sgd klp. 5_kelas b_(hipospadia-epispadia)_bu. praba

37
MAKALAH PERKEMIHAN ASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA/EPISPADIA Kelompok 5 Kelas A-2/ Angkatan 2012 1. Mita Nur Lathifah 131211131004 2. Nur Faizah 131211131012 3. Meifianto Agus E K 131211131104 4. Tifanny Gita S 131211132021 5. Haiva Dwi Puspha Nur I 131211133008 6. Ayu Priyanti 131211133010 7. Chikal Kurnia P 131211133012 8. Elfrida Kusuma P 131211133018 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015

Upload: tifanny-gita-sesaria

Post on 03-Oct-2015

73 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Perkemihan

TRANSCRIPT

MAKALAH PERKEMIHANASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA/EPISPADIA

Kelompok 5Kelas A-2/ Angkatan 2012

1. Mita Nur Lathifah

1312111310042. Nur Faizah

1312111310123. Meifianto Agus E K

1312111311044. Tifanny Gita S

1312111320215. Haiva Dwi Puspha Nur I

1312111330086. Ayu Priyanti

1312111330107. Chikal Kurnia P

1312111330128. Elfrida Kusuma P

131211133018FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA

2015BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangHipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anormali penis yang paling sering.perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu.Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis.

Hypospadia adalah gangguan relatif sering pada genitalia eksterna (3:1000 kelahiran), sedangkan epispadia adalah anomali sangat jarang (1:30 '000 kelahiran) dan sering dikaitkan dengan komplikasi lain. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Hipospadia terdapat pada kira-kira satu diantara 500 bayi baru lahir. Pada kasus yang paling ringan, meatus uretra bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glans dan kulup zakar tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral (chordee) dan uretra pada penis lebih pendek secara proggresif, tetapi jarak antara meatus dan glans tidak dapat bertambah secara signifikan sampai chordee di koreksi.Epispadia, yang juga terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi terutama pada anak laki-laki, merupakan kelainan konginetal dimana dinding uretra bagian atas tidak ada. Pada anak perempuan seringkali keadaan ini dihubungkan dengan ekstrofi kandung kemih. Pada anak laki-laki muara meatus terletak di sepanjang dorsum (sisi atas) penis. Angka kejadian epispadia dibandingkan dengan hipospadia relative lebih kecil.

Hipospadia terjadi kurang lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki di Amerika Serikat. Pada beberapa negara insidensi hipospadia semakin meningkat. Laporan saat ini, terdapat peningkatan kejadian hipospadia pada bayi laki-laki yang lahir premature, kecil untuk usia kehamilan, dan bayi dengan berat badan rendah. Hipospadia lebih sering terjadi pada kulit hitam daripada kulit putih, dan pada keturunan Yahudi dan Italia. Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal; dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin; dan sering terjadi kriptokridime.Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan sebelum usia saat belajar untuk menahan bdekemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi; oleh karena itu bayi dengan hipospadia tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis. 1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Hipospadia/Epispadia?

2. Apa saja etiologi Hipospadia/ Epispadia?

3. Apa saja manifestasi klinis Hipospadia/ Epispadia?

4. Bagaimanakah patofisologi dan WOC Hipospadia/ Epispadia?

5. Apa saja pemeriksaan diagnostik infeksi Hipospadia/ Epispadia?

6. Apa saja penatalaksanaan infeksi Hipospadia/ Epispadia?

7. Apa saja komplikasi Hipospadia/ Epispadia?

8. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan Hipospadia/ Epispadia? 1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Setelah perkuliahan diharapkan mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan tentang Hipospadia1.3.2 Tujuan Khusus

1. Memahami definisi Hipospadia/ Epispadia.

2. Memahami etiologi infeksi Hipospadia/ Epispadia

3. Memahami manifestasi klinis Hipospadia/ Epispadia

4. Memahami patofisologi dan WOC Hipospadia/ Epispadia

5. Memahami pemeriksaan diagnostic Hipospadia/ Epispadia

6. Memahami penatalaksanaan Hipospadia/ Epispadia

7. Memahami komplikasi Hipospadia/ Epispadia

1.4 Manfaat

Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit Hipospadia/ Epispadia serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada penyakit Hipospadia/ Epispadia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipospadia merupakan kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Hipospadia terjadi pada satu sampai tiga per 1000 kelahiran dan merupakan anomaly penis yang paling sering. Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi,2001:141)

Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)Epispadia merupakan kelainan kongenital berupa tidak adanya dinding uretra bagian atas. Kelainan ini terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering dialami oleh laki-laki. Ditandai dengan adanya lubang uretra disuatu tempat pada permukaan dorsum penis. ( Kamus Saku Kedokteran DORLAN,2011)

Epispadia merupakan malfolmasi kongenital dimana uretra bermuara pada permukaan dorsal penis ( kamus keperawatan,2010)2.2 Etiologi Etiologi menurut Basuki,2011 adalah sebagai berikut :1. Faktor Genetik

Sebuah kecenderungan genetic telah disarankan oleh peningkatan 8 kali lipat dalam kejadian hipospadia anatara gembar monozigot dibandingkan dengan tunggal. Kecenderungan keluarga telah dicatat dengan hipospadia. Prevalensi hipospadia pada anak laki-laki nenek moyang dengan hipospadia telah dilaporkan sebesar 8% dan 14 % dari anak saudara dengan hipospadia juga terpengaruh.

2. Faktor Endokrin

Penurunan androgen atau ketidakseimbangan untuk menggunakan androgen dapat mengakibatkan hipospadia. Diferensiasi uretra pada penis bergantung pada androgen dihidrotestosteron (DHT). Oleh karena itu hiospadia dapat disebabkan ileh defisiensi produksi testosterone (T), konversi T menjadi DHT yang tidak adekuat atau defisiensi local pada pengenalan androgen (kekurangan jumlah atau fungsi reseptor androgen)3. Lingkungan

Selain terpapar zat polutan yang mengakibatkan mutasi gen, faktor lingkungan yang lain seperti lingkungan dengan aktivitas estrogenic signifikan dimana-mana dalam masyarakat industry dan tertelan sebagai pestisida pada buah-buahan dan sayuran, tanaman estrogen endogen, dalam susu dari sepi perah laktasi hamil, dari lapisan plastic di kaleng logam, dan obat-obatan.4. Embriologi

Secara embriologis hipospadia disebabkan oleh sebuah kondisi dimana bagian ventral lekuk uretra gagal untuk menutup dengan sempurna.Diferensiasi uretra bergantung pada hormone androgen Dihidrotestosteron (DHT) dengan kata lain hipospadia dapat disebabkan oleh defisiensi produk testosterone, konversi testosterone menjadi DHT yang tidak adequate, atau defisiensi local pada hormone androgen. (Heffner, 2005) sedangkan menurut suriadi dan yuliani, penyebab pasti dari hipospadia dan epispadia masih belum jelas diketahui namun bisa dikaitkan dengan factor genetic, lingkungan maupun hormonal.Beberapa faktor yang dianggap dapat menyebabkan hipospadia dan epispadia adalah:

a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormonPerkembangan alat genitalia janin tergantung dari hormone testosterone selama proses embriogenesis. Jika testis gagal memproduksi sejumlah testosteron, atau bisa juga reseptor hormone androgen sendiri didalam tubuh kurang atau tidak ada.Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah berbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang seharusnya.

b. Genetika

Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi gen yang mengodesintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.

c. Lingkungan

Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.2.3 Manifestasi Klinis (Mery, 2005)1. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee pada sisi ventral menyebabkan kurvatura(lengkungan) ventral dari penis, jika tanpa chordee biasanya letak meatus pada dasar dari glans penis2. Prepisium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans3. Keadaan yang dijumpai adalah testis tidak turun ke kantung skrotum4. Urin keluar dengan merembes jadi kebanyakan dari penderitanya kencing dengan dudukBeberapa tanda dan gejala hipospadia:

1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar penis

2. Penis melengkung kebawah

3. Penis tampak seperti berbalut, karena adanya kelainan pada kulit depan penis

4. Jika berkemih, anak harus dudukEpispadia:

1. Lubang uretra terdapat dipunggung penis

2. Lubang uretra terdapat di sepanjang punggung penis

2.4 Patofisiologi Hipospadia merupakan cacat bawaan yang diperkirakan terjadi oada Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkirakan terjadi masa embrio selama pengembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu. Perkembangan terjadinya fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian di sepanjang batang penis hingga akhirnya perineum.

Pada permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tuberkel. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana bagian lateralnya ada dua lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu ke 7, genital tuberkel akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki. Bila wanita akan menjadi klitoris.

Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis. Chordee atau lengkungan ventral dari penis, sering dikaitkan dengan hipospadia, terutama bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini diduga akibat dari perbedaan pertumbuhan antara punggung jaringan normal tubuh kopral dan uretra ventral dilemahkan dan jaringan terkait. Pada kondisi yang lebih jarang, kegagalan jaringan spongiosum dan pembentukan fasia pada bagian distal meatus uretra dapat membentuk balutan berserat yang menarik meatus uretra sehingga memberikan kontribusi untuk terbentuknya suatu korda. (Arif, 2011)2.5 Penatalaksanaan (Arif, 2000)2.5.1 Penatalaksanaan Keperawatan

1. Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting sehingga sirkumsisi dapat di hindari ; kulit prepusium digunakan untuk bedah perbaikan.

2. Beri kesempatan orang tua untuk mengungkapkan perasaannya tentang masalah structural anak.

3. Persiapkan orang tua dan anak untuk menjalani prosedur bedah yang diinginkan. Perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki kemampuan anak berdiri selama berkemih , untuk memperbaiki bentuk penis, dan untuk memelihara keadekuatan seksual. Hal ini biasanya dilakukan antara usia 6 dan 12 tahun dengan satu atau dua tahap perbaikan.

4. Jelaskan hasil bedah kosmetik yang diharapkan; orang tuaa dan anak dapat merasa sangat kecewa dengan kecacatan fisik ini.

5. Pantau asupan dan haluaran cairan dan pola urine, anjurkan banyak minum, perhankan kepatenan, dan awasi tindakan pencegahan infeksi jika anak dikateterisasi.

6. Persiapkan orang tua dan anak untuk pengalihan urine, jika perlu, sementara meatus baru dibuat.

7. Ajarkan orang tua bagaimana merawat kateter menetap, jika perlu.( muscari, 2005 : 357 )2.5.2 Penatalaksanaan Medis

Operasi pengelepasan chordee dan tunneling (pembuatan uretra pada glands penis dan muaranya). Dilakukan dengan tujuan agar pasien dapat berkemih dengan normal dan memungkinkan ketika dewasa pasien tidak mengalami gangguan seksual. Pembedahan ini diharapakan dapat meluruskan penis yang awalnya bengkok dan menempatkan meatus uretra pada tempat yang seharusnya. Pada Teknik tunneling sidiq-Chaula perbaikannya melewati proses yaitu chordectomy dan uretroplasty. Pada tahap pertama yaitu chordectomy tujuannya adalah untuk mengembalikan bentuk normal penis yang tadinya bengkok menjadi lurus dengan cara memotong uretra plat distal dan meluruskan penis sehingga meatus tertarik lebih proksimal. Sedangkan pada tahap ke dua dilakukan Urethroplasty dimana dalam tahap ini pasien akan dibuatkan saluran kencing sehingga lubang kencing berada pada tempat yang seharusnya, yaitu di ujung penis. Tindakan ini dilakukan dengan mengambul kulit kulub yang dibuang saat khitan, sedangkan jika psien sudah dikhitan sehingga tidak mempunyai kulit kulub maka kulit penis atau kantong buah pelir dapat dipakai sebagai penggantinya. Penutupan kulit bagian ventral dilakukan dengan memindahkan prepusium dorsal dan kulit penis mengelilingi bagian ventral. Operasi Uretropati dilakukan enam bulan setelah operasi.

(Suriadi 2001).Sumber : Suriadi,20012.6 Pemeriksaan Diagnosis

Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadia. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengigat hipospadia sering disertai kelainan pada ginjal. (Suriadi 2001). Sedangkan dibuku lain ( Emil, 2008 : 361 ) menyebutkan pemeriksaannya bisa menggunakan :

1. X-Ray

2. Excretory urography

3. Urethroscopy dan cystoscopyPemeriksaan fisik genitalia bayi laki-laki :1. Genitalia laki-laki

2. Ukuran/bentuk

3. Penis

4. Kulup/prepusium

5. Pembukaan Uretra

6. Kantong skrotum

7. Testis

Inspeksi :

Genitalia, bentuk dan ukuran penis yang sesuai. Penis harus berada di garis tengah

Pemeriksaan : 1. Pegang prepusium (kulup) ke depan untuk memeriksa meatus sentral. 2. Jangan menarik kulup karena kulup menempel pada glans penis dan harus menutupinya dengan sempurna

3. Periksa apakah bayi sudah berkemih dan bagaimana jenis alirannya

4. Urin tidak boleh menyemprot dan kulup tidak boleh terisi urin sewaktu berkemih

5. Dengan meraba sepanjang kanalis inguinalis, kita dapat merasakan ada tidaknya testis di dalam kanalis inguinal.6. Palpasi untuk memastikan bahwa testis berada di dalam kantung skrotum, dimulai dari puncak kedua skrotum kearah bawah dengan ibu jari dan jari telunjuk

7. Testis yang tidak turun harus dicatat

2.7 Komplikasi

1. Infertility karena bentuk penis yang bengkok menyebabkan penis susah masuk kedalam vagina saat copulas, cairan semen yang disemprotkan melalui saluran uretra pada tempat abnormal.

2. Resiko hernia inguinal karena riwayat hipospadia dapat meningkatkan resiko terjdinya hernia inguinal. (Ricahard E.Bahman, 1999)

3. Gangguan psikososial pada anak karena merasa malu akibat bentuk penis yang berbeda dengan teman-temannya. (suriadi, 2001)

2.8 Prognosis

Prognosis hispospadia tergantung pada beerat ringannya kasus dan keberhasilan pembedahan. Kesuksesan bedah rekontruksi untuk kasus sedang dan berat terus meningkat. Perawatan post operasi juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi prognosisnya.(Arif,2000)

Prognosis lebih baik jika perbaikan hipospadia sebelum usia sekolah ( 2 tahun) (emil, 2008 : 361). Terdapat predisposisi genetic non-Mandeli pada hipospadia. Jika salah satu saudara kandung mengalami hipospadia, resiko kejadian berulang pada keluarga tersebut adalah 12%. Jika bapak dan anak laki-lakuinya menderita, maka resiko untuk anak lak-laki berikutnya adalah 25%.WOC HIPOSPADIA (Terlampir)BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA3.1 Pengkajian

3.1.1 IdentitasMeliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, dll.3.1.2 Keluhan UtamaPada umumnya pasien dengan hipospadia mengeluh penisnya melengkung ke bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi dan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya.3.1.3 Riwayat Kesehatana. Riwayat penyakit sekarangPada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya

b. Riwayat penyakit dahuluBiasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung ke bawah, adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir

c. Riwayat penyakit keluargaDi dalam keluarga tidak ditemukan penyakit yang sama karena penyakit ini bukan penyakit turunan.3.1.4 Pemeriksaan Fisika. Keadaan UmumAdanya nyeri pasca pembedahan memungkinkan terjadinya perubahan tanda-tanda vital, misalnya tekanan dara, nadi, dan RR yang naik.b. Sistem Pernapasan (B1)Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem pernapasan. Tetapi mungkin terjadi obstruksi jalan napas karena hipersalivasi dan penumpukan sekret akibat efek anestesi.c. Sistem Kardiovaskuler (B2)Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskuler.d. Sistem Persarafan (B3)Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem persarafane. Sistem Perkemihan (B4)Karena pasien hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung ke bawah dan adanya lubang kencing tidak pada tempatnya, sehingga pada saat BAK tidak normal.f. Sistem Pencernaan (B5)Pada umumnya nutrisi, cairan, dan elektrolit pasien hipospadia tidak mengalami gangguan.g. Sistem Muskuloskeletal (B6)Secara umum, tidak ada gangguan pada sistem muskuloskeletal.

h. Sistem IntegumenAkibat urin yang tidak memancar, menyebabkan urin merembes sehingga kulit di sekitar area perineal lecet dan terjadi gangguan integritas kulit.3.1.5 Pengkajian KognitifIndividu yang memiliki keterbatasan kognitif mungkin tidak mengetahui tentang proses penyakit, prgnosis, dan penatalaksanaannya, sehingga akibatnya timbul kecemasan.3.1.6 Pengkajian PsikososialAdanya kondisi kesehatan yang tidak normal mempengaruhi hubungan interpersonal. Selain itu, karena pada pasien hipospadia ditemukan adanya kelainan pada bentuk penisnya dan cara BAK yang tidak normal, biasanya pasien merasa malu. 3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin pada pasien dengan hipospadia terbagi dalam dua kategori pra operasi dan pasca operasi.

Pre operasi :

a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kulit di sekitar area genital yang lecet akibat urin merembes.

b. Kurang pengetahuan: kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi dan keterbatasan kognitifc. Gangguan kebutuhan elimnasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanikd. Gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi

Post operasi :

a. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan

b. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter

3.3 Intervensi

Pre Operasi

a) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kulit di sekitar area genital yang lecet akibat urin merembes.

Tujuan: Pasien dapat memperbaiki integritas kulit.

Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan selama 3x24jam : Pasien menunjukkan integritas kulit yang baik, yang dibuktikan dengan tidak adanya lecet, warna kulit normal.

Pasien dapat mendemonstrasikan aktivitas perawatan kulit rutin yang efektifNoIntervensiRasional

1.Anjurkan untuk segera mengganti celana bila basahAgar area perineal tidak lembab dalam waktu yang lama

2.Anjurkan klien untuk melapisi celana dengan kainUntuk mencegah perembesan di celana

3.Jelaskan mengenai pentingnya menjaga kebersihan area perinealMenambah pengetahuan klien dan keluarga

4.Ajarkan cara membersihkan area perineal yang benarAgar klien dan keluarga memahami tentang cara membersihkan area perineal yang benar

5.Anjurkan anak untuk membersihkan area perineal lebih sering, menggunakan sabun, dan mengeringkan dengan handukUntuk mempertahankan integritas kulit, sabun untuk membunuh kuman, dan area perineal yang kering akan jauh dari kuman dan meminimalkan lecet

6.Ajarkan pada klien dan keluarga mengeni tanda-tanda klinis kerusakan integritas kulit Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai kesehatan kulit.

b) Dx

: Gangguan eliminasi urin berhubugan dengan obstruksi mekanik

Tujuan

: Tidak terjadi gangguan waktu berkemih.

Kriteria Hasil

: - Tidak menunjukan kebocoran urin Dapat menunjukkan pola berkemih yang dapat diduga

NoIntervensiRasional

1.

2.

3.

4.Catat keluaran urine, selidiki penurunan/penghentian aliran urine tiba-tiba.

Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat.

Pantau tanda vital. Kaji nadi perifer,turgor kulit dan mukosa mulut.

Lakukan tindakan kaloboratif dengan pemberian cairan IV sesuai indikasiPenurunan aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasika obstruksi/disfungsi.

Meningkatkan hidrasi dan aliran urine baik.

Menjadi indicator keseimbangan cairan. Menunjukkan tingkat hidrasi.

Membantu mempertahankan hidrasi/sirkulasi volume adekuat dan aliran urine.

c) Kurang pengetahuan : kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi dan keterbatasan kognitif .

Tujuan: Pasien dan keluarga memahami proses penyakit serta pencegahannya

Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan selama 3x24jam : Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan.

Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

NoIntervensiRasional

1.Kaji tentang tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang proses penyakit yang spesifik.Menentukan intervensi yang akan diberikan

2.Jelaskan mengenai penyakit dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengertiMemberikan pengetahuan pada pasien dan keluarga tentang penyakit dan meningkatkan pemahaman

3.Kaji ulang mengenai hal-hal yang belum jelasMeningkatkan pemahaman

4.Klarifikasi anggapan yang kurang tepatMeluruskan informasi yang didapat sebelumnya

5.Berikan tambahan pengetahuan dengan poster, gambar, atau leafletUntuk memperjelas informasi

d) Gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi

Tujuan : Gangguan pola tidur dapat teratasi

Kriteria Hasil : - Jumlah jam tidur dalam batas normal

Mampu mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan tidur.

NoIntervensiRasional

1Kaji pola dan kebutuhan tidur pasien serta gangguan tidur pasienMengetahui gangguan dan pola tidur pasien

2Batasi pengunjung yang dating Memberi kenyamanan pada pasien untuk istirahat

3Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyamanMemberi kenyamanan pada pasien untuk istirahat

4Anjurkan posisi yang nyaman untuk tidurMemberi kenyamanan pada pasien untuk tidur

Post Operasi

a) Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan

Tujuan

: Nyeri teratasi atau berkurang

Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan selama 3x24jam: Nyeri berkurang atau hilang

Skala nyeri 1-3

Ekspresi wajah tenang/rileks

TTV dalam batas normal

NoIntervensiRasional

1.Ajarkan cara mengurangi nyeri dengan relaksasi, distraksi, massaseMembantu menurunkan intensitas nyeri dan dapat meningkatkan kemampuan koping

2.Kolaborasi pemberian analgesikMenurunkan nyeri

3.Monitoring skala nyeri dan TTVBerguna dalam pengawasan dan dan mengetahui kondisi pasien secara dini

4.Observasi keefektifan analagesikMenilai seberapa jauh penurunan nyeri

b) Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter

Tujuan

: Meminimalkan penyebaran infeksi

Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan selama 3x24jam : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

Infeksi tidak menyebar

NoIntervensiRasional

1.Berikan penjelasan kepada pasien untuk menjaga kebersihanLingkungan yang bersih dapat mencegah terjadinya infeksi

2.Lakukan perawatan kateter 3 hari sekaliPerawatan kateter secara rutin menurunkan resiko terjadinya infeksi

3.Pertahankan teknik aseptikTindakan yang aseptik dapat mencegah terjadinya infeksi

4.Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigilPerubahan tanda-tanda vital dan meningkatnya suhu tubuh merupakan beberapa tanda infeksi

5.Kolaborasi pemberian antibiotik bila diperlukanAntibiotik dapat menurunkan jumlah organisme dan penyebaran

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS HIPOSPADIA

Ny. R membawa anaknya An. B 5 tahun ke RSUD Dr.Soetomo enam hari lalu yakni tanggal 1 Maret 2015 dengan keluhan kencing merembes. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan data adanya gangguan pada lubang penis yang tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di dasar penis, dan penis melengkung ke bawah. Setelah dilakukan pemeriksaan medis An. B mengalami kelainan urinarius yaitu lubang penisterletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya sehingga didiagnosa hipospadia. Pada tanggal 7 Maret 2015 An. B menjalani operasi pada penisnya. Sehari setelah dilakukan post operasi An. B mengatakan terasa nyeri pada luka, dan tampak meringis kesakitan. Dari hasil pengkajian TTV:S=37,50C, N=92x/menit,RR=20x/menit, TD=110/70mm/Hg.

Data penunjang

Pengkajian 1. Identitasa. Identitas AnakNama : An. B

Tanggal lahir : 10 November 2010

Jenis Kelamin : Laki-lakiTanggal MRS : 1 Maret 2015

Alamat : Mulyosari,Surabaya

Diagnosa Medis : Hipospadiab. Identitas Orang TuaNama Ayah / Ibu : Tn.M/Ny. RPekerjaan Ayah / Ibu : Karyawan / Ibu Rumah Tangga

Agama Ayah / Ibu : IslamSuku : JawaAlamat : Mulyosari,Surabaya

c. Keluhan Utama

Keluhan utama yang dirasakan klien rasa nyeri pada luka operasi

d. Riwayat Penyakit Sekarang

Diagnosa medis menunujukan pasien hipospadia dengan keluhan nyeri pada luka operasi

Skala nyeri PQRST

P : klien mengatakan nyerinya timbul saat klien menggerakkan badan untuk berganti posisi. Klien mengatakan nyerinya berkurang dengan menggunakan teknik relaksasi.

Q : klien mengatakan nyeri seperti tertusuk benda tajam.

R : klien mengatakan nyeri pada luka operasi pada penis.

S : klien mengatakan skala nyeri 6.

T : klien mengatakan nyeri hilang timbul.

e. Riwayat Penyakit Dahulu

1) Penyakit yang pernah diderita : batuk, pilek, dan demam

2) Operasi

: tidak pernah

3) Alergi

: tidak ada

4) Imunisasi

: BCG, Polio, DPT, Campak, Hepatitis B

Sejak lahir klien sudah mengalami kelainan urinarius yaitu lubang uretrannya berada di ventral (bawah) batang penis.

f. Riwayat kehamilan dan kelainan

1) Prenatal

Ny. R mengatakan awal kehamilan sudah mendapat imunisasi TT dan setiap bulannya selalu memeriksakan kehamilannya ke bidan.

2) Intranatal

Ny. R mengatakan melahirkan saat usia kehamilan 36 minggu (premature) karena lepasnya tali plasenta secara secio cesar.

3) Postnatal

Ny. R mengatakan An. B diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diberi makanan tambahan setelah berumur 6 bulan.

g. Riwayat Penyakit Keluarga

Ny.R mengatakan tidak ada keturunan dalam keluarganya dan keluarga suaminya yang mengidap hipospadia.

h. Pola sehari hari

1). Riwayat nutrisi

Ny.R mengatakan bahwa nafsu makan An. B kurang baik 3x sehari namun porsi makan tidak habis dan minum susu & air putih 1000 cc/ hari

2). Personal hygiene

An. B mengatakan selama di rumah mandi 2x dan saat di rumah sakit diseka 2x/hari

3). Pola istirahat

An. B mengatakan tidur selama 811 jam/ hari

4). Pola eliminasi

An. B mengatakan BAB 1 x/hari, BAK 6 x/hari (1600 cc). BAK sebelum operasi lancar tetapi tidak memancar dan saat BAK lebih nyaman dengan posisi jongkok. 2. Pemeriksaan Fisik

a. Kondisi Umum : Baik

b. Kesadaran

: Composmentis

c. Tanda tanda

TD = 110/70 mmHg

N = 92 x/menit

S = 37.6C

RR = 20x/menit

d. Sistem pernafasan (B1)

Bentuk dada

: normal

Pola nafas

: teratur

Suara nafas

: vesikuler

Sesak nafas

: Tidak

Batuk

: Tidak

Retraksi otot bantu nafas : Tidak

Alat bantu pernapasan : Tidak

Masalah: Tidak ada Masalah Keperawatane. Sistem kardiovaskuler (B2)

Irama Jantung

:Reguler

S1/S2 tunggal: Ya

Nyeri dada

:Tidak

Bunyi jantung

: Tidak ada suara jantung tambahan

CRT

: < 2 detik

Akral

: Hangat

f. Sistem Persarafan (B3)

GCS

Eye : 4

Verbal: 5

Motorik: 6 TOTAL: 15

Istirahat/tidur

: selama 811 jam/ hari

Gangguan tidur : -

Pupil

: isokor

Sclera/konjungtiva :Putih ,jernih

Gangguan Pendengaran :-

Hidung

: simetris

Gangguan penciuman: -

Masalah

:Nyeri

g. Sistem Perkemihan (B4)

Kebersihan

: kotor

Urine

: jumlah : 800 CC/hr

Warna : Kuning jernih

bau : khas urine

Alat bantu

: terpasang kateter

Kandung Kemih: tidak membesar

Gangguan

: Hipospadia

Masalah

: Risiko infeksi

h. Sistem Pencernaan (B5)

Nafsu makan

: kurang baik

Frekuensi :3x/hari

Porsi makan

: tidak habis

Minum

: 1200 cc/hr

Jenis : air putih, susu

Mulut dan tenggorokan

Mulut

: bersih

Mukosa

: lembab

Tenggorokan

: tidak ada kesulitan menelan, tonsil tidak membesar

Abdomen

Perut

: Tidak ada nyeri tekan

Peristaltic

: 10x/mnt

BAB

: 2 hari sekali

Konsistensi

:lembek padat

Bau : Khas feses Warna :Kuning feses

i. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)

Kemampuan pergerakan sendi : Tidak mampu bergerak bebas karena merasa nyeri saat menggerakkan badan untuk berganti posisi.

Turgor : baik

Edema : -

Lain-lain : terdapat bekas luka operasi di penis.

Masalah : gangguan integritas kulit

2. Analisa Data

NoDataEtiologiMasalah

1.Ds : Ny.R mengatakan selera makan an. B menurun dan sering meringis kesakitan

DO : Skala nyeri PQRST

P : klien mengatakan nyerinya timbul saat klien menggerakkan badan untuk berganti posisi. Klien mengatakan nyerinya berkurang dengan menggunakan teknik relaksasi.

Q : klien mengatakan nyeri seperti tertusuk benda tajam.

R : klien mengatakan nyeri pada luka operasi pada penis.

S : klien mengatakan skla nyeri 6.

T : klien mengatakan nyeri hilang timbul.Hipospadia

Pembedahan

Chordectomy dan uretroplasty

Terputusnya kuntinuitas jaringan

Merangsang syaraf nyeri di radix dorsal medulla spinal

Nyeri akutNyeri akut

2. DS: Ibu klien mengatakan luka bekas operasi belum sembuh

DO: adanya kerusakan permukaan kulit akibat pembedahanHipospadia

Pembedahan

luka bekas pembedahan

Kerusakan integritas kulitKerusakan integritas kulit

3.DS : -

DO :

Suhu 37,60C

Terdapat bekas luka operasi di penis

Area sekitar penis kemerahan

Klien terpasang kateter

Hipospadia

Pembedahan

Pemasangan kateter

Port de entry

Risiko tinggi infeksi Risiko tinggi infeksi

3. Diagnosis Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operasi b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma bedah c. Risiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter

4. Intervensi

a. Dx 1

: Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operasiTujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang/hilang Kriteria hasil: An.B memperlihatkan rasa nyaman dan ekspresi nyeri berkurang

Rasa nyeri dapat dikendalikan dan dapat memposisikan tubuh untuk melindungi nyeri

Skala nyeri kurang dari 6

IntervensiRasional

1. Kaji skala nyeri, minta klien untk menilai nyeri pada skala 0-10 (0 = tidak ada nyeri dan 10 = nyeri hebat)

2. Ajarka teknik relaksasi dengan nafas dalam

3. Pastikan kateter klien dipasang dengan benar, serta bebas dari simpul

4. Beri obat analgesic sesuai program

1. Mengetahui skala nyeri klien dan membuat rencana tindakan yang sesuai dengan skala nyeri

2. Teknik relaksasi dapat membantu mengurangi rasa nyeri

3. Penempatan kateter yang tidak tepat dapat menyebabkan nyeri, akibat drainase yang tidak adekuat, atau gesekan akibat tekanan pada balon yang digembungkan.

4. Pemberian obat analgesik untuk meredakan rasa nyeri

b. Dx 2

: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma bedahTujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit dalam keadaan baik Kriteria hasil: Menunjukkan penyembuhan luka sesuai waktu tanpa adanya komplikasi

Menunjukkan penyembuhan luka dengan adanya penyatuan kulit dan pembentukan jaringan parut

IntervensiRasional

1. Observasi luka insisi pada klien secara periodik.

2. Sokong insisi bila mengubah posisi, batuk, napas dalam dan ambulasi

3. Berikan perawatan pada luka insisi secara rutin.

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet yang tepat1. Observasi secara periodik akan menurunkan kemungkinan jahitan terbuka

2. Mengubah posisi, napas dalam dan ambulasi dapat mempengaruhi penyembuhan

3. Perawatan luka secara rutin akan meningkatkan penyembuhan

4. Diet TKTP dapat membantu mempercepat penyembuhan luka

c. Dx 3

: Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi kateterTujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko infeksi akan hilang Kriteria hasil: Suhu tubuh normal (36,50-37,50C)

Sel darah putih tidak meningkat

Urinalis normal

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (kemerahan, panas, nyeri, bengkak, kehilangan fungsi)

IntervensiRasional

1. Ajarkan pada klien dan keluarga cara mencuci tangan dengan benar

2. Perawatan luka dengan teknik aseptic

3. Pertahankan kantong drainase kateter dibawah garis kandung kemih dan pastikan bahwa selang tidak ada yang simpul dan kusut.

4. Gunakan teknik aseptic ketika mengosongkan kantong kateter

5. Pantau urine anak untuk pendeteksian kekeruha atau sedimentasi, juga periksa balutan bedah setiap 4 jam, untuk mengkaji bila tercium bau busuk atau drainase purulent; laporkan tanda-tanda tersebut pada dokter.

6. Beri obat antibiotic profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah infeksi. Pantau klien untuk efek terapeutik dan efek samping.1. Setelah mencuci tangan dengan benar akan meminimalisir paparan infeksi saat memegang area luka

2. Membersihkan luka dengan teknik aseptic dapat meminimalkan penyebaran agen infeksius dan mencegah terjadinya komplikasi sehingga mempercepat proses penyembuhan luka

3. Mempertahankan kantong drainase tetap pada posisi ini mencegah infeksi dengan mencegah urine yang tidak steril mengalir balik ke dalam kandung kemih.

4. Teknik aseptik mencegah kontaminan masuk ke dalam traktus urinarius

5. Tanda ini dapat mengindikasikan adanya infeksi

6. Pemantauan yang demikian membantu menentukan kemanjuran obat antibiotic dan toleransi klien terhadap obat tersebut

5. Evaluasi

a. Nyeri yang dirasakan dapat berkurang atau hilang dan dapat diadaptasi oleh klien.b. Kerusakan integritas kulit yang terjadi minimalc. Tidak adanya infeksi pada luka klienBAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Hipospadia merupakan kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Hipospadia terjadi pada satu sampai tiga per 1000 kelahiran dan merupakan anomaly penis yang paling sering. Penyebabnya yaitu dari faktor genetic, hormone atau endokrin, dan lingkungan. Epispadia dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan letak ofisum uretra eksternum, yaitu tipe sederhana/tipe grandular, tipe penil dan tipe penoskrotal. 4.2 SaranSebaiknya untuk mencegah terjadinya hipospadia, pada saat hamil ibu harus memperhatikan pemenuhan nutrisi dan juga menghindari pajanan zat polutan yang beresiko terhadap kehamilannya. Seorang perawat sebagai tenaga kesehatan harus menjelaskan tentang penyakit dan perjalanan penyakitnya kepada orang tua pasien sehingga dalam proses penyembuhan seorang perawat dapat bekerja sama dalam menentukan keputusan.DAFTAR PUSTAKA

Emil A. Tanagho, MD. 2008. Smiths General Urology edisi 17. a LANGE medical book

Suriadi & rita yuliani. 2001. Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: KDT

Muscari, Mary E. 2005. Panduan belajar keperawatan pediatric edisi 3. Jakarta: EGC

Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung SetoMuscari. Mery E. 2005. Keperawatan pediatrik, edisi 3. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.Doengoes, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:EGC.

Hidayat, Aziz, dkk. 2005.Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC