oleh hormon lainnya. Contohnya, insulin

menghambat sekresi glukagon, dan somatostatin menghambat sekresi

hormon insulin dan glukagon.

Fungsi insulin yaitu:

a. Meningkatkan metabolisme

glukosa di dalam otot dan menyimpan glikogen di dalam otot.

b. Meningkatkan ambilan,

penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati.

c. Insulin mempunyai berbagai

efek yang dapat menyebabkan timbulnya penyimpanan lemak di

dalam jaringan lemak.

d. Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa melalui

membrane sel ke dalam sel-sel lemak.

e. Insulin menyebabkan timbulnya pengangkutan secara

aktif sebagian besar asam amino ke dalam sel.

f. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan

glukoneogenesis.

Fungsi glukagon yaitu:

a. Meningkatkan konsentrasi glukosa darah yang merupakan suatu efek

yang jelas bertentangan dengan efek insulin.

b. Pemecahan glikogen hati (glikogenesis).

c. Meningkatkan proses glukogenesis di dalam hati.

Fungsi somatostatin yaitu:

Page 6: BAB II

a. Menekan sekresi insulin dan glukagon.

b. Manurunkan gerakan lambung, duodenum, dan kandung empedu.

c. Mengurangi sekresi dan absorpsi dalam saluran cerna.

(Harnawatiaj. 2008).

Anatomi Jantung

Gambar 4. Anatomi Jantung

(http://www.google.co.id/images)

Page 7: BAB II

Gambar 3. Peredaran Darah di Jantung

(http://www.google.co.id/images)

Page 8: BAB II

Fisiologi Sistem Cardiovaskular

Sistem Peredaran Darah Jantung

1. Vena Cava superior dan vena cava inferior mengalirkan darah keatrium dexera

yang datang dari seluruh tubuh.

2. Arteri Pulmonalis, membawa darah Ventrikel Dexstra masuk keparu-paru.

3. Vena Pulmonalis, membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium sinistra.

4. Aorta, membawa darah dari Ventrikel Sinistra keseluruh tubuh.

ARTERI

Merupakan bagian pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa

keseluruh tubuh pembuluh darah arteri yang paling besar dari ventrikel sinistra

disebut “aorta” arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya

elastis, dan terdiri dari 3 lapisan yaitu:

1. Tunika Intima/Interna, lapisan yang paling dalam sekali yang berhubungan

dengan darah dan terdiri dari jaringan endotel.

2. Tunika Eksterna/adventiria, lapisan yang paling luar sekali terdiri dari jaringan

ikat kembar yang berguna menguatkan dinding arteri.

3. Tunia Media lapisan tengah dan jaringan otot yang sifatnya elastis dan

termasuk otot polos.

VENA

Merupakan pembuluh darah yang membawa darah dan bagian/alat-alat tubuh

masuk kedalam jantung, terdiri dari lapisan endotel. Bagian-bagian tubuh yang

tidak terdapat kapiler yaitu : rambut, kuku. Dari bagian masuk kedalam jantung.

Tentang bentuk susunan dan juga pernafasan pembuluh darah yang mengurai vena

kebanyakan terdiri dari dua kelompok yang gunanya untuk mencegah darah agar

tidak kembali lagi. Vena-vena yang ukurannya besar diantaranya vena cava dan

vena pulmonalis, vena-vena ini juga mempunyai cabang-cabang yang lebih kecil

yang disebut venulus yang selanjutnya menjadi kapiler.

Page 9: BAB II

KAPILER

Merupakan pembuluh darah yang sangat halus, diameternya kira-kira 0,008

mm, dindingnya terdiri lapisan endotel, fungsi kapiler yaitu:

1. Alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.

2. Tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan jaringan.

3. Mengambil hasil-hasil dari kelenjar.

4. Menyerap zat makanan yang terdapat diusus menyaring dari ginjal.

SALURAN LIMFE

Struktur pembuluh limfe hampir sama dengan darah tapi memiliki lebih

banyak katub sehingga pembuluh limfe terlihat seperti rangkaian Marjan. Saluran

limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe kedalam

yang keluar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan.

Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat didalam berbagai organ

terutama dijumpai dalam villi usus (Pearce. 2008).

JANTUNG

Merupakan organ yang terdiri dari otot-otot jantung merupakan jaringa

istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat

lintang, tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita

(dipengaruhi oleh susunan saraf otonom).

1. Bentuk: menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal

jantung)dan disebut juga basis koralis. Sebelah bawah agak runcing yang

disebut Apeks Kordis.

2. Letak: didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum) sebelah kiri

bawah dari pertengahan rongga dada diatas diafragma dan pangkalnya terdapat

dibelakang kiri antara costa V dan V1 dua jari dibawah papillae mamae pada

tempat ini teraba adanya pukulan jantung yang disebut Iktus Kordis.

Page 10: BAB II

3. Ukuran: kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira

250-350 gram.

Lapisan-lapisannya terdiri dari:

1. Endocardium, merupakan lapisan jantung yang terdapat disebelah dalam sekali

yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput linder yang melapisi permukaan

rongga jantung.

2. Miocardium, merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri atas otot-otot

jantung yang dapat membentuk bundalan-bundalan otot.

3. Pericardium, lapisan jantung sebelah luar merupakan pembungkus, terdiri dari

2 lapisan Perital dan visceral yang bertemu dipangkal jantung membentuk

kantung jantung.

Dalam kerja jantung mempunyai 3 periode:

1. Periode Kontriksi (periode sistole) suatu keadaan jantung bagian ventrikel

dalam kaedaan menguncup.

2. Periode Dilatasi (periode diastole) suatu keadaan dimana jantung

mengembang.

3. Periode Istirahat yaitu waktu diatara periode kontriksi dan dilatasi dimana

jantung berhenti kira-kira 1/10 detik.

Katub-katub pada jantung

Sangat penting artinya dalam susunan dalam peredaran darah dan pergerakan

jantung pada manusia

1. Vulvula Triskuspidalis, terdapat antara Atrium dextra dengan ventrikel Dextra

yang terdiri dari 3 katub.

2. Vulvula Bikuspidalis, terletak diantara atrium kanan dengan vertikel sinistra

yang terdiri dari dua.

3. Vulvula Semilunalis, arteri pul;monalis dimana darah mengalir menuju paru-

paru. Terletak antara Ventrikel Dextra dengan arteri pulmonalis.

4. Vulvula Semilunalis Aorta, terletak antaara ventrikel siniostra dengan aorta

dimana darah mengalir menuju keseluruh tubuh.

Page 11: BAB II

SIKLUS DARAH

Pembuluh darah pada peredaran darah kecil terdiri atas:

1. Arteri Pulmonalis

Merupakan pembuluh darah yang keluar dari Ventrikel Dextra menuju

pulmonal, mempunyai 2 cabang yaitu Dextra dcan Sinistra untuk paru-paru

kanan dan paru-paru kiri yang banyak mengandung CO2 dalam darahnya.

2. Vena Pulmonalis

Merupakan vena pendek yang membawa darah dari paru-paru masuk

kejantung bagian atrium sinistra, didalamnya berisi darah yang banyak

mengandung O2.

Pembuluh darah pada pembuluh peredaran besar yaitu aorta, yaitu

merupakan pembuluh darah arteri yang besar yang keluar dari jantung bagian

ventrikel sinistra melalui aorta assendens lalu membengkok kebelakang

melalui Radiks pulmonalis Sinistra turun sepanjang columna vertrebralis

menembus diafragma lalu menurun kebagian perut.

Peredaran darah kecil, dari jantung ke ventrikel dextra → valvula

semilunaris → arteri pulmonalis → paru- paru kiri dan kanan → vena

pulmonalis.

Peredaran darah besar, darah dari jantung bagian ventrikel sinistra →

valvula seminularis aorta → aorta → arteriole → kapiler arteri → kapiler vena

→ venolus → vena cava → atrium dextra.

Banyaknya darah Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah

sebanyak kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 5 liter, keadaan jumlah

tersebut pada tiap orang tidak sama tergantung umur, pekerjaan, keadaan

jantung dan pembuluh darah. (Syaifuddin. 2006).

Page 12: BAB II

Anatomi Renal

Gambar 5. Anatomi Ginjal

(Bima, 2009)

Page 13: BAB II

Gambar 6. Anatomi Ginjal & Nefron

(Aritejo, 2009)

Page 14: BAB II

Gambar 7. Vascularisasi Ginjal

(Aritejo, 2009)

Page 15: BAB II

STRUKTUR

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah

lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak

yang tebal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan

lemak yang tebal, di belakang peritoneum, dan karena itu di luar rongga

peritoneum.

Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian

vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan

sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah

kanan.

Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 sentimeter, dan tebal 1,5 sampai 2,5

sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Bentuk ginjal

seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang

punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya

masuk dan keluar pada hilum. Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar

suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri.

Setiap ginjal terdiri dari satu juta unit fungsional yang disebut nefron.

Setiap nefron berawal dari suatu berkas kapiler yang disebut glomerulus,

yang berubah menjadi tubulus panjang yang melengkung dan berkelok.

Filtrasi plasma dan permulaan produksi urine terjadi di sepanjang kapiler

glomerulus. Reabsorpsi dan sekresi berbagai zat oleh ginjal berlangsung di

sepanjang tubuls pada setiap nefron. Proses reabsorpsi dan sekresi di tubulus

secara drastis mengubah komposisi akhir dan volume urine apabila

dibandingkan dengan cairan yang masuk ke nefron melalui kapiler

glomerulus.

Setiap ginjal secara anatomis dibagi menjadi bagian korteks di sebelah luar

yang mengandung semua kapiler glomerulus

dan sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian medula di sebelah

dalam tempat sebagian besar tubulus berada.

Setiap tubulus pengumpul menyatu dengan tubulus-tubulus pengumpul

lain untuk membentuk duktus yang lebih besar. Duktus pengumpul besar

terletak di papilla, yang secara anatomis termasuk bagian terdalam ginjal

Page 16: BAB II

yaitu medulla ginjal. Papilla mengalir ke pelvis ginjal dan dari sini ke ureter.

Ureter ari masing-masing ginjal dihubungkan ke kandung kemih (vesika

urinaria). Kandung kemih menyimpan urine sampai urine dikeluarkan dari

tubuh melalui proses berkemih (urinasi). Pengeluaran air kemih berlangsung

berlangsung sebuah saluran yang disebut uretra.

ALIRAN DARAH GINJAL

Ginjal menerima sekitar 1 liter darah permenit – seperlima dari curah

jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat secara terus

menerus menyesuaikan komposisi darah. Dengan menyesuaikan komposisi

darah, ginjal mampu mempertahankan volume darah, memastikan

keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan pH, serta

membuang produk-produk sisa metabolisme sebagai urea.

Aliran darah ke ginjal berlangsung melalui arteri renalis, masing-masing

satu untuk setiap ginjal. Di ginjal arteri renalis bercabang beberapa kali, dan

berakhir sebagai arteriol aferen. Setiap arteriol aferen menjadi sebuah kapiler

glomerulus yang menyalurkan darah ke satu nefron.

Kapiler glomerulus kembali menyatu dan meninggalkan daerah kapsula

Bowman, bukan sebagai suatu venul seperti kebanyakan kapiler, tetapi

membentuk arteriol eferen. Arteriol eferen segera bercabang-cabang menjadi

jaringan kapiler kedua yaitu kapiler peritubulus, yang mengelilingi dan

memenjang tubulus-tubulus nefron itu sendiri. Pada ujung/akhir setiap nefron,

kapiler-kapiler tubulus menyatu untuk membentuk vena. Darah meninggalkan

ginjal dan mengalir ke vena kava untuk disirkulasi ulang. Kapiler-kapiler

peritubulus yang secara khusus mengelilingi lengkung henle (loop of hen)

disebut vasa rekta.

FILTRASI, REABSORPSI DAN FILTRASI

Filtrasi mengacu kepada bulk flow plasma menembus kapiler untuk masuk

ke ruang interstisium. Di glomerulus, sekitar 20% plasma secara terus

menerus di saring kedalam ruang interstisium (disebut ruang Bowman di

Page 17: BAB II

ginjal). Filtrat ini mengalir ke bagian awal nefron., kapsula Bowman, lalu ke

bagian tubulus lainnya.

Sebagian bahan yang masuk ke nefron di kapsula Bowman melalui proses

filtrasi tidak menetap di tubulus. Bahan-bahan tersebut mengalir (atau

dialirkan) kembali ke kapiler peritubulus melalui proses reabsorpsi.

Sekelompok bahan lain ditambahkan ke filtrat urine dari kapiler peritubulus

melalui proses sekresi. Melalui proses reabsorpsi dan sekresi inilah nefron

memanipulasi komposisi dan volume filtrate urine awal untuk menghasilkan

urine akhir.

FILTRASI GLOMERULUS

Filtrasi glomerulus adalah proses di mana sekitar 20% plasma yang masuk

ke kapiler glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang interstisium,

dan dari sini ke dalam kapsula Bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah

merah atau protein plasma hampir tidak ada yang mengalami filtrasi.

Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada

proses filtrasi di seluruh kapiler lain. Apa yang berbeda di ginjal adalah

bahwa kapiler glomerulus sangat permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut

yang berukuran kecil. Tidak seperti kapiler lain, gaya yang mendorong filtrasi

plasma menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman lebih besar

daripada gaya yang mendorong reabsorpsi cairan kembali ke kapiler. Dengan

demikian, terjadi neto cairan ke dalam ruang Bowman. Cara ini kemudian

berdifusi ke dalam kapsula Bowman dan memulai perjalanannya ke seluruh

nefron.

Di glomerulus, gaya utama yang mendorong filtrasi adalah tekanan

kapiler. Di sebagian besar kapiler lainnya, tekanan ini rata-rata berukuran 18

mmHg ; di glomerulus tekanan rerata hampir mencapai 60 mmHg. Hal ini

disebabkan oleh rendahnya resistensi terhadap aliran yang dibentuk oleh

arteriol eferen yang mengaliri glomerulus, dibandingkan dengan arteriol di

empat lain. Dengan demikian, tekanan hidrostatik yang mencapai glomerulus

lebih besar.

Page 18: BAB II

Tekanan cairan interstisium di ruang Bowman juga lebih besar daripada di

ruang interstisium normal (sekitar 15mmHg melawan sekitar 3 mmHg). Hal

ini menyebabkan banyak cairan yang masuk ke ruang Bowman dari

glomerulus. Gaya ini melawan filtasi glomerulus lebih lanjut. Konsentrasi

protein kapiler (tekanan osmotic koloid plasma meningkat di sepanjang

glomerulus seiring dengan filtrate bebas – protein ke ruang Bowman, dengan

tekanan rerata keseluruhan 28 mmHg. Gaya ini melawan filtrasi glomerulus.

Tekanan osmotik koloid cairan interstisium (tekanan yang dihasilkan oleh

protein-protein interstisium) dalam keadaan normal adalah sekitar 8 mmHg.

Tekanan ini mendorong filtrasi glomerulus.

Dengan menjumlahkan gaya-gaya yang mendorong filtrasi menembus

glomerulus (60 mmHg = 8 mmHg), dihasilkan gaya neto 25 mmHg yang

mendorong filtrasi plasma ke dalam ruang interstisium Bowman. Filtrate ini

masuk ke kapsula Bowman, mengalir melalui tubulus dan menjadi urine.

KECEPATAN FILTRASI GLOMERULUS

Kecepatan filtrasi glomeruls (glomerular filtration rate, GFR) didefinisikan

sebagai volume filtrat yang masuk ke dalam kapsla Bowman per satuan

waktu. GFR relatif konstan dan memberi indikasi kuat mengenai kesehatan

ginjal. GFR bergantung pada empat gaya yang menentukan filtrasi dan

reabsorpsi (tekanan kapiler, tekanan interstisium, tekanan osmotik koloid

plasma dan tekanan koloid cairan interstisium). Dengan demikian, setiap

perubahan dalam gaya-gaya ini dapat mengubah GFR. GFR, dengan

demikian juga bergantung pada berapa luas permukaan glomerulus yang

tersedia untuk filtrasi. Dengan demikian, penurunan luas permukaan

glomerulus akan menurunkan GFR.

Nilai rerata untuk GFR pada seorang pria dewasa adalah 10 liter per hari

(125 ml per menit). Volume plasma normal adalah sekitar 3 liter (dari volume

darah total sebesar 5 liter). Yang luar biasa, plasma difiltrasi oleh ginjal

sebesar 60 kali sehari agar sama dengan 180 liter. Yang juga luar biasa adalah

kenyataan bahwa dari 180 liter cairan per hari yang difiltrasi ke dalam

Page 19: BAB II

kapsula Bowman, hanya sekitar 1,5 liter per hari diekskresikan dari tubuh

sebagai urine. Sisanya diserap kembali ke kapiler peritubulus.

KLIREN GINJAL

Kliren ginjal (renal clearance) suatu bagian mengacu kepada konsentrasi

bahan tesebut yang secara total dibersihkan dari darah untuk kemudian masuk

ke dalam urine dalam suatu waktu. GFR yang dijelaskan di atas untuk inulin

sebenarnya adalah kliren untuk inulin. Karena semua inulin yang disaring

dibersihkan oleh ginjal (tidak ada yang direabsorpsi atau disekresi). Untuk

kreatinin, kliren sebenarnya lebih besar daripada GFR, karena selain difiltrasi,

sebagian kreatinin disekresikan ke dalam urine.

Zat-zat lain yang tidak secara normal keluar melalui urine, misalnya

glukosa, memiliki klirens nol. Walaupun glukosa secara bebas difiltrasi di

glomerulus, zat ini secara total direabsorpsi oleh tubulus dan tidak ada yang

muncul di urine. Zat-zat yang sebagian besar atau sebagian direabsorpsi

kembali ke dalam plasma, misalnya natrium dan ion klorida, akan dibersihkan

dengan kecepatan yang lebih rendah daripada GFR.

PENGATURAN ALIRAN DARAH GINJAL

Aliran darah ginjal perlu dipertahankan agar ginjal dapat bertahan serta

untuk mengontrol volume plasma dan elektolit. Perubahan aliran darah ginjal

dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan hidrostatik glomerulus yang

mempengaruhi GFR. Ginjal memiliki beberapa mekanisme untuk mengontrol

aliran darah ginjal. Mekanisme-mekanisme ini membantu dalam

mempertahankan fungsi ginjal dan GFR konstan walaupun terjadi perubahan

tekanan darah sistemik.

Aliran darah ginjal dikontrol oleh mekanisme internal dan eksternal.

Mekanisme internal mencakup kemampuan inheren arteriol aferen dan eferen

untuk berdilatasi dan berkonstriksi, yang dapat menentukan seberapa banyak

darah yang mengalir melintasi ginjal. Kemampuan inheren ini disebut

otoregulasi. Mekanisme eksternal yang mengatur aliran darah ginjal

mencakup efek langsung peningkatan atau penurunan tekanan arteri rerata,

Page 20: BAB II

dan efek susunan saraf simpatis. Mekanisme ketiga yang mengatur aliran

darah yang memiliki komponen intrarenal dan ekstrarenal adalah hormon

yang dihasilkan oleh ginjal. Hormon ini tidak saja mempengaruhi aliran darah

ginjal tetapi juga sirkulasi sistemik. Hormon ini disebut renin, bekerja melalui

pembentukan suatu vasokonstiktor kuat, angiotensin II.

OTOREGULASI

Otoregulasi adalah respon intrinsic otot polos vascular terhadap perubahan

tekanan darah. Seperti banyak arteriol lain, sel-sel otot polos arteriol aferen

berespon terhadap peregangan dengan konstriksi refleks. Apabila tekanan

darah sistemik meningkat, maka peregangan pada arteriol-orteriol aferen

meningkat, peregangan tersebut menyebabkan arteriol berkonstriksi sehingga

aliran darah berkurang dan takanan darah ke ginjal kembali normal.

Sebaliknya, apabila tekenan darah sitemik menurun, maka peregangan pada

arteriol aferan dan eferen berkurang, dan arteriol berespon dengan melakukan

relaksasi dan dilatasi untuk meningkatkan aliran darah. Dengan adanya

otoregulasi, maka aliran darah ginjal menetap relative konstan walaupun

terjadi perubahan tekanan darah yang besar antara 80 mmHg dan 180 mmHg.

Karena otoregulasi arteriol-arteriol aferen, GFR relative tidak berubah

walaupun terjadi perubahan tekanan darah yang mencolok. Apabila tekanan

darah arteri rerata meningkat, maka otoregulasi ginjal menyebabkan tekanan

hidrostatik glomerulus tetap relatif konstan. Akibatnya, GFR juga relatif

konstan. Batas bawah otoregulasi, 80 mmHg untuk tekanan arteri rerata,

dicapai lebih sering daripada batas atas. Dengan demikian, GFR dapat turun

pada keadaan hipotensi berat.

SUSUNAN SARAF SIMPATIS

Saraf-saraf simpatis mempersarafi arteriol aferen dan eferen ginjal dan

dapat mengabaikan otoregulasi apabila dirangsang. Seperti berlaku pada

sebagian besar sistem kardiovaskular, rangsangan terhadap saraf simpatis

menyebabkan konstriksi arteriol aferen, sehingga terjadi peningkatan

resistensi terhadap aliran. Akibatnya, aliran darah ke glomerulus menurun

Page 21: BAB II

sehingga tekanan hidrostatik kapiler dan GFR juga berkurang. Namun,

rangsangan simpatis pada arteriol eferen yang terjadi bersamaan, serta

konstriksi pembuluh itu kemudian, menyebabkan darah “terbendung” di

glomerulus. Hal ini malah dapat meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler

dan filtrasi glomerulus. Hasil akhir rangsangan simpatis pada ginjal adalah

penurunan bermakna aliran darah ginjal (karena darah yang masuk dan keluar

menurun), dengan sedikit penurunan GFR. Susunan saraf simpatis terangsang

apabila terjadi panurunan darah sistemik.

Penurunan aliran darah ginjal sebagai respon terhadap penurunan tekanan

darah sistemik bersifat adaptif. Air dan garam yang akan difiltrasi oleh

glomerulus berkurang sehingga yang keluar malalui urine juga berkurang.

Hal ini membantu meningkatkan volume darah dan memulihkan tekanan

darah.

Pada keadaan peningkatan tekanan darah, rangsangan simpatis ke semua

arteriol berkurang. Arteriol aferen dan eferen berdilatasi sehingga aliran darah

ginjal dan GFR meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pengeluaran air

dan garam melalui urine, yang membantu mengurangi volume darah dan

mengembalikan tekanan darah ke tingkat normal.

Harus ditekankan di sini bahwa input simpatis lebih dominan

dibandingkan mekanisme otoregulasi ginjal. Apabila perangsangan simpatis

meningkat, maka aliran darah ginjal berkurang walaupun ginjal berusaha

melakukan mekanisme otoregulasi aliran darahnya.

RENIN

Renin adalah suatu hormone yang dikeluarkan oleh ginjal sebagai respon

terhadap penurunan tekanan darah atau penurunan konsentrasi natrium

plasma. Sel-sel yang membentuk dan mengeluarkan renin, dan mengontrol

pelepasannya, adalah sekelompok sel nefron yang disebut apparatus

jukstaglomerulus (JG). Kelompok sel ini mencakup sel otot polos arteriol

aferen dan sel-sel macula densa. Sel-sel otot polos mensintesis renin dan

berfungsi sebagai baroreseptor untuk memantau tekanan darah. Sel-sel

macula densa adalah bagian dari pars asendens nefron. Sel-sel ini memantau

Page 22: BAB II

konsentrasi natrium plasma. Sel-sel macula densa dan sel-sel arteri aferen

terletak berdekatan satu sama lain di titik di mana pars asendens tubulus

distalis hampir menyentuh glomerulus.

Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan

pelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik, maka sel-sel otot polos

mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang,

maka sel-sel macula densa memberi sinyal kepada sel-sel otot polos untuk

menurunkan pelepasan renin.

Saraf simpatis juga merangsang apparatus JG untuk mengeluarkan renin.

Dengan demikian, penurunan tekanan darah menyebabkan peningkatan renin

baik secara langsung, melalui baroreseptor JG, dan tidak langsung melalui

saraf simpatis.

Setelah dikeluarkan, renin beredar dalam darah dan bekerja dengan

mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen, menjadi

angiotensin I suatu protein yang terdiri dari 10 asam amino. Angiotensinogen

dihasilkan oleh hati dan konsentrasinya di dalam darah tinggi. Dengan

demikian, pelepasan renin adalah langkah penentu kecepatan reaksi.

Perubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh

plasma, tetapi terutama di kapiler-kapiler paru. Angiotensin I secara cepat

bereaksi dengan enzim lain yang sudah ada di dalam darah, enzim pengubah

angiotensin (angiotensin-coverting enzyme, ACE). ACE menguraikan

angiotensin I menjadi angiotensin II sebuah peptida 8 asam amino.

ANGIOTENSIN II

Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang bekerja pada seluruh sistem

vaskular untuk meningkatkan kontraksi otot polos sehingga terjadi penurunan

garis tengah pembuluh dan peningkatan resistensi perifer total (TPR). TPR

secara langsung meningkatkan tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga

merupakan suatu hormon kuat yang beredar dalam darah ke kelenjar adrenal,

menyebabkan sintesis hormon mineral kortikoid, aldosteron.

Page 23: BAB II

ALDOSTERON

Aldosteron beredar dalam darah dan berkaitan dengan sel-sel duktus

pengumpul di korteks ginjal. Pengikatan dengan aldosteron menyebabkan

peningkatan reabsorpsi natrium dari filtrat urine dan menyebabkan natrium

masuk kembali ke kapiler peritubulus. Peningkatan reabsorpsi natrium

menyebabkan peningkatan reabsorpsi air sehingga volume plasma meningkat.

Peningkatan volume plasma akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung

sehingga volume sekuncup dan curah jantung meningkat. Peningkatan curah

jantung, seperti peningkatan TPR, secara langsung meningkatkan tekanan

darah sistemik.

Rangsangan lain untuk pelepasan aldosteron, selain angiotensin II, adalah

kadar kalium plasma yang tinggi dan suatu hormon hipofisis anterior, hormon

adrenokortikotropik (ACTH). Selain mepengaruhi reabsorpsi natrium,

aldosteron juga merangsang sekresi (dan dengan demikian eksresi) kalium

dari duktus pengumpul di kortek ginjal ke dalam filtrat urine.

RESPON RENIN-ANGIOTENSIN - ALDOSTERON TERHADAP

PERUBAHAN TEKANAN DARAH

Apabila terjadi penurunan tekanan darah, maka sel-sel JG melepaskan

renin, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan angiotensin II.

Angiotensin II menyebabkan konstriksi arteriol-arteriol di seluruh tubuh,

termasuk arteriol aferen dan eferen. Hal ini menyebabkan peningkatan

resistensi perifer total dan pemulihan tekanan darah ketingkat normal. Aliran

darah ginjal berkurang, yang menyebabkan produksi urine menurun. Hal ini

ikut membantu meningkatkan volume plasma dan tekanan darah.

Hal yang sebaiknya akan terjadi apabila tekanan darah meningkat. Apabila

tekanan darah meningkat, maka pengeluaran renin berkurang dan kadar

angiotensin II turun. Hal ini menyebabkan dilatasi arteriol-arteriol sistemik,

penurunan resistensi perifer total, dan penurunan tekanan darah kembali ke

tingkat normal. Penurunan angiotensin II menyebabkan arteriol aferen dan

eferen melemas sehingga terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan

pengeluaran urine, yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah.

Page 24: BAB II

RESPON RENIN-ANGIOTENSIN - ALDOSTERON TERHADAP

PENURUNAN NATRIUM

Rangsangan kedua yang menyebabkan pelepasan renin adalah konsentrasi

natrium plasma. Penurunan natrium di dalam cairan tubulus yang melewati

sel-sel macula densa akan menyebabkan peningkatan pengeluaran renin.

Peningkatan renin menyebabkan peningkatan angiotensin II, yang

merangsang sintesis aldosteron dan dengan demikian meningkatkan

reabsorpsi natrium. Hal ini menurunkan rangsangan untuk pelepasan renin

lebih lanjut. Hal yang sebaliknya terjadi apabila terjadi peningkatan natrium

plasma yang melewati sel-sel macula densa.

REABSORPSI GINJAL

Reabsorpsi adalah proses kedua yang dilakuka oleh ginjal untuk

menentukan konsentrasi suatu bahan yang difiltrasi dari plasma. Reabsorpsi

mengacu kepada pergerakan aktif (memerlukan energi dan selalu diperantarai

oleh pembawa) atau pasif (melalui difusi) suatu bahan yang disaring di

glomerulus kembali ke kapiler peritubulus. Reabsorpsi dapat total (misal:

glukosa) atau parsial (misal : natrium, urea, klorida dan air).

PENANGANAN ASAM BASA

Ginjal berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa.

Sebagian besar proses metabolic di dalam tubuh menghasilkan asam. Proses-

proses tersebut mencakup fosforilasi oksidatif, yang menghasilkan karbon

dioksida yang mudah menguap, dan metabolisme protein-protein yang

menghasilkan asam-asam yang tidak mudah menguap misalnya asam sulfat

dan asam fosfat. Walaupun dalam keadaan normal paru mengekskresikan

semua karbon dioksida yang dihasilkan oleh oksidasi, namun hanya ginjal

yang mampu mengeliminasi asam-asam yang tidak mudah menguap. Yang

lebih penting lagi, ginjal memiliki tugas penting untuk menyerap ulang

sejumlah besar bikarbonat basa, yang difiltrasi secara bebas di glomerulus.

Tanpa fungsi ini, dapat terjadi pH darah yang rendah yang dapat mematikan.

Ginjal membantu mengeliminasi karbon dioksida yang dihasilkan oleh

Page 25: BAB II

metabolisme sel pada individu dengan penyakit paru dengan meningkatkan

sekresi dan eksresi asam dan reabsorpsi basa.

PERAN HORMON ANTIDIURETIK DALAM PEMEKATAN URIN

Permeabilitas duktus pengumpul terhadap air ditentukan oleh kadar

hormon hipofisis posterior, hormone antidiuretik (ADH), yang terdapat di

dalam darah.

Pelepasan ADH dari hipofisis posterior meningkat sebagai respon terhadap

penurunan tekanan darah atau peningkatan osmolalitas ekstrasel (penurunan

konsentrasi air). ADH bekerja pada tubulus pengumpul untuk meningkatkan

permeabilitas air. Apabila tekanan darah rendah, atau osmolaritas plasma

tinggi, maka pengeluaran ADH akan terangsang dan air akan direabsorpsi ke

dalam kapiler peritubulus sehingga volume dan tekanan darah naik dan

osmolaritas ekstrasel berkurang. Sebaliknya, apabila tekanan darah terlalu

tinggi atau cairan ekstrasel terlalu encer (penurunan osmolaritas), maka

pengeluaran ADH akan dihambat dan akan lebih banyak air yang

diekskresikan melalui urine sehingga volume dan tekanan darah menurun dan

osmolaritas ekstrasel meningkat.

Sensor-sensor yang mengukur tekanan darah dan mengontol pengeluaran

ADH oleh rangsangan hipotalamus lewat saraf antara lain adalah baroreseptor

karotis dan aorta serta sekelompok reseptor di atrium kiri. Sensor-sensor yang

mengukur osmolaritas ekstrasel terletak di hipotalamus, dekat dengan sel-sel

yang sebenarnya membentuk ADH. Setelah sintesis hipotalamus, ADH

disimpan di hipofisis posterior.

Urine manusia yang paling pekat adalah sekitar 1400 miliosmol per liter.

Konsentrasi yang paling encer adalah kurang dari 200 miliosmol per liter.

DIHIDROKSI VITAMIN D3

Ginjal berfungsi sebagai suatu organ endokrin yang dapat mengeluarkan

renin serta suatu hormon yang penting untuk mineralisasi tulang. Secara

spesifik, ginjal bekerja bersama hati untuk menghasilkan bentuk aktif vitamin

D yang disebut 1,25-dihidroksi vitamin D3, dari suatu precursor inaktif yang

Page 26: BAB II

berasal dari makanan. Bentuk inaktif vitamin D juga dapat dihasilkan dari

suatu precursor yang terdapat di kulit yang di katalisis oleh sinar matahari.

Vitamin D penting untuk pemeliharaan kadar kalsium plasma yang

diperlukan untuk membentuk tulang. Bentuk aktif vitamin D ini bekerja

sebagai hormon dengan beredar dalam darah dan merangsang penyerapan

kalsium dan dengan tingkat yang lebih rendah, fosfat di usus halus dan

tubulus ginjal. Vitamin D juga merangsang resorpsi (penguraian) tulang.

Resorpsi tulang menyebabkan pelepasan kalsium sehingga kalsium plasma

meningkat.

Hormon paratiroid merangsang ginjal agar organ ini memainkan

peranannya dalam mengaktifkan vitamin D3. hormone paratiroid dikeluarkan

oleh kelenjar paratiroid sebagai respon terhadap penurunan kalsium plasma.

Ini merupakan contoh suatu siklus umpan balik negative. Penurunan kalsium

menyebabkan peningkatan hormone paratiroid, yang menyebabkan

peningkatan pengaktivan vitamin D3 oleh ginjal. Pengaktivan vitamin D3

menyebabkan penyerapan kalsium di usus dan ginjal meningkat sehingga

terjadi peningkatan kalsium plasma dan penurunan perangsang untuk

pelepasan hormone paratiroid. Hormone paratiroid secara langsung

merangsang resorpsi tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam plasma

apabila diperlukan. Pengaktivan vitamin D3 oleh ginjal merupakan langkah

penentu dalam rangkaian proses tersebut. Individu yang mengidap penyakit

ginjal sering mengalami kerapuhan dan patah tulang.

ERITROPOIETIN

Pembentukan dan pelepasan eritropoietin oleh ginjal adalah contoh ketiga

dari peran ginjal sebagai suatu organ endokrin. Eritropoietin adalah suatu

hormone yang merangsang sumsum tulang agar meningkatkan pembentukan

eritrosit (sel darah merah). Sel-sel di ginjal yang membentuk dan melepaskan

eritropoietin berespons terhadap hipoksia ginjal. Orang yang menderita

penyakit ginjal sering memperlihatkan anemia kronik.

Page 27: BAB II

NITROGEN UREA DARAH

Urea adalah produk akhir metabolisme protein yang mengandung

nitrogen. Salah satu tugas penting ginjal adalah untuk mengeliminasi urea

dari tubuh. Pada penurunan fungsi ginjal, kadar nitrogen urea darah (blood

urea nitrogen, BUN) meningkat.

BUN tidak hanya ditentukan oleh fungsi ginjal. BUN juga dapat

dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang tidak berkaitan dengan ginjal,

misalnya peningkatan atau penurunan asupan protein dalam makanan, atau

setiap peningkatan penguraian protein yang tidak lazim misalnya cedera otot.

Demikian juga, penyakit hati dapat menyebabkan penurunan BUN karena

hati mengubah amonia menjadi urea. Karena kadar BUN dipengaruhi oleh

factor-faktor lain ini, maka BUN adalah suatu indicator yang kurang tepat

untuk penyakit ginjal. Dengan demikian, daripada mengukur BUN, maka

yang lebih sering dilaporkan adalah rasio BUN terhadap kreatinin serum.

Dalam keadaan normal, rasio ini adalah 10:1. rasio yang lebih besar daripada

15:1 mengisyaratkan peningkatan urea yang disebabkan oleh factor di luar

ginjal. Rasio yang kurang dari 10:1 terjadi pada penyakit hati.

KREATININ SERUM

Kreatinin adalah suatu produk penguraian otot. Kreatinin diekskresikan

oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi. Konsentrasi kreatinin dalam

plasma relatif tetap dari hari ke hari. Konsentrasi tersebut bervariasi sedikit

dari sekitar 0,5 mg per 100 ml darah pada seorang wanita bertubuh kecil

sampai 1,5 mg per 100 ml pada seorang pria berotot. Kadar yang lebih besar

daripada nilai tersebut mengisyaratkan adanya penyakit ginjal. Kreatinin

serum merupakan indikator kuat bagi fungsi ginjal. Sebagai petunjuk kasar,

peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan penurunan

fungsi ginjal sebesar 50%. Demikian juga, peningkatan kadar kreatinin tiga

kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75%.

(Syaiffudin. 2006).

Page 28: BAB II

B. Definisi, etiologi, komplikasi, epidemiologi

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes melitus adalah penyakit sistemis, chronis, multifactorial yang

disifatkan dengan hiperglikemia. Gejala-gejala yang timbul adalah akibat

yang kurangnya sekresi insulin yang cukup tetapi tidak efektif (Baradero.

2007).

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula

(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif

(Arjatmo. 2002).

Diabetes melitus adalah penyakit menahun yang di tandai dengan

tingginya kadar glukosa darah(gula darah) melebihi nilai normal (Ayumi.

2008).

Diabetes melitus suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah

tinggi karena tubuh tidak mampu melepaskan insulin secara cukup

(Medicastore. 2009).

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelaiinan heterogen yang

ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia)

(Smeltzer C. 2001 ).

Klasifikasi DM:

a. Diabetes Mellitus Tipe I

Gambaran klieniknya biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan

puncaknya pada masa dewasa.

b. Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes mellitus tipe II adalah jenis yang paling banyak ditemukan

(lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 40 tahun dengan

catatan tinggi dari pada rata-rata orang dewasa.

c. Diabetes Mellitus Tipe Lain

Ada beberapa diabetes mellitus tipe yang lain seperti defek genetik

fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyekit eksokrin pankreas,

endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi

yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM.

Page 29: BAB II

d. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes mellitus gestasional adalah diabetes yang timbul selama

kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui, karena dampaknya pada

janin kurang baik jika tidak ditangani dengan benar.

(Augusfarly. 2008).

2. Etiologi

a. Diabetes Mellitus Tipe I

1) Faktor Genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi

mewarisi suatu predisposisi dan kecendrungan genetik ke arah

terjadinya DM tipe I.

2) Fakror Imunologi

Adanya respon autoimune yang merupakan respon abnormal dimana

antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi

terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai

jaringan asing, yaitu antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan

insulin endogen.

3) Faktor Lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimune yang

menimbulkan destruksi sel Beta.

b. Diabetes Mellitus Tipe II

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor

genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya

resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMT II)

penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.  

DMT II ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun

dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel

sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya

kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi

reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus

membran sel. Pada pasien dengan DMT II terdapat kelainan dalam

Page 30: BAB II

pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh

berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada

membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara

komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa.

Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang

cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya

sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan

glikemia. Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak

tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-

bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang

dewasa.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,

diantaranya adalah:

1. Usia (meningkat pada usia di atas 65 tahun).

2. Obesitas.

3. Riwayat keluarga.

4. Kelompok etnik

(Rusari. 2009).

Gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus pada tahap awal

sering ditemukan:

a. Poliuria (banyak kencing)

Hal ini disebabkab oleh karena kadar glukosa darah meningkat

sampai malampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi

osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit

sehingga klien mengeluh banyak kencing.

b. Polidipsia (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan

cairan banyak karea poliuria, sehingga untuk mengimbangi klien lebih

banyak minum

Page 31: BAB II

c. Poliphagia (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel

mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan

terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan

tersebut hanya akan berada sampai dalam pembuluh darah.

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang

Hal ini disebablan kehabisan glikogen yang telah dilebur menjadi

glukosa maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bagian

tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan

lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang

berada ditubuh termasuk yang ada dijaringan otot dan lemak sehingga

klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.

e. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas pilopi (glukosa-sarbitol

fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat

penimbunan sarbitol dan lensa, sehingga menyebabkan pembentukan

katarak.

(Augusfarly. 2009).

3. Komplikasi

Komplikasi diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:

a. Komplikasi

1) Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh

darah

jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak.

2) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati

diabetik dan nefropati diabetik.

3) Neuropati diabetik.

4) Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran

kemih.

5) Ulkus diabetikum.

Page 32: BAB II

Pada penderita DM sering dijumpai adanya ulkus yang disebut dengan

ulkus diabetikum. Ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai

invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan

ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik

dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus terjadi karena

arteri menyempit dan selain itu juga terdapat gula berlebih pada jaringan

yang merup akan medium yang baik sekali bagi kuman, ulkus timbul pada

daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma pada daerah telapak

kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1 cm berisi massa

jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta di atas. Grade ulkus diabetikum

yaitu:

1). Grade 0 : tidak ada luka.

2). Grade I : merasakan hanya sampai pada permukaan kulit.

3). Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang.

4). Grade III : terjadi abses.

5). Grade IV : gangren pada kaki, bagian distal.

6). Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal.

(Wiyono. 2008).

4. Epidemiologi

Berdasarkan Laporan WHO tahun 1995, prevalensi penyakit diabetes

melitus di dunia adalah sebesar 4,0% dan diperkirakan pada tahun 2025

prevalensinya akan meningkat menjadi 5,4%. Di negara maju, jumlah

penyakit diabetes melitus pada tahun 1995 adalah sebesar 51 juta orang

dan diperkirakan pada tahun 2025 akan meningkat mencapai 72 juta

orang. Sementara itu, di negara sedang berkembang jumlah penderita

diabetes melitus akan meningkat dari 84 juta orang menjadi 228 juta

orang. Diperkirakan jumlah tersebut akan naik melebihi 250 juta orang

pada tahun 2025 (Wiyono. 2006).

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlah penderita diabetes

melitus di Indonesia jumlahnya sangat luar biasa. Pada tahun 2000 jumlah

penderita 8.400.000 jiwa, pada tahun 2003 jumlah penderita 13.797.470

Page 33: BAB II

jiwa dan diperkirakan tahun 2030 jumlah penderita bisa mencapai

21.300.000 jiwa. Data jumlah penderita diabetes di Indonesia pada tahun

2005 sekitar 24 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat

pada tahun yang akan datang. Menurut data WHO indonesia meliputi

urutan ke 6 di negara sebagai jumlah terbanyak setelah cina, india,

unisoviet, jepang dan brazil (soegondo 2008) Data International Diabeted

Federation yang memperkirakan penderita DM di indonesia meningkat

dari 7 jt pada 2009 menjadi 12 juta pd thn 2010 (Mirza. 2008)

C. Skema Pathofisiologi

Ada faktor-faktor yang dikaitkan dengan diabetes. Diabetes type I

ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik,

imunologi dan mungkin pula infeksi virus yang menimbulkan destruksi sel

beta. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type I itu sendiri, tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya

diabetes type I. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang

memiliki antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. Resiko terjadinya

diabetes type I meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang

memiliki antigen HLA ini. Pada diabetes type I terdapat bukti adanya suatu

respon autoimmun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan

tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Autoimun

terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen terdeteksi saat diagnosis

dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis

diabetes type I. Pada kasus diabetes type I yang terjadi pada anak, seringkali

infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang. Penyebabnya adalah infeksi

oleh virus seperti mumps dan coxsackie. Hasil penyelidikan yang menyatakan

bahwa virus tertentu mengeluarkan toksin yang dapat merusak sel pankreas

dan menimbulkan diabetes (Smeltzer, 2001).

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan

salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:

Page 34: BAB II

1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan

konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl.

2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang

menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai

dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.

3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi

sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal

normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/100 ml ), akan timbul

glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua

glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang

menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan

pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat

glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami

keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi

polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga

pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh

berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya

penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan

menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada

saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren (Ismail. 2008).

Mekanisme yang tepat, yang menyebabkan resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin pada diabetes type II masih belum diketahui faktor

genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi

insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan

dengan proses terjadinya diabetes type II seperti obesitas atau life style

(sedetary lyfe) dan riwayat keluarga. Lebih dari 8 diantara 10 penderita

diabetes type II adalah mereka yang kelewat gemuk (obesitas) dengan gaya

hidup sedetary life atau hidup santai. Makin banyak jaringan lemak, jaringan

tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin (insulin resistence),

terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah

Page 35: BAB II

sentral atau perut (central obesity). Dengan pengeluaran adipokinase dari

lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut

ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah (hiperglikemia). Diabetes

type II lebih banyak terkait dengan faktor riwayat keluarga atau keturunan.

Apabila kedua orang tua atau salah satu orang tua terkena diabetes,

kemungkinan menderita diabetes lebih dari 50 persen pada anaknya (Tandara,

2008).

Efek dari insulin yang kurang atau insulin yang tidak efektif

Kurangnya insulin baik relative atau absolute, akan mengakibatkan

hyperglycemia dan terganggunya metabolisme lemak. Setelah makan jumlah

insulin tidak cukup atau insulin tidak efektif, maka glucose tidak bisa ditarik

dari peredaran darah dan glycogenesis (pembentukan glycogen dan glucose)

akan terhambat. Karena sel-sel tidak memperoleh bahan bakar, maka hepar

memproduksi glucose (melalui glycogenolysis atau gluconeogenesis) dan

mengirim glucose ini ke dalam peredaran darah. Keadaan ini akan

memperhebat hyperglicemia. Jaringan-jaringan lemak lemak, karena tidak bisa

mengambil bahan bakar dari darah (tidak ada insulin), akan memetabolisme

glycogen yang tersimpan dalam otot-otot dan jaringan-jaringan lemak.

Transport asam amino ke dalam sel-sel otot-otot memerlukan insulin

maka tanpa insulin sintesa dan uptake protein ke dalam sel-sel akan terganggu

juga metabolisme triglycerides dan lemak dan glycerol ikut terganggu.

Seharusnya yang terjadi adalah lypolisis (pemecahan triglycerides). Maka

hepar akan meneruskan dan mengakibatkan pembentukan ketone bodies dari

asam lemak.

Perubahan-perubahan dalam metabolisme ini mengakibatkan glycosuria

karena blood glucose sudah mencapai tingkat ”renalthreshold” yaitu 180

mg/dl pada ginjal yang normal. Dengan tingkat blood sugar (180 mg/dl),

ginjal sudah tidak bisa mengreabsorbsi glukosa dari glomerular filtrate maka

timbul glycosuria. Karena glukosa menarik air, maka osmotik diuresis akan

terjadi yang mengakibatkan polyuria. Polyuria akan mengakibatkan hilangnya

banyak air dan elektrolit lewat urine terutama sodium, chloride potossium dan

phosphate. Hilangnya air dan sodium akan mengakibatkan sering merasa haus

Page 36: BAB II

dan peningkatan intake air (polydipsia). Karena sel-sel tubuh juga mengalami

kekurangan bahan bakar, maka pasien merasa sering lapar dan ada

peningkatan intake makanan (polyphagia). Pada diabetes type I, lingkaran

setan dengan hilangnya banyak glukosa lewat urine dan glukosa yang tidak

dapat dipakai (dalam darah) akan mengakibatkan banyak kalori yang hilang

dan berat badan pasien menurun sekalipun dia banyak makan (Baradero.

2007).

Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling

banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus,

sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal

lainnya.

Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah

menebal. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang terutama

yang menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga

cenderung mangakibatkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat,

sehingga mampercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di

dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada

penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah

besar (makro) bisa merusak sel otak, jantung dan pembuluh darah kaki

(makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa merusak

mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka.

Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan

penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum).

Kelainan fungsi gnjal bsa mengakibatkan gagal ginjal sehingga penderita

harus menjalani cuci darah (haemodialisa).

Gangguan pada saraf bisa bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika

satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati) maka sebuah lengan

atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke

tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum)

maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti

terbakar dan kelemahan.

Page 37: BAB II

Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera

karena penderita tidak dapat membedakan perubahan tekanan maupun suhu.

Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan

semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam

dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama, sehingga sebagian

tungkai harus diamputasi.

Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang

jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang sering terjadi

dan mamatikan adalah serangan jantung dan stroke (Soegondo. 2008).

Page 38: BAB II

D. Collaborative Care Management

1. Diagnostik Test

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksa:

a. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl.

b. Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl.

c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

menkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam Post Prandial (PP) > 200

mg/dl) (Rusari. 2008).

2. Medication

Berikui ini pembagian farmakologi untuk diabetes, yaitu:

a. Obat Hipoglikemik Oral

(OHO)

1) Golongan sulfonilurea, dapat menurunkan kadar

gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak

efektif pada penderita diabetes tipe I.

Contohnya: glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpopamid. Obat ini

menurunkan kadar gula dengan cara merangsang pelepasan insulin

oleh pankreas dan meningkatkan efektifitasnya.

2) Metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin

tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri.

3) Akarbos, bekerja dengan cara menunda penyerapan

glokusa di dalan usus.

Obat hipoglikemik per oral biasanya diberikan pada penderita diabetes

tipe II jika diet dan olah raga gagal menurunkan kadar gula darah secara

adekuat. Jika obat hipoglikemik per oral tidak dapat mengontrol kadar

gula darah dengan baik, meungkin perlu diberikan suntikan insulin

(Medicastore. 2009)

Page 39: BAB II

b. Terapi Insulin

Insulin disuntikan di bawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di

langan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil

agar tidak terasa terlalu nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki

kecepatan dan lama kerja yang berbeda.

1) Insulin Kerja Cepat

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan

paling sebentar, insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula

dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam

dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali

digunakan oleh penderita yang mengalami beberapa kali suntikan

setiap harinya dan suntikan 15-20 menit sebelum makan.

2) Insulin Kerja Sedang

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin

isofon. Mulai bekerja dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama18-

26 jam. Insulin ini bisa disuntikan pada pagi hari untuk memenuhi

kebutuhan selama sehari dan dan dapat disuntikan pada malam hari

untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

3) Insulin Kerja Lama

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.

Efeknya timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

(Medicastore. 2009)

Type Sumber Onset

(jam)

Peak

(jam)

Duration

(jam)Apperance

Quick-acting insulin:

lispro

Manusia Seger

a

1 3-4 Jernih

Reguler Manusia O,5 2,5- 6-8 Jernih

Page 40: BAB II

5,0

Reguler (buffered) Manusia 0,5 1-3 6-8 Jernih

Intermediate-acting:

NPH

Manusia 1,5 4-12 24 Keruh

Lente Manusia 2,5 7-15 Keruh

Long_acting:

ultralenteManusia 4

Tidak

ada28 Keruh

Combination Insulins:

70% NPH 30%

reguler

Manusia 0,5 2-12 24 Keruh

Tabel. 2.1. Jenis insulin (Baradero, 2007).

3. Surgery

Pembedahan dapat dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus

dengan komplikasi seperti ganggren sehingga harus dilakukan amputasi

(Augusfarly. 2009).

4. Treatment

Penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk

mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan

kronik. Penatalaksanaan diabetes mellitus tergantung pada ketepatan

interaksi dari 3 faktor yaitu faktor aktivitas fisik, diet dan intervensi

farmakologi dengan preparat hipoglikemik oral dan insulin (Augusfarly.

2008).

5. Diet

Diet pada penderita diabetes melitus dapat dibagi atas beberapa

bagian antara lain:

Diet A : Diberikan pada semua penderita diabetes melitus pada

umumnya, terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat

50%, lemak 30%, protein 20%.

Diet B : Diberikan pada penderita diabetes terutama yang kurang tahan

dengan dietnya, hyperkolestonemia, macroangiopati (misalnya

CVA, penyakit jantung koroner), microangiopati (retinatopati

diabetic, tapi belum ada netropati yang nyata), telah menderita

Page 41: BAB II

diabetes dari 15 tahun, terdiri dari karbohidrat 68%, lemak

20%, protein 12%.

Diet B1 : Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet

protein tinggi, terdiri dari karbohidrat 60%, lemak 20%, protein

20%.

(Harnawatiaj. 2008)

6. Activity

Aktivitas adalah suatu bagian penting dari medical management untuk

setiap individu dengan DM. Kegiatan-kegiatan fisik mempunyai implikasi

fisiologis dan psikologis yang penting. Gerak badan adalah sensitizer yang

luar biasa untuk insulin dan dapat meningkatkan uptake ke dalam sel-sel

otot skeletal (Baradero. 2007).

7. Health Education

Perawat menjelaskan tentang hubungan antara proses penyakit, tanda

dan gejala, dan komplikasi yang ditimbulkan. Perawat juga perlu

menjelaskan pentingnya diet, perawatan dan pengobatan pada pasien

dengan diabetes melitus. Gambar-gambar dapat membantu mengingat

penjelasan yang diberikan.

(Ismail, 2008)

Sedangkan pendidikan tingkat lanjut yang perlu diberikan pada penderita

DM tentang keterampilan bertahan hidup adalah:

a. Menjaga kesehatan/kebersihan mulut dan kulit. Menjaga agar tempat

pertemuan antara dua permukaan kulit (seperti lipatan paha, ketiak dan

dibawah payudara) agar tetap bersih dan kering.

b. Perawatan kaki yaitu agar kaki tetap bersih dan kering. Hindari stoking

yang ketat, gunakan sepatu yang pas dan jangan keluar rumah tanpa

alas kaki, hindarkan trauma dan luka.

c. Periksa mata.

d. Penanganan dalam mengendalikan tekanan darah,lemak dan kadar gula

darah.

(Smeltzer C. 2002).

Page 42: BAB II

E. Nursing Management

1. Assessment

a. Anamnese

1) Identitas Penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal

masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba

yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan

berbau, adanya nyeri pada luka.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka,

serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk

mengatasinya.

4) Riwayat Kesehatan Dahulu

Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit-penyakit

lainnya yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin, misalnya

penyakit pankreas, adanya riwayat penyakit jantung, obesitas

maupun aterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat

maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota

keluarga yang juga menderita diabetes melitus atau penyakit

keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin,

misalnya hipertensi, jantung.

6) Riwayat Psikososial

Page 43: BAB II

Meliputi informasi mengenai perilaku perasaan dan emosi yang

dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan

keluarga terhadap penyakit penderita.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas dan Istirahat

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat

dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan

koma.

2) Sirkulasi

Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri,

kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit

kering dan merah, dan bola mata cekung.

3) Eliminasi

Poliuri, nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan

pucat.

4) Nutrisi

Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,

mual/muntah.

5) Neurosensori

Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah

otot, disorientasi, letargi, koma, dan bingung.

6) Nyeri

Pembengkakan perut, meringis.

7) Respirasi

Tachipnea, kusmaul, ronchi, wheezing, dan sesak nafas.

8) Keamanan

Kulit rusak, lesi atau ulkus, menurunnya kekuatan umum.

9) Seksualitas

Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun,

dan terjadi impotent pada pria.

(Harnawatiaj. 2008).

Page 44: BAB II

2. Nursing Diagnosis

Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi

berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

klien diabetes melitus yaitu:

a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis

osmotik.

b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.

d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan

dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.

e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka

panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang

lain.

g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, pragnosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan mengingat

kesalahan interpretasi informasi.

h. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan metabolik

(neuropati perifer).

3. Expended Patient Outcomes

a. Mempertahankan hidrasi adequat dibuktikan oleh tanda vital stabil,

nadi perifer dapat teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,

haluran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas

normal.

b. Mencerna jumlah kalori atau nutrient yang tepat, menunjukan tingkat

energi biasanya, berat badan stabil atau bertambah.

Page 45: BAB II

c. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko

infeksi. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk

mencegah terjadinya infeksi.

d. Mempertahankan tingkat kesadaran atau orientasi. Mengenali dan

mengkompensasi adanya kerusakan sensori.

e. Mengungkapkan peningkatan tingkat energi. Menunjukan perbaikan

kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

f. Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat untuk

menghadapi perasaan.

g. Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi

hubungan tanda atau gejala dengan proses penyakit dan

menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, dengan benar

melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.

h. Gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan

penyembuhan.

4. Nursing Intervensi

a. Diagnosa 1

1) Pantau tanda-tanda vital.

Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi

dan takikardia.

2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane

mukosa.

Rasional : Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi, atau

volume sirkulasi yang adequat.

3) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.

Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan

pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi

yang diberikan.

4) Timbang berat badan tiap hari.

Page 46: BAB II

Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status

cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya

dalam memberikan cairan pengganti.

5) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.

Rasional : Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat

kekurangan cairan dan respon pasien secara

individual.

b. Diagnosa 2

1) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan

dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.

Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari

kebutuhan terapeutik.

2) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.

Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adequat

(termasuk absorpsi dan utilisasinya)

3) Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan etnik atau

kultural.

Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukan

dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat

diupayakan setelah pulang.

4) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai

indikasi.

Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya: memberikan

informasi pada keluarga untuk memenuhi nutrisi

pasien.

5) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.

Rasional : Insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya

dengan cepat pula dapat membantu memindahkan

glukosa ke dalam sel.

Page 47: BAB II

c. Diagnosa 3

1) Observasi tanda-tanda peradangan.

Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya

telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat

mengalami infeksi nasokomial.

2) Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci

tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan

pasien termasuk pasiennya sendiri.

Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.

3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.

Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi

media terbaik bagi pertumbuhan kuman.

4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.

Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan

pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan

pada kulit atau iritasi kulit dan infeksi.

5) Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.

Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru

dan memobilisasi secret.

d. Diagnosa 4

1) Pantau tanda-tanda vital dan status mental.

Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan

abnormal.

2) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan

kebutuhannya.

Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk

mempertahankan kontak dengan realitas.

Page 48: BAB II

3) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk

melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.

Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan

dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada

lingkungannya.

4) Selidiki adanya parestesia, nyeri, atau kehilangan sensori pada

paha atau kaki.

Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak

nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan atau

distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap

kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.

e. Diagnosa 5

1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.

Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk

meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien

mungkin sangat lemah.

2) Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup.

Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.

3) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum atau

sesudah melakukan aktifitas.

Rasional : Mengindikasikan tingkat aktifitas tang dapat

ditoleransi secara fisiologis.

4) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukab aktifitas sehari-hari

sesuai toleransi.

Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri yang positif sesuai

tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi.

f. Diagnosa 6

1) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengekspresikan perasaannya

tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara

keseluruhan.

Page 49: BAB II

Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan

cara pemecahan masalah.

2) Tentukan tujuan atau harapan dari pasien atau keluarga.

Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari

orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan

perasaan frustasi, kehilangan control diri dan mungkin

mengganggu kemampuan koping.

3) Berikan dukungan kepada pasien untuk ikut peran serta dalam

perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai

dengan usaha yang dilakukannya.

Rasional: Meningkatkan perasaan control terhadap situasi.

g. Diagnosa 7

1) Ciptakan lingkungan saling percaya.

Rasional : Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan

sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam

proses belajar.

2) Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.

Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat

membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.

3) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.

Rasional : Diskusikan tentang pentingnya kontrol diet akan

membantu pasien dalam merencanakan makan dan

mentaati program.

4) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur

dan jawab pertanyaan pasien atau orang terdekat.

Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan

lebih dekat.

h. Diagnosa 8

Page 50: BAB II

1) Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna,

edema.

2) Kaji tanda vital.

3) Kaji adanya nyeri.

4) Lakukan perawatan luka.

5) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.

6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

5. Evaluasi

a. Klien dapat mempertahankan hidrasi adequat dibuktikan oleh tanda

vital stabil, nadi perifer dapat teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler

baik, haluran urine tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam

kadar normal.

b. Klien dapat mempertahankan berat badan yang stabil, makan makanan

yang sesuai kalori yang dibutuhkan, menunjukan tingkat energi

biasanya.

c. Klien dapat mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup yang

mencegah terjadinya infeksi.

d. Klien mampu mempertahankan tingkat kesadaran orientasi.

e. Klien mengungkapkan peningkatan energi, dan mampu berpartisipasi

dalam aktifitas yang diinginkan.

f. Klien paham tentang penyakit, menghubungkan tanda dan gejala

dengan proses penyakit, faktor penyebab, melakukan prosedur dengan

benar dan menjelaskan rasional tindakan.

g. Gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan

penyembuhan:

1) Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan

jaringan.

2) Tidak ada terinfeksi.

(Harnawatiaj. 2008).