weekly case cedera kepala.doc

Upload: hazelel

Post on 14-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PendahuluanCedera kepala adalah perubahan mental dan fungsional yang disebabkan oleh pukulan di kepala. Berdasarkan CDC dikatakan bahwa 50.000 orang meninggal akibat cedera kepala setiap tahun di Amerika Serikat. Dua kali lipat dari jumlah ini mengalami disabilitas permanen.

Komplikasi hemodynamic termasuk spasme arteri serebral dan hipertensi intracranial sering pada pasien dengan cedera kepala. Penigkatan tekanan intracranial terjadi pada 43% pasien dengan cedera kepala.

Penyebab cedera kepala

Jatuh dari ketinggian

Kecelakaan lalu lintas

Adanya objek yang menghantam kepala

Kepala terbentur benda keras Adanya serangan yang menyebabkan terjadinya trauma tumpul atau tajam

Ledakan yang menyebabkan hantaman pada kepala

Tanda dan gejala

Glasgow coma scale (GCS) merupakan pilihan utama untukmengetahui fungsi neurologic pada keadaan akut. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:

Memar dan pendarahan di kepala dan kulit kepala dan ditemukan darah di meatus akustikus internus atau di belakang membrane timpani dapat dicurigai terjadinya cedera otak.

Anosmia biasanya disebabkan oleh karena rusaknya nervus olfaktorius pada lamina cribrosa Reaksi pupil abnormal

Oftalmoplegia internuklear akibat trauma batang otak memiliki prognosisi relative baik.

Gangguan nervus cranialis VI mengindikasikan adanya peningkatan TIK

Gangguan nervus VII mengindikasikan fraktur tulang temporal terutama jika terjadi bersamaan dengan penurunan pendengaran

Gangguan pendengaran, terjadi pada 20-30% pasien dengan trauma kepala

Disfagia, meningkatkan resiko terjadinya aspirasi dan nutrisi yang tidak adekuat

Gangguan motorik fokal termasuk ekstensi dan fleksi, tremor, distonia, gangguan keseimbangan saat duduk dan munculnya reflek primitive mengindikasikan kontusio atau sindrom herniasi

Diagnosis

Bedside cognitive testing

Pada keadaan akut, level kesadaran, perhatian dan orientasi pasien sangat penting diketahui. Beberapa pasien sembuh dari trauma kepala disertai gangguan ingatan. Pemeriksaan status mental memiliki nilai prognostic terhadapa durasi amnesia posttraumatic. Pasien dengan durasi amnesia yang lebih panjang memiliki prognosisi yang lebih buruk.Pada keadaan kronik, pemeriksaan kognitif bisa dilakukan dengan Mini Mental State Examination.

Pemeriksaan laboratorium

Level natrium

Perubahan kadar natrium darah terjadi pada sekitar 50% pasien koma akibat trauma kepala. Hiponatremia mungkin mengarah pada adanya SIADH. Peningkatan kadar natrium pada cedera kepala menandakan adanya dehidrasi atau diabetes insipidus.

Kadar magnesium

Perubahan kadar magnesium berupa deplesi pada keadaan akut, trauma kepala ringan maupun berat

Faktor pembekuan

Hal yang perlu diperiksa adalah PT, aPTT dan trombosit berguna untuk mengetahui adanya koagulopati.

Level alcohol dan obat-obatan dalam darah

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kesadaran dan pengetahuan kognitif dengan trauma kepala

Funsi ginjal dan level CK untuk menyingkirkan kemungkinan adanya rhabdomiolisis jika terjadi crush injury atau adanya rigiditas

Neuron specific enolase dan protein S-100B. Peningkatan dalam darah berhubungan dengan adanya gangguan kognitif yang persisten selama 6 bulan pada pasien dengan cedera kepala ringan dan berat.Pemeriksaan Imaging

CT SCAN merupakan modalitas utama yang dapat digunakan pada keadaan akut

MRI dilakukan pada pasien dengan gangguan status mental yang tidak diketahui penyebabnya dengan CT SCAN Elektroensefalografi (EEG)membantu menyingkirkan penyebab oleh karena obat-obatan dan status epilepsy nonkonvulsi.Penatalaksanaan

Tekanan intracranialJIka tekanan intracranial melebihi 20-25 mmHg dapat diberikan manitol intravena, drainase cairan serebrospinal dan hiperventilasi. Jika tekanan intracranial tidak menurun dengan cara konvensional ini maka pemberian barbiturate dosis tinggi diperbolehkan. Pendekatan lain yang digunakan oleh beberapa klinisi adalah memperbaiki perfusi dengan mempertahankan tekanan intracranial.

Patofisiologi

Perubahan structural pada pasien dengan trauma kepala sering ditemukan baik pada pemeriksaan otopsi dan pemeriksaan neuroimaging. Dapat ditemukan fraktur linier aatau yang lebih kompleks terjadi fraktur depresi dimana fragmen tulang menekan permukaan kalvaria. Pada pasien dengan trauma kepala ringan adanya fraktur tengkorak menandakan tingginya kemungkinan adanya cedera intracranial. Baik trauma langsung maupun counter coup injury dapat menyebabbkan adanya perdarahan fokal di bawah kalvaria. Perdarahan ini bisa mengakibatkan lesi contusio fokal atau pendarahan ekstraserebral. Pendarahan ekstraserebral (perdarahan subdural) terjadi akibat robeknya bridging vein tapi pada pendarahan epidural akibat ribeknya arteri meningeal media atau vena diploika. Biasanya pendarahn subdural diakibatkan oleh rupturnya arteri kortikal.Klasifikasi cedera kepala

Cedera kepala diklasifikan dalam berbagai aspek secara praktis dikenal 3 klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya dan morfologi.

1. Mekanisme cedera kepala

Cedera otak dibagi atas trauma tumpul dan trauma tembus. Trauma tumpul biasaya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor , jatuh atau pukulan benda tumpu. Trauma tembus disebabkan oleh luka tembak atau pun tusukan.

2. Beratnya cedera GCS digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat. GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan GCS 14-15 sebagai cedera otak ringan. Dalam penilaian GCS jika terdapat asimetrin ekstremitas kiri atau kanan maka yang dipergunakan adalah respon motorik pada yang terbaik. Dalam hal ini respon motorik pada kedua sisinya harus dicatat.

3. Morfologi

a. Fraktur kranii

Fraktur cranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk garis atau lincar atau bintang atau stelata dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur pada tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT-Scan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Tanda klinis fraktur dasar tengkorak yaitu ekimosis periorbital ( raccoon,s eyes sign), ekimosis retroauricular (battle sign), kebocoran CSF (rhinore, otorhea), paresis nervus fasilais dan kehilangan pendengaran yang data timbul segera atau beberapa hari sesudah trauma. Fraktur cranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hbungan antara laserasi kulit kepala dengan permukaan otak arena robeknya selaput Dura. Pada penderita sadar bila ditemukan fraktur linier pada kalkaria, kemungkinan adanya perdarahan intracranial meningkat sampai 400 kali. Pada penderita koma kemungkinannya 20 kali karena risiko adanya perdarahan intracranial lebih tinggi. b. Lesi intracranial

Lesi ini dklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus mwalaupu kedua jenis lesi ini sering terjadi bersamaan. Termasuk dalam lesi fokal yaitu pendarahan epiduran, perdarahan subdural, kontusio dan perdarahan intra serebral.

Cedera otak difus

Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan oleh hipoksia, iskemia dari otak karena syok yang berkepanjangan atau periode apneu yang terjadi segera setelah trauma. Dikenal pula istilah cedera aksonal difus yang didefinisikan trauma otak berat dengan prognosis yang buruk. Penelitian secara mikroskopis menunjukan adanya kerusakan pada akson dan terlihat pada manifestasi klinisnya.

Perdarahan epidural

Hematoma epidural terleta di luar Dura tetapi di dalam rongga tengkorak berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung sering terletak di area temporal atau temporo parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.

Perdarahan subdural

Perdarahan ini terjadi oakibat roobeknya vena-vena kecil di permukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan otak di bawahnya lebih berat dan prognosisnya pun jauh lebih buruk disbanding perdarahan epidural.

Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri dapat terjadi dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intraserebral yang membutuhkan tindakan operasi. Hal ini timbula ada lebih kurang 20% dari penderita dan cara mendeteksi terbaik adalah mengulang CT-Scan dalam 12-24 jam setelah CT-Scan pertama.

Penatalaksanaan

Cedera kepala ringanDelapan puluh persen penderita yamg dibawa ke igd merupakan cedera kepala ringan. Penderita sadar namun mengalami amnesia karena cedera yang dialaminya dapat disertai riwayat hilangnya kesadaran yang singkat namun sulit dibuktikan terutama jika di bawah pengaruh obat-obatan atau alcohol. Sebagian besar pulih sempurna. Kurang lebih 3 % mengalami perburukan yang tidak terduga. Pemeriksaan CT Scan harus dilakuakan pada semua cedera otak disertai kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit, amnesia, sakit kepala hebat, GCS < 15 atau adanya deficit neurologis fokal. Bila tidak bisa CT Scan dapat dilakukan foto polos untuk mengetahui trauma tumpul atau tembus. Pada foto polos harus dicari suatu fraktur linier atau depresi, posisi glandula pineal harus di tengah, batas air udara pada daerah sinus, pneumocefal, fraktur tulang wajah dan benda asing. Bila terdapat abnormalitas pada CT Scan atau gejala neurologis yang abnormal, penderita harus dibawa ke RS atau dikonsul ke ahli bedah saraf. Bila kesemua di atas tidak ada (kondisi pasien normal) idealnya keluarga diberi lembar observasi dan diobservasi selama 24 jam berikutnya. Jika dijumpai adanya deficit neurologis, penurunan kesadaran atau nyeri kepala, penderita dikembalikan ke IGD. Cedera kepala sedang

Sepuluh persen penderita cedera kepala menderita cedera kepala sedang. Pada umumnya mampu menuruti perintah sederhana namun biasanya tampak bingung atau mengantuk dan disertai deficit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sepanjang 10-20% penderita CKS mengalami perburukan dan jatuh dalam koma. Saat di IGD dilakukan anamnesis singkat dan stabilisasi kardiopulmonal. Lakukan CT Scan dan segera hubungi ahli bedah saraf. Penderita dirawat di ruang intensif dan observasi neurologis serial dilakukan 12-24 jam pertama. Pemeriksaan CT Scan lanjutan direkomendasikan jika hasil awal abnormal atau ada penurunan status neurologis penderita.

Cedera kepala berat

Penderita CKB tidak mampu melakukan perintah sederhana walau kardiopulmonalnya stabil. Pendekatan tunggu dan lihat pada CKB sangat berbahaya karena diagnose dan terapi yang tepat sangatlah penting. Jangan meunda transfer penderita karena menunggu CT Scan. Kemudian lakukan primary survey dan resusitasi

Penatalaksanaan medikamentosa

Tujuan utama peraatan intensif ini adalah mencegah kerusakan sekunder otak yang telah mengalami cedera. Prinsip dasarnya jika sel saraf diberi suasana yang optimal maka diharapkan dapat berfungsi normal kembali. Cairan intravena

Diberikan secukupnya agar penderita dalam keadaan normovolemia. Hipovolemia sangat berbahaya namun diperhatikan agar jangan memberi cairan berlebihan, Jangan memberi cairan hipotonik atau yang mengandung glukosa. Dianjurkan menggunakan larutan garam fisiologis atau RL. Kadar Natrium harus diperhatikan karena hiponatremia berkaitan dengan timbulnya edema otak yang harus dicegah.

Hiperventilasi

Hiperventilasi dengan menurunkan PCO2 akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak. Jika terlalu lama dan agresif akan menimbulakan vasokonstriksi serebri berat sehingga menimbulkan gangguan perfusi otak terutama bila dibiarkan turun sampai di bawah 30 mmHg (4,0 kPa). Hiperventilasi hanya dilakuakan secara selektif dan dalam waktu tertentu saja. Umumnya dipertahankan pada 35 mmHg

Manitol

Digunakan untuk menurunkan TIK yang meningkat. Sediaan yang dipakai cairan dengan konsentrasi 20% dengan dosis 1 gr/kgBB bolus IV. Jangan diberikan pada pasien dengan hipotensi. Indikasinya adalah deteriorasi neurologis akut seperti dilatasi pupil, hemiparesis atau kehilangan kesadaran saat observasi. Pada keadaan ini, bolus manitol harus dipikirkan secara cepat (waktu 5 menit) dan penderita dibawa ke CT Scan atau kamar operasi jika penyebabnya sudah diketahui dengan CT Scan. Furosemid

Obat ini diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK. Dosis yang diberikan 0,3-0,5 mg/kgBB. Kontraindikasinya hipotensi. BarbituratBermanfaat untuk menurunkan TIK yang refrakter. Jangan diberikan dalam keadaan hipotensi atau hipovolemik. Hipotensi sering terjadi pada penggunaan barbiturate. Karena itu barbiturate tidak diindikasikan pada fase akut resusitasi.

Antikonvulsan

Epilepsi paska trauma terjadi pada 5 % penderita dengan cedera kepala tertutup dan 15% pada CKB. Ada 3 faktor yang berkaitan, kejang awal yang terjadi pada minggu pertama, perdarahan intrakarnial atau fraktur depresi. Fenitoin atau fosfenitoin mengurangi terjadinya kejang pada minggu pertama (fase akut) dengan dosis 1 gr IV dengan kecepatan pemberian tidak lebih cepat dari 50 mg/menit. Dosis pemeliharaannya 100 mg/8 jam. Pada pasien dengan kejang yang lama diberikan lorazepam atau diazepam. Sebagai tambahan fenitoin sampai kejang berhenti. Kejang yang berlangsug lama selama 30 menit sampai 60 menit dapat terjadi cedera otak sekunder.Tata laksana pembedahan

Luka kulit kepala

Hal yang penting adalah membersihkan luka sebelum melakukan penjahitan. Pada pasien dewasa, perdarahan kulit kepla tidak sebabkan syok sehingga cukup penekanan, kauterisasi atau ligasi pembuluh darah besar. Penjahitan, pemasangan clips atau staples dapat dilakukan. Pada fraktur terbuka atau kompresi harus dikonsul ke ahli bedah saraf. Fraktur depresi tengkorak

Umumnya perlu koreksi secara operatif jika tebal depresi lebih dari tebal tulang didekatnya. Fraktur depresi yang tidak significant dapat ditolong dengan menutup kulit kepala yang laserasi..

Lesi masa intracranial

Lesi ini harus dikeluarkan atau dirawat oleh ahli bedah sarafPrognosis

Semua pasien harus mendapat terapi agresif sambil menunggu konsultasi dengan ahli bedah saraf. Terutama pada penderita anak-anak yang memiliki daya pemulihan yang baik.