bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Anatomi Pankreas
Gambar 1. Anatomi pankreas
(Mc Graw-Hill Companies. 2010)
10
Gambar 2. Sel-sel pankreas
(Mc Graw-Hill Companies. 2010)
Fisologi Sistem Endokrin
1. Sistem Endokrin
a. Pengertian
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelejar-kelenjar yang
mengirimkan hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar
dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil
sekresinya disebut hormon.
Beberapa dari organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam
hormon-hormon tunggal disamping itu ada juga yang menghasilkan
lebih dari satu macam hormon atau hormon ganda, misalnya kelenjar
hipofisis sebagai pengatur kelenjar.
b. Fungsi Kelenjar Endokrin
1) Menghasilkan hormon-hormon yang dialirkan ke dalam darah yang
diperlukan oleh jaringan-jaringan dalam tubuh tertentu.
2) Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh.
3) Merangsang aktivitas kelenjar tubuh.
4) Merangsang pertumbuhan jaringan.
5) Mengatur metabolisme, oksidasi, meningkatkan absorbsi glukosa
pada usus halus.
6) Mempengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang, vitamin,
mineral dan air (Syaifuddin, 2007).
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan. Strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari duodenum
sampai limpa dan dilukiskan sebagai terdiri atas 3 bagian:
a. Kepala pankreas, yang paling
lebar, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan
duodenum, dan yang praktis melingkarinya.
b. Badan pankreas, merupakan
bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambung dan di
depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas, adalah bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang
sebenarnya menyentuh limpa.
Jaringan pankreas terdiri atas labula daripada sel secretori yang
tersusun mengitari saluran-saluran halus. Saluran-saluran ini mulai dari
persambungan saluran-saluran kecil dari labula yang terletak di dalam ekor
pankreas dan berjalan melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluran-
saluran kecil itu menerima saluran dari labula lain dan kemudian bersatu
untuk membentuk saluran utama, yaitu duktus wirsungi (Pearce, 2006).
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi
pankreas ke dalam duodenum:
a. Ductus Wirsung, yang bersatu dengan duktus choledukus, kemudian
masuk ke dalam duodenum melalui sphincter oddi.
b. Ductus Sartorini, yang mengalirkan getah pancreas dari bagian atas
caput pancreas dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas
muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor Kelenjar
Pankreas.
Pankreas terdiri atas dua jenis jaringan, yakni
a. Asini, yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya keluar namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon
langsung ke dalam darah (Wiyono. 2006).
Pulau Langerhans
Pankreas manusia mempunyai 1 sampai 2 juta pulau langerhans. Setiap
pulau langerhans hanya berdiameter 0.3 milimeter dan tersusun
mengelilingi pembuluh kapiler kecil yang merupakan tempat
penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut. Pulau
langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel alfa, beta, dan
delta, yang dapat dibedakan dari ciri morfologik dan pewarnaannya. Sel
beta, yang mencakup kira-kira 60 persen dari semua sel, terletak terutama
di tengah dari setiap pulau dan mensekresikan insulin. Sel alfa yang
mencakup kira-kira 25 persen dari seluruh sel, mensekresikan glukagon.
Dan sel delta yang merupakan 10 persen dari seluruh sel, mensekresikan
somatostatin. Selain itu, paling sedikit terdapat satu jenis sel lain, yang
disebut sel PP, yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam pulau langerhans
dan mensekresi hormon yang fungsinya masih diragukan yakni polipetida
pankreas.
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel yang terdapat dalam
pulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung
sekresi beberapa jenis hormon oleh hormon lainnya. Contohnya, insulin
menghambat sekresi glukagon, dan somatostatin menghambat sekresi
hormon insulin dan glukagon.
Fungsi insulin yaitu:
a. Meningkatkan metabolisme
glukosa di dalam otot dan menyimpan glikogen di dalam otot.
b. Meningkatkan ambilan,
penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati.
c. Insulin mempunyai berbagai
efek yang dapat menyebabkan timbulnya penyimpanan lemak di
dalam jaringan lemak.
d. Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa melalui
membrane sel ke dalam sel-sel lemak.
e. Insulin menyebabkan timbulnya pengangkutan secara
aktif sebagian besar asam amino ke dalam sel.
f. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan
glukoneogenesis.
Fungsi glukagon yaitu:
a. Meningkatkan konsentrasi glukosa darah yang merupakan suatu efek
yang jelas bertentangan dengan efek insulin.
b. Pemecahan glikogen hati (glikogenesis).
c. Meningkatkan proses glukogenesis di dalam hati.
Fungsi somatostatin yaitu:
a. Menekan sekresi insulin dan glukagon.
b. Manurunkan gerakan lambung, duodenum, dan kandung empedu.
c. Mengurangi sekresi dan absorpsi dalam saluran cerna.
(Harnawatiaj. 2008).
Anatomi Jantung
Gambar 4. Anatomi Jantung
(http://www.google.co.id/images)
Gambar 3. Peredaran Darah di Jantung
(http://www.google.co.id/images)
Fisiologi Sistem Cardiovaskular
Sistem Peredaran Darah Jantung
1. Vena Cava superior dan vena cava inferior mengalirkan darah keatrium dexera
yang datang dari seluruh tubuh.
2. Arteri Pulmonalis, membawa darah Ventrikel Dexstra masuk keparu-paru.
3. Vena Pulmonalis, membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium sinistra.
4. Aorta, membawa darah dari Ventrikel Sinistra keseluruh tubuh.
ARTERI
Merupakan bagian pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa
keseluruh tubuh pembuluh darah arteri yang paling besar dari ventrikel sinistra
disebut “aorta” arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya
elastis, dan terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Tunika Intima/Interna, lapisan yang paling dalam sekali yang berhubungan
dengan darah dan terdiri dari jaringan endotel.
2. Tunika Eksterna/adventiria, lapisan yang paling luar sekali terdiri dari jaringan
ikat kembar yang berguna menguatkan dinding arteri.
3. Tunia Media lapisan tengah dan jaringan otot yang sifatnya elastis dan
termasuk otot polos.
VENA
Merupakan pembuluh darah yang membawa darah dan bagian/alat-alat tubuh
masuk kedalam jantung, terdiri dari lapisan endotel. Bagian-bagian tubuh yang
tidak terdapat kapiler yaitu : rambut, kuku. Dari bagian masuk kedalam jantung.
Tentang bentuk susunan dan juga pernafasan pembuluh darah yang mengurai vena
kebanyakan terdiri dari dua kelompok yang gunanya untuk mencegah darah agar
tidak kembali lagi. Vena-vena yang ukurannya besar diantaranya vena cava dan
vena pulmonalis, vena-vena ini juga mempunyai cabang-cabang yang lebih kecil
yang disebut venulus yang selanjutnya menjadi kapiler.
KAPILER
Merupakan pembuluh darah yang sangat halus, diameternya kira-kira 0,008
mm, dindingnya terdiri lapisan endotel, fungsi kapiler yaitu:
1. Alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.
2. Tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan jaringan.
3. Mengambil hasil-hasil dari kelenjar.
4. Menyerap zat makanan yang terdapat diusus menyaring dari ginjal.
SALURAN LIMFE
Struktur pembuluh limfe hampir sama dengan darah tapi memiliki lebih
banyak katub sehingga pembuluh limfe terlihat seperti rangkaian Marjan. Saluran
limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe kedalam
yang keluar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan.
Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat didalam berbagai organ
terutama dijumpai dalam villi usus (Pearce. 2008).
JANTUNG
Merupakan organ yang terdiri dari otot-otot jantung merupakan jaringa
istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat
lintang, tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita
(dipengaruhi oleh susunan saraf otonom).
1. Bentuk: menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal
jantung)dan disebut juga basis koralis. Sebelah bawah agak runcing yang
disebut Apeks Kordis.
2. Letak: didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum) sebelah kiri
bawah dari pertengahan rongga dada diatas diafragma dan pangkalnya terdapat
dibelakang kiri antara costa V dan V1 dua jari dibawah papillae mamae pada
tempat ini teraba adanya pukulan jantung yang disebut Iktus Kordis.
3. Ukuran: kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira
250-350 gram.
Lapisan-lapisannya terdiri dari:
1. Endocardium, merupakan lapisan jantung yang terdapat disebelah dalam sekali
yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput linder yang melapisi permukaan
rongga jantung.
2. Miocardium, merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri atas otot-otot
jantung yang dapat membentuk bundalan-bundalan otot.
3. Pericardium, lapisan jantung sebelah luar merupakan pembungkus, terdiri dari
2 lapisan Perital dan visceral yang bertemu dipangkal jantung membentuk
kantung jantung.
Dalam kerja jantung mempunyai 3 periode:
1. Periode Kontriksi (periode sistole) suatu keadaan jantung bagian ventrikel
dalam kaedaan menguncup.
2. Periode Dilatasi (periode diastole) suatu keadaan dimana jantung
mengembang.
3. Periode Istirahat yaitu waktu diatara periode kontriksi dan dilatasi dimana
jantung berhenti kira-kira 1/10 detik.
Katub-katub pada jantung
Sangat penting artinya dalam susunan dalam peredaran darah dan pergerakan
jantung pada manusia
1. Vulvula Triskuspidalis, terdapat antara Atrium dextra dengan ventrikel Dextra
yang terdiri dari 3 katub.
2. Vulvula Bikuspidalis, terletak diantara atrium kanan dengan vertikel sinistra
yang terdiri dari dua.
3. Vulvula Semilunalis, arteri pul;monalis dimana darah mengalir menuju paru-
paru. Terletak antara Ventrikel Dextra dengan arteri pulmonalis.
4. Vulvula Semilunalis Aorta, terletak antaara ventrikel siniostra dengan aorta
dimana darah mengalir menuju keseluruh tubuh.
SIKLUS DARAH
Pembuluh darah pada peredaran darah kecil terdiri atas:
1. Arteri Pulmonalis
Merupakan pembuluh darah yang keluar dari Ventrikel Dextra menuju
pulmonal, mempunyai 2 cabang yaitu Dextra dcan Sinistra untuk paru-paru
kanan dan paru-paru kiri yang banyak mengandung CO2 dalam darahnya.
2. Vena Pulmonalis
Merupakan vena pendek yang membawa darah dari paru-paru masuk
kejantung bagian atrium sinistra, didalamnya berisi darah yang banyak
mengandung O2.
Pembuluh darah pada pembuluh peredaran besar yaitu aorta, yaitu
merupakan pembuluh darah arteri yang besar yang keluar dari jantung bagian
ventrikel sinistra melalui aorta assendens lalu membengkok kebelakang
melalui Radiks pulmonalis Sinistra turun sepanjang columna vertrebralis
menembus diafragma lalu menurun kebagian perut.
Peredaran darah kecil, dari jantung ke ventrikel dextra → valvula
semilunaris → arteri pulmonalis → paru- paru kiri dan kanan → vena
pulmonalis.
Peredaran darah besar, darah dari jantung bagian ventrikel sinistra →
valvula seminularis aorta → aorta → arteriole → kapiler arteri → kapiler vena
→ venolus → vena cava → atrium dextra.
Banyaknya darah Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah
sebanyak kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 5 liter, keadaan jumlah
tersebut pada tiap orang tidak sama tergantung umur, pekerjaan, keadaan
jantung dan pembuluh darah. (Syaifuddin. 2006).
Anatomi Renal
Gambar 5. Anatomi Ginjal
(Bima, 2009)
Gambar 6. Anatomi Ginjal & Nefron
(Aritejo, 2009)
Gambar 7. Vascularisasi Ginjal
(Aritejo, 2009)
STRUKTUR
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah
lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak
yang tebal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan
lemak yang tebal, di belakang peritoneum, dan karena itu di luar rongga
peritoneum.
Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian
vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah
kanan.
Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 sentimeter, dan tebal 1,5 sampai 2,5
sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Bentuk ginjal
seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang
punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya
masuk dan keluar pada hilum. Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar
suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri.
Setiap ginjal terdiri dari satu juta unit fungsional yang disebut nefron.
Setiap nefron berawal dari suatu berkas kapiler yang disebut glomerulus,
yang berubah menjadi tubulus panjang yang melengkung dan berkelok.
Filtrasi plasma dan permulaan produksi urine terjadi di sepanjang kapiler
glomerulus. Reabsorpsi dan sekresi berbagai zat oleh ginjal berlangsung di
sepanjang tubuls pada setiap nefron. Proses reabsorpsi dan sekresi di tubulus
secara drastis mengubah komposisi akhir dan volume urine apabila
dibandingkan dengan cairan yang masuk ke nefron melalui kapiler
glomerulus.
Setiap ginjal secara anatomis dibagi menjadi bagian korteks di sebelah luar
yang mengandung semua kapiler glomerulus
dan sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian medula di sebelah
dalam tempat sebagian besar tubulus berada.
Setiap tubulus pengumpul menyatu dengan tubulus-tubulus pengumpul
lain untuk membentuk duktus yang lebih besar. Duktus pengumpul besar
terletak di papilla, yang secara anatomis termasuk bagian terdalam ginjal
yaitu medulla ginjal. Papilla mengalir ke pelvis ginjal dan dari sini ke ureter.
Ureter ari masing-masing ginjal dihubungkan ke kandung kemih (vesika
urinaria). Kandung kemih menyimpan urine sampai urine dikeluarkan dari
tubuh melalui proses berkemih (urinasi). Pengeluaran air kemih berlangsung
berlangsung sebuah saluran yang disebut uretra.
ALIRAN DARAH GINJAL
Ginjal menerima sekitar 1 liter darah permenit – seperlima dari curah
jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat secara terus
menerus menyesuaikan komposisi darah. Dengan menyesuaikan komposisi
darah, ginjal mampu mempertahankan volume darah, memastikan
keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan pH, serta
membuang produk-produk sisa metabolisme sebagai urea.
Aliran darah ke ginjal berlangsung melalui arteri renalis, masing-masing
satu untuk setiap ginjal. Di ginjal arteri renalis bercabang beberapa kali, dan
berakhir sebagai arteriol aferen. Setiap arteriol aferen menjadi sebuah kapiler
glomerulus yang menyalurkan darah ke satu nefron.
Kapiler glomerulus kembali menyatu dan meninggalkan daerah kapsula
Bowman, bukan sebagai suatu venul seperti kebanyakan kapiler, tetapi
membentuk arteriol eferen. Arteriol eferen segera bercabang-cabang menjadi
jaringan kapiler kedua yaitu kapiler peritubulus, yang mengelilingi dan
memenjang tubulus-tubulus nefron itu sendiri. Pada ujung/akhir setiap nefron,
kapiler-kapiler tubulus menyatu untuk membentuk vena. Darah meninggalkan
ginjal dan mengalir ke vena kava untuk disirkulasi ulang. Kapiler-kapiler
peritubulus yang secara khusus mengelilingi lengkung henle (loop of hen)
disebut vasa rekta.
FILTRASI, REABSORPSI DAN FILTRASI
Filtrasi mengacu kepada bulk flow plasma menembus kapiler untuk masuk
ke ruang interstisium. Di glomerulus, sekitar 20% plasma secara terus
menerus di saring kedalam ruang interstisium (disebut ruang Bowman di
ginjal). Filtrat ini mengalir ke bagian awal nefron., kapsula Bowman, lalu ke
bagian tubulus lainnya.
Sebagian bahan yang masuk ke nefron di kapsula Bowman melalui proses
filtrasi tidak menetap di tubulus. Bahan-bahan tersebut mengalir (atau
dialirkan) kembali ke kapiler peritubulus melalui proses reabsorpsi.
Sekelompok bahan lain ditambahkan ke filtrat urine dari kapiler peritubulus
melalui proses sekresi. Melalui proses reabsorpsi dan sekresi inilah nefron
memanipulasi komposisi dan volume filtrate urine awal untuk menghasilkan
urine akhir.
FILTRASI GLOMERULUS
Filtrasi glomerulus adalah proses di mana sekitar 20% plasma yang masuk
ke kapiler glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang interstisium,
dan dari sini ke dalam kapsula Bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah
merah atau protein plasma hampir tidak ada yang mengalami filtrasi.
Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada
proses filtrasi di seluruh kapiler lain. Apa yang berbeda di ginjal adalah
bahwa kapiler glomerulus sangat permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut
yang berukuran kecil. Tidak seperti kapiler lain, gaya yang mendorong filtrasi
plasma menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman lebih besar
daripada gaya yang mendorong reabsorpsi cairan kembali ke kapiler. Dengan
demikian, terjadi neto cairan ke dalam ruang Bowman. Cara ini kemudian
berdifusi ke dalam kapsula Bowman dan memulai perjalanannya ke seluruh
nefron.
Di glomerulus, gaya utama yang mendorong filtrasi adalah tekanan
kapiler. Di sebagian besar kapiler lainnya, tekanan ini rata-rata berukuran 18
mmHg ; di glomerulus tekanan rerata hampir mencapai 60 mmHg. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya resistensi terhadap aliran yang dibentuk oleh
arteriol eferen yang mengaliri glomerulus, dibandingkan dengan arteriol di
empat lain. Dengan demikian, tekanan hidrostatik yang mencapai glomerulus
lebih besar.
Tekanan cairan interstisium di ruang Bowman juga lebih besar daripada di
ruang interstisium normal (sekitar 15mmHg melawan sekitar 3 mmHg). Hal
ini menyebabkan banyak cairan yang masuk ke ruang Bowman dari
glomerulus. Gaya ini melawan filtasi glomerulus lebih lanjut. Konsentrasi
protein kapiler (tekanan osmotic koloid plasma meningkat di sepanjang
glomerulus seiring dengan filtrate bebas – protein ke ruang Bowman, dengan
tekanan rerata keseluruhan 28 mmHg. Gaya ini melawan filtrasi glomerulus.
Tekanan osmotik koloid cairan interstisium (tekanan yang dihasilkan oleh
protein-protein interstisium) dalam keadaan normal adalah sekitar 8 mmHg.
Tekanan ini mendorong filtrasi glomerulus.
Dengan menjumlahkan gaya-gaya yang mendorong filtrasi menembus
glomerulus (60 mmHg = 8 mmHg), dihasilkan gaya neto 25 mmHg yang
mendorong filtrasi plasma ke dalam ruang interstisium Bowman. Filtrate ini
masuk ke kapsula Bowman, mengalir melalui tubulus dan menjadi urine.
KECEPATAN FILTRASI GLOMERULUS
Kecepatan filtrasi glomeruls (glomerular filtration rate, GFR) didefinisikan
sebagai volume filtrat yang masuk ke dalam kapsla Bowman per satuan
waktu. GFR relatif konstan dan memberi indikasi kuat mengenai kesehatan
ginjal. GFR bergantung pada empat gaya yang menentukan filtrasi dan
reabsorpsi (tekanan kapiler, tekanan interstisium, tekanan osmotik koloid
plasma dan tekanan koloid cairan interstisium). Dengan demikian, setiap
perubahan dalam gaya-gaya ini dapat mengubah GFR. GFR, dengan
demikian juga bergantung pada berapa luas permukaan glomerulus yang
tersedia untuk filtrasi. Dengan demikian, penurunan luas permukaan
glomerulus akan menurunkan GFR.
Nilai rerata untuk GFR pada seorang pria dewasa adalah 10 liter per hari
(125 ml per menit). Volume plasma normal adalah sekitar 3 liter (dari volume
darah total sebesar 5 liter). Yang luar biasa, plasma difiltrasi oleh ginjal
sebesar 60 kali sehari agar sama dengan 180 liter. Yang juga luar biasa adalah
kenyataan bahwa dari 180 liter cairan per hari yang difiltrasi ke dalam
kapsula Bowman, hanya sekitar 1,5 liter per hari diekskresikan dari tubuh
sebagai urine. Sisanya diserap kembali ke kapiler peritubulus.
KLIREN GINJAL
Kliren ginjal (renal clearance) suatu bagian mengacu kepada konsentrasi
bahan tesebut yang secara total dibersihkan dari darah untuk kemudian masuk
ke dalam urine dalam suatu waktu. GFR yang dijelaskan di atas untuk inulin
sebenarnya adalah kliren untuk inulin. Karena semua inulin yang disaring
dibersihkan oleh ginjal (tidak ada yang direabsorpsi atau disekresi). Untuk
kreatinin, kliren sebenarnya lebih besar daripada GFR, karena selain difiltrasi,
sebagian kreatinin disekresikan ke dalam urine.
Zat-zat lain yang tidak secara normal keluar melalui urine, misalnya
glukosa, memiliki klirens nol. Walaupun glukosa secara bebas difiltrasi di
glomerulus, zat ini secara total direabsorpsi oleh tubulus dan tidak ada yang
muncul di urine. Zat-zat yang sebagian besar atau sebagian direabsorpsi
kembali ke dalam plasma, misalnya natrium dan ion klorida, akan dibersihkan
dengan kecepatan yang lebih rendah daripada GFR.
PENGATURAN ALIRAN DARAH GINJAL
Aliran darah ginjal perlu dipertahankan agar ginjal dapat bertahan serta
untuk mengontrol volume plasma dan elektolit. Perubahan aliran darah ginjal
dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan hidrostatik glomerulus yang
mempengaruhi GFR. Ginjal memiliki beberapa mekanisme untuk mengontrol
aliran darah ginjal. Mekanisme-mekanisme ini membantu dalam
mempertahankan fungsi ginjal dan GFR konstan walaupun terjadi perubahan
tekanan darah sistemik.
Aliran darah ginjal dikontrol oleh mekanisme internal dan eksternal.
Mekanisme internal mencakup kemampuan inheren arteriol aferen dan eferen
untuk berdilatasi dan berkonstriksi, yang dapat menentukan seberapa banyak
darah yang mengalir melintasi ginjal. Kemampuan inheren ini disebut
otoregulasi. Mekanisme eksternal yang mengatur aliran darah ginjal
mencakup efek langsung peningkatan atau penurunan tekanan arteri rerata,
dan efek susunan saraf simpatis. Mekanisme ketiga yang mengatur aliran
darah yang memiliki komponen intrarenal dan ekstrarenal adalah hormon
yang dihasilkan oleh ginjal. Hormon ini tidak saja mempengaruhi aliran darah
ginjal tetapi juga sirkulasi sistemik. Hormon ini disebut renin, bekerja melalui
pembentukan suatu vasokonstiktor kuat, angiotensin II.
OTOREGULASI
Otoregulasi adalah respon intrinsic otot polos vascular terhadap perubahan
tekanan darah. Seperti banyak arteriol lain, sel-sel otot polos arteriol aferen
berespon terhadap peregangan dengan konstriksi refleks. Apabila tekanan
darah sistemik meningkat, maka peregangan pada arteriol-orteriol aferen
meningkat, peregangan tersebut menyebabkan arteriol berkonstriksi sehingga
aliran darah berkurang dan takanan darah ke ginjal kembali normal.
Sebaliknya, apabila tekenan darah sitemik menurun, maka peregangan pada
arteriol aferan dan eferen berkurang, dan arteriol berespon dengan melakukan
relaksasi dan dilatasi untuk meningkatkan aliran darah. Dengan adanya
otoregulasi, maka aliran darah ginjal menetap relative konstan walaupun
terjadi perubahan tekanan darah yang besar antara 80 mmHg dan 180 mmHg.
Karena otoregulasi arteriol-arteriol aferen, GFR relative tidak berubah
walaupun terjadi perubahan tekanan darah yang mencolok. Apabila tekanan
darah arteri rerata meningkat, maka otoregulasi ginjal menyebabkan tekanan
hidrostatik glomerulus tetap relatif konstan. Akibatnya, GFR juga relatif
konstan. Batas bawah otoregulasi, 80 mmHg untuk tekanan arteri rerata,
dicapai lebih sering daripada batas atas. Dengan demikian, GFR dapat turun
pada keadaan hipotensi berat.
SUSUNAN SARAF SIMPATIS
Saraf-saraf simpatis mempersarafi arteriol aferen dan eferen ginjal dan
dapat mengabaikan otoregulasi apabila dirangsang. Seperti berlaku pada
sebagian besar sistem kardiovaskular, rangsangan terhadap saraf simpatis
menyebabkan konstriksi arteriol aferen, sehingga terjadi peningkatan
resistensi terhadap aliran. Akibatnya, aliran darah ke glomerulus menurun
sehingga tekanan hidrostatik kapiler dan GFR juga berkurang. Namun,
rangsangan simpatis pada arteriol eferen yang terjadi bersamaan, serta
konstriksi pembuluh itu kemudian, menyebabkan darah “terbendung” di
glomerulus. Hal ini malah dapat meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler
dan filtrasi glomerulus. Hasil akhir rangsangan simpatis pada ginjal adalah
penurunan bermakna aliran darah ginjal (karena darah yang masuk dan keluar
menurun), dengan sedikit penurunan GFR. Susunan saraf simpatis terangsang
apabila terjadi panurunan darah sistemik.
Penurunan aliran darah ginjal sebagai respon terhadap penurunan tekanan
darah sistemik bersifat adaptif. Air dan garam yang akan difiltrasi oleh
glomerulus berkurang sehingga yang keluar malalui urine juga berkurang.
Hal ini membantu meningkatkan volume darah dan memulihkan tekanan
darah.
Pada keadaan peningkatan tekanan darah, rangsangan simpatis ke semua
arteriol berkurang. Arteriol aferen dan eferen berdilatasi sehingga aliran darah
ginjal dan GFR meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pengeluaran air
dan garam melalui urine, yang membantu mengurangi volume darah dan
mengembalikan tekanan darah ke tingkat normal.
Harus ditekankan di sini bahwa input simpatis lebih dominan
dibandingkan mekanisme otoregulasi ginjal. Apabila perangsangan simpatis
meningkat, maka aliran darah ginjal berkurang walaupun ginjal berusaha
melakukan mekanisme otoregulasi aliran darahnya.
RENIN
Renin adalah suatu hormone yang dikeluarkan oleh ginjal sebagai respon
terhadap penurunan tekanan darah atau penurunan konsentrasi natrium
plasma. Sel-sel yang membentuk dan mengeluarkan renin, dan mengontrol
pelepasannya, adalah sekelompok sel nefron yang disebut apparatus
jukstaglomerulus (JG). Kelompok sel ini mencakup sel otot polos arteriol
aferen dan sel-sel macula densa. Sel-sel otot polos mensintesis renin dan
berfungsi sebagai baroreseptor untuk memantau tekanan darah. Sel-sel
macula densa adalah bagian dari pars asendens nefron. Sel-sel ini memantau
konsentrasi natrium plasma. Sel-sel macula densa dan sel-sel arteri aferen
terletak berdekatan satu sama lain di titik di mana pars asendens tubulus
distalis hampir menyentuh glomerulus.
Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan
pelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik, maka sel-sel otot polos
mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang,
maka sel-sel macula densa memberi sinyal kepada sel-sel otot polos untuk
menurunkan pelepasan renin.
Saraf simpatis juga merangsang apparatus JG untuk mengeluarkan renin.
Dengan demikian, penurunan tekanan darah menyebabkan peningkatan renin
baik secara langsung, melalui baroreseptor JG, dan tidak langsung melalui
saraf simpatis.
Setelah dikeluarkan, renin beredar dalam darah dan bekerja dengan
mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen, menjadi
angiotensin I suatu protein yang terdiri dari 10 asam amino. Angiotensinogen
dihasilkan oleh hati dan konsentrasinya di dalam darah tinggi. Dengan
demikian, pelepasan renin adalah langkah penentu kecepatan reaksi.
Perubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh
plasma, tetapi terutama di kapiler-kapiler paru. Angiotensin I secara cepat
bereaksi dengan enzim lain yang sudah ada di dalam darah, enzim pengubah
angiotensin (angiotensin-coverting enzyme, ACE). ACE menguraikan
angiotensin I menjadi angiotensin II sebuah peptida 8 asam amino.
ANGIOTENSIN II
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang bekerja pada seluruh sistem
vaskular untuk meningkatkan kontraksi otot polos sehingga terjadi penurunan
garis tengah pembuluh dan peningkatan resistensi perifer total (TPR). TPR
secara langsung meningkatkan tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga
merupakan suatu hormon kuat yang beredar dalam darah ke kelenjar adrenal,
menyebabkan sintesis hormon mineral kortikoid, aldosteron.
ALDOSTERON
Aldosteron beredar dalam darah dan berkaitan dengan sel-sel duktus
pengumpul di korteks ginjal. Pengikatan dengan aldosteron menyebabkan
peningkatan reabsorpsi natrium dari filtrat urine dan menyebabkan natrium
masuk kembali ke kapiler peritubulus. Peningkatan reabsorpsi natrium
menyebabkan peningkatan reabsorpsi air sehingga volume plasma meningkat.
Peningkatan volume plasma akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung
sehingga volume sekuncup dan curah jantung meningkat. Peningkatan curah
jantung, seperti peningkatan TPR, secara langsung meningkatkan tekanan
darah sistemik.
Rangsangan lain untuk pelepasan aldosteron, selain angiotensin II, adalah
kadar kalium plasma yang tinggi dan suatu hormon hipofisis anterior, hormon
adrenokortikotropik (ACTH). Selain mepengaruhi reabsorpsi natrium,
aldosteron juga merangsang sekresi (dan dengan demikian eksresi) kalium
dari duktus pengumpul di kortek ginjal ke dalam filtrat urine.
RESPON RENIN-ANGIOTENSIN - ALDOSTERON TERHADAP
PERUBAHAN TEKANAN DARAH
Apabila terjadi penurunan tekanan darah, maka sel-sel JG melepaskan
renin, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan angiotensin II.
Angiotensin II menyebabkan konstriksi arteriol-arteriol di seluruh tubuh,
termasuk arteriol aferen dan eferen. Hal ini menyebabkan peningkatan
resistensi perifer total dan pemulihan tekanan darah ketingkat normal. Aliran
darah ginjal berkurang, yang menyebabkan produksi urine menurun. Hal ini
ikut membantu meningkatkan volume plasma dan tekanan darah.
Hal yang sebaiknya akan terjadi apabila tekanan darah meningkat. Apabila
tekanan darah meningkat, maka pengeluaran renin berkurang dan kadar
angiotensin II turun. Hal ini menyebabkan dilatasi arteriol-arteriol sistemik,
penurunan resistensi perifer total, dan penurunan tekanan darah kembali ke
tingkat normal. Penurunan angiotensin II menyebabkan arteriol aferen dan
eferen melemas sehingga terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan
pengeluaran urine, yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah.
RESPON RENIN-ANGIOTENSIN - ALDOSTERON TERHADAP
PENURUNAN NATRIUM
Rangsangan kedua yang menyebabkan pelepasan renin adalah konsentrasi
natrium plasma. Penurunan natrium di dalam cairan tubulus yang melewati
sel-sel macula densa akan menyebabkan peningkatan pengeluaran renin.
Peningkatan renin menyebabkan peningkatan angiotensin II, yang
merangsang sintesis aldosteron dan dengan demikian meningkatkan
reabsorpsi natrium. Hal ini menurunkan rangsangan untuk pelepasan renin
lebih lanjut. Hal yang sebaliknya terjadi apabila terjadi peningkatan natrium
plasma yang melewati sel-sel macula densa.
REABSORPSI GINJAL
Reabsorpsi adalah proses kedua yang dilakuka oleh ginjal untuk
menentukan konsentrasi suatu bahan yang difiltrasi dari plasma. Reabsorpsi
mengacu kepada pergerakan aktif (memerlukan energi dan selalu diperantarai
oleh pembawa) atau pasif (melalui difusi) suatu bahan yang disaring di
glomerulus kembali ke kapiler peritubulus. Reabsorpsi dapat total (misal:
glukosa) atau parsial (misal : natrium, urea, klorida dan air).
PENANGANAN ASAM BASA
Ginjal berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa.
Sebagian besar proses metabolic di dalam tubuh menghasilkan asam. Proses-
proses tersebut mencakup fosforilasi oksidatif, yang menghasilkan karbon
dioksida yang mudah menguap, dan metabolisme protein-protein yang
menghasilkan asam-asam yang tidak mudah menguap misalnya asam sulfat
dan asam fosfat. Walaupun dalam keadaan normal paru mengekskresikan
semua karbon dioksida yang dihasilkan oleh oksidasi, namun hanya ginjal
yang mampu mengeliminasi asam-asam yang tidak mudah menguap. Yang
lebih penting lagi, ginjal memiliki tugas penting untuk menyerap ulang
sejumlah besar bikarbonat basa, yang difiltrasi secara bebas di glomerulus.
Tanpa fungsi ini, dapat terjadi pH darah yang rendah yang dapat mematikan.
Ginjal membantu mengeliminasi karbon dioksida yang dihasilkan oleh
metabolisme sel pada individu dengan penyakit paru dengan meningkatkan
sekresi dan eksresi asam dan reabsorpsi basa.
PERAN HORMON ANTIDIURETIK DALAM PEMEKATAN URIN
Permeabilitas duktus pengumpul terhadap air ditentukan oleh kadar
hormon hipofisis posterior, hormone antidiuretik (ADH), yang terdapat di
dalam darah.
Pelepasan ADH dari hipofisis posterior meningkat sebagai respon terhadap
penurunan tekanan darah atau peningkatan osmolalitas ekstrasel (penurunan
konsentrasi air). ADH bekerja pada tubulus pengumpul untuk meningkatkan
permeabilitas air. Apabila tekanan darah rendah, atau osmolaritas plasma
tinggi, maka pengeluaran ADH akan terangsang dan air akan direabsorpsi ke
dalam kapiler peritubulus sehingga volume dan tekanan darah naik dan
osmolaritas ekstrasel berkurang. Sebaliknya, apabila tekanan darah terlalu
tinggi atau cairan ekstrasel terlalu encer (penurunan osmolaritas), maka
pengeluaran ADH akan dihambat dan akan lebih banyak air yang
diekskresikan melalui urine sehingga volume dan tekanan darah menurun dan
osmolaritas ekstrasel meningkat.
Sensor-sensor yang mengukur tekanan darah dan mengontol pengeluaran
ADH oleh rangsangan hipotalamus lewat saraf antara lain adalah baroreseptor
karotis dan aorta serta sekelompok reseptor di atrium kiri. Sensor-sensor yang
mengukur osmolaritas ekstrasel terletak di hipotalamus, dekat dengan sel-sel
yang sebenarnya membentuk ADH. Setelah sintesis hipotalamus, ADH
disimpan di hipofisis posterior.
Urine manusia yang paling pekat adalah sekitar 1400 miliosmol per liter.
Konsentrasi yang paling encer adalah kurang dari 200 miliosmol per liter.
DIHIDROKSI VITAMIN D3
Ginjal berfungsi sebagai suatu organ endokrin yang dapat mengeluarkan
renin serta suatu hormon yang penting untuk mineralisasi tulang. Secara
spesifik, ginjal bekerja bersama hati untuk menghasilkan bentuk aktif vitamin
D yang disebut 1,25-dihidroksi vitamin D3, dari suatu precursor inaktif yang
berasal dari makanan. Bentuk inaktif vitamin D juga dapat dihasilkan dari
suatu precursor yang terdapat di kulit yang di katalisis oleh sinar matahari.
Vitamin D penting untuk pemeliharaan kadar kalsium plasma yang
diperlukan untuk membentuk tulang. Bentuk aktif vitamin D ini bekerja
sebagai hormon dengan beredar dalam darah dan merangsang penyerapan
kalsium dan dengan tingkat yang lebih rendah, fosfat di usus halus dan
tubulus ginjal. Vitamin D juga merangsang resorpsi (penguraian) tulang.
Resorpsi tulang menyebabkan pelepasan kalsium sehingga kalsium plasma
meningkat.
Hormon paratiroid merangsang ginjal agar organ ini memainkan
peranannya dalam mengaktifkan vitamin D3. hormone paratiroid dikeluarkan
oleh kelenjar paratiroid sebagai respon terhadap penurunan kalsium plasma.
Ini merupakan contoh suatu siklus umpan balik negative. Penurunan kalsium
menyebabkan peningkatan hormone paratiroid, yang menyebabkan
peningkatan pengaktivan vitamin D3 oleh ginjal. Pengaktivan vitamin D3
menyebabkan penyerapan kalsium di usus dan ginjal meningkat sehingga
terjadi peningkatan kalsium plasma dan penurunan perangsang untuk
pelepasan hormone paratiroid. Hormone paratiroid secara langsung
merangsang resorpsi tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam plasma
apabila diperlukan. Pengaktivan vitamin D3 oleh ginjal merupakan langkah
penentu dalam rangkaian proses tersebut. Individu yang mengidap penyakit
ginjal sering mengalami kerapuhan dan patah tulang.
ERITROPOIETIN
Pembentukan dan pelepasan eritropoietin oleh ginjal adalah contoh ketiga
dari peran ginjal sebagai suatu organ endokrin. Eritropoietin adalah suatu
hormone yang merangsang sumsum tulang agar meningkatkan pembentukan
eritrosit (sel darah merah). Sel-sel di ginjal yang membentuk dan melepaskan
eritropoietin berespons terhadap hipoksia ginjal. Orang yang menderita
penyakit ginjal sering memperlihatkan anemia kronik.
NITROGEN UREA DARAH
Urea adalah produk akhir metabolisme protein yang mengandung
nitrogen. Salah satu tugas penting ginjal adalah untuk mengeliminasi urea
dari tubuh. Pada penurunan fungsi ginjal, kadar nitrogen urea darah (blood
urea nitrogen, BUN) meningkat.
BUN tidak hanya ditentukan oleh fungsi ginjal. BUN juga dapat
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang tidak berkaitan dengan ginjal,
misalnya peningkatan atau penurunan asupan protein dalam makanan, atau
setiap peningkatan penguraian protein yang tidak lazim misalnya cedera otot.
Demikian juga, penyakit hati dapat menyebabkan penurunan BUN karena
hati mengubah amonia menjadi urea. Karena kadar BUN dipengaruhi oleh
factor-faktor lain ini, maka BUN adalah suatu indicator yang kurang tepat
untuk penyakit ginjal. Dengan demikian, daripada mengukur BUN, maka
yang lebih sering dilaporkan adalah rasio BUN terhadap kreatinin serum.
Dalam keadaan normal, rasio ini adalah 10:1. rasio yang lebih besar daripada
15:1 mengisyaratkan peningkatan urea yang disebabkan oleh factor di luar
ginjal. Rasio yang kurang dari 10:1 terjadi pada penyakit hati.
KREATININ SERUM
Kreatinin adalah suatu produk penguraian otot. Kreatinin diekskresikan
oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi. Konsentrasi kreatinin dalam
plasma relatif tetap dari hari ke hari. Konsentrasi tersebut bervariasi sedikit
dari sekitar 0,5 mg per 100 ml darah pada seorang wanita bertubuh kecil
sampai 1,5 mg per 100 ml pada seorang pria berotot. Kadar yang lebih besar
daripada nilai tersebut mengisyaratkan adanya penyakit ginjal. Kreatinin
serum merupakan indikator kuat bagi fungsi ginjal. Sebagai petunjuk kasar,
peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan penurunan
fungsi ginjal sebesar 50%. Demikian juga, peningkatan kadar kreatinin tiga
kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75%.
(Syaiffudin. 2006).
B. Definisi, etiologi, komplikasi, epidemiologi
1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus adalah penyakit sistemis, chronis, multifactorial yang
disifatkan dengan hiperglikemia. Gejala-gejala yang timbul adalah akibat
yang kurangnya sekresi insulin yang cukup tetapi tidak efektif (Baradero.
2007).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo. 2002).
Diabetes melitus adalah penyakit menahun yang di tandai dengan
tingginya kadar glukosa darah(gula darah) melebihi nilai normal (Ayumi.
2008).
Diabetes melitus suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak mampu melepaskan insulin secara cukup
(Medicastore. 2009).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelaiinan heterogen yang
ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia)
(Smeltzer C. 2001 ).
Klasifikasi DM:
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Gambaran klieniknya biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan
puncaknya pada masa dewasa.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes mellitus tipe II adalah jenis yang paling banyak ditemukan
(lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 40 tahun dengan
catatan tinggi dari pada rata-rata orang dewasa.
c. Diabetes Mellitus Tipe Lain
Ada beberapa diabetes mellitus tipe yang lain seperti defek genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyekit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi
yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM.
d. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus gestasional adalah diabetes yang timbul selama
kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui, karena dampaknya pada
janin kurang baik jika tidak ditangani dengan benar.
(Augusfarly. 2008).
2. Etiologi
a. Diabetes Mellitus Tipe I
1) Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi dan kecendrungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I.
2) Fakror Imunologi
Adanya respon autoimune yang merupakan respon abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing, yaitu antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan
insulin endogen.
3) Faktor Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimune yang
menimbulkan destruksi sel Beta.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMT II)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMT II ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya
kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi
reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMT II terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
glikemia. Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1. Usia (meningkat pada usia di atas 65 tahun).
2. Obesitas.
3. Riwayat keluarga.
4. Kelompok etnik
(Rusari. 2009).
Gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus pada tahap awal
sering ditemukan:
a. Poliuria (banyak kencing)
Hal ini disebabkab oleh karena kadar glukosa darah meningkat
sampai malampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit
sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsia (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan
cairan banyak karea poliuria, sehingga untuk mengimbangi klien lebih
banyak minum
c. Poliphagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan
terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan
tersebut hanya akan berada sampai dalam pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebablan kehabisan glikogen yang telah dilebur menjadi
glukosa maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bagian
tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan
lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang
berada ditubuh termasuk yang ada dijaringan otot dan lemak sehingga
klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas pilopi (glukosa-sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dan lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak.
(Augusfarly. 2009).
3. Komplikasi
Komplikasi diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:
a. Komplikasi
1) Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh
darah
jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak.
2) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati
diabetik dan nefropati diabetik.
3) Neuropati diabetik.
4) Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran
kemih.
5) Ulkus diabetikum.
Pada penderita DM sering dijumpai adanya ulkus yang disebut dengan
ulkus diabetikum. Ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai
invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan
ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik
dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus terjadi karena
arteri menyempit dan selain itu juga terdapat gula berlebih pada jaringan
yang merup akan medium yang baik sekali bagi kuman, ulkus timbul pada
daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma pada daerah telapak
kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1 cm berisi massa
jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta di atas. Grade ulkus diabetikum
yaitu:
1). Grade 0 : tidak ada luka.
2). Grade I : merasakan hanya sampai pada permukaan kulit.
3). Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang.
4). Grade III : terjadi abses.
5). Grade IV : gangren pada kaki, bagian distal.
6). Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal.
(Wiyono. 2008).
4. Epidemiologi
Berdasarkan Laporan WHO tahun 1995, prevalensi penyakit diabetes
melitus di dunia adalah sebesar 4,0% dan diperkirakan pada tahun 2025
prevalensinya akan meningkat menjadi 5,4%. Di negara maju, jumlah
penyakit diabetes melitus pada tahun 1995 adalah sebesar 51 juta orang
dan diperkirakan pada tahun 2025 akan meningkat mencapai 72 juta
orang. Sementara itu, di negara sedang berkembang jumlah penderita
diabetes melitus akan meningkat dari 84 juta orang menjadi 228 juta
orang. Diperkirakan jumlah tersebut akan naik melebihi 250 juta orang
pada tahun 2025 (Wiyono. 2006).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlah penderita diabetes
melitus di Indonesia jumlahnya sangat luar biasa. Pada tahun 2000 jumlah
penderita 8.400.000 jiwa, pada tahun 2003 jumlah penderita 13.797.470
jiwa dan diperkirakan tahun 2030 jumlah penderita bisa mencapai
21.300.000 jiwa. Data jumlah penderita diabetes di Indonesia pada tahun
2005 sekitar 24 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat
pada tahun yang akan datang. Menurut data WHO indonesia meliputi
urutan ke 6 di negara sebagai jumlah terbanyak setelah cina, india,
unisoviet, jepang dan brazil (soegondo 2008) Data International Diabeted
Federation yang memperkirakan penderita DM di indonesia meningkat
dari 7 jt pada 2009 menjadi 12 juta pd thn 2010 (Mirza. 2008)
C. Skema Pathofisiologi
Ada faktor-faktor yang dikaitkan dengan diabetes. Diabetes type I
ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik,
imunologi dan mungkin pula infeksi virus yang menimbulkan destruksi sel
beta. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya
diabetes type I. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. Resiko terjadinya
diabetes type I meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang
memiliki antigen HLA ini. Pada diabetes type I terdapat bukti adanya suatu
respon autoimmun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Autoimun
terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen terdeteksi saat diagnosis
dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis
diabetes type I. Pada kasus diabetes type I yang terjadi pada anak, seringkali
infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang. Penyebabnya adalah infeksi
oleh virus seperti mumps dan coxsackie. Hasil penyelidikan yang menyatakan
bahwa virus tertentu mengeluarkan toksin yang dapat merusak sel pankreas
dan menimbulkan diabetes (Smeltzer, 2001).
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan
konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal
normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/100 ml ), akan timbul
glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga
pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada
saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren (Ismail. 2008).
Mekanisme yang tepat, yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes type II masih belum diketahui faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan
dengan proses terjadinya diabetes type II seperti obesitas atau life style
(sedetary lyfe) dan riwayat keluarga. Lebih dari 8 diantara 10 penderita
diabetes type II adalah mereka yang kelewat gemuk (obesitas) dengan gaya
hidup sedetary life atau hidup santai. Makin banyak jaringan lemak, jaringan
tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin (insulin resistence),
terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah
sentral atau perut (central obesity). Dengan pengeluaran adipokinase dari
lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut
ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah (hiperglikemia). Diabetes
type II lebih banyak terkait dengan faktor riwayat keluarga atau keturunan.
Apabila kedua orang tua atau salah satu orang tua terkena diabetes,
kemungkinan menderita diabetes lebih dari 50 persen pada anaknya (Tandara,
2008).
Efek dari insulin yang kurang atau insulin yang tidak efektif
Kurangnya insulin baik relative atau absolute, akan mengakibatkan
hyperglycemia dan terganggunya metabolisme lemak. Setelah makan jumlah
insulin tidak cukup atau insulin tidak efektif, maka glucose tidak bisa ditarik
dari peredaran darah dan glycogenesis (pembentukan glycogen dan glucose)
akan terhambat. Karena sel-sel tidak memperoleh bahan bakar, maka hepar
memproduksi glucose (melalui glycogenolysis atau gluconeogenesis) dan
mengirim glucose ini ke dalam peredaran darah. Keadaan ini akan
memperhebat hyperglicemia. Jaringan-jaringan lemak lemak, karena tidak bisa
mengambil bahan bakar dari darah (tidak ada insulin), akan memetabolisme
glycogen yang tersimpan dalam otot-otot dan jaringan-jaringan lemak.
Transport asam amino ke dalam sel-sel otot-otot memerlukan insulin
maka tanpa insulin sintesa dan uptake protein ke dalam sel-sel akan terganggu
juga metabolisme triglycerides dan lemak dan glycerol ikut terganggu.
Seharusnya yang terjadi adalah lypolisis (pemecahan triglycerides). Maka
hepar akan meneruskan dan mengakibatkan pembentukan ketone bodies dari
asam lemak.
Perubahan-perubahan dalam metabolisme ini mengakibatkan glycosuria
karena blood glucose sudah mencapai tingkat ”renalthreshold” yaitu 180
mg/dl pada ginjal yang normal. Dengan tingkat blood sugar (180 mg/dl),
ginjal sudah tidak bisa mengreabsorbsi glukosa dari glomerular filtrate maka
timbul glycosuria. Karena glukosa menarik air, maka osmotik diuresis akan
terjadi yang mengakibatkan polyuria. Polyuria akan mengakibatkan hilangnya
banyak air dan elektrolit lewat urine terutama sodium, chloride potossium dan
phosphate. Hilangnya air dan sodium akan mengakibatkan sering merasa haus
dan peningkatan intake air (polydipsia). Karena sel-sel tubuh juga mengalami
kekurangan bahan bakar, maka pasien merasa sering lapar dan ada
peningkatan intake makanan (polyphagia). Pada diabetes type I, lingkaran
setan dengan hilangnya banyak glukosa lewat urine dan glukosa yang tidak
dapat dipakai (dalam darah) akan mengakibatkan banyak kalori yang hilang
dan berat badan pasien menurun sekalipun dia banyak makan (Baradero.
2007).
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling
banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus,
sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal
lainnya.
Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah
menebal. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang terutama
yang menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga
cenderung mangakibatkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat,
sehingga mampercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di
dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada
penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah
besar (makro) bisa merusak sel otak, jantung dan pembuluh darah kaki
(makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa merusak
mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka.
Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan
penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum).
Kelainan fungsi gnjal bsa mengakibatkan gagal ginjal sehingga penderita
harus menjalani cuci darah (haemodialisa).
Gangguan pada saraf bisa bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika
satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati) maka sebuah lengan
atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke
tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum)
maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti
terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera
karena penderita tidak dapat membedakan perubahan tekanan maupun suhu.
Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan
semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam
dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama, sehingga sebagian
tungkai harus diamputasi.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang
jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang sering terjadi
dan mamatikan adalah serangan jantung dan stroke (Soegondo. 2008).
D. Collaborative Care Management
1. Diagnostik Test
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksa:
a. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl.
b. Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl.
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
menkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam Post Prandial (PP) > 200
mg/dl) (Rusari. 2008).
2. Medication
Berikui ini pembagian farmakologi untuk diabetes, yaitu:
a. Obat Hipoglikemik Oral
(OHO)
1) Golongan sulfonilurea, dapat menurunkan kadar
gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak
efektif pada penderita diabetes tipe I.
Contohnya: glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpopamid. Obat ini
menurunkan kadar gula dengan cara merangsang pelepasan insulin
oleh pankreas dan meningkatkan efektifitasnya.
2) Metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin
tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri.
3) Akarbos, bekerja dengan cara menunda penyerapan
glokusa di dalan usus.
Obat hipoglikemik per oral biasanya diberikan pada penderita diabetes
tipe II jika diet dan olah raga gagal menurunkan kadar gula darah secara
adekuat. Jika obat hipoglikemik per oral tidak dapat mengontrol kadar
gula darah dengan baik, meungkin perlu diberikan suntikan insulin
(Medicastore. 2009)
b. Terapi Insulin
Insulin disuntikan di bawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di
langan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil
agar tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki
kecepatan dan lama kerja yang berbeda.
1) Insulin Kerja Cepat
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan
paling sebentar, insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula
dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam
dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali
digunakan oleh penderita yang mengalami beberapa kali suntikan
setiap harinya dan suntikan 15-20 menit sebelum makan.
2) Insulin Kerja Sedang
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin
isofon. Mulai bekerja dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama18-
26 jam. Insulin ini bisa disuntikan pada pagi hari untuk memenuhi
kebutuhan selama sehari dan dan dapat disuntikan pada malam hari
untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
3) Insulin Kerja Lama
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
(Medicastore. 2009)
Type Sumber Onset
(jam)
Peak
(jam)
Duration
(jam)Apperance
Quick-acting insulin:
lispro
Manusia Seger
a
1 3-4 Jernih
Reguler Manusia O,5 2,5- 6-8 Jernih
5,0
Reguler (buffered) Manusia 0,5 1-3 6-8 Jernih
Intermediate-acting:
NPH
Manusia 1,5 4-12 24 Keruh
Lente Manusia 2,5 7-15 Keruh
Long_acting:
ultralenteManusia 4
Tidak
ada28 Keruh
Combination Insulins:
70% NPH 30%
reguler
Manusia 0,5 2-12 24 Keruh
Tabel. 2.1. Jenis insulin (Baradero, 2007).
3. Surgery
Pembedahan dapat dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus
dengan komplikasi seperti ganggren sehingga harus dilakukan amputasi
(Augusfarly. 2009).
4. Treatment
Penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk
mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan
kronik. Penatalaksanaan diabetes mellitus tergantung pada ketepatan
interaksi dari 3 faktor yaitu faktor aktivitas fisik, diet dan intervensi
farmakologi dengan preparat hipoglikemik oral dan insulin (Augusfarly.
2008).
5. Diet
Diet pada penderita diabetes melitus dapat dibagi atas beberapa
bagian antara lain:
Diet A : Diberikan pada semua penderita diabetes melitus pada
umumnya, terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat
50%, lemak 30%, protein 20%.
Diet B : Diberikan pada penderita diabetes terutama yang kurang tahan
dengan dietnya, hyperkolestonemia, macroangiopati (misalnya
CVA, penyakit jantung koroner), microangiopati (retinatopati
diabetic, tapi belum ada netropati yang nyata), telah menderita
diabetes dari 15 tahun, terdiri dari karbohidrat 68%, lemak
20%, protein 12%.
Diet B1 : Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet
protein tinggi, terdiri dari karbohidrat 60%, lemak 20%, protein
20%.
(Harnawatiaj. 2008)
6. Activity
Aktivitas adalah suatu bagian penting dari medical management untuk
setiap individu dengan DM. Kegiatan-kegiatan fisik mempunyai implikasi
fisiologis dan psikologis yang penting. Gerak badan adalah sensitizer yang
luar biasa untuk insulin dan dapat meningkatkan uptake ke dalam sel-sel
otot skeletal (Baradero. 2007).
7. Health Education
Perawat menjelaskan tentang hubungan antara proses penyakit, tanda
dan gejala, dan komplikasi yang ditimbulkan. Perawat juga perlu
menjelaskan pentingnya diet, perawatan dan pengobatan pada pasien
dengan diabetes melitus. Gambar-gambar dapat membantu mengingat
penjelasan yang diberikan.
(Ismail, 2008)
Sedangkan pendidikan tingkat lanjut yang perlu diberikan pada penderita
DM tentang keterampilan bertahan hidup adalah:
a. Menjaga kesehatan/kebersihan mulut dan kulit. Menjaga agar tempat
pertemuan antara dua permukaan kulit (seperti lipatan paha, ketiak dan
dibawah payudara) agar tetap bersih dan kering.
b. Perawatan kaki yaitu agar kaki tetap bersih dan kering. Hindari stoking
yang ketat, gunakan sepatu yang pas dan jangan keluar rumah tanpa
alas kaki, hindarkan trauma dan luka.
c. Periksa mata.
d. Penanganan dalam mengendalikan tekanan darah,lemak dan kadar gula
darah.
(Smeltzer C. 2002).
E. Nursing Management
1. Assessment
a. Anamnese
1) Identitas Penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka,
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit-penyakit
lainnya yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin, misalnya
penyakit pankreas, adanya riwayat penyakit jantung, obesitas
maupun aterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita diabetes melitus atau penyakit
keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin,
misalnya hipertensi, jantung.
6) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan Istirahat
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
2) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri,
kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit
kering dan merah, dan bola mata cekung.
3) Eliminasi
Poliuri, nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan
pucat.
4) Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
5) Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah
otot, disorientasi, letargi, koma, dan bingung.
6) Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7) Respirasi
Tachipnea, kusmaul, ronchi, wheezing, dan sesak nafas.
8) Keamanan
Kulit rusak, lesi atau ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9) Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun,
dan terjadi impotent pada pria.
(Harnawatiaj. 2008).
2. Nursing Diagnosis
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi
berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
klien diabetes melitus yaitu:
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis
osmotik.
b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan
dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka
panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang
lain.
g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, pragnosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan mengingat
kesalahan interpretasi informasi.
h. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan metabolik
(neuropati perifer).
3. Expended Patient Outcomes
a. Mempertahankan hidrasi adequat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
b. Mencerna jumlah kalori atau nutrient yang tepat, menunjukan tingkat
energi biasanya, berat badan stabil atau bertambah.
c. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko
infeksi. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk
mencegah terjadinya infeksi.
d. Mempertahankan tingkat kesadaran atau orientasi. Mengenali dan
mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
e. Mengungkapkan peningkatan tingkat energi. Menunjukan perbaikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
f. Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat untuk
menghadapi perasaan.
g. Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi
hubungan tanda atau gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, dengan benar
melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
h. Gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
4. Nursing Intervensi
a. Diagnosa 1
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi
dan takikardia.
2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane
mukosa.
Rasional : Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi, atau
volume sirkulasi yang adequat.
3) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi
yang diberikan.
4) Timbang berat badan tiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status
cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya
dalam memberikan cairan pengganti.
5) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respon pasien secara
individual.
b. Diagnosa 2
1) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
2) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adequat
(termasuk absorpsi dan utilisasinya)
3) Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan etnik atau
kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukan
dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang.
4) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai
indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya: memberikan
informasi pada keluarga untuk memenuhi nutrisi
pasien.
5) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya
dengan cepat pula dapat membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel.
c. Diagnosa 3
1) Observasi tanda-tanda peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya
telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat
mengalami infeksi nasokomial.
2) Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci
tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi
media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan
pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan
pada kulit atau iritasi kulit dan infeksi.
5) Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru
dan memobilisasi secret.
d. Diagnosa 4
1) Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan
abnormal.
2) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya.
Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk
mempertahankan kontak dengan realitas.
3) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk
melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan
dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada
lingkungannya.
4) Selidiki adanya parestesia, nyeri, atau kehilangan sensori pada
paha atau kaki.
Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak
nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan atau
distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap
kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.
e. Diagnosa 5
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien
mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum atau
sesudah melakukan aktifitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktifitas tang dapat
ditoleransi secara fisiologis.
4) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukab aktifitas sehari-hari
sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri yang positif sesuai
tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi.
f. Diagnosa 6
1) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengekspresikan perasaannya
tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara
keseluruhan.
Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan
cara pemecahan masalah.
2) Tentukan tujuan atau harapan dari pasien atau keluarga.
Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari
orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan
perasaan frustasi, kehilangan control diri dan mungkin
mengganggu kemampuan koping.
3) Berikan dukungan kepada pasien untuk ikut peran serta dalam
perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai
dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional: Meningkatkan perasaan control terhadap situasi.
g. Diagnosa 7
1) Ciptakan lingkungan saling percaya.
Rasional : Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan
sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam
proses belajar.
2) Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
3) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional : Diskusikan tentang pentingnya kontrol diet akan
membantu pasien dalam merencanakan makan dan
mentaati program.
4) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur
dan jawab pertanyaan pasien atau orang terdekat.
Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan
lebih dekat.
h. Diagnosa 8
1) Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna,
edema.
2) Kaji tanda vital.
3) Kaji adanya nyeri.
4) Lakukan perawatan luka.
5) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
5. Evaluasi
a. Klien dapat mempertahankan hidrasi adequat dibuktikan oleh tanda
vital stabil, nadi perifer dapat teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluran urine tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam
kadar normal.
b. Klien dapat mempertahankan berat badan yang stabil, makan makanan
yang sesuai kalori yang dibutuhkan, menunjukan tingkat energi
biasanya.
c. Klien dapat mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup yang
mencegah terjadinya infeksi.
d. Klien mampu mempertahankan tingkat kesadaran orientasi.
e. Klien mengungkapkan peningkatan energi, dan mampu berpartisipasi
dalam aktifitas yang diinginkan.
f. Klien paham tentang penyakit, menghubungkan tanda dan gejala
dengan proses penyakit, faktor penyebab, melakukan prosedur dengan
benar dan menjelaskan rasional tindakan.
g. Gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan:
1) Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan
jaringan.
2) Tidak ada terinfeksi.
(Harnawatiaj. 2008).