analisis masalah dan learning issue skenario c blok 19

20
Analisis Masalah dan Learning Issue Skenario C Blok 19 Nama : Monica Trifitriana Nim : 04011381320042

Upload: marissaevis

Post on 11-Dec-2015

237 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

Analisis Masalah dan Learning Issue Skenario C Blok 19

Nama : Monica Trifitriana

Nim : 04011381320042

Kelas : B

Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya

Page 2: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

I. Analisis Masalah1. Nn Sinta (20 thn), seorang mahasiswi berobat ke puskesmas dengan keluhan utama

kelopak mata sulit dibuka yang dialami sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasakan secara perlahan-lahan makin hari bertambah berat. a. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari neurooftalmologi?

Terlampir di Learning Issue

2. Ketika bangun tidur penderita merasa segar dan tidak ada keluhan, namun ketika sedang sibuk beraktifitas, penderita merasa matanya berat dibuka, lama kelamaan seluruh anggota gerak juga ikut terasa berat. Setelah beristirahat agak lama kondisi penderita terasa membaik kembali. Kondisi seperti ini hampir dirasakan setiap harinya.a. Apa hubungan aktifitas dan seluruh anggota tubuh terasa berat?

Bila impuls saraf mencapai NeuroMuscularJunction (NMJ) akson terminal pre sinaps akan mengalami depolarisasi (influx kalsium) menghasilkan asetilkolin ke post sinaps tetapi akibat proses autoimun yang menyebabkan penurunan pada reseptor Ach di endplate otot asetilkolin yang diterima reseptor Ach sedikit penurunan potensial aksi untuk terjadinya kontraksi otot skeletal Kelemahan otot saat beraktivitas.

Page 3: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

3. penyakit ini diderita untuk pertama kalinya, tidak ada dalam keluarga yang menderita penyakit sejenis.a. Apa makna klinis penyakit yang diderita pertama kali dan tidak ada riwayat

dalam keluarga? Hal ini menandakan bahwa penyakit yang diderita Nn Sinta bukan bedasarkan factor genetic. Karena perlu diketahui bahwa penyebab dari Miastenia gravis:1. Faktor genetic (yang diturunkan dari orang tua yang mengidap penyakit miastenia

gravis)2. Autoimun (Akibat dari Sistem kekebalan tubuh yang membuat antibody tubuh

(IgG) yang menyerang reseptor Ach di endplate motoric dari otot sehingga menyebabkan penurunan reseptor Ach).

Hal ini menandakan bahwa penyakit yang diderita Nn. Sinta diakibatkan oleh proses autoimun bukan karena factor genetiknya.

4. Pemeriksaan fisik umum

Kesadaran : Compos Mentis, : TD : 120/80 mmHg, N : 80x/menit,

RR : 20x/mnit, S : 37 C

Pemeriksaan Fisik Khusus:

Kepala: Ptosis Bilateral pada kedua kelopak mata

Thorax: dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

a. Bagaimana cara pemeriksaan serta tujuan pemeriksaan ptosis?

Pemeriksaan fisis pada pasien ptosis dimulai dengan 1.       Palpebra Fissure Height2.       Margin-reflex distance3.       Upper lid crease4.       Levator function5.       Bells Phenomenon

Page 4: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

1.     Palpebra Fissure Height Jarak ini diukur pada posisi celah terlebar

antara kelopak bawah dan kelopak atas pada saat pasien melihat benda jauh dengan pandangan primer.

Fissura pada palpebra diukur pada posisi utama (orang dewasa biasanya 10-12 mm dengan kelopak mata teratas menutup 1 mm dari limbus). Jika ptosis unilateral, pemeriksa harus membedakan dengan artifak strabismus vertikal (hipotropia) atau retraksi kelopak mata kontralateral. Kelopak mata harus dieversi untuk menyingkirkan penyebab lokal ptosis misalnya konjungtivitis papilar raksasa. Jika ptosis asimetris, khususnya bila kelopak mata atas mengalami retraksi – dokter harus secara manual mengangkat kelopak yang ptosis untuk melihat jika terjadi jatuhnya kelopak atas pada mata lain

2.     Margin-Reflex Distance Jarak ini merupakan jarak tepi kelopak

mata dengan reflek cahaya kornea pada posisi primer, normalnya ± 4 mm. Refleks cahaya dapat terhalang pada kelopak mata pada kasus ptosis berat dimana nilainya nol atau negatif. Bila pasien mengeluh terganggu pada saat membaca maka jarak refleks-tepi juga harus diperiksa.

3.     Upper Lid CreaseJarak dari lipatan kelopak atas

dengan tepi kelopak diukur. Lipatan kelopak atas sering dangkal atau tidak ada pada pasien dengan ptosis kongenital.

Page 5: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

4.     Levator Function Untuk mengevaluasi fungsi otot

levator, pemeriksa mengukur penyimpangan total tepi kelopak mata, dari penglihatan ke bawah dan ke atas, sambil menekan dengan kuat pada alis mata pasien untuk mencegah kerja otot frontalis. Penyimpangan normal kelopak atas adalah 14-16 mm. Sebagai tambahan, jarak refleks kornea - kelopak mata dan jarak tepi kelopak atas-lipatan kelopak atas diukur.

5. Bells PhenomenonPenderita disuruh menutup/memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa membuka kelopak mata atas, kalau bola mata bergulir ke atas berarti Bells Phenomenon (+).

        Jarak penyimpangan fungsi kelopak mata :

Baik : lebih dari 8 mm Sedang : 5-8 mm Buruk : kurang dari 5 mm

Tujuannya untuk membedakan klasifikasi dari ptosis yang di dapat (acquired) atau ptosis kongenital

1. Ptosis yang didapatkan (aquired); pada umumnya disebabkan oleh :

a. Faktor mekanik

b. Faktor miogenik

c. Faktor neurogenik (paralitik)

d. Faktor trauma

Page 6: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

2. Ptosis kongenital; akibat kegagalan perkembangan m.levator palpebra. Dapat terjadi sendiri maupun bersama dengan kelainan otot rektus superior (paling sering) atau kelumpuhan otot mata eksternal menyeluruh (jarang).  Hal ini bersifat herediter

5. Pemeriksaan Fisik Neurologi didapat:

Motorik: kekuatan 5 pada keempat ekstremitas, reflex fisiologis menurun

Reflex patologis Babinski (-), Chaddock (-)

Sensoris : Tidak ada Kelainan

a. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik neurologi?

Pemeriksaan Neurologi Interpretasi Mekanisme AbnormalMotorik: Kekuatan 5 pada ekstremitas Normal (tidak ada

kelumpuhan)Progresifitas penyakitnya belum sampe ke tipe II

Refleks fisiologis menurun Tidak normal Akibat dari penurunan reseptor Ach di endplate otot skeletal menyebabkan asetilkolin yang tercapai di otot untuk terjadinya proses potensial aksi menurun. Hal inilah yang menyebabkan saat dilakukan reflex fisiologis terjadi penurunan.

Refleks Patologis Babinski (-) Normal Menandakan tidak ada gangguan di upper motor neuron

Reflekas Patologis Chaddock (-) Normal Menandakan tidak ada gangguan di upper motor neuron

Sensorik:

Tidak ada kelainan Normal Pada kasus, yang terganggu di jaras motoriknya terutama di neuromuscular junction akibat penurunan reseptor Ach sehingga jaras sensorik masih memberi impuls yang normal.

b. Apa saja pemeriksaan-pemeriksaan neurologis yang lain?reflex patologis

Page 7: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

1. Babynski Test Tes ini dilakukan dengan menggoreskan ujung palu reflex pada telapak kaki pasien mulai dari tumit menuju ke atas bagian lateral telapak kaki setelah sampai di kelingking goresan dibelokkan ke medial dan berakhir dipangkal jempol kaki. Tanda positif responnya berupa dorso fleksi ibu jari kaki disertai pemekaran atau abduksi jari-jari lain. Tanda ini spesifik untuk cedera traktus piramidalis atau upper motor neuron lesi. Tanda ini tidak bias ditimbulkan pada orang sehat kecuali pada bayi yang berusia di bawah satu tahun. Tanda ini merupakan reflex patologis.

2. Oppenheim TestTanda atau reflex patologis ini dapat dibangkitkan dengan mengurut tulang tibia dari atas ke bawah menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Tanda ini positif responnya sama babinski tes yang mengindikasikan upper motor neuron lesi.

3. Chaddock TestMemberikan rangsangan dengan jalan menggores pada bagian lateral malleolus lateralis.

4. Gordon TestCara : memencet atau mencubit otot betis.

5. Refleks OppenheimCara : mengurut dengan kuat pada tibia dan otot tibialis anterior dari atas ke distal.

6. Refleks SchaeferCara: memencet/mencubit tendon achilles.

Page 8: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

Rangsang meningeal– Kaku kuduk : Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat

– Kernig sign : Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan Kernig sign positif.

– Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

– Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.

– Lasegue sign : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.

Page 9: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

Analisis Aspek Klinis

a. Apa saja klasifikasi dari diagnosis kerja pada kasus? Klasifikasi Myastenia Gravis menurut Myastenia Gravis Foundation of America (MGFA), yaitu:1. Klas I

Adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal.

2. Klas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular

A. Klas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh atau keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan

B. Klas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas Iia

3. Klas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan tingkat sedang

A. Klas IIIa Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan

B. Klas IIIb Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial atau keduanya dalam derajat ringan

4. Klas IV otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat

A. Klas IVa Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan

B. J. Klas IVb Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi

5. Klas V Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik

Page 10: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

Myastenia gravis dibagi dalam 4 kelompok :a. Kelompok I : Okuler myasteniab. Kelompok II : Mild Generalised Myasteniac. Kelompok III : Severe Generalised Myasteniad. Kelompok IV : Krisis

b. Apa faktor resiko pada kasus?a. Infeksi (virus)b. Pembedahanc. Stressd. Perubahan hormonale. Alkoholf. Tumor mediastinumg. Obat-obatan

c. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus?

Kelopak mata turun sebelah atau layu (asimetrik ptosis)

Penglihatan ganda

Kelemahan otot pada jari-jari, tangan dan kaki (seperti gejala stroke

tapi tidak disertai gejala stroke lainnya)

Gangguan menelan seringkali menyebabkan penderita tersedak.

Gangguan bicara

Dan gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory

paralysis)

yang khas adalah otot menjadi semakin lemah. Penderita

mengalami kesulitan dalam menaiki tangga, mengangkat benda

dan bisa terjadi kelumpuhan.

Page 11: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

II. Learning Issue

Anatomi dan Fisiologi Palpebra

A. Anatomi

Palpebra atau kelopak mata mempunyai fungsi melindungi bola mata serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata didepan kornea.palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna melindungi bola mata terhadap trauma sinar dan pengeringan bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan. kedipan bola mata dapat menyingkirkan debu yang masuk.

Fungsi Palpebra:

•Pelindung mekanik bola mata.

•Menghasilkan komponen lipid untuk air mata.

•Membantu membasahi kornea.

Batas-batas palpebral:

• Batas superior : daerah alis dan rima orbita superior.

• Batas inferior : dari rima orbita inferior sampai ke kulit nasojugal dan lipatan malar.

• Lebar horizontal fisura =30 mm vertikal 8-10 mm.

Page 12: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

Terdapat 7 Lapisan Palpebra, yaitu:

1. Kulit & jaringan subkutan.Sangat tipis dan elastis.Tidak mempunyai lapisan lemak subkutan Lapisan dermis: jaringan ikat longgar yang mengandung serat elastin,pemb darah,limfe

dan saraf. Lapisan subkutan:

folikel rambut & kelenjar sebacea.

2. Otot protraktor.

Page 13: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

M.Orbikularis okuli yang melingkari fisura orbita yang dipersyarafi oleh N. VIITerdiri dari Tiga bagian :

Orbikularis orbital, Orbikularis preseptal, Orbikularis pretarsal.

3. Septum orbita.Jaringan ikat berlapis berasal dari periosteum pada rima orbita superior-inferior di daerah arkus marginalis.Fungsi: sebagai barier antara orbita dan palpebra.

4. Lemak orbita. Normal: letak di posterior septum orbita dan anterior dari aponeurosis levator.Dapat mengalami herniasi ke palpebra.Bantalan lemak sentral penting untuk operasi palpebra elektif dan repair laserasi palpebra.

5. Otot retraktor. Otot rektraktor palpebra superior: m. levator dan aponeurosisnya dan m.tarsalis superior

(muller). Otot retraktor palpebra inferior: fasia kampsulopalpebral dan m.tarsalis inferior.

M.Levator palpebra : otot utama dan berfungsi mengangkat palpebra superior sekitar 15 mm.

M.Muller : fungsi memberi tambahan tonus dan hilang bila kelelahan atau paralisis dan palpebra turun 2 mm.

6. Tarsus.Terdiri dari jaringan padat.Berfungsi sebagai rangka palpebra.

Page 14: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

Ukuran tarsus superior: lebar 10 mm di sentral,panjang 25-29mm dan tebal 1 mm.Ukuran tarsus inferior: lebar 3.5-4 mm di sentral,panjang 25-29 mm dan tebal 1 mm.Mengandung kelenjar Meibom: 30-40 di palpebra superior ,20-30 di palpebra inferior

7. KonjungtivaTerdiri dari: Konjungtiva palpebra. Konjungtiva forniks. Konjungtiva bulbi.

Persarafan Palpebra:

2 saraf motorik untuk gerakan palpebra.

• N.III: mempersarafi m.levator palpebra untuk mengangkat palpebra superior dan m.rektus inferior.

• N.VII mempersarafi m.orbikularis okuli.

Visual pathway consists of:

• Retina

• Optic nerve

• Optic chiasm

• Optic tract

• Lateral geniculate nucleus (body)

• Optic radiation ( geniculo calcarina tract )

• Visual cortex

Page 15: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

B. FisiologiA. Mekanisme Menutup dan membuka mata

Diawali dari adanya rangsangan dari saraf simpatis pengeluaran adrenalin Pembukaan dan penutupan palpebra diperantarai oleh muskulus orbikularis okuli dan muskulus levator palpebra. • Menutup mata:

Muskulus orbikularis okuli pada kelopak mata atas dan bawah mampu mempertemukan kedua kelopak mata secara tepat pada saat menutup mata.

• Membuka mata:Pada saat membuka mata, terjadi relaksasi dari muskulus orbikularis okuli dan kontraksi dari muskulus levator palpebra di palpebra superior

Page 16: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario C Blok 19

Daftar Pustaka

1. Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16: Page:

519-534. 1984.

2. Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological Mechanisms and

Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995.

3. Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page:

301-305. 1991.

4. Howard, J. F. Myasthenia Gravis, a Summary. Available at :

http://www.ninds.nih.gov/disorders/myasthenia_gravis/detail_myasthenia_gravis.htm.

Accessed : March 22, 2008.

5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2009. h:1-12.

6. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984. h:1-8.