makala h diabetes mellitus

36
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................... 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................... 2 1.2 Rumusan Masala................................... 3 1.3 Tujuan........................................... 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Diabetes Melitus.................................................. ........................... 4 2.2 Patofisiologi............................................ ......................................................... .. 4 2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus.................................................. ............................ 6 2.4 Tanda dan gejala diabetes................................................. ............................... 7 2.5 Diagnosa Diabetes Mellitus................................................. ............................. 7 2.6 Faktor Pencetus................................................. ................................................ 9 1

Upload: zuad-zhikamaru-zidanearezpector

Post on 18-Jan-2016

257 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ARLIN FIRDAUS N111 12 300

TRANSCRIPT

Page 1: Makala h Diabetes Mellitus

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................. 2

1.2 Rumusan Masala............................................................................................. 3

1.3 Tujuan.............................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Diabetes Melitus............................................................................. 4

2.2 Patofisiologi....................................................................................................... 4

2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus.............................................................................. 6

2.4 Tanda dan gejala diabetes................................................................................ 7

2.5 Diagnosa Diabetes Mellitus.............................................................................. 7

2.6 Faktor Pencetus................................................................................................. 9

2.7 Terapi Diabetes Melitus................................................................................... 10

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan................................................................................................. ....... 23

3.2 Saran................................................................................................... ............... 24

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 25

1

Page 2: Makala h Diabetes Mellitus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus adalah sekelompok gangguan metabolisme lemak, karbohidrat,

dan protein yang dihasilkan dari efects sekresi insulin, aksi insulin (sensitivitas), atau

keduanya. (Joseph T. Dipiro, et al. 2008)

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang

berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia.

Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan

suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan

gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita

Diabetes mellitus ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa

keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit

Diabetes mellitus belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan

kesehatan,walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar

antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system

saraf, hati, mata dan ginjal.

Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya

angka kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya umur

harapan hidup (UHH), namun masa transisi demografi akibat keberhasilan upaya

menurunkan angka kematian dapat menimbulkan transisi epidemiologis, sehingga

pola penyakit bergeser dari infeksi akut penyakit degenerative yang menahun.

Menurut WHO angka penyandang penyakit yang popular dengan sebutan kencing

manis memang cukup fantastis, yaitu menempati urutan ke 4 terbesar di dunia.

Menurut data WHO, dunia kini didiami oleh 171 juta penderita diabtes mellitus

(2000) dan akan meningkat dua kali menjadi 366 juta pada tahun 2030. Dari 50%

yang sadar mengidapnya, hanya 30% yang rutin berobat. Kecenderungan

peningkatan prevalensi akan membawa perubahan posisi diabetes mellitus semakin

menonjol, yang ditandai dengan perubahan atau kenaikan peningkatannya

dikelompok 10 besar (leading diseases). Selain itu diabetes mellitus makin member

2

Page 3: Makala h Diabetes Mellitus

kontribusi yang lebih besar terhadap kematian ( ten diseases leading cause of

death). (Bustan, 2007)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian dan patofisiologi penyakit Diabetes Melitus ?

2. Apa saja klasifikasi penyakit Diabetes Melitus ?

3. Bagaimana diagnosa penyakit Diabetes Melitus ?

4. Bagaimana cara pengobatan Diabetes Melitus ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Pengertian dan patofisiologi penyakit Diabetes Melitus

2. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit Diabetes Melitus

3. Untuk mengetahui bagaimana diagnosa penyakit Diabetes Melitus

4. Untuk mengetahui bagaimana cara pengobatan Diabetes Melitus

3

Page 4: Makala h Diabetes Mellitus

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau

pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia

dengan istilah penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan

oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

Menurut American Diabetes Asosiation (ADA) 2003, diabetes itu merupkan suatu

kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hyperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut

WHO tahun 1980 diabetes mellistus merupakan suatu yang tidak dapat dituangkan

dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan

sebagai suatu kumpulan problema anatomi dan kimiawi yang merupakan akibat dari

sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute atau relative dan

gangguan fungsi insulin.

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan

kadar glukosa darah( hyperglikemia) mungkin terdapat penurunan dalam

kemampuan tubuh untuk merespon terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak

terdapatnya pembentukan oleh pancreas ( Burnner dan suddarrth, 2003)

2.2 Patofisiologi

Pada manusia bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita makan

sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat ( gula dan tepung-tepungan), protein (asam

amino) dan lemak (asam lemak). Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut

kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan,

makanan yang terdiri dari karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah

menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu

diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh

sebagai energy. Supaya berfungsi sebagai energy zat makanan itu harus diolah,

dimana glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan energy yang

4

Page 5: Makala h Diabetes Mellitus

disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan

penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan

bakar ( FKUI, Depkes, WHO, 2004)

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang

dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel

glukosa itu di metabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa

dapat masuk ke sel dengan akibat glukosa akan tetap berada didalam pembuluh

darah yang artinya kadarnya didalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini

badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energy di dalam sel. Inilah yang

terjadi pada diabetes mellitus tipe 1.

2.2.1 Patofisologi diabetes mellitus tipe 1

Insulin pada diabetes mellitus tipe 1 tidak ada, ini disebabkan oleh karena pada jenis

ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta

insulitis. Ini menyebabkan timbulnya antibody terhadap sel beta yang disebut ICA

( Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibody ditimbulkannya

menyebabkan hancurnya sel beta.

2.2.2 Patofisiologi diabetes mellitus tipe 2

Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin lebih banyak

tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.

Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam

sel.

Penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 sebenarnya tidak

begitu jelas, tetapi faktor-faktor dibawah ini bayak berperan:

ü obesitas terutama bersifat sentral ( bentuk apel)

ü Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

ü Kurang gerak badan

ü Factor keturunan

2.2.3 Patofisiologi diabetes mellitus gestasional

Diabetes mellitus gestasional atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama

kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan

5

Page 6: Makala h Diabetes Mellitus

protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.GDM mungkin dapat merusak

kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan

hidup.

2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus

Ada beberapa tipe Diabetes Melitus yang berbeda. Penyakit ini dibedakan

berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Klasifikasi Diabetes Melitus

yang utama adalah:

2.3.1 Diabetes Melitus Tipe 1 : diabetes mellitus tergantung insulin ( Insulin

Dependent Diabetes Melitus/IDDM)

Kurang dari 5-10% penderita mengalami diabetes yang tergantung insulin. Pada

diabetes jenis ini, sel-sel beta pancreas yang dalam keadaan normal menghasilkan

hormon insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun. Sebagai akibatnya,

penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar gula darah.

2.3.2 Diabetes Melitus Tipe 2: diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non –

Insulin Dependent Diabetes Melitus/NIDDM)

Kurang dari 90-95% penderita mengalami diabetes tipe 2, yaitu diabetes yang tidak

tergantung insulin. Diabtes tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitifitas insulin

( retensi insulin). Sebagian besar penderita diabetes tipe 2, obat oral tidak

mengendalikan keadaan hyperglikemia. Sebagian penderita diabetes tipe 2 dapat

mengendalikan diabetesnya dengan diet, latihan, obat hypoglikemia oral dan

mungkin memerlukan penyuntikan insulin dalam periode stress fisiologi akut seperti

sakit atau pembedahan.

2.3.3 Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan.

GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah

melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang

cermat selama masa kehamilan.

Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat

membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami oleh

bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung

bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan

hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan

mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi

6

Page 7: Makala h Diabetes Mellitus

akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum

kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta

yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan

dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada

tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan resiko luka yang berhubungan

dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

2.4 Tanda dan gejala diabetes

· Gejala khas

1. Gejala khas

Poliuria (sering kencing terutama di malam hari)

Poliphagia (banyak makan atau cepat lapar)

Polidipsia (rasa haus yang berlebihan)

2. Gejala lain

Kelainan kulit seperti gatal dan bisul. Biasanya, bagian tubuh yang terasa

gatal adalah daerah genital atau daerah lipatan kulit,seperti ketiak bawah

payudara dan pelipatan paha.

Katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa

akibat akibat hiperglikemia

Kelainan ginekologi,seperti keputihan yang di akibatkan adanya jamur

candida dan kelainan pola haid.

Impotensi pada laki-laki

Kesemutan dan mati rasa (baal) pada jari tangan dan kaki yang di akibatkan

neuropati.

Luka atau bisul yang tak kunjung sembuh, meskipun luka hanya timbul

karena hal sepele,seperti luka lecet.

Tubuh merasa lemah dan mudah merasa lelah

Berat badan menurun tanpa penyebab khusus.

2.5 Diagnosa Diabetes Mellitus

Menurut Utami P,(2003) Diabetes mellitus dapat didiagnosis secara baik melalui

pemeriksaan laboratorium dengan melakukan pemeriksaan darah. Kriteria diagnosa

Diabetes mellitus diambil dari keputusan organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu

berdasarkan kadar gula atau glukosa darah. Diagnosa diabetes millitus dapat di

7

Page 8: Makala h Diabetes Mellitus

tetapkan dengan mengukur kadar glukosa darah ketika puasa dan 1-2 jam setelah

meminum larutan glukosa 75 gram (tes toleransi oral). Kadar glukosa darah ketika

puasa menunjukan keadaan pruduksi insulin tubuh yang bersifat basal atau dasar.

Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mendiagnosis diabetes mellitus

adalah sebagai berikut :

1. Seorang dikatakan menderita diabetes mellitus,jika kadar gula darah sewaktu

≥200 mg/dl. (gula darah sewaktu adalah kadar glukosa darah pada suatu saat

yang dapat berubah sepanjang hari dengan jumlah karbohidrat yang dimakan.

2. Seseorang dikatakan menderita diabetes mellitus jika kadar glukosa darah

ketika puasa > 126 mg/dl atau 2 jam setelah meminum larutan glukosa 75

gram menunjukkan kadar glukosa darah >200 mg/dl.(puasa = tidak ada

masukan makanan atau kalori sejak 10 jam terakhir).

3. Seseorang dikatakan normal atau tidak menderita diabetes mellitus jika kadar

glukosa darah ketika puasa adalah < 110 mg/dl,kadar glukosa darah 1 jam

Rekomendasi WHO kriteria diagnosis diabetes mellitus dan hipoglikemia

intermediate :

Jenis pemeriksaan Nilai normal

Diabetes :

· Glukosa puasa

· Glukosa 2 jam pp

> = 7.0 mmol/1 (126mg/dl), atau

> = 11.1 mmol (200mg/dl)

Impaired glucose tolerance (IGT)

· Glukosa puasa

· Glukosa 2 jam pp

< = 7.0 mmol/1 (126)mg/dl, dan

> = 7.8 mmol/1 dan < 11.1 mmol

(140 mg/dl dan 2000 mg/dl)

Impaired fasting glucose (IFG)

· Glukosa puasa

· Glukosa 2 jam pp

6.1 – 6.9 mmol/1 (110 – 125

mg/dl), dan

< 7.8 mmol/1 (140 mg/dl)

+ glukosa plasma vena 2 jam setelah makan 75 gram glukosa

· Jika 2 jam pp tidak diukur, status diabetes tidak jelas, dan IGT tidak bisa

dikeluarkan

2.6 Faktor Pencetus

8

Page 9: Makala h Diabetes Mellitus

Faktor bibit merupakan penyebab utama timbulnya penyakit diabetes di samping

penyebab lain seperti infeksi,kehamilan dan obat-obatan. Tetapi meskipun

demikain, pada orang dengan bibit diabetes,belumlah menjamin timbulnya penyakit

dibetes. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri secara nyata sampai akhir

hayatnya.

Beberpa faktor yang dapat menyuburkan dan sering merupakan faktor pencetus

diabetes melitus ialah :

Kurang gerak / malas

Makanan berlebihan

Kehamilan

Kekurangan produksi hormon insulin

Penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin

Secara singkat factor-faktor yang mempertinggi risiko diabetes adalah

1. Kelainan genetika

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena

kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin

dengan baik. Tetapi risikonya terkena diabetes juga tergantung pada factor

kelebihan berat badan, stress, dan kurang bergerak.

2. Usia

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara drastic menurun

dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang

memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang

berat badanya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.

3. Gaya hidup stress

Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis

dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini

memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan

lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko kena diabetes.

4. Pola makan yang salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko kena

diabetes. Kurang gizi (mal nutrisi) dapat merusak pancreas, sedangkan obesitas

(gemuk berlebihan) mengakibatkan gangguan kerja insulin (retensi insulin).

9

Page 10: Makala h Diabetes Mellitus

Kurang gizi dapat terjadi selama kehamilan, masa anak-anak, dan pada usia dewasa

akibat diet ketat berlebihan. Sedangkan kurang gizi pda janinmungkin terjadi karena

ibunya merokok atau mengkonsumsi alcohol semasa hamilnya.

Sebaliknya, obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi

lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehongga cadangan gula

darah yang disimpan didalam tubuh sangant berlebihan. Sekitar 80% penderita

diabetes tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.

2.7 Terapi Diabetes Melitus

Secara garis besar terapi DM dibagi atas:

Terapi Nonfarmakologis

a. Diet

Terapi nutrisi medis direkomendasikan pada semua pasien DM. Terapi ini bertujuan

untuk mencapai metabolisme yang optimal dan mengurangi resiko komplikasi. Pada

pasien DM tipe 1 terapi ini difokuskan untuk mengatur pemberian insulin yang

seimbang dengan diet dan mempertahankan berat badan yang proporsional. Meski

masih diperdebatkan, namun penderita DM memerlukan perencanaan makan yang

moderat dengan komposisi rendah karbohidrat dan lemak. Pasien harus diberi

pengertian antara hubungan karbohidrat dan glukosa darah. Selain itu pasien DM

tipe 2 seringkali memerlukan pembatasan kalori untuk mencegah penurunan berat

badan.

ADA merekomendasikan sekitar 60-70% asupan kalori harian sebaiknya berasal dari

karbohidrat dan asam lemak tak jenuh tunggal. Banyak dokter berusaha

meningkatkan prosentase asam lemak tak jenuh tunggal dan menurunkan

prosentase karbohidrat. Penelitian terbaru menunjukan bahwa diet rendah

karbohidrat berperan membantu menurunkan berat badan dan mengurangi resiko

penyakit kardiovaskular pada pasien DM tipe 2.

b. Aktivitas

Peningkatan aktivitas umumnya akan memberikan keuntungan bagi penderita DM.

Olahrga aerobik akan membantu memulihkan resistensi insulin dan kontrol glukosa

darah, mengurangi resiko penyakit kardiovaskular, dan berkontribusi pada

penurunan berat badan dan pemeliharaan kesehatan pada sebagian besar

penderita DM. Pasien harus memilih jenis olahraga yang mungkin untuk

10

Page 11: Makala h Diabetes Mellitus

dijalankannya secara rutin. Kegiatan olahraga ini harus dimulai secara perlahan

sebelum akhirnya menetap. Pasien lanjut usia, pasien dengan penyakit kronis

(berusia lebih dari 35 tahun atau lebih dari 25 tahun dengan DM lebih dari 10

tahun), pasien dengan berbagai faktor resiko penyakit kardiovaskular, adanya

penyakit mikrovaskular, pasien dengan riwayat atherosklerosis, memerlukan

evaluasi pencitraan sebelum memulai aktivitas olahraga yang intens. Selain itu

beberapa komplikasi seperti neuropati otonom, mati rasa pada kaki dan retinopati

memerlukan pembatasan aktivitas olahraga.

Terapi Farmakologis

Hingga tahun 1995 hanya tersedia dua macam pilihan terapi farmakologis DM yaitu

sulfonilurea (untuk DM tipe 2) dan insulin (untuk DM tipe 1). Setelah tahun 1995

sejumlah agen antidiabetikum oral diperkenalkan di Amerika. Hingga kini terdapat 5

kelas agen antidiabetikum oral, yaitu:

1. Sulfonilurea 2. Biguanide3. Meglitinide4. Thiazolidindion 5. Inhibitor α-glukosidase

Agen antidiabetikum oral diindikasikan untuk DM tipe 2 yang tak dapat dikontrol

hanya dengan diet dan olahraga. Agen-agen tersebut dikelompokan menurut

mekanisme kerjanya dalam menurunkan kadar glukosa darah. Biguanide dan

thiazolidindion sering dikategorikan sebagai agen pensensitisasi (sensitizer) insulin

karena kemampuan agen-agen tersebut dalam mengurangi resistensi insulin.

Sulfonilurea dan meglitinide dikategorikan sebagai sekretagog insulin karena

kemampuannya dalam meningkatkan rilis insulin endogen.

Terapi DM dengan insulin kini tersedia dalam beberapa tipe insulin yaitu:

1. Rapid acting insulin (lispro dan aspart) yaitu insulin kerja cepat yang tersedia

dalam campuran insulin Humalog Mix 75/25 dan Novolog Mix 70/30

2. Long acting basal insulin glarine yang mampu efektivitas terapi insulin

3. Gluisine, sebagai sediaan insulin kerja cepat juga telah disetujui penggunaannya

oleh FDA

4. Sediaan insulin inhalasi dan oral sedang dalam tahap pengembangan

11

Page 12: Makala h Diabetes Mellitus

1. Insulin

Farmakologi

Insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik. Insulin memainkan peran

utama dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Insulin endogen

dihasilkan dari pembelahan peptida proinsulin yang lebih besar menjadi peptida

aktif insulin dan C-peptida didalam sel β-pankreas. Semua sediaan insulin yang

tersedia dipasaran hanya mengandung peptida aktif insulin.

Karakteristik

Insulin umumnya dikarakteristik menurut sumber, kekuatan, onset dan durasi

kerjanya. Selain itu, insulin juga dikarakteristik menurut analognya, yang

didefinisikan sebagai insulin yang mengandung asam amino tertentu dalam

modifikasi molekul insulin untuk menghasilkan keuntungan pada sifat fisikokimia

maupun farmakokinetikanya.

Kekuatan insulin dinyatakan sebagai U-100 atau U-500 yang berarti kekuatannya

adalah 100 unit/mL atau 500 unit/mL. U-500 mungkin diperlukan bagi pasien yang

memerlukan insulin dosis tinggi. Namun sediaan insulin yang umum adalah U-100.

Sediaan insulin yang ada dipasaran dapat berupa insulin yang berasal dari daging

sapi maupun daging babi. Insulin daging sapi memiliki 3 perbedaan asam amino,

sedangkan insulin daging babi memiliki satu perbedaan asam amino dibandingkan

dengan insulin manusia. Produksi insulin dari sumber daging sapi maupun babi di

Amerika serikat dihentikan sejak Desember 2003, dan sebagai gantinya kini

dikembangkan teknologi rekombinant DNA untuk memproduksi insulin. Ely Lily dan

Aventis starin non-penyakit dari E.Colie untuk sintesis insulin manusia, sedangkan

Novo Nordisk menggunakan Saccharomyces sereviceae.

Kemurnia insulin mengacu pada jumlah proinsulin dibandingkan komponen lain

sebagai pengotor. Sebelum tahun 1980 insulin mengandung cukup banyak pengotor

yaitu antara 300-10.000 ppm yang dapat menyebabkan reaksi pada tempat

penyuntikan dan efek samping sistemik berupa pembentukan antibodi. Teknologi

modern memberikan kemudahan untuk memurnikan insulin.

Sediaan insulin yang terdapat dipasaran dapat dilihat pada Tabel ini. Cara

penggunaan insulin dapat dilihat disini.

12

Page 13: Makala h Diabetes Mellitus

Farmakokinetika

Farmakokinetika injeksi subkutan insulin tergantung pada onset, konsentrasi puncak

dan durasi kerja. Penyerapan insulin dari depot subkutan tergantung pada beberapa

faktor diantaranya:

1. Sumber insulin

2. Konsentrasi insulin

3. Zat tambahan pada sediaan insulin (misal: seng, protamin, dll)

4. Aliran darah ke daerah penyuntikan (menggosok daerah penyuntikan,

peningkatan suhu kulit, latihan pada otot dekat lokasi penyuntikan dapat

meningkatkan laju penyerapan)

5. Tempat penyuntikan

Berdasarkan tempat penyuntikannya, urutan kecepatan penyerapan insulin adalah

sebagai berikut:

1. Lemak perut posterior

2. Lengan atas

3. Daerah paha lateral

4. Area bokong posterior

Penambahan protamin dan seng akan menunda onset, puncak dan durasi kerja

insulin.

Waktu paruh dari suntikan IV insulin reguler adalah sekitar 9 menit. Jadi durasi kerja

efekif dari insulin reguler adalah cepat. Insulin terdegradasi dalam hati, otot dan

ginjal. Hati menonaktifkan sekitar 20-50% insulin pada pemberian dosis tunggal.

Sekitar 15-20% insulin dimetabolisme dalam ginjal. Sehingga pasien dengan

gangguan fungsi ginjal parah memerlukan dosis insulin yang lebih rendah.

Khasiat

Khasiat insulin tradisional (misal insulin reguler, NPH dan Lente insulin) adalah tegas.

Khasiat insulin analog diukur melalui berbagai cara sebagai insulin tradisional. Dalam

studi insulin analog belum menunjukan keunggulan pada level HbA1c dibanding

insulin tradisional namun lebih disukai penggunaannya. Lispro, ASPART dan

Glulisine memberikan keuntungan dalam hal kemudahan penyuntikannya yang

disuntikan 10 menit setalah makan, dibandingkan insulin reguler yang harus

disuntikan 30 menit setelah makan. Insulin kerja cepat memberikan efek penurunan

kadar glukosa postprandial yang lebih cepat dibandingkan insulin reguler. Insulin

13

Page 14: Makala h Diabetes Mellitus

Glargine yang disuntikan pada waktu tidur menunjukan efek penurunan resiko

hipoglikemia yang nokturnal yang signifikan dibandingkan NPH yang juga disuntikan

pada waktu tidur.

Komplikasi Mikrovaskular

Insulin sebagaimana agen antidiabetik oral terbukti mampu mengurangi resiko

komplikasi mikrovaskular.

Komplikasi Makrovaskular

Hubungan antara tingginya level insulin (hiperinsulinemia), resistensi insulin, dan

kejadian penyakit kardiovaskular tidak serta merta dipercaya bahwa insulin dapat

menyebabkan komplikasi makrovaskular. UKPDS dan DCCT tidak menemukan

perbedaan hasil antara tujuan makrovaskular dengan terapi intensif insulin. Satu

studi menunjukan bahwa pada pasien DM dengan infark miokard akut yang

menerima infus glukosa insulin terbukti mampu menurunkan angka kematian

dengan terapi insulin.

Efek Merugikan

Efek merugikan yang paling umum dalam penggunaan insulin adalah hipoglikemia

dan berat badan. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien yang menggunakan

insulin secara intensif dibanding yang kurang intensif dan lebih sering terjadi pada

pasien dengan DM tipe 1 daripada tipe 2.

Untuk meminimalisasi resiko hipoglikemia pada pasien dengan terapi insulin maka

pasien harus diberi pengertian untuk mewasapadai tanda-tanda hipoglikemia dan

pemantauan glukosa darah. Gejala hipoglikemia dapat berupa:

1. Gejala simpatik normal (takikardia, tremulousness, dan kebingungan)

2. Gejala awal dapat berupa gejala neuroglikopenik (Kebingungan, agitasi,

kehilangan kesadaran, dan atau dapat berkembang menjadi koma)

Pasien sering kali mengalami ktidaksadaran hipoglikemia, sehingga diperlukan

pemantauan glukosa darah untuk mewaspadainya.

Muntah dan peningkatan berat badan adalah salah satu reaksi merugikan lain dalam

terapi insulin.

Interaksi Obat

Tidak ada interaksi obat yang signifikan dengan insulin. Meskipun beberapa obat

berikut dapat mempengaruhi kontrol glukosa dengan insulin:

14

Page 15: Makala h Diabetes Mellitus

1. ACE-inhibitor menurunkan kadar glukosa darah, karena meningkatkan

sensitivitas insulin

2. Alkohol, membantu menurunkan kadar glukosa darah karena alkohol

menyebabkan penurunan produksi glukosa hepatik

3. Alfa-interferon, meningkatkan kadar glukosa darah dengan mekanisme yang

tidak diketahui

4. Diaksoside, meningkatkan kadar glukosa darah dengan menurunkan sekresi

insulin dan menurunkan penggunaan glukosa perifer

5. Diuretik, meningkatkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan resistensi

insulin

6. Glukokortikoid, meningkatkan kadar glukosa dengan merusak/menghambat

kerja insulin

7. Asam nikotinat, meningkatkan kadar glukosa darah dengan merusak kerja

insulin, dan meningkatkan resistensi insulin

8. Kontrasepsi oral meningkatkan kadar glukosa darah dengan mekanisme yang

tak diketahui

9. Fenitoin, meningkatkan kadar glukosa darah dengan penurunan sekresi insulin

Dosis dan Cara Pemberian

Dosis insulin pada setiap pasien bersifat individual. Dalam DM tipe 1 Kebutuhan

harian insulin rata-rata 0,5-0,6 unit/Kg, dengan sekitar 50% dalam bentuk insulin

basal, dan sisanya disampaikan melalui makanan. Pada kondisi DM tipe 1 yang

disertai penyakit akut, ketoasidosis atau keadaan resistensi insulin relatif

membutuhkan dosis insulin yang lebih tinggi. Dosis insulin sangat bervariasi

tergantung kondisi yang mendasari resistensi insulin dan sensitizer oral yang

digunakan.

Penyimpanan

Sebelum digunakan insulin sebaiknya disimpan pada suhu dingin (36-46 derajat

Fahrenheit). Tanggal kadaluarsa pada kemasan berlaku bila produk insulin tersebut

belum dibuka dan disimpan pada suhu dingin. Setelah dibuka waktu kadaluarsa

produk insulin bervariasi menurut jenis insulin dan mekanisme pengiriman produk

tersebut. Informasi tentang waktu kadaluarsa insulin dapat dilihat pada tabel ini.

15

Page 16: Makala h Diabetes Mellitus

2. Sulfonilurea

Farmakologi

Mekanisme utama kerja sulfonilurea adalah dengan meningkatkan sekresi insulin.

Sulfonilurea terikat pada reseptor spesifik sulfonilurea pada sel β-pankreas.

Pengikatan tersebut menutup kanal K+ tergantung adenosin trifosfat (ATP) sehingga

menurnkan masuknya kalium dan depolarisasi membran. Kanal Ca2+ tergantung

tegangan menyebabkan terbukanya fluks Ca2+. Peningkatan konsentrasi Ca2+

intraseluler menyebabkan translokasi sekresi insulin pada sel eksositosis.

Peningkatan sekresi insulin dari pankreas bergerak melalui vena portal dan menekan

produksi glukosa hepatik.

Klasifikasi

Sulfonilurea diklasifikasikan dalam generasi pertama dan kedua. Klasifikasi ini

didasarkan pada perbedaan potensi relatif, perbedaan potensi efek samping, dan

perbedaan dalam kemampuannya mengikat protein serum (resiko pengikatan

protein dan interaksi perpindahan obat).

1. Sulfonilurea generasi 1: Asetoheksamide, klorpropamide, tolazamide, dan

tolbutamide

2. Sulfonilurea generasi 2: glimepirid, glipizid dan gliburid.

Farmakokinetika

Semua sulfonilurea dimetabolisme dihati. Beberepa metabolit bersifat aktif, dan

selebihnya nonaktif. Sitokrom P450 (CYP450)2C9 memetabolismekan sebagian besar

sulfonilurea. Agen sulfonilurea yang menghasilkan metabolit aktif memerlukan

penyesuaian dosis jika digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Waktu

paruh sulfonilurea berkorelasi langsung dengan resiko hipoglikemia. Klorpropamide

dan gliburid berpotensi lebih besar menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Durasi

kerja yang panjang dari klorpropamide beresiko terjadinya penimbunan dan

mengakibatkan hipoglikemia berkepanjangan pada pasien lanjut usia dan atau

pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pasien DM yang beresiko tinggi mengalami

hipoglikemia (pasien lanjut usia, dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan atau

hati) dapat memulai terapi sulfonilurea dengan dosis terendah dan memiliki waktu

paruh pendek.

16

Page 17: Makala h Diabetes Mellitus

Khasiat

Jika diberikan pada dosis ekuipotensial, semua sulfonilurea memiliki efek penurunan

kadar glukosa darah yang sama. Rata-rata HbA1c akan berada pada rentang 1,5-2%

dan glukosa puasa turun sekitar 60-70 mg/dL, sehingga sebagian besar pasien tidak

akan mencapai kadar glukosa normal jika hanya menggunakan terapi tunggal

sulfonilurea. Pasien dapat mengalami kegagalan terapi dengan sulfonilurea. Pasien

yang gagal dengan terapi sulfonilurea ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kelompok pasien yang memiliki tingkat C-peptida rendah dengan level glukosa

puasa (fasting plasma glucose (FPG)) yang tinggi (lebih dari 250 mg/dL).

Kelompok pasien ini umumnya hanya sedikit mengalami penurunan FPG (kurang

dari 30 mg/dL) yang normal saat dimulainya terapi dengan sulfonilurea dan

memiliki level toksisitas glukosa yang signifikan atau merupakan DM tipe 1 yang

lambat berkembang.

2. Kelompok pasien yang saat dimulainya terapi sulfonilurea mengalami penurunan

kadar glukosa darah lebih dari 30 mg/dL namun belum dapat mencapai

konsentrasi normalnya. Sekitar 75% pasien yang gagal terapi sulfonilurea masuk

dalam kelompok ini.

Komplikasi Mikrovaskular

Sulfonilurea terbukti menurunkan resiko komplikasi mikrovaskular pada penderita

DM tipe 2.

Komplikasi Makrovaskular

Studi menunjukan bahwa tidak penambahan manfaat maupun resiko yang

membahayakan akibat penggunaan sulfonilurea lebih dari 10 tahun pada penderita

DM tipe 2. Pasien D tipe 2 yang menerima terapi tolbutamid lebih beresiko

mengalami penyakit arteri koroner dibandingkan dengan kelompok pasien yang

diterapi insulin atau pun plasebo.

Efek Merugikan

Efek samping yang paling umum dari sulfonilurea adalah hipoglikemia. FPG adalah

prediktor utama dalam menilai kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Rendahnya

FPG berpotensi besar terjadinya hipoglikemia. Selain itu pasien DM dengan terapi

sulfonilurea yang melewatkan satu waktu makan, berolahraga terllau berat, atau

mengalami penurunan berat badan juga berpotensi mengalami hipoglikemia.

17

Page 18: Makala h Diabetes Mellitus

Hiponatremia (kadar natrium serum <129 mEq/mL) dapat terjadi pada terapi dengan

tolbutamid dan klorpropamid. Hiponatremia terjadi melalui mekanisme peningkatan

hormon antidiuretik. Resiko hiponatremia lebih tinggi pada pasien lanjut usia (>60

tahun), pasien perempuan dan penggunaan bersama diuretik tiazid.

Kenaikan berat badan juga dapat terjadi sebagai efek samping terapi sulfonilurea.

Karena pasien yang tidak lagi hiperglikemia akan menyimpan kelebihan kalorinya.

Efek samping lain yang kurang umum adalah ruam, anemia hemolitik, gangguan

pencernaan, dan kolstasis.

Interaksi Obat

Sulfonilurea generasi pertama yang membentuk ikatan dengan protein ionik lebih

mungkin berinteraksi dibandingkan dengan sulfonilurea generasi dua yang mengikat

protein nonionik. Sebagian besar interaksi obat ini terjadi melalui metabolisme

hepatik. Obat-obat yang menginduksi atau pun menghambat kerja enzim CYP450

2C9 harus dipantau jika digunakan bersama sulfonilurea.

Interaksi sulfonilurea diantaranya:

1. Melalui penggantian ikatan protein plasma: warfarin, salisilat, fenilbutazon,

sulfonamida

2. Mengubah metabolisme hepatik (mempengaruhi kerja enzim CYP450 2C9):

kloramfenikol, penghambat monoamin oksidase, simetidin, rifampin

3. Merubah ekskresi ginjal: allopurinol, probenesid

Dosis dan Cara Pemberian

Dosis terapi sulfonilurea dapat dilihat pada tabel ini. Dosis sebaiknya diturunkan

pada pasien usia lanjut atau pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan atau hati.

Dosis harus dititrasi setiap 1-2 minggu (menggunakan interval waktu yang lebih lama

pada klorpropamid) untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal. Hal itu akan

memungkinkan sekresi insulin secara cepat sebagai respon terapi sulfonilurea. Dosis

maksimal glipizid adalah 40 mg/hari, dengan dosis maksimal efektif sekitar 10-15

mg/hari. Dosis maksimal efektif sulfonilurea umumnya sekitar 60-75% dari dosis

maksimumnya.

3. Meglitinid

Farmakologi

Sisi pengikatan nateglinide dan refaglinide berdekatan dengan sisi pengikatan

sulfonilurea, natelinide dan rafegilinide bekerja dengan merangsang sekresi insulin

18

Page 19: Makala h Diabetes Mellitus

pada sel β-pankreas, seperti halnya sulfonilurea. Refaglinide yang merupakan

turunan asam benzoat maupun nateglinide yang merupakan derivat asam amino

fenilalanin kedua memerlukan kehadiran glukosa untuk dapat merangsang sekresi

insulin. Kelompok obat ini menekan kadar glukosa hingga kadar normal, stimulasi

insulin pun akan segera berkurang setelah kadar glukosa darah normal.

Farmakokinetika

Refaglinide dan refaglinide keduanya adalah sekretagog insulin yang bekerja dan

diserap secara cepat (sekitar 0,5-1 jam) dan memiliki waktu pasruh yang singkat (1-

1,5 jam).Nateglinide sangat terikat pada protein plasma terutama albumin dan asam

a1-glikoprotein. Nateglinide sebagian besar dimetabolisme oleh enzim CYP450 2C9

(70%) dan CYP3A4 membentuk metabolit yang kurang aktif. Konjugasi glukoronat

memungkinkan eliminasi yang cepat melalui ginjal. Refaglinide terutama

dimetabolisme oleh CYP3A4 membentuk metabolit aktif yang diekskresikan melalui

empedu.

Khasiat

Dalam monoterapi, nateglinide dan refaglinide mampu menurunkan kadar glukosa

dan HbA1c posprandial. Refaglinide 3x4 mg mampu menurunkan kadar HbA1c

sebesar 1%, dan nateglinide 3x120 mg menurunkan HbA1c hingga 0,8%

Efek Merugikan

Efek merugikan yang paling umum dari agen ini adalah hipoglikemia, namun resiko

hipoglikemianya masih lebih rendah bila dibandingkan sulfonilurea.

Interaksi Obat

Berinteraksi dengan obat-obat yang menginduksi atau menghambat enzim CYP3A4.

Dosis dan Cara Pemberian

Rafeglinide dan nateglinide sebaiknya diberikan saat makan (hingga 30 menit

sebelum makan). Dosis efektif refaglinide adalah 2 mg saat makan atau 1 mg

sebelum makan. Sedangkan dosis nateglinide adalah 120 mg sebelum makan dan

tidak perlu dititrasi.

4. Biguanide

Farmakologi

Metformin adalah satu-satunya biguanide yang tersedia di Amerika Serikat.

Metformin bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin baik pada jaringan hati

maupun perifer. Peningkatan sensitivitas insulin ini memungkinkan peningkatan

19

Page 20: Makala h Diabetes Mellitus

penyerapan glukosa oleh jaringan. Mekanisme real dari metformin dalam

meningkatkan sensitivitas insulin ini memang belum diketahui secara pasti. Namun

telah diketahui bahwa aktivasi protein kinase oleh adenosin-5-monofosfat yang

teraktivasi, peningkatan aktivitas tirosin kinase, dan tranforter glukosa memainkan

peranan penting dalam mekanisme metformin ini. Metformin memberikan efek

tidak langsung pada sel β-pankreas.

Farmakokinetika

Metformin oral memiliki ketersediaan hayati sekitar 50-60%, memiliki kelarutan

dalam lipid yang rendah, dan volume distribusi mendekati cairan tubuh. Metformin

tidak dimetabolisme dan mengikat protein plasma. Metformin diekskresikan melalui

sekresi tubular dan filtrasi glomerolus diginjal. Waktu paruh rata-rata 6 jam, namun

secara farmakodinamik metformin memberikan efek antihiperglikemik hingga lebih

dari 24 jam.

Khasiat

Metformin secara konsisten menurunkan level HbA1c sekitar 1,5-2,0% dan

menurunkan level glukosa puasa hingga 60-80 mg/dL. Metformin juga memiliki

kemampuan menurunkan kadar glukosa puasa yang sangat tinggi (>300 mg/dL).

Metformin juga memiliki efek positif pada beberapa sindrome resistensi insulin.

Metformin mampu menurunkan kadar trigliserida dan LDL-C sekitar 8% dan 15%,

serta meningkatkan kadar HDL-C (2%). Metformin juga mengurangi tingkat

plasminogen sehingga menyebabkan sedikit penurunan berat badan (2-3 kg).

Komplikasi Mikrovaskular

Memiliki kemampuan menurunkan resiko komplikasi mikrovaskular seperti halnya

sulfonilurea.

Komplikasi Makrovaskular

Metformin menurunkan resiko komplikasi makrovaskular pada pasien DM dengan

obesitas. Secara signifikan mengurangi resiko stroke dan infark miokard. Metformin

harus dimasukan dalam terapi pilihan pertama pasien DM tipe 2, kecuali jika

kontraindikasi.

Efek Merugikan

Metformin menyebabkan efek samping pada saluran gastrointestinal seperti

ketidaknyamanan perut, sakit perut dan diare, disamping anoreksia dan perasaan

20

Page 21: Makala h Diabetes Mellitus

penuh pada perut. Efek samping ini umumnya bersifat ringan dan dapat

diminimalisir dengan cara titrasi lambat, dan konsumsi obat tepat setelah makan.

Efek samping lain yang mungkin terjadi namun jarang adalah asidosis laktat.

Interaksi Obat

Simetidin dan metformin bersaing dalam hal ekskresi melalui ekskresi tubular

sehingga berpotensi meningkatkan deposit metformin, dan kemungkinan

berimplikasi pada terjadinya asidosis laktat. Metformin juga berinteraksi dengan

prokainamid, digoksin, kuinidin, trimetoprim dan vankomisin.

Dosis dan Cara Pemberian

Metformin lepas cepat 2x500 mg segera setelah makan untuk meminimalisir efek

samping gastrointestinal. Dosis tersebut dapat ditingkatkan 500 mg perminggu

hingga diperoleh kadar glukosa normal atau hingga 2000 mg perhari.

Dosis harian metformin dapat dimulai dengan 850 mg, dan setelah 1-2 minggu

ditingkatkan 2x850 mg hingga maksimum 3x850 mg.

Metformin lepas lambat dapat dimulai dengan dosis tunggal saat makan malam

sebesar 500 mg kemudian dilakukan titrasi mingguan sebesar 500 mg hingga dosis

harian tunggal maksimum sebesar 2000 mg. Penggunaan metformin lepas lambat

dalam dosis terbagi 2-3 kali sehari dapat mengurangi resiko efek samping

gastrointestinal.

5. Tiazolidindion

Farmakologi

Tiazolidindion disebut juga dengan istilah TZD atau glitazon. Pioglitazon dan

rosiglitazon adalah 2 jenis obat golongan tiazolidindion yang disetujui

penggunaannya oleh FDA. Tiazolidindion bekerja dengan mengikat reseptor gama-

pengaktivasi proliferator peroksisom yang terdapat pada sel-sel lemak dan

pembuluh darah. Tiazolidindion meningkatkan sensitivitas insulin pada otot, hati,

dan jaringan lemak.

Farmakokinetik

Pioglitazon dan rosiglitazon diserap dengan baik dari saluran cerna dengan atau

tanpa makanan. Kedua obat tersebut terikat pada protein albumin sekitar 99%.

Pioglitazon terutama dimetabolisme oleh enzim CYP2C8 dan sedikit oleh CYP3A4

dan mayoritas dieliminasi melalui tinja. Sedangkan rosiglitazon terutama

dimetablisme oleh CYP2C8 dan sedikit oleh CYP2C9 yang kemudian terkonjugasi dan

21

Page 22: Makala h Diabetes Mellitus

dieliminasi melalui urin dan feses. Waktu paruh pioglitazon 3-7 jam sedangkan

rosiglitazon sekitar 3-4 jam.

6. Inhibitor α-Glucosidase

Farmakologi

Acarbose dan miglitol adalah 2 obat dari golongan ini. Inhibitor α-Glucosidase

merupakan penghambat kompetitif yang menghambat enzim maltase, isomaltase,

sukrase dan glukoamilase diusus kecil sehingga menghambat pemecahan sukrosa

dan karbohidrat kompleks.

Farmakokinetik

Mekanisme kerja obat ini terbatas pada sisi luminal usus. Beberapa metabolit

diserap secara sistemik dan diekskresikan melalui ginjal. Sedangkan miglitol diserap

secara sistemik dan diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk utuh.

Khasiat

Obat ini mampu menurunkan kadar glukosa postprandial sebesar 40-50 mg/dL dan

relatif tidak menurunkan kadar glukosa puasa.

Komplikasi Mikrovaskular

Obat golongan ini mampu menurunkan kadar HbA1c sehngga menurunkan resiko

komplikais mikrovaskular.

Komplikasi Makrovaskular

Akarbose dapat menurunkan tingkat konversi gangguan toleransi glukosa pada

penderita DM serta mengurangi resiko penyakit kardiovaskular.

Efek Merugikan

Efek samping paling umum adalah efek pada saluran pencernaan seperti perut

kembung, nyeri abdomen dan diare. Efek tersebut menyebabkan keterbatasan

penggunaan obat ini.

Dosis dan Cara Pemberian

Dosis akarbose dan miglitol adalah sama. Terapi dimulai dengan dosis sangat rendah

yaitu 1x25 mg saat makan, dan dititrasi secara bertahap dalam beberapa bulan

hingga dosis maksimum 3x50 mg pada pasien dengan berat badan kurang dari atau

sama dengan 60 kg atau 3x100 mg pada pasien dengan bobot badan lebih dari 60 kg

22

Page 23: Makala h Diabetes Mellitus

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Patofisiologi penyakit Diabetes Melitus adalah :

a. Patofisologi diabetes mellitus tipe 1

Insulin pada diabetes mellitus tipe 1 tidak ada, ini disebabkan oleh karena pada jenis

ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta

insulitis.

b. Patofisiologi diabetes mellitus tipe 2

Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin lebih banyak

tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.

Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam

sel.

c. Patofisiologi diabetes mellitus gestasional

Diabetes mellitus gestasional atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama

kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan

protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.GDM mungkin dapat merusak

kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan

hidup.

2. Klasifikasi penyakit Diabetes Melitus adalah :

a. Diabetes Melitus Tipe 1 : diabetes mellitus tergantung insulin ( Insulin

Dependent Diabetes Melitus/IDDM)

b. Diabetes Melitus Tipe 2 : diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non –

Insulin Dependent Diabetes Melitus/NIDDM)

c. Diabetes Melitus Gestasional(GDM) : diabetes yang dialami oleh orang hamil

3. Diagnosa penyakit Diabetes Melitus adalah :

Diabetes mellitus dapat didiagnosis secara baik melalui pemeriksaan laboratorium

dengan melakukan pemeriksaan darah. Kriteria diagnosa Diabetes mellitus diambil

dari keputusan organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu berdasarkan kadar gula atau

glukosa darah.

23

Page 24: Makala h Diabetes Mellitus

4. Terapi penyakit Diabetes Melitus adalah :

a. Non farmakologis (diet dan aktivitas)

b. Farmakologis

3.2 Saran

Sesuai dengan perkembangan zaman maka akan memicu timbulnya penyakit seperti

yang disebabkan oleh prilaku dan pola hidup yang salah.Salah satu contohnya

adalah penyakit Diabetes Melitus.Untuk itu perlu pencegahan sejak dini dalam

menghindari penyakit Diabetes Melitus dengan menjaga dan meningkatkan

kesehatan masyarakat dimulai dari lingkungan keluarga dengan cara melakukan pola

makan dan pola hidup sehat

24

Page 25: Makala h Diabetes Mellitus

DAFTAR PUSTAKA

Joseph T. Dipiro, et al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach

seventh edition. USA : The McGraw-Hill Companies,

Bustan. 2007. Epidemologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Peningkatan Kasus Penyakit Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Jalan Penyakit

dalam Rumah Sakit Dokter Mohammad Hoesin Palembang. STIK Bina Husada.

Palembang

Hubungan Determinan Penderita dengan Kejadian Diabetes Mellitus Pasien Rawat

Jalan di RSUD Palembang Bari Tahun 2011. STIK Bina Husada. Palembang

Brunner, L.S. dan Suddarth, D.S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahVol2.

Jakarta: EGC.

25