sekolah pascasarjana universitas islam negeri...

37
EPISTEMOLOGI PENAFSIRAN SUFISTIK ‘ABD AL-S{AMAD AL-FALIMBA<NI< Tesis Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Humaniora (MA.Hum) pada Konsentrasi Tafsir Interdisiplin Pembimbing Tesis: Dr. Yusuf Rahman, MA Disusun Oleh: Muhammad Julkarnain 13.2.00.1.40.01.0024 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: vokiet

Post on 21-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

EPISTEMOLOGI PENAFSIRAN SUFISTIK

‘ABD AL-S{AMAD AL-FALIMBA<NI<

Tesis

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Humaniora

(MA.Hum) pada Konsentrasi Tafsir Interdisiplin

Pembimbing Tesis:

Dr. Yusuf Rahman, MA

Disusun Oleh:

Muhammad Julkarnain

13.2.00.1.40.01.0024

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang
Page 3: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

ii

juga Terimakasih saya ucapkan kepada para dosen-dosen pengajar, penguji SPs UIN

Jakarta, mulai dari awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan, di antara mereka yang

terhormat adalah: Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr. Suwito, MA, Prof. Dr.

Said Agil Husin Al-Munawar, MA, Prof. Dr. M. Atho Mudzhar, MSPD, Prof. Dr.

Salman Harun, MA, Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA,

Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, Prof. Dr. Zainun Kamal, MA, Prof. Dr. H. M. Yunan

Yusuf, MA, Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA, Dr. Muchlis Hanafi, MA, Dr. Usman

Syihab, MA, Suparto, M.Ed, Ph.D, Dr. Fuad Jabali, MA. Semoga Pengajaran dan

pengalaman belajar menjadi bekal penting dan teladan bagi penulis dalam

mengembangkan keilmuan keislaman yang memberikan manfaat bagi masyarakat

luas.

Ketiga, ucapan terimakasih pula sedalam-dalamnya kepada Ayahanda tercinta

H. Mursani dan Ibunda Hj. Noordiana (Alm.) dan orang tua penulis Nur Jannah yang

selalu memberikan inspirasi dan motivasi untuk terus belajar, bekerja keras, hingga

akhirnya penelitian ini dapat diselesaikan, atas doa dan dukungan merekalah penulis

mampu untuk menyelesaikan kuliah sambil bekerja di Jakarta. Selain itu,

terimakasih pula kepada Kakanda M. Fitriadi dan Keluarga dan Dua Adikku

tersayang Nur Sholehah dan Nurul Hidayah yang selalu bertanya-tanya tentang

kepulangan saya. Semoga mereka semua sehat, tumbuh dewasa sesuai dengan

namanya, menjadi cahaya kesalehan dan cahaya petunjuk. Tidak lupa saya ucapkan

terimakasih kepada Heni Fatmawati yang telah memberikan dukungan moril kepada

penulis. Terakhir, saya haturkan terimakasih yang sebesarnya kepada keluarga besar

penulis yang berada di Samarinda dan Banjarmasin. Semoga kelak saya bisa

membanggakan kalian semua.

Keempat, ungkapan terimakasih saya sampaikan kepada keluarga besar

pesantren Pondok Pesantren Ribathul Khail Timbau, Tenggarong, Kutai

Kertanegara baik pimpinan dan seluruh jajarannya, di antaranya adalah KH. Abu

Bakar Hasyim (Alm.), KH. Sobri Ismail (Alm.), KH. Abdus Shamad. Terimakasih

pula saya ucapkan kepada keluarga besar Pondok Pesantren Al-Mujahidin

Samarinda, Kepada KH. Hakim, KH. Muhammad Rasyid, Drs. Masyrukin, M.Pd.I

beserta seluruh jajarannya. Kemudian, sudah sepatutnya saya sampaikan ucapan

terimakasih kepada keluarga besar Pondok Pesantren Al-Muhsin, Krapyak, Bantul,

Yogyakarta, terkhusus kepada KH. Muhadi Zainuddin, M.Ag. Tidak lupa saya,

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar Pondok Pendawa, Parung,

Bogor, kepada Pendiri Pesantren keluarga besar Dr. H. Imam Syafe’i, M.Pd yang

telah bersedia menjadi orang tua dalam perantauan di Jakarta dan juga keluarga besar

Kyai Jauhari, Lc selaku Direktur Pondok Pendawa atas bantuannya memberikan

arahan dan bimbingan yang amat sangat bermanfaat bagi penulis.

Kelima, ucapan terimakasih sudah sepatutnya penulis haturkan bagi keluarga

besar Drs. H.M. Nasir, M.Pd yang telah penulis anggap sebagai orang tua angkat

atas bantuan, arahan dan bimbingan bagi penulis. Dengan tulus dan suasana hati

yang amat bersahabat, penulis haturkan kepada sahabat-sahabat Ikatan Keluarga

Page 4: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

iii

Alumni Pondok Pesantren Al-Mujahidin Samarinda (IKA PPM Samarinda) dan

IKAMUJA (Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Mujahidin di Jawa): Zoan, Asdar,

Rifai, Yati, Lia, Sinta, Husna dan Ika yang senantiasa siap menjadi sahabat berbagi

di tanah rantau ini. Begitu juga Alumni PBSB (Program Beasiswa Santri

Berprestasi) angkatan 20017 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang senantiasa selalu

siap merawat idealisme bersama-sama, sahabat Lembaga Pemberdayaan dan

Pengembangan Alumni Program Beasiswa Santri Berprestasi Kementerian Agama

RI (LP2A), Sahabat-sahabat Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta (2013-2015) yang

terlibat aktif dalam diskusi-diskusi ilmiah yang amat sangat membantu dalam

penyelesaian karya ilmiah ini, begitu juga sahabat santri-santri Lembaga Bina Santri

Mandiri (LBSM) yang senantiasa bersama-sama belajar dan mengajar, terimakasih

pula buat adik-adikku Mahasiswa Thailand di STAINU Jakarta, juga terimakasih

kepada rekan-rekan di perusahaan T-Shirt Production and Printing, terakhir kepada

semua sahabat-sahabat penulis di lintas negara, daerah dan agama yang terlibat aktif

dalam aktivitas-aktivitas sosial-kemasyarakatan dan semua pihak yang telah

berproses bersama penulis langsung atau tidak langsung. Sungguh tidak mudah bagi

saya untuk menyebutkan nama-nama penting tersebut satu persatu. Atas

pengalaman, pelajaran dan bantuan moril ataupun materil, saya sangat

berterimakasih sekali, semoga tumpukan ilmu dan pengalaman tersebut mampu

menjadi bekal saya dalam mengkonstruksi ide, gagasan dan cita-cita ideal. Semoga

silaturahim kita semakin intens dan produktif.

Pada akhirnya, inilah, sebuah karya yang saya persembahkan buat Kyai, Guru

Sahabat dan siapapun juga. Semoga karya ini bernilai ibadah dan mampu

memberikan manfaat bagi pembaca dalam usaha mengembangkan studi tafsir Al-

Qur’an di Indonesia. Amin, Wassalam.

Bogor, 3 September 2015

Muhammad Julkarnain

Page 5: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Julkarnain

NIM : 13.2.00.1.40.01.0024

Jenjang Pendidikan : Program Magister (S2)

Konsentrasi : Tafsir Interdisiplin

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul

“Epistemologi Penafsiran Sufistik ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>” adalah

hasil karya saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya.

Apabila di dalamnya terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka sepenuhnya

menjadi tanggung jawab saya. Selain itu, apabila di dalamnya terdapat

plagiasi, maka saya siap dikenakan sanksi yang berlaku.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 26 Oktober 2015

Yang membuat pernyataan,

Muhammad Julkarnain

Page 6: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

v

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis yang berjudul “Epistemologi Penafsiran Sufistik ‘Abd al-

S{amad Falimba>ni>” yang ditulis oleh:

Nama : Muhammad Julkarnain

NIM : 13.2.00.1.40.01.0024

Jenjang Pendidikan : Program Magister (S2)

Konsentrasi : Tafsir Interdisiplin

Bahwa tesis ini telah melalui Ujian Proposal, Work In Progress

(WIP) Tesis 1, 2, Ujian Komprehensif dan Ujian Pendahuluan Tesis dan

telah diperbaiki sesuai saran sebagaimana mestinya. Dengan ini, saya

menyetujui untuk diajukan pada Ujian Promosi Tesis.

Jakarta, 27 Oktober 2015

Yang membuat pernyataan,

Dr. Yusuf Rahman, MA

Page 7: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

vi

PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Julkarnain

NIM : 13.2.00.1.40.01.0024

Judul Tesis : Epistemologi Penafsiran Sufistik ‘Abd

al-S{amad al-Falimba>ni>

Menyatakan bahwa Tesis ini telah diverifikasi oleh Prof. Dr.

Didin Saepudin, MA pada tanggal 28 Oktober 2015.

Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran verifikasi meliputi :

1. Buku referensi yang digunakan dan jumlahnya.

2. Pemilihan referensi dan jumlahnya.

Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dijadikan

pertimbangan untuk menempuh Ujian Promosi Tesis.

Jakarta, 28 Oktober 2015

Saya yang membuat pernyataan,

Muhammad Julkarnain

Page 8: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

vii

PERSETUJUAN PENGUJI

Tesis dengan Judul “Epistemologi Penafsiran Sufistik ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni>” yang disusun oleh Muhammad Julkarnain, NIM:

13.2.00.1.40.01.0024 dinyatakan LULUS dalam Ujian Pendahuluan Tesis pada

tanggal 21 September 2015 dan telah selesai diperbaiki sesuai dengan saran dan

rekomendasi dari Tim Penguji Pendahuluan Tesis, serta disetujui untuk diajukan

pada Ujian Promosi Magister.

TIM PENGUJI

No Nama Penguji Keterangan/Tandatangan

1

Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA

(Ketua sidang/merangkap Penguji)

................/10/2015

2

Prof. Dr.H.M. Yunan Yusuf, MA

(Penguji )

................/10/2015

3

Prof. Dr. Yunasril Ali, MA

(Penguji )

.............../10/2015

4

Dr. Yusuf Rahman, MA

(Pembimbing/merangkap Penguji)

.............../10/2015

Page 9: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

viii

ABSTRAK

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penafsiran ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>

merupakan penafsiran al-Qur‘a>n sufistik yang tidak menggunakan pendekatan

tunggal (atomistik) berupa pengalaman batin. Penafsiran sufistik ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni> memiliki konstruksi epistemologi dengan metode tematik berdasarkan

sumber-sumber tekstual, syair, intuisi sufistik dan akal rasional dengan ukuran

kebenaran dan implikasi penafsiran yang berorientasi religius, etis, dan sosio-politis.

Penelitian ini mempertegas pendapat A.H. Johns (2006) dan Ignaz Goldziher

(1955) yang menilai bahwa penafsiran disertai dalil-dalil al-Qur‘a>n yang dilakukan

oleh al-Falimba>ni> merupakan model tafsir pada masa itu. Di sisi lain, penafsiran-

penafsiran sufistik yang ditulis dalam karya-karya tasawuf bertujuan untuk

menghindari konfrontasi dengan ulama-ulama formalistik (fuqaha>’). Oleh karena itu,

maka penafsiran sufistik ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> adalah persambungan historis

periodisasi tafsir al-Qur‘a>n di Nusantara.

Penelitian ini tidak sependapat dengan kesimpulan Izza Rohman Nahrowi

(2002) dan Petter Riddell (1989) tentang dominasi epistemologi ‘Irfa>ni> (gnostik)

yang berhubungan dengan pengalaman otentik telah menjauhkan ulama dalam

kajian teks dan penafsiran terhadap al-Qur‘a>n yang menyebabkan miskinnya karya

tafsir al-Qur‘a>n di Nusantara. Selain itu, pandangan bahwa penafsiran-penafsiran al-

Qur‘a>n di masa awal belum memberikan gambaran yang mendalam dengan hanya

menyadur karya-karya berbahasa Arab menggunakan bahasa-bahasa lokal setempat

yang berorientasi pada keluasan persebaran tafsir.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pendekatan

historis-filosofis model strukturalisme genetik yang akan diarahkan pada intrinsik

teks, pengarang, dan kondisi historisnya. Sedangkan pendekatan filosofis akan

digunakan untuk membaca struktur dasar epistemologi penafsiran sufistik ‘Abd al-

S{amad al-Falimba>ni>. Sumber utama penelitian ini adalah karya-karya tasawuf ‘Abd

al-S{amad al-Falimba>ni>, yaitu Ani>s al-Muttaqi>n, Nas}i>hat al-Muslimi>n wa Tadhkirat al-Mu’mini>n fi> Fad}a>’il al-Jiha>d fi Sabi>l Alla>h wa Kara>mat al-Muja>hidi>n fi Sabi>l Alla>h, Hida>yat al-Sa>liki>n fi> Sulu>k Maslak al-Muttaqi>n dan Siyar al-S{a>liki>n Ila> ‘Iba>dat Rabb al-’A<<<<<<<<lami>n. Sedangkan data-data sekunder yang akan menjadi data

pendukung adalah literatur berupa jurnal, tesis dan disertasi yang berkaitan dengan

disiplin ilmu tafsir,‘ulu>m al-Qur‘a>n dan tasawwuf.

Kata Kunci: Epistemologi Tafsir Sufistik, ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>, Kitab-kitab

Tasawuf.

Page 10: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

ix

ملخص البحث

هو التفسري لفلمباينا يخ عبد الصمدالشأن التفسري الصويف الذي قدمه اإل ستنتاج الرئيسي يف هذه الرسالةريقة املوضوعي ري املعريف مع طولكن لديه بناء النظ ،فحسب الصويف الذي ال يستخدم هنجاواحدا بتجربة روحية

جتماعيإلا صحة و أاثره األخالقي الديين وب يالصويف والعقل احلدسو ةو الشعري ةاساس املراجع النصي ىعل السياسي.

ين ج القرأن لعبد الصمد الفلمباحبالذي يعترب أن التفسري (2006) هذه الرسالة رأي أ.ح. جونز أيدتاملكتوبة يف كتب التفسريات الذي يقول أن (1995)جينز غولذيهر إ و رأي بنوسانتارا منوذج للتفسري املاضي

يف متابعة ةن التفسري لعبد الصمد الفلمباين صلة اترخييإف ،. و لذاتجنب املواجهة من الفقهاءلالتصوف هتدف بنوسانتارا. يةالتطورات التفسري

عد بتابستيمولوجيا العرفاين إأن هيمنة الذي يقول (2002)هذا البحث خيالف رأي عزا رمحان حنراوي سالم لإلأن تفسري القرأن يف العصر األول ىالذي ير (1989)و بيرت ريدل ج التفسري القرأينا نتإيف العلماء

تساع التوزيع. إبنوسانتارا تكيف للتفسريات العربية بلغات حملية بقصد البنيوي الوراثي اليت ستهدف – الفلسفي هذا البحث يستخدم طريقة البحث النوعي بطريقة املنه التارخيي

إىلنية األساسية البستخدام املنه الفلسفي لقراءة إ. يتم ةلف و االوضاع التارخييؤ امل أحوال و جوهر النصي إىلمنني ؤ لمني و تذكرة املنصيحة املس ،أنيس املتقني يو ه ،ةاالبتدائيدر البياانت امصو تفسري عبد الصمد الفلمباين.

املتقني و سري هداية السالكني يف سلوك مسلك ،يف سبيل هللايف فضائل اجلهاد يف سبيل هللا و كرامة اجملاهدين األطروحات الصحف و وابإلضافة إىل ذلك أن مصادر البياانت الثانوية هي عبادة رب العاملني. إىلالسالكني القرأن و التصوف. ماملتعلقة بعلوم التفسري و علو واملقاالت

.كتب التصوف ،عبد الصمد الفلمباين ،بستيمولوجيا التفسري الصويفإ :الكلمة الرئيسية

Page 11: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

x

ABSTRACT

The study concludes that the ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>’s interpretation

does not use a single or atomistic approach with only esoteric experience on

interperting the Qur‘a>n. ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>’s Qur‘anic exegesis has

epistemology structure by using a thematic method based on textual, poetic,

intuition and rational sources. It is also validated by truth and implications are

oriented to ethico-religious and socio-political spirit.

This study agrees with A.H. John (2006) and Ignaz Goldziher (1955) that the

interpretation with Qur‘anic argument which is written by ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni> is a model of Qur‘anic exegesis at the time. On the other hand, sufi

exegesis in tasawwuf work is aimed to avoid jurists confrontations. It indicates that

sufi exegesis written by ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> is a part of historical

periodization of Qur‘anic interpretation in Nusantara.

This research does not agree with Izza Rohman Nahrowi (2002) and Petter

Riddel (1989) that the domination of gnostic (‘Irfa>ni>) caused the lack of Qur‘anic

interpretation works, other than the conclusion that Qur‘anic exegeses are a

language transmutation from Arabic works into local language in purpose of its

widespread orientations.

The study is a qualitative research method by using historical-philosophical

approach are oriented to intrinsic of the text, authorial and historical conditions. The

philosophical approach will be used to analyze the basic structure of ‘Abd al-S{amad

al-Falimba>ni>’s exegesis. The primary data of this research are: Ani>s al-Muttaqi>n,

Nas}i>hat al-Muslimi>n wa Tadhkirat al-Mu’mini>n fi> Fad}a>’il al-Jiha>d fi> Sabi>l Alla>h wa

Kara>mat al-Muja>hidi>n fi> Sabi>l Alla>h, Hida>yat al-Sa>liki>n fi> Sulu>k Maslak al-

Muttaqi>n and Siyar al-S{a>liki>n Ila ‘Iba>dat Rabb al-<<<’A<<<<<<<<lami>n. The secondary data are

journals, thesis and dissertation that related to the Qur‘anic sciences, exegesis and

sufism.

Keywords: Sufi Qur‘anic Exegesis Epistemology, ‘Abd al-S{amad al-Falimba>>ni>,

Tas}awwuf Works.

Page 12: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini

adalah ALA-LC ROMANIZATION tables yaitu sebagai berikut:

A. Konsonan

Initial Romanization Initial Romanization

}D ض A ا

Ţ ط B ب

}Z ظ T ت

‘ ع Th ث

Gh غ J ج

F ف }H ح

Q ق Kh خ

K ك D د

L ل Dh ذ

M م R ر

N ن Z ز

H ه،ة S س

W و Sh ش

Y ي }S ص

B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fatḥah A A

Kasrah I I

Ḑammah U U

Page 13: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

xii

2. Vokal Rangkap

Tanda Nama Gabungan

Huruf Nama

ي ... Fatḥah dan ya Ai A dan I

... و Fatḥah dan wau Au A da U

Contoh:

H{awl :حول H{usayn : حسني

3. Vokal Panjang

Tanda Nama Gabungan

Huruf Nama

Fatḥah dan alif a> a dan garis di atas ــا

ي Kasrah dan ya ī I dan garis di atas ــ

Ḑamah dan wau ū u dan garis di atas ــ و

C. Ta’ Marbūţah

Transliterasi ta’ marbūţah (ة) di akhir kata, bila dimatikan ditulis h.

Contoh:

Madrasah :مدرسة Mar’ah : مرأة

(ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang sudah diserap

ke dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan sebagainya, kecuali

dikehendaki lafadz aslinya)

D. Shiddah

Shiddah/Tashdīd di transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

huruf yang sama dengan huruf bershaddah itu.

Contoh:

Shawwa>l :شوال <Rabbana : ربنا

E. Kata Sandang Alif + La>m

Apabila diikuti dengan huruf qamariyah, ditulis al.

Contoh:

لقلما : al-Qalam

Page 14: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

xiii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING v

PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI vi

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN vii

ABSTRAK viii

PEDOMAN TRANSLITERASI x

DAFTAR ISI xii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah

B. Permasalahan

1. Identifikasi masalah

2. Pembatasan Masalah

3. Perumusan Masalah

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

D. Tujuan Penelitian

E. Signifikansi Penelitian

F. Metodologi Penelitian

1. Definisi Operasional

2. Jenis Penelitian

3. Sumber Data

4. Teknik Pengumpulan Data

5. Teknik Analisis Data

6. Pendekatan

G. Sistematika Penulisan

1

10

10

11

11

11

18

18

18

18

19

19

19

19

20

21

BAB II HISTORISITAS PENAFSIRAN SUFISTIK DI NUSANTARA:

PERDEBATAN EPISTEMOLOGIS

22

A. Sketsa Epistemologi Tafsir Sufistik: Struktur Dasar

1. Sumber Penafsiran

2. Metode Penafsiran

3. Validitas dan Implikasi Penafsiran

B. Tafsir Sufistik Nusantara

1. Tafsir al-Qur’a>n dan Sufisme di Nusantara

a. Sumber Rujukan Utama Doktrin Tasawuf

b. Legitimasi Doktrin dan Ajaran Tasawuf

c. Otoritas Sufi Nusantara terhadap Tafsir al-Qur’a>n

2. Tafsir Sufistik Nusantara: Analisis Heremeneutik

3. Tafsir Sufistik Nusantara: Penilaian Peneliti-peneliti

Terdahulu

C. Tafsir Sufistik dalam Karya-karya Tasawuf Nusantara:

Rekonstruksi Periodisasi Tafsir al-Qur’a>n di Nusantara

1. Eksistensi Tafsir Sufistik dalam Kitab-kitab Tasawuf

2. Kritik Periodisasi Sejarah Tafsir al-Qur’a>n di Indonesia

26

26

27

30

31

31

31

32

34

35

38

39

39

42

Page 15: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

xiv

D. Tafsir Sufistik di Nusantara: Contoh dan Kategorisasi Tafsir

Sufi Nusantara

1. Tafsir Sufi Fase Formasi Tasawuf Nusantara

a. H{amzah al-Fans}u>ri> (w. 1600 M)

b. Nu>r al-Di>n al-Ra>ni>ri> (w. 1068 H/1658 M)

c. ‘Abd al-Rau>f al-Sinkili> (1024-1105 H/1615-93 M)

d. Shams al-Di>n al-Sumat}ra>ni> (w. 1040/1630)

2. Tafsir Sufi Fase Rekonsiliasi Tasawuf Nusantara

a. Yu>suf al-Maka>sa>ri> (1037–1111 H/1627–99 M)

b. ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> (w. 1203 H)

c. Muh}ammad Nafi>s al-Banjari> (w. 1812 H)

d. Muh}ammad Aydaru>s al-But{u>ni> (w. 1851 M)

43

43

43

44

45

46

47

47

48

49

51

BAB III KONSTRUKSI EPISTEMOLOGI PENAFSIRAN SUFISTIK

‘ABD Al- S{AMAD AL-FALIMBANI<: ANALISIS FRAGMEN-

FRAGMEN TAFSIR

53

A. Hakikat Interpretasi Teks al-Qur’a>n Perspektif ‘Abd al-S{amad

al-Falimba>ni>

1. Terjemahan adalah Penafsiran

2. Hubungan antar Ayat sebagai Penafsiran

3. Tafsir Sufistik: Ayat-ayat al-Qur’a>n Bersifat Serba Meliputi

Makna

B. Prinsip-prinsip Interpretasi Sufistik ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni>

1. Prinsip Perumpamaan

2. Prinsip Persuasif

3. Prinsip Komparatif

4. Prinsip Terminologi Sufistik

5. Prinsip Integrasi Tema-tema Sufistik

C. Sumber-sumber Penafsiran ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>

1. Sumber-sumber Tekstual

a. Al-Qur’a>n

b. Hadis Nabi

c. Riwayat Sahabat

2. Syair

3. Intuisi Sufistik

4. Akal Rasional

D. Metode Tafsir Sufistik ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>

54

54

58

60

61

61

63

65

67

69

73

74

74

76

80

83

86

93

100

BAB IV VALIDITAS DAN IMPLIKASI PENAFSIRAN SUFISTIK ‘ABD

AL-S{AMAD AL-FALIMBA<NI<

A. Validitas Tafsir

1. Koherensi Penafsiran

2. Korespondensi Penafsiran

3. Pragmatisme Penafsiran

B. Implikasi Tafsir

1. Paradigma Tafsir Tematik-Sufistik

2. Paradigma Tafsir Etis-Religius

111

112

112

117

120

126

127

128

Page 16: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

xv

3. Paradigma Tafsir Sosio-Politis 134

BAB V PENUTUP 140

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi

140

142

DAFTAR PUSTAKA 143

GLOSARIUM 155

INDEKS 166

LAMPIRAN 175

BIODATA PENULIS 190

Page 17: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

‘Abd al-S}amad al-Falimba>ni> hidup pada fase penting dan krusial dalam

perspektif sejarah perkembangan tafsir Nusantara. Hal ini disebabkan beberapa hal,

yaitu: dominasi diskursus tasawuf-teologis dalam perdebatan-perdebatan

kontroversial dan cenderung melahirkan konflik antar aliran tasawuf dibandingkan

dengan diskursus penafsiran atau pemahaman al-Qur‘a>n sebagai basis

epistemologis konsep-konsep tasawuf kaum sufi. Pada masa ini pula diskursus

tafsir dalam periodisasi yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya1

menunjukkan bahwa perkembangan tafsir pada abad XVIII mengalami stagnansi2

setelah sebelumnya ‘Shaykh ‘Abd al-Rau>f al-Sinkili> berhasil memproduksi karya

tafsirTarjuma>n al-Mustafi>d, yang merupakan pionir tafsir utuh 30 juz di

Nusantara.3 Masalah lain yang juga terjadi pada abad ini adalah tentang faktor-

faktor penting pemunculan konsepsi tafsir sufistik yang belum jujur diakui oleh

peneliti-peneliti disiplin ilmu ini, hal ini kemudian, bagi peneliti merupakan

pertanyaan-pertanyaan yang secara akademis harus dijawab, khususnya relasi

ulama sufi dan ulama formal. Secara metodologis, sebagian ulama formalistik

(fuqaha>) melakukan kritik bahkan menolak bentuk tafsir sufistik yang secara

metodologis dianggap bertentangan dengan nalar burha>ni> maupun baya>ni>. Oleh

karena itu, peneliti merasa berkepentingan untuk meneliti kasus relasional

tasawuf-tafsir, metodologi, ukuran keabsahan konstruksi tafsir yang juga harus

1Howard M. Federspiel dan Islah Gusmian dalam mukadimahnya tidak nampak

menjelaskan tentang model-model penafsiran Abad XVIII. Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga Ideologi (Jakarta: Teraju, 2002). Bandingkan dengan

Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia: Dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1996).

2Meskipun tidak secara eksplisit, Mamat S. Burhanuddin nampaknya berupaya

melakukan periodisasi terhadap hermeneutika Tafsir di Nusantara. Tarjuma>n al-Mustafi>d karya Shaykh ‘Abd al-Ra’u>f Singkel dalam kategorinya merupakan tafsir yang menjadi

pionir atau perintis dan melewatkan abad XVIII sebagai periode penting tafsir Nusantara,

sedang Mara>h} Labi>d Karya Shaykh Nawawi al-Banta>ni merupakan Tafsir Perintis sebelum

periode modern yang ditulis pada abad XVIII. Lihat: Mamat S. Burhanuddin,

Hermeneutika Al-Qur’an ala Pesantren: Analisis Terhadap Tafsir Marah} Labi>d Karya K.H. Nawawi Banten (Yogyakarta: UII Press, 2006), 105-110.

3Tradisi penulisan kitab tafsir Nusantara telah dimulai pada pertengahan abad ke-17

ditandai dengan produk tafsir pertama yang tidak hanya berkembang secara lisan akan

tetapi berbentuk tafsir yang utuh dan dibukukan. Adalah ‘Abdurrauf Singkel yang menulis

tafsir Tarjuma>n al-Mustafi>d dalam bahasa Melayu, meskipun setelah periode ‘Abdurrauf

terjadi kevakuman dalam khazanan tafsir Indonesia, hingga akhirnya pada abad ke-19

muncullah Shaykh Nawawi> al-Banta>ni> dengan karya yang fenomenal Tafsi>r Mara>h} Labi>d.

lihat: Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), 27-28

Page 18: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

2

ditunjukkan dengan pengujian validitas,4 implikasi dan relevansi penafsiran dalam

lokus tertentu, dalam hal ini adalah tafsir sufistik Nusantara.

Dalam kesejarahan Nusantara pemahaman tasawuf berada dalam perdebatan

yang pelik antar sufi. Sebagai contoh, diskusi mengenai konsepsi wuju>diyyah yang

telah melahirkan konflik mendalam antara elit ulama Sumatera. Konflik tersebut

memiliki hubungan yang saling memengaruhi, tidak hanya pada aspek teologis,

akan tetapi juga pada kebijakan politis kerajaan dan kesultanan saat itu. Konflik

pemikiran yang menunjukkan fakta tersebut adalah usaha Nu>r al-Di>n al-Ra>ni>ri>

dalam upayanya membasmi ajaran wuju>diyyah yang dikembangkan oleh H{amzah

Fans}u>ri> dan Shams al-Di>n al-Sumat}ra>ni>.5 Dalam usaha ini Nu>r al-Di>n al-Ra>ni>ri>

gencar menulis dan berdebat melawan penganut ajaran wuju>diyyah, menurutnya

konsepsi ini sangat bertentangan pada al-Qur‘a>n dan Sunnah serta meminta

penganutnya untuk bertaubat dan kembali ke ajaran yang benar. Penganut-

penganut yang tidak bertaubat dihukumi kafir dan halal dibunuh, selain itu

karangan-karangan H{amzah Fans}u>ri> dan Shams al-Di>n al-Sumat}ra>ni> dikumpulkan

dan kemudian dibakar di halaman Masjid Baiturrahman.6 Meskipun demikian,

penelitian-penelitian pada perdebatan ini belum menunjukkan tanda-tanda adanya

upaya melibatkan diskursus penafsiran sufistik al-Qur‘a>n antar sufi sebagai

bangunan epistemologinya.

Secara genealogis, perkembangan tasawuf Nusantara sangat dipengaruhi oleh

ulama-ulama penting di kawasan ini. Beberapa nama dan karya cukup mampu

merepresentasikan masifitas dinamika tasawuf di Nusantara, diantaranya adalah

warisan naskah-naskah sufi klasik Nusantara. Dalam hal ini, al-Falimba>ni> adalah

nama penting yang cukup produktif menulis karya tasawuf, banyak karya-karya

tasawuf ini dipengaruhi oleh ulama-ulama yang berada di episentrum peradaban

Islam dunia, Timur Tengah pada saat itu. Satu nama penting yang sangat

berpengaruh di Nusantara adalah Abu> H{a>mid al-Ghaz>ali> yang merupakan

rekonsiliator sufistik dengan usahanya untuk menjelaskan konsep-konsep moderat

tasawuf‘amali> yang dapat diterima dikalangan para fuqaha>’ (w. 1111 M). Namun

demikian, tidak dipungkiri bahwa masa awal perkembangan tasawuf Nusantara

juga sangat dipengaruhi oleh Ibn ‘Arabi> yang karyanya sangat memengaruhi

banyak sufi yang muncul belakangan, seperti Shaykh ‘Abd al-Qadi>r al-Ji>la>ni>, yang

4Dalam terminologi al-Fara>bi>, kondisi benar diukur melalui korespondensi antara

statemen dengan pengaruh-pengaruh eksternal yang kemudian karya dimunculkan untuk

memberikan penilaian yang bersifat negatif atau afirmatif. Deborah L. Black, “ Knowledge

(‘Ilm) and Certitude (Yaqi>n) in Al-Fa>ra>bi>’s Epistemology,” Arabic Sciences and Philosophy 16 (2006) : 17, http://journals.cambridge.org/action/displayFulltext?type=1&fid=405081&jid=ASP&volu

meId=16&issueId=01&aid=405080&bodyId=&membershipNumber=&societyETOCSessio

n= (diakses 14 Januari 2014). 5Perdebatan tentang wuju>diyyah. Lihat: Shams al-Di>n al-Sumat}ra>ni>, Jawhar al-

Haqa>iq, di-tahqi>q oleh Toto Idarmo (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia,

2009), 64. 6Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara : Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta:

Kencana, 2006), 91-92.

Page 19: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

3

ajarannya menjadi dasar bagi tarekat Qadi>riyyah (w.1166 M); dan Abu> al-Naji>b al-

Suhrawardi>, yang darinya muncul aliran tarekat Suhrawardiyyah (w. 1167 M);

serta Najm al-Di>n al-Kubra> (w. 1221 M), seorang sufi Asia Tengah yang produktif

yang merupakan pendiri tarekat Kubrawiyyah dan sangat berpengaruh terhadap

tarekat Naqshabandiyyah pada masa belakangan, Abu al-H{asan al-Sha>dhili> (w.

1258 M), seorang sufi Afrika Utara yang mendirikan tarekat Sha>dhiliyyah.7 Pada

gilirannya, ulama-ulama tersebut berhasil menginspirasi ulama-ulama Nusantara

sebagai sufi-sufi besar tanah air, antara lain: Shaykh H{amzah al-Fansu>ri>, Shaykh

Shams al-Din al-Sumat}ra>ni>, Shaykh Nu>r al-Di>n al-Ra>ni>ri>, Shaykh ‘Abd al-Rau>f al-

Sinkili>, Shaykh Muh}ammad Nafi>s al-Banjari>, Shaykh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>,

Shaykh Da>wu>d al-Fat}t}a>ni> dan Shaykh Yu>suf al-Maka>sa>ri>.8 Dalam ketersambungan

pengajaran atau hanya inspirasi melalui kitab-kitab dari guru-guru besar tasawuf9

inilah kemungkinan-kemungkinan ide atau konsep-konsep sufi dikembangkan oleh

ulama-ulama Nusantara, sayangnya kajian metodologis dalam kerangka tafsir

sufistik mengenai hal ini belum dikaji secara proporsional.

Berdasarkan data-data yang ada, kajian sufistik di Nusantara, dalam banyak

diskursus hanya dikaji melalui konsepsi tokoh sufi, belum sampai kepada pola

interpretasi sufistik yang dikembangkannya, atau keterpengaruhan historis

penafsiran, yang dalam banyak kasus melahirkan tindakan dan pengaruh-pengaruh

langsung terhadap ide dan gagasan. Di luar wujud konsepsi-konsepsi pemikiran

tentang tasawuf, sebenarnya pemahaman dan penafsiran terhadap al-Qur‘a>n

menjadi obyek forma penting dalam tasawuf begitu juga teologi, yaitu

permasalahan ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-Nya.10 Oleh

karena itulah, upaya memahami yang dilakukan sufi sangat penting untuk diteliti,

sebagai bagian dari pertimbangan atas gagasa-gagasan sufi yang muncul kemudian.

Dalam posisi ini al-Qur‘a>n hendaknya dilihat sebagai basis tradisi tasawuf yang

merupakan fondasi pertama konstruksi sufistik.11 Namun demikian, dalam

perkembangannya tafsir yang menjadi basis teori sufistik tidak muncul sebagai

7Zainul Milal Bizawie, “ Dialektika Tradisi Kultural: Pijakan Historis dan

Antropologis Pribumisasi Islam” Tashwirul Afkar: Jurnal Refleksi pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan 14 (2003) : 48-49.

8Mohd Syukri Yeoh Abdullah,“ Kosmologi dalam weltanshcauung Ulama Sufi

Melayu,”Akademika 67(2006):7, Mohd Syukri Yeoh Abdullah, “ Kosmologi dalam

weltanshcauung Ulama Sufi Melayu” Akademika 67 (2006) : 7,

http://www.ukm.my/penerbit/akademika/AcrobatAcademika67/akademika67[01].pdf,(diak

ses tanggal 14 Januari 2014). 9Relasi guru-murid dalam tradisi tasawuf ditunjukkan dengan cara memberikan

syarah-syarah terhadap karya-karya ulama besar tasawuf. Di Nusantara, ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni> menunjukkan konsentrasinya terhadap karya-karya al-Ghaza>li>. Lihat: H.M. Bibit

Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara: Riwayat Hidup, Karya dan Sejarah perjuangan 157 Ulama Nusantara (Jakarta: GMI, 2009), 128-129.

10Abdul Razak, Makalah disampaikan dalam Call for Papers bagi Dosen Senior PTAI Annual Conference on Islamic Studies IX Tahun 2009 di Surakarta, 2-5 November.

11Carl W. Ernst, The Shambala Guide to Sufism: An Essential Introduction to the Philosophy and Practice of the Mystical Tradition of Islam (Boston and London: Shambala,

1997), 32.

Page 20: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

4

proses yang menunjukkan upaya sufi dalam pengambilan kesimpulan dan gagasan

tasawufnya. Tesis-tesis terdahulu menunjukkan adanya gerakan perkembangan

tasawuf Nusantara tidak sepenuhnya melibatkan tafsir dalam diskursus yang amat

penting dalam perkembangan Islam di Nusantara, khususnya abad XVIII,12 begitu

pula kajian-kajian mengenai periodisasi tafsir al-Qur‘a>n di Nusantara oleh peneliti

sebelumnya, belum mampu memberikan gambaran-gambaran tentang relasi tafsir

dan tasawuf di Nusantara.13

Urgensitas penelitian epistemologi tafsir pada abad tersebut dengan

menunjukkan interpretasi-interpretasi sufistik al-Falimba>ni>, memiliki dasar-dasar

argumentatif, salah satu terma penting dalam hal ini adalah proses istimda>d atau

perujukan konsepsi tasawuf terhadap al-Qur‘a>n14 yang merupakan arti penting

dalam penafsiran yang dilakukan oleh sufi. Pada posisi inilah, seharusnya karya-

karya sufi Nusantara tidak dinilai hanya sebagai karya tasawuf, tetapi juga sebagai

karya tafsir. Mengenai urgensitas karya tafsir sufistik, sesungguhnya telah terlebih

dahulu dikemukakan oleh Goldziher (dalam konteks) memberikan penilaian

terhadap karya-karya Ibn ‘Arabi>, menurutnya disiplin tasawuf tidak ditulis sebagai

tafsir dilakukan dalam rangka memperkuat pengaruh sufistiknya, selain itu agar

tidak terbatasinya makna al-Qur‘a>n yang hanya terpaku pada metode penjelasan

dengan anotasi (sharh). Selain itu hal ini merupakan bagian dari upaya untuk

menghindari konfrontasi dengan ulama-ulama konvensional yang berbeda pandang

dengan konsepsi tasawuf para sufi.15 Dalam kasus Nusantara, maka akan banyak

pula dijumpai karangan-karangan ulama sufistik Nusantara yang mengurai makna-

makna al-Qur‘a>n namun tidak menamainya sebagai sebuah tafsir, meskipun

apresiasinya terhadap al-Qur‘a>n layak untuk digolongkan sebagai seorang sufi

sekaligus mufassir.

Metodologi tafsir sufistik secara historis mendapat pertentangan dari ulama

formalistik fuqa>ha’ yang memiliki nalar baya>ni>/tekstual16 yang berkutat hanya

12Abad XVIII merupakan fase penting kemunculan dan pengaruh dari karya-karya

al-Falimba>ni>. Oleh karena itu, paradigma penelitian ini berusaha untuk merepresentasikan

karya al-Falimba>ni> sebagai bagian dari karya-karya yang memuat fragmen-fragmen

penafsiran abad XVIII. 13Penjelasan tentang minimnya karya tafsir abad XVIII oleh Howard M. Federspiel

tidak dijelaskan dengan alasan-alasan-alasan yang mampu menggambarkan hubungan tafsir

dan sufisme di Nusantara. kolonialisme Belanda pada kisaran 1600-1942 di Indonesia

menyebabkan minimnya produksi tafsir, meskipun ia juga tidak menyangkal bahwa pada

masa yang sama banyak ditemukan tulisan-tulisan yang berfokus pada aturan-aturan

tingkah laku perbuatan baik melalui kisah-kisah, balada, cerita-cerita petualangan

menggunakan ciri-ciri, istilah-istilah dan simbol-simbol. Lihat: Howard M. Federspiel,

Kajian Al-Qur’an di Indonesia: Dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab (Bandung:

Mizan, 1996), 2. 14 Muh}ammad al-Sayyid Jibri>l, Madkhal Ila> Mana>hij al-Mufassiri>n (Kairo: al-

Risa>lah, 1987), 207. 15 Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir Dari Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: eLSAQ

Press, 2006), 269-270. 16 ‘A<bid al-Ja>biri>, Takwi>n al-‘Aql al-‘Arabi> (Beirut: Markaz Dira>sa>t al-Wah}dah al-

‘Arabiyyah, 2002), 320.

Page 21: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

5

pada makna lahiriah semata.17 Hal ini berbeda dengan tradisi penafsiran sufi yang

merupakan upaya ahl al-fahm dalam memberikan makna z}a>hir dan makna ba>t}in

dari al-Qur‘a>n, sunnah, hikmah-hikmah, khabar-khabar Rasulullah, yang

dianugerahkan Allah bagi orang-orang suci yang mampu menyingkap makna-

makna.18 Kontroversi tafsir sufistik, dimulai dari penolakan terhadap tradisi tafsir

sufi yang dianggap tidak mampu berfikir rasional dalam memproduksi makna-

makna metaforis dari ayat-ayat al-Qur‘a>n.19 Selain itu, prinsip-prinsip penafsiran

sufistik yang bersumber pada pengalaman batin dan ilmu penyingkapan (‘ilm al-muka>shafah) melahirkan pembatasan-pembatasan dalam penafsiran yang memiliki

banyak kemungkinan-kemungkinan makna di dalamnya.20 Tingkatan pemahaman

penafsir sufi juga semakin menambah rancu batasan-batasan penafsiran, karena

perbedaan pengalaman, pendidikan, waktu, dan konteks yang dihadapi oleh

penafsir.21 Di sisi lain, tafsir sufistik juga memiliki tingkat pemahaman yang tinggi

sehingga model tafsir ini tidak sepenuhnya bisa dipahami oleh pembaca awam

karena banyak makna-makna batin dari ayat-ayat yang ditafsirkan.22

Kontroversialitas inilah yang rentan menimbulkan konflik pemahaman antar elit

ulama yang cenderung memunculkan penolakan-penolakan terhadap model

penafsiran ini.

Dalam kasus Indonesia, arti penting karya-karya yang memuat penafsiran

terhdap ayat al-Qur‘a>n pula ditunjukkan oleh Shaykh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>,

seorang tokoh penting, penganjur agama yang mengupayakan rekonsiliasi antara

perdebatan-perdebatan tasawuf yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Respon

teologis, aktivitas dan karya yang diciptakan oleh al-Falimba>ni> ini dalam istilah

Jens Kreinath merupakan ide sekaligus tindakan terhadap konsepsi realitas yang

transtemporal.23 Selain itu penafsiran-penafsiran yang dilakukan oleh al-Falimba>ni>

juga bisa dinilai sebagai meaningful sense/ “makna yang berarti” daripada sekedar

makna literal.24 Secara Hermeneutik karya-karya tasawuf al-Falimba>ni> diposisikan

sebagai notion of the text yang memiliki sejarah, metode, dan lawan bicara atau

interlocutors yang saling memberikan pengaruh antara penulis dan pembaca.

17 Aik Iksan Anshori, Tafsir Isha>ri: Pendekatan Hermeneutik Sufistik Tafsir Shaikh

‘Abd al-Qa>dir al-Ji>la>ni> (Ciputat: Referensi, 2012), 1. 18Kha>lid ‘Abd al-Rahman al-‘Ak, Us}u>l al-Tafsi>r wa Qawa>’iduhu (Beirut:Da>r al-

Nafa>is, 1986), 210. 19Nicholas Heer, Abu> H{a>mid al-Gha>za>li>’s Esoteric Exegesis of The Koran” dalam

The Heritage of Sufism: Classical Persian Sufism from its Origins to Rumi (700-1300), Ed.

Leonard Lewisohn, (Oxford: Berne Convention, 1999), 242. 20Nicholas Heer, Abu> H{a>mid al-Gha>za>li>’s Esoteric Exegesis of The Koran,”245-247. 21Nicholas Heer, Abu> H{a>mid al-Gha>za>li>’s Esoteric Exegesis of The Koran,” 252. 22Nicholas Heer, Abu> H{a>mid al-Gha>za>li>’s Esoteric Exegesis of The Koran,” 253-

255. 23Jens Kreinath (Ed), “ Islam Observed: Religious Development in Morocco and

Indonesia” dalam The Antropology of Islam Reader (New York: Routledge, 2012), 67. 24M. Nur Kholis Setiawan, Akar-akar Pemikiran Progresif dalam Kajian Al-Qur’an

(Yogyakarta: eLSAQ Press, 2008 ), 73.

Page 22: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

6

Keterlibatan konteks dalam pengolahan dan pemindahan pesan inilah yang dapat

dianggap sebagai aktivitas interpretasi.25

Meskipun karya-karya penafsiran sufi, dihadapkan pada pertentangan-

pertentangan oleh sebagian ulama yang merasa khawatir terhadap pemaknaan sufi

dan menganggapnya tidak berdasar pada aturan-aturan keilmuan, petunjuk dan

cenderung tidak didukung pada ilmu-ilmu yang terukur. Namun demikian,

sebagian ulama bersikap afirmatif26terhadap tafsir model ini dengan memberikan

batasan-batasan yang jelas dalam proses tafsir sufistik, beberapa diantara

persyaratan tafsir sufistik adalah: tidak memosisikan makna-makna tasawuf secara

tunggal pada makna esoteriknya saja; tidak bertentangan secara syari’at dan

alasan-alasan rasional; serta memiliki batasan-batasan syari’at.27

Di luar pembatasan dan pensyaratan yang dilakukan oleh ulama, tafsir sufi

juga dapat diukur melalui usaha mufassir sufi untuk menghubungkan antara teks

dan konteks al-Qur‘a>n dalam tujuan dan makna secara fundamental yang secara

tidak langsung melahirkan code of conduct yang berfungsi memberikan imbalan

bagi yang beramal, hukuman bagi yang melanggar aturan-aturan.28 Dalam

perkembangannya tafsir sufi di Nusantara juga turut andil memberikan respon

terhadap perubahan-perubahan, dengan memberikan perhatian kepada masalah-

masalah moral-religius.29 Hal demikian, menandai resepsi mufassir-sufi terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi dengan mengkorelasikannya melalui teks-teks

al-Qur‘a>n. Dengan demikian al-Qur‘a>n dan tafsir kaum sufi sangat bernilai bagi

kehidupan di tengah-tengah masyarakat.30 Berkaitan dengan kontribusi tafsir

sufistik pada masyarakat Nusantara, dapat dijumpai melalui legitimasi

interpretatif yang memberikan pengaruh kuat, khusunya pada aspek-aspek teologis,

akhlak, ibadah31 dan eskatologis.

25John B. Thompson (Ed. Trans.), Paul Ricouer Hermeneutics and the Human

Sciences (Cambridge: University Press, 2005), 43-44. 26Ulama yang melakukan afirmasi terhadap tafsir isha>ri> adalah Ibn al-Qayyim al-

Jawziyyah. Lihat: Manna’ al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Surabaya: al-Hida>yah),

357-358. 27Kha>lid ‘Abd al-Rahman al-‘Ak, Us}u>l al-Tafsi>r wa Qawa>’iduhu (Beirut:Da>r al-

Nafa>is, 1986), 208. 28Ismail K. Poonawala, “Muhammad ‘Izzat Darwaza’s Principles of Modern

Exegesis: A Contribution Toward Qur’anic Hermeneutic” dalam Approaches to the Qur’a>n,

G.R. Hawting and Abdul-Kader A. Shareef, Ed. (London dan New York: Routledge, 1993 ),

230. 29Sebagai contoh lihat: ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>, Ani>s al-Muttaqi>n, di-tahqi>q

oleh Ahmad Lutfi (Jakarta: Direktorat Pendidikan Agama Islam, 2009), 32. 30Aziz al-Azmeh, Islams and Modernities (New York : Verso, 1996), 101. 31 Teks al-Qur’a>n merupakan elemen utama atau dengan istilah lain sebagai

(Expository Epistemology), dalam pada ini al-Qur’a>n yang esensial merupakan bagian yang

memiliki relasi dengan identitas spesifik yang juga dikonstruksi atas gagasan-gagasan.

Terma al-Qur’a>n sebagai expository epistemology yang mengandung tujuan-tujuan. Dalam

kerangka teologis, al-Qur’a>n memiliki tugas untuk menjelaskan elemen-elemen yang

disebut sebagai teks suci, tradisi, konsensus dan analogi. Ilyas Altuner,“ Methodological

Discussions between Expository and Demonstrative Epistemologies in Islamic

Page 23: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

7

Berdasarkan penilaian penulis, meskipun tidak banyak data yang

menunjukkan tentang dialektika penafsiran sufi di Nusantara, namun gerakan

tafsir-tafsir sufistik melalui karya-karya tasawuf pasca perdebatan-perdebatan dan

konflik pemahaman filosofis antar sufi di Nusantara menunjukkan adanya

pergeseran paradigmatik (paradigm shifting). Hal ini bisa dilihat melalui

pembahasan sufi yang tidak hanya sebagai sumber perdebatan pelik, melainkan

reformulasi ideal-moral yang penting dan berkontribusi bagi pembentukan fondasi

moral. Selain itu penafsiran-penafsiran sufi pula menunjukkan kekhawatiran dan

kegelisahan tentang krisis moral. Hal tersebut dalam diskursus Hermeneutika

disebut sebagai “ originary ethos” yang merupakan respon terhadap historis (truth of being) yang akan melahirkan nilai-nilai etis. Premis-premis etik inilah yang

ditansformasikan melalui karya setelah menghadapi konstelasi seni, ilmu, dan

konstruksi politik pada saat premis-premis tersebut diciptakan.32 Fakta-fakta yang

mendukung pandangan ini adalah munculnya karya-karya tasawuf yang memuat

penafsiran-penafsiran teologis-etis. Pengamatan penulis menunjukkan bahwa

dalam disiplin ilmu kalam karya-karya sufi ini menyinggung banyak hal tentang

asas-asas Islam berikut landasan-landasan teologisnya berdasarkan al-Qur‘a>n,33

akidah-akidah tauhid,34 iman kepada hal-hal gaib, namun demikian, dijelaskan pula

aturan-aturan etis sultan-sultan.35 Di luar itu, hal-hal etis juga menjadi kajian sufi

Nusantara, beberapa diantaranya adalah pembahasan tentang etika anak kepada

kedua orang tua36 dan penyucian hati dari sifat-sifat tercela.37

Dalam posisi sebagai sufi-mufassir, ‘Abd al-S}amad al-Falimba>ni> memiliki

keistimewaan dikarenakan pengaruhannya yang begitu besar di Nusantara abad

XVIII. Selain itu konsentrasinya terhadap tasawuf memiliki relasi kuat dengan

penafsiran-penafsiran ayat al-Qur‘a>n. Analisis Anthony H. John menunjukkan

fakta menarik tentang al-Falimba>ni>, tesisnya berkesimpulan bahwa penerjemahan

dan penafsiran yang dilakukannya merupakan bagian penting dari historisitas tafsir

al-Qur‘a>n di Indonesia-Melayu. Aktivitas ini menunjukkan pola tafsir yang

masyhur pada masa itu. Dalam posisinya sebagai penafsir, al-Falimba>ni> juga tidak

Thought”International Journal of Human Sciences8, 2(2011): 198,

http://www.jhumansciences.com/ojs/index.php/IJHS/article/view/1712/767 (diakses 14

Januari 2014). 32John D. Caputo, Radical Hermeneutics: Repetition, Deconstruction, and the

Hermeneutic Project (Indianapolis: Indiana University Press, 1987), 236. 33Isma>’i>l Minangkabau, Kifa>yat al-Ghula>m (Indonesia: Al-H{aramayn, tt), 1. 34Da>wu>d al-Fat}t{a>ni>, Al-Dur al-Thami>n (Singapura: Al-Haramayn, tt), 1. 35Qa>’im al-Di>n al-But}u>ni>, Tanqiyat al-Qulu>b Fi> Ma’rifat ‘Alla>m al-Ghuyu>b di-

tahqiq oleh ‘Abd Alla>h Adi>b Masru>ha>n (Jakarta: kementerian Agama RI, 2009), 37. 36Qa>’im al-Di>n al-But}u>ni>, Tah{si>n al-Awla>d Fi> T{a>’at Rabb al-‘Iba>d di-tahqi>q

Muh}ammad ‘Isha>m al-Saha> (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2009), 28. 37Qa>’im al-Di>n al-But}u>ni>, Dhiya>’ al-Anwa>r Fi> Tas}fiyat al-Akda>r di-tahqi>q (Jakarta:

Kementerian Agama RI, 2009), 20.

Page 24: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

8

lupa menunjukkan perhatiannya dalam bidang politik yang berkaitan erat dengan

kolonialisme.38

Secara teologis, al-Falimba>ni> dalam menciptakan karyanya, berada pada

masa perdebatan teologis dari kalangan tasawuf falsafi pada masa-masa

sebelumnya. Kemunculan atau respon terhadap perdebatan tersebut memberikan

pengaruh munculnya penafsiran-penafsiran atas pertimbangan teologis. Hal ini

memiliki relevansi historisnya, misalnya tafsir Mafa>tih} al-Ghayb karya al-Ra>zi>

yang merupakan interpretasi teks yang berangkat dari pertimbangan-pertimbangan

teologis dan filosofis yang di antara ayatnya melibatkan beragam isu-sub isu,

argumen-sub argumen dan kritik atas argumen yang kemudian dibuktikan melalui

pernyataan yang diskursif melalui evaluasi, penolakan bahkan pengajuan. Sehingga

tafsir model sufi ini, melibatkan pertimbangan makna-makna dasar teks selain

perujukan kepada nabi dengan otoritas-otoritasnya.39 Dalam posisi ini maka

penting untuk melihat tafsir sebagai ajaran-ajaran etis bagi kehidupan sehari-hari.40

Dalam kerangka reformasi intelektual, tafsir dihadapkan pada resolusi keumatan

modern. Dalam posisi ini, tafsir harus mampu berelasi dengan krisis-krisis yang

terjadi dimana mufassir hidup. Koordinasi antar disiplin dalam melihat tokoh akan

memunculkan produk solutif yang merespon krisis sosial.41 Dalam posisi ini, al-

Falimba>ni> memiliki kontribusi untuk melakukan respon sosial.

Pada aspek historis, studi tentang tafsir al-Falimba>ni> dalam kerangka historis

akan menunjukkan nilai membimbing/ guide untuk mengatasi masalah krisis moral

dan memiliki relevansi kuat terhadap sosial dan politik.42 Studi terhadap tafsir

sufistik al-Falimba>ni>, berpretensi untuk mengembangkan sistem etis yang

berlangsung pada masa itu ditengah diskursus tentang kontroversialitas sufistik.

Hal ini sejalan dengan posisi al-Qur‘a>n dalam tradisi tafsir sufistik ‘amali> yang

memiliki relasi kuat dengan konstruksi sosial kemasyarakatan, hal ini merupakan

sifat alamiah manusia yang menjunjung tinggi etika yang menginisiasi lahirnya

sikap moderat, adil, dan menunjukkan aturan-aturan etis yang lurus.43 Rekonsiliasi

antara tradisi sufi falsafi dengan sufi ‘amali> terlihat dalam upayanya melakukan

penyeimbangan antara nilai-nilai ketuhanan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam

38Anthony H. Johns, “Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia Melayu: Sebuah

Penelitian Awal,” Jurnal Studi Al-Qur’an 1 (2006) : 472. 39Feras Hamza dan Sajjad Rizvi (Ed.), An Anthology of Qur’anic Commentaries

(London: Oxford University Press, 2010), 37-38. 40Abdullah Saeed, The Qur’an An Introduction (New York: Routledge, 2008), 171-

172. 41T}a>ha> J. al ‘Alwa>ni>, “ Missing Dimesions in Contemporary Islamic Movements”

The American Journal of Islamic Sciences 12, 2, (tt). 42Abdullahi Hassan Zaroug, “ Ethics from an Islamic Perspective: Basic Issues” The

American Journal of Islamic Social Sciences 16, 13, (tt) : 55,

http://iepistemology.net/attachments/639_V16N3%20FALL%2099%20%20Zaroug%20%2

0Ethics%20from%20an%20Islamic%20Perspective.pdf (diakses 14 Januari 2014). 43Ah}mad al-Sharba>s}i>, Mausu>’ah Akhla>q al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Ra>’id al-‘Arabi>,

1981), VII.

Page 25: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

9

mukadimahnya tema-tema akhlak, keseimbangan dunia dan akhirat dijelaskan

dengan menghubungkannya pada aspek-aspek ketuhanan yang mulia.44

Dalam kasus lainnya, terlihat pula sikap penafsiran al-Falimba>ni> terhadap

kondisi politis. Dalam masalah ini, al-Falimba>ni> memosisikan tafsirnya sebagai

ideologi perlawanan terhadap penjajahan yang sedang terjadi di Nusantara. Al-

Falimba>ni> memberikan dukungan anti kolonial pada tahun 1770, dengan

menyerukan jihad melawan penjajah kepada mangkunegara yang merupakan raja

Solo. Selain itu karyanya tersebut jugalah yang menjadi inspirasi perang sabil di

Aceh.45 Dari sini terlihat karakter sufistik al-Falimba>ni>. Aktivismenya merupakan

konsepsi penganut materialisme historis dalam konteks sejarah yang memosisikan

manusia sebagai insan sejarah. Hal ini dimaksudkan, bahwa manusia sebagai

pelaku dan pencipta sejarah, yang dapat membuat sejarah baik berskala besar atau

kecil.46

Dengan fakta-fakta itu, maka tafsir sufistik di Nusantara menunjukkan

perkembangan yang berarti, khususnya dalam diseminasi ide-ide etis-teologis.

Namun hal demikian tidak didukung dengan upaya teorisasi atau pembakuan

metodologis penafsiran sufi di Nusantara. Dengan merepresentasikan Shaykh ‘Abd

al-S{amad al-Falimba>ni> dan karya-karyanya, antara lain: Hida>yat al-Sa>liki>n fi> Sulu>k Maslak al-Muttaqi>n,47 Sayr al-S{a>liki>n Ila> ‘Iba>dah Rabb al-<<<’A<lami>n,48 Ani>s al-

44Abd al-S{amad al-Falimba>ni>, Ani>s al-Muttaqi>n, 32. 45Michael Francis Laffan, Islamic Nationhood and Colonial Indonesia: The Umma

below the Winds (London and New York: Routledge Curzon, 2003), 27. Lihat juga: Iik A.

Mansurnoor, “Muslims in Modern Southeast Asia: Radicalism in Historical

Perspectives,”Taiwan Journal of Southeast Asian Studies 2, 2 (2005) : 18,

http://www.cseas.ncnu.edu.tw/journal/v02_no2/pp3-54.pdf (diakses 14 Januari 2014). 46Misri A. Muchsin, Filsafat Islam dalam Sejarah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Press

Khazanah Pustaka Indonesia, 2002), 51. 47Hida>yat al-Sa>liki>n fi> Sulu>k Maslak al-Muttaqi>n, Sebuah kitab berbahasa Melayu

yang selesai ditulis oleh al-Falimba>ni> pada 5 Muh}arram tahun 1192 H/ 1778 M. Menurut

Zulfikri, Karya ini bukanlah karya terjemahan dari Bidayat al-Hida>yah, akan tetapi al-

Falimba>ni> berusaha membahasakan beberapa masalah yang terdapat kitab al-Ghaza>li>

dengan bahasa Melayu dan menambahkan beberapa Nufah masalah. Dalam karya ini juga

dikemukan ajaran-ajaran sufi dari sumber-sumber lain, seperti: ‘Abd al-Wahha>b Sha’ra>ni>

(al-Yawa>qi>t wa al-Jawa>hir), ‘Abd Alla>h al-‘Aydaru>s (al-Durr al-Thami>n), Ah}mad

Qusahashi (Busata>n al-‘A<rifi>n) dan Muh}ammad Samma>n al-Madani> (al- }a>t al-Ila>hiyyah).

Dalam karya ini pula dijelaskan mengenai maqa>ma>t yang haryus dilalui oleh sufi (sa>lik), hal

ini belum diceritakan dalam Bida>yat al-Hida>yah. Dengan demikian karya ini bukan karya

terjemahan, lebih tepat disebut sebagai sebuah karangan. Lihat: Zulfikri, “ Dimensi Ajaran

Tasawuf Al-Palimbani dalam Sair as-Sa>liki>n dan Hida>yah as-Sa>liki>n” dalam JURNAL LEKTUR, 4, No. 1, (2006): 34.

48Sayr al-Sa>liki>n ila> ‘Iba>dah Rabb al-‘A<lami>n, meskipun dikatakannya karya ini

merupakan terjemahan dari kitab Luba>b Ihya> ‘Ulu>m al-Di>n karya al-Ghazali>, namun

demikian terdapat pula sumber-sumber dari karya ‘Abd al-Qadi>r al-‘Aydaru>s, Mus}t}afa> al-

Bakri>, ‘Abd Alla>h al-H{adda>d, ‘Abd al-Qadi>r al-Ji>la>ni>. Sehingga karya ini lebih tepat dinilai

sebagai sebuah karangan. Lihat: Zulfikri, “ Dimensi Ajaran Tasawuf Al-Palimbani dalam

Sair as-Sa>liki>n dan Hida>yah as-Sa>liki>n,” 35.

Page 26: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

10

Muttaqi>n dan Nas}i>hat al-Muslimi>n wa Tadhkirat al-Mu’mini>n fi Fad}a>’il al-Jiha>d fi Sabi>l Alla>h wa Kara>mat al-Muja>hidi>n fi Sabi>l Alla>h yang merupakan karya-karya

al-Falimba>ni> yang memuat banyak ayat-ayat al-Qur‘a>n, oleh Anthony H. Johns

model-model penafsiran ini dikategorikan sebagai tafsir.49 Dari argumentasi-

argumentasi tersebut di atas, tesis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan

menguji proses-proses, metodologis, validitas, implikasi dan relevansi yang terjadi

dalam kerangka produksi pemahaman dan penafsiran (subject epistemic). Selain

itu, interaksi-interaksi al-Falimba>ni> dengan sarjana-sarjana pada masanya,

merupakan hal-hal penting dan berpengaruh dalam aksi dan analisis sosial. Analisis

sosial inilah yang menginspirasi karya, statemen, sensitivitas antropologis, dan

sejarah keilmuan yang dibangun50dalam dirinya. Dengan demikian, pembacaan

multidimensional tentang tafsir sufistik Shaykh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>

merupakan bagian penting tentang fase historis tafsir sufistik di Nusantara.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

a. Kontroversialitas tafsir sufistik di Nusantara tidak dilihat dalam

kerangka penafsiran sufistik tokoh dan hanya terpaku pada konsepsi

pemikiran, sebagai basis argumentasinya, penafsiran al-Qur‘a>n

seharusnya berada pada posisi penting yang menjadi objek kajian inti

yang belum banyak diteliti.

b. Secara metodis, belum ada teorisasi tentang corak tafsir sufi yang

diproduksi oleh ulama Nusantara, khususnya pada abad XVIII yang selalu

dianggap fase miskinnya karya tafsir.

c. Uji validitas tafsir sufistik penting dilakukan untuk melihat faktor-faktor

penting tentang munculnya penafsiran dengan melihat posisi pengarang,

untuk apa penafsiran ditulis, dalam konteks apa penafsiran ditulis dan

bagaimana argumentasi dalam penafsiran disampaikan.

d. ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> dan keterlibatannya dengan aliran tarekat

memungkinkan dalam pembentukan karakteristik tersendiri pada level

penafsiran sufistik di Nusantara. Kekhususan ini akan menunjukkan

aspek lokalitas penafsiran dimulai dari pembacaan konteks yang dihadapi

oleh al-Falimba>ni>.

e. Pandangan-pandangan sufistik dan perujukan referensial yang

mendukung dalam penafsiran Shaykh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> akan

menunjukkan akar geneaologis tafsir sufistik Nusantara. Siapa-siapa

sajakah yang banyak memengaruhinya?.

49Anthony H. Johns, “Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia Melayu: Penilitian Awal,”

472. 50 Koichiro Misawa, “A Critical Analysis of the Educational Impact of Analytic

Social Epistemology, ” Journal of Studies in Education 2, 3, (2012), School of Education,

Japan, Tokyo University of Social Welfare, ,

http://www.macrothink.org/journal/index.php/jse/article/viewFile/1729/1614, (diakses 9

Desember 2013).

Page 27: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

11

f. Pembahasan mengenai validasi dan implikasi akan sangat memengaruhi

model-model penafsiran sufi selanjutnya. Apa-apa saja yang menjadi

tolok ukur al-Falimba>ni> dan bagaimana implikasinya terhadap

perkembangan metodologi tafsir sufi?.

2. Pembatasan masalah

Dalam memberikan pembatasan masalah, peneliti akan memfokuskan

pembahasan pada materi kajian epistemologi tafsir sufistik, adapun karya yang

akan menjadi objek penelitian adalah kitab-kitab sufistik karya ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni>, yaitu: Ani>s al-Muttaqi>n dan Nas}i>hat al-Muslimi>n wa Tadhkirat al-Mu’mini>n fi Fad}a>’il al-Jiha>d fi Sabi>l Alla>h wa Kara>mat al-Muja>hidi>n fi Sabi>l Alla>h, Hida>yat al-Sa>liki>n fi> Sulu>k Maslak al-Muttaqi>n, Siyar al-S{a>liki>n Ila> ‘Iba>dat Rabb al-‘A<lami>n.51 Karya-karya tersebut melalui fragmen-fragmen penafsirannya

terhadap ayat-ayat al-Qur‘a>n dilihat sebagai sebuah bentuk penafsiran yang

dilakukan oleh al-Falimba>ni>.

Berdasarkan data-data tersebut maka “Epistemologi Penafsiran Sufistik

‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>” adalah penelitian yang berupaya menelusuri basis

epistemologis: hakikat tafsir, metode tafsir, validitas dan implikasi penafsiran

Shaykh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>. Jadi permasalahan utama dalam penelitian ini

adalah produksi makna, sumber makna dan validitas pemaknaan. Kalaupun

ada penjelasan-penjelasan tambahan di luar kajian epistemologis adalah untuk

memperkuat argumen dalam penelitian ini.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang sudah dijelaskan di atas, secara

operasional penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut:

a. Apa hakikat, prinsip, dan sumber penafsiran sufistik ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni>?

b. Bagaimana metodologi penafsiran sufistik ‘Abd al-S}amad al-Falimba>ni>?

c. Bagaimana validitas dan implikasi penafsiran ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni>?

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Berdasarkan penelusuran penulis, relatif sulit menemukan literatur yang

memberikan penjelasan utuh tentang tafsir sufistik, khususnya yang berkenaan

dengan perkembangannya di Nusantara. Namun di luar itu, ada beberapa karya

menunjukkan fokusnya pada tafsir sufistik meskipun dengan objek, dimensi ruang

dan waktu yang berbeda. Diantara penelitian terdahulu yang membahas tentang

pola tafsir sufi, antara lain adalah sebagai berikut:

51Berkenaan dengan Kitab Sayr al-Sa>liki>n, penulis menggunakan karya yang telah

disunting oleh Muh}ammad Fari>d Muh}ammad dan diterbitkan oleh Al-H{aramayn

(Singapura, Jedah dan Indonesia) pada tahun 1953 M (1372 H) dengan versi Judul Kitab

Siyar al-Sa>liki>n fi> T{ari>qat al-Sa>da>t al-S{u>fiyyah.

Page 28: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

12

Kristin Zahra Sands menulis S{u>fi> Commentaries On The Qur’a>n In Classical Islam, memiliki beberapa tujuan penting dalam analisa terhadap sufisme dan al-

Qur‘a>n. Kristin berangkat dengan menggunakan analisis hermeneutis memulai

tulisannya dengan perdebatan sarjana-sarjana terhadap al-Qur‘a>n dan sufisme.

Beberapa nama, yang muncul dalam catatannya adalah Goldziher, Paul Nwyia,

Hamid Dabashi. Dari sekian perdebatan dalam diskursus relasional sufi dan al-

Qur‘a>n nampaknya Kristin tidak puas dengan analisis-analisis peneliti terdahulu

yang penjelasan mengenai relasi keduanya, meskipun peneliti sebelumnya

menunjukkan fokus penelitiannya pada signifikansi bahasa. Terma alegoris dalam

al-Qur‘a>n yang digunakan oleh Goldziher, menurut Kristin belum mampu

menunjukkan gambaran utuh tentang bahasa-bahasa metaforis dalam al-Qur‘a>n.

Dengan mengajukan beberapa nama peneliti yang sependapat dengannya, seperti:

Louis Massignon, Henry Corbin, Toshihiko Izutsu dan William Chittick, Kristin

hendak meneguhkan pandangannya bahwa hal-hal simbolik, bahasa metaforis dan

konsep imaginasi (musha>hadah) pada posisi mufassir-sufi bukanlah hal yang

bersifat fantasi, melainkan upaya sufi dalam mencapai tujuan-tujuan realitas,

pemikiran dan kosmos. Berdasarkan pada teori ini, posisi Kristin amat penting dan

mencoba memberikan alternatif pemahaman dalam memaknai hubungan relasional

sufisme dan tafsir al-Qur‘a>n. Dengan analisis melalui Hermeneutika, ia

berpendapat bahwa kajian-kajian al-Qur‘a>n dan tafsir sufistik akan membuka pintu

masuk bagi disiplin-disiplin ilmu lainnya, karena penafsiran adalah hal yang tiada

pernah berakhir. Dengan pendekatan ini maka penafsiran sufistik akan terlihat

berkesan dan mampu memberikan pernyatan-pernyatan penjelasan.52 Dalam

kerangka memperkuat argumennya, Kristin menunjukkan beberapa penafsir yang

memiliki susunan-susunan berbeda dalam penafsiran ayat-ayat sufistik tentang

kisah nabi Mu>sa> dan Khidir, begitu pula Maryam, di antara beberapa penafsir

tersebut adalah al-Tustari> (w. 896 M), al-Sulami> (w. 1021 M), al-Qushayri> (w.

1074 M), Abu> H{a>mid al-Ghaza>li\> (w. 1111 M), Rashi>d al-Di>n al-Maybudi> (w. 1135

M), Ru>zbiha>n al-Baqli> (w. 1209 M), al-Ka>sha>ni> (w. 1329 M) dan al-Nisa>bu>ri>.53

Temuan Kristin Zahra Sands dalam karyanya ini memiliki arti penting bagi

penelitian penulis, khusunya dalam upaya merumuskan basis epistemologis tafsir

sufi dalam kesejarahan tafsir sufistik di Nusantara yang direpresentasikan oleh

Shaykh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> dengan polarisasinya yang khusus dan

tersendiri. Namun demikian, pandangan Kristin Zahra Sands yang berkonsentrasi

pada aspek linguistik dan hermeneutik, belum sepenuhnya mampu memberikan

gambaran utuh tentang dialektika teks dan konteks. Melalui tesis ini, penulis akan

berusaha untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang memengaruhi al-Falimba>ni>

dalam upaya memproduksi penafsiran terhadap ayat al-Qur‘a>n.

Aik Iksan Anshori, menulis tesis dengan judul “Tafsir Isha>ri>: Pendekatan

Hermeneutika Sufistik Shaikh ‘Abd al-Qadi>r al-Ji>la>ni>,” sebagaimana disampaikan

52Kristin Zahra Sands, Sufi Commentaries on The Qur‘a>n in Islamic Classical Islam

(London and New York: Routledge, 2006), 2-3. 53Kristin Zahra Sands, Sufi Commentaries on The Qur‘a>n in Islamic Classical Islam,

67-78.

Page 29: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

13

penulisnya, penelitian ini mengupayakan pembakuan konstruksi hermeneutika

sufistik karya al-Ji>la>ni> secara teoritis-metodologis.54Temuan dalam penelitian ini,

berdasarkan pengamatan penulis bersifat normatif, dalam kesimpulan penulis

penelitian ini mendapati dan mengungkapkan simpulan tentang moderasi

penafsiran sufistik dengan mengkombinasikan tafsir dengan pemaknaan z}ahi>r dan

ba>t}in. Namun demikian, sikap etis dalam menafsirkan berdasarkan penelusurannya

terhadap tafsir al-Ji>la>ni> memiliki makna yang penting, meskipun hal demikian

sesungguhnya sudah dibahas pada kitab-kitab ‘Ulum al-Qur‘a>n.55 Selain itu,

penelitian ini kurang begitu menonjolkan aspek relasi teks dan konteks tentang

mengapa metode penafsiran atau tafsir dimunculkan. Hal ini tentu menandai

inkonsistensi penggunaan term hermeneutika yang salah satu fungsi utamanya

adalah mengungkap historisitas penafsiran.

Gerhard BÖwering melalui tulisannya “The Light Verse: Qur‘anic Text and Su>fi> Interpretation” secara metodis berusaha untuk memberikan penafsiran

terhadap ayat-ayat tentang Nu>r (Light Verse)/ surah Nu>r, 24: 35. Ia memulai

dengan melakukan analisis dengan beberapa tahapan. Pertama, menjelaskan al-

Qur‘a>n dengan al-Qur‘a>n. BÖwering berusaha mengkomparasikan ayat-ayat terkait

secara metodis dan paralel dengan menonjolkan bukti inner-Qur‘anic yang di-set untuk merespon kebudayaan Arab dimana Nabi Muh}ammad hidup. Kedua,

tafsiran-tafsiran sufi juga digunakan oleh BÖwering untuk memberikan gambaran-

gambaran untuk merefleksikan kebudayaan dan latar belakang keagamaan pada

abad 9-12 M dalam konteks kesejarahan Iraq, Iran, Bagdad yang merupakan pusat

kekuasaan Abbasiyah, dan Khurasan.56

Dalam simpulannya, BÖwering terlihat ingin menunjukkan bagaimana al-

Qur‘a>n dalam penafsiran sufistiknya harus dilihat dengan tamsil yang berlapis-lapis

(multilayer imagery),57 penafsiran sufi pada sisi lain merupakan respon perlawanan

terhadap kondisi kultural dan latar belakang keagamaan yang begitu luas, hal

demikian memberikan inspirasi bagi kaum sufi untuk membuat tamsil-tamsil

dalam sebuah penafsiran.

Tulisan ini memiliki arti penting tentang pemaknaan sufistik yang multi

penafsiran. Hal ini menegasikan tentang tafsir sebagai respon terhadap berbagai

kondisi, lalu kemudian diterjemahkan kedalam tamsil-tamsil, sya’ir-sya’ir dalam

sebuah penafsiran terhadap teks. Dalam kasus ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>, tesis

penulis tidak hanya memberikan gambaran tentang lapisan makna ayat-ayat al-

Qur‘a>n, tetapi juga akan menjeaskan aspek implikatif penafsiran yang akan

menggambarkan aktivisme historis penafsir, begitu juga keterlibatan langsung

tokoh dalam gerakan-gerakan politik keagamaan.

54Aik Iksan Anshori, Tafsir Isha>ri: Pendekatan Hermeneutik Sufistik Tafsir Shaikh

‘Abd al-Qa>dir al-Ji>la>ni>, 11. 55Manna’ al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, 331-332. 56Gerhard BÖwering, “ The Light Verse: Qur‘anic Text and Su>fi> Interpretation,”

Oriens 36 (2001) : 113-114, www.jstor.org/stable/1580478. (diakses tanggal 15 Januari

2014). 57Gerhard BÖwering, “ The Light Verse: Qur‘anic Text and Su>fi> Interpretation,” 144.

Page 30: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

14

Omaima Abu> Bakr menulis “The Symbolic Function of Methapor in Medieval Sufi Poetry: The Case of Shustari>.” Dari tulisan ini terlihat upaya penulis

untuk mendemonstrasikan makna metaforis dalam literatur-literatur, termasuk al-

Qur’a>n begitu juga puisi-puisi sufistik. Penting dicatat dalam temuannya bahwa

penafsiran simbolis yang dilakukan oleh sufi bukanlah makna alternatif atau

makna substitusi terhadap al-Qur‘a>n akan tetapi makna yang berada satu tingkat

setelah melakukan pemahaman terhadap makna-makna literal. Sedang karakter

simbolis dalam pemaknaan sufi adalah manifestasi tentang level makna terhadap

wahyu Tuhan yang turun dengan proses yang secara seimbang akan melahirkan

kategori-kategori atau level pemahaman. Lebih jauh, Omaima menegaskan bahwa

pemaknaan terhadap makna esoterik /inner-tamthi>l yang abstrak, meaning al-

Qur‘a>n memiliki simbol-simbol yang memiliki banyak pemaknaan. Selain itu,

menurutnya secara relatif bahasa bersifat primordial dan sintetis, yang seringkali

berangkat dari hal-hal konkret ke arah yang lebih universal.58 Beberapa pemaknaan

yang dilakukan oleh sufi, menandai apa yang disebutnya sebagai mekanisme puitis

dalam penafsiran. Pergerakan dari teks kepada makna, dari tamsil konkret ke

abstrak yang menandai pengalaman sufi dari z{a>hir menjadi ba>t}in, dari pengalaman

sufi kepada kebenaran.59 Dilihat dari kesimpulannya, Omaima Abu> Bakr

memfokuskan penelitiannya pada aspek sastrawi tafsir al-Qur‘a>n. Berbeda dengan

karya ini, penulis akan menitikberatkan pada kerangka metodologis dan aspek

implikatif penafsirannya dalam konteks Nusantara.

James Winston Morris dalam “Ibn ʿArabi and His Interpreters Part II:

Influences and Interpretations” mencoba untuk mendiskusikan keterpengaruhan

Ibn ‘Arabi>. Dalam kategorinya, pembaca ide dan pemikiran Ibn ‘Arabi>

menunjukkan kepengikutannya terhadap Shaykh dengan beberapa hal, antara lain:

batasan-batasan sufistik dan konstruksinya, istilah-istilah teknis dan konsep-

konsep metafisik, pemahaman, argumen dan penolakan argumen, karya-karya Ibn

‘Arabi>. Aspek ini juga menjadi titik kritik bagi penafsir-penafsir Ibn Arabi>,

beberapa kritiknya diarahkan pada pengabaian pada aspek-aspek penting dan

ajaran-ajaran Ibn ‘Arabi> selain menunjukkan akar-akar geneaologis pemikirannya.60

Karya ini terlihat memfokuskan pembacaan pada hal-hal yang memengaruhi

pemikiran Ibn ‘Arabi>, namun demikian tidak memberikan gambaran tentang

kondisi historis yang dihadapi oleh Ibn ‘Arabi> yang berperan penting dalam

pemaknaan ayat-ayat al-Qur‘a>n, karya ini lebih umum membaca konsep-konsep

58Omaima Abu> Bakr, “The Symbolic Function of Methapor in Medieval Sufi Poetry:

The Case of Shustari>” Alif: Journal of Comparative Poetics, 12, Metaphor and Allegory in

the MiddleAges, Department of English and Comparative Literature, American University

in Cairo and American University in Cairo Press, (1992) : 42-43,

http://www.jstor.org/stable/521635, (diakses 15 januari 2014).. 59Omaima Abu> Bakr, “The Symbolic Function of Methapor in Medieval Sufi Poetry:

The Case of Shustari>,”51. 60James Winston Morris, “Ibn ʿArabi and His Interpreters Part II: Influences and

Interpretations,” Journal of the American Oriental Society 106, 4 (Oct. - Dec.,

1986),733,http://www.jstor.org/discover/10.2307/603535?uid=3737496&uid=2&uid=4&sid

=21103239936681 (diakses 14 Januari 2014)

Page 31: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

15

sufistik Ibn ‘Arabi>. Namun demikian, tulisan ini memiliki relevansi dengan

penelitian penulis, setidaknya pada wilayah penelusuran akar geneaologis,

keterpengaruhan sufi-sufi Arab, Persia terhadap ulama-ulama di Nusantara, secara

khusus tafsir dan konsepsi sufistik Shaykh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>.

Sebagaimana diketahui bahwa Ibn ‘Arabi> banyak menginspirasi sufi-sufi Nusantara

pada masa-masa awal sufisme Nusantara. Dalam periodisasi sejarah tafsir sufistik

Nusantara, tesis ini akan banyak membahas aspek kesejarahan tafsir Nusantara, hal

ini tentu akan memberikan gambaran awal tentang bagaimana al-Qur‘a>n dijelaskan

dengan pandangan tasawuf berikut proses-proses menafsirkan yang distingtif

karena dilihat dalam lokus kenusantaraan.

Muh{ammad ‘A<bid al-Ja>biri> dalam karyanya Takwi>n al-‘Aql al-‘Arabi> menerangkan tentang esensi ta‘wi>l yang memiliki persyaratan khusus dalam

kerangka untuk menarik makna yang berdiri atas epistem burha>ni> (rasional). Dalam

hal ta’wi>l, al-Ja>biri> tetap menggunakan penafsiran interteks dengan memunculkan

ayat-ayat lain sebagai basis rasionalitas yang digunakan untuk mendukung makna-

makna yang bersifat hakikat.61Secara metodologis, karya al-Ja>biri> merupakan

penemuan penting yang berfungsi menjembatani kajian sufisme dengan konteks

kemoderenan atau relevansinya dengan masalah-masalah kekinian. Sayangnya,

pembahasan mengenai tafsir interteks bukanlah menjadi fokus utama dalam

karyanya, sehingga tidak menjangkau banyak hal tentang tafsir-tafsir sufistik

dalam khazanah tafsir dalam tradisi Arab.

Azyumardi Azra dalam karyanya The Origins of Islamic reformism in Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and Middle Eastern ‘ulama>’ in the seventeenth and eighteenth centuries. Karya ini berkaitan dengan tesis penulis dan

memiliki arti penting dalam dua hal. Pertama, kutipan Azra tentang mukadimah al-

Kura>ni> dalam Ith{a>f al-Dhaki>, tentang latar belakang penulisan kitabnya. Bisa

disimpulkan dalam catatannya itu tentang komunitas Ja>wiyyi>n yang telah

melakukan persebaran karya-karya sufi tentang ilmu hakikat, pengetahuan gnostik

(‘ulu>m al-asra>r) yang memiliki pijakan dalam al-Qur‘a>n dan Sunnah, ketaatan yang

tulus secara z{a>hir dan ba>t{in. namun demikian, masih tidak terlepas dengan

penyimpangan-penyimpangan.62Kedua, penjelasan mengenai konsentrasi keilmuan

yang dimilikinya, meskipun memiliki dominasi sufistik namun al-Falimba>ni> juga

belajar tafsi>r, fiqh, shari>’ah, kala>m, tas{awwuf.63 Dari data ini tidak mengherankan

jika tulisan al-Falimba>ni, meskipun bergenre tasawuf namun kental dengan

muatan-muatan tafsir dan penjelasan-penjelasan dari hadis Nabi. Meskipun telah

menjelaskan bahwa al-Falimba>ni> pernah mempelajari ilmu tafsir, namun karya ini

belum menjelaskan secara spesifik mengenai interpretasi sufistik yang

61‘A<bid al-Ja>biri>, Takwi>n al-‘Aql al-‘Arabi>, 321. 62Azyumardi Azra, The Origins of Islamic reformism in Southeast Asia: Networks of

Malay-Indonesian and Middle Eastern ‘ulama>’ in the seventeenth and eighteenth centuries

(Nort America: University of Hawai’i Press, 2004), 41. 63Azyumardi Azra, The Origins of Islamic reformism in Southeast Asia: Networks of

Malay-Indonesian and Middle Eastern ‘ulama>’ in the seventeenth and eighteenth centuries, 116.

Page 32: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

16

dikembangkan oleh al-Falimba>ni>. Penelitian penulis akan menjelaskan sisi lain al-

Falimba>ni>, selain sebagai sufi, ia juga merupakan seorang penafsir al-Qur‘a>n.

Berkenaan dengan ‘Abd al-S{amd al-Falimba>ni>, Zulkarnain Yani menulis

penelitian berjudul “Al-‘Urwah al-Wuthqa> Karya Al-Falimba>ni>: Tradisi dan Ritual

Tarekat Sammaniyah di Palembang,” Zulkarnain Yani menyimpulkan bahwa karya

al-Falimba>ni> “Al-‘Urwah al-Wuthqa> merupakan sebuah karya penting dan menjadi

rujukan utama komunitas tarekat Sammaniyah di Palembang, karya ini pula

mengandung pedoman tentang dzikir, wirid dan ra>tib samma>n. Muatan-muatan

praktik spiritual ini kemudian memberikan pengaruh-pengaruh terhadap tradisi

masyarakat Palembang.64 Karya ini mampu memberikan deskripsi penting tentang

pengaruh al-Falimba>ni> dan pengaruhnya dalam tarekat Sammaniyah, namun belum

memberikan penjelasan yang utuh mengenai sumber-sumber penafsiran dalam

forma tasawuf yang dikembangkan oleh al-Falimba>ni>. Berbeda dengan penelitian

ini, maka penelitian penulis berada pada usaha untuk memberikan penjelasan untuh

mengenai model penafsiran Al-Qur‘a>n al-Falimba>ni>, arti penting penelitian penulis

akan memunculkan aspek metodologis penafsirannya yang menjadi basis pemikiran

sufistiknya.

A.H. Johns menulis “Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia Melayu: Sebuah

Penelitian Awal,” dari penelitian ini didapati informasi mengenai analisanya

tentang dinamika yang menunjukkan akar-akar tradisi tafsir dengan menunjukkan

kecenderungan religius yang memiliki karakter kesusasteraan yang sangat besar,

selain itu Johns juga mengindikasikan adanya tafsir-tafsir sufi anak didik H{amzah

Fans{u>ri>, Sham al-Di>n al-Sumat}ra>ni> yang dalam karya sufistiknya bertaburan ayat-

ayat dengan frase-frase dari al-Qur‘a>n yang dibubuhi dengan bahasan tasawuf yang

kemudian diterjemahkan dalam bahasa Melayu. Selain itu, Johns juga

menunjukkan bahwa pergolakan sufisme yang terjadi telah mengakibatkan karya-

karya H{amzah Fans{u>ri>, Sham al-Di>n al-Sumat}ra>ni yang dibakar termasuk karya

tafsir. Penjelasan tambahan yang dilakukannya mengenai tradisi tafsir di

Nusantara, adalah karya al-Falimba>ni>, yang melakukan penerjemahan dan

penafsiran yang memuat dalil-dalil yang menunjukkan model karya tafsir pada saat

itu dan model yang mengikuti ‘Abd al-Rau>f sebagai seorang guru yang

berdedikasi.65 Karya ini penting bagi penulisan tesis ini, utamanya sebagai pijakan

historis awal tentang tradisi tafsir di Nusantara yang direpresentasikan oleh ulama-

ulama sufi Nusantara. Namun demikian, karya ini belum menjelaskan secara detail

bagaimana metodologi penafsiran yang dikembangkan oleh ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni>. Melengkapi hasil temuan awal ini, penulis melalui tesis ini akan

berusaha untuk menjelaskan kerangka epistemologis penafsiran ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni>.

64 Zulkarnain Yani, “Al-‘Urwah al-Wuthqa> Karya Al-Falimba>ni>: Tradisi dan Ritual

Tarekat Sammaniyah di Palembang,” Tesis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Ciputat: SPs

UIN Jakarta, 2011), 144-145. 65A.H. Johns, “Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia Melayu: Sebuah Penelitian

Awal,” Jurnal Studi Al-Qur’an 1 (2006) : 464-472.

Page 33: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

17

Izza Rohman Nahrowi, “Profil Kajian Islam di Nusantara Sebelum abad Kedua Puluh” menerangkan tentang dominasi nalar gnostik (‘Irfa>ni>) yang tidak

memiliki relasi kuat dengan teks, termasuk al-Qur‘a>n. Berangkat dari asumsi ini, ia

berpandangan bahwa hal ini pulalah yang memengaruhi minimnya karya yang

berkaitan dengan al-Qur‘a>n.66 Berbeda dengan penelitian penulis, simpulan ini

seolah-olah mempersepsikan tradisi sufisme yang berangkat dari pengalaman batin

terlepas dengan al-Qur‘a>n dan penafsiran. Dalam pandangan penulis, pada posisi

yang bersamaan sebenarnya dominasi tasawuf, khususnya abad XVIII memiliki

relasi yang kuat dengan tradisi penafsiran al-Qur‘a>n yang menjadi forma utama

tasawuf di Nusantara. Hal ini ditunjukkan dengan geliat ulama-ulama Nusantara

selain menerjemahkan karya-karya, juga menafsirkan ayat-ayat sufistik sebagai

sebuah pandangan hidup dan aturan-aturan etis.

Terkait dengan tafsir-tafsir awal Nusantara Petter Riddell dalam “Earliest Quranic Exegetical Activity in the Malay-Speaking States” mengemukakan

tentang stilistika atau gaya bahasa tafsir Tarjuma>n al-Mustafi>d yang menurutnya

merupakan saduran dari tafsir Jala>layn. Selain itu yang ditujukan untuk pembaca

awam dan berorientasi pada luasnya persebaran karya. Selain itu dialektika

pemikiran dan penafsiran pada masa-masa ini menandai periode pertentangan antar

ulama-ulama yang direpresentasikan dalam karya-karya penafsiran.67

Dalam tulisan ini, nampaknya Riddell tidak memberikan penggambaran

yang jelas tentang proses rekonsiliasi perdebatan-perdebatan yang masuk ke

wilayah penafsiran-penafsiran sufi antara ‘Abd al-Rau>f Singkel, H{amzah Fans{u>ri>-

Shams al-Di>n al-Sumat{ra>ni>, dan al-Ra>ni>ri>. Di luar nama-nama itu, pada masa-masa

selanjutnya ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> menunjukkan penafsiran-penafsiran sufi

yang bersifat etis dan menunjukkan upaya rekonsiliasi dari perdebatan-perdebatan

pelik antar ulama Aceh pada saat itu. Hal ini jelas membantah tentang eksistensi

tafsir sufi yang menyebabkan perdebatan-perdebatan antar ulama-ulama tasawuf di

Nusantara.

Distingsi “Epistemologi Penafsiran Sufistik ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>”

dengan penelitian-penelitian sebelumnya ada pada peletakan dasar-dasar penafsiran

sufistik yang berkembang pada abad XVIII dengan mengajukan basis epistem

ulama tasawuf Nusantara yang direpresentasikan oleh Shaykh ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni>. Penelitian-penelitian di atas, meskipun mampu memberikan gambaran-

gambaran metodis tentang tafsir dan sufisme, namun belum mampu

menggambarkan bagaimana polarisasi penafsiran sufistik yang berkait erat dengan

dimensi ruang, waktu, kepentingan-kepentingan, ideologi, relasi kuasa dan

pandangan hidup mufassir-sufi dan masyarakatnya yang menjadi esensi mendasar

dalam aspek tasawuf dalam kesejarahan perkembangan tasawuf di Nusantara.

66Izza Rohman Nahrowi, “ Profil Kajian Islam di Nusantara” Al-Huda 2, 6 (2002):

18. 67Peter Riddell, “Earliest Quranic Exegetical Activity in the Malay-Speaking

Statesn“Archipel 38 (1989) : 122-123,

http://www.persee.fr/web/revues/home/prescript/article/arch_00448613_1989_num_38_1_

2591 (diakses 14 Januari 2014)

Page 34: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

18

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah, penelitian ini memiliki tujuan-tujuan akademis dalam studi tafsir sufistik

di Nusantara, beberapa diantara tujuan tersebut adalah:

1. Melakukan pembuktian tentang formulasi metodologis, prinsip-prinsip tafsir

sufistik di Nusantara oleh ulama tasawuf sebagaimana direpresentasikan

oleh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>.

2. Menguji validitas atau penilaian keabsahan tafsir sufistik yang dilakukan

oleh Shaykh ‘Abd al-S<{amad al-Falimba>ni>

3. Mengetahui Implikasi penafsiran sufistik Shaykh ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni>.

E. Signifikansi Penelitian

Penelitian ini secara kategoris memiliki beberapa signifikansi secara teoritis

dan praktis:

1. Secara teoritis, penelitian ini berkontribusi merumuskan basis epistemologis

tafsir sufistik Shaykh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> yang memiliki

karakteristik khusus pada level metodologis, implikasi dan signifikansi yang

akan merepresentasikan model tafsir sufistik dalam kesejarahan khazanah

tafsir di Indonesia. Secara eksplisit, munculnya penelitian akan memberikan

pertimbangan bagi para peneliti studi al-Qur’a>n di Indonesia tentang

rekonstruksi periodisasi tafsir di Nusantara yang belum memosisikan sufi

sebagai mufassir terhadap ayat-ayat sufistik, khususnya abad ke-18 yang

merupakan masa hidup Shaykh ‘Abd al-S<{amad al-Falimba>ni>.

2. Secara praktis, penelitian ini akan memberikan informasi mengenai metode

penafsiran Shaykh ‘Abd al-S<{amad al-Falimba>ni> terhadap ayat-ayat sufistik.

Secara umum penelitian ini juga akan memberikan inspirasi tentang posisi

ulama tasawuf yang tidak hanya sebagai sufi, namun juga sebagai mufassir

ayat-ayat sufistik. Dalam disiplin ilmu tafsir, penelitian ini menjadi tawaran

metodologis bagi penafsiran sufistik terhadap ayat-ayat al-Qur‘a>n.

F. Metodologi Penelitian

1. Definisi Operasional

Judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah “ Epistemologi Penafsiran

Sufistik ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>.” Term Epistemologi dalam penelitian ini

ditujukan untuk melacak basis teori yang dimiliki oleh Shaykh ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni> meliputi hakikat tafsir, sumber penafsiran, metode penafsiran, validitas

dan implikasi penafsiran sufistik ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>. Sedang penafsiran

dalam penelitian ini akan didefinisikan sebagai aktivitas yang berarti upaya

menerjemahkan, menjelaskan, menyingkapkan dan menampakkan makna atau

pengertian yang tersembunyi pada ayat-ayat al-Qur‘a>n, meskipun tidak ditafsirkan

secara keseluruhan.68 Hal ini dilakukan mengingat model penafsiran yang termuat

68Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKis Group,

2012), 11.

Page 35: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

19

dalam karya-karya tasawuf merupakan hal dominan yang dapat dijumpai pada abad

XVIII.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (library research). Riset ini berupaya menggali data-data yang berkaitan dengan basis

epistemologis dalam penafsiran sufistik Shaykh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>.

3. Sumber Data

Sumber penelitian ini akan difokuskan pada data-data primer yang

merupakan karya Shaykh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>, yaitu: Ani>s al-Muttaqi>n,

Nas}i>hat al-Muslimi>n wa Tadhkirat al-Mu’mini>n fi Fad}a>’il al-Jiha>d fi Sabi>l Alla>h wa Kara>mat al-Muja>hidi>n fi Sabi>l Alla>h, Hida>yat al-Sa>liki>n fi> Sulu>k Maslak al-Muttaqi>n, Sayr al-S{a>liki>n Ila ‘Iba>dat Rabb al-<<<’A<<<<<<<<lami>n. Sedangkan data-data

sekunder yang akan menjadi data pendukung adalah literatur yang berkaitan

dengan disiplin ilmu tasawuf, tafsir, ‘ulu>m al-Qur‘a>n.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode dokumentasi69dengan cara menelusuri literatur-literatur, membuat catatan-

catatan terhadap pemikiran tokoh yang tertuang dalam karya-karya ‘Abd al-S{amad

al-Falimba>ni>, yaitu: Ani>s al-Muttaqi>n, Nas}i>hat al-Muslimi>n wa Tadhkirat al-Mu’mini>n fi Fad}a>’il al-Jiha>d fi Sabi>l Alla>h wa Kara>mat al-Muja>hidi>n fi Sabi>l Alla>h, Hida>yat al-Sa>liki>n fi> Sulu>k Maslak al-Muttaqi>n dan Sayr al-S{a>liki>n Ila ‘Iba>dat Rabb al-<<<’A<<<<<<<<lami>n, selain karya-karya sekunder yang berkaitan dengan tema

pembahasan.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses organisasi dan mengumpulkan data-data tersebut

ke dalam sebuah pola, kategori, dan deskripsi sebagai dasar-dasar untuk

menemukan tema-tema penting dari pemikiran tokoh. Selain itu peneliti akan

melakukan hipotesa yang didukung oleh data-data.70 Dalam mengakumulasikan

data-data tersebut ke dalam teknik penelitian kualitatif, analisis akan memuat hal-

hal berikut:

a. Historical continuity, yaitu metode analisis data yang digunakan peneliti

untuk menjelaskan sejarah hidup tokoh yang menjadi objek kajian,

meliputi latar belakang pendidikan, perkembangan ide dan pemikiran,

pengaruh-pengaruh yang diterimanya, situasi sosio-politik yang telah

memberikan pengalaman bagi tokoh yang dikaji akan dibahas lebih awal.71

69 Arief Furchan and Agus Maimun, Studi Tokoh Metode Penelitian Mengenai

Tokoh (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 54. 70Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2002), 103. 71Anton Bakker dan Achmad Chairiz Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat

(Yogyakarta: Kanisius, 1990), 64.

Page 36: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

20

Pada bagian ini ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> akan dilihat pula peta

pemikirannya dengan melakukan analisis kemunculan karya dan

konsentrasinya terhadap penafsiran al-Qur‘a>n dengan memosisikan

konteks kesejarahannya.

b. Taxonomic analysis, yaitu analisis yang dipusatkan kepada tema-tema

spesifik yang tema tersebut bisa menunjukkan permasalahan-

permasalahan dalam objek studi, yang kemudian menelusurinya dan

menjelaskannya secara mendalam.72 Bagian ini merupakan bagian penting

dalam membaca kerangka epistemologi penafsiran sufistik ‘Abd al-S{amad

al-Falimba>ni> dengan memerhatikan tentang bagaimana teks ditafsirkan

oleh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>. Dari sini akan terlihat metode,

verifikasi penafsiran yang dilakukan oleh ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>. c. Interpretation, yaitu metode yang digunakan peneliti untuk memahami

karakter dan pemikiran tokoh yang menjadi objek penelitian.73 Dengan

analisis ini, peneliti akan menangkap ide-ide utama ‘Abd al-S{amad al-

Falimba>ni> yang kemudian dikaji secara komprehensif berdasarkan terma-

terma studi tafsir al-Qur‘a>n. d. Comparison, tokoh dan objek kajiannya akan dikomparasikan secara

proporsional dalam kerangka memperkuat argumen atau membaca sisi-sisi

perbedaannya dengan karya-karya yang muncul pada zamannya.

Penafsiran sufistik ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> akan dilihat dalam

kerangka perkembangan penafsiran tema-tema sufistik oleh tokoh-tokoh

sezamannya.

6. Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan pendekatan historis-

filosofis model strukturalisme genetic74dan pendekatan filosofis. Pendekatan ini

akan diarahkan pada tiga unsur kajian: (1) intrinsik teks, (2) akar-akar historis

secara kritis dengan menelusuri latar belakang tokoh, dan (3) kondisi sosio-historis

yang melingkupinya. Dengan pendekatan ini, akan nampak kerangka keragaman

(diversity), perubahan (change)75dan kesinambungan (continuity). Sedangkan

pendekatan filosofis akan digunakan untuk membaca struktur dasar dari

epistemologi tafsir sufistik ‘Abd al-S}amad al-Falimba>ni>.

72Arif Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh, Metode Penelitian Mengenai Tokoh

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 65-67. 73Anton Bakker dan Achmad Chairiz Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, 63. 74Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Reka Sarasin,

1996), 164-165. 75Secara metodologi perubahan dapat dilihat melalui analisa terhadap konteks dan

historisitas dimana isu revolusioner ditujukan, kapan dan dimana itu terjadi dengan

masalah-masalah yang ditemui. Lihat: Anne Marie Moulin, “ How to Write the History of

Modern Surgery in the Arab and Muslim World?: Methodological problems and

Epistemological Issues,” Majalleh-ye Ta>ri>kh-e ‘Elm 5, 1385, (2011):

11,http://jihs.ut.ac.ir/?_action=showPDF&article=17441&_ob=b8119ac31a6e8c32c7d834f

ed1bff9a9&fileName=full_text.pdf, (diakses 14 Januari 2014).

Page 37: SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39502/1/MUHAMMAD... · diskusi panjang bersama pembimbing dan para pakar di bidang

21

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan penggambaran yang utuh tentang langkah-langkah

penelitian, maka penelitian ini disusun secara sistematis dalam lima bab, yang akan

dijelaskan sebagai berikut:

Bab Pertama, menjelaskan pendahuluan dan urgensi latar belakang masalah,

penelitian terdahulu yang relevan, tujuan penelitian, signifikansi penelitian,

metodologi dan sistematika penelitian.

Bab Kedua, membahas historisitas perdebatan akademik tafsir sufistik yang

terjadi di Nusantara meliputi urgensitas, eksistensi tafsir sufistik dalam kitab-kitab

tasawuf di Nusantara, contoh dan kategorisasi tafsir. Hal ini dimunculkan untuk

menggambarkan bahwa sufi Nusantara melakukan penafsiran-penafsiran dalam

karya-karya tasawuf di Nusantara.

Bab Ketiga, bagian ini membahas penafsiran ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni>

meliputi: hakikat, prinsip, metode dan sumber penafsiran. Dalam bab ini akan

dilihat pula kemungkinan-kemungkinan historis yang memengaruhi dalam

produksi penafsirannya.

Bab Keempat, bagian ini membahas tentang validitas dan implikasi

penafsiran sufistik yang dilakukan oleh Shaykh ‘Abd al-S}amad al-Falimba>ni>.

Validitas dan implikasi penafsiran yang akan diukur dengan teori koherensi,

korespondensi dan pragmatisme. Selanjutnya, implikasi penafsirannya dilihat

berdasarkan orientasi penafsiran ‘Abd al-S{amad al-Falimba>ni> dalam melakukan

upaya rekonstruksi-rekonstruksi berdasarkan signifikansi tafsir sufistiknya.

Bab Kelima, memuat kesimpulan dari hasil-hasil penelitian yang ditemui

oleh peneliti yang berguna untuk menjawab rumusan-rumusan masalah secara

sistematis dalam penelitian ini. Selain itu pada bagian ini juga memuat

rekomendasi bagi pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya tentang tafsir

sufistik di Nusantara.