bab ii

70
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Cekat Gigi tiruan cekat, yang terdiri dari mahkota tiruan dan GTJ, adalah restorasi yang direkatkan dengan semen secara permanen pada gigi asli yang telah dipersiapkan, untuk memperbaiki permukaan mahkota gigi yang mengalami kerusakan/kelainan dan menggantikan kehilangan satu atau beberapa gigi (Allan dan Foreman, 1994) Mahkota tiruan adalah restorasi ekstrakoronal yang memperbaiki sebagian atau seluruh permukaan mahkota gigi yang mengalami kerusakan/kelainan, dipasang secara permanen pada gigi asli yang telah dipersiapkan (Allan dan Foreman, 1994) Restorasi ini akan mengembalikan bentuk dan kontur gigi, fungsi gigi, serta melindungi struktur gigi yang tersisa dari kemungkinan kerusakan lebih lanjut. Restorasi mahkota tiruan dapat memenuhi aspek fungsi dan estetis, serta dapat dibuat dari

Upload: sipiangin

Post on 14-Aug-2015

466 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi Tiruan Cekat

Gigi tiruan cekat, yang terdiri dari mahkota tiruan dan GTJ,

adalah restorasi yang direkatkan dengan semen secara permanen pada gigi asli yang

telah dipersiapkan, untuk memperbaiki permukaan mahkota gigi yang

mengalami kerusakan/kelainan dan menggantikan kehilangan satu atau beberapa gigi

(Allan dan Foreman, 1994)

Mahkota tiruan adalah restorasi ekstrakoronal yang memperbaiki sebagian

atau seluruh permukaan mahkota gigi yang mengalami kerusakan/kelainan,

dipasang secara permanen pada gigi asli yang telah dipersiapkan (Allan dan

Foreman, 1994)

Restorasi ini akan mengembalikan bentuk dan kontur gigi, fungsi

gigi, serta melindungi struktur gigi yang tersisa dari kemungkinan kerusakan

lebih lanjut. Restorasi mahkota tiruan dapat memenuhi aspek fungsi dan estetis, serta

dapat dibuat dari berbagai bahan, seperti metal, porselen, kombinasi metal-porselen,

atau kombinasi metal-akrilik(Allan dan Foreman, 1994)

Keuntungan merestorasi gigi dengan mahkota tiruan dibandingkan

dengan pin-retained amalgam atau komposit adalah bahwa mahkota tiruan

memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap kemungkinan terjadinya

fraktur atau karies rekuren(Allan dan Foreman, 1994)

GTJ adalah gigi tiruan sebagian yang menggantikan kehilangan satu atau

beberapa gigi dan direkatkan dengan semen secara permanen pada satu atau beberapa

gigi penyangga yang telah dipersiapkan. Ketika gigi hilang dan tidak segera

Page 2: BAB II

digantikan, gigi tetangga atau gigi antagonisnya akan bergeser ke ruang edentulous,

yang dapat menyebabkan sistem mastikasi terganggu. GTJ akan meningkatkan

kemampuan mastikasi dan kenyamanan pasien, menjaga kesehatan dan integritas

lengkung gigi, serta meningkatkan penampilan pasien(Allan dan Foreman, 1994)

2.2 Mahkota Tiruan

2.2.1 Definisi

Mahkota tiruan adalah restorasi yang memperbaiki sebagian atau seluruh

permukaan mahkota gigi yang mengalami kerusakan atau kelainan akibat

berbagai sebab, direkatkan dengan semen secara permanen pada gigi asli yang telah

dipersiapkan(Allan dan Foreman, 1994)

2.2.2 Kondisi Gigi yang Memerlukan Perawatan dengan Mahkota Tiruan

1. Gigi dengan Kerusakan Luas

Pada gigi yang telah berulang kali direstorasi sebelumnya dan tidak dapat

diperbaiki lagi dengan restorasi lain, misalnya akibat kegagalan restorasi atau karies

sekunder, sehingga sebagian besar struktur gigi telah hilang(Allan dan Foreman,

1994)

2. Trauma Primer

Gigi utuh yang mengalami fraktur besar tanpa kerusakan pulpa dan masih

terdapat dentin yang cukup untuk mendukung mahkota(Allan dan Foreman, 1994)

3. Tooth Wear

Proses erosi, atrisi, dan abrasi merupakan hal yang umum terjadi.

Walaupun demikian, jika terjadi berlebihan atau pada usia muda, maka

dibutuhkan mahkota tiruan atau restorasi lain(Allan dan Foreman, 1994)

5

Page 3: BAB II

4. Kondisi Hipoplastik

Kondisi ini dapat dibedakan menjadi:

a. Herediter, contoh: amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dan

hipodonsia (misalnya insisif lateral atas yang peg-shaped).

b. Defek yang didapat, contoh: fluorosis, stain tetrasiklin, dan hipoplasia email

yang disebabkan oleh gangguan metabolik mayor pada usia ketika

pembentukkan email misalnya karena demam tifoid (infeksi parah saluran

pencernaan yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi) (Allan dan

Foreman, 1994)

5. Untuk Mengubah Inklinasi, Ukuran, atau Bentuk Gigi

Perbaikan malposisi gigi umumnya dilakukan dengan perawatan

ortodontik. Namun, malposisi gigi yang tidak terlalu parah dapat diperbaiki

dengan mahkota tiruan. Contoh: gigi posterior dengan derajat kemiringan tertentu

dapat diperbaiki posisi/inklinasinya dengan mahkota tiruan. Selain itu, ukuran gigi

dapat dibuat lebih besar dengan mahkota tiruan. Contoh: diastema antara gigi yang

diakibatkan oleh tidak harmonisnya ukuran gigi dengan rahang, dimana pasien merasa

penampilannya terganggu, dapat diperbaiki dengan mahkota tiruan(Allan dan

Foreman, 1994)

Mahkota tiruan juga dapat memperbaiki kelainan bentuk gigi, misalnya gigi

peg- shaped yang juga merupakan kelainan herediter, sehingga bentuk gigi

yang normal dapat diperoleh. Perbaikan kecembungan mahkota gigi yang

akan dijadikan penjangkaran GTSL dapat pula dilakukan dengan mahkota

tiruan(Allan dan Foreman, 1994)

6

Page 4: BAB II

6. Sebagai Bagian dari Restorasi Lain

Mahkota tiruan dibuat sebagai retainer GTJ dan permanent splint.

Mahkota tiruan juga dibuat untuk mengubah inklinasi gigi sehingga menghasilkan

arah pemasangan yang tepat untuk GTSL, menambah kecembungan mahkota gigi

sehingga retentif untuk cengkram GTSL, atau sebagai penyangga untuk precision

attachment(Allan dan Foreman, 1994)

7. Kombinasi Kondisi Gigi

Mahkota tiruan dapat dibuat untuk beberapa tujuan, misalnya, untuk

perbaikan inklinasi/oklusi atau restorasi karies luas sekaligus berfungsi sebagai

retainer GTJ atau penjangkaran GTSL(Allan dan Foreman, 1994)

8. Gigi Nonvital atau Gigi yang Telah Dirawat Saluran Akarnya (untuk

Mahkota Tiruan Pasak)

Gigi dengan pulpa nekrotik (nonvital) sering mengalami perubahan warna.

Diskolorasi ini mungkin hanya dapat diperbaiki secara memuaskan dengan

mahkota tiruan. Akan tetapi, beberapa bukti ilmiah menyatakan bahwa gigi yang telah

dirawat saluran akarnya lebih mudah fraktur daripada gigi dengan pulpa vital. Pada

umumnya, gigi yang telah dirawat saluran akarnya membutuhkan mahkota

tiruan(Allan dan Foreman, 1994)

2.2.3 Tipe-tipe Mahkota Tiruan

Berdasarkan permukaan mahkota gigi yang diperbaiki dengan restorasi,

mahkota tiruan dapat dibedakan sebagai berikut(Allan dan Foreman, 1994):

1. mahkota tiruan penuh

2. mahkota tiruan sebagian

3. mahkota tiruan pasak

7

Page 5: BAB II

Berdasarkan bahan yang digunakan, mahkota tiruan penuh dapat

dibedakan menjadi(Allan dan Foreman, 1994):

1. mahkota tiruan penuh metal

2. mahkota tiruan penuh porselen

3. mahkota tiruan penuh metal-porselen

4. mahkota tiruan penuh metal-akrilik

Mahkota tiruan sebagian dapat diklasifikasikan menurut banyaknya

permukaan mahkota gigi yang digantikan, yaitu:

1. mahkota tiruan sebagian 3/4 (untuk gigi anterior)

2. mahkota tiruan sebagian 4/5 (untuk gigi posterior) (Jubhari, 2007)

Mahkota tiruan pasak dapat dibedakan berdasarkan hubungan pasak inti

dengan mahkota tiruannya, yakni:

1. mahkota tiruan pasak tipe detached

2. mahkota tiruan pasak tipe attached (Jubhari, 2007)

2.2.3.1 Mahkota Tiruan Penuh

Mahkota tiruan penuh adalah mahkota tiruan yang memperbaiki seluruh

permukaan mahkota gigi (Allan dan Foreman, 1994)

Indikasi:

1. gigi fraktur yang tidak dapat diperbaiki dengan restorasi lain

2. gigi dengan karies luas yang tidak dapat direstorasi dengan tambalan biasa

3. gigi yang berubah warna, misal karena stain tetrasiklin

4. gigi yang mengalami cacat permukaan seperti kalsifikasi yang tidak

sempurna atau dekalsifikasi (amelogenesis imperfecta, dentinogenesis

imperfecta, hipoplasia email)

8

Page 6: BAB II

5. gigi dengan kelainan posisi

6. gigi dengan kelainan bentuk, misal peg-shaped

7. gigi yang telah dirawat saluran akarnya

8. sebagai retainer GTJ atau penjangkaran GTSL

9. ukuran gigi normal atau lebih dari normal

10. perbandingan mahkota akar adalah 2:3 atau minimal 1:1 (Allan dan Foreman,

1994)

Kontraindikasi:

1. mahkota gigi yang sangat pendek atau tapered

2. kamar pulpa yang masih besar pada pasien usia muda (Allan dan Foreman,

1994)

Tipe-tipe mahkota tiruan penuh berdasarkan bahannya:

A. Mahkota tiruan penuh metal

Mahkota tiruan penuh metal adalah mahkota tiruan penuh yang seluruhnya

terbuat dari bahan metal (Allan dan Foreman, 1994)

Indikasi:

1. kerusakan luas pada permukaan gigi

2. gigi yang tidak membutuhkan estetik, biasanya pada gigi molar

3. gigi yang menanggung beban kunyah besar

4. sebagai retainer GTJ atau penjangkaran GTSL

5. gigi yang telah dirawat saluran akarnya (Allan dan Foreman, 1994)

Kontraindikasi:

1. gigi yang membutuhkan estetik

2. gigi yang tidak menanggung beban kunyah besar (Allan dan Foreman, 1994)

9

Page 7: BAB II

Keuntungan:

1. kuat

2. preparasi lebih minimal jika dibandingkan dengan preparasi untuk

mahkota tiruan porselen

3. pembuatannya paling sederhana di antara mahkota tiruan lainnya (Allan dan

Foreman, 1994)

Kekurangan:

1. terlihatnya bahan metal ketika berbicara atau membuka mulut

2. konduktor termis/elektris (Allan dan Foreman, 1994)

B. Mahkota tiruan penuh porselen

Mahkota tiruan penuh porselen adalah mahkota tiruan penuh yang terbuat

seluruhnya dari bahan porselen (Allan dan Foreman, 1994)

Indikasi:

1. gigi dengan kebutuhan estetik tinggi, biasanya gigi anterior

2. ukuran gigi normal atau lebih dari normal

3. gigi dengan karies proksimal dan/atau fasial yang tidak dapat direstorasi

secara efektif dengan resin komposit

4. tepi insisal relatif utuh

5. distribusi tekanan kunyah seimbang

6. gigi yang dirawat saluran akarnya, khususnya gigi anterior (Allan dan

Foreman, 1994)

Kontraindikasi:

1. indeks karies tinggi

2. tidak cukupnya dukungan struktur mahkota gigi

10

Page 8: BAB II

3. gigi yang tipis dari aspek fasiolingual dan gigi yang pendek

4. distribusi tekanan kunyah yang tidak seimbang, contoh: gigi yang

beroklusi edge-to-edge, gigi antagonis (bawah) beroklusi dengan mahkota

tiruan pada daerah 1/5 servikal bagian palatal

5. bruxism (Allan dan Foreman, 1994)

Keuntungan:

1. sangat estetis

2. warna stabil

3. tidak mudah aus

4. tidak berbau

5. tidak bereaksi dengan cairan mulut

6. tidak menimbulkan alergi (Allan dan Foreman, 1994)

Kekurangan:

1. mudah pecah

2. pembuatan sulit

3. kurang kuat jika dibandingkan dengan mahkota tiruan penuh metal

porselen

4. preparasi kurang konservatif, karena dibutuhkan preparasi yang cukup

banyak untuk ketebalan minimal porselen (1,7-2 mm)

5. dapat menyebabkan gigi yang berlawanan dengan mahkota tiruan menjadi aus

6. hanya dapat digunakan sebagai restorasi tunggal (namun dapat digunakan pula

pada kasus-kasus tertentu dengan komposisi porselen untuk GTJ 3 unit)

7. lebih mahal jika dibandingkan dengan mahkota tiruan penuh metal

porselen (Allan dan Foreman, 1994)

11

Page 9: BAB II

C. Mahkota tiruan penuh metal-porselen

Mahkota tiruan penuh metal-porselen adalah mahkota tiruan penuh yang

terbuat dari logam (sebagai coping/backing) yang dilapisi dengan porselen

(sebagai facing) (Allan dan Foreman, 1994)

Indikasi:

1. gigi dengan kebutuhan estetik, tetapi juga butuh kekuatan restorasi

2. ukuran gigi normal atau lebih dari normal

3. kerusakan luas pada gigi yang tidak dapat diperbaiki dengan restorasi yang

lebih konservatif

4. sebagai retainer GTJ dan penjangkaran GTSL

5. gigi yang telah dirawat saluran akarnya (Allan dan Foreman, 1994)

Kontraindikasi:

1. kamar pulpa besar

2. indeks karies tinggi

3. ukuran gigi kurang dari normal (Allan dan Foreman, 1994)

Keuntungan:

sangat estetis dan kuat (Allan dan Foreman, 1994)

Kekurangan:

1. mudah pecah karena sifat porselen yang brittle

2. preparasi kurang konservatif, karena dibutuhkan preparasi yang cukup

banyak untuk ketebalan minimal porselen dan metal

3. pembuatan sulit

4. dapat menyebabkan gigi yang berlawanan dengan mahkota tiruan menjadi aus

5. mahal (Allan dan Foreman, 1994)

12

Page 10: BAB II

D. Mahkota tiruan penuh metal-akrilik

Mahkota tiruan penuh metal-akrilik adalah mahkota tiruan penuh yang terbuat

dari logam (sebagai coping/backing) yang dilapisi dengan akrilik (sebagai facing).

Indikasi (Allan dan Foreman, 1994):

1. gigi dengan kebutuhan estetik, tetapi juga butuh kekuatan restorasi

2. pasien tidak alergi terhadap akrilik

3. ukuran gigi normal atau lebih dari normal (Allan dan Foreman, 1994)

Kontraindikasi:

1. pasien alergi terhadap akrilik

2. ukuran gigi kurang dari normal (Allan dan Foreman, 1994)

Keuntungan:

cukup estetis (Allan dan Foreman, 1994)

Kekurangan:

1. mudah aus

2. warna tidak stabil (mudah berubah warna)

3. terdapat kemungkinan terjadi kebocoran pada batas antara logam

dan akrilik, karena ikatan antara akrilik dan logam hanyalah ikatan mekanis

serta adanya perbedaan koefisien muai antara akrilik dan logam;

kebocoran ini dapat menyebabkan perubahan warna pada facing mahkota

tiruan (Allan dan Foreman, 1994)

2.2.3.2 Mahkota Tiruan Sebagian

Mahkota tiruan sebagian adalah mahkota tiruan yang memperbaiki

permukaan mahkota gigi, kecuali permukaan labial/bukal mahkota gigi. Mahkota ini

13

Page 11: BAB II

dibuat secara keseluruhan dari bahan logam dan yang terbaik adalah emas (dental

alloy tipe III) (Allan dan Foreman, 1994)

Indikasi:

1. ukuran gigi normal atau lebih dari normal

2. kerusakan pada permukaan mahkota gigi kecuali permukaan

labial/bukalnya, misalnya karena karies kecil di kedua sisi

proksimal, lingual atau palatal

3. sebagai retainer GTJ pada short-span jika gigi penyangga vital tidak

mengalami karies atau mengalami karies kecil (Allan dan Foreman, 1994)

Kontraindikasi:

1. mahkota klinis gigi yang pendek atau sangat tapered

2. gigi yang tipis, misal gigi insisif bawah, insisif lateral atas

3. indeks karies tinggi

4. karies servikal

5. kerusakan luas pada mahkota gigi

6. inklinasi gigi buruk

7. sebagai retainer GTJ pada long-span

8. gigi yang telah dirawat saluran akarnya (Allan dan Foreman, 1994)

Tipe-tipe mahkota tiruan sebagian menurut banyaknya permukaan

gigi yang digantikan:

A. Mahkota tiruan sebagian 3/4 (untuk gigi anterior)

Yaitu mahkota tiruan yang memperbaiki permukaan mesial, distal, dan

palatal/lingual gigi anterior (Jubhari, 2007)

14

Page 12: BAB II

B. Mahkota tiruan sebagian 4/5 (untuk gigi posterior)

Yaitu mahkota tiruan yang memperbaiki permukaan mesial, distal,

oklusal, dan lingual/palatal gigi posterior (Jubhari, 2007)

2.2.3.3 Mahkota Tiruan Pasak

Mahkota tiruan pasak adalah mahkota tiruan yang memperbaiki seluruh

permukaan mahkota gigi nonvital yang telah dirawat saluran akarnya dengan

sempurna dan dipersiapkan dengan pasak sebagai retensi utama (Allan dan Foreman,

1994)

Indikasi:

1. gigi yang telah dirawat saluran akarnya

2. kehilangan struktur gigi yang sangat banyak hingga mencapai pulpa dan tidak

dapat diperbaiki dengan tambalan biasa

3. perbaikan malposisi gigi, jika preparasi gigi untuk mahkota tiruan penuh akan

membahayakan kesehatan pulpa (Allan dan Foreman, 1994)

Bagian-bagian mahkota tiruan pasak:

A. Pasak

Pasak adalah bagian restorasi yang direkatkan dengan semen ke dalam saluran

akar dan berfungsi sebagai retensi utama, dapat menjadi satu kesatuan atau dijadikan

satu dengan inti. (Allan dan Foreman, 1994)

Pasak dapat dibedakan menjadi:

a. Pasak siap pakai (prefabricated post)

Pasak siap pakai adalah pasak produksi pabrik, umumnya terdiri dari

berbagai ukuran dan bentuk, dapat terbuat dari bahan logam dan nonlogam. Bahan

logam antara lain platinum-gold-palladium (Pt-Au-Pd), stainless steel, titanium,

15

Page 13: BAB II

brass, dan chromium-containing alloy. Sedangkan, bahan nonlogam antara lain

carbon fiber, ceramic, glass fiber, dan woven fiber (Allan dan Foreman, 1994)

Keuntungan:

1. pasak siap pakai yang terbuat dari bahan logam memiliki keunggulan dalam

kekuatan, karena dapat dihindari kesalahan pengecoran logam yang

mengakibatkan kelemahan pasak

2. pasak yang terbuat dari ceramic, glass fiber, dan woven fiber mempunyai

keunggulan estetik dibandingkan pasak yang terbuat dari logam (Allan dan

Foreman, 1994)

Kekurangan:

1. pasak yang terbuat dari bahan logam terdapat risiko terjadinya korosi,

diskolorasi akar, kebocoran mikro, dan fraktur akar terutama pada pasak yang

berbentuk parallel

2. pasak yang terbuat dari carbon fiber berwarna hitam, sehingga dapat

merusak estetik mahkota tiruan (Allan dan Foreman, 1994)

b. Pasak buatan sendiri (fabricated post)

Pasak buatan sendiri dapat dicor dari pola yang dibuat secara langsung (direct)

dalam mulut pasien atau pola yang dibuat di laboratorium (indirect). Teknik langsung

(direct) yang menggunakan inlay wax, autopolymerizing resin, atau light-polymerized

resin direkomendasikan untuk akar tunggal dengan akses klinis yang mudah,

sedangkan teknik indirect lebih tepat untuk akar ganda atau akses yang sulit (Allan

dan Foreman, 1994)

16

Page 14: BAB II

Keuntungan:

1. lebih adaptif

2. dapat digunakan pada saluran akar yang sangat tapered, oval, dan gigi dengan

akar ganda yang paralel (Allan dan Foreman, 1994)

Kekurangan:

1. dapat terjadi kesalahan pengecoran sehingga meningkatkan risiko fraktur

pasak

2. membutuhkan lebih banyak waktu untuk prosedur laboratorium (Allan dan

Foreman, 1994)

B. Inti

Inti adalah bagian restorasi yang menggantikan jaringan mahkota gigi yang

hilang sehingga membentuk seperti gigi yang telah dipreparasi untuk

mahkota tiruan penuh. Inti dapat diklasifikasikan menurut banyaknya jaringan

mahkota gigi yang digantikan, yaitu (Allan dan Foreman, 1994):

1. inti sebagian, adalah inti yang menggantikan sebagian jaringan mahkota gigi

yang rusak/hilang

2. inti penuh, adalah inti yang menggantikan seluruh jaringan mahkota gigi yang

rusak/hilang (Allan dan Foreman, 1994)

Berdasarkan bahan yang digunakan, inti dapat dibedakan atas (Allan dan

Foreman, 1994):

a. Inti amalgam, glass ionomer cement (GIC), dan resin komposit untuk

pasak siap pakai.

Bahan-bahan plastis ini dijadikan satu dengan pasak siap pakai.

17

Page 15: BAB II

Keuntungan:

1. daerah undercut tidak perlu dipreparasi sehingga lebih banyak jaringan

gigi sehat yang dapat dipertahankan

2. tahap prosedur laboratorium lebih sedikit

3. kuat; namun bahan restorasi plastis ini, khususnya GIC, mempunyai

tensile strength yang lebih rendah daripada logam cor

Kekurangan:

1. inti amalgam dapat terjadi korosi

2. inti GIC kurang kuat

3. inti resin komposit dapat terjadi polimerisasi yang berlanjut dan

memiliki koefisien muai yang tinggi

4. inti amalgam dan resin komposit lebih sering terjadi kebocoran mikro akibat

perubahan temperatur

5. terdapat kesulitan pada prosedur operatif tertentu, seperti penggunaan rubber

dam atau matrix (khususnya pada gigi dengan kerusakan luas) (Allan dan

Foreman, 1994)

b. b. Inti logam cor (cast metal core)

Inti ini terbuat dari logam cor, umumnya menjadi satu kesatuan dengan pasak

buatan sendiri. Pola inti dapat dibuat dari resin atau wax dan merupakan kelanjutan

dari pola pasak resin atau wax, kemudian pola ini dicor dengan logam (Allan dan

Foreman, 1994)

18

Page 16: BAB II

c. Inti siap pakai (prefabricated core)

Inti siap pakai merupakan inti dari logam yang menjadi satu kesatuan dengan

pasak siap pakai. Keuntungannya adalah inti ini mempunyai keunggulan dalam

kekuatan, karena merupakan satu kesatuan dengan pasak. Sedangkan,

kekurangannya adalah sering kali bentuk dan ukurannya tidak sesempurna seperti

bentuk mahkota gigi yang dipreparasi untuk mahkota tiruan penuh (Allan dan

Foreman, 1994)

C. Mahkota tiruan

Mahkota tiruan yang digunakan adalah mahkota tiruan penuh. Macam-macam

mahkota tiruan pasak berdasarkan hubungan antara pasak inti dengan mahkota

tiruannya (Allan dan Foreman, 1994):

A. Tipe detached

Yakni mahkota tiruan terpisah dari pasak intinya. Tipe ini diindikasikan untuk

gigi yang berukuran normal atau lebih dari normal. Keuntungannya adalah jika

diperlukan penggantian mahkota tiruan, misalnya karena telah berubah warna atau

diinginkan restorasi yang lebih sempurna, dapat mudah dilakukan tanpa perlu

mengeluarkan/merusak pasaknya (Allan dan Foreman, 1994)

B. Tipe attached

Yakni mahkota tiruan menyatu dengan pasak intinya. Tipe ini

diindikasikan untuk gigi-gigi yang pendek atau tipis, karena tidak terdapat ruang yang

cukup untuk membuat inti dengan mahkota tiruan yang terpisah (Allan dan Foreman,

1994)

19

Page 17: BAB II

2.3 Gigi Tiruan Jembatan (GTJ)

Gigi tiruan jembatan adalah gigi tiruan yang menggantikan kehilangan satu

atau lebih gigi-geligi asli yang dilekatkan secara permanen dengan semen serta

didukung sepenuhnya oleh satu atau beberapa gigi, akar gigi atau implant yang telah

dipersiapkan (Prajitno, 1994).

2.3.1` Tujuan Pemakaian GTJ

Kegunaan pemakaian gigi tiruan jembatan antara lain:

a. Memperbaiki penampilan

Pada pasien dengan kehilangan gigi, terutama gigi anterior, tentu saja

penampuilan harus diperhatikan (Prajitno, 1994).

b. Kemampuan mengunyah

Banyak pasien tidak bisa makan dengan baik karena banyaknya gigi yang

hilang (Prajitno, 1994).

c. Stabilitas Oklusal

Stabilitas oklusal dapat hilang karena adanya gigi yang hilang. Kehilangan

gigi dapat menyebabkan gigi disekitarnya ekstrusi, migrasi dan merusak stabilitas

oklusi pasien (Prajitno, 1994).

d. Memperbaiki pengucapan

Kehilangan gigi insisivus atas dapat menganggu pengucapan seseorang

(Prajitno, 1994).

e. Sebagai splinting periodontal

Kehilangan gigi dapat menyebabkan gigi tetangganya goyang, jadi gigi tiruan

jembatan dapat berfungsi juga sebagai splinting (Prajitno, 1994).

20

Page 18: BAB II

f. Membuat pasien merasa sempurna

Pasien percaya jika penggunaan gigi tiruan dapat memberikan banyak

keuntungan terhadap kesehatannya secara umum (Prajitno, 1994).

2.3.2 Indikasi dan Kontraindikasi GTJ

Indikasi pembuatan gigi tiruan jembatan adalah sebagai berikut.

1. Kehilangan satu atau lebih gigi geligi asli

2. Gigitan dalam (deep bite)

3. Gigi penyangga memerlukan restorasi

4. Diastema abnormal, besarnya ruangan protesa kurang dari normal

5. Gigi penyangga memerlukan penanggulangan berupa stabilisasi atau splint

6. Terdapat diastema pasca perawatan (Prajitno, 1994).

Kontraindikasi untuk pembuatan gigi tiruan jembatan adalah:

1. OH yang tidak terpelihara

2. Physical handicap

3. Indeks karies yang tinggi

4. Cross-bite, malposisi, progeni

5. Migrasi atau ekstrusi yang parah (Prajitno, 1994).

2.3.3 Komponen Komponen GTJ

Gigi tiruan jembatan terdiri dari dari beberapa komponen, yakni sebagai

berikut (Jubhari, 2007):

21

Page 19: BAB II

1. Retainer

2. Konektor

3. Pontik

4. Penyangga (abutment )

Gambar 1. Komponen-komponen Gigi Tiruan.

Gambar 2. Gigi Tiruan Jembatan (Bridge).

1. Retainer

Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yg menghubungkan gigi tiruan

tersebut dengan gigi penyangga.

Fungsinya (Prajitno, 1994):

a. Memegang/menahan (to retain) supaya gigi tiruan tetap stabil ditempatnya.

22

Page 20: BAB II

b. Menyalurkan beban kunyah (dari gigi yang diganti) ke gigi penyangga.

Macam-macam retainer(Prajitno, 1994):

a. Extra Coronal Retainer Yaitu retainer yang meliputi bagian luar mahkota

gigi, dapat berupa:

1) Full Veneer Crown Retainer

Indikasi:

Tekanan kunyah normal/besar

Gigi-gigi penyangga yang pendek

Intermediate abutment

pasca perawatan periodontal

Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang

(Prajitno, 1994)

Keuntungan:

Indikasi luas

Memberikan retensi dan resistensi yg terbaik

Memberikan efek splinting yang terbaik (Prajitno, 1994)

Kerugian:

Jaringan gigi yang diasah lebih banyak

Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal) (Prajitno,

1994)

23

Page 21: BAB II

Gambar 3. Extra Coronal Retainer

2) Partial Veneer Crown Retainer

Indikasi :

Gigi tiruan jembatan yang pendek

Tekanan kunyah ringan/normal

Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal

Salah satu gigi penyangga miring (Prajitno, 1994)

Gambar 4. Partial Veneer Crown Retainer

Keuntungan:

Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit

Estetis lebih baik daripada FVC retainer (Prajitno, 1994)

24

Page 22: BAB II

Kerugian:

Indikasi terbatas

Kesejajaran preparasi antar gigi penyangga sulit

Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi kurang

Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan) (Prajitno, 1994)

a. Intra Coronal Retainer

Yaitu retainer yang meliputi bagian dalam mahkota gigi penyangga.

Bentuk:

Onlay

Inlay MO/DO/MOD (Prajitno, 1994)

Indikasi:

Gigi tiruan jembatan yang pendek

Tekanan kunyah ringan atau normal

Gigi penyangga dengan karies kelas II yang besar

Gigi penyangga mempunyai bentuk/besar yang normal (Prajitno,

1994)

Keuntungan:

Jaringan gigi yang diasah sedikit

Preparasi lebih mudah

Estetis cukup baik (Prajitno, 1994)

Kerugian:

Indikasi terbatas

Kemampuan dlm hal retensi resistensi kurang

25

Page 23: BAB II

Mudah lepas/patah (Prajitno, 1994)

Gambar 5. Intra Coronal Retainer Bentuk Onlay

b. Dowel retainer

Adalah retainer yang meliputi saluran akar gigi, dengan sedikit atau tanpa

jaringan mahkota gigi dengan syarat tidak sebagai retainer yang berdiri sendiri

(Prajitno, 1994)

Indikasi:

Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf

Gigi tiruan pendek

Tekanan kunyah ringan

Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi (Prajitno, 1994)

Keuntungan:

Estetis baik

Posisi dapat disesuaikan (Prajitno, 1994)

Kerugian:

Sering terjadi fraktur akar (Prajitno, 1994)

26

Page 24: BAB II

Gambar 6. Dowel Retainer

2. Pontik

Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang

hilang dan berfungsi untuk mengembalikan (Prajitno, 1994):

Fungsi kunyah dan bicara

Estetis

Comfort (rasa nyaman)

Mempertahankan hubungan antar gigi tetanggaà mencegah migrasi /hubungan

dengan gigi lawan (Prajitno, 1994)

Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:

a. Berdasarkan bahan

Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas (Prajitno,

1994):

1. Pontik logam

Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiridari

alloy , yang setara dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan

kelenturan yang cukup sehingga tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk

(deformasi) akibat tekanan pengunyahan. Pontik logam biasanya dibuat untuk daerah-

27

Page 25: BAB II

daerah yang kurang mementingkan faktor estetis, namun lebih mementingkan faktor

fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan posterior (Prajitno, 1994)

2. Pontik porselen

Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan

seluruh permukaannya dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan

untuk jembatan anterior dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik

porselen mudah beradaptasi dengan gingival dan memberikan nilai estetik yang baik

untuk jangka waktu yang lama (Prajitno, 1994)

3. Pontik akrilik

Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin akrilik.

Dibandingkan dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku

sehingga membutuhkan bahan logam untuk kerangkanya agar mampu menahan daya

kunyah / gigit. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan

berfungsi hanya sebagai bahan pelapis estetis saja (Prajitno, 1994)

4. Kombinasi Logam dan Porselen

Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan

memberikan kekuatan sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan estetis.

Porselen pada bagian labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik

lebur tinggi (lebih tinggi dari temperature porselen). Tidak berubah warna jika

dikombinasikan dengan logam, sangat keras, kuat dan kaku dan mempunyai pemuaian

yang sama dengan porselen. Porselen ditempatkan pada bagian labial/bukal dan

daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam ditempatkan pada oklusal dan

lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan anterior maupun posterior

(Prajitno, 1994)

28

Page 26: BAB II

5. Kombinasi Logam dan Akrilik

Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai bahan

estetika sedangkan logam yang memberi kekuatan dan dianggaplebih

dapat diterima oleh gingival sehingga permukaan lingual/palataldan daerah yang

menghadap gusi dibuat dari logam sedangkan daerahlabial/bukal dilapisi dengan

akrilik (Prajitno, 1994)

b. Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak 

1. Pontik Sanitary

Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir

alveolus sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir alveolus

(1-3 mm), dan permukaan dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuan

pembuatan dasar pontik ini adalah agar sisa-sisa makanan dapat dengan mudah

dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang demikian mengakibatkan kekurangan dalam

hal estetis sehingga hanya diindikasikan untuk pontik posterior rahang bawah

(Prajitno, 1994)

Gambar 7. Pontik Sanitary

2. Pontik Ridge Lap

Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir alveolus

sedangkan bagian palatal menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh mukosa dari

linggir. Hal ini mengakibatkan estetis pada bagian labial/bukal lebih baik, dan mudah

dibersihkan pada bagian palatal. Walaupun demikian menurut beberapa hasil

29

Page 27: BAB II

penelitian, sisa makanan masih mudah masuk ke bawah dasar pontik dan sulit untuk

dibersihkan. Pontik jenis ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan

posterior (Prajitno, 1994)

Gambar 8. Pontik Ridge Lap

3. Pontik Conical Root

Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang

dibuatkan atas permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam kegiatan

sehari-hari. Pontik ini dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke dalam soket

gigi yang baru dicabut kira-kira 2mm. Pontik ini dipasang segera setelah

dilakukannya pencabutan dan pada pembuatan ini tidak menggunakan restorasi

provisional (Prajitno, 1994)

Gambar 9. Pontik Conical Root.

3. Konektor (Connector )

Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menghubungkan pontik

dengan retainer, pontik dengan pontik atau retainer dengan retainer sehingga

30

Page 28: BAB II

menyatukan bagian-bagian tersebut untuk dapat berfungsi sebagai splinting dan

penyalur beban kunyah.Terdapat 2 macam konektor, yakni (Prajitno, 1994):

Rigid connector

Non Rigid Connnector

4. Penyangga (Abutment)

Sesuai dengan jumlah, letak dan fungsinya dikenal istilah:

1. Single abutment hanya mempergunakan satu gigi penyangga

2. Double abutment bila memakai dua gigi penyangga

3. Multiple abutment bila memakai lebih dari dua gigi penyangga

4. Terminal abutment

5. Intermediate/pier abutment

6. Splinted abutment

7. Double splinted (Prajitno, 1994)

2.3.4 Keuntungan dan Kerugian GTJ

Keuntungan dari pemakaian gigi tiruan jembatan adalah sebagai berikut

(Lesmana, 1999).

1. Karena dilekatkan pada gigi asli maka tidak mudah terlepas atau

tertelan.

2. Dirasakan sebagai gigi sendiri oleh pasien

3. Tidak mempunyai klamer yang dapat menyebabkan keausan pada

permukaan email gigi, karena tiap kali dilepas dan dipasang kembali

didalam mulut.

4. Dapat mempunyai efek splint yang melindungi gigi terhadap stress.

31

Page 29: BAB II

5. Menyebarkan tekanan fungsi ke seluruh gigi sehingga menguntungkan

jaringan pendukungnya

Namun, gigi tiruan juga memiliki beberapa kerugian dalam

pemakaiannya,yakni (Lesmana, 1999):

a. Kerusakan gigi dan pulpa

Dalam preparasi gigi penyangga untuk gigi tiruan sebagian yang tepat

mungkin diperlukan pengambilan jaringan gigi yang sehat. Kerusakan ini meskipun

diindikasikan namun sebaiknya tidak diabaikan. Masalahnya tidak terlalu serius jika

gigi yang digunakan untuk mendukung jembatan yang telah direstorasi atau

dimahkotai. Jika sebuah gigi dipreparasi, dapat berbahaya terhadap pulpa meskipun

pendinginan bur telah dilakukan (Lesmana, 1999)

Ada beberapa perlakuan tambahan terhadap pulpa saat gigi dipreparasi untuk

jembatan. Beberapa desain preparasi untuk dua atau lebih gigi yang dibuat paralel

terhadap satu sama lainnya dan jika giginya berbeda tipis dengan kesejajaran posisi,

usaha untuk preparasi paralel bisa melibatkan pengurangan lebih banyak dalam satu

bagian gigi daripada jika preparasi tersebut untuk mahkota dan sangat membahayakan

pulpa. Dengan insiden karies yang terjadi pada banyak negara dan pendekatan yang

konservatif terhadap restorasi kedokteran gigi, situasi meningkat lebih lazim dalam

hal gigi penjangkar untuk jembatan yang tidak direstorasi atau yang hanya sedikit

direstorasi (Lesmana, 1999)

b.Karies sekunder

Gigi tiruan jembatan dapat membawa resiko kebocoranmikro dan karies.

Resiko ini secara signifikan meningkat pada pasien dengan insidensi karies yang

tinggi (Lesmana, 1999)

32

Page 30: BAB II

2.3.5 Hal-hal yang Harus Diperhatikan

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan gigi tiruan jembatan

adalahsebagai berikut (Lesmana, 1999):

1. Oklusi gigi

Bila pasien kehilangan satu atau beberapa gigi dalam satu area didalam rongga

mulut, bila tidak dibuatkan fixed bridge, maka gigi-gigi yang ada di antara gigi yang

hilang tersebut akan bergerak ke daerah yang kosong, sedangkan gigi lawannya

(oklusinya) akan cenderung memanjang karena tidak ada gigi yang menopangnya

pada saat oklusi. Bergeraknya gigi kedaerah yang kosong dinamakan shifting/drifting,

sedangkan gigi yang memanjang dinamakan elongation/extrusion. Bila kondisi ini

berlanjut, maka akan menyebabkan :

a. Sakit pada rahang (terutama pada TMJ/TemporoMandibular Joint)

b. Retensi sisa-sisa makanan diantara gigi-gigi (food Impaction) dan

dapatmenyebabkan penyakit periodontal.

c. Berakhir dengan pencabutan pada gigi-gigi dan juga gigi lawannya.

Beban fungsional pada oklusal pontik terutama gigi posterior dapat

dikurangi dengan mempersempit lebar buko-lingual atau buko palatal

untuk mengurangi beban oklusi yang dapat merusak gigi tiruan pada

pasien-pasien tertentu

2. Oral hygiene

3. Jaringan periodontal

Hukum Ante menyatakan bahwa daerah membran periodontal pada akar-akar

dari gigi abutment harus sekurang-kurangnya sama dengan daerah membran

periodontal yang ada pada gigi-gigi yang akan diganti.

4. Posisi gigi dan kesejajaran gigi

33

Page 31: BAB II

Abutment yang melibatkan gigi anterior hanya gigi gigi insisivus biasanya

mempunyai inklinasi labial yang serupa dan tidak terlalu sulit untuk menyusun

kesejajarannya. Apabila abutment melibatkan gigianterior seperti caninus dan gigi

posterior seperti premolar kedua atas supaya diperoleh kesejajaran, kaninus harus

dipreparasi pada arah yang sama seperti

5. Jumlah dan lokasi kehilangan gigi

6. Kegoyangan gigi

7. Frekwensi karies

8. Discoloration

(Lesmana, 1999)

2.3.6 Tahap-Tahap Pembuatan GTJ

Pembuatan gigi tiruan jembatan ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu sebagai

berikut (Prajitno, 1994).

1. Preparasi

Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk

tujuan menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagian

pegangan gigi tiruan jembatan (Smith dan Howe, 2007).

Tujuan preparasi:

Menghilangkan daerah gerong

Memberi tempat bagi bahan retainer atau mahkota

Menyesuaikan sumbu mahkota

Memungkinkan pembentukan retainer sesuai bentuk anatomi

Membangun bentuk retensi

34

Page 32: BAB II

Menghilangkan jaringan yang lapuk oleh karies jika ada (Prajitno,

1994).

Persyaratan preparasi:

1.Kemiringan dinding-dinding aksial

Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk

menentukan arah pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi

retainer sehingga jembatan tidak bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu,

dibuat kemiringan yang sedikit konus ke arah oklusal. Craige (1978) mengatakan

bahwa kemiringan dinding aksial optimal berkisar 10-15 derajat. Sementara menurut

Martanto (1981), menyatakan bahwa kemiringan maksimum dinding aksial preparasi

7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang kemiiringan dinding aksial

preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang paling ideal. Kemiringan yang lebih

kecil sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah gerong yang tidak terlihat dan

menyebabkan retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi sangat berkurang

jika derajat kemiringan dinding aksial preparasi meningkat. Kegagalan pembuatan

jembatan akibat hilangnya retensi sering terjadi bila kemiringan dinding aksial

preparasi melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan terlalu

banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat menyebabkan terganggunya

vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose pulpa.

Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7

derajat, namun kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra

oral (Prajitno, 1994).

35

Page 33: BAB II

2.Ketebalan preparasi

Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan preparasi

kita harus mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda

sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan

pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan

logam porselen pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1,5 – 2 mm. Pengambilan

jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat menyebakan terganggu vitalitas pulpa

seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan nekrosis pulpa. Pengamnbilan jaringan

yang terlalu sedikit dapat mengurangi retensi retainer sehingga menyebabkan

perubahan bentuk akibat daya kunyah (Prajitno, 1994).

3.Kesejajaran preparasi

Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara

satu gigi penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus dipilih

yang paling sedikit mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan

jembatan duduk sempurna pada tempatnya (Prajitno, 1994).

4.Preparasi mengikuti anatomi gigi

Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan vitalitas

pulpa juga dapat mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan tersebut. Preparasi

pada oklusal harus disesuaikan dengan morfologi oklusal. Apabila preparasi tidak

mengukuti morfologi gigi maka pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi

negatif pada pulpa (Prajitno, 1994).

5.Pembulatan sudut-sudut preparasi

Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan

pertemuan dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut yang

36

Page 34: BAB II

tajam dapat menimbulkan tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam

pemasangan jembatan (Prajitno, 1994).

Tahap-tahap preparasi gigi penyangga:

1. Pembuatan galur

Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila gigi bagian

labiopalatal cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah pergeseran ke lingual atau

labial dan berguna untuk mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur

pada gigi anterior dapat dibuat dengan bur intan berbentuk silinder (Prajitno, 1994)

2. Preparasi bagian proksimal

Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai dengan

arah pasang jembatannya. Selain itu untuk mengurangi kecembungan permukaan

proksimal yang menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal

dilakukan dengan menggunakan bur intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian

proksimal membentuk konus dengan kemiringan 5-10 derajat (Prajitno, 1994)

3. Preparasi permukaan insisal atau oklusal

Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk tonjolnya.

Preparasi permukaan oklusal untuk memberi tempat logam bagian oklusal pemautnya,

yang menyatu dengan bagian oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi terlindungi dari

karies, iritasi, serta fraktur (Prajitno, 1994)

4. Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual

Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder.

Preparasi permukaan bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang cukup untuk

logam pemaut yang memberi kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat

disamaratakan (Prajitno, 1994)

37

Page 35: BAB II

5. Pembulatan sudut preparasi bidang aksial

6. Pembentukan tepi servikal

Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan pembuatan

pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:

a.Tepi demarkasi (feater edge)

b.Tepi pisau (knife edge)

c.Tepi lereng (bevel)

d.Tepi bahu liku (chamfer )

e.Tepi bahu (shoulder) (Prajitno, 1994)

2. Pencetakan

Sebelum pencetakan dilakukan, keadaan geligi dan jaringan lunak sekitarnya

perlu dicek, apakah semua dalam keadaan sehat dan bebas dari radang. Terdapat

berbagai macam bahan cetakan, seperti: hidrokoloid, rubber base, polysulfide rubber

base, silicon rubber base, dan polyeter rubber base (Smith dan Howe, 2007).

3. Pembuatan die/model kerja

Die adalah reproduksi positif dari gigi yang telah dipreparasi dan yang dibuat

dari bahan stone gips keras atau logam atau plastik. Menurut hubungan dengan model

kerja die dibagi menjadi solitair die dan removable die (Smith dan Howe, 2007)

a. DIE SOLITER

Die soliter merupakan die yang berdiri sendiri, digunakan untuk pembuatan

mahkota tiruan. Tinggi hasil pengecoran ± 2½ kali panjangmahkota (Prajitno, 1994)

38

Page 36: BAB II

Pembuatan solitair die:

Setelah cetakan untuk die dibuka dengan pisau ukir yang

tajam,gelembung yang terjadi dibuang secara hati-hati.

Batas preparasi servikal dipertegas dengan pinsil merah yang tajam

Buat garis pedoman vertikal kebawah untuk pemotongan batas

proksimal dengan memperlihatkan sumbu panjang gigi dan diuat

knvergen

Garis dibuat pada permukaan bukal/labial dan palatal/lingual

Pemotongan dengan gergaji khusus atau dapat dengan gergaji triplek

Hasil pemotongan dirapikan

Daerah servikal dipertegas batas dengan membuat groove memakai

roundakrilik (Prajitno, 1994)

Die siap digunakan setelah mengolesinya dengan “die spacer”. Die spacer

berfungsi sebagai:

Menutup pori stone gips, sehingga memudahkan melepas pola malam

yang telah dibuat

Mempekeras permukaan die

Melindungi batas servikal

Sebagai kompensasi kontraksi logam dan ruangan untuk sementasi

(Prajitno, 1994)

b. REMOVABLE DIE

Merupakan die yang terletak pada model kerja dan dapat dilepas dari model

kerja (Prajitno, 1994)

Cara membuat removable die:

39

Page 37: BAB II

SISTEM DI-LOK TRAY

Suatu bentuk kotak untuk tempat model kerja. Dasar model kerja

dikecilkan sampai masuk di-lok t ray kemudian dibuat undercut berupa

groove memanjang sesuai lengkung gigi. Model kerja ditanam pada Di-lok

tray dengan stone. Kemudian dipisah dengan gergaji dari gigi tetangga

halus sampai 2-3 mm dari dasar stone. Die dapat dilepas dan disatukan lagi

(Prajitno, 1994)

MENGGUNAKAN DOWEL PIN

Persiapan :

o Dowel pin dengan cakram retensi/paper clips

o Penjepit rambut atau jarum pentul

o Stone gips dua warna

o Sticky wax dan lampu spiritus

o Vaselin dan kuas

o Gergaji die/triplek (Prajitno, 1994)

Kepala dowel pin mempunyai retensi harus berada dalam cetakan

negatif tanpa menyentuh bidang oklusal (difiksasi dengan wax pada

penjepit rambut). Lakukan pengecoran I sampai batas garis horizontal (± 3

mm diatas servikal). Buat retensi dengan bur bulat kedalaman ± 2 mm di

sisi bukal dan lingual untuk keperluan stabilisasi. Kemudian buat bulatan

wax dengan diameter ± 3 mm dilekatkan diujung pin. Olesi permukaan

gigi yang dipreparasi dengan Vaseline (Prajitno, 1994)

40

Page 38: BAB II

4. Boxing Dan Pembuatan Basis

Dengan menggunakan selembar wax cetakan diboxing hingga

setinggi ujung pin yang telah diberi bulatan wax. Aduk gips putih

kemudian tuangkan kedalam cetakan yang telah diboxing setelah keras

kemudian dilepas dari cetakan (Smith dan Howe, 2007).

5. Pembuatan Pola Lilin

Yang diartikan dengan pola lilin atau wax-pattern ialah: suatu model

dari retainer atau restorasi yang dibuat dari lilin yang kemudian direproduksi

menjadi logam atau akrilik (Smith dan Howe, 2007).

Tujuan pembuatan pola lilin:

Mendapatkan retainer atau restorasi yang tepat, pas dan mempunyai

adaptasi yang sempurna dengan preparasi.

Memperoleh bentuk anatomi.

Menghasilkan suatu coran (casting) yang merupakan reproduksi yang

tepat (bentuk dan ukuran) dari pola lilin itu.

Mencapai hubungan yang tepat dengan gigi sebelahnya dan gigi lawan.

Membuat pola lilin dapat dengan cara :

Langsung (direct).

Tidak langsung (indirect).

Langsung - tidak langsung (direct – indirect) (Prajitno, 1994)

Lilin pola:

Lilin pola sebagai model di kedokteran gigi mempunyai sifat sanggup

dibentuk dalam keadaan plastis pada suhu antara cair dan kaku. Ada 2 macam

tipe lilin pola yang biasa dipakai :

41

Page 39: BAB II

Untuk cara langsung dipilih type 1 yang mempunyai sifat

menjadi sangat plastis pada suhu sedikit lebih tinggi di atas

suhu mulut, sehingga dapat memasuki sela-sela preparasi.

Untuk pola-pola indirect sebaiknya dipakai type II yang

membeku keras pada suhu kamar. (Prajitno, 1994)

Lilin pola yang baik harus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan

yang tercantum dalam American Dental Association Specification No. 4 for

Dental Inlay casting wax, mengenai pemuaian, penciutan, flow elastisitas, dan

plastisitas (Prajitno, 1994)

Selain dari sifat-sifat tersebut di atas, suatu lilin inlay harus:

Mempunyai warna yang menyolok supaya dapat mudah terlihat

di antara jaringan gigi dan gusi.

Bersifat kohesif jika dilunakan.

Dapat dipotong atau di ukir tanpa patah atau rempil.

Menguap habis jika dibakar/dipanasi suhu tertentu (Prajitno,

1994)

Distorsi pola lilin disebabkan oleh:

1. Perubahan-perubahan ukuran karena naik turunnya suhu.

2. Perbesaran tegangan (stress relese atau relaxation) yang secara

kodrat ada di dalam pola lilin, seperti:

o Pengisutan pada waktu pembekuan atau penurunan

suhu.

o Adanya hawa, gas atau air di dalam massa lilin yang

mengisut/memuai, menarik atau mendorong lilin yang

42

Page 40: BAB II

masih lunak akibat dari pengukiran, penambahan lilin

cair, atau pengambilan kelebihan lilin dengan alat yang

panas (Prajitno, 1994)

3. Flow atau “mengalirnya” lilin sebagai bahan amorph pada suhu

kamar, lebih tinggi suhunya, lebih besar flownya, jadi juga

lebih besar distorsinya. Sebagian dari distorsi dapat dicegah

atau dikurangi dengan cara:

o Menggunakan lilin inlay yang memenuhi syarat A.D.A

Specification No. 4 dan sesuai dengan teknik yang

dipakai. (type I atau type II).

o Sedapat mungkin mencegah penambalan lilin cair pada

pola atau mencairkan permukaan lilin setempat.

o Melunakkan lilin dengan seksama sampai seluruh massa

lilin menjadi lunak dengan cara memutar-mutar

sebatang lilin di atas nyala api.

o Menyimpan pola di tempat yang dingin, jika tidak

mungkin dilakukan pemendaman dengan segera.

o Memendam pola selekas mungkin setelah dikeluarkan

radi mulut atau setelah jadi dibentuk pada die (Prajitno,

1994)

a) Pembentukan mahkota lilin untuk mahkota penuh menurut

cara tidak langsung (indirect)

Sebagai pedoman dapat dipakai model penelitian (study model) yang

menunjukkan dentuk gigi sebelum direparasi. Yang perlu

43

Page 41: BAB II

diperhatikan ialah kecembungan permukaan bukal dan lingual,

bentuk dan ukuran bonjolan-bonjolan(cusp) dan letaknya daerah

kontak diproksimal (Prajitno, 1994)

b) Pembentukan mahkota lilin untuk mahkota penuh menurut

cara langsung (direct)

Dalam teknik langsung, penempatan saluran logam atau sprue dapat

dilakukan di luar atau di dalam mulut. Sedikit lilin ditambahkan

kepada pola ditempat di mana sprue akan dilekatkan, dengan

demikian pada waktu sprue pin yang panas di tempatkan, lilin

tambahan ini akan mengalir menghubungkan pola dengan sprue pin

dan pola tidak terganggu (Prajitno, 1994)

c) Pembuatan pola lilin secara langsung-tidak langsung (direct-

indirect

Dalam cara kerja ketiga yang merupakan paduan dari methoda

langsung dan tidak langsung, dilakukan percobaan/

checking di mulut dari pola lilin yang telah dibentuk pada model

kerja (die) (Prajitno, 1994)

6. Pontik

Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang

hilang dan berfungsi untuk mengembalikan fungsi kunyah dan bicara, estetis, comfort

(rasa nyaman), serta mempertahankan hubungan antar gigi tetangga sehingga

mencegah migrasi / hubungan dengan gigi lawan yang berdampak ekstrusi (Smith dan

Howe, 2007).

44

Page 42: BAB II

7. Penyemenan jembatan

Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi

penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan perlu

dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi

gingiva, yang mungkin juga disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa.

Hal tersebut harus dihindari oleh operator (Smith dan Howe, 2007).

Semen yang digunakan untuk melekatkan jembatan ialah zinc

phosphatesemen, semen silikofosfat, semen alumina EBA, semen polikarboksilat,

serta semen resin komposit. Pemilihan dilakukan berdasarkan sifat biologic, biofisik

serta pengaruh pada estetiknya (Smith dan Howe, 2007).

Tata cara penyemenan dengan menggunakan zinc phosphate cement :

1. Bubuk semen serta cairan diletakkan diatas glass pad

2. Campurkan bubuk pada cairan sedikit demi sedikit, di aduk merata

sampai 90 detik.

3. Adukan diratakan melebar pada kaca seluas mungkin

4. Adonan kemudian diisikan kedalam pemaut meliputi dinding

dalamnya tpis-tipis dan merata, sedang lekuk pada preparasi (bila ada)

diisi juga dengan adonan semen.

5. Jembatan kemudian ditempatkan pada penyangganya didalam mulut

dan ditekan dengan jari secara kuat ; dapat juga dipakai pemakai kayu

untuk lebih menekan jembatan pada tempatnya

6. Pasien diminta menggigit keras pada jembatannya, untuk mengecek

apakah oklusi sudah baik

7. Pasien diminta membuka mulut sebentar dan diminta menggigit

gulungan kapas, yang diletakkan pada oklusal gigi geligi.

45

Page 43: BAB II

8. Setelah semen keras, kelebihan semen dihilangkan dengan scaller

9. Sekali lagi, oklusi diperiksa dan sebelum pasien pulang, operator perlu

memberitahu cara membersihkan jembatan tersebut (Prajitno, 1994)

2.3.7 Macam-Macam Gigi Tiruan Jembatan

Gigi tiruan jembatan terdiri dari tiga macam, yaitu:

1. Traditional Fixed Bridge

Jenis ini adalah jenis yang paling sering digunakan dan terdiri dari pontik yang

dihubungkan dengan mahkota porselen pada gigi- gigi tetangga atau implant gigi.

Pontic biasanya terbuat dari porselen-metal atau keramik. Pontic bersifat permanen

dan tidak bisa dipindahkan (Barclay dan Walmsley, 1998)

2. Gigi Tiruan Jembatan Resin Atau Marryland Bridges

Gigi tiruan ini digunakan untuk menggantikan gigi hilang dimana gigi tersebut

terdapat pada bagian depan dan pada gigi tetangga masih sehat atau tidak terdapat

tambalan yang besar. Gigi yang akan diganti terbuat dari porselen dan terdapat sayap

metal yang dapat direkatkan pada bagian belakang gigi agar tidak kelihatan dari depan

(Barclay dan Walmsley, 1998)

3. Gigi Tiruan Jembatan Cantilever

Merupakan suatu prosthesis dimana gigi tiruan hanya didukung pada satu sisi

saja oleh satu atau lebih gigi abutment (penyangga) (Barclay dan Walmsley, 1998)

Adapun desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang ada

pada masing-masing ujung pontik dapat dibedakan menjadi 5 macam. Kelima desain

ini adalah (Smith dan Howe, 2007):

46

Page 44: BAB II

a. Fixed-fixed bridge

Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh

satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung dengan

gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. GTC

merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan gigi yang hilang dan

dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang hilang. Indikasi dari perawatan

dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung

dengan gigi penyangga yang mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang

(Smith dan Howe, 2007).

b. Semi fixed bridge

Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada

akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan

menahan perlekatan intracoronal yang memungkinkan derajat kecil pergerakan antara

komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi (Smith dan Howe, 2007).

c. Cantilever bridge

Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih

abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal

dari gigitiruan (Smith dan Howe, 2007).

d. Spring cantilever bridge

Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi

atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat

dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam

kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum

untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan pada pasien

47

Page 45: BAB II

yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di

sekitar anterior gigi yang hilang (Smith dan Howe, 2007).

e. Compound bridge

Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan

bersatu menjadi suatu kesatuan (Smith dan Howe, 2007).

2.3.8 Kegagalan Pemakaian Gigi Tiruan

Adapun beberapa bentuk kegagalan dari pemakaian gigi tiruan jembatan yang

dapat ditemukan antara lain :

1. Intrusi gigi pendukung, perubahan yang terjadi dimana posisi gigi pendukung,

menjauhi bidang oklusal.

2. Karies gigi pendukung, umumnya disebabkan karena pinggiran restorasi retainer

yang terlampau panjang, kurang panjang atau tidak lengkap serta terbuka. Sebab

lain, yaitu terjadi kerusakan pada bahna mahkota retainer yang lepas, embrasure

yang terlalu sempit, pilihan tipe retainer yang salah,serta mahkota sementara yang

merusak atau, mendorong gingival terlalu lama.

3. Periodontitis jaringan pendukung

4. Konektor patah.

5. Penderita mengeluh akan adanya perasaan yang tidak enak. Hal yang dapa

tmenyebabkan gangguan ini adalah kontak prematur atau oklusi yang tidak sesuai,

bidang oklusi yang terlalu luas dan atau penimbunan sisa makanan antara pontik

dan retainer, tekanan yang berlebih pada gingiva. Daerah servikal yang sakit, shok

termis oleh karena pasien belum terbiasa.

6. Retainer atau jembatan lepas dari gigi penyangga. Adakalanya satu jembatan yang

lepas secara keseluruhan dapat disemen kembali setelah penyebab dari lepasnya

48

Page 46: BAB II

restorasi tersebut diketahui dan dihilangkan. Jika tidak semua retainer lepas maka

jembatan dikeluarkan dengan cara dirusak dan dibuatkan kembali jembatan yang

baru, jika sesuatu dan kondisi memungkinkan

7. Jembatan kehilangan dukungan, dapat terganggu oleh karena jembatan, luas

permukaan oklusal, bentuk embrasure, bentuk retainer, kurang gigi penyangga,

trauma pada periodontium dan teknik pencetakan

8. Terjadi perubahan pada pulpa, dapat disebabkan oleh cara preparasi, preparasi

yang tidak dilindungi dengan mahkota sementara, karies yang tersembunyi,

rangsangan dari semen serta terjadinya perforasi

9. Jembatan patah. Dapat diakibatkan oleh hubungan oleh shoulder atau bahu yang

tidak baik, teknik pengecoran yang salah serta kelelahan bahan.

10. Kehilangan lapisan estetik

11. Sebab-sebab lain yang menyebabkan jembatan tidak berfungsi (Zhejian, 2007;

Machmud, 2008)

Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah berbagai

kegagalan tersebut dapat berupa pemilihan jumlah dan distribusi gigi pendukung,

aplikasi bahan pelapis lunak, pemakaian stres absorbing elemen dan pemakaian

konektor non rigid. Perbedaan gerakan gigi dan implan dapat menyebabkan berbagai

bentuk kegagalan pemakaian gigi tiruan jembatan dukungan gigi dan implan. Usaha

yang paling penting untuk diperhatikan dalam mencegah berbagai bentuk kegagalan

tersebut adalah dengan mencegah terjadinya tekanan berlebihan pada pendukung gigi

tiruan jembatan yang timbul akibat perbedaan pergerakan tersebut (Prajitno, 1994)

49