bab ii

Upload: uzaenalmuttaqin

Post on 13-Jul-2015

57 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

14

BAB II ANALISIS TEORITIS PENDIDIKAN KESHALEHAN SOSIAL MELALUI GERAKAN PEMBERDAYAAN ZIS

A.

Pengertian Pendidikan kesalehan sosial Untuk mengetahui tentang pendidikan keshalehan sosial, sebaiknya di ketahui dahulu mengenai pendidikan dan keshalehan sosial. 1. Pengertian Pendidikan Menurut bahasa pendidikan adalah pemeliharaan badan, bathin dan sebagainya. (WJS. Poerwadarminta 1976 : 125) Sedangkan menurut istilah pendidikan adalah Bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. (Ahmad D. Marimba 1987 : 97) Menurut seorang ahli pendidikan inggris bernama sir person bahwa pendidikan adalah upaya yang dilakukan oleh para orang tua maupun para guru untuk mempersiapkan generasi mendatan, atas dasar landasan pandangan hidup yang diyakini oleh masyarakat. (Muhammad Amin 1992 : 97) Menurut orang yunani bahwa pendidikan adalah usaha membantu manusia menjadi manusia, ( Ahmad Tafsir, : ) Adapun kriteria manusia adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri

15

2. 3.

Cinta akan tanah air Memiliki pengetahuan Kemampuan mengendalikan diri memang penting dalam

kehidupan ini telah diketahui sejak dulu sekali pada dekade 90-an (sekitar tahun 1995) muncul buku goleman yang menjelaskan betapa pentingnya kemampuan mengendalikan diri tersebut, ia menyebutkan Emotional Quetion (EQ) yang orang indonesia kenal sebagai kecerdasan emotional, Goleman mengatakan bahwa EQ lebih penting daripada IQ (Intelegence Quetion) nah orang yunani sudah lam mengenal istilah ini. Pytagoras salah satu filosof besar pada zaman itu memberi isyarat pada murid-muridnya tidak memakan kacang-kacang tanah dan ayam putih. Karena katanya dua makanan ini akan menyebabkan manusia sulit untuk mengendalikan diri. Cinta tanah air orang yunani lama menyebutkan itu adalah dalam arti cinta pada tempat tinggal, konsef inilah yang menjadi cikal bakal pelajaran civic dan kewarganegaraan yang kita kenal sekarang, kalau difikir-fikir, sebenarnya sampai sekarang inti civic tetap saja cinta tempat tinggal. Civic justru akan rusak manakala maknanya digeser dari

pengertian itu. Ya cinta tempat tinggal, jangan merusak alam, tidak membuang sampah sembarangan, tidak mencorat-coret tembok, jangan mengganggu ketenangan tetangga, bila yang seperti ini terwujud maka ketenangan hidup akan tercapai.

16

Bila konsep ini digeser, misalnya menjadi cinta bangsa maka bahannya ialah chauvinisme, bila disempitkan maka akan lebih bahaya lagi, bila diubah menjadi cinta dunia, maka konsep lain akan akan diterima sebagai terlalu luas dan abstrak, memang yang terbaik adalah cinta tempat tinggal, dimanapun ia berada ia akan mencintai tempat itu. Sekalipun tinggal di negara lain. Manusia yang menjadi tujuan pendidikan,haruslah memiliki pengetahuan yang tinggi, intinya ialah orang harus berfikir benar, mendengar ini mungkin akan ada orang yang bertanya adakah orang yang berfikir tidka benar. Banyak orang gilamisalnya, orang yang sudah kuat ekonominya, namun masih mencuri harta milik orang atau istilah kerennya adalah korupsi maka orang tersebut bis dikatakan orang yang tidak benar atau sejenis orang gila, ia orang yang sakit secara kejiwaan. Yang diatas itu ialah aspek pertama pada pendidikan yaitu tentang konsep manusia, konsep ini masih layak digunakan untuk saat sekarang jadi orang yang korupsi bisa dikategorikan orang yang tidak mampu berfikir benar dan tidak mampu untuk mengendalikan diri. Dan tidak cinta akan tempat tinggalnya karena dengan cara korupsi tempat tinggal dia atau bisa dikatakan negaranya akan mengalami krisis, berarti dia akan merusak tempat tinggalnya sendiri. Selain daripada itu pendidikan juga bisa diartikan sebagai sebuah proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk

17

menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Pendidikan juga lebih dari sekedar pengajaran. Karena, dalam kenyataannya, pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individuindividu. Dengan kesadaran tersebut, suatu bangsa atau negara dapat mewariskan kekayaan dan budaya atau pemikiran kepada generasi berikutnya, sehingga menjadi inspirasi bagi dirinya dalam setiap aspek kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan benar-benar merupakan latihan fisik, mental dan moral individu-individu, sehingga ia mampu menjadi manusia yang berbudaya dan menjadi warga negara yang berarti bagi suatu negara. Jhon stuart mill mengemukakan Pendidikan tidak hanya termasuk apapun yang kita lakukan diri kita suatu apa pun yang dilakukan bagi kita dengan lainnya untuk tujuan Ekspress membawa kita lebih dekat kepada kesempurnaan sifat kita itu tidak lebih dalam acception terbesar, itu memahami bahkan upaya tidak langsung diproduksi pada karakter, dan di fakultas manusia dengan hal-hal yang tujuan langsung sangat berbeda.(Azra, Azyumardi 1998 : 4) Sedangkan Jhon dewwey seorang ahli pendidikan mengemukakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental, secara intelektual dan emosional ke arah alam sesama manusia (Khursid, Ahmad 1958 : 9).

18

Para ahli pendidikan Indonesia sudah sejak lama berpandangan bahwa pendidikan umumnya berararti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya.(Azyumardi Azra, 1998 : 4). Dari beberapa pandangan diatas jelaslah bahwa pendidikan adalah suatu proses belajar dan penyesuaian individu-individu secara terusmenerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat, pendidikan merupakan proses yang komprehensif, mencakup seluruh aspek kehidupan untuk mempersiapkan mereka agar mampu mengatasi segala tantangan. 2. Pengertian Keshalehan Sosial Keshalehan sosial adalah sebuah bentuk kepedulian yang dimiliki terhadap sesama manusia. Adapun krieteria orang yang memiliki keshalehan sosial menurut adalah sebagai berikut : 1. Memiliki teladan yang baik 2. Mempunyai kepedulian/kesetiakawanan social 3. Semangat berinfaq, zakat dan shadaqoh 4. Memiliki disiplin waktu 5. Berjiwa toleran 6. Dapat memberi manfaat kepada sesama manusia 7. Tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa

19

8. Bijak dan bajik kepada tetangga 9. Tidak mengkomersilkan aib diri dan orang lain 10. Amar Maruf dan nahyi mungkar 11. Adil 12. Pemaaf dan bukan pendendam 13. Mendahulukan orang lain dari diri sendiri 14. Hormat pada orang tua dan sesama 15. Lebih mengutamakan budaya kasih sayang, bersikap santun dan 16. kekeluargaan. 17. Saling menasehati untuk mentaati kebenaran dan kesabaran 18. Memiliki semangat musyawarah 19. Berjiwa terbuka Berdasarkan pengertian diatas, bila disatukan dapat diambil suatu pengertian, bahwa pendidikan keshalehan sosial adalah bimbingan pendidikan terhadap anak didik yang dilakukan secara sadar untuk membantu manusia menjadi manusia, yaitu manusia yang seutuhnya yang peduli terhadap sesama manusia. Tidak arogan, memiliki sifat peduli, jauh dari sifat Individualistik, lebih mengutamakan budaya kasih sayang, hormat kepada orang tua, mempunyai sifat kekeluargaan, dan memiliki semangat untuk bermusyawarah.

20

B.

Pengertian Zakat, Infaq dan Shodaqoh 1. Pengertian dan Dasar Hukum (ZIS) Zakat, Infaq dan Shodaqoh Zakat secara etimologi berarti Nama yang artinya kesuburan, thaharah yang berarti kesucian, barokah yang berarti keberkahan juga tazkiyah thathier yang berarti mensucikan. Zakat itu pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu untuk diberikan kepada orang-orang tertentu (Al Majmu 5 : 325) Secara istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat.(Abdurrahim, dan Mubarak, 2002:11). Menurut hukum Islam (istilah syara), zakat itu adalah pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu untuk diberikan kepada orang-orang tertentu.(Al Mawardi dalam kitab Al hawiy). Secara lahiriah, zakat mengurangi nilai nominal (harta) dengan mengeluarkannya, akan tetapi dibalik pengurangan yang bersifat dhohir ini, hakikatnya akan bertambah dan berkembang (nilai intrinsik) yang hakiki disisi Allah Swt. Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda yaitu vertikal dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki bnyak arti dalam kehidupan umat Islam. Zakat memiliki banyak hikmah baik yang berkaitan dengan Allah secara langsung maupun hubungan sosial terhadap sesama manusia, antara lain akan menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan demikian, akan mampu melaksanakan

21

kewajibannya terhadap Allah Swt, memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari orang yang berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tidak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya. Zakat dapat mensucikan diri pribadi dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlak mulia, menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya terciptalah suatu rasa ketentraman batin jauh dari kegundahankegundahan. Mannan mendefinisikan zakat sebagai upaya untuk menyucikan yang menumpuk. (MA. Mannan, 1972 : 256). Hubungan dari pengertian zakat baik secara bahasa ataupu istilah adalah bahwasannya, zakat adalah harta yang dikeluarkan dan apabila harta itu dikeluarkan zakatnya maka akan menjadi berkah, suci, tumbuh dan berkembang. Zakat adalah ibadah yang bersifat maaliyah yang mempunyai dimensi pemerataan karunia yang diberikan kepada seseorang oleh Allah Swt sebagai fungsi sosial ekonomi dan sebagai perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan muslim, ciri dari kesholehan sosial seseorang, sebagai pengikat batin antara miskin dan kaya, sebagai tanda peka terhadap orang lain. Zakat juga mampu untuk mempersatukan umat karena melalui zakat lah akan terbentuk sebuah tatanan masyarakat islam yang maju dan peduli terhadap sesamanya, menciptakan

22

kehidupan yang harmonis dan rukun. Dalam kehidupan masyarakat seperti itu, maka tidak akan pernah terjadi bahaya kominisme karena melalui zakat kesenjangan sosial yang selalu memicu terjadi sebuah praktek-praktek kapitalisme dan sosialisme, karena dengan sendirinya hal tersebut mampu terkikis, menuju terbentukya sebuah tatanan masyarakat yang Baldatun thoyibatun wa Rabun Ghofur. (Hasan Rifai, 1996). Adapun pengertian infaq adalah penggunaan harta untuk memenuhi kebutuhan (Sharful maal ilal hajjah).(Al-Jurjani :39 :tt). Dengan demikian, infaq mempunyai cakupan yang lebih luas dibanding zakat dalam hal kategorisasi, infaq dapat diumpakan sebagai alat transportasi yang mencakup kereta api, sepeda motor, mobil dan kapal. Sementara zakat hanya di umpamakan sebagai mobil. Maka hibah, wasiat, wakaf nazar, nafkah kepada keluarga dan kaffarat berupa harta adalah termasuk infaq. Bahkan itu sendiri juga termasuk salah satu kegiatan infaq. Sebab semua itu merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan bagi pihak pemberi maupun pihak pemberi maupun pihak penerima. Dengan kata lain, infaq merupakan kegiatan penggunaan harta secara komsumtif, yang pembelanjaannya atau pengeluarannya untuk memenuhi kebutuhan, bukan secara produktif, yaitu penggunaan harta untuk

dikembangkan dan diputarkan lebih lanjut secara ekonomis (tanmiyatul maal).

23

Adapun istilah shodaqoh, maknanya berkisar kepada 3 pengertian yaitu sebagai berikut : Pertama, shodaqoh adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan atau pihak-pihak lain yang berhak menerima shodaqoh tanpa disertai imbalan (Mahmud Yunus, 33:1936), wahbah Az Zuhaili 919 : 1996). Shadaqoh ini hukumnya adalah sunnah bukan wajib, karena itu, untuk membedakan shodaqoh dengan zakat maka para fuqoha (ahli ilmu fiqih) menggunakan istilah shodaqoh tathawwu atau as shodaqoh al mafrudhah (Az Zuhaili 70: 1996). Namun seperti uraian Az Zuhaili (916 : 1996), hukum sunnah ini bisa menjadi haram bila diketahui bahwa penerima shadaqoh akan menggunakannya kepada hal yang haram, sesuai kaidah syara : Al wasillatu ilal haram haramun yakni segala yang diperantarakan kepada yang haram maka hukumnya haram pula. Bisa pula hukumnya wajib, misalnya untuk menolong orang yang berada dalam keadaan terpaksa (mudhthar) yang amat membutuhkan pertolongan, misalnya berupa makanan atau pakaian. Menolong mereka adalah untuk menghilangkan dharar (izalah ad dharar) yang wajib hukumnya. Jika kewajiban itu tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan shadaqoh maka shadaqah maka shadaqah itu hukumnya wajib. Sesuai kaidah syara : Maa laa yatimul wajibu illa bihi fahua wajibun. Yakni segala sesuatu yang tanpanya suatu kewajiban tak terlaksana sempurna, maka sesuatu itu menjadi wajib pula hukumnya.

24

Dalam urf (kebiasaan) para fuqaha, sebagaimana dapat dikaji dalam kitab kitab-kitab fiqh berbagai madzhab, jika disebut istilah secara mutlak, maka yang di maksudkan adalah shadaqah dalam arti yang pertama ini yang hukumnya bukan zakat. Kedua, shadaqah adalah identik dengan zakat (Zallum 148 : 1983). Ini merupakan makna kedua dari shadaqah, sebab dalam nash-nash syara terdapat lapazh shadaqah yang berarti zakat. Misalnya fiman Allah SWT :

sesungguhnya zakat-zakat itu adalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil-amil zakat........... (QS At Taubah : 60) Dalam ayat tersebut zakat diungkapkan dengan kata ash shadaqah. Begitu pula hadits sabda Rasullah SAW kepada Muadz bin jabal RA ketika ia diutus ke yaman :

...beritahukanlah kepada mereka (ahli kitab yang telah masuk islam), bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang kaya diantara mereka, dan diberikan kepada orang fakir diantara mereka....(HR. Bukhari dan Muslim). Pada hadits diatas , kata zakat diungkapkan dengan kata shadaqoh. Berdasarkan nash-nash diatas, shadaqah merupakan istilah lain dari zakat. Namun demikian, penggunaan kata shadaqah dalam arti zakat ini

25

tidaklah bersifat mutlak. Artinya untuk mengartikan shadaqah sebagai zakat haruslah berdasarkan qarinah (indikasi) yang menunjukan bahwa kata shadaqah dalam konteks ayat maupun hadits tertentu, artinya zakat yang berhukum wajib bukan shadaqah tathawwu yang berhukum sunnah. Pada ayat 60 surat At Taubah diatas lapadz asshadaqat diartikan zakat karena di ujung ayat terdapat ungkapan faridhatan minallah yang artinya sebagai suatu ketetapan Allah. Ungkapan ini merupakan qarinah yang menunjukan bahwa yang dimaksud dengan lapdz asshadaqat dalam ayat tadi adalah zakat yang wajib bukan shadaqah yang lain-lain. Begitu pula pada hadits muadz bin jabal kata shadaqah diartikan sebagai zakat, karena pada awal hadits terdapat lapadz iftaradha yang artinya mewajibkan atau memfardhukan. Ini merupakan qarinah bahwa yang dimaksud dengan shadaqah pada hadits itu adalah zakat, bukan yang lain. Dengan demikian kata shadaqah tidak dapat diartikan zakat kecuali bila terdapat qarinah yang menunjukannya. Ketiga, shadaqah adalah sesuatu yang maruf (benar dalam pandangan syara). Pengertian ini didasarkan pada hadits shahih riwayat imam muslim bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :

Artinya : setiap kebaikan adalah shadaqah (HR. Muslim)

26

Berdasarkan ini maka mencegah diri dari perbuatan maksiat adalah merupakan shadaqah, memberi nafkah kepada keluarga adalah shadaqah, ber amar maruf nahi munkar juga shadaqah. Adapula yang mendefinisikan shodaqoh adalah : adalah segala pemberian yang dengannya kita mengharap pahala dari Allah SWT (Al Jurjani, tt : 132). Pemberian (Al athiyah) di sini dapat diartikan secara luas, baik pemberian yang berupa harta maupun pemberian yang berupa suatu sikap atau perbuatan baik. Namun demikian bisa saja lafazh shadaqah dalam suatu nash bisa memiliki lebih dari satu makna, tergantung qarinah yang menunjukannya. Maka bisa saja shadaqah dalam suatu nash berarti zakat sekaligus berarti shadaqah sunnah. Misalnya firman Allah SWT :

Artinya : Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka........(At Taubah : 103) Kata shadaqah pada ayat diatas dapat diartikan zakat karena kalimat sesudahnya kamu membersihkan dan mensucikan mereka menunjukan makna bahasa dari zakat yaitu tat-thir yang artinya mensucikan. Dapat pula diartikan shadaqah (yang sunah), karena asbabun nuzulnya berkaitan dengan harta shadaqah, bukan zakat menurut ibnu

27

katsir (400-401 : 1989) ayat ini turun sehubungan dengan beberapa orang yang tertinggal dalam perang tabuk, lalu bertaubat seraya berusaha menginfaqan hartanya. Jadi penginfaqan harta mereka, lebih bermakna sebagai penebus dosa daripada zakat. Karena itu, ibnu katsir berpendapat bahwa kata shadaqah dalam ayat di atas bermakna umum, bisa shadaqah wajib (zakat) atau shadaqah sunnah (Ibnu Katsir, 400 : 1989). As Sayyid sabiq dalam kitabnya Fiqhu sunnah Juz I (277 : 1992) juga menyatakan shadaqah tathawwu. Dari uraian diatas maka yang dimaksud dengan infaq adalah suatu bentuk kegiatan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan pihak pemberi maupun pihak penerima. Zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta tertentu, penerimanya juga telah ditentukan yaitu terdiri dari 8 asnaf sementara shadaqah adalah pemberian berupa harta maupun perbuatan baik. Shodaqah wajib disebut zakat (berupa harta). Shadaqah sunnah, tidak harus berupa harta dan tidak ditentukan besarnya serta dapat diberikan kepada siapa saja. Namun walaupun ada perbedaan dalam segi pengertian tapi ketigatiganya tetap sama yakni untuk memupuk dan meningkatkan rasa solidaritas dan kepekaan karena ummat Islam adalah umat yang mulia. Umat yang diciptakan oleh Allah untuk mengemban tugas sebagai Khalifah di muka bumi, tugas umat islam ialah mewujudkan kehidupan

28

yang adil, makmur, tentaram dan sejahtera. Oleh karena itu, Islam seharusnya menjadi rahmatan lil alamin. Tapi kenyataanya Islam masih jauh dari kondisi ideal, karena belum optimal dalam mengelola potensi yang ada (Qs. Ar-Radu : 11). Andai semua potensi yang ada dan melimpah dikembangkan secara baik, dipadu dengan aqidah islamiyah (tauhid), tentu akan memberikan hasil yang optimal. Dengan demikian, kesadaran beragama dan ukhuwah islamiyah kaum muslumin akan semakin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kemiskinan dan kesenjangan sosial akan semakin sedikit. Salah satu sisi ajaran islam yang perlu dikembangkan dan ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pemberdayaan Zakat, infaq dan shodaqoh. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Potensi dana dana zakat, infaq dan shodaqoh, menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan islam yang berdiri atas prinsipprinsip: ummata wahidatan (umat yang satu), ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan takaful ijtima (tanggung jawab bersama). Zakat menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta dan keseimbangan tanggung jawab individu-individu dalam masyarakat.

29

1. Dasar Hukum Zakat, infaq dan shodaqoh

Zakat dalam Alquran disebut sebanyak 82 kali. (M. Fuadz Baqi : tt) ini menunjukan dasar hukum zakat yang sangat kuat, antara lain :

Artinya : dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Apapun yang diusahakan oleh kamu, tentu kamu akan mendapat pahalanya disisi Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui kegiatan apapun yang kamu kerjakan.(Al-Baqarah : 110). Dengan demikian hukum zakat adalah wajib bagi orang yang sudah mencapai nisab, sedangkan infaq dan shodaqoh hukumnya adalah sunat. 2. Jenis Zakat dan perkembangannya Secara umum zakat terbagi menjadi dua : pertama, zakat yang berhubungan dengan badan atau disebut zakat fitrah. (Ibnu Rusyid, tt : 178-202) kedua, zakat yang berhubungan dengan harta atau zakat mal. Zakat fitrah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari nafkah keluarga yang wajar yang dilaksanakan maksimal sebelum khatib turun dari mimbar pada hari raya idul fitri, sebagai tanda syukur kepada Allah karena telah selesai menunaikan ibadah puasa. Selain untuk menggembirakan hati fakir miskin pada hari raya idul fitri, zakat fitrah dimaksudkan untuk mensucikan dan membersihkan dosadosa kecil yang mungkin ada ketika melaksanakan puasa ramadhan. (Daud Ali, 1998 : 49)

30

Menurut UU. 38/1999 dalam menjelaskan pasal 11, zakat mal adalah bagian harta yang disishkan oleh seorang muslim atau badan dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak

menerimanya. Daud Ali berpendapat, zakat mal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan huku) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. ( Muhammad Daud Ali, 1998 : 42) Jenis-jenis harta yang menjadi sumber zakat yang dikemukakan secara terperinci dalam Al-Quran dan hadits, pada dasarnya ada empat jenis, yaitu tanam-tanaman, buah-buahan, hewan ternak, emas dan perak, serta harta perdagangan.(Didin Hafidhudin, 2002 : 28) Sedangkan pada jenis harta yang berkembang pada masa sekarang, Hasbi Ash-Sidiqiey menyebutkan, kini banyak jutawan membangun rumah, vila, bungalow, motel, toko dan bangunan-bangunan lain untuk disewakan, untuk memperoleh penghasilan daripadanya. (Hasbi AshShidieqiy, 1976 : 51) Dari jenis harta ini, ia menyebutkan untuk dipungut zakat karena jika tidak akan terdapat suatu kepincangan dan kedzaliman karena ketidakadilan. Sementara Didin Hafidhuddin menyebutkan sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern diantaranya adalah zakat surat-surat

31

berharga seperti saham dan obligasi, zakat perdagangan mata uang, zakat madu dan produk hewani, zakat investasi properti, zakat asuransi syariah, zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung walet, ikan hias, dan zakat sektor rumah tangga modern. (Didin Hafidhuddin, 2002 : 103-121) a. Sektor-sektor pertanian modern yang sangat potensial adalah : 1). Sektor pertanian Ada lima arti penting pertanian ; a). Sebagai sumber pokok mata pencaharian b). Sebagai sumber persediaan pangan c). Sebagai pasar pokok industri d). Sebagai sumber pendapatan dalam perdagangan luar negeri. e). Sebagai sumberdaya bagi sektor-sektor ekonomi lainnya. (Sicat dan Ardnt, 1991 : 3) 2). Sektor industri 3). Jasa b. Sektor-sektor ekonomi modern meliputi : 1). Zakat profesi 2). Zakat perusahaan 3). Zakat surat-surat beharga dan obligasi

32

4). Zakat perdagangan mata uang 5). Zakat hewan ternak yang diperdagangkan 6). Zakat madu dan produk hewani 7). Zakat investasi 8). Zakat asuransi 9). Zakat usaha modern seperti tanaman anggrek ikan hias dan sebagainya 3. Golongan Penerima Zakat Sesuai dengan firman Allah bahwa zakat diberikan kepada delapan asnaf:

sesungguhya sedekah (zakat) itu diperuntukan kepada fakir miskin, amil zakat, muallaf, hamba sahaya, orang berhutang, orang yang berjuang dijalan Allah, dan para musafir sebagai suatu ketentuan dari Allah (Qs. Attaubah/9 : 60) Afzalurrahman menegaskan bahwa kelompok yang berhak menerima zakat telah ditetapkan dalam kitab suci Al-Quran, oleh karena itu, negara tidak mempunyai otoritas untuk mempergunakan dana zakat selain untuk kepentingan delapan Asnaf di atas. (Afzurrahman, 1996 : 295)

33

a. Golongan Fakir Golongan yang memiliki harta namun kebutuhan hidup mereka lebih banyak dibandingkan dengan harta yang mereka miliki, (Taqyudin Abu Bakar Ibnu Muhammad al-Husaini, 1995 : 441) atau oarang yang sehat yang jujur tetapi tidak memiliki pekerjaan sehingga tidak mempunyai penghasilan. (Afzulrrahman, 1996 : 295) Fakir berarti orang yang sama sekali tidak memiliki pekerjaan, ataun orang yang mempunyai penghasilan namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. (Mansyur Ali Nashif, tt : 29) Selaras denagn pendapat ini, Taqyudin Abu Bakar menyatakan fakir yaitu orang-orang yang memeliki pekerjaan, namun penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya misalnya,

seseorang membeutuhkan RP. 25.000/hari tetapi hanya memiliki Rp. 2.500. (Lili Bariadi, Muhammad Zain dan M. Hudri, 2005 :12) b. Golongan Miskin Golongan orang yang mempunyai harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya namun tidak memenuhi standar. (Taqyudin Abu Bakar Muhammad al-Husaini, 1995 : 445) atau orang yang lemah dan tidak berdaya (cacat) karena telah berusia lanjut, sakit atau karena akibat dari peperangan, baik mapu bekerja maupun tidak namun tidak memiliki penghasilan yang memadai untuk menjamin kebutuhan sendiri dan keluarganya. (Afzulrrahman,

34

1996 : 298) misalnya, seseorang membutuhkan Rp. 10.000,-/hari akan tetapi hanya mempunyai Rp. 7.000,-/hari. (Taqyudin Abu Bakar Ibnu Muhammad al-Husaini, 1995 : 445) c. Golongan Amilin Amilin adalah para pekerja yang telah ditentukan dan diserahi tugas untuk mengambil harta zakatdari wajib zakat, mengumpulkan, menjaga dan menyalurkannya. (Ibnu.Qudamah, tt : 694) dengan kata lain amilin adalah badan atau lembaga yang mengurus dan mengelola zakat, terdiri dari orang-orang yang diangkat oleh pemerintah atau masyarakat. (Qurasy Shihab : 2000) menurut Syafii, amil mendapat bagian seperdelapan dari seluruh zakat yang terkumpul, untuk digunakan sebagai biaya operasional, administrasi dan honor/gaji bagi anggota tim. Setiap amil boleh menerima zakatnya sebagai petugas sesuai dengan kedudukan dan prestasi kerjanya, kendatipun dia orang kaya. (A.Nawawi Rambe, 1994 : 219) 3. Tujuan dan hikmah zakat Menurut Yusuf Qardhawi tujuan zakat itu dibagi menjadi dua yaitu, tujuan untuk hidup individual dan untuk tujuan sosial

kemasyarakatan. Tujuan yang pertama meliputi pensucian jiwa dari sifat kikir, mengembangkan sifat suka berinfaq atau memberi, mengembangkan

35

akhlak seperti akhlak Allah, mengobati hati dari cinta dunia yang membabi buta, mengembangkan kekayaan batin dan menumbuhkan rasa simpati dan cinta sesama manusia. Dengan kata lain, esensi dari semua tujuan adalah untuka memberikan pendidikan yang bertujuan untuk memperkaya manusia dengan nilai-nilai spiritual yang dapat

meningkatkan harkat dan martabat manusia melebihi martabat benda, menghilangkan sifat kikir dan materialistis dalam diri manusia. (Yusuf Qardhawi, 1991 : 848-876) Tujuan kedua memiliki dampak pada kehidupan kemasyarakatan secara luas. Dari segi kehidupan masyarakat, zakat merupakan suatu bagian dari sistem jaminan sosial dalam Islam. Kehidupan masyarakat sering terganggu oleh problema kesenjangan sosial, gelandangan, problema kematian dalam keluarga dan hilangnya perlindungan, problema bencana alam maupun kultural dan lain sebagainya. (Ibid,881 917) Sedangkan tujuan dan hikmah lain dari zakat, Didin Hafiduddin menguraikan sebagi berikut : pertama, menupaka perwujudan ketundukan, ketaatan dan rasa syukur atas karunia tuhan (QS. Attaubah : 103 ; ArRum : 39) kedua, zakat menupakan hak mustahik yang berpungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak dan dapat beribadah kepada Allah; ketiga, merupakan pilar

36

dari hak orang lain atas harta yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai ketentuan Allah swt; keenam, merupakan salah satu instruemn bagi pembangunan kesejateraan umat, pertumbuhan dan pemerataan

pendapatan; ketujuh, mendorong umat untuk bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta untuk dapat memenuhi kehidupan diri dan keluarganya serta dapat berzakat dan berinfaq. (Didin Hafidhuddun, 2002 : 10-15) C. Hubungan Pendidikan Kesalehan Sosial dengan optimalisasi ZIS (Zakat, infaq dan shodaqoh)1.

Optimalisasi ZIS (Zakat, infaq dan shodaqoh) sebagai

sarana pendidikan kesalehan sosial ZIS (Zakat, infaq dan shodaqoh), merupakan sarana pendidikan yang punya kedudukan sangat penting dan strategis dalam membentuk manusia yang bukan hanya mementingkan kepedulian individu namun juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Yusuf Qardhawi membagi dua tujuan dari ajaran ZIS (Zakat, infaq dan shodaqoh), yaitu tujuan untuk kehidupan individu dan tujuan sosial kemasyarakatan. Tujuan yang pertama meliputi pensucian jiwa dari sifat kikir, mengembangkan sifat suka memberi, mengembangkan akhlak seperti Akhlak Allah SWT, mengobati hati dari cinta dunia yang membabi buta, mengembangkan kekayaan batin dan menumbuhkan rasa simpati dan cinta sesama manusia. Dengan ungkapan lain, esensi dari semua tujuan ini adalah

37

pendidikan yang bertujuan untuk memperkaya jiwa manusia dengan nilai-nilai spiritual yang dapat meninggikan harkat dan martabat manusia melebihi martabat benda dan menghilangkan sifat materialisme dalam diri Manusia. (Lili Bariadi, Muhammad Zain dan M Hudri, 2005 : 16-17)2.

Pemberdayaan ZIS (Zakat, infaq dan shodaqoh) sebagai

sarana penyeimbangan antara kesalehan individu dengan kesalehan sosial Pemberdayaan ZIS (Zakat, infaq dan shodaqoh), di samping sebagai sarana pendidikan kesalehan sosial, juga menjadi sebuah saran supaya manusia berkesinambungan dalam hal kesalehan individual dengan kesalehan sosial. Karena untuk mencapai predikat Insan Kamil maka salah satu syaratnya adalah memiliki kesalehan individual dengan kesalehan sosial yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Menurut Muhammad Daud Ali bahwa tujuan pokok dalam pelaksanaan ZIS (Zakat, infaq dan shodaqoh) adalah untuk mengembangkan rasa tanggung jawab sosial khususnya bagi mereka yang memiliki harta berlebih. (Muhammad Daud Ali, Sehingga umat muslim memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan ajaran Allah SWT (Zainal Muttaqin, 1997 : 2).

38