bab i pendahuluanetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/s1-2017... · 1 bab i...

34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu sindrom kompleks dengan ciri-ciri terdapat hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan karena defek sekresi insulin (Nugroho, 2013). Berdasarkan data IDF terdapat 382 juta orang dengan diabetes di seluruh dunia pada tahun 2013 sehingga tren penyakit ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2035 jumlah tersebut akan terus bertambah menjadi sebanyak 592 juta orang (IDF dalam Kemenkes RI, 2014). Sedangkan di Indonesia sendiri, jumlah pasien DM juga mengalami kenaikan, dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 akan diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2020 (Damayanti, 2013). Dari data di atas menjadi bukti bahwa prevalensi DM akan terus bertambah seiring waktu. Sementara itu penyakit DM juga termasuk dalam penyakit kronis yang akan terus menyertai sepanjang hidup penderita dan juga dapat menimbulkan penyakit komplikasi lain sehingga harus dilakukan terapi secara terus-menerus sepanjang hidup penderita (Ningtyas, 2013). Oleh karena DM akan terus menyertai hidup penderita maka tentunya penyakit ini berdampak pada kualitas hidup para pasien (Rizkifani, et al., 2014). Sedangkan kualitas hidup yang secara langsung berkaitan dengan kesehatan individu disebut dengan Health-related Quality of Life (HRQOL). HRQOL

Upload: phamthien

Post on 01-Apr-2019

251 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu sindrom kompleks

dengan ciri-ciri terdapat hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein yang disebabkan karena defek sekresi insulin (Nugroho, 2013).

Berdasarkan data IDF terdapat 382 juta orang dengan diabetes di seluruh dunia pada

tahun 2013 sehingga tren penyakit ini diperkirakan akan terus mengalami

peningkatan. Pada tahun 2035 jumlah tersebut akan terus bertambah menjadi

sebanyak 592 juta orang (IDF dalam Kemenkes RI, 2014). Sedangkan di Indonesia

sendiri, jumlah pasien DM juga mengalami kenaikan, dari 8,4 juta jiwa pada tahun

2000 akan diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2020 (Damayanti,

2013). Dari data di atas menjadi bukti bahwa prevalensi DM akan terus bertambah

seiring waktu.

Sementara itu penyakit DM juga termasuk dalam penyakit kronis yang akan

terus menyertai sepanjang hidup penderita dan juga dapat menimbulkan penyakit

komplikasi lain sehingga harus dilakukan terapi secara terus-menerus sepanjang

hidup penderita (Ningtyas, 2013). Oleh karena DM akan terus menyertai hidup

penderita maka tentunya penyakit ini berdampak pada kualitas hidup para pasien

(Rizkifani, et al., 2014).

Sedangkan kualitas hidup yang secara langsung berkaitan dengan kesehatan

individu disebut dengan Health-related Quality of Life (HRQOL). HRQOL

Page 2: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

2

merupakan sebuah luaran menurut penilaian pasien atau luaran dari sudut pandang

pasien yang berkaitan dengan persepsi kesehatan, perasaan nyaman, dan

kemampuan fungsional (Andayani, 2013). HRQOL dapat menganalisa kualitas

hidup pasien dengan cara mengukur berdasarkan laporan pasien dan mencakup

domain yang relevan pada kemampuan fungsional sehari-hari. Pengukuran tersebut

dilakukan dengan dua pendekatan kuesioner, yaitu kuesioner general dan kuesioner

spesifik. Kuesioner general merupakan kuesioner yang dapat digunakan untuk

menilai dan membandingkan status kesehatan pasien pada wilayah yang luas

dengan perbedaan status kesehatan, kondisi, dan penyakit sementara kuesioner

spesifik merupakan kuesioner yang di dalamnya terdapat beberapa hal yang

langsung terkait dengan penyakit yang bersangkutan (Cramer, 2002).

Salah satu instrumen generik yang baku dan sudah luas dipakai dalam berbagai

penelitian kualitas hidup adalah Euro Quality of Life 5 Dimension (EQ-5D).

Kuesioner EQ-5D sendiri memiliki dua macam bentuk yang didasarkan pada

tingkat respons pasien, yaitu EQ-5D dengan 3 tingkat level respons dan EQ-5D

dengan 5 level respons. Bentuk terbaru kuesioner EQ-5D adalah 5 level respons

yang dibuat untuk untuk meningkatkan sensitivitas instrumen (Reenen dan Oppe,

2015; Reenen dan Janssen, 2013). Kuesioner EQ-5D merupakan kuesioner yang

dikembangkan untuk mengukur kualitas hidup secara multidimensional oleh

kelompok peneliti multidisiplin yang fokus terhadap pengukuran profil kesehatan.

Di Indonesia, kuesioner EQ-5D telah diterjemahkan secara baku ke dalam bahasa

Indonesia sehingga tidak diperlukan uji pendahuluan.

Page 3: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

3

Pada penelitian ini akan dibandingkan mengenai kuesioner EQ-5D 3L dan 5L

pada populasi pasien dengan diabetes mellitus di Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Sleman. Pada penelitian yang dilakukan pada pasien dengan DM di Thailand

menunjukan bahwa 5L memiliki kesesuaian dibandingkan dengan 3L untuk

mengukur status kesehatan pasien (Pattanaphesaj, et al., 2015). Penelitian ini

diperlukan untuk mengetahui kesesuaian kedua bentuk kuesioner. Dengan

mengetahui kesesuaian kuesioner diharapkan akan dapat memberikan saran

mengenai versi kuesioner EQ-5D untuk pengukuran kualitas hidup yang sesuai

untuk populasi pasien dengan DM di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah nilai psychometric properties kuesioner EQ-5D-3L dan EQ-

5D-5L pada populasi diabetes mellitus di Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Sleman?

2. Kuesioner versi manakah di antara EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L yang lebih

sesuai untuk digunakan pada populasi diabetes di Kota Yogyakarta dan

Kabupaten Sleman?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian untuk menganalisis validitas dan reliabilitas kuesioner EQ-5D-

3L dan EQ-5D-5L telah banyak dilakukan di berbagai negara pada kelompok pasien

diabetes mellitus dan juga pada berbagai kelompok populasi dengan penyakit

tertentu. Beberapa penelitian tersebut antara lain:

1. Penelitian oleh Phattanaphesaj (2015) membandingkan kuesioner EQ-5D-

3L dan 5L untuk mengukur psychometric properties pada pasien diabetes

Page 4: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

4

mellitus tipe 2 di Thailand. Hasil dari penelitian tersebut adalah kuesioner

EQ-5D-5L lebih direkomendasikan untuk mengukur kualitas hidup pasien

diabetes di Thailand karena menunjukan ceiling effect yang lebih rendah,

discriminatory Power yang lebih besar, dan merupakan preferensi dari

responden yang terlibat.

2. Penelitian oleh Koh (2016) mengembangkan kuesioner EQ-5D-5L versi

Brunei Darussalam dan menganlisis psychometric properties dari kuesioner

EQ-5D-5L pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Hasil dari penelitian

tersebut adalah index dari kuesioner EQ-5D-5L menunjukan pengukuran

yang valid dan reliabel pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Brunei.

3. Penelitian oleh Wang (2016) membandingkan kuesioner EQ-5D-3L dan 5L

untuk mengukur discriminative power pada pasien diabetes mellitus di

Singapura . Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa kuesioner

EQ-5D-5L mempunyai discriminative power yang lebih tinggi dibanding

dengan versi 3L. Hal tersebut menunjukan bahwa kuesioner EQ-5D-5L

lebih tepat dipakai pada pasien diabetes mellitus di Singapura.

4. Penelitian oleh Yfantopoulos dan Chantzaras (2016) memvalidasi dan

membandingkan psychometric properties dari instrumen EQ-5D-3L dan 5L

pada populasi di Yunani. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa

kedua instrumen EQ-5D mempunyai validitas konstruk yang baik dan

mempunyai redistribusi yang konsisten. Akan tetapi EQ-5D-5L lebih

menjadi preferensi karena mempunyai ceiling effect yang lebih kecil,

Page 5: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

5

validitas konvergen yang lebih baik, validitas known-group yang lebih

efisien dan pemahaman relatif dan absolut yang lebih tinggi.

5. Penelitian oleh Ferreira (2016) membandingkan performa dari kuesioner

EQ-5D-3L dan 5L pada populasi dewasa awal di Portugal. Hasil dari

penelitian ini menyatakan bahwa EQ-5D-5L mempunyai performa yang

lebih baik dari 3L.

Penelitian mengenai perbandingan psychometric properties dari kuesioner

EQ-5D-3L dan 5L, sepanjang pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan di

Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini akan diadakan untuk mengetahui

validitas dan reliabilitas dari kedua versi kuesioner EQ-5D berdasarkan nilai

psychometric properties kuesioner tersebut yang digunakan untuk mengukur

status kesehatan dari pasien dengan diabetes mellitus.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui nilai psychometric properties kuesioner EQ-5D-3L dan EQ-

5D-5L pada pasien dengan diabetes mellitus di Kota Yogyakarta dan

Kabupaten Sleman.

2. Menganalisis kuesioner yang lebih sesuai pada populasi diabetes Mellitus

di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman antara kuesioner EQ-5D 3L dan

5L.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

Page 6: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

6

1. Bagi Institusi dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian lanjutan

di bidang farmakoekonomi.

2. Bagi negara dapat digunakan untuk memberi masukan mengenai

pengukuran kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner EQ-5D untuk

membuat kebijakan terkait.

3. Bagi klinisi dapat mengetahui kualitas hidup pasien dengan diabetes

mellitus dan mengetahui nilai utilitas dari responden.

4. Bagi pasien dan masyarakat dapat mengetahui tingkat status kesehatan dan

kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang sesuai.

F. TINJAUAN PUSTAKA

1. Penyakit Diabetes Mellitus

a. Definisi

1) Diabetes Mellitus

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronik dan

progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hal ini mengakibatkan awal

terjadinya hiperglikemik (Black & Hawk dalam Damayanti, 2015). Kondisi

hiperglikemik terjadi pada saat glukosa tidak dapat dikelola atau masuk ke

dalam sel untuk dimanfaatkan sehingga membuat kadar glukosa dalam

darah meningkat (Nugroho, 2013). Ketidakmampuan tubuh untuk

mengelola dan memanfaatkan glukosa terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kelainan kerja insulin, atau kombinasi keduanya (ADA, 2010).

Page 7: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

7

Kelainan Insulin tersebut dapat berupa defisiensi insulin absolut, gangguan

pengeluaran insulin oleh sel beta pankreas, kerusakan pada reseptor insulin,

produksi insulin yang tidak aktif, dan juga kerusakan insulin sebelum

bekerja (Sudoyo et al dalam Damayanti, 2015).

2) Hormon Insulin

Insulin merupakan hormon utama yang berperan dalam metabolisme

energi dan memiliki efek untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah.

Hormon ini diproduksi oleh sel β Langerhans pankreas dan akan dilepaskan

oleh pankreas ketika terdapat glukosa yang masuk ke dalam sel β pankreas

tersebut (Nugroho, 2013). Insulin dapat menurunkan konsentrasi glukosa

darah karena memiliki mekanisme mengubah glukosa menjadi bentuk

cadangan, yang disebut glikogen, pada organ hati dan otot.

b. Epidemiologi diabetes

Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 memperlihatkan bahwa

terjadi kenaikan hampir dua kali lipat proporsi penderita diabetes mellitus pada usia

15 tahun ke atas dibandingkan pada tahun 2007. Penderita diabetes mellitus pada

usia 15 tahun ke atas pada tahun 2013 di Indonesia mencapai 12.191.564 orang.

Dari jumlah penderita tersebut dapat digolongkan menjadi penderita yang telah

terdiagnosis sebanyak 3.706.236 orang sementara penderita yang belum

terdiagnosis berjumlah 8.485.329 orang. Persentase jumlah penderita yang belum

terdiagnosis mencapai 69,6% yang menunjukan bahwa angka penderita belum

terdiagnosis masih tinggi. Pada penderita toleransi gula terganggu (TGT) di

Indonesia sendiri pada tahun 2013 mencapai 52.830.111 orang dan juga pada

Page 8: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

8

penderita gula darah puasa terganggu mencapai 64.668.297 di mana kedua kondisi

ini memiliki resiko untuk berkembang menjadi diabetes tipe II.

Sedangkan pada Provinsi D.I. Yogyakarta, jumlah penderita diabetes yang

sudah pernah terdiagnosis sebesar 72.207 orang. Selain itu terdapat 11.109 orang

yang belum terdiagnosis diabetes akan tetapi mengalami gejala klinis diabetes yaitu

sering haus, lapar buang air kecil dan penurunan berat badan. Jumlah total tersebut

memiliki prosentase sebesar 2,9% dari total penduduk Yogyakarta yang berumur

lebih dari 15 tahun.

c. Klasifikasi dan etiologi diabetes

Berdasarkan American Diabetes Association pada tahun 2010

mengklasifikasikan diabetes menjadi empat jenis, yaitu: DM tipe I, DM tipe II, DM

tipe spesifik lain, dan DM gestational.

1) DM tipe I

Diabetes tipe I ini terbagi lagi menjadi dua sup tipe yaitu tipe diabetes

yang diakibatkan proses imunologi (immune-mediated diabetes) dan

diabetes idiopatik. Immune-mediated diabetes ini disebabkan karena terjadi

destruksi sel β pankreas akibat proses autoimun. Pasien dengan diabetes tipe

ini juga mengalami kecenderungan untuk mengalami penyakit autoimun

lain, seperti sindrom graves, sindrom addison dan juga myasthenia grafis.

Pasien pada diabetes tipe ini jarang yang menderita obesitas sehingga

obesitas tidak dapat digunakan untuk diagnosis diabetes tipe ini. Sedangkan

etiologi pada diabetes idiopatik tidak dapat diketahui secara pasti. Dari

beberapa pasien menunjukan mengalami kekurangan insulin secara

Page 9: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

9

permanen dan cenderung mengalami ketoasidosis. Diabetes idiopatik juga

cenderung untuk diwariskan kepada keturunan dari penderita.

2) DM tipe II

Diabetes Mellitus tipe II ini dikenal sebagai diabetes Non Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes tipe II ini adalah diabetes

dengan jumlah pasien terbanyak sekitar 90-95% dari total penderita

diabetes. Penyebab dari NIDDM ini dapat terjadi karena berbagai alasan.

Sementara faktor yang membuat diabetes tipe II ini terjadi adalah penurunan

respons jaringan terhadap insulin dan juga penurunan produksi insulin

akibat regulasi sekresi terganggu atau terjadi kerusakan fungsional pada sel

β Langerhans. Pasien dengan NIDDM ini memiliki resistensi insulin karena

efek insulin berkurang walaupun kadarnya tetap sebagai akibat dari faktor

pertama. Sebagai akibat dari faktor kedua pasien akan mengalami defisiensi

terhadap insulin karena terjadi penurunan sekresi insulin. Kedua faktor

tersebut membuat kadar glukosa dalam darah meningkat (Nugroho, 2013).

Individu yang berisiko terkena diabetes tipe 2 ini adalah

a) Individu yang mempunyai sindroma resisten insulin

b) Individu yang memiliki kelebihan berat badan

c) Individu yang memiliki umur lebih dari 40 tahun

d) Faktor keturunan

e) Wanita dengan diabetes gestasional atau memiliki bayi berukuran

besar

(Dunning dalam Damayanti, 2015)

Page 10: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

10

3) DM tipe spesifik lain

Diabetes tipe ini disebabkan oleh kondisi atau sindrom yang spesifik

pada suatu individu. Oleh karena adanya kondisi spesifik tersebut maka

diabetes tipe ini dapat digolongkan lagi menjadi:

a) Gangguan genetik dari sel β

Tipe diabetes ini dapat disebabkan karena terjadinya kesalahan

fungsi daripada sel β pankreas. Kesalahan fungsi sel β tersebut

disebabkan adanya mutasi pada kromosom 12 di dalam faktor

transkripsi hepar yang dikenal dengan HNF-1α (hepatocyte Nuclear

factor-1α).

b) Gangguan genetik pada fungsi insulin

Fungsi insulin dapat terganggu disebabkan oleh faktor-faktor yang

belum dapat dijelaskan. Ketidaknormalan dari metabolisme insulin

dapat dihubungkan dengan adanya mutasi dari reseptor insulin. Faktor

mutasi reseptor insulin adalah pemicu diabetes tipe ini

c) Penyakit eksokrin pankreas

Berbagai faktor atau proses yang dapat membuat terjadinya

kerusakan pada pankreas dapat menginisiasi terjadinya diabetes.

Kerusakan tersebut membuat massa sel β akan berkurang.

Berkurangnya massa sel β ini membuat produksi insulin berkurang juga

sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan akan insulin sehingga kadar

glukosa dalam darah akan naik.

d) Endocrinopathy

Page 11: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

11

Beberapa hormon, seperti Growth hormone, cortisol, ephinefrin, dan

glukagon, memiliki sifat antagonis terhadap aksi insulin. Diabetes dapat

muncul apabila terjadi kondisi sekresi hormon berlebih tersebut.

Kebanyakan pasien yang mengalami diabetes ini sudah terlebih dahulu

mengalami kerusakan sekresi insulin.

e) Diabetes yang diinduksi oleh obat atau senyawa kimia

Senyawa kimia yang masuk ke di dalam tubuh seorang individu

dapat memiliki efek merusak sekresi insulin. Senyawa kimia tersebut

sebenarnya tidak merangsang terjadinya diabetes akan tetapi senyawa

tersebut mempercepat terjadinya diabetes pada individu dengan

resistensi insulin.

f) Infeksi

Beberapa virus yang masuk ke dalam tubuh individu diduga dapat

merusak sel β Langerhans. Diabetes dapat terjadi pada individu dengan

congenital rubella. Sedangkan adenovirus dan cytomegalovirus

memiliki implikasi dalam menginduksi terjadinya diabetes.

g) Diabetes yang diperantarai imun

Diabetes tipe ini memiliki dua kondisi yang menjadi penyebab

terjadinya penyakit di tubuh individu. Kondisi pertama adalah

terjadinya sindrom stiff-man yang merupakan penyakit autoimmun yang

terjadi pada bagian saraf pusat. Sementara kondisi kedua terjadi karena

adanya antibodi anti-insulin reseptor. Antibodi ini mengikat reseptor

Page 12: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

12

insulin sehingga mengeblok ikatan antara insulin dengan reseptor di

target jaringannya. Diabetes karena sindrom genetik

4) Diabetes Gestational

Diabetes gestational dapat didefinisikan dengan adanya kondisi

intoleran terhadap glukosa yang terjadi pada selama masa kehamilan.

Wanita dengan obesitas dan pada keluarganya memiliki riwayat diabetes

akan memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita diabetes gestational.

Diabetes gestational membutuhkan terapi yang tepat untuk mengendalikan

secara optimal kadar glukosa darah dari wanita yang mengandung untuk

mengurangi resiko terjadinya diabetes pada bayi yang sedang dikandung

(CDC, 2011). Keadaan mengandung mempunyai efek besar terhadap

diabetes dan juga sebaliknya, kondisi diabetes mempunyai pengaruh

terhadap keadaan wanita yang sedang hamil.

d. Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis utama terhadap diabetes mellitus dilakukan dengan mengukur tingkat

kadar glukosa darah dan juga dibantu dengan tes lain yang dapat mendukung

penegakan diagnosis diabetes, misalnya tes urin, uji kadar glukosa puasa, uji

glukosa secara acak, uji toleransi glukosa per oral, dan uji kadar HbA1C. Kriteria

diagnosis diabetes berdasarkan WHO (2006):

Page 13: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

13

Tabel I. Kriteria diagnostik diabetes berdasarkan WHO

Tahap Gula Plasma Darah Puasa

Gula Plasma Darah 2 Jam Post-

Prandial

Normal < 6,1 mmol/L (110 mg/dL) < 7,8 mmol/L (140 mg/dL)

Toleransi Gula Terganggu < 7 mmol/L (126 mg/dL) ≥ 7,8 mmol/L dan < 11,1 mmol/L

Glukosa Darah Puasa

Terganggu

6,1 mmol/L sampai 6,9 mmol/L

(110 mg/dL sampai 125 mg/dL)

Jika terukur pada level < 7,8 mmol/L

(140 mg/dL)

Diabetes ≥ 7 mmol/L (126 mg/dL) ≥11,1 mmol/L (200 mg/dL

Keterangan:

a) Gula darah puasa diukur setelah pasien berpuasa selama 8 jam

b) Gula darah 2 jam Post-prandial adalah gula darah yang diambil setelah

2 jam pasien diberikan diberikan cairan 75 gr glukosa untuk diminum di

mana pasien telah berpuasa selama semalam.

c) Toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu adalah

kondisi transisi antara normal dan diabetes

d) Diagnosis diabetes juga dapat dilihat dari adanya 4 gejala khusus

diabetes berupa poliuria, poliphagi, polidipsi, dan berat badan turun.

Menurut Bilous dan Donelly (2010) selain dapat didiagnosa dengan kadar

glukosa darah, diabetes mellitus juga dapat dideteksi dengan beberapa metode lain,

yaitu:

1) Kadar HbA1C yang merupakan persentase hemoglobin yang

mengandung glukosa di mana menjadi ukuran kontrol glukosa darah

terpadu selama beberapa minggu sebelumnya. Pada penderita

diabetes kadar HbA1C ≥ 6,5% (48 mmol/mol)

Page 14: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

14

2) Kadar glukosa plasma acak (sewaktu-waktu) ≥ 11,1 mmol/L (200

mg/dL) pada individu yang memiliki gejala khas diabetes

e. Manifestasi klinis

Penyakit diabetes ini tentunya memiliki manifestasi yang akan terjadi pada

penderita. Manifestasi klinis yang terjadi juga ditentukan berdasarkan kondisi

hiperglikemia pada pasien. Akan tetapi penyakit diabetes ini memiliki tiga

manifestasi khusus yaitu poliuria, polidipsi, dan poliphagi (Smeltzer et al, 2010).

Poliuria adalah peningkatan urin yang terjadi karena kadar glukosa dalam

nefron meningkat sehingga menurunkan reabsorbsi air dan elektrolit. Kondisi

peningkatan urin pada penderita ini mengakibatkan tubuh kehilangan banyak cairan

di mana akan terjadi dehidrasi. Dehidrasi tersebut membuat penderita akan merasa

haus akibatnya penderita akan banyak minum (polidipsia) sebagai bentuk

penyesuaian. Penderita diabetes juga akan mengalami stimulasi nafsu makan yang

mengakibatkan akan sering makan (polifagia). Hal ini terjadi karena kadar glukosa

yang tinggi dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk mencukupi

kebutuhan energi. Dikarenakan tidak tercukupinya energi yang dibentuk maka

tubuh akan merespon untuk mencukupi energi dengan meningkatkan nafsu makan

(Nugroho, 2013)

f. Komplikasi yang diakibatkan DM

Pada jangka waktu yang relatif pendek, kondisi diabetes dapat menyebabkan

komplikasi metabolik akut berupa hipoglikemia, diabetes ketoasidosis, dan

hyperglicemic hyperosmolar nonketotic syndrome (HHNS). Sedangkan pada

Page 15: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

15

jangka panjang, diabetes akan menyebabkan komplikasi mikrovaskular kronis pada

organ mata dan ginjal, dan neuropatik.

Diabetes juga memiliki kaitan dengan meningkatnya kejadian komplikasi

makrovaskular yang meliputi infark myocard, stroke, dan pembuluh perifer

(Smeltzer, et al., 2010). Adanya berbagai kondisi komplikasi yang disebabkan

diabetes, baik dalam jangka pendek dan panjang, menunjukan bahwa penyakit ini

akan menimbulkan berbagai penyakit baru jika tidak ditangani dengan baik dan

memiliki resiko mengancam jiwa penderita.

g. Terapi pada diabetes mellitus

Penderita diabetes mellitus memerlukan terapi yang bertujuan untuk

memperbaiki gejala dari hiperglikemia, mengurangi onset dan perkembangan dari

komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, mengurangi angka kematian, dan

juga meningkatkan kualitas hidup daripada pasien. Menurut Dipiro (2008) terapi

pada penderita diabetes mellitus dapat dibagi menjadi terapi non farmakologi dan

terapi farmakologi.

1. Terapi non farmakologi

Pengaturan nutrisi adalah terapi yang diperlukan oleh semua penderita

diabetes. Pada penderita diabetes tipe I, berat badan yang seimbang dapat

dicapai dengan cara diet seimbang sehingga kadar insulin dapat diatur

dengan baik. Pola makan dengan kadar karbohidrat yang sedang dan kadar

lemak yang rendah diperlukan pada penderita diabetes tipe I. Sedangkan

pada diabetes tipe II diperlukan pencegahan terhadap kebutuhan kalori yang

bertujuan untuk mengurangi berat badan. Latihan olahraga dapat

Page 16: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

16

meningkatkan kontrol terhadap kadar glukosa dan resistensi insulin. latihan

ini juga dapat mengurangi berat badan dan juga meningkatkan kondisi

kesehatan.

2. Terapi farmakologi

Intervensi obat diberikan kepada pasien yang merasa kesulitan untuk

melakukan terapi non farmakologi, misalnya menurunkan berat badan dan

olahraga teratur. Beberapa obat yang menjadi pilihan dalam terapi

farmakologi diabetes adalah insulin dan anti diabetik oral. Penggunaan

hormon insulin pada penderita diabetes digunakan untuk memenuhi

kebutuhan insulin individu tersebut. Insulin biasanya digunakan secara sub

cutan pada jaringan adiposa. Obat insulin ini sendiri terbagi menjadi empat

golongan yaitu: rapid acting, short acting, intermediate acting, dan long

acting.

Sementara obat golongan anti diabetes per oral terbagi menjadi 4

golongan. Golongan pertama adalah pemicu sekresi insulin, misalnya

golongan sulfonilurea. Biguanid adalah golongan kedua dari obat anti

diabetik. Golongan ketiga, yang mempunyai aksi untuk meningkatkan

sensitivitas reseptor insulin, adalah thiazolidinedione. Golongan terakhir

adalah golongan inhibitor glukosidase yang dapat menghambat pemecahan

polisakarida sedangkan obat yang masuk ke dalam golongan ini adalah

acarbose.

Page 17: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

17

2. Pengukuran kualitas hidup pada pasien diabetes mellitus

a. Health Related Quality of Life (HRQoL)

Kualitas hidup dewasa ini menjadi aspek pengukuran yang paling relevan

dalam pemeriksaan klinik. Kualitas hidup menjadi indikator yang tepat untuk

melihat kebermanfaatan suatu terapi medis. Pada konsepnya, kualitas hidup

disusun oleh kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan (HRQoL) dan

juga kualitas hidup yang tidak berkaitan dengan kesehatan (Non-HRQoL). Di

dalam studi farmakoekonomi, kualitas hidup merupakan salah satu konsekuensi

humanistis di mana konsekuensi humanistis ini membutuhkan penilaian data

utility pasien.

Kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan adalah bagian dari kualitas

hidup yang langsung berkaitan langsung dengan kesehatan individu (Cramer,

1998). Aspek kesehatan memiliki dimensi yang mendasari kondisi tersebut.

Dimensi dalam kesehatan mencakup persepsi kesehatan secara umum,

ketidakmampuan dan kekurangan, keadaan psikologis, kesehatan sosial,

kenyamanan hidup, dan pengukuran rasa sakit.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, HRQoL yang merupakan komponen

dari kualitas hidup adalah salah satu konsekuensi yang dilihat dari sudut

pandang pasien yang berkaitan dengan persepsi kesehatan, perasaan nyaman,

dan kemampuan fungsional (Andayani, 2013). Pengukuran HRQoL sebagai

sebuah konsekuensi didasarkan pada penghitungan Quality Adjusted Life Years

(QALY). Pengukuran konsekuensi yang menggunakan unit QALY sebagai unit

Page 18: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

18

pengukurannya memiliki kelebihan. QALY secara bersamaan dapat

memperlihatkan keuntungan dari berkurangnya morbiditas dan mortalitas serta

mengkombinasi dua hal tersebut ke dalam satu unit pengukuran dari berbagai

macam terapi yang berbeda. Di dalam HRQoL, QALY digunakan untuk

menyesuaikan tahun kehidupan yang berdampak pada pasien akan tetapi QALY

dapat berbeda tergantung dengan metode yang dipakai untuk menganalisis

utilitas atau preferensi (Cramer & Spilker, 1998).

b. Pendekatan pengukuran HRQOL dengan instrumen generik

Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan menggunakan

instrumen generik. Instrumen generik dirancang untuk mampu mencakup

secara luas aspek-aspek dari status kesehatan, konsekuensi dari adanya penyakit

dan perbandingan antar intervensi yang diberikan kepada pasien serta efek yang

tidak diharapkan sehingga mempunyai relevansi terhadap berbagai grup pasien.

Dengan cakupan aspek yang luas maka instrumen generik dapat digunakan juga

untuk mengetahui profil kesehatan dan pengukuran utilitas (Andayani, 2013).

Akan tetapi kelemahan daripada instrumen generik adalah pengukuran yang

tidak sensitif dan responsif terhadap perbedaan klinik yang terkait untuk setiap

penyakit dan juga setiap kondisi kesehatan (Spilker, 1996).

Berbagai kuesioner generik yang telah dikembangkan dan digunakan

secara luas diantaranya adalah kuesioner Sickness Impact Profile (SIP) dan The

Nottingham Health Profile (NHP) merupakan kuesioner yang dapat mengukur

profil kesehatan. Secara lebih khusus, SIP dapat mengukur status kesehatan

berdasarkan perilaku yang berhubungan dengan penyakit penderita dan

Page 19: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

19

dampaknya sedangkan kuesioner NHP lebih menekankan pada pengukuran

terhadap perasaan, emosi, hambatan fisik dan sosial (Cramer & Spilker, 1998).

Sementara kuesioner The Medical Outcome Study Short Form (SF-36)

merupakan kuesioner yang tidak hanya mengukur profil kesehatan secara detail

akan tetapi juga melingkupi secara menyeluruh aspek-aspek dari kualitas hidup.

Hal ini karena kuesioner SF-36 didesain agar dapat menyediakan pengukuran

terhadap konsep kesehatan termasuk yang tidak spesifik pada berbagai umur

dan kelompok penyakit atau perawatan. Kuesioner SEIQoL juga dikembangkan

agar pasien bebas memilih dari aspek kualitas hidup yang dianggap terpenting

untuk mereka. Kuesioner EQ-5D merupakan kuesioner yang dapat digunakan

untuk Cost utility analysis (Fayers & Machin, 2000)

c. Pendekatan pengukuran dengan instrumen spesifik

Pendekatan kedua pada pengukuran kualitas hidup memiliki fokus pada

aspek dari profil kesehatan yang spesifik. Penggunaan pendekatan ini terletak

pada peningkatan respons yang mungkin timbul dari memasukan aspek penting

kualitas hidup yang relevan dengan pasien dan hasil pengukuran yang lebih

terperinci. Instrumen yang dipakai memiliki tingkat spesifik yang tinggi

terhadap penyakit, populasi pasien, fungsi tertentu, atau masalah yang dirasakan

pasien. Selain respons yang diharapkan meningkat, penggunaan instrumen

spesifik juga dilakukan agar aspek-aspek klinis dapat secara rutin dieksplorasi

oleh klinisi (Spilker, 1996).

Berbagai instrumen spesifik telah banyak dikembangkan pada beberapa

penyakit di antaranya adalah instrumen spesifik pada penyakit kanker yaitu The

Page 20: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

20

Functional Living Index – Cancer adalah kuesioner yang dikembangkan untuk

menjangkau seluruh aspek yang terpengaruh oleh gejala atau terapi dari kanker.

Selain itu kuesioner ini memiliki definisi yang baik pada pengukuran kualitas

hidup sehingga dapat meminimalkan perbedaan efek yang timbul akibat waktu

dan jenis terapi. Functional Assesment of Cancer Therapy – General (FACT-

G) adalah kuesioner yang mempunyai lima domain pengukuran dan juga

didesain untuk dapat diisi secara mandiri pada pasien dengan penyakit kronik

yang salah satunya sudah banyak digunakan pada pasien kanker (Cramer &

Spilker, 1998).

Di sisi lain, instrumen spesifik pada penyakit asma yaitu Asthma Quality of

Life Questionnaire yang mempunyai tiga puluh dua item pertanyaan untuk

pasien dewasa dengan asma. Living with Asthma Questionnaire yang

mempunyai 68 item pertanyaan dengan sebelas domain yang menyusun

kuesioner tersebut. Respiratory Illness Quality of Life Questionnaire adalah

kuesioner yang mempunyai 55 item pada 7 domain yang dapat digunakan pada

pasien asma atau penyakit bronkus kronis Dari berbagai instrumen tersebut

dikembangkan untuk mengetahui dampak penyakit pada kehidupan sehari-hari

dan kondisi kesehatan responden (Fayers & Machin, 2000).

d. Pengukuran nilai utilitas

Pengertian utilitas memiliki kedekatan arti dengan preferensi yang mana

diartikan sebagai pilihan yang lebih disukai. Pengertian antara utilitas dan

preferensi memiliki hubungan di mana preferensi merupakan konsep besar

sedangkan utilitas adalah bagian dari konsep preferensi. Di dalam hal ini pilihan

Page 21: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

21

yang lebih disukai merujuk kepada pilihan konsekuensi dalam terapi

(Drummond, Schulper, Torrance, O'Brien, & Stoddart, 2005). Oleh karena

merupakan bagian dari preferensi dalam konsekuen terapi maka utilitas dapat

diartikan sebagai nilai pada tingkat kesehatan atau perbaikan status kesehatan

yang diukur dengan apa yang lebih disukai individu atau masyarakat (Andayani,

2013).

Utilitas dalam farmakoekonomi merupakan sebuah unit pengukuran yang

digunakan dalam metode Cost utility analisis (CUA). CUA merupakan sebuah

evaluasi ekonomi yang memiliki fokus pada kualitas dari konsekuensi

kesehatan yang dihasilkan oleh terapi. Di dalam CUA penambahan biaya dari

program terapi dibandingkan dengan penambahan tingkat kesehatan yang

diukur dalam QALY. analisis utilitas dipandang sebagai teknik yang berguna

khususnya karena memungkinkan untuk penyesuaian HRQoL pada serangkaian

konsekuensi terapi. Sementara secara bersamaan menyediakan pengukuran

konsekuensi generik untuk perbandingan biaya dan hasil di intervensi yang

berbeda (Drummond, Schulper, Torrance, O'Brien, & Stoddart, 2005).

Elemen kunci dari pengukuran utilitas adalah penggabungan antara

pengukuran preferensi dan hubungan status kesehatan dengan kematian

sehingga dapat digunakan pada analisis biaya dengan mengalikan lama waktu

untuk masing-masing keadaan kesehatan. Di dalam pengukuran utilitas,

HRQoL diubah menjadi serangkaian angka yang digambarkan dari tingkatan

mati (0,0) sampai tingkatan sehat (1,0) (Cramer & Spilker, 1998). Responden

diminta untuk memperkirakan keadaan kesehatan yang dirasakan dan mencatat

Page 22: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

22

skor untuk menggambarkan preferensi pada beberapa skenario yang tercantum

di kuesioner terkait. Estimasi ini kemudian digunakan sebagai ukuran

efektivitas dalam denominator jika akan menghitung rasio Coast utility dan

marginal Coast utility (Andayani, 2013). Pengukuran nilai utilitas berguna

untuk menentukan pasien yang mengalami perbaikan keadaan sebagai hasil dari

terapi tetapi tidak dapat mengungkapkan dimensi dari HRQoL pasien yang

mengalami peningkatan dengan dimensi yang mengalami penurun. Pengukuran

profil kesehatan atau dengan instrumen spesifik dapat membantu melengkapi

pengukuran utilitas dengan menyediakan informasi berharga yang lain (Cramer

& Spilker, 1998).

Metode pengukuran utilitas pada dasarnya menggunakan instrumen

berbentuk kuesioner yang dapat diisi oleh responden. Kuesioner yang dapat

mengukur nilai utilitas dapat dikelompokan menjadi dua. Kelompok pertama

merupakan kuesioner pengukur nilai utilitas secara tidak langsung karena

responden hanya akan mengisi tingkat kesehatan (skenario) yang tercantum

dalam kuesioner kemudian respons tersebut akan dikonversi ke dalam satu skor,

contohnya adalah kuesioner EQ-5D yang saat ini memiliki dua versi dengan

tiga tingkatan level respons dan lima tingkatan level respons. Tingkatan tersebut

akan dikonversikan ke dalam skor tunggal untuk mencari nilai utilitas.

Kelompok kuesioner kedua dapat menghitung nilai utilitas secara langsung

karena responden dapat langsung mencantumkan nilai keadaan kesehatan saat

itu, contohnya adalah bagian visual analog scale yang dapat menggambarkan

secara langsung keadaan kesehatan dari responden dengan memberikan

Page 23: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

23

penilaian skor tunggal pada kuesioner tersebut. Instrumen yang digunakan

untuk mengukur nilai utilitas berupa instrumen generik yang memiliki kekuatan

dalam nilai tunggal pada kuantitas dan kualitas hidup serta memungkinkan

adanya pengukuran Cost Utility Analysis.

Selain itu, metode pengukuran nilai utilitas secara langsung dapat

dilakukan dengan standard Gamble dan Time Trade off. Pada bagian standard

gamble menawarkan dua alternatif. Pada alternatif pertama berisi mengenai

terapi dengan keluaran kembali ke kondisi kesehatan yang normal atau

kematian segera. Alternatif kedua berisi tentang keluaran yang pasti dari kondisi

kesehatan pasien berdasarkan harapan hidup. Sementara pada pengukuran

dengan teknik Time Trade off, pasien ditawarkan pilihan hidup dengan kondisi

kesehatan yang sempurna, pada variabel waktu x, atau pada waktu t dengan

kondisi kesehatan yang kurang diinginkan. Nilai utilitas untuk kondisi

kesehatan dapat diketahui dengan membagi nilai pada titik x dengan nilai pada

titik t (Coons, 2008). Dengan begitu kurva Time Trade for berbentuk seperti

berikut:

x t

Sehat 1,0

Mati 0

Kondisi

kesehatan i

waktu

Page 24: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

24

e. Pengukuran profil kesehatan

Pengukuran profil kesehatan digunakan untuk menggambarkan penilaian

pasien terhadap kondisi kesehatannya saat itu. Kelebihan dari pengukuran profil

kesehatan ini adalah keleluasaan pengukuran pada domain kesehatan pasien dan

juga dapat digunakan pada berbagai macam populasi terlepas dari berbagai

kondisi yang terdapat pada populasi tersebut (Cramer & Spilker, 1998).

Pengukuran profil kesehatan tidak memberikan hasil berupa satu nilai seperti

pada pengukuran utilitas tetapi menghasilkan beberapa skor untuk masing-

masing pasien berdasarkan domain kesehatan responden yang berbeda.

Penilaian HRQoL pada pasien untuk pengukuran status kesehatan dapat

digunakan instrumen ukur generik yang menitikberatkan pada status kesehatan

umum atau instrumen yang menitikberatkan pada aspek khusus dari suatu

penyakit dengan menggunakan Alat ukur yang spesifik. Dan untuk

menghasilkan gambaran yang menyeluruh dapat menggunakan kombinasi dari

kedua kuesioner. The Sickness Impact Profile merupakan contoh kuesioner

yang dapat menghitung nilai status kesehatan dan juga termasuk dimensi fisik,

dengan kategori perpindahan, mobilitas, perawatan tubuh dan pergerakan,

dimensi psiko-sosial, dengan kategori interaksi sosial, kewaspadaan,

komunikasi, dan perilaku emosi, dan juga lima kategori independen, yaitu:

makan, bekerja, manajemen rumah, tidur dan istirahat, dan rekreasi (Cramer &

Spilker, 1998).

Page 25: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

25

f. Euro Quality of Life 5 Dimensions (EQ-5D)

Euro Quality of Life (EQ-5D) merupakan instrumen generik yang secara

luas sudah digunakan dalam pengukuran status kesehatan. Instrumen ini

dikembangkan untuk mengukur HRQoL secara multidimensional di mana akan

mampu diperlihatkan dalam sebuah nilai index (Cramer & Spilker, 1998).

Instrumen EQ-5D mengukur status kesehatan yang sudah distandarisasi dan

dikembangkan oleh EuroQol Group bertujuan untuk menyediakan kemudahan

pengukuran generik pada kesehatan yang digunakan untuk penilaian klinik dan

ekonomi (Reenen & Oppe, 2015) ( Reenen & Janssen, 2015). Instrumen ini

dapat digunakan untuk mengukur dan mendeskripsikan nilai status kesehatan

pasien. Nilai hasil pengukuran dapat merefleksikan preferensi publik di mana

hal ini dapat digunakan untuk memperkirakan quality-adjusted life year

(QALY) (Devlin & Krabbe, 2013).

Kuesioner EQ-5D ini memiliki dua bentuk berdasarkan tingkat respons

yang tersedia pada kuesioner. Bentuk pertama adalah EQ-5D dengan 3 tingkat

level respons yaitu tidak ada masalah, terdapat masalah dengan tingkat sedang,

dan yang terakhir adalah masalah serius (ekstrem). Sementara bentuk kedua

adalah EQ-5D dengan 5 level respon, yaitu tidak ada masalah, masalah ringan,

masalah sedang, masalah berat, dan masalah ekstrem. EQ-5D 5L merupakan

perkembangan dari versi 3L berdasarkan hasil penelitian dari badan yang

dibentuk EuroQoL Group. Badan tersebut bertugas mencari metode untuk

meningkatkan sensitivitas dan mengurangi ceiling effect. Dari hasil diskusi

ditetapkan bahwa kuesioner EQ-5D tidak akan mengubah jumlah dimensi akan

Page 26: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

26

tetapi akan ditambah lima level respons karena berdasarkan penelitian yang

dilakukan dapat menambah secara signifikan reliabilitas dan sensitivitas di

samping tetap menjaga kelayakan dan mengurangi ceiling effect. (Reenen &

Oppe, 2015).

Kuesioner EQ-5D ini memiliki dua bagian penyusun, yaitu descriptive

system yang dapat dikonversikan ke dalam single summary index dan bagian

kedua berupa visual analog sale. Pada bagian descriptive system terdapat 5

dimensi yang menjadi dasar pengukuran yaitu mobility, self-care, usual

activities, pain/discomfort, and anxiety/depression (Kind, 1996). Pada bagian

ini didapatkan data respons pasien tiap dimensi yang menggambarkan keadaan

kesehatan pasien. Data tersebut kemudian dapat diubah ke dalam health profile

(profil kesehatan) yang menunjukkan proporsi dari status kesehatan pada setiap

dimensi sesuai dengan tingkatan respon. Profil kesehatan diperoleh dengan cara

mengubah setiap keadaan kesehatan, yang terdapat dalam bagian descriptive

system, menjadi sebuah nilai index atau utility. Nilai index tersebut dapat

digunakan untuk penghitungan Quality Adjusted Life Years (QALYs) yang

dapat dimanfaatkan untuk melaporkan evaluasi ekonomi terhadap intervensi

terapi kesehatan (Reenen dan oppe, 2015 ; Reenen dan Jansen, 2015).

Pada bagian visual analog scale terdapat skala sepanjang 20 cm yang

memiliki rentang nilai dari 0 sampai dengan 100. Skala tersebut digunakan

untuk mengetahui penilaian daripada status kesehatan pasien. Titik paling

bawah skala tersebut menunjukan “kondisi kesehatan terburuk yang dapat

Page 27: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

27

dibayangkan” sementara titik paling atas menunjukan “kondisi kesehatan

terbaik yang dapat dibayangkan (Cramer, 1998).

g. Psychometric Properties

Instrumen yang memiliki nilai utilitas sebagai indikator diagnosis dan

prediksi perilaku pada suatu terapi medis tergantung pada konstruksi penyusun

yang tepat dari instrumen dalam pengukuran status kesehatan serta pada

pengukuran, pengumpulan, dan interpretasi data oleh pembuat keputusan sesuai

dengan status kesehatan objek penelitian. Oleh karena itu diperlukan evaluasi

untuk mengetahui batas standar atau atribut yang terdapat dalam kuesioner

(Cramer, 1998).

Psychometric merupakan ilmu yang digunakan untuk standarisasi uji atau

skala untuk mengevaluasi atribut individu. Metode psychometric dapat

digunakan untuk mengukur skala yang didasarkan pada unsur-unsur yang

mencerminkan tingkat kualitas hidup dari pasien (Walters, 2009). Dengan

adanya skala pengukuran maka psychometric dapat menerjemahkan kebiasaan,

perasaan orang, dan evaluasi terhadap individu menjadi sebuah data kuantitatif

(Andayani, 2013). Menurut Fitzpatrick et al (1998) kriteria uji standarisasi yang

dapat digunakan pada kuesioner meliputi:

1. Uji ketepatan (appropriateness)

Analisis ketepatan digunakan untuk mengetahui kesesuaian konten, berupa

pertanyaan, yang terdapat dalam kuesioner kualitas hidup dengan tujuan dari

penelitian yang dilakukan.

Page 28: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

28

2. Uji penerimaan (acceptability)

Uji penerimaan digunakan untuk mengetahui penerimaan masyarakat

terhadap kuesioner. Penerimaan responden terhadap kuesioner sangat penting

karena digunakan untuk menghindari kondisi tertekan pasien yang sudah

menghadapi masalah kesehatan dan juga untuk memperoleh tingkat respons

yang tinggi untuk kuesioner yang dipakai.

3. Uji kelayakan (feasibility)

Kuesioner yang digunakan dalam suatu penelitian harus mudah untuk dapat

diisi atau dijalankan oleh responden. Oleh karena itu uji kelayakan ini

digunakan untuk mengetahui tingkat kelaikan dari kuesioner untuk digunakan

oleh responden.

4. Uji validitas

Validasi digunakan untuk mengetahui pengukuran yang dilakukan oleh

instrumen sesuai dengan pengukuran nilai sebenarnya. Tipe validasi untuk

pengukuran HRQoL meliputi validasi isi, konstruksi, dan kriteria.

a) Validasi isi (face validity)

Tipe validasi ini digunakan untuk mengetahui bagaimana konsep

kesehatan dimasukan dalam unsur alat ukur. Tipe validasi ini

mengasumsikan peneliti sudah mempunyai definisi standar dan skala

item harus ada untuk mengukur konsep yang dievaluasi.

b) Validasi konstruksi

Validitas konstruksi dapat diketahui dengan mengevaluasi nilai

skala pada kelompok pasien yang memiliki variasi pada beberapa unsur,

Page 29: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

29

contohnya usia, jenis, dan kelamin. Pada validasi konstruksi ini terbagi

menjadi tiga tipe convergent validity, discriminant validity, dan known-

group validity (Walters, 2009). known-group validity didasarkan pada

asumsi bahwa terdapat beberapa grup yang spesifik dari sampel di mana

diduga akan memiliki perbedaan penilaian terhadap grup yang lain dan

instrumen harus dapat memiliki sensitivitas terhadap hal tersebut.

Convergent validity memiliki prinsip bahwa pengukuran dari suatu

konsep, dalam hal ini adalah domain penyusun kuesioner, memiliki nilai

korelasi yang tinggi. Korelasi yang tinggi ditunjukan dengan skor-skor

dari dua instrumen berbeda mengukur suatu konsep atau teori dasar

yang sama. Sedangkan discriminant validity memiliki korelasi yang

rendah dan tidak berhubungan antar dimensi dari kualitas hidup dan

pada teorinya validitas ini harus memiliki tingkat yang rendah.

5. Uji reliabilitas

Aspek reliabilitas digunakan untuk mengetahui reprodusibel dan

konsistensi hasil pengukuran dari kuesioner. Reliabilitas menunjukan

akurasi dan ketepatan dari suatu instrumen pengukur. Suatu instrumen

pengukur dapat dikatakan reliabel jika dapat mengukur secara stabil dan

konsisten. Tingkatan reliabilitas dapat ditunjukan oleh nilai koefisien

reliabilitas (Mustakini, 2008). Estimasi reliabilitas nilai hasil tes dapat

dilakukan melalui tiga macam pendekatan, yaitu metode tes-ulang, metode

bentuk paralel, dan metode penyajian tunggal (azwar, 2014).

a. Metode tes-ulang

Page 30: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

30

Metode tes-ulang dilakukan dengan melakukan dua kali tes

berurutan pada satu kelompok subjek yang sama dengan menggunakan

alat ukur yang sama dan dengan tenggang waktu yang cukup diantara

kedua tes tersebut. Asumsi dasar dalam metode ini adalah bahwa tes

yang reliabel akan menghasilkan nilai yang relatif sama apabila

dikenakan dua kali pada waktu yang berbeda.

b. Metode bentuk paralel

Pada metode ini, tes yang akan dianalisis reliabilitasnya harus

memiliki tes lain yang memiliki tujuan pengukuran sama dan setara isi

item penyusun baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Atau dengan

kata lain dilakukan dua tes bersamaan pada kelompok subyek yang

berbeda dengan alat ukur yang sama. Kemudian dilakukan analisis

korelasi terhadap hasil pengukuran dua kelompok nilai. Koefisien

korelasi yang tinggi menunjukan ekuivalensi, kesamaan, stabilitas, dan

konsistensi alat ukur antar dua kelompok subjek yang berbeda

(Mustakini, 2008).

c. Metode penyajian tunggal

Metode ini dilakukan dengan menggunakan satu bentuk tes yang

dikenakan sekali pada satu kelompok subjek. Metode penyajian tunggal

bertujuan untuk melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam

tes sehingga analisis yang dilakukan bukan terhadap skor tes melainkan

terhadap skor item dalam tes. Dari metode ini akan diketahui reliabilitas

Page 31: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

31

konsistensi internal untuk mengukur seberapa konsisten item-item yang

berbeda dapat merefleksikan hasil yang sama.

6. Uji responsivitas

Kuesioner status kesehatan sangat penting untuk dapat mendeteksi

perubahan yang terjadi pada sisa waktu terhadap pasien karena hal tersebut

dapat mencerminkan efek terapeutik suatu terapi. Oleh karena itu diperlukan uji

responsivitas sebagai kemampuan dari kuesioner yang dapat mendeteksi

perubahan klinik yang signifikan

7. Uji ceiling effect

ceiling effect memiliki keterikatan dengan tingkat presisi kuesioner. Pada

uji ceiling effect, evaluasi dilakukan terhadap kuesioner dalam hal kemampuan

kuesioner untuk menangkap status kesehatan pasien yang berada pada tingkat

paling atas. Pada kuesioner dilihat berbagai kategori respons dan berbagai item

penyusun kuesioner tersebut.

8. Discriminatory Power

Discriminatory Power dapat diartikan sebagai kemampuan instrumen untuk

membedakan responden dengan menunjukan perbedaan respons jawaban

responden yang terdapat pada kuesioner (Jannsen, 2006). Parameter ini dapat

menggambarkan koefisien reliabilitas kuesioner. Shannon Index (H’) dan

Shannon Eveness Index (J’) merupakan metode yang dapat digunakan untuk

menganalisis discriminatory power. Kedua metode tersebut menggambarkan

kemampuan kuesioner untuk menangkap informasi respon hanya yang

membedakan adalah H’ menangkap informasi mutlak sedangkan J’ menangkap

Page 32: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

32

informasi relatif (Agborsangaya, 2014). Kedua metode tersebut dapat

digunakan dengan persamaan sebagai berikut:

𝐻′ = − ∑ 𝑝𝑖 𝐿𝑜𝑔2𝑝𝑖

𝐶

𝑖=1

𝐻𝑚𝑎𝑥 = 𝑙𝑜𝑔2 𝐶 𝐽′ = 𝐻′𝐻𝑚𝑎𝑥⁄

Keterangan

H’ = Shannon Index

J’ = Shannon Evennes Index

Rumus tersebut menggambarkan hubungan antara H’ dengan informasi

respons instrumen yang digunakan. Apabila H’ besar maka semakin informatif

instrumen yang digunakan. H’ akan bertambah nilai apabila penambahan

respons level benar-benar digunakan.

Serangkaian uji yang dilakukan terhadap kuesioner tersebut digunakan

untuk menilai kriteria kuesioner agar dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang

baik. Alat ukur yang baik ditandai dengan menghasilkan data dan memberikan

informasi yang akurat. Kriteria yang dimaksud pada kuesioner adalah valid,

reliabel, objektif, standar, ekonomis, dan praktis (azwar, 2014).

3. Landasan Teori

EQ-5D merupakan instrumen generik baku yang sudah banyak digunakan pada

pengukuran status kesehatan dan direkomedasikan dalam penilaian teknologi

kesehatan. Hasil pengukuran status kesehatan dengan menggunakan EQ-5D berupa

profil kesehatan dan utilitas. Nilai utilitas dapat digunakan untuk menghitung

Quality Adjusted Life Years (QALY) yang merupakan unit pengukuran dalam

metode cost utility analysis (CUA).

Page 33: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

33

Kuesioner generik EQ-5D memiliki dua bentuk berbeda yang didasarkan pada

tingkat respons pasien atas domain yang terdapat dalam kuesioner tersebut. Kedua

bentuk kuesioner tersebut adalah EQ-5D 3L dan EQ-5D 5L. Dengan dilakukannya

penelitian ini diharapkan akan dapat diketahui versi kuesioner yang paling sesuai

untuk populasi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, baik pada populasi

kelompok penyakit tertentu atau pada populasi orang sehat. Penelitian yang

membandingkan kuesioner EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L telah banyak dilakukan di

beberapa negara pada berbagai kelompok populasi penderita penyakit tertentu

ataupun pada kelompok populasi orang sehat. Akan tetapi di Indonesia sendiri

penelitian serupa belum pernah dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian

yang dilakukan pada beberapa negara, sebagian besar menyimpulkan bahwa

kuesioner EQ-5D versi 5L lebih sesuai untuk mengukur status kesehatan

dibandingkan versi 3L. Kerangka penelitian ini diilustrasikan pada bagian kerangka

konsep penelitian.

4. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan hasil perbandingan psychometric

properties dari dua versi kuesioner EQ-5D sehingga didapatkan masukan mengenai

versi kuesioner EQ-5D yang paling sesuai untuk populasi diabetes mellitus di

Indonesia. Hasil penelitian ini juga akan memberikan rekomendasi untuk penelitian

selanjutnya dalam topik pengembangan EQ-5D value set untuk versi EQ-5D yang

sesuai untuk populasi Indonesia. EQ-5D value set diperlukan untuk konversi data

EQ-5D menjadi nilai utilitas yang diperlukan untuk menghitung QALY,

konsekuensi dalam studi farmakoekonomi dengan metode CUA.

Page 34: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113551/potongan/S1-2017... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

34

5. Kerangka Konsep Penelitian

Data Kualitas

Hidup

Analisis

Psikometri

Properti

Keluaran ekonomi

Metode Farmakoekonomi

CUA

Keluaran Humanis

Pengukuran kualitas hidup

pengukuran profil kesehatan

Generik

SF-36

WHO-QoL

spesifik

pediatrik

Geriatrik

penyakit spesifik

pengukuran nilai utilitas

generik

langsung

Time Trade Off

Visual Analog Scale

Standard gamble

tidak langsung

EQ-5D

3 level respon

5 level respon

SF-6D

Keluaran Klinik

Pasien

Diabetes

Mellitus