klp 1 done.pdf

61
Laporan Pengukuran Sipat Datar dan Theodolit Oleh: Kelompok I Aprillino Wangsa (1304107010003) Diah Swanty Br P. (1304107010005) Nani Amellia (1304107010047) Sri Bintang Pamungkas (1304107010012) Ulfa Hariyanti (1304107010013) Asisten Pembimbing: Abdul Razaq (1204107010040) JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2014

Upload: amel

Post on 26-Sep-2015

52 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

  • Laporan Pengukuran

    Sipat Datar dan Theodolit

    Oleh:

    Kelompok I

    Aprillino Wangsa (1304107010003)

    Diah Swanty Br P. (1304107010005)

    Nani Amellia (1304107010047)

    Sri Bintang Pamungkas (1304107010012)

    Ulfa Hariyanti (1304107010013)

    Asisten Pembimbing: Abdul Razaq (1204107010040)

    JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS SYIAH KUALA

    2014

    [email protected]

  • Pengukuran Sipat

    Datar

  • i

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ............................................................................................ i

    DAFTAR TABEL ................................................................................... ii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

    1.2 Tujuan Praktikum .......................................................................... 1

    BAB II DASAR TEORI

    2.1 Sipat Datar ..................................................................................... 3

    2.2 Prosedur Penggunaan Sipat Datar ................................................. 4

    2.3 Pengoperasian Sipat Datar ............................................................ 4

    2.4 Bentuk Profil ................................................................................. 5

    2.5 Penentuan Beda Tinggi Antar Dua Titik ....................................... 6

    2.6 Kesalahan-Kesalahan dalam Sipat Datar ...................................... 7

    BAB III METODE PRAKTIKUM

    3.1 Peralatan Pengukuran Sipat Datar ................................................. 8

    3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 11

    3.3 Langkah Kerja ............................................................................... 11

    3.4 Waktu dan Tempat ......................................................................... 12

    BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

    4.1 Data Hasil Pengamatan ................................................................. 13

    4.2 Analisa Data .................................................................................. 14

    4.3 Pembahasan ................................................................................... 14

    BAB V PENUTUP

    5.1 Kesimpulan .................................................................................... 18

    5.2 Saran .............................................................................................. 18

    LAMPIRAN ............................................................................................. 19

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 21

  • ii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Alat dan Bahan Sipat Datar ....................................................... 11

    Tabel 4.3 Tabel Keakuratan Data.............................................................. 14

    Tabel Data Hasil Pengamatan (Lampiran) ................................................ 19

  • iii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Cara Mengukur Beda Tinggi ................................................ 6

    Gambar 3.1 Waterpass (Penyipat Datar) ................................................... 9

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pengukuran beda tinggi antara dua titik di atas permukaan tanah

    merupakan bagian yang sangat penting dalam ilmu ukur tanah. Beda tinggi ini

    bisa ditentukan dengan berbagai macam metode sipat datar.

    Sipat datar (laveling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda tinggi

    antara dua titik di atas permukaan tanah. Sebuah bidang datar acuan, atau datum,

    ditetapkan dan elevasi diukur terhadap bidang tersebut. Beda elevasi yang

    ditentukan dikurangkan atau ditambah dengan nilai yang ditetapkan tersebut, dan

    hasilnya adalah elevasi titik-titik tadi.

    Bidang datar (level surface) adalah bidang di mana setiap titik di atasnya

    tegak lurus terhadap garis unting-unting. Bidang datar berbeda dengan permukaan

    rata (plane surface), yaitu permukaan yang datar dan tegak lurus terhadap garis

    unting-unting hanya pada satu titik saja. Suatu bentuk air tenang dapat dianggap

    sebagai sebuah bidang datar. Kalau perubahan permukaan laut yang disebabkan

    oleh pengaruh-pengaruh seperti pasang surut, arus, tekanan atmosfer, dan rotasi

    bumi bisa dihilangkan, maka permukaannya menjadi datar.

    Bidang datar laut ditentukan dengan merata-ratakan hasil serangkaian

    pengamatan tinggi pasang surut selama siklus Metonik (kurang lebih 19 tahun

    kalender). Rata-rata ini, disebut muka air laut menengah (mean sea level),

    merupakan datum yang paling umum untuk sipat datar dan biasanya ditunjuk

    sebagai elevasi nol. Datum ini hakikatnya tetap sampai pengamatan selanjutnya

    memperlihatkan selisih yang cukup besar sehingga layak untuk diganti dengan

    datum yang baru. Di Amerika Serikat, datum muka air laut menengah dari sejak

    tahun 1929 tidak berubah (Wongsotjitro, Soetomo. 1964).

  • 2

    1.2 Tujuan Praktikum

    a. Untuk dapat mengetahui bagaimana cara mengoperasikan alat sipat

    datar.

    b. Untuk dapat mengetahui peralatan dan prosedur dalam pengukuran

    menggunakan sipat datar.

    c. Untuk dapat mengetahui cara mengukur jarak dan beda ketinggian

    tiap-tiap titik yang diukur.

  • 3

    BAB II

    DASAR TEORI

    2.1 Sipat Datar

    Waterpass (penyipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang

    dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik saling berdekatan.

    Beda tinggi tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong)

    horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertikal. Sedangkan

    pengukuran yang menggunakan alat ini disebut dengan Levelling atau

    Waterpassing.

    Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka penentuan tinggi suatu titik yang

    akan ditentukan ketiggiannya berdasarkan suatu sistem referensi atau bidang

    acuan. Sistem referensi atau acuan yang digunakan adalah tinggi muka air air laut

    rata-rata atau Mean Sea Level (MSL) atau sistem referensi lain yang dipilih.

    Sistem referensi ini mempunyai arti sangat penting, terutama dalam bidang

    keairan, misalnya: Irigasi, Hidrologi, dan sebagainya. Namun demikian masih

    banyak pekerjaan-pekerjaan lain yang memerlukan sistem referensi. Untuk

    menentukan ketinggian suatu titik di permukaan bumi tidak selalu harus selalu

    mengukur beda tinggi dari muka laut (MSL), namun dapat dilakukan dengan

    titik-titik tetap yang sudah ada disekitar lokasi pengukuran. Titik-titik tersebut

    umumnya telah diketahui ketinggiannya maupun kordinatnya (X,Y,Z) yang

    disebut Benchmark (BM).

    Benchmark merupakan suatu tanda yang jelas (mudah ditemukan) dan

    kokoh di permukaan bumi yang berbentuk tugu atau patok beton sehingga

    terlindung dari faktor-faktor pengrusakan. Manfaat penting lainnya dari

    pengukuran Levelling ini adalah untuk kepentingan proyek-proyek yang

    berhubungan dengan pekerjaan tanah (Earth Work) misalnya untuk menghitung

    volume galian dan timbunan. Untuk itu dikenal adanya pengukuran sipat datar

    profil memanjang (Long section) dan sifat datar profil melintang (Cross section).

    Dalam melakukan pengukuran sipat datar dikenal adanya tingkat-tingkat

    ketelitian sesuai dengan tujuan proyek yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan

    pada setiap pengukuran akan selalu terdapat kesalahan-kesalahan. Fungsi tingkat-

  • 4

    tingkat ketelitan tersebut adalah batas toleransi kesalahan pengukuran yang

    diperbolehkan. Untuk itu perlu diantisipasi kesalahan tersebut agar didapat suatu

    hasil pengukuran untuk memenuhi batasan toleransi yang telah ditetapkan. Sipat

    datar terdiri dari satu sumbu putar dilengkapi dengan peralatan lain sesuai dengan

    keluaran pabrik masing-masing. Sebelum siat datar digunakan dilapangan

    terlebih dahulu harus dicek dan disetel terhadap adanya penyimpangan yang akan

    membawa pengaruh dalam pelaksanaan pengukuran di lapangan.

    Syarat utama yang harus dipenuhi oleh segala macam alat pengukur

    penyipat datar adalah :

    a. Garis bidik nivo dalam teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.

    b. Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu I.

    c. Benang mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu II (Wongsotjitro,

    Soetomo. 1964).

    2.2 Prosedur Penggunaan Sipat Datar

    Operasi sifat datar membutuhkan kerja sama dari dua petugas, yaitu

    pemegang alat dan pemegang rambu ukur pada saat pembacaan demi dicapainya

    hasil yang konsisten. Ketepatan survey tergantung dari ketelitian membuat garis

    bidik horizontal, kemampuan pemegang rambu ukur dalam memegang rambu

    ukur secara vertikal, dan presisi rambu ukur yang dibaca. Ketepatan alat yang

    memakai nivo gelembung gas juga harus memperhatikan penyetelan tabung nivo

    dan presisi sejajar suatu nivo dan garis bidik. Tidak boleh terjadi penurunan alat

    di antara waktu bidik belakang dan bidik muka pada stasiun alat (Wirshing.

    1995).

    2.3 Pengoperasian Sipat Datar

    Waterpass harus disetel sebelum memulai operasi sipat datar. Setelah alat

    disetel, operasi waterpass terdiri dari memasang, mendatarkan, dan melakukan

    pembacaan sampai ketepatan tertentu. Pembacaan terdiri dari penentuan posisi

    dimana salib sumbu tampak memotong rambu ukur dan mencatat hasil

    pembacaan tersebut. Tiap alat yang dipasang memerlukan satu pembacaan bidik

    belakang untuk menetapkan tinggi alat dan paling sedikit satu pembacaan bidik

  • 5

    muka untuk menentukan elevasi titik disebelah muka (sebuah titik stasiun atau

    elevasi). Pembacaan halus biasanya sampai 0,01 ft kecuali digunakan target pada

    rambu ukur. Target tunggal yang dibaca dapat menimbulkan kesalahan tak

    sengaja. Tambahan bidik muka dapat dilakukan terhadap titik-titik lain yang

    dapat dilihat dari tempat alat dipasang apabila elevasi titik-titik ini juga

    diperlukan. Tergantung pada tipe survei dan alat yang dipakai, baik benang

    tengah, semua ketiga benang salib sumbu, atau cara dengan mikrometer dapat

    digunakan untuk melakukan pembacaan (Wirshing. 1995).

    2.4 Bentuk Profil

    Pengukuran profil adalah pengukuran ketinggian tanah secara mendetail

    untuk mengetahui beda tinggi tanah, pada pengukuran ini akan kita dapatkan

    ketinggian tanah secara jelas yang kemudian dapat digambarkan beda tinggi

    tanah yang diukur dari ketinggian laut, pada pengukuran ini kita dapat melihat

    letak perbukitan dan turunan secara jelas sesuai dengan bentuk aslinya.

    Pengukuran profil juga bertujuan untuk mengetahui dimana tanah yang harus

    dipotong dan dimana bagian tanah yang harus ditimbun yang berguna untuk

    mendapatkan permukaan tanah yang datar yang kemudian akan dibangun sebuah

    kontruksi bangunan.

    Profil memanjang bertujuan untuk mengetahui beda tinggi permukaan

    tanah dalam arah memanjang pada poligon. Profil melintang bertujuan untuk

    mengetahui beda tinggi permukaan tanah dalam arah melintang pada poligon.

    Pada kedua profil ini mempunyai tujuan yang bersamaan, yaitu untuk mengetahui

    tinggi rendahnya permukaan tanah pada suatu poligon yang diukur dari

    permukaan laut.

    Dengan mempelajari dan melakukan peraktikum pengukuran tanah

    (surveying), kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang tersebut.

    Pengukuran tanah merupakan hal yang penting dalam menentukan posisi tanah,

    pada pengukuran tentunya banyak masalah baru yang harus dipelajari dan juga

    diperhatikan, kesalahan-kesalahan dalam pengukuran jarak adalah cara dasar

    yang paling banyak dilakukan dalam pengukuran yang pada dasarnya

    menitikberatkan pada pengukuran panjang dan alat-alat yang digunakan menurut

  • 6

    ketelitian dalam menggunakannya sehingga memberi hasil yang pasti dan jelas,

    karena pengukuran yang baik adalah pengukuran yang nilai kesalahannya kecil

    (Ichsan, Muhammad. 1991)

    2.5 Penentuan Beda Tinggi Antara Dua Titik

    Pada praktikum sipat datar hasil yang diperoleh dari pengolahan data

    adalah beda tinggi. Data tersebut dipergunakan untuk keperluan penggambaran

    dalam pemetaan. Dalam praktikum sipat datar, data yang diperoleh di lapangan

    berupa nilai tengah, batas atas, dan batas bawah. Skala yang digunakan dalam

    pembacaan rambu ukur adalah desimeter (dm), sehingga data yang diperoleh di

    lapangan dalam satuan dm.

    Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada

    rambu ukur yang dibidik tepat dengan benang diafragma mendatar, benang stadia

    atas dan benang stadia bawah. Data yang didapat pada benang diafragma

    mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah (BT), sedangkan data pada

    benang stadia atas disebut Bacaan Atas (BA) dan data pada benang stadia bawah

    disebut Bacaan Bawah (BB).

    Penentuan selisih tinggi pada praktikum sipat datar ini dengan satu titik

    ukur sehinnga beda tinggi didapat berdasarkan pengurangan tinggi alat dengan

    bacaan benang tengah alat. Besarnya pembacaan benang tengah dinamakan J

    sehingga beda tinggi antara titik A dan B (Adygeodesi. 2010).

    Gambar 2.1 Cara Mengukur Beda Tinggi

    Sumber: adygeodesi.blogspot.com

  • 7

    2.6 Kesalahan-Kesalahan dalam Sipat Datar

    Dalam melakukan pengukuran sipat datar kita tidak luput dari kesalahan-

    kesalahan. Kesalahan itu dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu:

    a. Kesalahan Besar (Mistakes Blunde)

    Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang hati-hati dalam melakukan

    pengukuran atau kurang pengalaman dan pengetahuan dari praktikum.

    Apabila terjadi kesalahan ini, maka pengukuran harus diulang atau

    hasil yang mengalami kesalahan tersebut dihapus.

    b. Kesalahan Sistimatis (Sistematic Error)

    Umumnya kesalahan ini terjadi karena alat ukur itu sendiri. Misalnya

    panjang rambu ukur yang tidak tepat atau mungkin peralatan ukurnya

    sudah tidak sempurna. Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan

    perhitungan koreksi atau mengkalibrasi alat atau memperbaiki alat.

    c. Kesalahan yang Tidak Terduga/Acak (Accidental Error)

    Kesalahan ini dapat terjadi karena hal-hal yang tidak diketahui dengan

    pasti dan tidak diperiksa. Misalnya ada getaran pada alat ukur ataupun

    pada tanah. Kesalahan dapat diperkecil dengan melakukan observasi

    dan mengambil nilai rata-rata sebagai hasil (Adygeodesi. 2010).

  • 8

    BAB III

    METODE PRAKTIKUM

    3.1 Peralatan Pengukuran Sifat Datar

    Adapun peralatan pengukuran sipat datar yang digunakan dalam praktikum

    ini diantaranya adalah sebagai berikut.

    a. Waterpass (Penyipat Datar)

    Adapun dari alat ukur waterpass mempunyai beberapa bagian, yaitu :

    1) Bagian bawah, terdiri dari:

    Plat penyangga/dasar

    Fungsi: sebagai landasan instrument waterpass yang sifatnya

    selalu mendatar, merupakan bidang perletakan diatas statif,

    tempat mengikatnya baut kunci dan penguat statif.

    Penyetel skrup nivo

    Fungsi: sebagai penyetel kedudukan instrument agar mendatar

    dengan permukaan bumi atau menyeimbangkan nivo kontak.

    2) Bagian atas, terdiri dari:

    Sekrup penyetel nivo tabung

    Fungsi: untuk menyeimbangkan nivo kotak.

    Plat skala horizontal

    Fungsi: sebagai tempat terdapatnya sumbu horizontal dan

    skalanya merupakan pembacaan sumbu horizontal dari titik

    bidikan.

    Nivo kotak

    Fungsi: Sebagai pedoman dalam penyetelan bidang horizontal

    waterpass dalam keadaan seimbang.

    Nivo tabung koisidensi

    Fungsi: untuk menyeimbangkan teropong sehingga teropong

    berada sejajar dengan permukaan bumi.

    Pembidik kasar

    Fungsi: untuk membidik objek sasaran secara kasar.

  • 9

    Klem sumbu beserta penggerak halusnya

    Fungsi: untuk mengunci dan membebaskan sumbu horizontal

    dari bagian atas sehingga dapat menyetel besar sudut

    horizontal titik bidikan.

    Teropong

    Fungsi: untuk melihat dan menetapkan benda atau titik sasaran

    bidikan.

    Pengatur lensa okuler

    Fungsi: untuk memperjelas benang diafragma di dalam

    teropong pada saat pembacaan.

    Pengatur focus

    Fungsi: untuk menempatkan bayangan agar jatuh pada

    diafragma sehingga bayangan menjadi terlihat jelas.

    Pemantau cahaya.

    Fungsi: sebagai alat pemberi penerangan sehingga

    tabungkoinsidensi mudah terlihat teropong nivo.

    Gambar 3.1Waterpass (Penyipat Datar)

    Sumber: tugasperkuliahannih.blogspot.com

  • 10

    Keterangan:

    1) Cermin untuk mengamati nivo kotak

    2) Pembidik kasar

    3) Nivo kotak

    4) Sekrup pengoreksi nivo kotak

    5) Sekrup A, B, dan C

    6) Plat dasar

    7) Penggerak halus

    8) Lensa objektif

    9) Pengatur fokus

    10) Pengatur skala lingkaran horizontal

    11) Busur sudut

    12) Katup penyetel benang diafragma

    13) Lensa okuler

    b. Rambu Ukur: berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok

    utama secara detail.

    c. Tripot: berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga kakinya

    dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya

    runcing agar masuk ke dalam tanah.

    d. Unting-Unting: berfungsi sebagai tolak ukur apakah waterpass tersebut

    sudah berada tepat di atas patok.

    e. Nivo Kotak: berfungsi sebagai medium penunjuk bila nivo sudah tepat

    berada ditengah.

    f. Patok: berfungsi sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama

    dalam pengukuran.

    g. Rol Meter : berfungsi untuk mengukur jarak antara patok yang satu

    dengan patok yang lain.

    h. Kompas : berfungsi untuk menentukan arah utara dalam pengukuran

    sehingga dijadikan patokan utama dalam pengukuran yang biasa di

    sebut sudut azimut.

  • 11

    i. Payung: berfungsi untuk melindungi pesawat penyipat datar dari sinar

    matahari langsung maupun hujan karena lensa teropong pada pesawat

    sangat peka terhadap sinar matahari (Zul Zulaidy. 2012 ).

    3.2 Alat dan Bahan

    Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum sipat datar

    terlihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 3.1 Alat dan Bahan

    No Alat dan Bahan Jumlah

    1 Penyipat Datar 1 set

    2 Rambu Ukur 1 buah

    3 Kaki Tiga (Tripot) 1 buah

    4 Unting-Unting 1 buah

    5 Payung 1 buah

    6 Alat tulis dan buku Secukupnya

    3.3 Langkah Kerja

    Langkah-langkah pengukuran sipat datar adalah sebagai berikut.

    1) Tripot diletakkan pada posisi yang telah ditentukan.

    2) Instrument diletakkan di atas tripot.

    3) Instrument diletakkan sedatar mungkin dengan menyetel sekrup

    penyetel ABC-nya sehingga gelembung udara pada nivo kotak terletak

    tepat di tengah lingkaran.

    4) Tinggi alat diukur dari permukaan ke teropong.

    5) Rambu ukur diletakkan pada batas yang telah ditentukan.

    6) Teropong diarahkan ke rambu ukur.

    7) Pada teropong pembaca dilihat, jika bayangan tidak jelas penyetel

    fokusnya diatur dan bila garis diafragma kurang jelas, sekrup

    okulernya diatur.

    8) Dibaca kedudukan benang atas, benang bawah, dan bacaan tengah,

    kemudian dicatat ke dalam tabel.

    [email protected]

    [email protected] Noteuda ada 3.1 Peralatan pengukuran sipat datar, jadi yang ini dihapus aja.

    jangan lupa tuk hapus juga tabel alat dan bahan di daftar tabel

  • 12

    9) Bila pembacaan telah selesai, rambu ukur dipindahkan ke titik

    pengukuran selanjutnya.

    10) Pekerjaan dikerjakan seperti pada kedudukan yang pertama.

    11) Pengukuran dilakukan dengan prinsip saling mengikat dimana jika

    titik pertama dianggap belakang, maka titik kedua dianggap depan.

    12) Pengukuran dilakukan hingga memperoleh suatu potongan yang

    memanjang.

    13) Setelah pengukuran telah selesai, bersihkan semua alat dan simpan

    seperti semula.

    3.4 Waktu dan Tempat

    Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut.

    Hari : Selasa, 25 November 2014

    Waktu : 08.00 - 10.00 WIB

    Lokasi : Di bawah Jembatan Lamnyong

  • 13

    BAB IV

    ANALISA DATA & PEMBAHASAN

    4.1 Data Hasil Pengamatan

    Terlampir pada lampiran

    4.2 Analisa Data

    a. Menghitung Ketinggian (Y)

    Data 1

    Dik : R = 1,37 m

    Tinggi Alat = 2 m

    Dit : h...?

    Jawab: h = Tinggi Alat R

    h = 2 1,37

    h = 0,63 m

    Data 2

    Dik : R = 1,675 m

    Tinggi Alat = 2 m

    Dit : h...?

    Jawab : h = Tinggi Alat R

    h = 2 1.675

    h = 0,325 m

    b. Menghitung Jarak (X)

    Data 1

    Dik : BA = 1,53

    BB = 1,21

    Dit : Jarak...?

    Jawab : Jarak = (BA BB) x 100

    Jarak = (1,53 - 1,21) x 100

    Jarak = 32 m

  • 14

    Data 2

    Dik : BA = 1,805

    BB = 1,545

    Dit : Jarak...?

    Jawab : Jarak = (BA BB) x 100

    Jarak = (1,805 - 1,545) x 100

    Jarak = 26 m

    4.3 Pembahasan

    Berdasarkan hasil pratikum kelompok 1 yang telah dilakukan di bawah

    Jembatan Lamnyong, diperoleh data pengukuran sebagaimana yang terlampir

    pada halaman lampiran. Kemudian dari hasil pengukuran tersebut dilakukan

    perhitungan di Microsoft Excel dengan formula yang telah dipaparkan pada Bab

    4 bagian 4.2 Analisa Data. Untuk mengetahui ketelitian dan keakuratan data

    digunakan rumus:

    ( )

    Keterangan:

    BA = Bacaan Atas

    BT = Bacaan Tengah

    BB = Bacaan Bawah

    Dari data hasil pengukuran yang telah terlampir pada halaman lampiran,

    maka diperoleh data sebagai berikut.

    Tabel 4.3 Tabel Keakuratan Data

    NO BA BB BT (BA + BB)/2 Keterangan

    1 1.53 1.21 1,37 1,37 Akurat

    2 1.805 1.545 1,675 1,675 Akurat

    3 1.085 0.83 0,955 0,955 Akurat

    4 1.08 0.83 0,96 0,96 Akurat

    5 1.62 1.38 1,45 1,45 Akurat

    6 1.688 1.581 1,634 1,634 Akurat

    7 1.46 1.43 1,445 1,445 Akurat

    8 1.075 1.052 1,064 1,064 Akurat

    9 1.131 1.112 1,124 1,124 Akurat

    10 1.132 1.118 1,346 1,346 Akurat

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected] NoteMasuin hasil sebenarnya yang didapat (berapapun yang didapat), bukan disamain dengan hasil Bacaan Tengah.

  • 15

    11 1.053 0.94 0,996 0,996 Akurat

    12 1.163 1.044 1,103 1,103 Akurat

    13 1.38 1.25 1,315 1,315 Akurat

    14 1.438 1.408 1,423 1,423 Akurat

    15 1.274 1.238 1,256 1,256 Akurat

    16 1.013 0.97 0,99 0,99 Akurat

    17 0.975 0.925 0,95 0,95 Akurat

    18 1.513 1.458 1,483 1,485 Akurat

    Dari data tabel keakuratan data diatas, dapat dikatakan bahwa data yang

    terbaca memiliki keakuratan yang bagus atau dengan kata lain pembacaan data

    pengukuran tersebut benar atau mendekati teliti. Karena hasil tersebut tidak

    menunjukkan nilai yang minus ataupun salah. Data pengukuran bacaan atas dan

    bacaan bawah digunakan untuk menentukan atau menghitung jarak dengan

    rumus perhitungan yang telah dibahas pada bab 4 bagian 4.2 Analisa Data. Yang

    dimana, rumus perhitungan jarak tersebut adalah:

    Jarak = (BA BB) * 100

    Keterangan:

    BA = Bacaan Atas

    BB = Bacaan Bawah

    Jadi, setiap kesalahan pembacaan 0.01 akan menyebabkan jaraknya

    bergeser sejauh 1 meter dilapangan.ukuran lapangan dapat mempengaruhi hasil

    data yang di peroleh, sehinggakesalahan 0.01 tersebut dapat berdampak pada

    hasil ploting data hal tersebut disebabkan karena semakin kecil lokasi semakin

    tinggi ketelitiaannya sehingga setiap titik pengukurannya dapat dibaca dengan

    baik. Data pengukuran bacaan digunakan untuk mendapatkan nilai ketinggian

    suatu titik. Karena disini kami menggunakan pembacaan rambu ukur dalam

    satuan meter, maka rumus yang digunakan:

    h = (Tinggi Alat R)

    Keterangan:

    h = ketinggian

    R = bacaan

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected] Notedi ubah berdasarkan hasil di atas.

  • 16

    Dari rumus tersebut hasil data yang diperoleh memberikan gambaran

    terhadap ketinggian setiap titik pengukuran lokasi tersebut. Apabila setiap

    kesalahan pembacaan sebesar 0,1 dapat menyebabkan perubahan ketinggian

    sebesar 10 cm.

    Setelah nilai jarak dan ketinggian diperoleh kami memplotkan data pada

    kertas grafik untuk mengambarkan pola pengukuran yang telah diperoleh dan

    membentuk pola yang seragam (menyerupai) dengan keadaan yang sebenarnya

    di lapangan. Hal tersebut karena pengambilan titik dilakukan tanpa melewatkan

    titik pengukuran yang memiliki perubahan ketinggian pada lapangan.

    Setelah pengukuran dan pengolahan data di semua titik dilakukan maka

    hal selanjutnya ialah memplotkan data pada kertas grafik, dengan menggunakan

    skala 1:50 dengan kata lain 2 kotak pada kertas grafik menunjukkan 1 cm pada

    kertas dan 1 meter di lapangan dan diperoleh kurva yang telah di lampirkan di

    bawah ini.

  • 17

    BAB IV

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil praktikum kelompok I (satu) yang berlokasi di bawah

    Jembatan Lamnyong, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

    a. Sipat datar (Waterpass) adalah alat untuk mengukur beda tinggi antara

    dua titik atau lebih yang berbeda letaknya yang dapat ditentukan

    dengan pembacaan benang atas, benang tengah, dan benang bawah.

    b. Sipat datar umumnya digunakan untuk pengukuran di daerah relatif

    datar. Misalnya pengukuran jalan raya, perencanaan pembuatan irigasi

    atau pengairan dan lain sebagainya.

    c. Kesalahan-kesalahan dalam pembacaan yang tidak dapat dihindari

    masih terdapat saat melakukan praktikum ini, namun kesalahan-

    kesalahan tersebut masih dapat di toleransi, kesalahan inidisebabkan

    oleh:

    1) Kesalahan Besar (Mistakes Blunder)

    2) Kesalahan Sistimatis (Sistematic Error)

    3) Kesalahan yang Tidak Terduga/Acak (Accidental Error)

    5.2 Saran

    a. Diharapkan kepada para mahasiswa dan mahasiswi untuk

    memperhatikan pada saat asisten menjelaskan dan tidak bermain-main

    pada saat praktikum berlangsung.

    b. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan maksimal diperlukan tingkat

    ketelitian yang sangat tinggi.

    c. Agar kerja sama yang baik antara asisten dengan mahasiswa dan

    mahasiswi tetap dijaga dan lebih ditingkatkan.

  • 18

    LAMPIRAN

    Kelompok : I (Satu)

    Lokasi : Di Bawah Jembatan Lamnyong

    Waktu : 08.00 10.00 WIB

    Titik

    Pembacaan

    Tinggi

    Tinggi

    Alat

    Jarak (BA -

    BB)*100 Keterangan R Z V BA BB (BA-BB)

    1 1.37 0.63 2 1.53 1.21 0.32 32 Awal

    A 1.68 0.325 2 1.805 1.545 0.26 26

    B 0.96 1.045 2 1.085 0.83 0.255 25.5

    C 0.96 1.04 2 1.08 0.83 0.25 25

    D 1.45 0.55 2 1.62 1.38 0.24 24

    E 1.63 0.366 2 1.688 1.581 0.107 10.7

    F 1.45 0.555 2 1.46 1.43 0.03 3

    G 1.06 0.936 2 1.075 1.052 0.023 2.3

    H 1.12 0.876 2 1.131 1.112 0.019 1.9

    I 1.35 0.654 2 1.132 1.118 0.014 1.4

    J 1 1.004 2 1.053 0.94 0.113 11.3 Putar Alat

    K 1.1 0.897 2 1.163 1.044 0.119 11.9

    L 1.32 0.685 2 1.38 1.25 0.13 13 Akhir

    2 1.423 0.685 2.108 1.438 1.408 0.03 3 Awal

    A 1.26 0.852 2.108 1.274 1.238 0.036 3.6 Putar Alat

    B 0.99 1.118 2.108 1.013 0.97 0.043 4.3

    C 0.95 1.158 2.108 0.975 0.925 0.05 5

    D

    1.483 0.625 2.108 1.513 1.458 0.055 5,5 Akhir

  • 19

    Foto Tempat dilakukannya Pengukuran Sifat Datar

  • 20

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahmad Tri Adiyadma. 2010. Contoh Laporan IUT. Geodesi

    (http://adygeodesi.blogspot.com/., diakses 10 Desember 2014 Pkl. 11.10

    WIB)

    Ichsan, Muhammad. 19911.Surverying Ilmu Ukur Tanah. Lhokseumawe:

    Politeknik Negeri Lhokseumawe.

    Surya Agung. 2012. Laporan Ilmu Ukur Tanah.

    (http://tugasperkuliahannih.blogspot.com/., diakses 10 Desember 2014

    Pkl. 12.00 WIB)

    Wongsotjitro, Soetomo. 1964. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius: Jakarta.

    Wirshing. 1995. Pengantar Pemetaan (Seri buku Schaum). Erlangga: Jakarta.

    Zul Zulaidy. 2012. Pengukuran Beda Tinggi. (http://zulzulaidy.blogspot.com/.,

    diakses 10 Desember 2014 Pkl. 11.30 WIB)

    [email protected]

    [email protected] NoteKalo bisa di buat rata kiri kanan

  • Pengukuran

    Theodolit

  • i

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ............................................................................................ i

    DAFTAR TABEL ................................................................................... i

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

    1.2 Tujuan Praktikum .......................................................................... 2

    BAB II DASAR TEORI

    2.1 Theodolit ....................................................................................... 3

    2.2 Syarat-Syarat Alat Theodolit......................................................... 4

    2.3 Macam-Macam Theodolit ............................................................. 4

    2.4 Konstruksi Theodolit ..................................................................... 6

    2.5 Prosedur Penggunaan Theodolit ................................................... 8

    2.6 Kesalahan-Kesalahan dalam Theodolit ......................................... 8

    BAB III METODE PRAKTIKUM

    3.1 Peralatan Pengukuran Theodolit ................................................... 10

    3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 13

    3.3 Langkah Kerja ............................................................................... 14

    3.4 Waktu dan Tempat ........................................................................ 14

    BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

    4.1 Data Hasil Pengamatan ................................................................. 15

    4.2 Analisa Data .................................................................................. 15

    4.3 Pembahasan ................................................................................... 18

    BAB V PENUTUP

    5.1 Kesimpulan ................................................................................... 22

    5.2 Saran .............................................................................................. 22

    LAMPIRAN ............................................................................................. 23

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 28

  • ii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Alat dan Bahan .......................................................................... 13

    Tabel Data Hasil Pengamatan (Lampiran) ................................................ 23

    Tabel Titik Koordinat ................................................................................ 24

  • iii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Konstruksi Theodolit Tipe Reiterasi ..................................... 4

    Gambar 2.2 Konstruksi Theodolit Tipe Repitisi ....................................... 5

    Gambar 2.3 Konstruksi Theodolit Elektro Optis ...................................... 5

    Gambar 2.4 Konstruksi Theodolit ............................................................. 7

    Gambar 3.1 Pesawat Theodolit ................................................................. 12

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Dalam melaksanakan suatu bangunan, baik bangunan besar, sedang dan

    yang kecil sekalipun memerlukan terlebih dahulu suatu perencanaan yang

    matang. Tidak mungkin dapat dibuat suatu rencana yang baik tanpa tersedia peta

    yang baik pula. Untuk mendapatkan peta yang baik harus didasarkan atas hasil

    pengukuran yang benar dan cara pengukuran yang dapat dipertanggungjawabkan.

    Pengukuran-pengukuran yang dimaksud adalah ukur tanah. Ilmu ukur tanah

    merupakan bahagian pendahuluan dari ilmu geodesi, yang memfokuskan pada

    pengukuran-pengukuran bentuk permukaan bumi untuk dipindahkan ke bidang

    datar.

    Ilmu ukur tanah adalah ilmu yang mempelajari masalah kulit bumi yang

    berupa situasi atas permukaan kulit bumi, perbedaan ketinggian, jarak dan luas.

    Ilmu geodesi mempunyai dua maksud, yaitu maksud ilmiah dan maksud praktis.

    Maksud ilmiah adalah menentukan permukaan bumi, sedangkan maksud praktis

    membuat bayangan, yang dinamakan peta dari sebagian besar atau kecil

    permukaan. Mempelajari ilmu ukur tanah bertujuan untuk mengetahui bagaimana

    bentuk permukaan bumi, baik situasi maupun beda tinggi suatu titik dengan titik

    lain yang diamati pada permukaan tanah. Dengan mengukur jarak, luas,

    ketinggian, dan sudut kita dapat mengetahui keadaan dan beda tinggi titik-titik

    pada permukaan tanah.

    Pada ilmu ukur tanah, sudut dan jarak menjadi unsur yang penting. Oleh

    sebab itu pengukuran-pengukuran bentuk permukaan bumi difokuskan pada

    pengukuran keduanya. Dalam hal ini, alat yang digunakan adalah theodolit dan

    waterpass. Hasil pengukuran dengan menggunakan kedua alat tersebut akan

    mendapatkan data-data yang akan dipakai untuk menggambarkan situasi suatu

    lokasi pengukuran, seperti gedung, tanaman, saluran air, dan jalan. Unsur-unsur

    itulah yang disebut topografi (Grup XIII. 2009).

  • 2

    1.2 Tujuan Praktikum

    a. Mengetahui cara penggunaan atau pengoperasian alat baik secara

    teori maupun praktikum.

    b. Mampu melakukan pengukuran theodolit di lapangan.

    c. Mampu membaca data pengukuran theodolit dengan benar.

    d. Mampu mengolah data hasil pengukuran dengan baik.

  • 3

    BAB II

    DASAR TEORI

    2.1 Theodolit

    Ilmu ukur tanah adalah bagian rendah dari ilmu Geodesi, yang merupakan

    suatu ilmu yang mempelajari ukuran dan bentuk bumi dan menyajikannya dalam

    bentuk tertentu. Ilmu Geodesi ini berguna bagi pekerjaan perencanaan yang

    membutuhkan data-data koordinat dan ketinggian titik lapangan. Ilmu ukur tanah

    adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kegiatan pengukuran di permukaan

    bumi. Kegiatan pengukuran dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung

    kepada kebutuhan dan tingkat ketelitian yang diinginkan.

    Untuk pengukuran rencana bangunan cukup hanya dilakukan dengan

    meteran, begitu juga dengan pembuatan tanggul. Sedang untuk pembuatan peta

    topografi dan situasi digunakan alat optik yang lebih dikenal dengan nama

    pesawat ukur. Ada dua jenis pesawat ukur yang dikelompokkan berdasarkan

    kegunaannya yaitu:

    1) Sipat Datar (Waterpass), dan

    2) Theodolit

    Theodolit adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur jarak dan

    sudut, baik sudut vertikal maupun horizontal. Yang dimaksud dengan sudut

    vertikal adalah sudut yang diukur pada skala tegak lurus. Sedangkan sudut

    horizontal adalah sudut yang diukur pada skala mendatar yang dibentuk oleh dua

    titik pada poligon, sudut yang terbaca merupakan nilai dimana theodolit itu

    ditempatkan.

    Di dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan

    sekon (detik). Theodolit merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan

    yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang

    ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-

    putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horizontal

    untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat

  • 4

    diputar-putar mengelilingi sumbu horizontal, sehingga memungkinkan sudut

    vertikal untuk dibaca.

    Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti pesawat penyipat

    datar bila sudut vertikalnya dibuat 90. Dengan adanya teropong pada theodolit,

    maka theodolit dapat dibidikkan ke segala arah. Didalam pekerjaan bangunan

    gedung, theodolit sering digunakan untuk menentukan sudut siku-siku (Frick,

    Heinz. 1979).

    2.2 Syarat-Syarat Alat Theodolit

    Syarat-syarat utama yang harus dipenuhi alat theodolit (pada galon air)

    sehingga siap dipergunakan untuk pengukuran yang benar adalah sebagai berikut.

    a. Sumbu kesatu benar-benar tegak atau (vertikal).

    b. Sumbu kedua harus benarbenar mendatar.

    c. Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua (mendatar).

    d. Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu (Sosrodarsono, Suyono.

    1983).

    2.3 Macam - Macam Theodolit

    a. Macam-macam theodolit berdasarkan konstruksinya, dikenal tiga

    macam yaitu:

    1. Theodolit Reiterasi

    Pada theodolit reiterasi, plat lingkaran skala (horizontal) menjadi

    satu dengan plat lingkaran nonius dan tabung sumbu pada kiap.

    Sehingga lingkaran mendatar bersifat tetap. Pada jenis ini

    terdapatsekrup pengunci plat nonius.

  • 5

    Gambar 2.1 Konstruksi theodolit tipe reiterasi

    Sumber: nheyta.blogspot.com

    2. Theodolit Repitisi

    Pada theodolit repetisi, plat lingkarn skala mendatar ditempatkan

    sedemikian rupa, sehingga plat ini dapat berputar sendiri dengan

    tabung poros sebagai sumbu putar. Pada jenis ini terdapat sekrup

    pengunci lingkaran mendatar dan sekrup nonius.

    Gambar 2.2 Konstruksi theodolit tipe repitisi

    Sumber: nheyta.blogspot.com

    3. Theodolite Elektro Optis

    Dari konstruksi mekanis sistem susunan lingkaran sudutnya antara

    theodolit optis dengan theodolit elektro optis sama. Akan tetapi

    mikroskop pada pembacaan skala lingkaran tidak menggunakan sistem

    lensa dan prisma lagi, melainkan menggunkan sistem sensor. Sensor

    ini bekerja sebagai elektro optis model (alat penerima gelombang

    elektromagnetis). Hasil pertama sistem analog dan kemudian harus

    ditransfer ke sistem angka digital. Proses penghitungan secara otomatis

    akan ditampilkan pada layar (LCD) dalam angka desimal.

  • 6

    Gambar 2.3 Konstruksitheodolit elektro optis

    Sumber: building-generation.blogspot.com

    b. Macam-macam theodolit menurut sistem bacaannya:

    1) Theodolit sistem baca dengan Indeks Garis

    2) Theodolit sistem baca dengan Nonius

    3) Theodolit sistem baca dengan Mikrometer

    4) Theodolit sistem baca dengan Koinsidensi

    5) Theodolit sistem baca dengan Digital

    c. Macam-macam theodolit menurut skala ketelitian:

    1) Theodolit Presisi (Type T3/ Wild)

    2) Theodolit Satu Sekon (Type T2 / Wild)

    3) Theodolit Sepuluh Sekon (Type TM-10C / Sokkisha)

    4) Theodolit Satu Menit (Type T0 / Wild)

    5) Theodolit Sepuluh Menit ( Type DK-1 / Kern) (Sosrodarsono,

    Suyono. 1983)

    2.4 Konstruksi Theodolit

    Konstruksi instrument theodolit, secara mendasar dibagi menjadi 3

    bagian, yaitu:

    a. Bagian Bawah, terdiri dari pelat dasar dengan tiga sekrup penyetel yang

    menyanggah suatu tabung sumbu dan pelat mendatar berbentuk lingkaran.

    Pada tepi lingkaran ini dibuat pengunci limbus.

    b. Bagian Tengah, terdiri dari suatu sumbu yang dimasukkan ke dalam

    tabung dan diletakkan pada bagian bawah. Sumbu ini adalah sumbu tegak

    lurus kesatu. Di atas sumbu kesatu diletakkan lagi suatu plat yang

    [email protected]

    [email protected] NotePerbaiki dikit masuk dalamnya

  • 7

    berbentuk lingkaran yang berbentuk lingkaran yang mempunyai jari -jari

    plat pada bagian bawah. Pada dua tempat di tepi lingkaran dibuat alat

    pembaca nonius. Di atas plat nonius ini ditempatkan 2 kaki yang menjadi

    penyanggah sumbu mendatar atau sumbu kedua dan sutu nivo tabung

    diletakkan untuk membuat sumbu kesatu tegak lurus. Lingkaran dibuat

    dari kaca dengan garis-garis pembagian skala dan angka digoreskan di

    permukaannya. Garis-garis tersebut sangat tipis dan lebih jelas tajam bila

    dibandingkan hasil goresan pada logam. Lingkaran dibagi dalam derajat

    sexagesimal yaitu suatu lingkaran penuh dibagi dalam 360 atau dalam

    grades senticimal yaitu satu lingkaran penuh dibagi dalam 400 g.

    c. Bagian Atas, terdiri dari sumbu kedua yang diletakkan di atas kaki

    penyanggah sumbu kedua. Pada sumbu kedua diletakkan suatu teropong

    yang mempunyai diafragma dan dengan demikian mempunyai garis bidik.

    Pada sumbu ini pula diletakkan plat yang berbentuk lingkaran tegak sama

    seperti plat lingkaran mendatar (Wirshing, 1995).

  • 8

    Gambar 2.4 Konstruksi theodolite

    Sumber: rikkyputra.wordpress.com

    2.5 Prosedur Penggunaan Theodolit

    Hal pertama dalam penggunaan alat theodolit adalah mengatur posisinya

    sedemikian rupa hingga posisi alat rata. Keadaan ini ditandai dengan

    memposisikan gelembung air didalam waterpass agar benar-benar berada di

    tengah tabung. Untuk mendapatkan keadaan tersebut, harus diatur dengan

    memposisikan tripot dan mengatur tuas pengatur yang ada pada theodolit. Setelah

    posisi theodolit sudah tepat, maka langkah selanjutnya adalah mencatat posisi

    penembakan (tinggi tempat, letak lintang dan bujur) dan menentukan arah utara

  • 9

    magnetis dengan menggunakan kompas. Setelah ditentukan arah utara

    magnetisnya, maka theodolit diputar pada arah penembakan lalu mencatat sudut

    horizontal dan vertikal yang tertera pada theodolit saat theodolit telah menghadap

    pada arah penembakan. Setelah semua siap, dilakukan penembakan dengan

    membaca angka pada rambu ukur yang bertepatan dengan benang tipis pada lensa

    theodolit. Pengukuran dilakukan dengan langkah yang sama, berturut-turut pada

    titik selanjutnya yang merupakan titik penempatan rambu ukur tersebut (Frick,

    Heinz. 1979).

    2.6 Kesalahan-Kesalahan dalam Theodolit

    Ada tiga jenis kesalahan-kesalahan yang bias terjadi pada saat kita

    menggunakan theodolit yaitu:

    1. Kesalahan Kasar (blunders)

    Kesalahan ini terjadi karena: kurang hati-hati, kurang pengalaman dan

    kurang perhatian. Sebagai catatan bahwa dalam pengukuran kesalahan ini

    tidak boleh terjadi, bila terjadi harus diulang.

    Contoh-contoh kesalahan blunder:

    a. Salah baca: 3 dibaca 8, 6 dibaca 9, 7 dibaca 9

    b. Salah catat: misalkan 1 rentangan pengukuran tidak tercatat,atau salah

    menempatkan data ukuran (sudut horizontal terbalikdengan helling)

    c. Salah dengar

    Cara mengatasi contohnya:

    a. pengecekan sendiri hasil pengamatan dan pembacaan

    b. gunakan alat bantu, contoh: kompas, GPS

    c. selalu menggambar langsung sketsa setelah mendapatkan dan

    mencatat hasil ukuran.

    2. Kesalahan Sistematis

    Kesalahan sistematis umumnya terjadi metode atau cara pengukuran yang

    salah dan karena alat ukur yang dipakai itu sendiri.

    Contoh penyebab yang terkait dengan alat ukur:

    a. Syarat pengaturan alat tidak lengkap

    b. Unting-unting tidak digunakan

  • 10

    c. Penyinaran pada alat bacaan tidak merata

    d. Skala Rambu, kesalahan titik nol rambu

    3. Kesalahan Acak

    Akan terlihat apabila dilakukan pengamatan yang berulang-ulang.

    Beberapa contoh yang mengakibatkan kesalahan acak:

    a. Getaran tanah atau tanah tidak stabil.

    b. Atmosfer bumi

    c. Psikis pengamat (contoh: faktor kelelahan)

    d. kesalahan ini dapat dibetulkan dengan hitung perataan apabila

    terdapat data yang cukup

  • 11

    BAB III

    METODE PRAKTIKUM

    3.1 Peralatan Pengukuran Theodolit

    Adapun peralatan pengukuran theodolit yang digunakan dalam praktikum

    ini diantaranya adalah sebagai berikut.

    a. Theodolit

    Berdasarkan bentuknya, theodolit dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

    1) Bagian Dasar

    Bagian bawah tidak dapat bergerak, memiliki plat yang dihubungkan

    atau dipasang pada statif berkaki tiga dan horizontal dengan nivo

    kotak. Pada bawah ini juga dipasang lingkaran horizontal berkala.

    Bagian bawah terdiri dari:

    Plat datar

    Fungsi: sebagai landasan instrumen yang sifatnya selalu

    mendatar.

    Tiga buah sekrup menyetel A, B, dan C

    Fungsi: untuk membuat bidang horizontal dengan menyetel

    sumbu II atau garis tegak lurus dengan sumbu I sehingga

    theodolit tegak lurus dan dapat diamati dengan nivo tabung.

    Nivo kotak

    Fungsi: sebagai pedoman untuk melihat apakah theodolit dalam

    keadaan datar atau tidak dengan menyetel sumbu I tegak lurus

    sumbu II.

    Kunci bagian bawah instrumen

    Fungsi: sebagai pengunci instrumen dengan statif

    Klem sumbu I bagian bawah

    Fungsi: untuk mengunci theodolit dari gerakkan mendatar

    Penggerak halus sumbu I bawah

    Fungsi: untuk menggerakkan teropong dalam gerakan mendatar

    pada posisi tembak yang tepat.

  • 12

    2) Bagian Tengah

    Bagian tengah digunakan untuk membidik teropong ke arah sasaran

    secara horizontal. Bagian tengah terdiri dari:

    Klem sumbu I

    Fungsi: Untuk mengunci sumbu I bila sudah mendapatkan

    bidikan secara horizontal.

    Penggerak halus sumbu I ( mendatar )

    Fungsi: Menyetel sasaran bidikan secara sempurna dengan

    membantu menempatkan sasaran secara perlahan-lahan dalam

    gerakan horizontal.

    Teropong sentring

    Fungsi: untuk mengamati apakah theodolit sudah tepat berada

    pada titik patok.

    Nivo tabung

    Fungsi: untuk mengamati apakah theodolit sumbu I sudah tegak

    lurus sumbu II.

    Alhidale

    Fungsi: untuk mengunci sumbu I ke segala arah dalam membidik

    sasaran.

    Mikrometer

    Fungsi: sebagai alat penyetel pada saat pembacaan sudut.

    Sekrup koreksi indeks

    Fungsi: untuk menyetel kesalahan indeks agar sama dengan nol.

    Cermin pemantul cahaya

    Fungsi: untuk menerangkan pada saat pembacaan sudut.

    3) Bagian Atas

    Bagian tengah digunakan untuk membidik teropong ke arah sasaran

    secara horizontal.

    Bagian ini terdiri:

    Teropong

    Fungsi: untuk melihat objek yang jauh dengan jelas. Bagian ini

    terdiri dari

  • 13

    (1) Lensa objektif

    Fungsi: untuk membuat bayangan sejati, diperkecil dan

    terbalik.

    (2) Lensa pembalik

    Fungsi: untuk membalik bayangan sejati yang dibentuk oleh

    lensa objektif.

    (3) Lensa okuler

    Fungsi: untuk mendapatkan bayangan semu, diperbesar, dan

    terbalik.

    Pembidik kasar

    Fungsi: untuk mendapatkan bidik secara kasar.

    Pengatur fokus

    Fungsi: untuk membuat bayangan agar jauh pada diafragma

    sehingga objek yang dibidik terlihat kasar.

    Pengatur lensa okuler

    Fungsi: untuk memperjelas benang diafragma di dalam teropong

    pada pembacaan rambu ukur.

    Teropong sudut

    Fungsi: untuk membaca sudut horizontal dan vertikal.

    `

    Gambar 3.1 Pesawat Theodolit

    Sumber: Frandimseptian.blogspot.com

  • 14

    b. Rambu Ukur: berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok

    utama secara detail.

    c. Tripot: berfungsi sebagai penyangga theodolit dengan ketiga kakinya

    dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya

    runcing agar masuk ke dalam tanah.

    d. Unting-Unting: berfungsi sebagai tolak ukur apakah theodolit tersebut

    sudah berada tepat di atas patok.

    e. Nivo Kotak: berfungsi sebagai medium penunjuk bila nivo sudah tepat

    berada ditengah.

    f. Patok: berfungsi sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama dalam

    pengukuran.

    g. Rol Meter: berfungsi untuk mengukur jarak antara patok yang satu

    dengan patok yang lain.

    h. Kompas: berfungsi untuk menentukan arah utara dalam pengukuran

    sehingga dijadikan patokan utama dalam pengukuran yang biasa di sebut

    sudut azimut.

    i. Payung: berfungsi untuk melindungi theodolit dari sinar matahari

    langsung maupun hujan karena lensa teropong pada pesawat sangat peka

    terhadap sinar matahari (ZulZulaidy. 2012).

    3.2 Alat dan Bahan

    Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum theodolit

    terlihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 3.1 Alat dan Bahan

    No Alat dan Bahan Jumlah

    1 Theodolit 1 set

    2 RambuUkur 1 buah

    3 Kaki Tiga (Tripod) 1 buah

    4 Unting-unting 1 buah

    5 Payung 1 buah

    6 Alat tulis dan buku Secukupnya

    [email protected]

    [email protected] Noteuda ada 3.1 Peralatan pengukuran, jadi yang ini dihapus aja.

    jangan lupa tuk hapus juga tabel alat dan bahan di daftar tabel

  • 15

    3.3 Langkah Kerja

    Langkah-langkah pengukuran theodolit adalah sebagai berikut.

    1) Letakkan tripod (kaki tiga) diatas patok usahakan lempengan logam

    dalam keadaan datar, kaki tripod diatur sesuai dengan tinggi si pengukur.

    2) Pasanglah alat theodolit di atas tripod, usahakan unting-unting

    membentuk garis lurus pada patok.

    3) Levelkan alat theodolit (plat bagian bawah) dengan bantuan nivo kotak

    dan nivo tabung, dengan menggunakan tiga buah sekrup penyetel,

    tempatkan gelembung di tengah-tengah nivo kotak dan nivo tabung.

    4) Ukurlah tinggi alat dengan menggunakan rol meter dan catat pada tabel.

    5) Arahkan teropong pada titik yang ingin diukur, untuk memudahkan

    penghitungan usahakanlah pembacaan benang silang (tengah) sama

    dengan tinggi alat, lalu baca benang atas dan benag bawah.

    6) Kemudian kunci dan baca sudut horizontal dan sudut vertikal melalui

    nonius.

    7) Tempatkan rambu ukur pada titik yang dianggap mewakili untuk

    pengukuran.

    8) Bidiklah atau arahkanlah teropong ke titik yang ingin diukur, lalu bacalah

    benang atas, benang tengah, benang bawah, sudut vertikal, dan sudut

    horizontal. Kemudian bacaan tersebut dicatat ke dalam tabel.

    9) Lakukan langkah yang sama seperti langkah 7 dan 8 untuk tiap titik yang

    akan diukur selanjutnya.

    10) Setelah pengukuran telah selesai, bersihkan semua alat dan simpan

    seperti semula.

    3.5 Waktu dan Tempat

    Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut.

    Hari : Selasa, 9 Desember 2014

    Waktu : 08.00 10.00 WIB

    Lokasi : Di bawah Jembatan Lamnyong

  • 16

    BAB IV

    ANALISA DATA & PEMBAHASAN

    4.1 Data Hasil Pengamatan

    Terlampir pada lampiran

    4.2 Analisa Data

    1) Menghitung Sudut

    a. Sudut Horizontal

    Data 1

    Dik : = 338 50' 40"

    Jawab : = 338 +

    +

    = 358,84 (data kasar)

    = 360 - 358,84

    = 1,16 (data real)

    b. Sudut Vertikal

    Data 1

    Dik : = 90 00' 00"

    Jawab : = 90 +

    +

    = 90 (data kasar)

    = 90 - 90

    = 0 (data real)

    2) Perhitungan Dalam Meter

    Data 1

    a. Panjang (L) = BA BB

    = 1,218 - 0,949

    L = 0,296 m

    b. Tinggi Alat = 1,55 m

    c. Bacaan Tengah (Z) = 1,084 m

  • 17

    3) Menghitung Jarak

    Data 1

    Jarak Vertikal

    Dik : L = 0,296 m

    = 0

    Dit : D..?

    Jawab : D = 100 x L x cos

    = 100 x 0,296 x cos (0)

    D = 29,6 m

    Data 1

    Jarak Horizontal

    Dik : D = 29,6 m

    = 1,16

    Dit : D...?

    Jawab : D = D x cos

    = 29,6 x cos (1,16)

    D = 29,5939338 m

    4) Menghitung Tinggi

    Data 1

    Dit : D = 29,6 m

    = 0

    Dit : h...?

    Jawab : h = D sin

    h = 29,6 sin (0)

    h = 0 m

    5) Beda Tinggi A-B

    Data 1

    Dik : h = 0 m

    i = 1,55 m

    Z = 1,084 m

  • 18

    Dit : H...?

    Jawab : H = h + (i Z)

    = 0 + (1,55 - 1,084)

    H = 0,47 m

    6) Tinggi Lapangan

    Data 1

    Dik : H = 0,47 m

    Dit : H...?

    Jawab : H = H + 10

    = 0,47 + 10

    H = 10,47 m

    7) Menentukan Titik Koordinat

    Data 1

    a. Delta X (X)

    Dik :D = 29,5939338 m

    = 1,16

    Dit :X...?

    Jawab : X = D sin

    = 29,5939338 sin (1,16)

    X = 0,599112506

    b. Delta Y (Y)

    Dik :D = 29,5939338 m

    = 0

    Dit :Y...?

    Jawab : Y = D sin

    Y = 29,5939338 cos (0)

    Y= 29,5939338

  • 19

    8) Titik Koordinat

    Data 1

    a. Koordinat X

    Dik :X = 0,599112506

    Dit :X...?

    Jawab : X = 1000 - X

    = 1000 - 0,599112506

    X = 999,4008875

    b. Koordinat Y

    Dik :Y = 0,599112506

    Dit :Y...?

    Jawab : Y = 1000 - Y

    = 1000 - 29,5939338

    Y = 970,412131

    4.3 Pembahasan

    Berdasarkan hasil pratikum theodolit kelompok 1 yang telah dilakukan di

    bawah Jembatan Lamnyong, diperoleh hasil data mentah dari pengukuran di

    lapangan. Kemudian dari hasil data pengukuran tersebut dilakukan perhitungan

    dengan menggunakan formula yang telah ditentukan dan diperoleh data

    pengukuran sebagaimana yangterlampir pada halaman lampiran. Pada pratikum

    theodolit ini, kamimenggunakan pola radial untuk menetukan perubahan

    ketinggian di lokasi pengukuran. Sebagaimana pola radial merupakan metode

    pengukuran kontur yangdigunakan untuk pemetaan topografi pada daerah yang

    luas danpermukaan tanahnya tidak beraturan (tambahan).

    Berbeda dengan metode pratikum pengukuran sipat datar sebelumnya,pada

    praktikum theodolit ini, alat pengukuran hanya diletakkan pada satu titik, lalu

    ditembakkan ke arah rambu ukur. Kemudian sudut horizontal dan vertikal diputar

    untuk mendapatkan posisi rambu ukur yang pas, tidak seperti praktikum sipat

    datar yang sebelumnya dimanasudutnya harus berada pada 0 atau 180 derajat

    untuk menghasilkan sebuahgaris, sehingga koordinat yang diperoleh adalah titik

    X dan Y dan membentuk garis atau 2D.Sedangkanpada pratikum theodolit

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected]

  • 20

    ini.alat pengukuran hanya diletakkan pada satutitik, kemudian pratikan

    menembak ke arah rambu ukur yang telah di tentukan titiknya.kemudian

    praktikan dapat menaikan dan menurunkan alat atau memutar sudut horizontal

    dan sudut vertical, untuk mendapatkan posisi rambu ukur yang tepat. Namun

    pada theodolite output data yang didapatkan tidak lagi berupa sebuah garis,

    melainkan dapat berupa sebuah bidang 2D atau 3D.Hal ini disebabkan karena

    koordinatbaru yang terbentuk dari X, Y dan ketinggian Z.

    Dalam pengolahan data pratikum ini, kami menggunakan koordinatlokal

    1000, 1000, dan menambah setiap ketinggian 10 meter untuk menjauhinilai

    minus pada data. Untuk mempermudah dalam pengolahan data ini, kami

    menggunakan alat bantu berupa software Microsoft Excel. Setelah semua data

    diolah dan membentuk koordinat baru berupa X, Y dan Z yang digunakan untuk

    memplotkan data pada software surfer 11.

    Setelah datanya kami olah menggunakan software surfer 11, kami

    mendapatkan hasil plotnya,namun hasil pemetaannya tidak maksimal

    menggambarkan keadaan sesungguhnya dilapangan atau lebih tepatnya hasil plot

    yang kami dapat kurang mirip dari keadaan yang sesungguhnya dilapangan.

    Berikut hasil plotnya:

    Gambar 4.1 Hasil post layer menggunakan surfer

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected]

  • 21

    Gambar 4.2 Hasil Plot Kontur Menggunakan Surfer

    Gambar 4.3 Hasil plot 3D menggunakan surfer

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected] Noteambil screenshootnya dari posisi dmmna ketika org lihat org tau itu gundukan yang mana, jadi ketika org liat nampak miripnya dengan keadaan dilapangan, kaya yang tdi

  • 22

    Gambar 4.4 Pemotongan Penampang 3D Menggunakan Surfer

    Gambar 4.5 Hasil Plot Profile Menggunakan Surfer

    Setelah data diatas kembali diperbaiki, kami mendapatkan beberapa

    kesalahan pengukuran yang tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan. Hal

    tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya yaitu jarak anatar titik yang

    terlalu jauh, sehingga Jarak yang di ambil saat pengukuran terlalu besar, dan

    menyebabkan hasil data yang berbeda gambaran sebenarnya.

    L ( Jarak)

    Gambar 4.6 Hasil Gambar Gundukkan Menggunakan Corel

    [email protected]

    [email protected] Noteutk cross sectionnya, 1 garis aja, satu garis lurus, kan uda di tunjuin juga tadi

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected] Note

    [email protected] Notejangan lupa di ubah

    [email protected]

    [email protected] Notenama "profil 17" juga dirubah, jadi cross section atau "penampang apa gtu"

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected] Notekata2nya, "karena jarak" lebih cocok kayanya

    [email protected]

    [email protected] Noteitu gambar apa?

    [email protected] Notetambah disini, berikut desain awal pengambilan titik kami dilapangan.

  • 23

    Kemudian, kurangnya titik yang diambil pada saat pengukuran di

    lapangan, menyebabkan data yang terkumpul menjadi minim(sedikit), contohnya,

    kami tidak mengambil data di setiap titik tengah gundukkan sehingga setiap

    daerah yang mengalami perubahan tinggi tidak terukur dengan teliti,

    Gambar 4.6 Titik Seharusnya Menggunakan Corel

    Selain itu, gundukan-gundukannya yang terplot pada software surfer 11

    terlihat lebih runcing dari pada kenyataan dilapangan,hal tersebut disebabkan

    karena pengambilan data yang tidak beraturan atau tidak sesuai dengan urutan

    yang semestinya. Seharusnya pengambilan data dilakukan berurutan dari tinngi

    terendah hingga tertinggi ,seperti pada gambar dibawah ini:

    Gambar 4.7 Titik Seharusnya pada setiap ketinggian Menggunakan Corel

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected] NoteKEnapa ga buat kaya yang uda dibahas tadi

    [email protected]

    [email protected] Notekenapa ga dibuat dengan yang uda kita bahas di kertas tadi..

  • 24

    Menurut teori yang kami dapatkan diruangan, hasil plotnya dapat berbeda

    dengan keadaan sebenarnya dilapangan disebabkan kurangnya data pengukuran

    yang kami ambil. Sehingga, software surfer tersebut mengganggap data

    pengukuran yang jumlahnya sedikit tersebut sebagai noise, dan mengabaikannya.

    Dengan membandingkan setiap data yang telah di plotkan,disini kami

    menarik kesimpulan bahwa data yang kami butuhkan kurang dengan kata lain

    kami tidak melakukan pengukuran pada semua titik yang semestinya.Selain itu

    kurang telitinya pembacaan data dan tidak beraturannya penempatan titik

    pengukuran.

    Jadi output titik yang yang diharapkan sebagai berikut:

    Gambar 4.8 Titik Pengukuran Dilapanagan pada setiap ketinggian

    [email protected]

    [email protected]

    [email protected] Noteini uda dibahas di atas kenapa dibahas lagi .

    [email protected]

    [email protected] Notebukan output, tapi berikut desain titik pengukuran yang seharusnya ...

  • 25

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil praktikum kelompok I (satu) yang telah kami lakukan

    dapat disimpulkan bahwa:

    a. Theodolit adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur jarak dan

    sudut, baik sudut vertikal maupun horizontal. Yang dimaksud dengan

    sudut vertikal adalah sudut yang diukur pada skala tegak lurus.

    Sedangkan sudut horizontal adalah sudut yang diukur pada skala

    mendatar yang dibentuk oleh dua titik pada poligon, sudut yang terbaca

    merupakan nilai dimana theodolit itu ditempatkan.

    b. Pengukuran dengan alat theodolit dlakukan untuk mendapatkan bayangan

    keadaan lapangan dengan cara menentukan tempat titik-titik di atas

    permukaan bumi.

    c. Untuk mendapatkan hasil yang benar maka hasil pengukuran sudut, jarak

    dan beda tinggi titik harus mendapatkan koreksi dengan ketentuan tidak

    melebihi batas toleransi.

    d. Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti pesawat penyifat

    datar bila sudutvertikalnya dibuat 90.Dengan adanya teropong pada

    theodolit, maka theodolit dapat dibidikkan kesegala arah.

    5.2 Saran

    a. Diharapkan kepada para mahasiswa dan mahasiswi untuk memperhatikan

    pada saat asisten menjelaskan dan tidak bermain-main pada saat

    praktikum berlangsung.

    b. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan maksimal diperlukan tingkat

    ketelitian yang sangat tinggi.

    c. Agar kerja sama yang baik antara asisten dengan mahasiswa dan

    mahasiswi tetap dijaga dan lebih ditingkatkan.

  • 26

    LAMPIRAN

    Kelompok : I (Satu)

    Lokasi : Di Bawah Jembatan Lamnyong

    Waktu : 08.00 10.00 WIB

    No Pembacaan

    Sudut Horizontal Sudut Vertikal Dalam Meter

    Z BA BB BA-BB Tinggi Alat Z

    1 1,08 1,22 0,95 338 50' 40" 90 00' 00" 0,296 1,55 1,08

    2 1,19 1,32 1,06 338 58' 40" 90 00' 00" 0,26 1,55 1,19

    3 0,43 0,57 0,30 331 00' 10" 90 00' 00" 0,27 1,55 0,43

    4 0,42 0,56 0,28 336 47' 40" 90 00' 00" 0,28 1,55 0,42

    5 0,49 0,64 0,34 336 37' 10" 90 00' 00" 0,3 1,55 0,49

    6 0,43 0,57 0,28 330 47' 20" 90 00' 00" 0,29 1,55 0,43

    7 1,26 1,42 1,10 335 32' 30" 90 00' 00" 0,32 1,55 1,26

    8 1,27 1,43 1,12 329 35' 40" 90 00' 00" 0,31 1,55 1,27

    9 1,22 1,36 1,08 339 45' 20" 90 00' 00" 0,283 1,55 1,22

    10 1,26 1,41 1,11 338 48' 10" 90 00' 00" 0,30 1,55 1,26

    11 1,27 1,40 1,12 328 54' 20" 90 00' 00" 0,278 1,55 1,27

    12 1,38 1,52 1,23 327 44' 20" 90 00' 00" 0,29 1,55 1,38

    13 2,70 2,82 2,40 310 04' 00" 87 22' 40" 0,42 1,55 2,70

    14 2,25 2,87 2,64 298 47' 10" 87 22' 10" 0,23 1,4 2,25

    15 1,44 1,59 1,29 310 08' 40" 86 34' 40" 0,299 1,4 1,44

    16 1,485 1,63 1,34 304 30' 30" 86 34' 30" 0,29 1,4 1,485

    17 1,97 2,18 1,78 308 35' 00" 86 32' 00" 0,4 1,4 1,97

    18 1,97 2,17 1,76 313 28' 00" 86 32' 00" 0,41 1,4 1,97

    19 2,65 2,84 2,40 315 14' 50" 87 59' 00" 0,44 1,4 2,65

    20 2,59 2,85 2,36 309 40' 20" 88 06' 00" 0,49 1,4 2,59

    21 2,55 2,75 2,33 306 45' 20" 88 06' 00" 0,42 1,4 2,55

    22 2,75 2,96 2,53 316 47' 10" 88 06' 00" 0,43 1,4 2,75

    23 2,34 2,49 2,18 301 00' 50" 87 44' 20" 0,31 1,4 2,34

    24 2,33 2,48 2,17 315 46' 30" 87 44' 20" 0,31 1,4 2,33

    25 2,42 2,57 2,27 291 48' 40" 87 44' 20" 0,304 1,4 2,42

    26 1,08 1,95 0,93 300 43' 30" 90 03' 20" 1,02 1,4 1,08

    27 0,55 0,72 0,36 296 49' 40" 90 03' 30" 0,36 1,4 0,55

  • 27

    Titik Koordinat

    Jarak

    Vertikal Horizontal

    29.6 29.6

    26 26

    27 27

    28 28

    30 30

    29 29

    32 32

    31 31

    28.3 28.3

    30 30

    27.8 27.8

    29 29

    41.956096 41.9122385

    22.975774 22.9515728

    29.84675 29.7935949

    28.946832 28.8937618

    39.928763 39.8576521

    40.926982 40.8540934

    43.972658 43.9453324

    48.973061 48.946136

    41.976909 41.9538308

    42.900424 42.8010786

    30.975887 30.9517932

    30.975887 30.9517932

    28 1,72 1,91 1,55 302 45' 20" 88 03' 50" 0,36 1,4 1,72

    29 1,89 2,08 1,67 300 05' 10" 88 03' 50" 0,41 1,4 1,89

    30 1,87 2,05 1,66 304 53' 30" 88 03' 20" 0,39 1,4 1,87

    31 2,36 2,57 2,15 301 09' 40" 88 03' 20" 0,42 1,4 2,36

    32 2,54 2,75 2,33 305 49' 00" 88 03' 20" 0,421 1,4 2,54

    33 2,50 2,70 2,30 297 43' 00" 88 03' 30" 0,4 1,4 2,50

    34 2,46 2,65 2,28 295 15' 10" 88 03' 30" 0,37 1,4 2,46

  • 28

    30.376354 30.3527263

    102 102

    36 36

    35.979366 35.9587433

    40.9765 40.9530132

    38.976479 38.9529726

    41.97467 41.9493551

    42.07461 42.0492345

    39.975876 39.9517668

    36.977685 36.9553843

  • 29

    Foto Tempat dilakukannya Pengukuran Theodolit

    1) Gundukan Pertama

    2) Gundukan Kedua

  • 30

    3) Gundukan Ketiga

  • 31

    DAFTAR PUSTAKA

    Grup XIII. 2009. Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Fakultas Teknik

    Universitas Syiah Kuala: Banda Aceh.

    Fran Septian. Alat Theodolit. Fran Dim Septian Blog

    (http://Frandimseptian.blogspot.com/., diakses 20 Desember 2014 Pkl.

    11.00 WIB)

    Frick, Heinz. 1979.Ilmu Ukur Tanah. Kanisius: Jakarta.

    Junita. 2012. Dasar Dasar Theodolite. Junita Torro Datu.

    (http://nheyta.blogspot.com/., diakses 20 Desember 201 Pkl. 11.25 WIB)

    Rikky Putra. 2010. Pengenalan Theodolit. Rikkyputras Blog

    (http://rikkyputra.wordpress.com/., diakses 20 Desember 2014 Pkl. 10.00

    WIB)

    Sosrodarsono, Suyono. 1983.Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT

    Pradnya Paramita: Jakarta.

    Ukur Tanah Dasar. Building Of Generation

    (http://building-generation.blogspot.com/., diakses 28 Desember 2013 Pkl.

    11.00 WIB)

    Zul Zulaidy. 2012. Pengukuran Beda Tinggi. (http://zulzulaidy.blogspot.com/.,

    diakses 10 Desember 2014 Pkl. 11.30 WIB)