program pascasarjana fakultas hukum universitas …

440
i IMPLIKASI PENGELOLAAN ZAKAT TERHADAP JAMINAN KEADILAN SOSIAL DI INDONESIA Implication Zakat Management Toward Social Justice Security in Indonesia ZAINUDDIN No.Pokok PO400308006 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

i

IMPLIKASI PENGELOLAAN ZAKAT TERHADAP JAMINAN KEADILAN SOSIAL DI INDONESIA

Implication Zakat Management Toward Social

Justice Security in Indonesia

ZAINUDDIN No.Pokok PO400308006

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2012

Page 2: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. kita memuji-Nya, kita mohon pertolongan-

Nya, kita mohon ampunan-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari

keburukan jiwa-jiwa dan amalan-amalan kami. Barang siapa yang diberi

pertunjuk oleh Allah swt. maka tiada seorangpun yang bisa menyesatkannya,

dan barang siapa disesatkan oleh Allah swt. maka tidak ada seorangpun

yang bisa menunjukinya. Sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah swt.

untuk itu penulis sangat menyadari bahwa hanya karena hidayah-Nya dan

ijin-Nya-lah, disertasi yang mencoba mengurai sekelumit ilmu yang

diturunkan melalui proses karstifikasi ini dapat terselesaikan. Semoga ilmu

tersebut dapat memberikan manfaat dan kebaikan serta amalan yang baik

bagi penulis.

Disertasi ini merupakan upaya penulis untuk mengungkap Implikasi

Pengelolaan Zakat Terhadap Jaminan Keadilan Sosial di Indonesia. Penulis

menyadari bahwa selama penyelesaian pada Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin untuk Program Doktor (S3) Ilmu

Hukum telah dibimbing oleh tim promotor. Oleh karena itu, dengan penuh

kerendahan hati penulis menghaturkan rasa hormat, penghargaan dan

ucapan terima kasih kepada yang terhormat dan amat terpelajar kepada

Bapak Prof. Dr. H. Abdullah Marlang, S.H., M.H., selaku Promotor, Bapak

Page 3: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

iii

Prof. Dr. Ir. H. Abrar Saleng, S.H., M.H., dan Bapak Prof. Dr. H. M. Arfin

Hamid, S.H., M.H., selaku Ko-Promotor yang telah memberikan petunjuk,

bimbingan dan motivasi dengan penuh keikhlasan namun tetap korektif

dalam penyelesaian penulisan disertasi ini. Semoga Allah swt. mencurahkan

Rahmat dan Rahman-Nya kepada beliau.

Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada yang terhormat dan

amat terpelajar Bapak Prof. Dr. H. Ali Parman, M.A, selaku Penguji

Eksternal, Ibu Prof. Dr. Hj. Nurhayati Abbas, S.H., M.H., Ibu Prof. Dr. Hj.

Badriyah Rifai, S.H., Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H., Bapak Prof.

Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H., selaku tim penguji yang telah memberikan

saran dan kritik selama ujian.

Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri Pendidikan Nasional

yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi

Program Doktor (S3) dengan bantuan finansial melalui Beasiswa Pendidikan

Pascasarjana (BPPS) pada Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Kepada para pimpinan institusi tempat penulis menimba ilmu

pengetahuan, Bapak Prof. Dr., dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B.,Sp.BO., selaku

Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.Sc., selaku Direktur

dan para Asisten Direktur Program Pascasarjana Unhas, Prof. Dr. Aswanto,

S.H., M.Si., DFM., selaku Dekan Fakultas Hukum Unhas dan para Wakil

Dekan Fakultas Hukum, serta seluruh staff, terima kasih atas segala

Page 4: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

iv

dukungan baik fasilitas, maupun pelayanan selama menempuh pendidikan di

S3 Ilmu Hukum.

Bapak H. Abdullah Rahim, BA., selaku Ketua Yayasan Perguruan Al

Gazali Barru, Drs. H. Mustafa Hamid, MA, selaku Ketua STAI Al Gazali Barru

dan Drs. H. M. Dahlan Zainuddin, MA., selaku Ketua STAI Yapis Takalar

dimana penulis mendedikasikan diri dan telah memperkenankan penulis

untuk melanjutkan pendidikan

Kepada Bapak Dirjen Bimas Islam dan Bapak Direktor

Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama RI, Ketua Umum BAZNAS, Ketua

Umum BAZ Provinsi Sulawesi Selatan, Ketua Umum BAZ Kota Makassar,

Direktur Dompet Dhuafa Republika, Direktur Eksekutif LAZ DAPU al-Markaz

al-Islami Makassar atas segala bantuan dalam memberikan data maupun

informasi dalam penyusunan disertasi ini.

Kedua orang tua penulis ayahanda Sayyid Abdullah Aliah dan

Ibunda Syarifah Aisyah yang telah mendidik, membesarkan dan

membimbing serta doa yang tulus selama penulis menempuh pendidikan.

Begitupula dengan mertua penulis Muh. Idi Rahman dan Hj. St.

Rahmatiah yang telah melahirkan dan mendidik isteri penulis.

Akhirnya, penulis ucapkan terima kasih kepada Isteri tercinta

Nasriah, S.Pd.I., yang tiada henti memberikan semangat dalam menempuh

pendidikan dan anak-anakku terkasih Ahmad Fadhil Aliah, Syarifah Athifah

Aliah, dan Ahmad Fahri Aliah yang setia memberikan dorongan dan

Page 5: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

v

pengorbanan yang tak ternilai kepada penulis selama menempuh pendidikan

pada Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana UNHAS,

selanjutnya kepada saudara penulis Syarifah Mardiah dan Muhdar, S.Pd.

serta keluarga lainnya yang senantiasa memberikan bantuan dan doa

restunya.

Akhirnya penulis mengharap semoga dengan hadirnya disertasi ini

dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi. Semoga Allah

swt. senantiasa memberkati dan merahmati segala aktivitas keseharian

sebagai suatu ibadah disisi-Nya. Amin.

Makassar, ....... Januari 2012

Zainuddin

Page 6: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

vi

ABSTRAK

ZAINUDDIN. Implikasi Pengelolaan Zakat terhadap Jaminan Keadilan Sosial di Indonesia (dibimbing oleh Abdullah Marlang, Abrar Saleng, dan M. Arfin Hamid)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami hakikat pengelolaan zakat yang dapat mewujudkan jaminan keadilan sosial di Indonesia. Untuk mengetahui dan memahami landasan keberlakuan hukum Islam terimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan pengelolaan zakat sehingga terwujud pengelolaan zakat yang dapat memberikan jaminan keadilan sosial di Indonesia serta untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pengelolaan zakat yang dapat mewujudkan jaminan keadilan sosial di Indonesia.

Pendekatan penelitian ini adalah teologis, filosofis, normative, dan non dokrinal. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pola deskriptif analitis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakikat pengeloaan zakat pada dasarnya mengandung nilai tauhid, prinsip akhlak, prinsip kemanusiaan, prinsip keseimbangan, prinsip kemasyarakatan, prinsip distribusi, dan prinsip konsumsi. Nilai dan prinsip tersebut belum terimplementasi dengan baik dalam pengelolaan zakat. Landasan keberlakuan hukum Islam seperti landasan teologis, landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis belum terimplementasikan secara baik dalam peraturan perundang-undangan pengelolaan zakat Dalam pelaksanaan pengelolaan, masih kurang kepatuhan hukum membayar zakat pada pengelola zakat, pemerintah belum berperan dengan baik sebagai pengatur (regulator), pengelola (operator), pengawas (supervisor), dan eksekutor zakat; belum terkoordinasi pengelolaan zakat dengan baik; dan mekanisme pengumpulan zakat dengan obyek zakat yang masih konvensional dan belum menyentuh sumber-sumber ekonomi modern serta pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang masih berorientasi konsumtif.

Kata Kunci: Pengelolaan Zakat, Keadilan Sosial

Page 7: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

vii

ABSTRACT

ZAINUDDIN. Implication Zakat Management Towards Social Justice Security in Indonesia (supervised by Abdullah Marlang, Abrar Saleng, and M. Arfin Hamid)

This research aimed to investigate and comprehend the essence of zakat management which could realize the social justice security in Indonesia; the foundation of the Islamic legal application implemented in the stipulation of acts of the zakat management that could give the justice security in Indonesia was realized and the implementation of the zakat management which could realize the social justice security in Indonesia.

This research used a theological, philosophical, normative and non-doctrinal approaches. This was a qualitative research with analytic descriptive patterns.

The results of the research reveals that basically, the essence of the zakat management contains the tauhid (oneness of God) value and moral, humanity, balance, society affairs, distribution, and consumption principles. The values and principles have not been implemented well in the zakat management. The foundations of the Islamic legal application such as: theological, philosophical, juridical, and sociological foundations have not been well implemented in the stipulation of acts of the zakat organizers. In the management implementation, there is still lack of legal obedience in paying the zakat to the zakat organizers. The government has not played its role well as the zakat regulator, organizer, supervisors, and executor. The zakat management and the mechanism of the zakat collection with the conventional the zakat touched the modern economic resources, the zakat distribution and utilization still have consumptive orientation.

Key Words: Zakat Management, Social Justice

Page 8: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iii

ABSTRAK ....................................................................................... vii

ABSTRACT ....................................................................................... viii

DAFTAR ISI ....................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Rumusan Masalah.......................................................... 18

C. Tujuan Penelitian ........................................................... 18

D. Kegunaan Penelitian ...................................................... 19

E. Orisinalitas Penelitian .................................................... 19

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 22

A. Hakikat Islam ............................................................... 22

1. Aqidah ..................................................................... 25

2. Syariah .................................................................... 50

3. Akhlak ...................................................................... 57

B. Islam dan Kesejahteraan .............................................. 60

C. Negara Hukum Kesejahteraan ...................................... 68

1. Konsep Negara Hukum Kesejahteraan .................. 68

2. Negara Hukum Kesejahteraan: Ibnu Khaldun ........ 75

3. Negara Hukum Kesejahteraan Madinah ............... 83

Page 9: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ix

D. Teori Hukum al-Maslahah: Imam Malik ......................... 89

1. Pengertian al-Maslahah ......................................... 89

2. Macam-macam al-Maslahah .................................. 93

E. Teori Bisnis Tazkiyah ................................................... 106

F. Teori Kepatuhan Hukum Berzakat ................................ 111

G. Pengertian dan Teori Keadilan Sosial ........................... 127

1. Pengertian Keadilan Sosial ................................... 127

2. Keadilan Sosial dalam Filsafat Hukum Barat ........ 135

3. Keadilan Sosial dalam Filsafat Hukum Islam ........ 144

H. Epistemologi Pengelolaan Zakat .................................. 161

1. Pengertian Zakat ................................................... 161

2. Dasar Hukum Pelaksanaan Zakat ......................... 167

3. Pengelolaan Zakat di Indonesia ............................ 182

I. Kerangka Pemikiran ...................................................... 201

J. Definisi Operasional Variabel ........................................ 209

BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................... 211

A. Lokasi Penelitian ......................................................... 211

B. Pendekatan dan Sifat Penelitian ................................. 211

C. Populasi dan Sampel .................................................. 214

D. Jenis dan Sumber Data .............................................. 214

E. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 215

F. Teknik Analisis Data .................................................... 216

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 217

A. Hakikat Pengelolaan Zakat yang Dapat Mewujudkan Jaminan Keadilan Sosial di Indonesia ............................... 217

1. Nilai Tauhid ............................................................... 220

2. Prinsip Akhlak ............................................................ 232

3. Prinsip Kemanusiaan ................................................ 243

4. Prinsip Keseimbangan .............................................. 249

5. Prinsip Kemasyarakatan ............................................ 254

Page 10: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

x

6. Prinsip Distribusi ......................................................... 258

7. Prinsip Konsumsi ........................................................ 260

B. Landasan Keberlakuan Hukum Islam dalam Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan Zakat yang Dapat Mewujudkan Jaminan Keadilan Sosial di Indonesia .......... 263

1. Landasan Teologis ...................................................... 282

2. Landasan Filosofis ...................................................... 293

3. Landasan Yuridis ......................................................... 303

4. Landasan Sosiologis ................................................... 312

C. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat yang Dapat Mewujudkan Jaminan Keadilan Sosial di Indonesia ............................... 318

1. Kepatuhan Hukum Masyarakat ................................... 318

2. Peran Pemerintah ....................................................... 326

3. Koordinasi antar Institusi ............................................. 359

4. Mekanisme Pengelolaan Zakat .................................... 369

BAB V. PENUTUP ............................................................................... 404

A. Kesimpulan ........................................................................ 404

B. Saran-Saran ..................................................................... 405

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 406

Page 11: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Teori Bisnis Tazkiyah .......................................................................... 109

2. Kepatuhan Hukum Masyarakat Dalam Membayar Zakat Pada Lembaga Pengelola Zakat ................................................................ 319

3. Peran Pemerintah sebagai Pengatur Zakat ....................................... 332

4. Peran Pemerintah sebagai Pengelola Zakat ...................................... 340

5. Peran Pemerintah sebagai Pengawas Zakat ..................................... 348

6. Peran Pemerintah sebagai Eksekutor ................................................ 355

7. Koordinasi Institusi Pengelolaan Zakat .............................................. 362

Page 12: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Siklus Rantai Reaksi Ibnu Khaldun yang Diformulasi M. Umer Chapra.. 80

2. Core Interdependent Components of Economic Growth ..................... 82

3. Kerangka Pikir Penelitian .................................................................... 208

4. Hierarki Sistem Ekonomi Islam ........................................................... 219

5. Landasan Keberlakuan Syariah Islam ............................................... 276

6. Keberlakuan Hukum dan Nilai-Nilai Dasarnya ................................... 277.

Page 13: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xiii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam sebagai suatu sistem kehidupan manusia mengandung

suatu tatanan nilai dalam mengatur semua aspek kehidupan manusia baik

menyangkut sosial, politik, budaya, ekonomi dan sebagainya. Oleh karena

itu, Islam merupakan agama yang kaffah (Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 208)

dan menjadi rahmat bagi semesta alam (Q.S. Al-Anbiya [21] ayat 107).

Islam adalah agama yang memperhatikan kesejahteraan sosial.

Hal ini dapat dilihat dari adanya aturan tentang kewajiban membayar

zakat, yaitu memberikan harta dari orang kaya kepada orang miskin.

Kemiskinan adalah hal yang sudah dikenal semenjak beberapa abad

yang silam, dengan demikian umat manusia tidak pernah jauh dari

kegiatan bagaimana mengusahakan agar hal ini bisa diatasi.

Zakat merupakan pranata keagamaan yang berfungsi untuk

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh umat manusia dengan

memperhatikan dan meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat yang

kurang mampu. Zakat merupakan instrumen ekonomi yang

diperuntukkan sebagai pengurang kesenjangan ekonomi yang terjadi di

Page 14: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xiv

masyarakat. Secara khusus zakat dalam pendistribusiannya diutamakan

kepada orang yang serba kekurangan di dalam harta.

Zakat merupakan sub sistem dan salah satu wujud nyata dari

sistem ekonomi yang menunjang terwujudnya keadilan sosial. Orang-

orang yang tidak mau mengeluarkan zakat harta kekayaannya, jelas

sebagai penghambat terwujudnya keadilan sosial. Orang yang enggan

mengeluarkan kewajiban zakat itu dikecam, bahkan tidak ada ancaman

kitab suci yang lebih keras daripada ancaman kepada para pelaku

ekonomi yang tidak adil. Hal ini diekspresikan dalam Q.S. al-Takatsur

dan Q.S. al-Humazah yang mengancam keras sikap dan perilaku

ekonomi orang-orang yang suka menimbun kekayaan tanpa

memproduktifkannya dan tidak mau mengeluarkan zakat, infaq dan

shadaqah. Sikap orang seperti ini diancam secara keras oleh Alquran

dan dicap sebagai pendusta agama (Q.S. al-Ma'un [107] ayat 1- 7).

Allah swt. dalam Alquran menentang pemusatan kekayaan

yang mengakibatkan ketidakseimbangan struktur sosial yang penuh

dengan ketegangan dan konflik. Alquran telah menunjukkan wawasan

yang tajam sesuai dengan sifat dasar manusia dengan menentukan

sistem ekonomi yang jelas dimana distribusi diatur dengan tujuan-tujuan

moral yang dapat membawa ke arah pertumbuhan masyarakat harmonis,

Page 15: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xv

itulah adalah fungsi esensial dari rububiyah (yakni pertumbuhan menuju

kesempurnaan).1

Untuk menciptakan keadilan sosial ekonomi di dalam

bermasyarakat, instrumen zakat merupakan salah satu jawaban yang

dapat mewujudkan semua itu. Zakat dapat menjadi penunjang

pembangunan ekonomi masyarakat, karena di dalam instrumen zakat

tercipta semangat tolong menolong (ta’awun), dan mengandung unsur

pemenuhan kewajiban individu untuk memberikan tanggung jawabnya

kepada masyarakat. Individu diharapkan secara semestinya dan efisien

melaksanakan setiap kewajiban yang dipercayakan padanya demi

kemaslahatan umum.

Pengelolaan zakat didasarkan Firman Allah swt. dalam Q.S. at-

Taubah (9) ayat 103:

Terjemahnya:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

1Asghar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan, (terjemahan), (Yogyakarta: LKiS,

1993), h. 48.

Page 16: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xvi

Ayat di atas menyiratkan bahwa harta orang kaya harus

dipaksakan untuk megeluarkan zakatnya demi menjaga kebersihan dan

kesucian harta tersebut. Kewajiban membayar zakat adalah kewajiban

yang mendasar dalam ajaran Islam dan dianggap sebagai satu rukun dari

rukun Islam yang lima, sesuai dengan sabda nabi dalam sebuah hadis

yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar, yaitu:

بني الإسلام على : رسول الله صلى الله علیھ وسلم قال: عن ابن عمر قال

لاة وإیتاء دا رسول الله وإقام الص لھ الا الله و ان محم خمس شھادة أن لا ا

كاة والحج وصوم رمضان الز

Artinya:

‘Dari Ibnu Umar r.a. katannya : Rasulullah bersabda : Dasar (pokok-pokok) Islam itu lima perkara, Mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, dan mengaku bahwa Muhammad saw. itu Rasul Allah, Menegakkan shalat, Membayar zakat, Menunaikan ibadah haji, dan Puasa pada bulan Ramadhan’.

Menurut Masdar F. Mas'udi, konsep dasar zakat sebagai

mekanisme redistribusi kekayaan (materi) adalah pengalihan sebagian

aset materi yang dimiliki kalangan kaya (yang memiliki lebih dari yang

diperlukan) untuk kemudian didistribusikan pada fakir miskin dan

sejenisnya dan kepentingan bersama.2

2Masdar F. Mas'udi, Zakat: Konsep Harta yang Bersih, dalam Budhy Munawar

Rachman (ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramdina, 1994), h. 425.

Page 17: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xvii

Dalam tinjauan ekonomi, tidak ditemukan suatu indikasi apalagi

bukti bahwa zakat menjadikan masyarakat (orang muslim) menjadi

melarat. Zakat merupakan bagian dari harta yang wajib diberikan oleh

setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu,

dengan syarat-syarat tertentu pula. Zakat menjadi suatu kewajiban bagi

orang yang mampu secara ekonomi dan menjadi kewajiban pula untuk

memungut zakat dari orang kaya tersebut.

Di Indonesia, tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan

umum yang berdasar pada keadilan sosial adalah tanggung jawab

pemerintah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD

NRI) Tahun 1945 mengatur tanggung jawab tersebut, yaitu melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Adanya cita-cita yang termaktub dalam Pembukaan UUD NRI

Tahun 1945 yang mendasari penyelenggara negara oleh pemerintah

dalam melaksanakan pembangunan, baik pembangunan materil maupun

pembangunan spiritual. Salah satu pembangunan yang dapat

mewujudkan masyarakat adil dan makmur adalah pembangunan

ekonomi.

Dalam Pasal 33 Ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, menyatakan

bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

Page 18: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xviii

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Selanjutnya dalam Pasal 34 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, menyatakan

bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh

rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Adanya mandat konstitusional tersebut, tentu saja pembangunan

ekonomi yang digalakkan oleh pemerintah bermuara pada pemajuan

kesejahteraan umum yang berdasar pada keadilan sosial. Frase

kesejahteraan umum dan keadilan sosial yang termaktub dalam

Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 merupakan elemen konstitutif yang

mewajibkan negara dalam segala kebijakan-kebijakan pembangunan

yang dilakukannya atas dasar pemenuhan kesejahteraan umum. Menurut

Hayyan Ul Haq, apabila program-program pembangunan pemerintah

mengabaikan upaya pemajuan kesejahteraan umum yang berdasar pada

keadilan sosial sebagai unsur utama sistem menjadi tidak valid.3

Disyari’atkannya zakat bagi umat Islam antara lain bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan kaum fakir miskin. Sementara itu,

tanggung jawab pemeliharaan fakir miskin di negara Indonesia

3Hayyan ul Haq, “Constructing a Coordinated Structure in the Contract for the

Transfer of Technology” International Journal Technology Transfer and Commercialisation, Vol. 6, No. 1, 2007, h. 31

Page 19: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xix

merupakan bagian dari tanggung jawab negara sebagaimana diatur

dalam konstitusi Negara Republik Indonesia Pasal 34 Ayat (1) UUD NRI

Tahun 1945 bahwa: ”Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh

negara.” Atas dasar tersebut, peran negara dalam upaya mendukung

pengelolaan zakat yang optimal bagi peningkatan fakir miskin sangat

tepat sesuai dengan konstitusi. Sebaliknya, apabila negara membiarkan

penanganan zakat yang tidak optimal sebagai bentuk pengingkaran

terhadap konstitusi yang telah ada4

Pengaturan zakat dalam sebuah undang-undang merupakan

salah satu kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia yang sumbernya dari

ajaran Islam yang merupakan sumber dana potensial bagi upaya

mewujudkan kesejahteraan umum yang berdasar pada keadilan sosial.

Untuk menjadikan zakat sebagai sumber dana yang dapat dimanfaatkan

bagi kesejahteraan masyarakat terutama dalam hal mengatasi masalah

kemiskinan, perlu adanya penataan pelaksanaan zakat, baik dalam

sumber-sumbernya, cara penghimpunannya maupun dalam

pengelolaan dan pembagiannya.

Untuk memenuhi kewajiban konstitutif pemerintah dalam

pemajuan kesejahteraan umum yang berdasar pada keadilan sosial,

4Oneng Nurul Bariyah, N. “Kontekstualisasi Total Quality Management dalam

Lembaga Pengelola Zakat untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Prinsip dan Praktik)”. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010, h. 20.

Page 20: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xx

maka pemerintah telah mengkonstruksi hukum yang berkaitan dengan

zakat ke dalam aturan formal yaitu Undang-Undang No. 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat kemudian diganti dengan Undang-Undang

No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Filosofi keberadaan zakat sebagaimana diatur dalam

konsideran Undang-Undang Pengelolaan Zakat, pada bagian

menimbang bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan

untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Menjadikan zakat sebagai suatu sistem pemberdayaan ekonomi

umat berarti zakat harus didistribusikan secara produktif. Tentu saja

memerlukan pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat yang baik

pula. Upaya untuk memantapkan pengelolaan zakat sebagai suatu

sistem pemberdayaan ekonomi umat tentu saja menghajatkan

pengkajian yang mendalam mengenai dimensi-dimensi sistem

pendistribusian zakat pada lembaga-lembaga pengelola zakat. Sistem

pendistribusian yang tepat guna dan efektif serta profesional akan

membantu masyarakat terlepas dari kemiskinan.

Apabila ditelaah dari sisi ekonomi secara umum, zakat dapat pula

meningkatkan etika bisnis, artinya kewajiban zakat dikenakan pada harta

yang didapat secara halal. Zakat menjadi pembersih harta yang diperoleh

secara batil. Hal ini dapat mendorong para pelaku dunia usaha

memperhatikan etika bisnis secara bersih dan halal pula.

Page 21: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxi

Dari sisi keseimbangan dan pemerataan pendapatan,

pengelolaan zakat secara baik dan tepat sasaran akan mengakibatkan

pemerataan pendapatan. Hal ini sebagai solusi untuk memecahkan

permasalahan utama bangsa Indonesia dari kemiskinan. Salah satunya

dengan pengembangan sektor riil, karena mekanisme pendistribusian

zakat dapat dilakukan dengan memberikan bantuan modal usaha bagi

para mustahik. Selain itu, zakat juga sebagai sumber dana pembangunan

bagi kaum dhuafa yang sangat sulit untuk memperoleh fasilitas

kesehatan, pendidikan, dan sosial ekonomi.

Dalam perspektif kolektif dan ekonomi, zakat akan

melipatgandakan harta umat. Proses tersebut sangat mungkin terjadi

karena zakat dapat meningkatkan permintaan dan penawaran di pasar

yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Peningkatan permintaan

akan terjadi karena perekonomian mengakomodasi golongan manusia

yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya,

sehingga volume dan pelaku pasar pada sisi permintaan akan meningkat,

yang didukung oleh distribusi zakat kepada golongan masyarakat kurang

mampu sehingga masyarakat miskin memiliki daya beli dari akses

perekonomian.

Apabila ditelaah dari sisi peningkatan penawaran juga akan

terjadi, karena zakat memberikan nilai disinsentif bagi penumpukan harta

diam atau ihtikar dengan mengenakan potongan sehingga mendorong

Page 22: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxii

harta untuk diusahakan dan dialirkan untuk investasi di sektor riil. Pada

akhirnya, zakat akan berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan

ekonomi secara makro.

Keberadaan zakat sebagai salah satu pilar Islam merupakan

ibadah maliyah ijtima’iyah. Artinya di samping zakat itu bersifat material

(harta), tapi juga bersifat sosial (kemasyarakatan). Oleh karena itu,

penunaian zakat harus dikelola dengan sebaik-baiknya.

Mengacu pada data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang

dirilis pada Juni 2011, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp217 triliun

atau 3,4% dari pendapatan domestik bruto (PDB). Nilai tersebut terbagi

masing-masing potensi zakat rumah tangga sebesar Rp 82,7 triliun, zakat

industri swasta Rp114,89 triliun, zakat Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) Rp2,4 triliun, dan zakat tabungan Rp17 triliun.5

Berdasarkan data tersebut, berbagai sektor dapat dikelola untuk

kegiatan pemungutan zakat seperti sektor pertanian, insdustri dan jasa.

salah satu sektor potensial untuk pengembangan obyek zakat adalah

perusahaan.6 Pada sektor industri, perusahaan juga diizinkan memiliki

kekayaan dari Tuhan. Kepemilikan dan penggunaan kekayaan bukan saja

untuk partisipan langsung perusahaan (direct stakeholders), seperti

5“Zakat Instrumen Mensejahterakan Umat” http://www.bisnis-kti.com/index.php

/2011 /08/zakat-instrumen-mensejahterakan-umat/ diakses 2 September 2011. 6Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani,

2008), h. 93.

Page 23: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxiii

pemegang saham, kreditor, karyawan, dan pemerintah, tetapi juga pihak

yang tidak terkait langsung dengan bisnis perusahaan (indirect

stakeholders), seperti masyarakat penerima zakat, infaq, dan shadaqah.

Hal ini dilandasi bahwa manusia adalah Khalifatullah fil Ardh (wakil Tuhan)

untuk mengelola bumi atau menciptakan kesejahteraan bagi semua

manusia dan alam. (QS al-Anbiya [21] ayat 107).

Perusahaan tidak saja berorientasi pada profit (profit-oriented)

atau pemegang saham (stockholders-oriented), tetapi juga berorientasi

pada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders-oriented) atau

sosial (social-oriented). Orientasi pada stakeholders adalah menciptakan

dan mendistribusikan kesejahteraan kepada manusia, yaitu laba atau

aset bersih perusahaan juga dialokasikan sebagai zakat (bersifat sosial).

Iwan Triyuwono mengistilahkan orientasi zakat (zakat-oriented) sebagai

zakat metaphorised organizational reality, perusahaan memberikan

pertanggungjawaban horizontal (manusia dan alam) dan vertikal (kepada

Allah swt).7

Suatu hal yang menarik untuk dikaji, selain karena pertimbangan

urgensitasnya juga karena pertimbangan praktisnya, bahwa zakat

sebagai sebuah sistem ekonomi Islam dapat menjadi solusi dalam

mewujudkan keadilan sosial, karena dalam perspektif ekonomi Islam,

7Wahyuddin Abdullah, “Sudahkah Menunaikan Zakat Perusahaan?’, Fajar, Senin,

22 Agustus 2011, h. 4.

Page 24: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxiv

zakat dipandang penting dan sebagai instrumen utama kebijakan fiskal

suatu negara. Jika zakat itu dikelola dengan baik, zakat akan menjadi

salah satu solusi bagi perekonomian suatu negara guna terciptanya

kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.

Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal apabila

dilaksanakan oleh lembaga pengelola dengan menerapkan prinsip-

prinsip tata kelola zakat yang baik dalam rangka pengalokasian,

pendayagunaan, dan pendistribusian dana zakat. Lembaga pengelola

zakat tidak memberikan zakat begitu saja, melainkan mendampingi,

memberikan pengarahan serta pelatihan agar dana zakat tersebut benar-

benar dijadikan modal kerja sehingga penerima zakat tersebut

memperoleh pendapatan yang layak dan mandiri.

Akan tetapi, dalam praktiknya sekarang, zakat seolah menjadi

problema masyarakat muslim sepanjang waktu yang tidak terpecahkan

hingga saat ini, antara cita dan fakta terdapat jarak yang terlalu jauh.

Antara sisi normatif dan sisi praktiknya terdapat kesenjangan yang tak

mampu ditutupi oleh siapapun. Potensi zakat yang demikian besar hanya

sebatas potensi yang belum dapat digali secara serius karena berbagai

faktor.

Dalam konteks Indonesia, berbagai upaya telah dilakukan

namun belum menunjakkan hasil maksimal. Tak kurang campur tangan

pemerintah dalam masalah ini, dimulai dengan keluarnya Peraturan

Page 25: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxv

Menteri Agama RI Nomor 4 dan 5 tahun 1968 masing-masing tentang

Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) dan Baitul Mal (Balai Harta

Kekayaan) di tingkat Pusat, dan Propinsi, Kabupaten/Kota Madya.

Kemudian pada Tahun 1991 terbentuklah Keputusan Bersama Menteri

Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 1991 dan Menteri Agama Nomor 47

Tahun 1991 tanggal 11 Maret 1991 tentang Pembinaan BAZIS,

Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan

Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan

Zakat. Pada tahun 1999 lahir Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat yang ditindak lanjuti dengan Keputusan

Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UUPZ

yang kemudian diganti dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 373

tahun 2003 tentang Pelaksanaan UUPZ, selanjutnya 27 Oktober 2011

DPR mensahkan RUU Pengelolaan Zakat menjadi UUPZ

Meskipun telah ada undang-undang yang mengatur

pengelolaan zakat, tetapi tampaknya Undang-Undang Nomor 38 Tahun

1999 tentang Pengelolaan Zakat dan perubahannya tersebut dapat

dikatakan sebagai produk gagal karena secara normatif tidak memenuhi

elemen-elemen konstitutif hukum seperti nilai keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum sehingga tidak dapat dibadankan dengan nilai-nilai

Page 26: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxvi

konstitusional bangsa Indonesia, yaitu frase memajukan kesejahteraan

umum yang berdasar pada keadilan sosial.8

Menurut M. Arfin Hamid, masalah zakat di tanah air bahkan di

seluruh wilayah masih menunjukkan tanda-tanda pengelolaan yang

manual dan tradisional, tidak terkecuali di Sulawesi Selatan. Oleh karena

itu, untuk menggenjot kinerja pengelolaan zakat yang efektif, perlu

dilakukan terobosan baru karena dengan pola lama yang normatif dan

formalitas, tentunya tidak akan mampu mengubah dan mengentaskan

kemiskinan.9 Selain itu pula pemahaman yang tidak proporsional

masyarakat dikarenakan mengutamakan sisi keutamaan (afdhal) pahala

yang berlipat ganda apabila dikeluarkan pada bulan ramadhan sehingga

pada hari-hari di luar ramadhan cenderung terabaikan10

Ada beberapa alasan mengapa zakat belum optimal

pengelolaannya sehingga belum mampu menopang pembangunan untuk

mencapai kesejahteraan umum. Pertama, kurangnya pengertian umat

Islam tentang lembaga zakat itu sendiri terutama bila dibandingkan

8Zainuddin, “Constructing Appropriate Regulation to Optimize Zakat for Public

Welfare”, Makalah, disampaikan dalam International Indonesian Law Society Conference, dengan tema Rights to Justice: Exploring Legal Innovation towards Ideal State of Social Order, 8 December 2010, di Utrecht Belanda.

9M. Arfin Hamid, “Menakar Paradigma Kesadaran Berzakat” Fajar, Sabtu, 28

Agustus 2010, h. 4. 10

M. Arfin Hamid, “Konsep Reformasi Berzakat” Fajar, Rabu, 25 Agustus 2011, h. 4.

Page 27: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxvii

dengan pengertian umat mengenai shalat dan puasa. Kedua, masih

melekatnya pengertian atau pemahaman umat Islam terhadap konsepsi

fikih zakat yang tercantum dalam kitab-kitab fikih klasik, yang

rumusannya banyak yang tidak lagi sesuai dengan kondisi kekinian.

Ketiga, adanya kekhawatiran dari organisasi-organisasi atau lembaga-

lembaga sosial Islam yang selama ini memungut zakat terhadap BAZIS

sebagai lembaga atau amil baru. Keempat, masih adanya pandangan

dari kelompok-kelompok yang menghubungkan ibadah zakat dengan

Piagam Jakarta. Kelima, adanya sikap masyarakat yang kurang percaya

terhadap penyelenggaraan zakat, terutama ditujukan kepada orang atau

kelompok yang mengurus zakat. Keenam, masih terdapatnya para wajib

zakat, terutama di pedesaan yang menyerahkan tidak pada delapan

kelompok yang berhak menerima, tetapi kepada para pemimpin agama

setempat yang tidak bertindak sebagai amil tetapi sebagi mustahik sendiri

dalam kategori sabilillah.11

Permasalahan lain yang muncul mengenai rendahnya

penerimaan dana zakat melalui amil zakat, setidak-tidaknya disebabkan

oleh empat faktor utama, yaitu: (1) rendahnya penghimpunan dana zakat

11

K.N. Sofyan Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), h. 15-17.

Page 28: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxviii

melalui lembaga amil karena rendahnya kepercayaan terhadap lembaga

amil dan prilaku wajib zakat (muzakki) yang masih amat karikatif, yaitu

berorientasi jangka pendek, desentralistis dan interpersonal; (2) masih

rendahnya efesiensi dan efektifitas tasharruf (pendayagunaan) dana

zakat terkait masih besarnya jumlah Objek Penerima Zakat (OPZ)

dengan skala usaha kecil; (3) lemahnya kerangka regulasi dan

institusionalisasi zakat karena ketiadaan lembaga regulator-pengawas

dan tidak jelasnya relasi zakat-pajak; (4) lemahnya kapasitas

kelembagaan dan SDM pengelola zakat.12

Di samping itu pula persoalan lain dihadapi adalah belum

maksimal pengumpulan dana zakat dari perusahaan yang dimiliki oleh

pengusaha muslim padahal potensi dana zakat tersebut cukup besar

untuk dikelola, selain itu pula yang tidak kalah pentingnya adalah

pendistribusian zakat yang lebih bersifat konsumtif dalam rangka

memenuhi kebutuhan sehari-hari mustahik. Namun pemberian zakat

tersebut kurang membantu mustahik untuk jangka panjang. Uang atau

kebutuhan sehari-hari yang diberikan akan segera habis dan mustahik

akan kembali hidup dalam keadaan fakir dan miskin. Memberikan zakat

12

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Indonesia Economic Outlook 2010, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2009), h. 156.

Page 29: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxix

dalam bentuk konsumtif tidak mendidik mustahik untuk mengubah

kondisinya.13

Sesuai deskripsi di atas, penelitian ini dipetakan tiga

permasalahan dalam lapisan permasalahan, yaitu: sympton atau gejala

yang muncul sebagai efek di atas permukaan; core problems atau

problema inti yang terkait dengan substansi hukum dan struktur hukum;

root cause, yaitu akar penyebab yang dapat ditemukan pada filosofis dan

konseptual domain.14 Dalam konteks penelitian ini, gejala (sympton) yang

tampak di permukaan adalah tingginya angka kemiskinan, akses

pendidikan dan kesehatan yang rendah, kurangnya ketersediaan

lapangan kerja bagi masyarakat; sedangkan masalah inti (core problems)

yang muncul adalah terkait pengelolaan, pengawasan zakat, peran

negara serta regulasi zakat. Pada tataran akar penyebab (root cause)

adalah paradigma atau nilai-nilai yang dianut masyarakat (muzakki dan

mustahik), pemerintah terkait dengan zakat dan pengelolaannya.

Oleh karena itu, isu dalam penelitian ini adalah diduga pengelolaan zakat

13

Zainuddin, “Zakat: Konsumtif: Melestarikan Kemiskinan,” Harian Fajar, Kamis, 25 Agustus 2011, h. 4.

14Hayyan ul Haq ”Managing Uncertainty And Complexity In The Utilization Of

Biodiversity Through The Tailor-Made Inventor Doctrine And Contract Law”, Paper, Presented at International Workshop Managing Uncertainty and Complexity in Biodiversity and Climate Change, University Chatolic Louvain La-Neuve, Belgium 15-16 June 2006, p. 5.

Page 30: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxx

yang selama ini dilakukan belum memberikan jaminan bagi terwujudnya

pemajuan kesejahteraan rakyat yang berdasar pada keadilan sosial.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat pengelolaan zakat yang dapat mewujudkan

jaminan keadilan sosial di Indonesia?

2. Seberapa jauh landasan keberlakuan hukum Islam terimplementasikan

dalam peraturan perundang-undangan pengelolaan zakat sehingga

terwujud pengelolaan zakat yang dapat memberikan jaminan keadilan

sosial di Indonesia?

3. Seberapa jauh pelaksanaan pengelolaan zakat yang dapat

mewujudkan jaminan keadilan sosial di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan memahami hakikat pengelolaan zakat yang

dapat mewujudkan jaminan keadilan sosial di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan memahami landasan keberlakuan hukum Islam

terimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan

pengelolaan zakat sehingga terwujud pengelolaan zakat yang dapat

memberikan jaminan keadilan sosial di Indonesia.

Page 31: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxxi

3. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pengelolaan zakat

yang dapat mewujudkan jaminan keadilan sosial di Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian

1. Dapat menjadi bahan kajian bagi kalangan teoritisi dalam

pengembangan ilmu hukum khususnya hukum Islam, hukum

administrasi negara, dan hukum ekonomi Islam serta menjadi

masukan konseptual dalam pengelolaan zakat.

2. Dapat menjadi konstribusi kepada Pemerintah, Badan Amil Zakat

(BAZ), dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dalam menata pengelolaan

zakat.

3. Dapat menjadi masukan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) dalam penyusunan undang-undang yang berhubungan

dengan pengelolaan zakat.

E. Orisinilitas Penelitian

Penelitian mengenai pengelolaan zakat telah banyak dilakukan di

Indonesia, antara lain: H.M. Arfin Hamid, Tesis di Universitas Indonesia

(1999) dengan judul, Hukum Zakat: Pengembangan dan

Page 32: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxxii

Pendayagunaannya Sebuah Kajian Kearah Formalisasi Hukum Zakat di

Indonesia. Tesis ini menfokuskan pada persepsi dan pemahaman umat

Islam mengenai hukum zakat dan pelaksanaannya. Dibahas pula tentang

peranan zakat dan proyeksi zakat termasuk upaya formalisasi hukum

zakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Muhammad Ali Jennah, Disertasi di Universitas Hasanuddin

Makassar (2007), dengan Judul Hakikat Zakat dan Kewenangan dalam

Penegakan Hukum Pengelolaannya di Sulawesi Selatan. Penelitian ini

menfokuskan pada perbandingan pengelolaan zakat pada masa

Rasulullah, Khulafaurrasyidin dengan pengelolaan zakat di Indonesia baik

pada masa kerajaan-kerajaan Islam, pasca kemerdekaan maupun setelah

berlakunya Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Zakat. Selain itu pula penelitian ini mengkaji penegakan hukum dalam

pengelolaan zakat yang di muat dalam Perda.

Ali Parman, Disertasi di Universitas Negeri Alauddin Makassar

(2007), dengan judul Ketaatan Berzakat (Telaah Hukum Islam dan

Implikasinya Terhadap Manajemen Zakat di Kota Makassar). Dalam

penelitian ini memfokuskan kajian zakat dalam konteks hukum Islam

dengan menekankan pada perilaku (ketaatan) masyarakat Kota Makassar

dalam membayar zakat yang merupakan ajaran Islam.

A. Tamaruddin, Disertasi pada Universitas Negeri Alauddin

Makassar (2007), dengan judul Penunaian Zakat Mal di Sulawesi Barat

Page 33: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxxiii

(Tinjauan Yuridis Sosiologis Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat). Penelitian ini dilihat dari beberapa pendekatan

seperti pendekatan teologis, historis, sosiologis, yuridis, politis,

antroplogis dan filosofis pada pembayaran zakat mal oleh muzakki.

Dalam penelitian itu ditemukan fakta bahwa Badan Amil Zakat (BAZ) di

Propinsi Sulawesi Barat belum memberikan motivasi terhadap mustahik

dalam membayar zakat.

Mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu seperti yang

sudah dikemukakan tampaknya belum ada peneliti yang berusaha

menfokuskan pengelolaan zakat dan implikasinya terhadap jaminan

keadilan sosial, oleh karena itu penelitian ini melihat dari tiga aspek

kajian, yaitu kajian filosofis, kajian konseptual atau normatif dan kajian

sosiologis. Ketiga kajian tersebut dilakukan agar pengelolaan zakat dapat

dipahami secara integral sehingga pengelolaan dapat mewujudkan

keadilan sosial. Oleh karena itu, peneliti menjamin keaslian penelitian ini

dan dapat dipertanggungjawabkan.

Page 34: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxxiv

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

F. Hakikat Islam

Islam merupakan agama yang kaffah,15 mengatur segala perilaku

kehidupan manusia. Bukan hanya menyangkut urusan peribadatan saja,

tetapi juga urusan sosial dan ekonomi diatur dalam Islam. Oleh karenanya

setiap orang muslim, Islam merupakan sistem hidup (way of life) yang

harus diimplementasikan secara menyeluruh dalam seluruh aspek

kehidupannya tanpa kecuali.

Islam adalah agama wahyu (samawi) yang terakhir diturunkan

oleh Allah swt. kepada umat manusia, melalui rasul dan nabi-Nya yang

15

Kaffah dapat diartikan semua atau seluruh. Oleh sebab itu, al jama’ah dikatakan al kaffah.Lihat Muhammad Ibnu Mukaram Ibnu Mansur, Lisan al-Arab (Beirut: Dar Lisan al-Arab Juz IX, t.th.), h. 305. Dikalangan mufassirin terdapat pengertian mengenai masuklah Islam secara kaffah, seperti yang dirangkum Muchotob Hamzah dkk, sebagai berikut:

Pertama, Menurut al-Maraghi, hai orang-orang yang beriman dengan lisan dan hatinya, tetaplah pada Islam sepanjang hari-harimu. Janganlah kamu keluar dari Islam sedikitpun, tetapi ambillah Islam secara totalitas. Ada juga pendapat ulama yang mengatakan, masuklah sekalian ke dalam Islam keseluruhannya dengan mengerjakan seluruh ajaran dan syariah Islam sebab Islam itu totalitas, tidak terbagi-bagi dan terpotong-potong. Ibnu Katsir berkata: Allah memerintahkan para hamba yang beriman kepada-Nya dan membenarkan rasul-Nya agar mereka mengambil semua ajaran dan syariah Islam dan mengerjakan semua perintahnya serta meninggalkan semua larangannya, sekuasa mereka dalam hal itu. Ar-Razi berkata: masuklah kedalam syariah Islam hingga syariah Islam itu habis (dilaksanakan semua), maka kamu tidak meninggalkan sesuatu dari syariah tersebut.

Kedua, masuklah kamu semua (ke dalam Islam) hingga tidak ada seorangpun dinatara kamu yang tidak masuk Islam. Al-Qafal berkata: masuklah kamu semua ke dalam Islam, janganlah kamu menjadi terpecah belah dan saling berselisih

Ketiga, hai orang-orang yang beriman (masuklah Islam) dari kalangan ahli kitab, tunduk dan taatlah kamu kepada Allah secara lahir dan batin. Masuklah ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu mencampur aduknya dengan yang lain (ajaran non Islam). Lihat Muchotob Hamzah dkk, Tafsir Maudhu’i Al-Muntaha, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), h. 216.

Page 35: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxxv

terakhir, Muhammad saw. Ajaran-ajaran Islam berdasarkan atas wahyu

yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw., lalu nabi menyampaikan

ajaran-ajaran itu kepada umat-Nya hingga pada masa sekarang.

Kata Islam secara harfiah berasal dari bahasa Arab, aslama-

yuslimu-islaman yang mempunyai arti semantik sebagai berikut:

1. Tunduk dan patuh (khadha’a – khudhu wa istaslama – istislam);

2. Berserah diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama – taslim);

3. Mengikuti (atba’a – itba’)

4. Menunaikan, menyampaikan (adda – ta’diyah)

5. Masuk dalam kedamaian, keselamatan, atau kemurniaan (dakhala fi

as-salm au as-silm au as-salam)16

Menurut Nurcholish Madjid, Islam selain dapat diartikan sebagai

sebuah agama, yaitu agama Islam, dapat juga dimaknai dari asal atau

generiknya, yaitu sikap pasrah kepada Tuhan, suatu semangat ajaran

yang menjadikan karakteristik pokok semua agama yang benar.17

Islam sebagai agama samawi, memiliki sistem perpaduan antara

dimensi esoterik (aqidah) disatu sisi, dan dimensi eksoterik (syariah) di

sisi lain. Dimensi esoterik dalam ajaran Islam memuat aturan paling dasar

yang menyangkut sistem keimanan dan kepercayaan terhadap entitas

16

Ibid., h. 82. 17

Budhy Munawar Rachman (ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1994), h. 467.

Page 36: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxxvi

Allah swt. sebagai pencipta alam semesta. Oleh karena itu, dalam Islam

pemaknaan atas iman secara benar dan tulus dimaksudkan untuk

menstimulasi rasa spritualisme keagamaan paling asasi dalam wujud

penghambaan dan pengabdian secara total kepada Allah swt.18

Pada tataran praksisnya, Islam mempunyai titik keseimbangan

antara esoterisme (aqidah) dan eksoterisme (syariah). Apabila yang

pertama beraksentuasi pada hal-hal yang bersifat kepercayaan (abstrak)

maka segmen kedua mempunyai konsentrasi pada pengaturan

pergumulan umat manusia sehari-hari.19

Secara garis besar, agama Islam terdiri atas aqidah, syariah dan

ahklak.20 Dua komponen, yaitu aqidah dan akhlak bersifat konstan.

Keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbedanya waktu

dan tempat. Adapun syariah (fiqih) senantiasa berubah sesuai dengan

kebutuhan dan taraf peradaban umat yang berbeda-beda sesuai dengan

masa rasul masing-masing.21 Hal itu dijelaskan Allah swt. dalam Q.S. al-

Maaidah (5) Ayat 48.

18

Abu Yasid, Islam Akomodatif: Rekonstruksi Pemahaman Islam sebagai Agama Universal, (Yogyakarta: LKiS, 2004), h. 7.

19

Ibid., h. 7. 20

Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 44.

21

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 4

Page 37: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxxvii

Terjemahnya:

…untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang...

Aqidah (iman), syariah, dan akhlak (ihsan) terkait satu sama lain,

tidak dapat dipisah-pisahkan, ketiganya merupakan jalinan sistem

keberislaman. Ketiga-tiganya diperlukan untuk membentuk kepribadian

yang utuh pada diri seorang muslim.

Islam diibaratkan sebuah bangunan, aqidah adalah pondasi

bangunan keagamaan seseorang agar dapat berperilaku mulia. Kuat

lemahnya seseorang dapat diukur dan diketahui dari prilaku akhlaknya,

karena iman yang kuat mewujudkan akhlak yang baik dan mulia.

Sedangkan iman yang lemah mewujudkan akhlak yang buruk. Di sisi lain,

bangunan keagamaan tidak dapat tegak tanpa tiang penyangga yaitu

syariah. Artinya, iman itu menuntut pengalaman sehingga akan

membuahkan akhlak yang baik pula.22 Selanjutnya aqidah, syariah, dan

akhlak akan diuraikan sebagai berikut:

1. Aqidah

Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. اعتقدت

artinya “saya beritiqad begini” maksud dari ungkapan ini adalah كاذا

22

Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia,(Jakarta: Salemba Empat, 2009), h. 17.

Page 38: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxxviii

saya mengikat hati terhadap hal tersebut. Aqidah adalah apa yang

diyakini oleh seseorang. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu

kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.23

Aqidah adalah persoalan pertama yang diserukan Rasulullah

Muhammad saw. ketika beliau diutus kepermukaan bumi. Aqidah

memiliki enam pokok-pokok keyakinan yaitu: iman kepada Allah swt.

iman kepada malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada

para rasul-Nya, iman kepada hari akhir dan iman kepada qadar baik

dan buruk. Pokok-pokok keyakinan itu disebut rukun iman.24

Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi

dan prinsipil bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri,

bahkan melebihnya. Hal itu terbukti adanya orang yang rela mati

untuk mempertahankan keyakinannya.

Aqidah lebih mahal dari segala sesuatu yang dimiliki

manusia. Demikianlah yang dialami dan disaksikan dari segenap

lapisan masyarakat, baik yang masih primitif maupun yang sudah

modern. Sesuatu yang terlanjur menjadi keyakinan sangat sulit

untuk ditinggalkan begitu saja oleh penganutnya walaupun

keyakinan tersebut dalam bentuk takhayul atau khurafat sekalipun.

23

Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Kitab Tauhid, (terjemahan), (Jakarta: Akafa Press, 1998), h. 2

24

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 201.

Page 39: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xxxix

Peperangan yang terjadi antara pasukan Islam di bawah

kepemimpinan Nabi Muhammad saw., dan para sahabatnya

melawan pasukan kafir terjadi karena mempertahankan aqidah,

bukan karena berebut negeri dan materi. Kaum musyrik tidak

keberatan berbagi materi dengan Nabi, apakah itu harta, tahta atau

wanita sekalipun.

Aqidah yang sudah mendarah daging bagi penganutnya

tidak bisa dibeli atau ditukarkan dengan benda apapun. Sejarah

membuktikan bahwa tatkala kaum musyrik Quraisy menawarkan

kepada Nabi untuk menghentikan perjuangan dakwahnya dengan

memberikan imbalan materi apa saja asalkan Nabi Muhammad saw.

mau meninggalkan kepercayaannya, dengan tegas Nabi menjawab,

“Janganlah materi yang besar itu, bukan matahari dan bulan pun

mereka berikan kepadaku, tetap aku menolaknya sampai aku

berhasil ataupun aku mati karenanya”.25

Demikianlah segala kegiatan manusia lainnya yang bertalian

dengan hidup dan kehidupan semuanya tidak lepas dari unsur yakin

dan percaya. Ketergantungan manusia kepada kepercayaan dan

keyakinan dapat melebihi ketergantungannya terhadap makanan

dan minuman, karena keyakinan adalah kebutuhan sepanjang

waktu.

25

H.Z.A. Syihab, Aqidah Ahlu Sunnah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), h. 2.

Page 40: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xl

Kepercayaan dan keyakinan yang tumbuh dalam lubuk hati

yang paling dalam itu disebut aqidah dan tiap-tiap agama

mempunyai aqidah masing-masing. Dalam pembahasan ini penulis

hanya membahas atau menguraikan aqidah Islam, pokok ajaran

tentang aqidah Islam yaitu rukun iman.

Berbicara tentang aqidah atau iman dalam Islam, maka telah

tergambar atau tercakup di dalamnya enam perkara, yakni:

1. Iman kepada Allah swt.

2. Iman kepada kitab-kitab Allah swt.

3. Iman kepada Rasul-rasul Allah swt.

4. Iman kepada Malaikat-malaikat Allah swt.

5. Iman kepada hari akhir

6. Iman kepada qadha dan qadar. 26

Berikut penulis akan menguraikan secara umum tentang

masing-masing rukun iman sebagai landasan pokok kepercayaan

orang Islam.

1) Iman kepada Allah swt.

Allah swt. nama yang Maha Mulia, dari zat yang Maha

Suci, yang dipercayai dan tiap manusia diwajibkan beramal dan

berusaha karena-Nya. Dari Allah swt. manusia hidup dan kepada-

26

Sayid Sabiq, Aqidah Islam (Ilmu Tauhid), (terjemahan), (Bandung: PT. Diponegoro, 1985), h 16-17.

Page 41: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xli

Nya manusia akan kembali. Tak terhitung banyak puji yang harus

diberikan kepada-Nya dan belum juga setarap usaha manusia

memuja Dia dengan kebesan yang ada pada-Nya.

Iman kepada Allah swt. yaitu manusia wajib percaya

bahwa Allah swt. itu Esa dan bersifat kesempurnaan-Nya, dan

Maha Suci Allah dari segala sifat kekurangan. Adapun sifat-sifat

bagi Allah swt. yang wajib, yaitu: Allah bersifat wujud (ada), Allah

swt. bersifat Qidam (sediakala), Allah swt. bersifat baqa (kekal),

Allah swt. bersifat Wahdaniyat (Esa), Allah swt. bersifat Qudrat

(kuasa), Allah swt. bersifat Iradat (berkehendak), Allah swt. bersifat

Hayat (hidup), Allah swt. bersifat Sama; (mendengar), Allah swt.

bersifat Bashar (melihat) dan bersifat Kalam (berbicara).

Iman kepada Allah swt. merupakan rukun iman yang

pertama. Iman ini merupakan yang paling pokok dan mendasar

seluruh ajaran Islam, dan beriman kepada Allah swt. harus

diyakinkan dengan ilmu yang pasti dan manusia harus menyakini

bahwa Allah swt. adalah zat yang suci dan suci dari segala sifat

yang serupa dengan alam. Allah swt. tidak dapat diserupakan

dalam bentuk apapun juga. Konsep Ketuhanan menurut Alqur’an

berdasarkan atas Firman Allah swt. dalam Q.S. al-Ikhlas (112)

Ayat 1-4 sebagai berikut:

Page 42: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xlii

Terjemahnya:

Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa, Allah tempat

sekalian makhluk bergantung. Tidak ia beranak dan

tidak ia diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang

setara dengan Dia.

Pada Firman Allah swt. yang lain dalam Q.S al-An’am

(6) Ayat 102 – 103 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Page 43: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xliii

“…Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Pencipta segala sesuatu, maka sembalah Dia, dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.

Mengingat kedudukan keimanan yang pertama ini

sangatlah mendasar dalam kehidupan beragama, maka umat

manusia mempunyai pengetahuan tentang Keesaan Tuhan.

Manfaat dari pengetahuan manusia tentang tentang keesaan

Tuhan ialah manusia tidak boleh menyembah dan bertuhan

selain kepada Allah swt. Hanya Allah-lah yang memiliki

kekuasaan dan kehendak yang tertinggi atas seluruh alam dan

manusia. Allah swt. berkuasa memakmurkan atau

menghancurkan suatu negeri yang dikehendaki-Nya. Tak ada

suatu kekuatan yang mampu menghalangi kehendak-Nya,

karena Allah swt. Maha Kuasa dan Maha Perkasa. Oleh karena

itu, manusia diperintahkan bertakwa kepada-Nya, segala

pengabdian hanya kepada Allah swt. semata. Tegasnya tidak

boleh punya pilihan lain, baik secara perorangan maupun secara

bersama, manusia harus percaya dan patuh kepada kebenaran

hukum Allah swt. yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.

Itulah pandangan hidup dan dasar hukum Islam bagi kaum

muslimin.

Page 44: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xliv

Untuk mempertinggi dan mempertebal iman kepada

Allah swt. manusia diperintahkan mempelajari alam semesta.

Alam semesta laksana kitab penuh khazanah dan hikmah

terbuka dihadapan manusia, menjadi bukti-bukti yang terang

benderang tentang keesaan Allah swt. Manusia tidak

diperkenankan memikirkan hakikat atau substansi Tuhan, untuk

menghindari kesesatan. Masalah substansi Tuhan adalah diluar

kemampuan manusia.

Pengaruh iman kepada Allah swt. terhadap kehidupan

seseorang yang intinya dirumuskan dalam kalimat

syahadat/tauhid, yakni: “لاالھ الاالله”, mempunyai efek positif yang

besar sekali manfaatnya bagi seseorang dalam kehidupan

pribadi, keluarga dan masyarakat, antara lain:

a. Iman kepada Allah swt. mendorong seseorang untuk

bertakwa kepada-Nya dengan jalan melaksanakan segala

perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

b. Iman kepada Allah swt. akan menimbulkan kekuatan batin,

ketabahan, keberanian dan harga diri pada seseorang,

sebab diyakini bahwa Allah swt. sajalah Yang Maha Kuasa,

yang menentukan segala-galanya di alam semesta ini,

sedangkan selain Allah swt. adalah sama-sama makhluk-

Nya yang tidak perlu ditakuti, apalagi dikultuskan.

Page 45: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xlv

c. Iman kepada Allah swt. akan mendatangkan rasa tenteram,

aman, dan damai dalam hati seseorang, karena telah

menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah swt. untuk

melindungi keamanannya dan mencukupi segala

kebutuhannya.27

2) Iman Kepada Malaikat-Malaikat Allah swt.

Beriman kepada malaikat-malaikat Allah swt. yaitu

manusia wajib percaya bahwa Allah swt. telah menjadikan suatu

makhluk yang berjisim halus dan tidak dilihat oleh mata

manusia. Malaikat hidup tidak seperti manusia, tidak makan dan

minum, tidak tidur dan tidak berkeluarga, malaikat mempunyai

tugas–tugas tertentu dan malaikat selalu taat menjalankan

perintah Allah swt. dan tidak pernah melanggarnya.

Jumlah malaikat itu banyak sekali, dan hanya Allah swt.

sendiri yang mengetahui jumlahnya secara pasti. Manusia

hanya diwajibkan mengetahui sebagian malaikat, diantaranya

tugas-tugas malaikat, yaitu :

a. Malaikat Jibril, tugasnya menyampaikan wahyu kepada Nabi-

nabi dan Rasul-rasul.

27

Masjfuk Zuhdi, Studi Islam (Aqidah), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), h. 22-23.

Page 46: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xlvi

b. Malaikat Mikail, tugasnya membagikan rezki kepada semua

makhluk, dan mengatur alam seperti hujan, angin dan lain.

c. Malaikat Israil, tugasnya mencabut nyawa seluruh makhluk.

d. Malaikat Israfil, tugasnya membunyikan terompet pada hari

kiamat.

e. Malaikat Mungkar dan Nakir, tugasnya memeriksa/menanyai

orang-orang mati dalam kubur.

f. Malaikat Raqib dan Atib, tugasnya mencatat segala amal

perbuatan selama hidup di dunia.

g. Malaikat Malik, tugasnya menjaga Neraka.

h. Malaikat Ridwan, tugasnya menjaga surga.28

Pengetahuan manusia kepada Malaikat hanya semata-

mata berdasarkan Alqur’an dan keterangan-keterangan dari

Nabi. Para malaikat termasuk persoalan gaib, tidak bersifat

materi, namun sebagai tabiatnya bahwa malaikat dapat

menjelma ke dalam materi. Manusia wajib beriman kepada

Malaikat, oleh karena Alqur’an memerintahkannya,

sebagaimana wajibnya beriman kepada Allah swt. dan para

Rasul-Nya.

Iman kepada malaikat sangat besar nilainya dalam hidup

dan kehidupan manusia yang selalu penuh dengan berbagai

28

Abu Yasid, Islam Akomodatif… op.cit., h. 13

Page 47: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xlvii

persoalan. Seorang muslim haruslah selalu optimis, tidak boleh

ragu dan gentar dalam menghadapi masalah apa saja, baik

dikala seorang diri, sebatang kara maupun di waktu bersama-

sama, karena ada iman atau keyakinan bahwa Allah swt.

mempunyai petugas-tugas yaitu malaikat yang selalu

memberikan bantuan dan pertolongannya.

Apabila dikatakan malaikat mempunyai tugas-tugas

menjaga alam, maka hendaklah manusia paham bahwa di

dalam alam ini ada lagi alam yang lebih halus dari alam yang

dapat dijangkau dengan panca indra manusia, mempunyai

hubungan dengan keadaan dan aturan-aturannya. Tegasnya,

malaikat adalah makhluk gaib yang tidak dapat dikenal

hakikatnya. Hanya iman atau keyakinan seseorang yang

menetapkan bahwa malaikat itu ada, sebab Allah swt. dengan

perantaraan Alqur’an dan Nabi-Nya menerangkan adanya dan

sebagian sifat-sifat malaikat.

Mengenai sifat-sifat malaikat, Alqur’an menerangkan

bahwa malaikat adalah hamba Allah swt. yang mulia, tidak

pernah durhaka, tidak melakukan perbuatan maksiat dan tidak

pernah durhaka, serta menentang perintah Allah swt. Malaikat

tidak pernah butuh makan dan minum, selalu taat terhadap

Page 48: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xlviii

perintah Allah swt. yang diamanahkan atau tugas yang diberikan

kepadanya, dan tugas Malaikat, di antaranya: (1)

menyampaikan wahyu Allah swt. kepada manusia melalui para

Rasul-Nya, (2) mengukuhkan hati orang-orang yang beriman,

(3) memberikan pertolongan kepada manusia, (4) membantu

perkembangan rohani manusia, (5) mendorong manusia untuk

berbuat baik, (6) mencatat perbuatan manusia, dan (7)

melaksanakan hukuman Allah swt.29

Percaya adanya malaikat mempunyai pengaruh positif

yang besar terhadap kehidupan seseorang, antara lain:

a. Dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan-

perbuatan yang baik, karena diyakini bahwa keinginan untuk

menginginkan yang baik itu dari dorongan/sugesti malaikat.

b. Mencegah seseorang melakukan kejahatan, karena

menyadari bahwa keinginan-keinginan yang jahat atau

nafsu-nafsu yang rendah itu dari dorongan setan.

c. Bersikap hati-hati dalam segala tingkah-lakunya, karena

merasa ada malaikat yang selalu mengawasi dan mencatat

segala perbuatan.

29

Muhammad Daud Ali, Pendidikan…op.cit., h. 201.

Page 49: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xlix

d. Merasa aman dan tenteram hatinya serta optimis dalam

hidunya, karena diyakini adanya malaikat yang mau

melindungi dan membantu keberhasilan cita-citanya.30

Berdasarkan uraian-uraian di atas, jelaslah bahwa

malaikat adalah makhluk ciptaan Allah swt. yang berada pada

alam gaib. Manusia diwajibkan untuk meyakini keberadaannya

tanpa memikirkan subtansinya, berdasarkan perintah Allah swt.

dalam Alqur’an dan perintah Nabi Muhammad saw.

3) Iman Kepada Kitab-Kitab Allah swt.

Beriman kepada Kitab-kitab Allah swt. yaitu percaya

bahwa Allah swt. telah menurunkan beberapa kitab-Nya kepada

beberapa Rasul-Nya untuk menjadi pegangan dan pedoman

hidupnya guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di

akhirat.

Kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah swt. itu, di

dalam Alqur’an (dan hadits Nabi yang sahih) tidak disebutkan

secara konkrit semua nama kitab Allah swt. dan jumlahnya,

yang telah diturunkan kepada para Rasul-Nya, yang disebut

namanya secara konkrit dalam Alqur’an ada empat, ialah:

a. Taurat diturunkan kepada Nabi Musa as.

30

Masjfuk Zuhdi, op.cit., h. 42.

Page 50: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

l

b. Zabur diturunkan kepada Nabi Daud as.

c. Injil diturunkan kepada Nabi Isa as.

d. Alqur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.31

Semua kitab Allah swt. baik yang empat kitab tersebut

maupun yang lainnya, membawa prinsip yang sama, yaitu:

mengajak manusia ke jalan yang benar dan memberi petunjuk

kepadanya untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di

akhirat.

Berdasarkan Firman Allah swt. dalam Q.S. an-Nahl (16)

Ayat 36.

Terjemahnya:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Thaghut …”. Maka dapat dipastikan bahwa semua Nabi dan Rasul

membawa ajaran yang sama dalam lapangan aqidah, antara lain

ajaran tauhid (mengesakan Tuhan), sehingga kalau ada agama

Allah swt. yang mengajarkan aqidah yang tidak sama dengan

31

Ibid., h. 43.

Page 51: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

li

aqidah yang diajarkan Alqur’an dan hadis Nabi, pasti itu

penyelewengan dari penganut agama itu sendiri, bukan ajaran

yang asli dari Nabinya, misalnya ajaran trinitas dalam agama

selain agama Islam.

Kitab-kitab Allah swt. berisi petunjuk tentang hukum-

hukum dan peraturan-peraturan Allah swt. serta perintah-

perintah dan larangan-larangan-Nya, juga berisi janji-janji

tentang azab atau siksa dan pahala di akhirat. Risalah Tuhan itu

adalah wahyu-wahyu Allah swt. kepada para rasul yang diutus

kepada setiap bangsa dan umat manusia sepanjang sejarah.

Rasul-rasul yang menerima wahyu itu adalah manusia-manusia

pilihan Tuhan di antara kelompok-kelompok manusia yang

memiliki ciri-ciri khas dan karakteristik dalam segi-segi rohaniah

dan jasmaniah. Wahyu yang diterima para rasul yang diutus

itulah yang dinamai shuhuf atau kitab. Setiap rasul yang diutus

Tuhan kepada manusia, dipersenjatai dengan kitab dan Kitab

itulah yang menjadi pedoman pemimpin baginya, dan kitab

itulah yang menjadi undang-undang buat manusia yang

dipimpinnya.

Pengaruh iman kepada kitab-kitab Allah swt. bagi

kehidupan manusia atau seseorang, antara lain :

Page 52: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lii

a. Mendidik umat Islam untuk bersikap toleransi terhadap

pemeluk agama lain untuk menciptakan kerukunan hidup

antar umat manusia yang berlainan agama. Hal ini sesuai

dengan Firman Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah (2) Ayat

256 sebagai berikut:

Terjemahnya

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)”.

b. Memberikan keyakinan kepada umat Islam, bahwa Alqur’an

adalah kitab penerus dan pelengkap terhadap semua Kitab

Allah swt. yang pernah diturunkan sebelumnya dan

merupakan pula kitab Allah swt. yang terakhir dan paling

lengkap untuk dijadikan pedoman hidup manusia dalam

mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat,

sebagaimana Firman Allah swt. dalam Q.S. an-Nahl (16)

Ayat 89 sebagai berikut:

Page 53: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

liii

Terjemahnya:

“Dan Kami turunkan kepada kamu al-Kitab (Alqur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. Berdasarkan uraian di atas, maka jelaslah bahwa

pentingnya seorang muslim mempunyai keyakinan atau

keimanan pada kitab-kitab Allah swt. sehingga setiap muslim

dituntut untuk senantiasa memelihara dan menjadikan

pedoman dalam hidup di dunia.

4) Iman Kepada Para Nabi dan Rasul Allah swt.

Nabi dan Rasul Allah swt. merupakan orang pilihan

diantara manusia. Beberapa orang yang bertindak sebagai

utusan Allah swt. yang bertugas menyampaikan kepada kepada

umat manusia segala wahyu yang diterima dari Allah swt.

melalui malaikat Jibril, dan menunjukkan ke jalan yang lurus,

serta membimbingnya dalam mencapai kesejahteraan dan

kebahagian hidup dunia dan di akhirat.32

Seorang muslim tidak hanya wajib percaya kepada Nabi

Muhammad saw. saja, melainkan juga wajib percaya kepada

semua Nabi dan Rasul Allah swt. sebagaimana disebutkan

dalam Q.S. al-Baqarah (2) Ayat 136 sebagai berikut:

32

Masjkuf Zuhdi. op cit., h. 63

Page 54: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

liv

Terjemahnya :

“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya".

Iman kepada Nabi dan Rasul itu cukup secara global

atau umum saja. Artinya wajib percaya bahwa Allah swt. telah

mengutus beberapa Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad

saw. tetapi tidak wajib mengetahui seluruhnya atau siapa

namanya. Sebagaimana dalam Q.S. an-Nisa (4) Ayat 164

sebagai berikut:

Page 55: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lv

Terjemahnya:

Dan kami telah mengutus Rasul-rasul yang sungguh telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu”. Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahwa Allah

swt. hanya memperkenalkan sebagian dalam Alqur’an hanya 25

Nabi dan Rasul saja yang wajib diketahui. Nabi dan Rasul inilah

yang wajib diketahui satu persatu dan wajib pula dipercayai

kenabian dan kerasulannya. Diantara nabi dan rasul itu adalah:

(1) Adam, (2) Idris, (3) Nuh, (4) Hud, (5) Shaleh, (6) Ibrahim, (7)

Ismail, (8) Ishaq, (9) Luth, (10) Ya’qub, (11) Yusuf, (12) Syu’aib,

(13) Ayyub, (14) Musa, (15) Harun, (16) Dzulkifli, (17) Daud, (18)

Sulaiman, (19) Ilyas, (20) Ilyasa’, (21) Yunus, (22) Zakaria, (23)

Yahya, (24) Isa, (25) Muhammad saw.33

Semua Nabi dan Rasul sebelum Muhammad saw. diutus

Allah swt. untuk satu bangsa tertentu, untuk satu generasi atau

33

Abu Yasid, Islam Akomodatif… op.cit., h. 12.

Page 56: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lvi

beberapa generasi dari bangsa tertentu, dan untuk periode

tertentu. Wilayah misi dakwah dari seorang Nabi atau Rasul

serta masa berlaku syariahnya itu juga terbatas sampai

datangnya Nabi atau Rasul yang menggantikannya.

Para Nabi dan Rasul tersebut diutus oleh Allah swt.

untuk memperbaiki dan meluruskan aqidah, ibadah dan akhlak

dari bangsanya yang telah menyimpang dari ajaran Allah swt.

terutama ajaran tauhidnya. Sedangkan Nabi Muhammad saw.

diutus oleh Allah swt. sebagai utusan yang terakhir dan

syariahnya berlaku untuk seluruh umat manusia sampai akhir

zaman, sebagaimana ditegaskan oleh Allah swt. dalam Q.S.

Saba’ (34) Ayat 28 sebagai berikut:

Terjemahnya:

“Dan kami tidak mengutus kamu kecuali kepada umat dan manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Dari ayat di atas kata كا فـة, yang artinya seluruhnya

dimaksudkan untuk menegaskan dan mengukuhkan bahwa, misi

Page 57: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lvii

dakwah Nabi Muhammad saw. bukan hanya untuk satu bangsa

saja (bangsa Arab), melainkan untuk seluruh umat manusia.

Menurut ajaran Islam, bahwa para nabi itu memiliki derajat

yang tinggi di sisi Allah swt. dan fungsinya yang sangat luhur dan

amat berat, yakni: memimpin dan membimbing umatnya; maka

para nabi itu pasti mempunyai kepribadian yang dapat menjadi suri

teladan bagi umatnya, seperti yang disebut dalam Q.S. al-Ahzab

(33) Ayat 21 sebagai berikut:

Terjemhanya :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasullah itu suri teladan yang baik bagimu(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. Uraian dan ayat di atas memberikan peringatan kepada

umat manusia untuk beriman kepada semua Nabi dan Rasul

serta mengikuti apa yang dicontohkan atau diperintahkan, agar

manusia selamat di dunia dan di akhirat.

5) Iman kepada hari akhirat

Beriman kepada hari akhirat, artinya manusia wajib

percaya bahwa semua yang hidup pasti akan mati, kemudian

Page 58: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lviii

akan dibangkitkan kembali (dari kubur), sebagaimana firman

Allah swt. dalam Q.S. az-Zumar (39) Ayat 68 sebagai berikut:

Terjemahnya:

“Dan ditiuplah sangkakalah, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)”. Hari kiamat ialah hari bangkitkan semua manusia nyang

telah mati dari alam kubur, kemudian manusia dihisab dan

diperhitungkan segala amal perbuatannya semasa hidupnya di

dunia, perbuatan baik dibalas dengan kenikmatan dan

perbuatan jahat dibalas dengan siksaan. Disebut hari kiamat

karena, hari itu merupakan hari penghabisan dan merupakan

kelanjutan dari kehidupan dunia. Pada waktu itulah manusia

menerima balasan yang adil sesuai amalan masing-masing,

sebagaimana disebutkan dalam Q.S. az-Zalzalah (99) Ayat 6-8

sebagai berikut:

Page 59: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lix

Terjemahnya:

“Pada hari itu keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperhatikan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula”. Setiap orang akan merasakan kelezatan usaha dan

pengabdian kepada Allah swt. dan sebaliknya orang akan

merasakan penderitaan atau kepahitan akibat kedurhakaannya

kepada Allah swt.

Iman kepada hari akhirat adalah masalah yang paling

berat dari segala macam aqidah dan kepercayaan manusia.

Sebab iman kepada akhirat akan membawa manusia kepada

keyakinan adanya suatu hidup lagi di alam lain sesudah hidup di

dunia. Hidup yang kedua itulah yang menjadi tujuan akhir dari

pada perputaran roda kehidupan dan penciptaan manusia.

Beriman kepada hari akhirat mempunyai nilai-nilai yang

sangat tinggi dalam hidup dan kehidupan manusia di dunia.

Kehidupan dunia ini bersifat sementara artinya, bukan hidup

yang sekadar hanya hidup dan sesudah itu lalu mati dan tidak

Page 60: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lx

punya kelanjutan lagi. Semua amal perbuatan manusia tidak

akan sia-sia dan dihitung sekecil apapun.

Orang yang beriman kepada Allah swt. dan hari akhirat,

akan dapat mencegah orang berbuat maksiat, apabila

seseorang mengingat bahwa tidak dapat terlepas dari kewajiban

mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di hadapan Allah

swt. sehingga akan menjauhi perbuatan buruk dan cenderung

untuk memperbanyak kebajikan, karena kehidupan di akhirat

lebih baik dan lebih kekal.

6) Iman Kepada Qadha dan Qadar

Menurut bahasa, qadha itu berarti ketentuan atau ukuran

dari Allah swt. sejak zaman azali dan menyangkut segala

sesuatu yang menyangkut makhluknya, meliputi baik dan buruk,

sukses dan gagal, sehat dan sakit dan bentuk-bentuk nasib

lainnya. Sedangkan qadar ialah perwujudan dari ketentuan-

ketentuan Allah swt. yang telah ada sejak zaman azali,

sebagaimana Firman Allah swt. dalam Q.S. al-Hadid (57) Ayat

22 sebagai berikut:

Page 61: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxi

Terjemahnya:

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Beriman kepada qadha dan qadar, artinya mempercayai

dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah swt. sejak

zaman azali telah menentukan semua-Nya dan melaksanakan

sesuai dengan ketentuan tersebut. Matahari terbit di waktu pagi

dan terbenam di waktu sore itu semuanya ditentukan Allah swt.

Manusia lahir dan mati, sehat dan sakit, itu sudah ditentukan

Allah swt. sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-A’laa (87)

Ayat 2-3 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.

Beriman kepada qadha dan qadar dapat mendorong

seseorang untuk bersikap berani dalam menegakkan keadilan

dan kebenaran, dan dalam meninggikan kalimat Allah swt.

Page 62: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxii

Seseorang tidak takut dan gentar menghadapi risiko dan bahaya

yang mengancam. Misalnya jatuh miskin atau mati sekalipun,

karena diyakini bahwa mati, rezeki dan nasib semuanya di

tangan Allah swt. sebagaimana Firman Allah swt. dalam Q.S.

at-Taubah (9) Ayat 51 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang Telah ditetapkan Allah untuk kami. dialah pelindung kami, dan Hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal. Beriman kepada takdir dapat pula menimbulkan

ketenangan jiwa dan pikiran serta tidak akan berputus asa pada

waktu menghadapai bencana atau kegagalan dalam suatu

usaha, melainkan tetap sabar dan bertawakkal.

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa beriman

kepada qadha dan qadar dapat meningkatkan ketaqwaan

seseorang kepada Allah swt. sehingga dapat dikatakan bahwa

Page 63: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxiii

beriman kepada qadha dan qadar sangatlah penting bagi

seorang muslim.

2. Syariah

Kata syariah berasal dari Bahasa Arab, dari kata syara’a

berarti nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan), dan bayyana al-

masalik (menunjukkan jalan). Syara’a lahum-yasyra’u-syar’an berarti

sanna (menetapkan).34 Secara etimologis kata as-syar’iah mempunyai

konotasi masyra’ah al-ma’ (sumber air minum).35

Menurut Mahmud Syalthut, syariah adalah sistem atau aturan

yang disyariahkan oleh Allah swt. untuk mengatur hubungan manusia

dengan dirinya sendiri dengan sesama muslim, dengan sesama

manusia, dengan alam semesta dan dengan kehidupan.36 Sedangkan

menurut Amir Syarifuddin, syariah adalah hukum atau aturan hukum

yang ditetapkan Allah swt. yang menyangkut tingkah laku manusia.

Pengertian ini dibedakan dengan tasyri’ yang berarti penetapan hukum

atau aturan tersebut.37 Dari dua definisi syariah di atas, dapat

dipahami bahwa syariah adalah aturan-aturan Allah swt. dan

34

Ar-Razi, Mukhtar as-Shahah, (Beirut: Maktabah Lubnan, 1996), h. 294. 35

Ibid., h. 294. 36

Mahmud Syalthut, Islam: Aqidah wa Syariah, (T.tp: Dar al-Qalam, 1966), h. 12. 37

Tim Penulis Hizbut Tahrir Indonesia, Menegakkan Syariah Islam, (T.tp: Hizbut Tahrir Indonesia, 2002), h. 1.

Page 64: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxiv

Rasulullah yang mengatur manusia dalam berhubungan dengan

Tuhannya maupun dengan sesamanya.

Pada mulanya kata syariah meliputi aspek ajaran agama,

yakni aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah (sosial).38 Ini terlihat pada

syariah setiap agama yang diturunkan sebelum Islam. Setiap umat,

Allah swt. memberikan syariah dan jalan yang terang (Q.S. al-Maidah

[5] Ayat 48).

Adapun kata fiqih berasal dari kata al-fiqh yang berarti

pemahaman atau pengetahuan tentang sesuatu.39 Secara terminologis

fiqih didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum syara yang

bersifat amaliyah (praktis) yang digali dari dalil-dalil terperinci.40

Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa fiqih

merupakan suatu ilmu yang membahas hukum-hukum syara terutama

yang bersifat amaliyah dengan mendasarkan pada dalil-dalil terperinci

dari al-Quran dan al-Hadis.

Pengertian fiqih berbeda dengan syariah baik dari segi

etimologis maupun terminologis. Syariah merupakan seperangkat

aturan yang bersumber dari Allah swt. dan Rasulullah untuk mengatur

38

Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1988), h. 1.

39

Muhammad Ibn Ya’qub al-Fairuzabadiy, Al-Qamus al-Muhith, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), h. 1126.

40

Abd al-Wahhab Khallaf, Ilm Ushul al-Fiqh. (Kairo: Dar al-Qalam li al- Tiba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi, 1978), h. 11.

Page 65: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxv

tingkah laku manusia baik dalam rangka berhubungan dengan

Tuhannya (beribadah) maupun dalam rangka berhubungan dengan

sesamanya (bermuamalah). Sedangkan fiqih merupakan penjelasan

atau uraian yang lebih rinci dari apa yang sudah ditetapkan oleh

syariah.

Istilah lain yang sering dikemukakan adalah hukum Islam (al-

hukm al-Islamiy). Istilah hukum Islam merupakan istilah khas

Indonesia yang tidak ditemukan dalam Alqur’an dan Sunnah

Rasulullah.41

Syariah, fiqih dan hukum Islam adalah sebuah istilah yang

identik, syariah merupakan dasar pertimbangan moral apakah baik

atau tidak, fiqih merupakan ilmu bantu syariah, ilmu pengetahuan dan

yurisprudensi Islam yang merupakan hasil kecerdasan intelektual,

spiritual dan kecerdasan pisik yang merupakan proses pemahaman

terhadap syariah yang tidak terlepas dari situasi dan kondisi

masyarakat. Akumulasi dari dua istilah ini melahirkan istilah hokum

Islam42

Pada dasarnya syariah (hukum/ajaran) Islam dapat dibedakan

menjadi dua kelompok. Pertama, ajaran yang bersifat absolut,

41

Ali Parman, “Ketaatan Berzakat: Telaah Hukum Islam dan Implikasinya Terhadap Manajemen Zakat di Kota Makassar” Disertasi, Program Pascasarjana UIN alauddin Makassar, 2007, h. 29.

42

Ibid., h. 34.

Page 66: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxvi

universal dan permanen, tidak berubah dan tidak dapat diubah sampai

kapanpun. Termasuk dalam kelompok ini adalah ajaran Islam yang

tercantum dalam Alqur’an dan al-Hadis Mutawatir yang penunjukannya

jelas. Kedua, ajaran yang bersifat relatif, tidak universal, temporal

dapat berubah dan dapat diubah. Termasuk dalam kelompok ini

adalah ajaran Islam yang bersifat zanni yang diperoleh dari ijtihad para

mujtahid.43

Sedangkan Abd al-Wahhab Khallaf membagi syariah (hukum)

menjadi tiga, yaitu hukum-hukum i’tiqadiyyah (keimanan), hukum-

hukum khuluqiyyah (akhlak), dan hukum-hukum ‘amaliyyah (aktivitas

baik ucapan maupun perbuatan). Selanjutnya, Khallaf membagi

hukum-hukum ‘amaliyyah menjadi dua, yaitu hukum-hukum ibadah

yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hukum-

hukum muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan

sesamanya.44

Sebagai suatu sistem hukum tersendiri, hukum Islam memiliki

beberapa karakteristik dan watak tersendiri yang membedakannya dari

berbagai sistem hukum yang ada di dunia. Di antara karaktersitik

hukum Islam ini ada yang merupakan produk dari watak hukum Islam

43Isnawati Rais, Pemikiran Fiqih Abdul Hamid Hakim, (Jakarta: Program

Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2005), h. 1-2.

44

Abd al-Wahhab Khallaf, Ilm Ushul… op.cit., h. 32.

Page 67: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxvii

itu sendiri, dan ada yang disebabkan oleh evolusinya dalam mencapai

tujuan yang diridhai Allah swt.

Secara umum, Muhammad Yusuf Musa mengemukakan enam

karakteristik dasar dari hukum Islam, yaitu: 1) Dasar-dasarnya yang

umum berasal dari wahyu Allah swt.; 2) Aturan-aturan hukum Islam

dibuat dengan dorongan agama dan moral; 3) Balasan hukum Islam

didapatkan di dunia dan akhirat; 4) Kecenderungan hukum Islam

komunal; 5) Dapat berkembang sesuai dengan lingkungan, waktu, dan

tempat; dan 6) Tujuan hukum Islam mengatur dan memberikan

kemudahan bagi kehidupan privat dan publik dan membahagiakan

dunia seluruhnya.45 Sementara itu, Fathurrahman Djamil

mengemukakan lima sifat dan karakteristik hukum Islam, yaitu: 1)

sempurna; 2) elastis; 3) universal dan dinamis; 4) sistematis; dan 5)

bersifat ta’aqquli dan ta’abbudi.46

Dari dua pendapat tentang karakteristik hukum Islam di atas

dapat disimpulkan bahwa hukum Islam mempunyai sifat, watak, dan

karakteristik yang membedakannya dengan sistem hukum manapun di

dunia. Selanjutnya Muhammad Yusuf Musa mengemukakan tiga

prinsip dasar hukum Islam, yaitu: 1) tidak mempersulit dan

45Muhammad Yusuf Musa, Islam Suatu Kajian Komprehensif, (terjemahan),

(Jakarta: Rajawali Pers, 1988), h. 160-179. 46

Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Bagian Pertama). Jakarta: Logos, 1997), h. 46-53.

Page 68: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxviii

memberatkan; 2) memperhatikan kesejahteraan manusia secara

keseluruhan; dan 3) mewujudkan keadilan secara menyeluruh.47

Sedangkan Fathurrahman Djamil mengemukakan lima prinsip dasar

hukum Islam, yaitu: 1) meniadakan kepicikan dan tidak memberatkan;

2) menyedikitkan beban; 3) ditetapkan secara bertahap; 4)

memperhatikan kemaslahatan manusia; dan 5) mewujudkan keadilan

yang merata.48

Pada dasarnya hukum Islam memiliki tujuan yang sering

disebut maqashid al-syari’ah. Pembahasan utama dalam maqashid al-

syari’ah adalah masalah hikmah dan ‘illah ditetapkannya suatu

hukum.49 Kajian maqashid al-syari’ah merupakan kajian yang penting

dan menarik dalam bidang ushul fiqih. Dalam perkembangan

selanjutnya, kajian ini merupakan kajian utama dalam filsafat hukum

Islam, sehingga pada akhirnya istilah maqashid al-syari’ah identik

dengan filsafat hukum Islam.

Tujuan hukum Islam harus diketahui oleh mujtahid (orang yang

melakukan ijtihad) dalam rangka mengembangkan pemikiran hukum

dalam Islam secara umum dan menjawab persoalan-persoalan hukum

kontemporer yang kasusnya tidak diatur secara eksplisit oleh Alqur’an

47

Muhammad Yusuf Musa, Islam Suatu… op.cit., h. 180-190. 48

Ibid., h. 66-75. 49

Ibid., h. 123.

Page 69: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxix

dan Sunnah. Semua ketentuan hukum Islam (syariah) baik yang

berupa perintah maupun larangan, sebagaimana tertera dalam

Alqur’an dan Sunnah, mempunyai tujuan tertentu. Tidak ada satu

ketentuan pun dalam syariah yang tidak mempunyai tujuan. Hukum

Islam datang ke dunia membawa misi yang sangat mulia, yaitu

sebagai rahmat bagi seluruh manusia di muka bumi (Q.S. Yunus [10]:

57; Q.S. al-Anbiya’ [21]: 107).

Pembuat syariah (Allah swt. dan Rasul-Nya) menetapkan

syariah yang bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan umum,

memberikan kemanfaatan, dan menghindarkan kemafsadatan bagi

umat manusia.50 Terkait dengan ini, Abu Zahrah mengatakan bahwa

setiap hukum Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu kemaslahatan.

Tidak ada perintah dalam al-Quran dan as-Sunnah yang tidak memiliki

kemaslahatan yang hakiki, meskipun kemaslahatan itu tidak tampak

dengan jelas. Kemaslahatan yang dimaksud adalah kemaslahatan

hakiki yang bersifat umum dan tidak didasarkan pada pemenuhan

hawa nafsu.51

Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan di dunia dan di

akhirat, berdasarkan penelitian para ahli ushul fiqih , ada lima unsur

50

Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, (Bandung: Al-Ma’arif, 1993), h. 333.

51

Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabiy, 1958), h. 366.

Page 70: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxx

pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan. Kelima unsur pokok itu

adalah agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Seorang yang

memelihara lima hal tersebut akan memperoleh kemaslahatan, sedang

yang tidak dapat memeliharanya akan mendapatkan kerusakan.

3. Akhlak

Secara etimologis akhlaq bentuk jamak dari khuluq yang

berarti budi pekerti, perangi, tingkah laku atau tabiat.52 Dari pengertian

etimologi ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma

perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga

norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan

bahkan dengan alam semesta.

Secara terminologi, akhlak menurut Imam al-Ghazali adalah :

Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.53 Sedangkan Ibrahim Anis mengemukakan bahwa akhlak adalah

:

52

Louis Ma’luf, al-Munjid Fi Lughah wa al-A’lam (Beirut: Dar al-Masyriq, 1997), h. 164.

53

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihyā Ulūm ad-Din Jilid III (Beirut: Dar al-Fikr: 1989), h. 58.

Page 71: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxi

Sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah

macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa memerlukan

pemikiran dan pertimbangan.54

Dari definisi yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali dan

Ibrahim Anis dapat dipahami bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam

dalam jiwa manusia, sehingga akan muncul secara spontan bilamana

diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lebih

dahulu. Imam al-Gazali memberikan ilustrasi dalam kitabnya Ihya

Ulum al-Dien bahwa bila seseorang dalam menerima tamu dan

membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain, atau

kadangkala lembut dan kadangkala tidak, maka orang tersebut belum

dapat dikatakan mempunyai sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang

yang mempunyai akhlak memuliakan tamu, tentu akan selalu

memuliakan tamunya tanpa melihat latar belakang tamunya.55

Di samping istilah akhlak, juga dikenal istilah etika dan moral.

Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat, watak

atau kesusilaan. Sedangkan moral yaitu mos jamaknya mores adalah

kata Latin; yang berarti adat atau cara hidup. Meskipun kedua istilah

tersebut mempunyai kesamaan pengertian dalam percapakan sehari-

hari, namun dari sisi lain mempunyai unsur perbedaan. Istilah etika

54

Ibrahim Anis, op.cit , h. 202 55

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, lo.cit

Page 72: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxii

digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada, karena etika

merupakan suatu ilmu, istilah moral digunakan untuk memberikan

kriteria perbuatan yang sedang dinilai. Oleh karena itu, moral bukan

suatu ilmu tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.56

Kedua istilah tersebut sama-sama menentukan nilai baik dan

buruk sikap dan perbuatan manusia. Namun perbedaannya terletak

pada dasar yang dipakai dalam menentukan baik buruknya suatu

perbuatan. Akhlak dasarnya Alqur’an dalam menentukan baik dan

buruk sedangkan etika dasarnya pertimbangan akal pikiran dan moral,

dasarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.57

Dalam konsep akhlak segala sesuatu itu dinilai baik dan buruk,

terpuji atau tercela, semata-mata karena berdasarkan kepada Alqur’an

dan al-Hadis. Oleh karena itu, dasar dari pembinaan akhlak adalah

Alqur’an dan al-Hadis.

Ajaran akhlak dalam Islam bersumber dari wahyu Ilahi yang

termaktub dalam Alqur’an dan al-Hadis. Di dalam Alqur’an terdapat

kira-kira 1.500 ayat yang mengandung ajaran akhlak, baik yang teoritis

56

Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Kalam Mulia, 1999), h. 7. 57

Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), h. 9.

Page 73: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxiii

maupun praktik. Demikian pula hadis-hadis Nabi, amat banyak

jumlahnya yang memberikan pedoman akhlak.58

Secara garis besar akhlak di bagi menjadi dua yaitu pertama,

akhlak kepada Allah swt. (khalik) dan kedua, akhlak kepada semua

ciptaan Allah swt. (makhluk). Akhlak terhadap makhluk di bagi menjadi

dua yaitu: Pertama, akhlak kepada sesama manusia, dan Kedua,

akhlak kepada bukan manusia. Akhlak terhadap sesama manusia

dibagi menjadi dua yaitu akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak

terhadap orang lain. Akhlak terhadap orang lain dibagi menjadi lima,

yaitu: akhlak kepada Rasulullah, orang tua, karib kerabat, tetangga

dan masyarakat. Sedangkan akhlak terhadap bukan manusia dibagi

manjadi dua, yaitu: akhlak terhadap makhluk Allah swt. yang hidup

seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan dan akhlak terhadap makhluk

Allah swt. yang mati yaitu tanah, udara, air.59

G. Islam dan Kesejahteraan

Manusia sebagai makhluk psikofisik, membutuhkan

kesejahteraan karena terkait dengan kedua karakter. Kesejahteraan

merupakan kondisi ideal yang hendak dicapai manusia yang bersifat fisik

dan spiritual secara utuh dan terpadu.

58

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 12 59

Muhammad Daud Ali, Pendidikan…op.cit., h. 351.

Page 74: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxiv

Konsep kesejahteraan dalam Islam bukanlah secara ekslusif

bersifat materlialistis ataupun spiritual. Konsep ini menggabungkan aspek-

aspek spiritual dan material dalam kehidupan sehingga keduanya dapat

menjadi sumber kekuatan bersama dan sebagai dasar dari kesejahteraan

serta kebahagiaan umat manusia yang sejati.60

Kata kesejahteraan terkandung makna kemakmuran, yaitu

kondisi setiap orang yang dapat memenuhi kebutuhannya dengan mudah

karena tersedianya barang dan jasa yang dapat diperoleh dengan harga

yang terjangkau. Kesejahteraan fisik merupakan pencapaian dari

kesejahteraan ekonomi, yaitu terpenuhinya kebutuhan ekonomi, seperti

makan, minum, sandang dan papan.61

Di samping ada kesejahteraan fisik, manusia membutuhkan

kesejahteraan batin, yaitu ketenangan, kedamaian, dan ketenteraman

batin. Jadi, kesejahteraan adalah keadaan orang yang hidup dengan rasa

aman, tenteram, dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.62

Apabila dikembalikan kepada pengertian Islam itu sendiri yang

berarti selamat, sejahtera, aman dan damai. Pencapaian keamanan dan

kesejahteraan yang paling maksimun yang dijamin oleh Islam hanya

60

Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, (terjemahan) (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 52.

61

Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 73. 62

Ibid., h. 73.

Page 75: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxv

tercapai setelah segala pengajarannya diimani, dihayati, dijiwai dan

diamalkan secara mutlak.63

Islam dan kesejahteraan tidak dapat dipisahkan, Imam al-

Syathibi, seorang pemikir Islam yang mempelopori lahirnya ilmu tujuan-

tujuan syariah (maqashid al-syari’ah) melalui karya monumentalnya, al-

Muwafaqat, menjelaskan bahwa tujuan utama syariah Islam adalah

meningkatkan kesejahteraan manusia. Syariah menurut al-Syathibi,

adalah sesuatu yang berimplikasi pada kebaikan, seperti kejujuran,

keadilan, keterbukaan, toleransi, dan kasih sayang, sebagaimana tujuan

utama syariah itu ialah untuk menciptakan kesejahteraan manusia.64

Pandangan al-Syathibi tersebut hampir sama dengan

pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah yang menegaskan bahwa syariah

berlandaskan pada kebijakan dan kesejahteraan manusia di dunia hingga

hari akhir nanti. Kesejahteraan yang dimaksud meliputi rasa keadilan,

kasih sayang, kebaikan, serta kebijaksanaan. Apa pun yang bergeser dari

keadilan ke penindasan, dari kasih sayang ke kebencian dari

kesejahteraan ke kemelaratan dan dari kebijaksanaan ke kebodohan,

tidak ada hubungannya dengan syariah.65

63

Mustafa Haji Daud, Tamadun Islam, (Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd, 2004), h. 85.

64Yuslam Fauzi, Islam dan Kesejahteraan Dunia Muslim http://www.cmm.or.id/

cmm-ind_more.php?id=A5248030M diakses pada 5 Februari 2011. 65

Hamid Abidin, (ed.), Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS: Menuju Pemanfaatan Zakat Infak Sedekah, (Jakarta: Piramedia, 2004), h. 4.

Page 76: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxvi

Menurut al-Gazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu

masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan

dasar, yakni agama (ad-dien), hidup atau jiwa (an-nafs), keluarga atau

keturunan (an-nasb), harta atau kekayaan (al-mal), dan intelek atau akal

(al-aql).66

Kesejahteraan pada dasarnya merupakan akumulasi dari

kondisi yang baik, lahir dan batin. Ajaran Islam mengarahkan manusia

kepada kesejahteraan hakiki, yaitu kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Firman Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah (2) Ayat 201 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.

Ayat di atas menegaskan bahwa tujuan hidup yang ingin dicapai

adalah kesejateraan di dunia dan di akhirat. Kesejahteraan di dunia adalah

terpenuhinya kebutuhan hidup yang bersifat material dan terpenuhinya

kebutuhan batin dalam bentuk ketenangan dan ketenteraman, sedangkan

kesejahteraan akhirat adalah kebahagiaan abadi di dalam surga.

66

Ahmad Ifham Sholihin, Ekonomi Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 71.

Page 77: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxvii

Kesejahteraan manusia hanya dapat direalisasikan melalui

pemenuhan kebutuhan material dan spritual manusia sedemikian rupa,

sehingga salah satu dari kedua aspek ini tidak ada yang diabaikan. Islam

mendorong kaum muslimin untuk menguasai alam dan memanfaatkan

sumber-sumber daya yang disediakan oleh Allah swt. untuk kepentingan

manusia, namun manusia diingatkan agar jangan mementingkan satu

aspek dengan mengumpulkan materi sebagai ukuran prestasi manusia

karena hal ini akan menyebabkan lupa pada pemenuhan aspek spiritual

manusia yang tidak bisa diabaikan.67

Islam begitu tegas mengingatkan aspek kehidupan material dan

spiritual, sehingga hal itu berfungsi sebagai sumber kekuatan yang saling

menguntungkan dan keduanya bersama-sama berfungsi sebagai fondasi

kebahagiaan dan kesejahteraan manusia yang hakiki. Sesungghnya tidak

ada pemisahan antara kehidupan material dan spiritual dalam Islam.

Semua usaha manusia bernuansa spiritual selama itu sesuai dengan

sistem nilai-nilai Islam. Bekerja keras untuk kesejahteraan material adalah

bernilai spiritual seperti shalat dengan catatan bahwa usaha-usaha

material itu dibimbing oleh nilai-nilai spiritual.68

67

M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, (terjemahan), (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 12.

68

Ibid., h.12.

Page 78: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxviii

Kesejahteraan yang didambakan tercermin dalam Alqur’an

bahwa surga yang dihuni oleh Adam dan Isterinya, sesaat sebelum turun

melaksanakan tugas kekhalifaan di bumi. Surga diharapkan menjadi arah

pengabdian Adam dan Hawa, sehingga bayang-bayang surga itu

diwujudkannya di bumi, serta kelak dihuninya secara hakiki di akhirat.

Masyarakat yang mewujudkan bayang-bayang surga itu adalah

masyarakat yang berkesejahteraan.69

Untuk mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat, agama Islam

mendorong umat Islam untuk bekerja keras dan bersungguh-sungguh

melakukan pekerjaan atau profesinya. Dalam Islam, derajat berjuang

untuk memenuhi kebutuhan hidup disejajarkan dengan berjuang membela

agama. Firman Allah swt. dalam Q.S. al-Qashash (28) Ayat 77 sebagai

berikut:

Terjemahnya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi…

Selain Islam mengakui kesejahteraan lahir dan batin, juga

mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraan masyarakat atau

sosial yang saling melengkapi satu sama lain. Islam tidak hanya

69

M. Quraish Shihab, Wawasan Alqur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2003), h. 127.

Page 79: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxix

mendorong terciptanya kesejahteraan individual tetapi secara keseluruhan

dalam masyarakat harus tercipta kesejahteraan. Islam juga tidak

membenarkan persaingan tidak sehat dan permusuhan dalam bisnis.

Sistem Islam berusaha meredam konflik dalam kegiatan ekonomi sehingga

tercipta kemaslahatan dan kemanfaatan bersama.70

Kesejahteraan yang dituntut oleh Islam agar diwujudkan oleh

umatnya bukanlah sebatas kesejahteraan yang harus berorientasi pada

pemenuhan kebutuhan materi individual namun kesejahteraan dalam

seluruh aspek kehidupan yang menyangkut semua elemen masyarakat.

Peningkatan kesejahteraan yang dimaksud kemudian tidak semata-mata

menjadi tanggung jawab orang-orang yang dalam kesehariannya hidup

serba kekurangan tetapi merupakan tanggung jawab integral dalam suatu

komunitas masyarakat, karena tercapainya kesejahteraan sosial akan

berimbas pada kedamaian dan ketenangan yang menjadi dambaan

seluruh anggota masyarakat.

Kesejahteraan lahir dan batin merupakan tujuan utama dalam

hidup dan kehidupan masyarakat muslim. Orang Islam memiliki fungsi

utama dan sangat mendasar yaitu beribadah kepada Allah swt. dalam

rangka ibadah ini, manusia telah diberi kemampuan untuk berusaha, di

samping itu ada jaminan sarana hidup dan kehidupan yang menuntut

70

Mohammad Asror Yusuf, Kaya Karena Allah: Sikap dan Pandangan Islam terhadap Dunia Materi, (Depok: Kawan Pustaka: 2004), h. 80.

Page 80: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxx

sumber daya manusia dan budi daya alam, pengelolaan, pengembangan,

dan pelestariannya.71

Samiul Hasan menulis mengenai Islam kaitannya dengan

kesejahteraan bahwa:

The Islamic principle of property suggests that the needy people have a right in the wealth of a rich person because everything belongs to God and He gracefully has bestowed some property on some so that they can be grateful and help others in charity.72

Menurut M. Umar Chapra, Islam menyatakan kesejahteraan

akan lahir manakala terjadi sinergisitas antara kepentingan dunia dan

akhirat. Dalam hal ini, negara mempunyai kewajiban pokok untuk

memenuhi kebutuhan warga negaranya yang meliputi pemenuhan

kebutuhan dasar (basic need) dan menjamin tercapainya pelaksanaan

nilai-nilai spiritual.73

Kekayaan alam dan sumber daya yang lain dengan

perantaraan ilmu dan teknologi tidak sekadar diubah untuk memenuhi

kebutuhan material manusia saja, karena kebutuhan material hanyalah

salah satu tujuan dari hidup ini. Sedangkan tujuan hidup yang sebenarnya

71

Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 12-13. 72

Samil Hasan, “Islamic Concept of Social Justice: Its Possible Contribution to Ensuring Harmony and Peaceful Coexistence in a Globalised World” dalam Macquarie Law Journal, Vol 7, 2007, h. 172.

73

Ainur R. Shopian, (ed.), Negara Sejahtera dalam Islam dan Peranannya di Bidang Ekonomi dalam Etika Ekonomi Politik, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997),h. 29-30.

Page 81: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxxi

adalah untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan batin, semua itu

hendaknya dicapai dengan cara yang konsisten dengan tujuan itu sendiri.74

H. Negara Hukum Kesejahteraan

1. Konsep Negara Hukum Kesejahteraan

Ide dasar negara kesejahteraan dalam filsafat barat, berawal

abad ke-18 yang dipelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1832).75

Bentham adalah salah seorang filosof moral dan reformer hukum yang

memperkenalkan doktrin utilitarianisme. Gagasan utamanya adalah

prinsip tertinggi moralitas adalah memaksimalkan kebahagiaan,

keseimbangan keseluruhan adalah kesenangan dari rasa sakit. Hal

yang tepat untuk dilakukan adalah apa saja yang dapat

memaksimalkan utilitas.76

Jeremy Bentham mempromosikan gagasan bahwa

pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest

happiness (atau welfare) of the greatest number of their citizens.

Bentham menggunakan istilah utility (kegunaan) untuk menjelaskan

konsep kebahagiaan atau kesejahteraan.

74

Abdul Majid bin Aziz al-Zindani, et.al., Mukjizat Alqur’an dan as-sunnah tentang Iptek (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 150.

75Edi Suharto, Islam dan Negara Kesejahteraan, http://www.policy.hu/suharto/

Naskah% 20PDF/ IslamNegaraKesejahteraan.pdf diakses pada 24 Februari 2010.

76Michael J. Sandel, Justice: What’s the Right Thing to Do?, (London: Penguin

Books, 2010), h. 34.

Page 82: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxxii

Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang dikembangkan,

sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatu

yang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk.

Menurut Bentham, aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk

meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Gagasan

Bentham mengenai reformasi hukum, peranan konstitusi dan

penelitian sosial bagi pengembangan kebijakan sosial akhirnya dikenal

sebagai bapak negara kesejahteraan (father of welfare states).77

Prinsip kemanfaatan yang dikemukakan Bentham, bahwa:

The principles of utilities have to be the guiding standard and the basis for evaluation of all action. Utility in this case was to be understood as that quality of an object or action which gave it a propensity to produce some good, satisfaction/happiness or benefit on the one hand, and to prevent or reduce pain, evil or mischief on the other78. Jadi, menurut Bentham bahwa prinsip kemanfaatan harus

menjadi petunjuk standar dan dasar untuk pengevaluasian semua

tindakan. Kemanfaatan dalam hal ini harus dipahami sebagai kualitas

dari suatu obyek atau tindakan yang memberikannya kecenderungan

untuk menghasilkan hal yang baik, kepuasaan/kebahagiaan atau

77

Edi Suharto, “Islam dan Negara Kesejahteraan” loc. cit.

78Routledge.Cavendish, Jurisprudence, (New York: Cavendish Publishing, 2002), h.

83.

Page 83: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxxiii

manfaat di satu sisi, dan untuk mencegah atau mengurangi rasa sakit,

kejelekan atau kerusakan di sisi lain.

Dalam konteks negara modern, menurut Bagir Manan bahwa

konsepsi negara hukum modern merupakan perpaduan antara konsep

negara hukum dan negara kesejahteraan. Di dalam konsep ini tugas

negara atau pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga

keamanan atau ketertiban masyarakat saja tetapi memikul tanggung

jawab untuk mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum yang

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.79

Adanya perpaduan antara negara hukum dan negara

kesejahteraan diistilahkan oleh Jimly Asshiddiqie dengan istilah

welfaarts-rechsstaat atau negara hukum kesejahteraan. Kesejahteraan

lahir dalam hubungan yang serasi antara kebebasan dan keadilan.

Jadi, nilai-nilai yang diidealkan dalam kehidupan kolektif umat manusia

adalah kebebasan (freedom), keadilan (justice), dan kemakmuran atau

kesejahteraan (posperity).80

Konsep negara hukum kesejahteraan yang dikemukakan Jimly

Asshiddiqie, diistilahkan oleh Satjipto Rahardjo, yaitu negara hukum

yang membahagiakan rakyatnya, negara yang bersifat progresif, selalu

79Bagir Manan, Politik Perundang-Undangan dalam Rangka Mengantisipasi

Liberalisasi Perekonomian, (Bandar Lampung: FH-UNILA, 1996), h. 16. 80

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), h. 372-373.

Page 84: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxxiv

aktif mengambil inisiatif untuk bertindak. Bukan rakyat yang harus

meminta-meminta untuk dilayani oleh negara, melainkan negaralah

yang aktif datang kepada rakyat.81

Konsep negara hukum kesejahteraan adalah suatu masyarakat

yang pemerintahnya bertanggungjawab menjamin bahwa setiap warga

negaranya menerima pendapatan minimum dan mempunyai akses

sebesar mungkin yang mampu diraih untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya pada bidang perawatan kesehatan, perumahan, pendidikan

dan layanan sosial personal.82

Piet Thoenes memberikan definisi tentang welfare state

sebagai berikut:

Suatu bentuk masyarakat ditandai dengan sustu sistem kesejahteraan yang demokratis dan ditunjang oleh pemerintah yang ditempatkan atas landasan baru, memberikan suatu jaminan perawatan sosial yang kolektif pada warga negaranya dengan mempertahankan secara sejalan beriringan suatu sistem produksi kapitalis.83 Negara hukum kesejahteraan menunjuk pada sebuah model

ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan

melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam

81

Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya (Yogyakarta : Genta Publishing, 2009), h. 106.

82

Isbandi Rukminto Adi, Konsep dan Pokok Bahasan dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial (Jakarta: UI Press, 2005), h. 102.

83

Laode Husen, Hubungan Fungsi Pengawasan DPR dengan BPK dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, (Bandung: CV. Utomo, 2005), h. 23.

Page 85: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxxv

memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif

kepada warganya. Spicker, misalnya, menyatakan bahwa negara

kesejahteraan “…stands for a developed ideal in which welfare is

provided comprehensively by the state to the best possible

standards.”84

Konsep negara kesejahteraan dalam Lontara Bugis, dapat

ditemukan dalam pendapat Maccae ri Luwu bahwa kesejahteraan

masyarakat dan negara terjadi bila raja menjalankan fungsi

pengayoman dan pemayungan kepada rakyatnya, sehingga

memungkinkan: 1) warga masyarakat memperluas jaringan

kekerabatan, merimbunkan pepohonan, palorong welareng, pakdaung

raung kaju; 2) warga masyarakat memiliki harapan hidup (usia) lebih

panjang, malampek sungek, 3) meningkatkan jumlah manusia dan

mengembangbiakkan binatang ternak, pasawe tau, pabbija olokolok;

4) mempersubur tanaman buah-buahan dan meningkatkan hasil

panen, pasawe bua-bua ajukkajung, mapato laopole sangiaserri; serta

5) adanya persatuan jiwa dan semangat seluruh rakyat. Hal-hal

tersebut sekaligus memungkinkan terciptanya kejayaan negara.85

84

Paul Spicker, Social Policy: Themes and Approaches, (London: Prentice Hall, 1995), h. 82.

85

Anwar Ibrahim, Negara Kesejahteraan Versi Maccae ri Luwu, http://alwyrachman. blogspot.com/2009/09/negara-kesejahteraan-versi-maccae-ri.html diakses pada 5 Juni 2010.

Page 86: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxxvi

Dalam memahami negara hukum kesejahteraan, setidak-

tidaknya ada tiga poin penting yang harus diketahui dan menjadi kunci

utama, yaitu:

1. Intervensi yang dilakukan oleh negara (dalam hal ini pihak

pemerintah) dalam menjamin kesejahteraan warganya;

2. Kesejahteraan harus dikembangkan berdasarkan kebutuhan dasar

masyarakat;

3. Kesejahteraan adalah hak dari setiap warga negara.86

Secara umum, suatu negara dapat digolongkan sebagai

negara kesejahteraan jika mempunyai empat pilar utama, yaitu: (1)

social citizenship; (2) full democracy; (3) modern industrial relation

system; (4) rights to education and the expansion of modern mass

education systems.87

Negara hukum kesejahteraan berusaha membebaskan

warganya dari ketergantungan pada mekanisme pasar untuk

mendapatkan kesejahteraan (dekomodifikasi) dengan menjadikannya

sebagai hak setiap warga yang dapat diperoleh melalui perangkat

kebijakan sosial yang disediakan oleh negara.88

86

Isbandi Rukminto Adi , op. cit. 108. 87

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: Perkumpulan Prakarsa, 2007), h. 9.

88

Ibid. h. 9.

Page 87: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxxvii

Dalam suatu negara hukum kesejahteraan, negara mempunyai

tugas politik dalam semua sektor kehidupan, terutama dalam sektor

perekonomian. Tugas negara dalam menciptakan kesejahteraan tidak

terbatas pada suatu golongan tertentu dalam masyarakat tetapi untuk

semua warga negara dan tidak pula untuk suatu waktu dalam

kehidupan individu, dimulai dari dilahirkan sampai meninggal. Negara

harus memperhatikan kesejahteraan individu dan masyarakat tersebut,

inilah yang dinamakan universalisme negara kesejahteraan. Seiring

dengan lahirnya konsepsi negara hukum kesejahteraan ini, timbul pula

apa yang dinamakan konsepsi ekonomi kesejahteraan yang

memberikan dasar-dasar teoritis ekonomis kepada konsepsi negara

hukum kesejahteraan itu.89

Negara hukum kesejahteraan mengacu pada peran

pemerintah yang responsif dalam mengelola dan mengorganisasikan

perekonomian sehingga mampu menjalankan tanggungjawabnya

untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam

tingkat tertentu bagi warganya. Konsep ini dipandang sebagai bentuk

keterlibatan negara dalam memajukan kesejahteraan rakyat setelah

mencuatnya bukti-bukti empirik mengenai kegagalan pasar (market

89

Yulia Hafizah, “Kebijakan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari Konsep Dasar Ekonomi Islam” Jurnal Millah Vol. IV, No. 2, Januari 2005, h. 20.

Page 88: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxxviii

failure) pada masyarakat kapitalis dan kegagalan negara (state failure)

pada masyarakat sosialis90.

Dalam konteks ini, negara memperlakukan penerapan

kebijakan sosial sebagai penganugerahan hak-hak sosial (the granting

of social rights) kepada warganya. Semua perlindungan sosial yang

dibangun dan didukung negara tersebut sebenarnya dibiayai oleh

masyarakatnya melalui produktifitas ekonomi yang semakin makmur

dan merata, sistem perpajakan dan asuransi, serta investasi sumber

daya manusia (human investment) yang terencana dan melembaga.91

2. Negara Hukum Kesejahteraan: Ibnu Khaldun

Salah seorang ilmuwan muslim yang memberikan konstribusi

terhadap perkembangan kenegaraan adalah Ibnu Khaldun. Nama

lengkapnya adalah Abdurrahman Abu Zaid yang kemudian mendapat

gelar Waliyyuddin, Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada awal bulan

Ramadhan 732 H. (1332 M) dan meninggal di Kairo Mesir pada

tanggal 25 Ramadhan 808 H. (1406 M).92

90

Imam Purwadi, “Negara Kesejahteraan dalam Pandangan Ketatanegaraan Islam” http://wwwgats.blogspot.com/2009/07/negara-kesejahteraan-dalam-pandangan.html diakses pada 5 Juni 2010.

91

Ibid. 92

Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h. 421.

Page 89: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

lxxxix

Dalam perjalanan hidupnya, Ibnu Khaldun pernah tercatat dua

kali menjadi hakim agung. Pertama kalinya sebagai hakim agung

diangkat pada 8 Agustus 1384 M oleh Sultan Mesir, al- Zhahir Barqa,

kemudian kedua kalinya oleh Sultan Mesir Nashir Faraj, putera Sultan

Burquq hingga meninggal dunia pada 16 Maret 1406 M (26 Ramadhan

808 H) dalam usia 74 tahun di Mesir.93

Ibnu Khaldun memperkenalkan teori negara hukum

kesejahteraan dengan istilah negara kemakmuran (ashabiah),

kemudian teori ini diadopsi oleh pemikir barat modern sejak

renaissance hingga sekarang dengan memodifikasi dengan konsep

baru yaitu negara kesejahteraan (welfare state).94

Dalam pandangan Ibnu Khaldun, hubungan antara pemerintah

dan rakyatnya adalah hubungan kepemilikan. Pemerintah adalah milik

rakyat dan rakyat adalah milik pemerintah. Apabila hubungan

kepemilikan dan akibat-akibat yang ditimbul dari padanya, maka tujuan

pemerintahan benar-benar telah dipenuhi. Sebab apabila kekuasaan

yang timbul dari pemilikan itu dipergunakan di atas jalan yang tepat

dan baik, maka kepentingan rakyat akan terjamin tetapi sebaliknya

93

Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press, 1993), h. 95. 94

Sumber: http://www.reocities.com/CapitolHill/embassy/4083/tarbiyah/konsep negara.html. diakses pada 25 Mei 2010.

Page 90: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xc

apabila kekuasaan itu digunakan di atas jalan yang nista dan

menindas, rakyat akan menderita bahkan mungkin binasa.95

Di antara pemikiran Ibnu Kaldun yang sangat penting adalah

pemikirannya tentang circle of equity. Dalam lingkaran keadilan ini,

Ibnu Khaldun menghubungkan beberapa variabel yang saling terkait

dan saling mempengaruhi dalam memajukan atau memundurkan

peradaban.

Pemikiran Ibnu Khaldun dalam hal ini dapat dilihat variabel-

variabel yang mendukung terwujudnya negara hukum kesejahteraan,

yaitu:

1. G = Government (pemerintah) = الملك

2. S = Syari’ah = الشریعة

3. W = Wealth (kekayaan/ekonomi) =الأموال

4. N = Nation (masyarakat/rakyat)= الرجال

5. D = Development (pembangunan) = عمارة

6. J = Justice (keadilan) = العدل

Keenam variabel-variabel tersebut saling berkaitan sebagai

satu jalinan sistem. Adapun uraiannya sebagai berikut :

95

Ibnu Khaldun, The Muqaddimah: An Introduction the History, (United Kingdom: Princeton University Press, 2005), h.153.

Page 91: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xci

1. Pemerintah (G) tidak dapat diwujudkan kecuali dengan

implementasi Syari’ah (S);

2. Syari’ah (S) tidak dapat diwujudkan kecuali oleh

pemerintah/penguasa (G);

3. Pemerintah (G) tidak dapat memperoleh kekuasaan kecuali oleh

masyarakat (N);

4. Pemerintah (G) yang kokoh tidak terwujud tanpa ekonomi (W)

yang tangguh;

5. Masyarakat (N) tidak dapat terwujud kecuali dengan

ekonomi/kekayaan (W);

6. Kekayaan (W) tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan

(D);

7. Pembangunan (D) tidak dapat dicapai kecuali dengan keadilan

(J);

8. Penguasa/pemerintah (G) bertanggung jawab mewujudkan

keadilan (J);

9. Keadilan (J) merupakan mizan yang akan dievaluasi oleh Allah

swt.96

Formulasi Ibnu Khaldun menunjukkan gabungan dan

hubungan variabel-variabel yang menjadi prasyarat mewujudkan

96

Mohammad Tahir Sabit Haji Mohammad, “Principles of Sustainable Development in Ibn Khaldun’s Economic Thought”, Malaysian Journal of Real Estate, Volume 5, Number 1, 2010, h. 6.

Page 92: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xcii

sebuah negara, khususnya negara hukum kesejahteraan. Semua

variabel tersebut bekerja dalam sebuah lingkaran yang dinamis saling

tergantung dan saling mempengaruhi. Masing-masing variabel

tersebut menjadi faktor yang menentukan kemajuan suatu peradaban

atau kemunduran dan keruntuhannya.

Secara sederhana dapat dibaca bahwa penguasa (G)

bertugas dan bertangungjawab menerapkan syari’ah (S), sebab tanpa

syari’ah, masyarakat (N) akan kacau, negara akan runtuh. Negara juga

harus menjamin hak-hak masyarakat dan bertanggung jawab

mewujudkan kesejahteraan masyarakat (N) agar masyarakat

sejahtera/makmur (W), melalui pembangunan (D) yang adil ( J). Bila

variabel-variabel itu tidak dipenuhi, maka kekuasaan tinggal menunggu

waktu runtuhnya. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menekankan bahwa

sebuah negara tidak dapat mencapai kemajuan dan kekuatan kecuali

dengan menerapkan syariah.97

Mohammad menulis, bahwa Chaptra telah

menginterpretasikan gagasan Ibnu Khladun dalam sebuah mulitidisplin

model dengan karakter dinamis yang terdiri atas variabel sosial

ekonomi dan politik yang termasuk “the sovereign or political authority

(G), beliefs and rules of behaviour or the Shariah (S), people (N),

97

M. Umer Chapra, The Future of Economics: An Islamic Perspective, (United Kingdom: The Islamic Foundation, 2001), p. 61.

Page 93: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xciii

wealth or stock of resources (W), development (G) and justice (J), in a

circular and interdependent manner, each influencing the others and in

turn being influenced by them.”98

Selanjutnya, lingkaran karakter dinamis pengembangan

ekonomi dalam negara hukum kesejahteraan versi Ibnu Khaldun,

dapat dilihat gambar di bawah ini:

Gambar 1

Siklus Rantai Reaksi Ibnu Khaldun yang Diformulasi M. Umer Chapra

Sumber: Mohammad Tahir Sabit Haji Mohammad (2010)

M. Umer Chapra menginterpretasikan model tersebut secara

sederehana yaitu: a strong economic development requires (i)

collective entity (state), (ii) rules and regulations, (iii) law enforcement

institutions, (iv) people, (v) wealth or economic empowerment, (vi)

98

Mohammad Tahir Sabit Haji Mohammad, “Principles of Sustainable… loc.cit.

Page 94: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xciv

development, (vii) justice, and (viii) moral legitimacy. These eight

components may be compressed into: (a) a collective authority

represented by State institutions (b) the rule of law, (c) the people, (d)

wealth and development, (e) justice and (f) moral legitimacy.

Menurut Chapra, kekuatan negara atau masyarakat atau

ekonomi tergantung dari dukungan warganya dan dukungan warganya

tergantung dari makanan yang dikonsumsi. Makanan yang dikonsumsi

masyarakat tergantung dari akses kekayaan yang diperoleh,

sementara akses untuk memperoleh kekayaan tergantung

partisipasinya dalam pembangunan, sementara partispasi dalam

pembangunan dapat dicapai, apabila semua itu didasarkan pada

keadilan yang didirikan atas dasar prinsip-prinsip hukum dan moral.99

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini:

99

Ibid., h. 7.

Page 95: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xcv

Gambar 2 Core Interdependent Components of Economic Growth

Strong Economy/Society People Wealth Development Justice

Sumber: Mohammad Tahir Sabit Haji Mohammad (2010)

Ibnu Khaldun menyatakan bahwa negara harus berorientasi

kepada kesejahteraan rakyat, memiliki kebijakan anggaran,

menghargai hak milik masyarakat, dan menghindari pungutan pajak

yang memberatkan. Negara akan mengutamakan pembangunan

melalui anggaran yang dihasilkan dari kebijakan yang adil, dan

sebaliknya negara akan menghambat pembangunan dengan

memperlakukan sistem pajak dan kebijakan yang tidak adil. Negara

merupakan suatu pasar terbesar yang dihasilkan dari anggaran negara

tersebut untuk kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu, negara tidak perlu

terlibat secara langsung sebagai pelaku pasar, namun harus

melakukan hal-hal yang dapat membantu masyarakat menjalankan

Page 96: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xcvi

usahanya secara lebih efisien dan mencegah masyarakat untuk

melakukan tindakan yang tidak adil secara berlebihan.100

3. Negara Hukum Kesejahteraan Madinah

Berdasarkan catatan sejarah diketahui bahwa Nabi

Muhammad saw. hijrah ke Madinah pada tahun 622 M. Ada dua

aktivitas yang sangat penting yang dilakukan setibanya di Madinah,

yaitu mendirikan masjid di Quba dan city-state di Madinah. Dua

peristiwa tersebut membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw. telah

melaksanakan dua macam doktrin Islam yang pokok, yaitu hubungan

manusia dengan Allah swt. dan hubungan manusia dengan sesama

manusia.101

Perilaku Nabi Muhammad saw. pada permulaan periode di

Madinah membuktikan bahwa sejak semula Islam mempertautkan

secara erat antara agama dengan negara. Selain itu pula ketika Nabi

Muhammad saw. di Madinah mengubah kota Yastrib. Namun Madinah

yang digunakan untuk mengganti Yastrib tidak sekadar berarti kota.

Nama itu punya arti yang luas, yaitu kawasan tempat menetap dan

100

Merza Gamal, “Peran Negara dalam Ekonomi Islam”, http:// www.kabarindonesia.com/ berita. php?pil=20&dn=20071203154331 diakses pada 2 September 2010.

101

Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 157.

Page 97: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xcvii

bermasyarakat yang memiliki peradaban dan budaya yang mencakup

negara (dawlah) dan pemerintahan (hukumah). Di belakang kata

Madinah, ditambahkan kata Munawwarah atau Madinah al-

Munawwarah, artinya negara dan pemerintahan yang diberi cahaya

wahyu Ilahi, atau menurut istilah al-Farabi, yaitu al-Madinah al-Fadilah

(negara utama).102

Secara konvesional, perkataan madinah, dapat diartikan

sebagai kota. Dalam ilmu kebahasaan mengandung makna

peradaban. Dalam bahasa Arab peradaban dinyatakan dalam kata-

kata madaniyah atau tamaddun, oleh karena itu, tindakan mengubah

nama Yastrib menjadi Madinah, pada hakikatnya adalah sebuah

peryataan niat atau proklamasi bahwa Nabi Muhammad saw.

bersama para pendukungnya yang terdiri atas kaum Muhajirin dan

Anshar hendak mendirikan dan membangun masyarakat beradab.103

Menurut Yudi Latif, salah satu penjelasan leksikal kata

madinah berasal dari kata kerja dana-yadinu, berarti tunduk-patuh;

yang mengisyaratkan kewajiban manusia untuk tunduk dan patuh

kepada kesepakatan dan perjanjian kontraktual yang sah antara

manusia dengan Tuhannya dan antara sesamanya. Penjelasan

102Irfan Idris, Islam dan Konstitusionalisme: Konstribusi Islam dalam Penyusunan

Undang-Undang Dasar Indonesia Modern, (Yogyakarta: antonyLib, 2009), h. 32. 103

Nurcholish Madjid, “Menuju Masyarakat Madani”, dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur'an, No. 2, Vol. VII, Th. 1996, h. 51.

Page 98: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xcviii

leksikal lainnya menyebutkan bahwa madinah berasal dari kata kerja

madana-yamdunu, yang berarti mendirikan bangunan. Hal ini

mengisyaratkan pembangunan hunian tetap sebagai basis peradaban

negara-kota (polis).104

Masyarakat yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw. di

Madinah oleh Robert N. Bellah dikatakan sebagai masyarakat yang

untuk zaman dan tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern,

sehingga setelah Nabi Muhammad saw. sendiri wafat tidak bertahan

lama. Timur Tengah dan umat manusia saat itu belum siap dengan

pranata sosial yang diperlukan untuk menopang tatanan sosial yang

modern seperti dirintis Nabi Muhammad.105

Negara Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw.

berdasarkan prinsip kesejahteraan. Dalam Islam, konsep negara

hukum kesejahteraan dirumuskan dengan istilah baldatun thayyibatun,

seperti dalam Firman Allah swt. Q.S. Saba (34) Ayat 15 sebagai

berikut:

Terjemahnya:

104

Fajar Riza dan Endang Tirtana, (ed.), Islam, HAM, dan Keindonesiaan: Refleksi dan Agenda Aksi untuk Pendidikan Agama, (Jakarta: MAARIF Institute for Culture and Humanity, 2007), h. 22.

105

Robert N. Bellah, Beyond Belief, (New York: Harper & Row, 1976), h. 150-151.

Page 99: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

xcix

…(negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".

Hakikat baldatun thayyibatun pada ayat di atas adalah suatu

negeri atau daerah yang baik, tanahnya subur, masyarakatnya

makmur serta pemerintahannya adil dan merupakan gambaran

masyarakat yang ideal.106

Dalam mewujudkan negara hukum kesejahteraan

sebagaimana dimaksudkan Alqur’an, yaitu suatu negara yang

sejahtera di bawah naungan ridha Allah swt., maka negara

berkewajiban mengatur dan mengalokasikan dana dalam jumlah yang

cukup untuk keperluan jaminan masyarakat yang memerlukannya.

Jaminan sosial itu mencakup tunjangan pengangguran, tunjangan

orang tua (berusia pensiun), beasiswa yang sedang menuntut ilmu

dan lain-lain. Negara berkewajiban pula menyediakan sarana

peribadatan, pendidikan, panti asuhan, rumah sakit dan lain-lain.107

Pada negara hukum Madinah, hanya ada satu motivasi pada

prinsip kesejahteraan yaitu doktrin Islam: hablun min Allah wa hablun

min al-nas, yaitu aspek ibadah dan aspek muamalah. Realisasi prinsip

negara hukum kesejahteraan ini semata-mata bertujuan untuk

106

Ali Nurdin, Quranic Society: Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam Al-Qu’ran, (Surabaya: Penerbit Erlangga, 2006), h. 116

107

Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum… op.cit., h. 152.

Page 100: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

c

mewujudkan keadilan sosial dalam masyarakat sesuai dengan

perintah Allah swt.

Masyarakat Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad

saw. adalah masyarakat yang berhasil memberlakukan nilai-nilai

keadilan, prinsip kesetaraan hukum, jaminan kesejahteraan bagi

semua warga, serta perlindungan terhadap kelompok minoritas.

Kalangan pemikir muslim menganggap masyarakat (kota) Madinah

sebagai prototype masyarakat ideal produk Islam. Hal itu berdasarkan

Hadis Nabi Muhammad saw. dalam sabdanya, "tak ada satupun

masyarakat di dunia ini yang sebaik masyarakat atau sebaik-baik

masa adalah masaku”.

Sumber-sumber pendapatan negara pada Negara Madinah,

antara lain zakat, infak, sadaqah, ghanimah dan jizyah. Zakat, infaq,

sadaqah merupakan sumber pendapatan negara yang berasal dari

kaum muslimin. Ghanimah adalah harta rampasan perang yang

ditentukan.

Nabi Muhammad saw. sebagai rasul tidak hanya

menerapkan prinsip kesejahteraan sosial dalam makna pemenuhan

akan kebutuhan materil atau kebendaan saja, akan tetapi dalam

kedudukannya sebagai Rasulullah dan Kepala Negara Madinah, Nabi

Muhammad saw. telah menerapkan suatu prinsip kesejahteraan untuk

dua macam kepentingan, yaitu kepentingan kesejahteraan materil

Page 101: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ci

bagi semua warga Madinah dan kesejahteraan yang bersifat spiritual.

Nabi Muhammad saw. telah melaksanakan dan menerapkan suatu

prinsip keseimbangan duniawiyah dan ukhrawiyah.108

Prinsip ini diajarkan dalam Q.S. al-Baqarah (2) Ayat 201

sebagai berikut:

Terjemahnya:

dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kesejahteraan (kebaikan) di dunia dan kesejahteraan (kebaikan) di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. Prinsip ini dapat dikatakan merupakan salah satu ciri khusus

konsep negara hukum kesejahteraan Madinah yang

membedakannya dengan cita-cita kenegaraan dalam pemikiran barat

yang cenderung mengutamakan kesejahteraan materil dan

mengabaikan kesejahteraan spiritual atau setidaknya kurang

memperhatikan segi kesejahteraan spiritual bagi rakyatnya.

B. Teori Hukum al-Maslahah: Imam Malik

1. Pengertian al-Maslahah

108

Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum… op.cit., h. 168.

Page 102: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cii

Teori maslahah atau istislah, pertama kali diperkenalkan oleh

Imam Malik (W. 97 H.), pendiri Mazhab Maliki. Namun karena

pengikutnya yang lebih akhir mengingkari hal tersebut, maka setelah

abad ketiga hijriyah tidak ada lagi ahli usul fiqih yang menisbatkan

maslahah kepada Imam Malik,109 sehingga tidak berlebihan jika ada

pendapat yang menyatakan bahwa teori maslahah ditemukan dan

dipopulerkan oleh ulama-ulama usul fiqih dari kalangan asy-Syafi’iyah

yaitu Imam al-Haramain al-Juwaini (w. 478 H.), guru Imam al-Ghazali

dan menurut beberapa hasil penelitian, ahli usul fiqih yang paling

banyak membahas dan mengkaji maslahah adalah Imam al-Ghazali

yang dikenal dengan sebutan hujjatul Islam.110

Kata maslahah berasal dari bentukan tiga huruf sha, la dan ha.

Dari kata tersebut terbentuk kata shalaha, shaluha, ashlaha, shaalaha,

isthalaha, ishtashlaha, shalahiyah dan ash shulhu.111 Sedangkan

Fairuz Abadi mengatakan, kata maslahah berasal dari kata kerja

shalaha-yasluhu, shalaahan wa suluhan, yang bermakna hilangnya

kerusakan, bermanfaat atau cocok. Kemudian ditambah huruf hamzah

109

Ahmad Munif Suratmaputra, Fisafat Hukum Islam al-Ghazali; Maslahah-Mursalah dan Relevansinya dengan Pembaruan Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 184.

110

Wael B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam: Pengantar untuk Ushul Fiqh Madzhab Sunni, (terjemahan), (Jakarta: Rajawali Press, 2000), h. 165-166.

111

Ibrahim Musthafa, (et.al.), Al-Mu’jam al-Wasith, (Kairo: Maktabah asy-Syuruq ad- Dauliyah, 2004), h. 520.

Page 103: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ciii

di depan sehingga menjadi ashlaha-yuslihu-islaahan, bermakna

berbuat sesuatu yang berfaedah (bermanfaat).112

Menurut Yusuf Hamid Alim, kata maslahah mutlak kembali

kepada dua hal. Pertama, kata maslahah sama dengan kata manfaat

(dalam bahasa arab), dari sisi timbangan (wazan) dan makna, ini

adalah makna hakiki. Kedua secara majazi, berarti perbuatan yang

mengandung kebaikan dan manfaat, maksudnya dalam konteks

kausalitas. Seperti halnya perniagaan yang mengandung manfaat

materi dan menuntut ilmu yang mengandung manfaat maknawi.113

Sedangkan Izzudin Ibnu Abdil Azis Ibnu Abdis Salam

menyatakan bahwa kata al-mashalih (bentuk plural dari al-maslahah)

dan al-mafasid (bentuk plural dari al-fasadu) sering diungkapkan

dengan kata khair (kebaikan) dan asy-syarr (keburukan), an-naf’u

(manfaat) dan adh-dhaarr (bahaya), al-hasanah (kebaikan) dan as-

sayi’ah (keburukan). Maslahah mencakup semua kebaikan dan

manfaat, sedangkan al-mafasid mencakup seluruh keburukan dan

bahaya. Alqur’an sendiri selalu menggunakan kata al- hasanah untuk

112

Ibrahim Musthafa (et.al.), loc. cit. 113

Yusuf Hamid Alim, Al-Maqasid al-Ammah Lissyariah al-Islamiyah, (Riyadh: Ma’had Ali al-Fikri al-Islami, 1994), h. 133-134.

Page 104: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

civ

menunjukan pengertian al-maslahah dan kata as-sayi’ah untuk

menunjukan pengertian al-mafsadah114.

Secara etimologi kata maslahah adalah sinonim dari kata

manfaat, digunakan untuk menunjukkan sesuatu atau seseorang yang

menjadi baik atau bermanfaat. Secara alternatif untuk menunjukkan

keadaan yang mengandung kebajikan atau terhindar dari bahaya.

Dalam mengartikan maslahah secara definitif terdapat

perbedaan rumusan dikalangan ulama. Berikut ini disebutkan definisi

dari beberapa ulama.

Imam al-Ghazali menjelaskan, menurut asalnya maslahah itu

berarti sesuatu yang mendatangkan manfaat (keuntungan) dan

menjauhkan mudarat (kerusakan), namun hakikat dari maslahah

adalah memelihara tujuan syara’ dalam menetapkan hukum.

Sedangkan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu ada lima, yaitu

memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.115

Selanjutnya Izzudin Ibnu Abdil Azis mendefinisikan maslahah

dalam dua bentuk. (1) hakiki, maksudnya berupa kesenangan dan

kenikmatan; (2) majazi, maksudnya ”sebab-sebab yang mendatangkan

kesenangan dan kenikmatan” tersebut, dan bisa jadi faktor datangnya

114Izzudin Ibnu Abdil Azis Ibnu Abdis Salam, Qawaidul Ahkam fi Islahil Anam,

(Damaskus: Darul Qalam, t.th), h. 7. 115

Imam Abu Hamid al-Ghazali, Al-Mustashfa bi Tahqiqi Abdullah Mahmud Muhammad Umar, (Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 2008), h. 275.

Page 105: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cv

maslahah adalah justru mafasid (kerusakan).116 Definisi ini didasarkan

bahwa pada prinsipnya ada empat bentuk manfaat, yaitu kelezatan

dan sebab sebabnya serta kesenangan dan sebab-sebabnya.117

As-Syatibi mendefinisikan maslahah dari dua sudut pandang,

yaitu dari segi terjadinya maslahah dalam kenyataan dan dari segi

tergantungnya tuntunan syara’ kepada maslahah. Dari segi terjadinya

maslahah dalam kenyataan, berarti sesuatu yang kembali kepada

tegaknya kehidupan manusia serta kesempurnaan hidupnya, tercapai

apa yang dikehendaki oleh sifat syahwati dan aklinya secara mutlak,

sehingga merasakan kenikmatan.118

Sedangkan dari segi tergantungnya tuntunan syara’ kepada

maslahah, yaitu kemaslahatan yang merupakan tujuan dari penetapan

hukum syara’. Untuk meraihnya Allah swt. menuntut manusia untuk

berbuat, sehingga mencapai kesempurnaan dan lebih mendekati

kehendak syara’. Meskipun dalam pelaksanaannya mengandung

kerusakan sebenarnya bukan itu yang diinginkan oleh syara’.119

Berdasarkan definisi di atas, baik secara etimologi maupun

secara terminologi, dapat diambil beberapa kesimpulan. Diantaranya

116

Izzudin Ibnu Abdil Azis Ibnu Abdis Salam… op.cit., h. 18. 117

Ibid., h. 15. 118

As-Syatibi, Al Muwafaqat fi Ushul Asy Syariah, Vol. 2, (Beirut: Dar Ibnu Affan, 1997), h. 44.

119

Ibid., h. 45.

Page 106: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cvi

adalah: maslahah terkadang dapat dilihat secara rasional dan

terkadang tidak, karena ada beberapa perkara yang bentuknya

kerusakan namun ujungnya berbuah maslahah atau sebaliknya.

Kemudian ada perbedaan antara definisi maslahah secara umum

(etimologi) dan syara’ (terminologi) yang terletak pada tujuan syara’

yang dijadikan rujukan. Secara etimologi maslahah merujuk pada

tujuan pemenuhan kebutuhan manusia dan karenanya mengandung

pengertian untuk mengikuti syahwat dan hawa nafsu. Sedangkan

secara syar’i, ukuran dan rujukannya adalah tujuan syara’ yaitu

memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, tanpa melepaskan

tujuan pemenuhan kebutuhan manusia yaitu mendapatkan

kesenangan dan menghindarkan ketidaksenangan.

2. Macam-Macam al-Maslahah

Ada beberapa kategori dalam pembagian macam-macam

maslahah. Diantaranya adalah Pertama, dari segi kekuatan zatnya;

Kedua, berdasarkan cakupannya menurut jumhur ulama; dan Ketiga,

maslahah menurut syara’.

1) Maslahah dari segi kekuatan zatnya.

Page 107: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cvii

Maslahah ini di bagi dalam tiga bagian, yaitu maslahah dharuriyah,

maslahah hajiyah dan maslahah tahsiniyah.

(1) Maslahah dharuriyah

Maslahah dharuriyah yaitu kemaslahatan yang

keberadaannya sangat dibutuhkan demi tegaknya

kemaslahatan dunia dan akhirat; artinya apabila ada yang

hilang maka kemaslahatan dunia dan akhirat tersebut tidak

dapat berjalan dengan semestinya, bahkan akan mengalami

kerusakan, kegoncangan serta lenyapnya kehidupan; selain itu

kenikmatan akan sirna dipenuhi dengan kerugian.120 Ibnu

Asyur berkata bahwa maslahah dharuriyah adalah

kemaslahatan yang sangat dibutuhkan oleh seluruh manusia,

tanpanya aturan tidak dapat berjalan dengan lurus, jika

maslahah itu rusak maka keadaan umat akan rusak pula.121

Kemaslahatan tersebut menjaga lima hal pokok,

yaitu: menjaga agama, jiwa, keturunan, harta dan akal.

Beragama adalah fitrah; menjaga jiwa adalah watak; menjaga

120

As Syatibi, Al-Muwafaqat....op. cit., h. 17-18. 121

Muhammad bin Thahir bin Asyur, Maqasid asy-Syariah al-Islamiyah, (Kairo: Darus Salam, 2006), h. 76.

Page 108: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cviii

keturunan adalah hukum alam; menjaga harta adalah hukum

masyarakat dan menjaga akal adalah suatu keharusan.122

Ada dua cara untuk menjaganya, yaitu: Pertama,

berupa tindakan langsung dengan menegakkan sendi dan

pondasi-pondasinya. Kedua tindakan tidak langsung, yaitu

mencegah terjadinya sesuatu yang dapat merusaknya. Contoh

dari tindakan langsung seperti pokok ibadah berupa iman,

syahadat shalat dan sebagainya, ini sebagai tindakan kuratif

untuk agama. Sedangkan untuk jiwa dan akal adalah dengan

makanan, minuman, tempat tinggal dan lainnya. Untuk

tindakan langsung terhadap harta dan keturunan adalah

dengan muamalah. Adapun tindakan secara tidak langsung

semuanya tercakup dengan upaya amar maruf dan nahi

munkar.123

(2) Maslahah hajiyat

Maslahah hajiyat, yaitu kemaslahatan yang tingkat

kebutuhannya untuk memberi kemudahan dan tanpa

keberadannya akan timbul kesusahan. Jika hal ini tidak dijaga

maka manusia akan merasa berat, namun tingkat

122

Muhammad Kamaludin Imam, Ushulul Fiqh al-Islamy, (Iskandariyah: Darul Matnu’at al-Jami’ah, t.th), h. 200-201.

123

As-Syatibi, Al Muwafaqat ….op. cit., h. 18-20.

Page 109: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cix

kerusakannya tidak sebagaimana yang biasa terjadi di tingkat

umum.124 Ibnu Asyur berkata, kemaslahatan yang diperlukan

oleh manusia agar maslahah dan kebutuhannya tercapai

dengan hasil yang baik, dan ketiadaannya tidak menimbulkan

kerusakan, hanya saja kurang sempurna, oleh karena itu tidak

sampai tingkat dharuri.125

Maslahah ini tercakup dalam masalah ibadah, adat,

muamalah dan jinayat. Contoh dalam ibadah seperti rukhsah

yang diperuntukkan bagi orang sakit dan musafir. Dalam adat

misalnya boleh berburu atau bersenang-senang dengan

sesuatu yang baik (halal). Contoh dalam perkara muamalah

seperti gadai dan jual beli dengan metode pesanan. Contoh

dalam perkara jinayat seperti pembebanan diyat bagi keluarga

tersangka.126

(3) Maslahah tahsiniyah

Maslahah tahsiniyah adalah melakukan sesuatu yang

termasuk kebaikan dalam tradisi dan menjauhi perilaku buruk

yang tercela menurut akal yang benar, contohnya terhimpun

124

Ibid., h. 21. 125

Muhammad bin Thahir bin Asyur, Maqasid… op.cit.,h. 76. 126

As Syatibi, Al Muwafaqat ….op. cit., h. 22.

Page 110: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cx

dalam kategori akhlak terpuji.127. Menurut Amir Syarifuddin,

maslaha ini adalah maslahah yang kebutuhan hidup manusia

kepadanya tidak sampai tingkat dharuri, juga tidak sampai

tingkat hajiyah; namun kebutuhan tersebut perlu dipenuhi

dalam rangka memberi kesempurnaan dan keindahan bagi

hidup manusia.128

Maslahah tahsiniyah juga berlaku dalam perkara

yang sama sebagaimana dua maslahah sebelumnya.

Contohnya dalam ibadah adalah menghilangkan najis,

menutup aurat, berhias dan lainnya. Dalam perkara adat

kebiasaan seperti adab makan minum, tidak makan yang najis

dan lainnya. Kemudian contoh dalam perkara muamalah

adalah larangan jual-beli barang najis. Dalam masalah jinayah,

contohnya larangan membunuh anak-anak, wanita dan orang

tua dalam perang.129

Menurut Ali Parman, ada dua hal yang harus dilihat dari

tujuan kemaslahatan ini. Pertama, pada masalah dharuriyah

sebagai tujuan utama hukum Islam (merangkum beberapa

127

Ibid. 128

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, Jilid 2, (Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 350.

129

As-Syatibi, Al Muwafaqat ….op. cit., h. 22-23.

Page 111: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxi

pendapat seperti: Syatibi, Hamka Haq, dan A. Qadir Gassing)

yaitu: memelihara jiwa, akal, keturunan, harta benda, persatuan,

dan lingkungan hidup. Kedua, istilah dharuriyah bermakna primer,

hajiyah bermakna sekunder dan tahsiniyah bermakna

komplementer. Pemaknaan tersebut harus dipahami dan

diamalkan agar tujuan hukum Islam dapat tercapai. Oleh karena

itu sikap moderat menjadi pertimbangan kuat memelihara

kemaslahatan.130

Berdasarkan argumen di atas, dapat dipahami bahwa

tujuan hukum Islam tidak hanya terbatas pada memelihara jiwa,

akal, keturunan, harta benda, persatuan dan kesatuan, serta

lingkungan hidup tetapi juga adalah sikap moderat dalam

memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Sikap moderat ini

membawa konsekuensi hokum bahwa jiwa, akal, keturunan, harta

benda, persatuan dan kesatuan, serta lingkungan hidup tidak

terlaksana apabila tidak ada sikap moderat didalamnya.

2) Maslahah berdasarkan cakupannya

(1) Pertama adalah maslahah umum yang berkaitan dengan

semua orang, seperti dicontohkan Imam al-Ghazali dalam

130

Ali Parman, “Kemoderatan Dalam Hukum Islam: Telaah Terhadap Implementasi Ibadah-Muamalah yang Bercorak Matematis”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Hukum Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, 25 Oktober 2011, h. 14-15.

Page 112: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxii

perkara menjatuhkan hukuman mati terhadap pelaku bid’ah

dan menyerukannya. Hal tersebut dilakukan jika diyakini

bahayanya dapat menimbulkan kemudaratan bagi semua

orang.

(2) Kedua maslahah yang mencakup mayoritas manusia,

contohnya adalah seperti jaminan perusahaan bagi konsumen

terhadap barang yang hilang, selama bukan karena kelalaian

konsumen. Maka kemaslahatan tersebut hanya bagi mayoritas

konsumen, bukan semua orang. Maslahah yang mencakup

mayoritas manusia pada hakikatnya adalah maslahah umum

yang mencakup mayoritas manusia dari sisi praktiknya.

(3) Ketiga maslahah yang jarang dan terkhusus untuk individu dan

saat-saat tertentu, seperti adanya kemaslahatan bagi seorang

istri agar hakim menetapkan keputusan fasakh karena

suaminya dinyatakan hilang. Menurut Kamaluddin Imam, sifat

kekhususan dalam maslahah ini bergantung kepada

praktiknya, hakikatnya fasakh nikah dalam kondisi seperti ini

adalah umum diantara istri yang suaminya hilang.131

Ajaran fundamental dari bangunan pemikiran hukum Islam

adalah maslahah, yaitu maslahah manusia universal. Tawaran teoritik

131

Muhammad Kamaludin Imam, op.cit., h.. 199-202.

Page 113: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxiii

(ijtihadi) apa pun dan bagaimana pun, baik didukung dengan nash

atau pun tidak, yang dapat menjamin terwujudnya maslaha

kemanusiaan, dalam hukum Islam adalah sah, dan umat Islam terikat

untuk mengambilnya dan merealisasikannya. Sebaliknya, tawaran

teoritik apa pun dan bagaimana pun, yang secara meyakinkan tidak

mendukung terjaminnya maslaha, apalagi membuka kemungkinan

terjadinya kemudaratan, dalam hukum Islam, adalah fasid, dan umat

Islam secara orang perorang atau bersama-sama terikat untuk

mencegahnya.132

Mengacu pada paradigma di atas, kaidah yang selama ini

dipegang oleh dunia fiqh yang menyatakan: “apabila suatu hadis teks

ajaran telah dibuktikan kesahihannya, itulah mazhabku”, secara

meyakinkan perlu ditinjau kembali. Kaidah inilah yang secara sistematis

telah menggerakkan dunia pemikiran, khususnya pemikiran hukum,

dalam Islam lebih mengutamakan bunyi harfiyah teks daripada

kandungan substansialnya, atau, dalam dunia pemikiran fiqh, lebih

mengutamakan atau bahkan hanya memperhatikan bunyi ketentuan

legal formal, daripada tuntutan maslahah (keadilan), yang notabene

merupakan jiwanya. Sebagai gantinya, diperlukan menegakkan kaidah

132

Masdar F. Mas'udi, "Meletakkan Kembali Maslahah Sebagai Acuan Syari'ah" dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur'an No.3, Vol. VI Th. 1995. h. 97.

Page 114: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxiv

yang berbunyi: “jika tuntutan maslahah, keadilan, telah menjadi sah

melalui kesepakatan dalam musyawarah itulah mazhabku”.133

Tawaran kaidah yang lebih menekankan pada substansi, yaitu

maslahah-keadilan, bukan berarti segi formal dan tekstual dari

ketentuan hukum harus diabaikan. Ketentuan legal-formal-tekstual yang

sah, bagaimana pun, harus menjadi acuan tingkah laku manusia dalam

kehidupan bersama, kalau tidak ingin menjadi anarki. Akan tetapi, pada

saat yang sama, haruslah disadari sedalam-dalamnya bahwa patokan

legal-formal dan tekstual hanyalah merupakan cara bagaimana cita

maslahah, yakni keadilan diaktualisasikan dalam kehidupan nyata. Ini

berarti bahwa ketentuan formal-tekstual bagaimana pun dan datang dari

sumber apa pun, haruslah selalu terbuka dan atau diyakini terbuka

untuk diubah atau diperbarui sesuai dengan tuntutan maslahah, cita

keadilan.134

Secara mendasar, perlu ditinjau konsep usul fiqh tentang qat'i

(yang pasti dan tidak dapat diubah-ubah oleh ijtihad) dan zanni (yang

tidak/kurang pasti dan dapat diubah-ubah oleh ijtihad) dalam hukum

Islam. Fiqh selama ini mengatur bahwa yang qat'i adalah apa-apa

133

Ibid., 97. 134

Ahmad Zaenal Fanani. “Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam”http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/WACANA%20HUKUM%20ISLAM/TEORI%20KEADILAN%20PERSPEKTIF%20FILSAFAT%20HUKUM%20ISLAM.pdf diakses pada 28 Juni 2010.

Page 115: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxv

(hukum-hukum) yang secara syar’i ditunjuk oleh nash Alqur’an dan

Hadis Nabi. Sedangkan yang zanni adalah apa-apa (hukum) yang

petunjuk nashnya kurang/tidak syar’i, ambigu dan mengandung

pengertian yang berbeda-beda.135

Sesungguhnya, yang qat'i dalam hukum Islam, sesuai dengan

makna harfiyahnya adalah sesuatu yang bersifat pasti, tidak berubah-

ubah, karena itu bersifat fundamental adalah nilai maslahah atau

keadilan itu sendiri yang merupakan jiwanya hukum. Sedangkan yang

masuk kategori zanni (tidak pasti dan dapat diubah-ubah) adalah

seluruh ketentuan batang tubuh atau teks, ketentuan normatif, yang

dimaksudkan sebagai upaya yang menerjemahkan yang qat'i (nilai

maslahah atau keadilan) dalam kehidupan nyata. Sehingga kalau

dikatakan bahwa ijtihad tidak dapat terjadi untuk daerah qat'i, dan hanya

dapat dilakukan untuk hal-hal yang zanni, itu memang benar adanya.

Cita-cita maslahah dan keadilan sebagai hal yang qat'i dalam hukum

Islam, memang tidak perlu dilakukan ijtihad guna menentukan

kedudukan hukumnya, apakah wajib, sunnah, mubah, makruh atau

haram.136

135

Masdar F. Mas'udi, "Meletakkan Kembali… loc. cit. 136

Ahmad Zaenal Fanani, “Teori Keadilan… loc.cit.

Page 116: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxvi

Untuk mempermudah pemahaman, dapat dikemukakan satu

ilustrasi syari'ah zakat. Tujuan disyari'atkan zakat adalahterwujudnya

keadilan sosial dan kesejahteraan bersama dengan prinsip yang kuat

untuk membantu yang lemah. Dalam konteks ini, tidak ada keperluan

sedikit pun untuk melakukan ijtihad guna menentukan hukumnya dalam

menegakkan keadilan sebagaimana dicita-citakan oleh konsep zakat

tersebut.137

Ijtihad diperlukan dalam hal-hal berikut ini: Pertama,

mendefinisikan keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan dalam

konteks ruang dan waktu tertentu, misalnya konteks bangsa Indonesia

dalam dasawarsa kini dan mendatang; Kedua, berapa beban yang

harus ditanggung oleh orang yang mampu (miqdar al-zakah), atas basis

kekayaan apa saja (mahall al-zakah), kapan harus dibayar (waqt al-

ada), dan siapa-siapa serta dimana alamatnya yang secara nyata dan

definitif harus diuntungkan oleh zakat, dan sektor apa saja yang secara

riil dan definitif harus didukung oleh dana zakat (masraf al-zakah), dan

sebagainya; dan Ketiga, kelembagaan apa saja yang seharusnya

tersedia dalam realitas sosial politik Indonesia yang dapat mendukung

137

Ibid.

Page 117: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxvii

terwujudnya keadilan sosial dengan zakat tersebut; bagaimana

mekanisme pembentukannya, kerjanya dan kontrolnya.138

Ketentuan yang terdapat dalam teks ajaran atau dalam

pendapat para ulama mengenai persoalan pada ketiga poin tersebut,

tidak ada yang qat'i tapi semuanya zanni, karena itu dapat disesuaikan,

diubah, kapan saja tuntutan maslahah-keadilan menghendaki. Misalnya,

tentang amwal zakawi; tidaklah adil untuk zaman sekarang, hanya

mengenakan pungutan sedekah wajib atas kurma dan anggur,

sementara kelapa sawit, apel, kopi, tembakau, yang tidak kalah

ekonomisnya, dibebaskan begitu saja. Juga, tidak adil dikenakan beban

sedekah wajib atas pendapatan sektor pertanian, sementara dari sektor

industri dan jasa justru tidak dikenakan.139 Demikian pula, tidak sesuai

lagi dengan maslahah keadilan yang nyata kalau sabilillah, sebagai

salah satu dari mustahiq zakat, hanya didefinisikan dengan tentara di

medan perang melawan orang kafir, sementara aparat penegak hukum

seperti polisi, jaksa, hakim dan pembela hukum, tetap diletakkan di luar

orbit misi ketuhanan untuk menegakkan orde keadilan. Lalu akibatnya,

rakyat cenderung melepaskannnya dari tuntutan moral. Aparat penegak

hukum sendiri cenderung merasa bebas dari tuntutan itu. Meletakkan

138

Masdar F. Mas'udi, "Meletakkan Kembali… op. cit., 97-98. 139

Ibid., h. 98.

Page 118: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxviii

aparat penegak hukum pada barisan sabilillah, telah memberikan

justifikasi dan sekaligus kepedulian (kritik) sosial terhadap peran dan

aktivitasnya, dengan acuan nilai ketuhanan dan keadilan.140

Bertitik tolak dari paradigma tersebut, maka tidak semua

maslahah dapat dipandang benar oleh hukum. Maslahah yang

dibenarkan hanyalah maslahah yang merupakan pengembangan

kulliyat al-khamsah (kelima pokok hukum) di atas. Untuk itulah dalam

pengembangan kajian hukum (Islam) tidak boleh hanya terpaku pada

teks-teks hukum secara lahiriyah (formalistik) saja. Penelusuran

terhadap pengembangan hukum menjadi sangat penting. Sekalipun

demikian penelusuran tersebut harus selalu berpijak dan bersandar

pada teks-teks atau nash yang ada. Hal ini dilakukan demi menjawab

perkembangan dan perubahan sosial yang dalam kenyataannya melaju

lebih cepat dari pada hukum itu sendiri.

Teori maslahah ini berasal dari teori hukum Islam yang

orientasinya lebih menekankan kepada unsur kemaslahatan atau

kemanfaatan untuk manusia dari pada mempersoalkan masalah-

masalah yang normatif belaka. Teori ini tidak semata-mata melihat

bunyi teks hukum (bunyi ayat Alqur’an dan Hadis) maupun undang-

undang tertulis, melainkan lebih menitikberatkan pada prinsip-prinsip

140

Ahmad Zaenal Fanani, “Teori Keadilan… loc.cit.

Page 119: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxix

atau tujuan yang hendak dicapai, yang terkandung di dalam nash atau

teks tersebut (maqashid syariah). Oleh karena itu, terkadang teori

maslahah ini secara lahiriah tampak tidak sejalan dengan teks undang-

undang baik berupa ayat Alqur’an maupun Hadis, akan tetapi kalau

dicermati sesungguhnya justru mengembangkan dan membawa prinsip-

prinsip dan misi hukum yang terkandung di dalam teks tersebut.

Menyangkut formulasi teori maslahah, bahwa maslahah

merupakan tujuan yang dikehendaki oleh syar’i dalam hukum-hukum

yang ditetapkan-Nya melalui teks-teks suci syariah (nusus al-syari‘ah)

berupa Alqur’an dan Hadis. Tujuan tersebut mencakup 5 (lima) hal pokok,

yaitu perlindungan terhadap agama, perlindungan terhadap jiwa,

perlindungan terhadap akal budi, perlindungan terhadap keturunan,

perlindungan terhadap harta kekayaan.141

C. Teori Bisnis Tazkiyah

Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang

dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan

atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya

dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan

141

Asmawi, “Relevansi Teori Maslahat dengan UU Pemberantasan Korupsi” http://asmawi.net/wp-content/uploads/2010/01/Relevansi-Teori-Maslahat-dengan-UU-Pemberan-tasan-Korupsi.PDF diakses pada 2 Juni 2010.

Page 120: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxx

efisien.142 Adapun dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis tidak lain

adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan

penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen

untuk memperoleh keuntungan.143

Adapun pengertian bisnis dalam Islam dapat dipahami sebagai

serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak

dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk

profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan

hartanya (ada aturan halal dan haram).144

Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan

setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja.

Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan

manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia

berusaha mencari nafkah, Allah swt. melapangkan bumi serta

menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari

rizki, sebagaimana Firman Allah swt. dalam Q.S. al-Mulk (67) Ayat 15

sebagai berikut:

142

Muslich, Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis, Normatif, dan Substansi Implementatif, (Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi UII, 2004), h. 46.

143

Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 15.

144

Ibid, h. 18.

Page 121: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxi

Terjemahnya:

Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

Selanjutnya, dalam Q.S. al-A’raf (7) Ayat 10 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber-sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur. Mengenai Teori Bisnis Tazkiyah (TBT) diperkenalkan oleh M.

Arfin Hamid dari hasil penelitiannya. Untuk mengkualifikasi sebuah bisnis

halalan-tayyiban yang tazkiyah (suci), yaitu bisnis yang dilakukan sesuai

dengan prinsip-prinsip syariah, paling tidak melalui sedikitnya 4 (empat)

tahapan sebagai unsur (rukun) yang saling terkait dan tidak terpisahkan.

Adapun tahapan yang dimaksud dapat dilihat tabel di bawah ini:

Page 122: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxii

Tabel 1 Teori Bisnis Tazkiyah

Tahapan Uraian

Kegiatan Kualifikasi Keabsahan

1 2 3 4 5 I Objek? Haram Halal Halal Halal HALAL II Proses? Halal Haram Halal Halal HALAL III Hasil? Haram Haram Haram Halal HALAL

IV Pemanfaatan, Pengolahan?

Halal Haram Halal Haram HALAL

- Kesimpulan Haram Haram Haram Haram HALAL

Sumber: M. Arfin Hamid, 2008.

Berdasarkan tabel di atas, tergambar hanya lajur paling kanan

yang menggambarkan sebuah sistem bisnis yang betul-betul sesuai

syariah. Ada beberapa tahapan itu, diuraikan sebagai berikut.

1. Penentuan objek usaha (barang, jasa, jenis usaha) seluruhnya harus

terjamin keabsahan dan kehalalannya, bukan termasuk haram

lizatihi.

2. Metode/proses pengelolaan dan menjalankan bisnis tidak terdapat

unsur-unsur yang diharamkan, bukan termasuk haram lighairi zhatihi,

3. Hasil/output-nya dipastikan terjamin kehalalannya (tazkiyah)

4. Penggunaan dan pengelolaan hasil/harta itu dalam koridor

limardhatillah.145

145

M. Arfin Hamid, “Teori Bisnis Tazkiyah: Konsep dan Aplikasinya pada Bank Syariah dan Institusi Syariah Lainnya”, Jurnal Amanna Gappa, Vol. 16 Nomor 4, Desember 2008, h. 318.

Page 123: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxiii

Selanjutnya, Teori Bisnis Tazkiyah (TBT) dapat diuraikan sebagai

berikut:

Sebelum penentuan objek, tentunya niat/itikad berbisnis penting

diluruskan sesuai tuntunan syariah terlebih dahulu, setelah itu objek dan

jenis usaha dipastikan keabsahan dan kehalalannya. Sementara jika

sejak awal objeknya itu diharamkan, atau dimakruhkan, atau disubhat-

kan maka status hukum itu tidak mungkin berubah menjadi halal atau

mubah sekalipun.146

Selanjutnya meskipun objek sudah teruji kehalalannya tetap

harus diikuti dengan metode/proses pengelolaannya yang sah pula agar

kehalalannya tetap terjaga, tetapi jika dalam metode dan cara

pengelolaannya terdapat unsur keharaman, seperti gharar, riba, tadlis,

bathil, zhalim, monopoli iktinaz, dan semua tindakan tidak amanah

lainnya, maka kehalalannya berubah menjadi haram, karena termasuk

haram lighairi zhatihi.147

Tahap berikutnya (3) harus pula dipastikan bahwa dari objek dan

proses yang sah/halal menghasilkan sesuatu yang juga dijamin

kehalalannya. Realitasnya memperlihatkan bisa saja objek dan proses

sah, tetapi output-nya diharamkan, misalnya (a) minuman memabukkan

146

Ibid., h. 318. 147

Ibid., h. 318.

Page 124: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxiv

terbuat dari sari buah, tumbuhan, gula, buli, air yang halal,

pengelolahannya pun terjamin kehalalannya tetapi hasilnya diharamkan

karena khamar. (b) pengusaha pakaian jadi (konveksi) yang

memproduksi pakaian tank top, jangkis, celana botol, pakaian trendy

sensivitas tubuh tetap kelihatan, semuanya bahan dari yang halal,

bahkan ketika dijahit membaca basmalah, tetapi output-nya diharamkan

karena wanita yang memakainya pasti beraurat ria yang diharamkan

dalam Q.S. al-Ahzab, tentunya hasil bisnis seperti ini secara syar’i bukan

sesuatu yang suci dan tidak boleh dizakati.148

Pada tahapan terakhir (4), perolehan hasil usaha dari dari yang

diperoleh dari tahap 1 sampai 3 yang terjamin kehalalannya tentunya

pula diikuti dengan penggunaan dan pemanfaatan yang sesuai dengan

ridha Allah swt. Apabila hasil akhir yang halal itu dimanfaatkan selain

tujuan yang diridhai oleh Allah swt. maka kesimpulan akhirnya adalah

harta itu adalah haram.149

D. Teori Kepatuhan Hukum Berzakat

Kepatuhan hukum pada dasarnya merupakan suatu kewajiban,

sedangkan kewajiban itu sendiri awalnya adalah suatu konsep moral

yang spesifik dan merupakan pengertian norma moral dalam

148

Ibid., h. 318. 149

Ibid., h. 318.

Page 125: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxv

hubungannya dengan individu yang tindakannya diperintahkan atau

dilarang.150 Sedangkan norma-norma moral adalah prinsip hukum alam

atau hukum kodrat yang dikembangkan oleh Thomas Aquinas.151 Oleh

karena itu, salah satu alasan orang taat hukum karena pertimbangan

moral.152

Hukum alam (natural law) memberikan tempat utama kepada

moralitas. Peranan yang dimainkan oleh moral dalam memformulasikan

teori mengenai hukum dari alam (the law of nature) kadang-kadang

dinyatakan secara tegas, tetapi lebih banyak dinyatakan secara diam-

diam. Moralitas digunakan dalam berbagai peranan. Kadang-kadang

dikarakterisasikan sebagai produk dari isi hukum alam. Kadang-kadang

hukum alam diberikan peranan ganda, tidak hanya sebagai produk tetapi

juga sebagai pembenaran, petunjuk kata hati nurani atau dengan kata

150

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), h. 55.

151

St. Thomas Aquinas was the central figures in the natural law traditions. His moral theology, which was based on his Christian faith, sees morality as part of God’s governance of the world. Morality’s purpose is to lead us to our final goal, which is eternal happiness with God. We have two ways to know the basic moral norms: human reason and the Bible. Morality is possible because of how God created us, as rational animals with an intellect and will. Lihat Harry J. Gensler, Ethics: A Contemporary Introduction, Second Edition (New York: Routledge, 2011), h. 160.

152

Joseph Raz, The Authority of Law: Essays on Law and Morality, (United States: Oxford University Press, 2009), h 237.

Page 126: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxvi

lain apa yang seharusnya berlaku mengikuti apa yang seharusnya secara

moral berlaku.153

Kepatuhan pada hukum bagi ahli filsafat dan teoritisi hukum

dipandang sebagai keharusan yang pelanggarnya ditindak dan secara

pasti ditindak dalam bentuk hukuman. Jadi, hukuman dianggap sebagai

elemen konstitutif hukum.154

Dikalangan tokoh positivisme hukum, seperti John Austin155 yang

memahami hukum sebagai komando. Hukum tanpa hukuman bagi Austin

tidak pantas disebut hukum karena hukum yang demikian tidak dapat

digunakan untuk menegakkan tertib sosial, itu berarti bahwa mematuhi

hukum adalah kewajiban politik yang suka atau tidak suka harus

dilakukan oleh setiap warga negara.156

A John Simmons dalam esainya, “The Duty to Obey and Our

Natural Moral Duties”, menegaskan kesangsiannya dengan mengajukan

153

Erman Rajagukguk, “Filsafat Hukum Ekonomi” http://www.ermanhukum.com/ Kuliah/Filsafat%20Hukum%20Ekonomi%20Kul%20II.pdf diakses 22 April 2011.

154

Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 2009) h. 210. 155

According to Austin, law is the order of a “sovereign” backed by a thereat of sanction in the event of noncompliance. A norm is law, then, only if it is the command of a sovereign. Legality, on this account, is determined by its source-that is the will or command of a sovereign-not is substantive merit. The criteria of legality are matters of fact, not value. Lihat, Dennis Patterson (ed.), A Companion to Philosophy of Law and Legal Theory, (United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd, 2010), h. 231.

156

Andre Ata Ujan, Filsafat … op.cit., h. 210.

Page 127: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxvii

pertanyaan, “is there a duty to obey the law”157. Menurut Simmons,

banyak kepatuhan hukum yang disebabkan oleh rasa takut akan sanksi

hukum. Ini terjadi akibat pembiasaan sejak kecil, misalnya atau oleh

berbagai alasan non rasional yang dianut oleh masyarakat, negara, atau

bangsa.158

Ada tiga perbedaan penting yang dibuat H.C. Kelman yang

menggambarkan tiga tipe perubahan sikap terkait dengan kepatuhan

terhadap hukum, yaitu:

1. Complience is public yielding to an influence attempt without private acceptance; its basis is the expectation of gaining rewards or avoiding punishment.

2. Identifications is yielding to influence in an attempt to emulate an individual or group; its basis is satisfactions in being like the admired other (s)

3. Internalization is yielding in influence to in situations where the new attitude is instrinsically rewarding, useful or consistent with one’s value system; its basis is the instrinsic value of the new attitude to oneself159

Dalam hal kepatuhan terhadap hukum seperti yang dikatakan

H.C.Kelman tersebut dengan membedakan kualitas kepatuhan dalam 3

(tiga) jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini, karena membutuhkan pengawasan yang terus menerus.

157

Christopher Heath Wellman and Alan John Simmons, Is There a Duty to Obey the Law? (New York: Cambridge University Press, 2005), p. 93-105.

158

Andre Ata Ujan, Filsafat … op.cit., h. 212. 159

Stuart Oskamp and P. Wesley Schultz, Attitudes and Opinions, Third Edition (New York: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 2009), p. 214.

Page 128: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxviii

2. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak.

3. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang dianutnya.160

Kepatuhan hukum masyarakat pada hakikatnya adalah kesetiaan

masyarakat atau subyek hukum itu terhadap hukum. Kesetiaan tersebut

diwujudkan dalam bentuk prilaku yang nyata yaitu patuh pada hukum.

Secara a contrario masyarakat tidak patuh pada hukum karena

masyarakat tersebut dihadapkan pada dua tuntutan kesetiaan, antara

kesetiaan yang satu bertentangan dengan kesetiaan lainnya. Misalnya

masyarakat tersebut dihadapkan pada kesetiaan terhadap hukum atau

kesetiaan terhadap kepentingan pribadinya yang bertentangan dengan

hukum, seperti banyaknya pelanggaran lalu-lintas, korupsi, perbuatan

anarkisme, dll. Apalagi masyarakat menjadi berani tidak patuh pada

hukum demi kepentingan pribadi karena hukum tidak mempunyai

kewibawaan lagi, penegak hukum karena kepentingan pribadinya pula

tidak lagi menjadi penegak hukum yang baik. Sehingga dalam hal ini,

160

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009) h. 348.

Page 129: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxix

kesetiaan terhadap kepentingan pribadi menjadi pangkal tolak mengapa

manusia atau masyarakat tidak patuh pada hukum.161

Menurut Schuyt dalam Satjipto Rahardjo, orang mematuhi hukum

karena:

a. Kepatuhan hukum itu dipaksakan oleh sanksi (teori paksaan). b. Kepatuhan tersebut diberikan atas dasar persetujuan yang

diberikan oleh para anggota masyarakat, terhadap hukum yang diberlakukan untuk mereka (teori persetujuan).162

Richard A Wasserstrom mengidentifikasi tiga posisi kemungkinan

diadopsi mengenai karakter kewajiban untuk mematuhi hukum, yaitu:

(1) One has an absolute obligation to obey the law; disobedience is never justified. (2) One has an obligation to obey the law but this obligation can be overridden by conflicting obligations; disobedience can be justified, but only by the presence of outweighing circumstances. (3) One does not have a special obligation to obey the law, but it is in fact usually obligatory, on other grounds, to do so; disobedience to the law often does turn out to be unjustified.163 Ali Parman menulis, bahwa motivasi orang taat atau patuh

melaksanakan hokum Islam dipengaruhi oleh rasa takut kepada neraka,

rasa harap atau ingin masuk surga, atau karena cinta kepada Allah swt.164

Selanjutnya, mengenai alasan orang patuh kepada hukum, terdapat teori

161

M. Sofyan Lubis, “Menggugat Kepatuhan Hukum Kita”, http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=42 diakses 20 April 2011.

162

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya, 1996), h. 155. 163

Richard A Wasserstrom, “The Obligation to Obey the Law”, in The Duty to Obey the Law, edited by William A. Edmundson, Lantham, MD: Rowman & Littlefield Publishers, Inc., 1999, h. 21.

164

Ali Parman, Ketaatan Berzakat… op.cit., h.137.

Page 130: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxx

kewajiban natural yang menuntut kepatuhan terhadap hukum dengan

bertolak pada dua pertimbangan, seperti yang ditulis Andrea Ata Ujan,

yaitu:

Pertama, pertimbangan bahwa secara moral memang penting

untuk mengambil manfaat dari moral imparsial, seperti berlaku adil dan

jujur itu baik. Kepatuhan pada hukum penting demi membela

kemanusiaan universal. Kedua, pertimbangan yang melihat kepatuhan

pada hukum sebagai kewajiban moral yang harus dilakukan begitu saja

oleh siapa saja bagi siapapun sebagai sesama manusia tanpa

memperhatikan peran sosial atau manfaat apapun yang didapatkan dari

negara.165

Sementara itu, dalam ajaran Islam, kepatuhan adalah esensi

ajaran Islam karena kata Islam itu sendiri bermakna pasrah dan patuh.

Menurut al-Baidhawi, kata as-silm atau as-salm berarti tunduk atau patuh,

dan kata at-thaah berarti taat. Sedangkan menurut ar-Razi, makna asal

kata as-silm adalah al-inqiyad yang berarti tunduk dan patuh.166 Firman

Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah (2) Ayat 13 sebagai berikut:

165

Andre Ata Ujan, Filsafat … op.cit., h. 215. 166

Muchotob Hamzah dkk, Tafsir Maudhu’i… op.cit., h. 214.

Page 131: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxxi

Terjemahnya:

Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". Pengertian ini, diperkuat oleh ayat lain dalam Q.S. Fushilat (41)

Ayat 11 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".

Imaduddin Abd. Rahim mengomentari ayat di atas, bahwa tunduk

dan patuh atau Islamnya seluruh jagat alam raya ini kepada Allah swt.

ialah berdasarkan dekrit-Nya, namun telah diterima alam ini dengan patuh

(taat). Manusia diistimewakan oleh Allah swt. dalam hal keislaman atau

kepatuhan manusia kepada-Nya karena manusia diberikan hak untuk

menentukan pilihan sendiri. Manusia diberi kesempatan oleh Allah swt.

untuk memilih dua alternatif, yaitu: tunduk dan patuh kepada Allah swt.

Page 132: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxxii

maka akan dinamakan muslim (orang yang Islam) atau menolak mematuhi

Allah swt. maka dinamakan kufur (ingkar).167

Kepatuhan hukum umat Islam yang berada pada tataran

keyakinan (aqidah) akan berpengaruh terhadap moral (kesusilaan) dan

kualitas moral akan berpengaruh terhadap kualitas terhadap hukum.168

Kepatuhan seorang muslim pada hukum bukan atas dasar ketakutan,

tetapi atas dasar kesadaran keimanan. Jadi, menjalankan atau

menegakkan hukum dalam pandangan muslim merupakan bagian dari

keislaman yang total.169 Oleh karena itu, kepatuhan hukum merupakan

bagian dari takwa.170

Kepatuhan terhadap hukum yang telah ditetapkan oleh Allah swt.

adalah sebuah keniscayaan dan seluruh amal perbuatan manusia di dunia

akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah swt. di hari akhir. Amal

perbuatan manusia dianggap benar jika amal tersebut adalah amal yang

dilaksanakan sesuai dengan syariah berdasarkan perintah Allah swt. dan

Rasul-Nya. Amal perbuatan manusia baik yang bersifat ibadah maupun

167

M. Imadduddin Abdulrahim, Islam Sistem Nilai Terpadu, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 5.

168

Amrullah Achmad (et.al), Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional: Mengenang 65 th. Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, SH.,(Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 214.

169

Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariah dalam Wacana dan Agenda, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 90.

170

M. Imdadun Rahmat, Islam Pribumi: Mendialogkan Membaca Realitas, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 65.

Page 133: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxxiii

muamalah.171 Kepatuhan kepada hukum Islam merupakan tolok ukur

keimanan seseorang. Mengenai hal ini Allah swt. menegaskan dalam Q.S.

an-Nisaa (4) Ayat 65 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

Menurut Sayyid Qutb, kepatuhan masyarakat terhadap qiyadah

Rabbaniyah (kepatuhan kepada Allah swt) sebagai pemberi identitas

Islam padanya dan menjadikannya sebagai masyarakat muslim. Tanpa

kepatuhan mutlak ini, maka semuanya bukan muslim dan sebagai syarat

dari kepatuhan ini ialah berhukum kepada Allah swt. dan Rasul,

mengembalikan semua urusan kepada Allah swt. dan ridha kepada hukum

Rasul serta melaksanakannya dengan sepenuh hati.172 Allah swt.

berfirman dalam Q.S. an-Nisaa (4) Ayat 59 sebagai berikut:

171

Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah… op.cit., h.18. 172

Sayyid Qutb, Tafsir fi Zhilalil Qur`an, Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 261.

Page 134: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxxiv

Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alqur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Manusia patuh kepada hukum-hukum Allah swt. sebagai

konsekuensi manusia sebagai hamba Allah swt. Jadi kepatuhan

merupakan pengejawantahan penghambaan manusia terhadap Allah

swt. Hamba yang baik adalah hamba yang patuh pada Tuhannya dan

yakin bahwa apa yang telah diputuskan oleh Allah swt. adalah sesuatu

yang terbaik untuk dirinya. Setiap pengingkaran atau penolakan pada

ketetapan-Nya berarti penginkaran akan ketuhanan Allah swt.173

Alqur’an menyebutkan kepatuhan kepada Allah swt. sebagai

kepatuhan kepada kebenaran dan Nabi Muhammad saw. yang diutus oleh

Tuhan untuk membawa petunjuk dan kepatuhan kepada kebenaran agar

173

Daud Rasyid, Islam dalam Berbagai Dimensi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 66.

Page 135: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxxv

segala kepatuhan kepada yang lain di tundukkan, sebagaimana Firman

Allah swt. dalam Q.S. at-Taubah (9) Ayat 33 sebagai berikut:.

Terjemahnya:

Dialah yang Telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Quran) dan kepatuhan kepada kebenaran untuk dimenangkan-Nya atas segala agama (kepatuhan), walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.

Adapun tujuan kepatuhan (ketaatan) hokum bagi manusia

sebagaimana diungkapakan Yusuf Qardawi yang dikutip Ali Parman,

ialah: Pertama, ketaatan merupakan makanan ruh. Jiwa manusia

butuh kepada Allah swt. Kedua, ketaatan merupakan jalan terhindar

dari gangguan makhluk. Ketiga, ketaatan menghaluskan karakter

manusia. Keempat, ketaatan adalah hak Allah swt atas hamba-Nya.174

hunan Jadi pada dasanya kepatuhan kepada kebenaran

dalam ajaran Islam merupakan refleksi dari keberimanan seseorang.

Kepatuhan tersebut adalah kepatuhan secara total (kaffah) dalam

seluruh aspek kehidupan manusia. Totalitas kehidupan manusia

174

Ali Parman, Ketaatan Berzakat… op.cit., h. 93

Page 136: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxxvi

menurut Islam adalah kehidupan yang selalu merujuk pada perintah

dan larangan Allah swt.

Dalam konteks zakat, membayar zakat atau tidak membayar

sangat terkait dengan soal ketaatan. Zakat secara umum merupakan

satu ibadah sebagaimana kewajipan ibadah yang lain seperti shalat,

puasa dan menunaikan haji. Walaupun zakat adalah wajib namun

masih terdapat individu yang tidak taat melakukannya. Apa lagi

dengan ketiadaan fatwa yang mewajibkannya. Di dalam melakukan

amalan agama faktor ketaatan amat berkait dengan keimanan. Oleh

karena itu, ketidaktaatan untuk membayar zakat melambangkan

ketidaktaatan melakukan perintah agama dan memberi gambaran

bahwa tingkat keimanan yang rendah. Aidit menyatakan bahwa untuk

mengatasi masalah ketidaktaatan khususnya tidak mau membayar

zakat bukanlah satu perkara mudah kerana terkait dengan tahap

keimanan dan sikap. Secara praktik sukar diukur tetapi membawa

kesan kepada keimanan.175

Zakat tidak saja menjadi rukun Islam, tetapi juga menjadi

indikator dan penentu apakah seseorang itu menjadi saudara

seagama atau tidak. Artinya, bila seorang muslim telah terkena

175

Hairunnizam Wahid dkk., “Kesedaran Membayar Zakat Pendapatan di Malaysia” http://www.ukm.my/hairun/kertas%20kerja/kesedaran%20membayar%20zakat%20pendapatan.pdf diakses 6 September 2011.

Page 137: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxxvii

kewajiban zakat, tetapi tidak mau berzakat, maka bukan lagi

saudara seagama dan seiman. Hal ini secara tegas dikemukakan

Allah swt., dalam Q.S. At-Taubah (5) Ayat 11, sebagai berikut:

Terjemahnya:

Jika mereka bertaubat mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat, barulah mereka menjadi saudaramu seagama. Jadi, orang yang menolak kewajiban zakat sesungguhnya

telah melakukan pengingkaran dan kedurhakaan besar kepada

Allah swt. Abdullah bin Mas'ud RA mengatakan bahwa barang siapa

yang melaksanakan shalat tapi menolak membayar zakat, maka tidak

ada shalat baginya.

Kepatuhan hukum membayar zakat, tidak hanya dalam

konteks penunaiannya saja, tetapi juga patuh terhadap persyaratan-

persyaratan yang telah ditetapkan, seperti persyaratan bahwa harta itu

adalah harta yang halal dan baik (tayyib). Allah swt. berfirman dalam

Q.S Al-Baqarah (2) Ayat 267 sebagai berikut:

Page 138: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxxviii

Terjemahnya:

Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Disebutkan dalam hadis riwayat Muslim,

Rasulullah saw bersabda: Artinya: "Allah tidak menerima zakat dari

harta yang tidak sah." Membersihkan harta sama sekali berbeda

dengan money laundering. Abu Hurairah ra meriwayatkan, bahwa

Rasulullah Saw telah berwasiat, ‘’Sesuatu yang dishadaqahkan

seseorang dari yang baik-baik dan Allah tidak akan menerima

shadaqah kecuali yang baik tiada lain shadaqah itu pasti diterima Ar

Rahman dengan tangan kanan-Nya; dan jika shadaqah itu berupa

sebiji korma, maka akan berkembang dalam tapak tangan Ar-Rahman

sehingga ia membesar melebihi gunung, sebagaimana seseorang di

antara kalian memelihara mahar atau anak onta.” (HR. Ibnu Majah dan

An-Nasai).

Page 139: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxxxix

Dalam Kitab Shahih Bukhari terdapat bab khusus yang

menguraikan bahwa zakat hanyalah dari harta yang halal dan bersih.

Selain baik dari segi kualitas zat, harta ZIS (zakat, infak, sedekah)

dipersyaratkan baik (halal) secara perolehan atau sumber

pemilikannya. Oleh karena itu, menzakatkan harta haram Ibarat

hendak mengepel lantai kotor, tentulah harus digunakan lap yang

bersih.176

Mengenai harta yang dizakatkan harus berasal dari sumber

yang halal dan bersih sejalan dengan Teori Bisnis Tazkiyah (TBT)

yang dikembangkan oleh M. Arfin Hamid, bahwa penetuan objek

barang seluruhnya harus terjamin keabsahan dan kehalalannya, bukan

termasuk haram lizatihi.177

Dalam hal mendorong kepatuhan muzakki membayarkan

zakat, perlu menormakan wewenang Pemerintah cq Departemen

Agama RI sebagai eksekutif yang menyelenggarakan urusan

pemajuan (to promote) dan sosialisasi serta penyadaran terhadap

kepatuhan membayar zakat dan menurunkan penghindaran zakat

(zakah evasion).178

176

“Zakat Makes Free!”, http://www.khalifah.co.id/sosial/enterpreneurship/1329-zakat-makes-free diakses pada 27 Agustus 2011.

177

M. Arfin Hamid, “Teori Bisnis Tazkiyah… loc.cit. 178

Muhammad Joni, “Pengelolaan Zakat: Review Hukum http://advokatmuhammadjoni.com/berita/info-hukum/145-pengelolaan-zakat-review-hukum.html diakses 6 September 2011

Page 140: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxl

E. Pengertian dan Teori Keadilan Sosial

1. Pengertian Keadilan Sosial

Pengertian keadilan memiliki makna yang luas, keadilan

menurut Muhammad Ismail Ibrahim berarti berdiri lurus (istiqam),

menyamakan (taswiyah}), netral (hiyad), insaf, tebusan (fida),

pertengahan (wast), dan seimbang atau sebanding (mitsal).179

Achmad Ali, menelusuri pengertian keadilan dari berbagai

pendapat para pakar dan menemukan sebanyak 49 definisi

keadilan.180 Beragamnya definsi keadilan karena keadilan bersifat

subyektif dan abstrak.181 Ada yang mengaitkan keadilan dengan

peraturan politik negara, sehingga ukuran tentang segala yang menjadi

hak atau bukan senantiasa didasarkan pada ukuran yang telah

ditentukan oleh negara. Ada juga yang memandang keadilan dalam

wujud kemauan yang sifatnya tetap dan terus menerus untuk

memberikan apa yang menjadi hak bagi setiap orang. Ada yang

melihat keadilan sebagai pembenaran bagi pelaksanaan hukum yang

diperlawankan dengan kesewenang-wenangan dan ada yang

179

Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfaz wa al-A’lam al-Quraniyyah, (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1969), h. 332.

180

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum… op.cit., h. 217-221. 181

Ibid., h. 223.

Page 141: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxli

menempatkan keadilan sebagai sesuatu yang harus disucikan dan

berada bukan hanya di ruang persidangan pengadilan saja.182

Keadilan hanya dapat dipahami apabila diposisikan sebagai

keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk

mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang

dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya ini seringkali juga

didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka

umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya.183

Hukum adalah manifestasi eksternal keadilan dan keadilan

adalah internal autentik dan esensi roh wujud hukum. Sehingga

supremasi hukum (supremacy of law) adalah supremsi keadilan

(supremacy of justice) begitupula sebaliknya, keduanya adalah hal

yang komutatif. Hukum tidak berada dalam dimensi kemutlakan

undang-undang, namun hukum berada dalam dimensi kemutlakan

keadilan. Hukum tidak akan mampu bertahan hidup apabila roh

keadilan telah hilang.184

Apabila ditinjau dalam konteks yang lebih luas, pemikiran

mengenai keadilan itu berkembang dengan pendekatan yang berbeda-

182

Ibid., h. 221-222. 183

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum: Perspektif Historis, (terjemahan), (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 240.

184

Sukarno Aburaera et.al., Filsafat Hukum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2009), h. 201-202.

Page 142: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxlii

beda, karena perbincangan tentang keadilan yang tertuang dalam

banyak literatur, tidak mungkin tanpa melibatkan tema-tema moral,

politik, dan teori hukum yang ada. Oleh sebab itu, menjelaskan

mengenai keadilan secara tunggal hampir sulit untuk dilakukan.185

Istilah keadilan sosial memiliki berbagai makna, tidak satupun

dari berbagai ahli memberikan makna yang tepat, dan semuanya

bersifat abstrak.186 Keadilan sosial adalah keadilan yang berhubungan

dengan pembagian nikmat dan beban dari suatu kerja sama sosial

khususnya yang disebut negara.187

Hakikat keadilan menyiratkan sesuatu, dimana sesuatu itu

tidak hanya menyangkut benar melakukan sesuatu atau salah ketika

tidak melakukan sesuatu, tetapi beberapa individu dapat menklaim

sebagai hak moral. Oleh karena itu, area dari keadilan berada pada

tugas yang berkorelasi antara hak dan pertimbangan keadilan adalah

ditentukan pada sebuah tugas di satu sisi dalam masyarakat dan hak

disisi lain sebagai individu.188

185

E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum, (Jakarta: Kompas, 2007), h. 96. 186

Steven E. Mayer, “Social Justice”, http://www.justphilanthropy.org/ resources/ Social Justice.pdf diakses 1 Juni 2010.

187

Bur Rusuanto, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas Dua Teori Filsafat Modern, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 6.

188

Richard B. Brandt (ed.), Social Justice, (United States of America: Prentice-Hall, Inc., 1962), h. 7.

Page 143: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxliii

Pengertian keadilan sosial memang jauh lebih luas dari pada

keadilan hukum. Keadilan sosial bukan sekadar berbicara tentang

keadilan dalam arti tegaknya peraturan perundang-undangan atau

hukum, tetapi berbicara lebih luas tentang hak warga negara dalam

sebuah negara. Keadilan sosial adalah keadaan dimana kekayaan dan

sumberdaya suatu negara didistribusikan secara adil kepada seluruh

rakyat. Dalam konsep ini, terkandung pengertian bahwa pemerintah

dibentuk oleh rakyat untuk melayani kebutuhan seluruh rakyat, dan

pemerintah yang tidak memenuhi kesejahteraan warga negaranya

adalah pemerintah yang gagal dan karena itu tidak adil.189

Dalam studi filsafat keadilan sosial didefinisikan sebagai

kehidupan ekonomi yang adil dan memberantas kemiskinan dan

keterbelakangan masyarakat.190 Studi filsafat lainnya mengartikan

keadilan sosial sebagai kesejahteraan umum, yakni diakui dan

dihormatinya hak-hak asasi semua warga negara penduduk lainnya

dan tersedianya barang-barang dan jasa-jasa keperluan hidup yang

terjangkau oleh daya beli rakyat banyak.191 Untuk lebih menjelaskan

189

“Keadilan Hukum atau Keadilan Sosial yang Diperlukan Rakyat Timor-Leste?” http://www.yayasanhak.minihub.org/direito/txt/2003/26/06_direito.html diakses pada 1 Juni 2010.

190

Aris Munandar, “Pembangunan Nasional, Keadilan Sosial, dan Pemberdayaan Masyarakat” Jurnal Universitas Paramadina, Vol.2 No. 1, September 2002, h. 17.

191

Kirdi Dipoyudo, Membangun Atas Dasar Pancasila, (Jakarta: CSIS, 1990) h. 56.

Page 144: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxliv

konsep keadilan sosial, harus didefinisikan secara operasional

sehingga dapat dengan mudah melakukan intervensi kebijakan untuk

mencapainya.

Keadilan sosial sering disebut sebagai keadilan distributif.

Meski istilah tersebut tidak keliru, tapi perlu diberi catatan bahwa

keadilan sosial bukan sekadar masalah distribusi ekonomi saja,

melainkan jauh lebih luas, mencakup keseluruhan dimensi moral

dalam penataan politik, ekonomi, dan semua aspek kemasyarakatan

yang lain. Sering pula dikenal ungkapan keadilan struktural yang

melihat keadilan, sosial maupun individual, lebih dari perspektif struktur

sosial. Keadilan distributif dibedakan dari keadilan retributif, yaitu

keadilan yang berkenaan dengan kontrol bagi pelaksanaan keadilan

distributif, lebih berhubungan dengan keadilan legal atau hukum.192

Keadilan sosial merupakan konsep yang digunakan untuk

menggambarkan beberapa gerakan menuju dunia yang adil secara

sosial. Dalam konteks ini, keadilan sosial didasarkan pada konsep-

konsep hak asasi manusia dan kesetaraan serta melibatkan lebih

besar egalitarianisme ekonomi melalui pajak progresif, redistribusi

pendapatan, atau bahkan properti redistribusi, kebijakan ditujukan

untuk mencapai perkembangan ekonomi yang lebih mengacu pada

192

Bur Rusuanto, Keadilan Sosial, loc.cit.

Page 145: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxlv

kesetaraan kesempatan dan hasil dari pada mungkin saat ini ada

dalam beberapa masyarakat atau yang tersedia untuk beberapa kelas

dalam masyarakat tertentu.193

Keadilan sosial adalah perwujudan relasi yang adil disemua

tingkat sistem (the creation of just relationships at all system levels);

pengembangan struktur yang menyediakan kesetaraan kesempatan

(the development of structures that provide for equality of opportunity);

proses fasilitasi untuk akses atas informasi yang diperlukan, layanan

yang diperlukan, dan sumber daya yang diperlukan (the facilitation of

access to needed information, services and resources); dukungan atas

partisipasi bermakna atas pengambilan keputusan bagi semua orang

(the support of meaningful participation in decision-making for all

people).194

Pada dasarnya, keadilan sosial dibahas sebagai suatu hak

(rights) yang bersifat normatif, sementara pencapaian hak-hak tersebut

tidak dibahas secara rinci. Oleh karena itu, untuk lebih memudahkan

193

Wikipedia, “Social Justice”, http://en.wikipedia.org/wiki/Social_justice, diakses pada 5 Maret 2009.

194

Henry Simarmata “Keadilan Sosial: Perspektif Perdebatan antara John Maynard Keynes dan Friedrich von Hayek” http://www.psik-indonesia.org/files_pdf/Keadilan%20Sosial paper%20okt_ 20090330050314.pdf diakses pada 23 Juni 2010.

Page 146: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxlvi

pencapaian hak tersebut, maka konsep hak didefinisikan sebagai

konsep peluang atau probability.195

Dalam pendekatan atau teori statistik, konsep peluang terkait

dengan ukuran proporsional yang mewakili suatu populasi (probability

proportionate to size). Dalam suatu populasi yang heterogen, bagian

stratifikasi dalam suatu populasi harus terwakili secara proporsional

dalam sampel. Dalam kaitannya dengan konsep keadilan sosial,

golongan-golongan dalam masyarakat harus terwakili dalam segala

sektor, terutama dalam pendidikan dan pekerjaan. Jika tidak ada

pengaturan maka yang akan menang dan berhasil hanyalah golongan

yang kuat. Golongan lemah harus mendapat perlindungan yang

sebenarnya merupakan haknya. Adanya quota sosial yang

mencerminkan teori peluang (keterwakilan sosial) memungkinkan

terjadinya mobilitas sosial vertikal bagi golongan-golongan lemah

tersebut. Pengaturan yang mengacu pada prinsip keterwakilan sosial

ini disebut prinsip diskriminasi protektif.196

Satu ilustrasi yang jelas dapat dipelajari dalam dunia olah raga.

Untuk golongan yang lebih lemah secara fisik (wanita dan orang cacat)

diadakan pertandingan tersendiri. Bahkan dalam beberapa cabang

195

Aris Munandar, “Pembangunan Nasional… op.cit., h.18. 196

Ibid. h. 18.

Page 147: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxlvii

olah raga, misalnya karate, silat, tinju, dan olah raga bela diri lainnya,

diadakan pembagian berdasarkan kelompok berat badan. Para atlet

bersaing diantara sesamanya dan mendapat jatah medali/hadiah. Hal

ini menunjukkan bahwa keadilan dalam olah raga dicerminkan dengan

adanya pemisahan pertandingan antara golongan yang berbeda

kekuatannya secara fisik. Tanpa pemisahan dan pengaturan seperti ini

semua medali/hadiah akan direbut oleh atlet laki-laki yang paling

kuat.197

Menurut Gardono, meskipun kemakmuran ekonomi dapat

dicapai, tetapi tanpa strategi quota atau keterwakilan sosial,

keberhasilan program pembangunan tersebut tidak akan memperbaiki

keadilan sosal sebagaimana yang diamanatkan oleh Sila Kelima

Pancasila.198

Keadilan sosial dapat terwujud dalam suatu negara, apabila

hak-hak masyarakat dihormati, untung dan beban dibagi secara tuntas.

Keadilan sosial ini biasa juga disebut keadilan distributif (distributive

justice). Keadilan sosial ini ditunjang oleh dua jenis keadilan lain, yaitu

keadilan komutatif atau tukar menukar (iustitia comutativa), mengenai

197

Ibid., h. 18. 198

Ibid., h. 18.

Page 148: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxlviii

pertukaran barang dan keadilan vindikatif yang berlaku di pengadilan

(iustitia vindikativa).199

2. Keadilan Sosial dalam Filsafat Hukum Barat

Konsep keadilan yang dikenal hingga sekarang ini berawal dari

pemikiran Aristoteles. Aristoteles menganalisi keadilan ke dalam dua

unit utama, yiatu hukum dan hak. Keadilan dalam pengertian hukum

menjelma dalam bentuk keadilan konstitusional dan keadilan legal.

Sementara, keadilan dalam pengertian hak menjelma ke dalam empat

jenis keadilan yaitu, keadilan kontraktual (lazimnya dikenal dengan

nama keadilan komutatif), keadilan distributif, keadilan punitif dan

keadilan korektif.200 Keadilan menurut Aristoteles harus dibagikan oleh

negara kepada semua orang dan hukumlah yang mempunyai tugas

untuk menjaganya agar keadilan sampai pada semua orang.201 Pada

garis besarnya perdebatan mengenai keadilan terbagi atas dua arus

pemikiran, yang pertama adalah keadilan metafisik, diungkapkan oleh

Plato, kemudian dimensi keadilan rasional yang diwakili oleh

Aristoteles. Keadilan yang rasional pada dasarnya mencoba menjawab

199

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 118. 200

Riyadi Terre, “Keluar dari Dilema Transisi: Sebuah Pendekatan Paradigmatik Menuju Keadilan Transisional” dalam Jurnal Dignitas, Volume 1, No. 1 Tahun 2003, h 8.

201

Frans H. Winarta, Suara Rakyat Hukum Tertinggi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009), h.15.

Page 149: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxlix

prihal keadilan dengan cara menjelaskannya secara ilmiah. Sementara

keadilan yang metafisik, mempercayai eksistensi keadilan sebagai

sebuah kualitas atau suatu fungsi di atas dan di luar makhluk hidup,

dan oleh sebab itu tidak dapat dipahami menurut kesadaran manusia

berakal.202

Pemetaan dua arus pemikiran keadilan tadi, dalam kaitannya

dengan transformasi sosial Karl Marx mengenai pemetaan kelas

sosial. Marx memandang masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang

antagonistis. Dalam pandangan Marx watak dasar yang antagonistis

ini ditentukan oleh hubungan konflik antar kelas-kelas sosial yang

kepentingan-kepentingannya saling bertentangan dan tak dapat

diuraikan karena perbedaan kedudukan masyarakat di dalam tatanan

ekonomi.203 Pertentangan kelas yang kemudian menimbulkan konflik

sosial merupakan bagian penjelasan Marx mengenai dinamika

keadilan pada zaman itu. Kelas pekerja dalam masyarakat kapitalis

modern; tidak pernah diperhitungkan pada taraf kelas sosial yang

sama, sehingga kedudukan pekerja terkucilkan dari kelas sosial di

atasnya. Oleh karena itulah, ketimpangan keadilan ini dapat dilihat

dengan rasionalisasi yang dilakukan oleh Marx.

202

Wikipedia, Social Justice, loc.cit. 203

A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial “Buku Teks Sosiologi Hukum Ke I”, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988) h. 146.

Page 150: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cl

Sedangkan istilah keadilan sosial pertama kalinya dicetuskan

oleh Luigi Taparelli Jesuit pada 1840-an. Ide ini dikembangkan oleh

teolog moral John A. Ryan, yang memprakarsai konsep upah hidup.

Pastor Coughlin menggunakan istilah ini dalam publikasinya pada

tahun 1930-an dan 40-an, kemudian konsep ini dikembangkan lebih

lanjut pada oleh John Rawls pada 1990-an. Keadilan sosial adalah

bagian ajaran sosial dari Agama Katolik dan merupakan salah satu

dari empat pilar Partai Hijau ditopang oleh partai-partai hijau di seluruh

dunia. Beberapa prinsip-prinsip keadilan sosial telah diadopsi dalam

spektrum politik.204

Sifat relativitas keadilan yang diungkapkan di atas, merupakan

ragam dalam pemberian makna secara konseptual terhadap nilai

keadilan. Jhon Rawls misalnya, mengatakan teori keadilan sosial

bertujuan memberikan dasar-dasar bagi kerja sama sosial masyarakat

bangsa pluralistik modern. Berbeda dari masyarakat tradisional,

masyarakat modern tak terelakkan menjadi masyarakat pluralistik

dengan kepentingan dan anutan nilai hidup berbeda-beda, bahkan

mungkin bertentangan. Pengaturan masyarakat pluralistik modern itu

tidak boleh didasarkan atas suatu anutan nilai hidup tertentu,

204

Wikipedia, Social Justice, loc.cit.,

Page 151: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cli

melainkan haruslah dikendalikan oleh prinsip yang menjamin dan

mengekspresikan kepentingan bersama.205

Dalam perspektif John Rawls, keadilan sosial sebagai

kejujuran/kepantasan (social justice as fairness). Agar hubungan sosial

dapat berjalan secara berkeadilan, maka harus diatur atau berjalan

sesuai dengan dua prinsip yang dirumuskan. Pertama, kebebasan

yang sama (principle of equal liberty), bahwa setiap orang mempunyai

kebebasan dasar yang sama. Kebebasan dasar ini, antara lain, (1)

kebebasan politik, (2) kebebasan berpikir, (3) kebebasan dari tindakan

sewenang-wenang, (4) kebebasan personal, dan (5) kebebasan untuk

memiliki kekayaan206.

Kedua, prinsip ketidaksamaan (the principle of difference),

bahwa ketidaksamaan yang ada di antara manusia, dalam bidang

ekonomi dan sosial, harus diatur sedemikian rupa, sehingga

ketidaksamaan tersebut, (1) dapat menguntungkan setiap orang,

khususnya orang-orang yang secara kodrati tidak beruntung dan (2)

melekat pada kedudukan dan fungsi-fungsi yang terbuka bagi semua

orang.207

205

Bur Susanto, Keadilan Sosial, op.cit., h. 19-20. 206

John Rawls, A Theory of Justice, (United States of America: Harvard University Press, 2003), h. 14.

207

Ibid., h. 61.

Page 152: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clii

John Rawls tidak mengharuskan bagian semua orang adalah

sama, seperti kekayaan, status, pekerjaan dan lainnya, karena hal itu

tidak mungkin, melainkan bagaimana ketidaksaaman tersebut diatur

sedemikian rupa sehingga terjadi ikatan, kerja sama dan kaitan saling

menguntungkan juga membutuhkan di antara masyarakat.

Keadilan bagi John Rawls bertolak dari dua prinsip:

a. Each person has the same indefeasible claim to a fully adequate scheme of equal basic liberties, which scheme is compatible with the same scheme of liberties for all; and

b. Social and economic inequalities are satisfy two conditions; first, they are to be attached of offices and positions open to all under conditions of fair equality of opportunity; and second, they are to be to the greatest benefit of the least-advantaged members of society (the difference principle).208

Jadi, setiap orang harus mempunyai hak yang sama terhadap

skema kebebasan dasar yang sejajar yang sekaligus kompatibel

dengan skema kebebasan yang dimiliki oleh orang lain; dan

ketimpangan sosial dan ekonomi harus ditangani sehingga keduanya:

(a) diekspektasikan secara logis yang menguntungkan bagi setiap

orang; dan (b) diharapkan posisi dan jabatan yang terbuka bagi

seluruh pihak.

208

John Rawls, Justice as Fairness: a Restatement, (United States of America: President and Fellows of Harvard College, 2003), h. 42-43; dan Lihat juga John Rawls, Justice and Equality, dalam John Perry. et.al (ed.), Introduction to Philosophy: Classical and Contemporary Reading (New York: Oxford University Press, 2007), h. 615.

Page 153: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cliii

Prinsip-prinsip inilah yang kemudian membawa Rawls pada

sikap untuk meyakini bahwa sebetulnya keadilan (justice) itu tidak lain

sebagai kepatutan/kepantasan (fairness).

Titik sentral dari gagasan John Rawls mengenai social justice

dilandaskan pada prinsip keadilan yang disebut dengan posisi asali

(original position).

The original position is the appropriate initial status quo which insures that the fundamental agreements reached it in are fair. This fact yields the name ‘justice as fairness’. It is clear, then, that I want to say one conception of justice is more reasonable than another, or justifiable with respect to it, if rational persons in initial situation choose those principles over those of the other for the role of justice. Conceptions of justice are to be ranked by their acceptability to persons so circumstanced209. Menurut Amartya Sen, posisi asali yang dimaksudkan John

Rawls adalah sebuah penggambaran mengenai situasi kesetaraan

primordial ketika para pihak yang terlibat tidak memiliki pengetahuan

mengenai identitas personalnya, atau yang berhubungan dengan

kepentingannya, dalam sebuah kelompok sebagai satu kesatuan.210

Keadilan sosial adalah setiap orang berhak atas kebutuhan

manusia yang mendasar tanpa memandang perbedaan manusia

seperti ekonomi, kelas, ras, etnis, agama, umur, dan sebagainya.

Untuk mencapai itu antara lain harus dilakukan penghapusan

209

John Rawls, A Theory of Justice,… op.cit., h. 15-16. 210

Amartya Sen, The Idea of Justice, (London: Penguin Books, 2010), h. 54.

Page 154: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cliv

kemiskinan secara mendasar, pemberantasan buta huruf, pembuatan

kebijakan lingkungan yang baik, dan kesamaan kesempatan bagi

perkembangan pribadi dan sosial.211

Konsep keadilan sosial pertama kali muncul dalam pemikiran

Barat dan bahasa politik dalam kebangkitan industri revolusi dan

pembangunan paralel doktrin sosialis. Keadilan sosial muncul sebagai

ekspresi protes terhadap apa yang dianggap sebagai eksploitasi

kapitalis kerja dan sebagai titik fokus bagi pengembangan langkah-

langkah untuk memperbaiki manusia kondisi. Keadilan sosial lahir

sebagai slogan revolusioner mewujudkan cita-cita kemajuan dan

persaudaraan. Setelah revolusi yang mengguncang Eropa pada

pertengahan tahun 1800-an, keadilan sosial menjadi gagasan progresif

para pemikir dan aktivis politik. Proudhon, mengidentifikasi keadilan

dengan keadilan sosial, dan keadilan sosial dengan menghormati

martabat manusia.212

Selanjutnya, konsep keadilan menurut Rawls, ialah suatu

upaya untuk mentesiskan paham liberalisme dan sosialisme. Sehingga

secara konseptual Rawls menjelaskan keadilan sebagai fairness, yang

mengandung asas-asas, bahwa orang-orang yang merdeka dan

211

Keadilan Hukum atau Keadilan Sosial…loc. cit. 212

Anonim, Social Justice in an Open World: The Role of the United Nations (New York: United Nations Publication, 2006), h. 12.

Page 155: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clv

rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-

kepentingannya hendaknya memperoleh suatu kedudukan yang sama

pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang

fundamental baginya untuk memasuki perhimpuan yang

dikehendaki.213

Keadilan sosial adalah setiap orang berhak atas kebutuhan

manusia yang mendasar tanpa memandang perbedaan manusia

seperti ekonomi, kelas, ras, etnis, agama, umur, dan sebagainya.

Untuk mencapai itu antara lain harus dilakukan penghapusan

kemiskinan secara mendasar, pemberantasan buta huruf, pembuatan

kebijakan lingkungan yang baik, dan kesamaan kesempatan bagi

perkembangan pribadi dan sosial.214

Menurut Jon Mandle, keadilan sebagai fairness adalah sebuah

pengamalan dari teori ideal. Teori itu bertujuan membangun prinsip-

prinsip untuk sebuah evaluasi dari tertib sosial masyarakat. Teori itu

mengasumsikan bahwa pada umumnya warga negara memiliki rasa

kesanggupan dan rasa keadilan, sebuah institusi dari masyarakat akan

menyesuaikan diri terhadap tuntutannya215

213

E. Fernando M. Manullang, op. cit., h.99. 214

Keadilan Hukum atau Keadilan Sosial…loc. cit. 215

Jon Mandle, Rawl’s a Theory of Justice: an Introduction, (New York: Cambridge University Press, 2009), p. 13.

Page 156: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clvi

Namun secara umum, unsur-unsur formal dari keadilan yang

dikatakan oleh Rawls pada dasarnya harus memenuhi nilai unsur hak

dan unsur manfaat. Nilai keadilan yang demikian dikaitkan dengan

unsur hak dan manfaat dinyatakan dalam diskursus hukum, perihal

realisasi hukum itu berwujud lahiriah, tanpa mempertanyakan terlebih

dahulu itikad moralnya. Maka nilai keadilan ini mempunyai aspek

empiris juga, di samping aspek idealnya. Maksudnya adalah

diaktualisasikan secara konkrit menurut ukuran manfaatnya.216

Konsep keadilan sosial, sebagaimana yang sering dibahas

oleh pemikir-pemikir kontemporer bersifat multidimensional. Keadilan

berkaitan dan berintikan kebenaran (al-haq)217; persamaan di hadapan

hukum, dijaminnya persamaan di dalam pendidikan yang merupakan

tanggung jawab negara; dilaksanakannya pajak kekayaan untuk

penyediaan kebutuhan dasar bagi mereka yang tidak beruntung dalam

rangka mengurangi kesenjangan ekonomi.218 Keadilan berarti pula

kebijaksanaan dalam mengalokasikan sejumlah hasil tertentu dari

kegiatan ekonomi bagi golongan yang tidak mampu memasuki pasar

216

Ibid., h. 99. 217

M. Dawam Rahardjo, “Adl” dalam Jurnal Ulumul Qur’an, Vol V, No. 3, 1994, h. 47.

218

Shahrukh Rafi Khan, “Sistem Ekonomi Politik dalam Negara Islam” dalam Jurnal Millah, Vol. II, No. 1 Januari 2002, h. 31.

Page 157: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clvii

atau tidak sanggup membelinya menurut kekuatan pasar, yaitu

kebijaksanaan melalui zakat, infaq dan sedekah.219

3. Keadilan Sosial dalam Filsafat Hukum Islam

Salah satu sumbangan terbesar Islam kepada umat manusia

adalah prinsip keadilan dan pelaksanaannya dalam setiap aspek

kehidupan manusia. Islam memberikan satu aturan yang dapat

dilaksanakan sebagai pengganti amalan-amalan tradisional yang

bertentangan. Setiap anggota masyarakat didorong untuk

memperbaiki kehidupan jasmani masyarakat di samping berusaha

untuk memperbaiki kehidupan rohani dan mengingatkan bahwa

setiap yang ada dimuka bumi ini perlu diambil manfaatnya.

Menurut Abdurrahman Wahid, diantara term-term penting

yang berkaitan dengan moral yang diungkapkan oleh Alqur’an adalah

keadilan. Alqur’an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi

kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan. Ada

beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan dalam

Alqur’an, dari akar kata 'adl itu, yaitu sesuatu yang benar, sikap

yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara

yang tepat.220

219

Yulia Hafizah, “Kebijakan Ekonomi Indonesia… op.cit., h. 29. 220

Budhy Munawar Rachman (ed.) Kontekstualisasi… op..cit., 35.

Page 158: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clviii

Kata adl (justice, keadilan) memiliki makna yang sama,

seperti al-qist, al-wazn, al-wast yang terdapat dalam berbagai tempat

dalam Alqur’an. Selain dari ungkapan-ungkapan yang secara eksplisit

menyebut kata al-adl, sebenarnya pada ayat-ayat yang paling awal,

ide dan pikiran tentang keadilan telah datang secara bersamaan.221

Tidak itu saja, perintah berbuat adil juga terlihat dari larangan

Alqur’an berbuat zalim. Tidaklah berlebihan apabila Fazlur Rahman

seorang pemikir Islam kontemporer menyatakan bahwa, pesan dasar

Alqur’an adalah penekanan pada keadilan yang salah satu bentuknya

terlihat pada keadilan sosial ekonomi.222

Dalam Alqur’an term-term al-adl dengan berbagai derivasinya

disebut sebanyak 30 kali.223 Selain kata al-wazn dengan segala

turunannya sebanyak 23 kali.224 Arti pokoknya adalah ta’dil dan

istiqamah (moderat dan lurus). Sedangkan kata al-wast diungkapkan

Alqur’an sebanyak 5 kali yang arti aslinya adalah al-adl dan al-nisf,

tengah atau pusat.

221

Fazlur Rahman, Islam and Modernity, Transformation of Intellectual Tradition, (Chicago: The University of Chicago Press, 1982), h. 21.

222

Ibid., h. 21. 223

Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazd Alqur’an al-Karim, (Mesir: Dar al-Fikr, 1981), hal. 448.

224

Muhammad Fu’ad Abd al-Baqiy, Op.cit, hal. 750.

Page 159: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clix

Budhy Munawar Rachman menguraikan istilah adil dengan

merujuk pada Alqur’an, bahwa adil itu diartikan keseimbangan,

menentukan hukum dengan benar, dan mempertahankan yang hak

dan mencegah yang batil (Q.S. al-Infithar [82] Ayat 27]; al-Maidah [5]

Ayat 95; al-Hujurat [49] Ayat 9). Asal kata adil itu berarti keadaan

yang terdapat dalam jiwa seseorang yang membuatnya menjadi

lurus.225

Memahami sebuah konsep dalam Alqur’an tidaklah utuh jika

penelusuran makna hanya dilakukan pada tema pokok dan tema

yang semakna. Agaknya diperlukan untuk menelusuri kontra (lawan

kata) dari tema pokok tersebut dan memahami kontra adl menjadi

satu kemestian. Di dalam Alqur’an, kata adl selalu dihadapkan

dengan kata zalm.226 Seringkali ketika Allah swt. memerintahkan

berbuat adil pada saat yang sama Allah swt. melarang untuk bersikap

zalim. Kata al-zulm bermakna meletakkan sesuatu pada tempatnya

yang semestinya, baik dengan cara melebihkan atau mengurangi

maupun menyimpang dari waktu dan tempatnya.227

225

Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 343-344.

226

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Alqur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 391

227

Ibid, hal. 326.

Page 160: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clx

Melalui pendekatan tafsir maudhu’i (tematik) ditemukan

bahwa konsep keadilan dalam Alqur’an mengandung makna yang

serba melingkupi. Pengertian keadilan itu berkisar pada makna

perimbangan atau keadaan seimbang atau tidak ekstrim, persamaan

atau tidak adanya diskriminasi dalam bentuk apapun, dan penunaian

hak kepada siapa saja yang berhak atau penempatan sesuatu pada

tempat yang semestinya.228

Pengertian-pengertian yang terkandung dalam konsep

keadilan ini sudah tentu mempunyai implikasi terhadap aktivitas

perilaku manusia. Implikasi itu terlihat pada keadilan hukum dalam

makna, bahwa Alqur’an memerintahkan agar manusia

memperlakukan semua orang sama dihadapan hukum dan tidak

boleh membedakannya berdasarkan aksiden-aksiden (hal-hal yang

melekat secara lahiriyah) yang dimilikinya.229

Konsep adil dalam pandangan Murtadha Muthahhari, dibagi

dalam empat hal, yaitu:

1. Adil bermakna keseimbangan. Masyarakat jika ingin tetap

bertahan dan mapan maka masyarakat tersebut harus berada

dalam keadaan seimbang.

228Amiur Nuruddin, “Konsep Keadilan dalam Alqur’an dan Implikasinya Pada

Tanggung Jawab Moral”, Disertasi, (Yogyakarta: Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, 1994) h. 63.

229

Ibid., h. 63.

Page 161: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxi

2. Adil adalah persamaan dan penafian terhadap perbedaan dalam

bentuk apapun.

3. Adil adalah pemeliharaan hak-hak individu dan pemberian hak

kepada setiap objek yang layak menerimanya.

4. Adil adalah tindakan memelihara kelayakan dan pelimpahan

wujud dan tidak mencegah limpahan dan rahmat.230

Dalam pandangan M. Quraish Shihab, keadilan dalam

Alqur’an melalui penggunaan adl, qisth, dan mizan.231 Ketiga istilah

tersebut melahirkan berbagai makna. Pertama, artinya sama atau

menegakkan persamaan hak. Dalam Q.S. an-Nisaa (4) Ayat 58,

misalnya menganjurkan seorang hakim menempatkan orang yang

bersengketa pada posisi yang sama dalam proses pengadilannya.

Kedua, artinya keseimbangan, seperti dalam Q.S. al-Infithaar (82)

Ayat 6-7, yang menciptakan manusia secara seimbang. Ketiga, tidak

berlaku zalim dan proporsional serta memberikan hak kepada

pemiliknya, seperti dalam Q.S. an-Nisaa (4) Ayat 135 dan Q.S. al-

230

Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam, (terjemahan), (Bandung: Mizan, 2009), h. 60-65.

231

M. Quraish Shihab, Wawasan Alqur’an… op.cit., h. 111.

Page 162: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxii

Mumtahanah (6) Ayat 8. Keempat, artinya keadilan Tuhan seperti

dalam Q.S. Ali Imran (3) Ayat 18 dan Q.S. Fushshilat (41) Ayat 46.232

Sesungguhnya Alqur’an menaruh perhatian sangat besar

dalam mewujudkan keadilan sosial. Hal ini dapat dilihat betapa

kerasnya kecaman Allah swt. terhadap fenomena sosial yang

pincang, sebagai akibat tidak ditegakkannya keadilan sosial ekonomi

oleh orang-orang kaya dan penguasa.

Menurut Masdar F. Mas’udi, bahwa keadilan dapat dipenuhi

dengan dua cara: (1) penegakan hukum berdasarkan fakta kebenaran

yang ditemukan dalam proses peradilan; (2) kebijakan publik yang

berorientasi pada perlindungan, pemenuhan hak-hak orang yang

lemah dan terpinggirkan. Keadilan yang pertama sering disebut

keadilan hukum, sedangkan yang kedua disebut keadilan sosial.233

Secara garis besar tanggung jawab moral manusia

dihadapan Allah swt. dalam hubungannya dengan keadilan dapat

dibagi atas tiga macam, yaitu: Pertama, keadilan hukum, yaitu

keadilan berkaitan dengan kaidah nilai yang membekali standar

tingkah laku manusia dalam hubungannya antara satu sama lainnya;

232

Chaider S. Bamuaalim dan Irfan Abubakar (ed.), Revitalisasi Filantropi Islam: Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya [PBB] UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 11.

233

Masdar F. Mas’udi, Menggagas Ulang Zakat: Sebagai Etika Pajak dan Belanja Negara untuk Rakyat (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2005), h. 153.

Page 163: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxiii

Kedua, keadilan sosial dan ekonomi, yaitu keadilan yang

berhubungan dengan sikap yang harus diambil dalam aktivitas sosial

ekonomi; Ketiga, keadilan global, yaitu keadilan yang senantiasa

berupaya mewujudkan keseimbangan (equilibrium) antar berbagai

golongan dan kelompok dalam masyarakat yang majemuk.234

Gagasan tentang keadilan sosial sekarang ini bersifat

universal, keadilan sosial sebenarnya telah diterima oleh semua

bangsa, negara dan masyarakat di muka bumi ini. Konsep keadilan

sosial telah diasumsikan penting secara global. Sebenarnya

penghormatan hanya untuk martabat individu, membuat kebebasan

individu lebih bermakna dan benar-benar efektif. Islam mengajarkan

semuanya, bukan hanya semua itu, tetapi Islam juga menawarkan

solusi.235

Keadilan sosial dalam pandangan Budhy Munawar Rachman

adalah keadilan yang pelaksanaannya tidak lagi tergantung pada

kehendak pribadi, atau pada kebaikan-kebaikan individu yang

bersikap adil, tetapi sudah bersifat struktural. Artinya, pelaksanaan

keadilan sosial sangat tergantung kepada penciptaan struktur-struktur

sosial yang adil. Apabila ada ketikdakadilan sosial, penyebabnya

234Abdurrachman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2001), h. 104. 235

Mohammad Shujaat, Social Justice in Islam, (New Delhi: Anmol Publications PVT. LTD, 2004), h. vii.

Page 164: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxiv

adalah struktur sosial yang tidak adil. Mengusahakan keadilan sosial

berarti harus dilakukan melalui perjuangan memperbaiki struktur-

struktur sosial yang tidak adil itu.236

Konsep keadilan sosial yang diamanahkan oleh Alqur’an

tidak juga menghendaki dijalankannya prinsip kesamarataan mutlak,

seperti yang diajarkan oleh teori komunisme, apabila prinsip ini

diterapkan, justru bertentangan dengan prinsip dan konsep keadilan

yang hakiki, bahwa setiap orang akan menikmati perolehan yang

sama, padahal secara faktual setiap orang memiliki latar belakang

kemampuan yang berbeda, baik dari segi kualitas kecerdasan

maupun dari segi motivasi dan etos kerja serta faktot-faktor internal

lainnya.

Ajaran Islam menuntut setiap anggota masyarakat untuk ber-

fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan), (Q.S. al-

Baqarah [2] Ayat 148). Setiap perlombaan menjanjikan hadiah dan

hadiah adalah keistimewaan bagi yang berprestasi, tidak ada

keadilan apabila peserta lomba dibedakan atau tidak diberi

kesempatan yang sama, tetapi tidak adil juga apabila setelah

236

Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis… op.cit., h. 344.

Page 165: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxv

berlomba dengan prestasi yang berbeda, hadiahnya dipersamakan,

sebab akal maupun agama menolak hal ini.237

Allah swt. berfirman dalam Q.S. an-Nisaa (4) Ayat 95 sebagai

berikut:

Terjemahnya:

Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah swt. dengan harta mereka dan jiwanya. Allah swt. melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka, Allah swt. menjanjikan pahala yang baik (surga)...

Selanjutnya, Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Zumar (39)

Ayat 9 sebagai berikut:

Terjemahnya:

237

M. Quraish Shihab, Wawasan Alqur’an… op.cit., h. 126.

Page 166: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxvi

Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?...

Keadilan sosial seperti yang digambarkan dalam Alqur’an

tersebut bukan mempersamakan semua anggota masyarakat,

melainkan mempersamakan semua orang dalam kesempatan untuk

mengukir prestasi.238

Sesungguhnya Alqur’an telah menggariskan suatu tatanan

masyarakat yang bermoral dan egalitarian, yaitu terwujudnya suatu

masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan sosial, bukan dis-

equilibrium sebagaimana gambaran pada sikap Karun, Fir'aun dan

Hamman yang tidak berperikeadilan sosial, seperti yang dijelaskan

Firman Allah swt. dalam Q.S. al-Qashash (28) Ayat 76 sebagai

berikut:

Terjemahnya: Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang

238

Ibid. h. 126.

Page 167: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxvii

yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah swt. tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri". Konsep keadilan sosial dalam Islam mengajarkan dan

mengusahakan untuk mendekatkan jarak antara yang kaya dan yang

miskin, agar jangan sampai terjadi jurang pemisah yang terlalu dalam

dan terhindar dari berbagai kerawanan sosial.

Konsep keadilan sosial mendapat perhatian penting bersama

pelurusan aqidah (tauhid), oleh Fazlur Rahman disebut sebagai elan

dasar al-Quran. Hal itu dapat dilihat dari beberapa ayat Alqur’an yang

diturunkan dalam periode Mekkah (Makkiyah) yang mencela sikap

masyarakat jahiliah yang berlaku zalim dalam bidang ekonomi

dengan berbagai bentuk dan manifestasi.239

Menurut Sayyid Qutb, keadilan sosial dalam Islam

mempunyai karakter khusus, yaitu kesatuan yang harmoni. Islam

memandang manusia sebagai kesatuan harmoni dan sebagai bagian

dari harmoni yang lebih luas dari alam raya di bawah arahan

Penciptanya. Keadilan Islam menyeimbangkan kapasitas dan

keterbatasan manusia, individu dan kelompok, masalah ekonomi dan

spiritual dan variasi-variasi dalam kemampuan individu. Keadilan

Islam berpihak pada kesamaan kesempatan dan mendorong

239

Fazlur Rahman, Islam and Modernity…op.cit., h. 21.

Page 168: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxviii

kompetisi. Keadilan Islam menjamin kehidupan minimum bagi setiap

orang dan menentang kemewahan, tetapi tidak mengharapkan

kesamaan kekayaan.240

Konsepsi keadilan sosial dalam Islam mempunyai ciri khas

yang berbeda dengan konsep ekonomi yang lain, diantaranya:

Pertama, keadilan sosial dalam Islam dilandasi prinsip

keimanan bahwa semua yang ada di alam semesta adalah milik Allah

swt. (Q.S. Yunus [12] Ayat 6). Manusia sebagai khalifah Allah swt.

dan sesuai dengan fitrahnya dianugerahkan pemilikan sebagai

karunia-Nya. Hak milik ini bukanlah tidak terbatas, manusia

memilikinya hanya sebagai pemegang amanah, bukan sebagai

pemilik mutlak. Tindak lanjutnya, jika manusia tidak melaksanakan

semua kewajibannya secara sadar, maka harus diciptakan berbagai

pranata untuk menyelaraskan perilaku individu manusia dengan

perilaku kelompok masyarakat.

Ajaran Islam tidak membenarkan seseorang melakukan

penimbunan kekayaan demi kepentingan pribadi, karena manusia

hanyalah sebagai khalifah dan pemegang amanah Allah swt. untuk

memfungsikan harta. Sikap yang dituntut dari orang kaya adalah

bersikap moderat (adil), antara tidak terlalu rakus melakukan

240

M. Taufiq Rahman, “Teori Keadilan Sosial Sayyid Qutb”http://www.insistnet.com/ index.php?option=com_content&view=article&id=112:teori-keadilan-sosial-sayyid-qutb& catid=18 :seputar-ham&Itemid=16 diakses pada 5 Juni 2010

Page 169: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxix

penimbunan dan tidak terlalu menghambur-hamburkan harta

kekayaan tersebut.

Kedua, menggalakkan sistem pendistribusian kembali

pendapatan yang sifatnya built-in, lebih diefektifkan lagi dengan

mengaitkannya pada ridha Allah swt. Islam lebih mendorong dan

mengakui kenyataan, bahwa terjadinya perbedaan-perbedaan

dikarenakan oleh adanya kesempatan yang tidak sama, hal tersebut

sering terjadi terutama bersumber dari pranata kekayaan pribadi. Hal

ini merupakan faktor penghambat terhadap usaha pemerataan

pendapatan.

Ketiga, Keadilan sosial dalam Islam berakar pada moral.

Implikasinya secara otomatis mendorong kewajiban untuk berbuat

adil dan saling membantu. Alqur’an menetapkan, bahwa salah satu

sendi kehidupan bermasyarakat adalah keadilan, dan keadilan lebih

utama dari pada kedermawanan atau ihsan. Keadilan sosial dalam

Islam yang khas itu adalah sebagai implikasi tauhid dalam kehidupan.

Keadilan sosial dalam konteks masyarakat Islam, adalah

produk dari suatu proses pengambilan keputusan berdasarkan

kebenaran karena Allah swt. dan karenanya sesuai dengan fitrah

kemanusiaan. Oleh karena itu, keadilan sosial dalam Islam

mempunyai karakteristik dan tujuan: (1) berlandaskan pada

hubungan persaudaraan Islami; (2) membela kaum lemah, fakir dan

Page 170: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxx

miskin; (3) mendasarkan pada perkembangan manusia yang dinamis;

(4) beretika dengan memuliakan kerja dan prestasi; (5) beretika

dengan memberi lebih baik daripada menerima; (6) berdisiplin,

berorientasi pada masa depan yang lebih baik dan terencana; (7)

mengutamakan jiwa pioner dan kreatif; (8) mengutamakan

pemanfaatan modal dan berorientasi produktif.

Keadilan sosial yang memenuhi ciri-ciri di atas, menjadi jelas

bahwa keadilan sosial dalam Islam tidak hanya dipermukaan saja,

yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan sosial atau kegiatan-

kegiatan amal bakti lainnya, lebih dari itu, keadilan sosial adalah

sebuah konsep yang integral, sebagai suatu sistem sosial yang

membawa pada proses perubahan sosial yang dinamis. Keadilan

sosial tidak mengharuskan terhapusnya sama sekali masalah sosial,

seperti kemiskinan di alam ini, akan tetapi berusaha mengurangi

problema-problema sosial tersebut baik secara moril maupun secara

material. Oleh sebab itu, orang-orang kaya harus dijamin

eksistensinya, tidak boleh dimusuhi dan dijadikan mitra dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Keempat, secara filosofis, konsep keadilan sosial

berlandaskan pada pandangan mengenai sesuatu yang

Page 171: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxi

memaksimumkan kebahagiaan manusia. Kebahagiaan adalah wujud

apa saja yang membahagiakan manusia.241

N.K. Singh mengulas mengenai keadilan sosial dalam Islam,

sebagai berikut:

Social justice, thus, based on economic justice in Islam has been able to guarantee certain standards to all members of the ummah, be they capable or incapable of performing any work, be they poor, weak, widowed, or children. It includes among the weak, both Muslims and Dhimmis-those, who live is Islamic country but do not profess Islam. Animals too, are included among the weak. However, the social justice of Islam has neither approved nor encouraged poverty engendered by laziness or inertia.242 Jadi, menurut Singh, bahwa keadilan sosial yang

berdasarkan keadilan ekonomi dalam Islam telah mampu menjamin

standar tertentu untuk semua masyarakat muslim, baik mampu atau

tidak mampu melakukan pekerjaan apapun, baik orang miskin,

lemah, janda, atau anak-anak. Ini mencakup antara yang lemah, baik

Muslim dan Dzimmi. Hewan juga, termasuk di antara yang lemah.

Namun, keadilan sosial Islam tidak menyetujui kemiskinan yang

disebabkan oleh kemalasan atau kelemahan.

241

Abdurrachman Qadir, Zakat dalam… op.cit., h. 145-150. 242

N.K. Singh, Social Justice and Human Rights in Islam, (New Delhi: Mehra Offset Press, 1998), h. 13.

Page 172: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxii

Dalam pandangan Sayyid Qutb mengenai keadilan sosial,

bahwa landasan keadilan sosial dalam Islam dibangun berdasarkan

pada:

1. Kebebasan jiwa yang mutlak (absolut freedom of conscience)

Keadilan sosial yang sempurna tidak dapat terwujud dan

terjamin pelaksanaan dan kelestariannya, sepanjang tidak

dikaitkan dengan persoalan-persoalan hati nurani dengan

memberikan hak setiap individu dan kebutuhan masyarakat, di

samping adanya keyakinan bahwa keadilan sosial akan

mengantarkan pada tujuan perikemananusiaan yang luhur.243

Islam memulai dengan melakukan pembebasan jiwa dari

segala bentuk peribadatan dan ketundukan kepada apapun selain

Allah swt. Tidak ada seorangpun yang memiliki kekuasaan selain

Allah swt. tidak ada yang menghidupkan dan mematikan

seseorang selain Allah swt. tidak ada yang memberikan daya

untuk memberikan manfaat dan mudharat selain Allah swt. tidak

ada selain Allah swt yang memberi rezki baik dari langit maupun

bumi kepada seseorang, dan tidak ada seorang perantarapun

yang menghubungkan seorang hamba dengan Tuhannya, hanya

Allah swt. sendirilah yang memiliki dan mampu melakukan

243

Sayyid Qutb, Social Justice in Islam, (New York: Islamic Publications International, 2000), h. 53.

Page 173: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxiii

semuanya itu, sedangkan yang selain Allah swt. hanyalah hamba-

hamba-Nya belaka, tidak sedikit pun hamba itu memiliki sesuatu

daya yang dapat memberikan manfaat atau mudharat kepada

yang lainnya.244

2. Persamaan Kemanusiaan (human equality)

Persamaan derajat ini ditegakkan atas teori kemanusiaan

yang sempurna dan bersih, sampai-sampai fanatisme keagamaan

sekaIipun. Islam memberikan hak-hak kepada kaum musyrikin

dalam bidang perlindungan jiwa yang sama dengan yang

diberikannya kepada kaum mukminin, sepanjang diantaranya

terdapat perjanjian damai.245

3. Tanggung jawab timbal-balik dalam masyarakat (mutual

responsibility in Society)

Islam menetapkan prinsip-prinsip jaminan dalam semua

gambaran dan bentuknya. Ada jaminan antara individu dengan

dirinya sendiri, antara individu dengan keluarga dekatnya, antara

individu dengan masyarakat, antara umat dengan umat lainnya,

244

Ibid., h. 55. 245

Ibid., h. 71.

Page 174: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxiv

dan diantara generasi yang satu dengan generasi lain dalam

masyarakat secara timbal balik.246

F. Epistemologi Pengelolaan Zakat

1. Pengertian Zakat

Zakat adalah salah satu aspek penting dalam ajaran Islam.

Sebab zakat merupakan kewajiban keagamaan dan harta sekaligus.

Dalam menggambarkan urgensitas (kedudukan) zakat ini, Alqur’an

menyebutnya sebanyak 72 kali dengan berbagai macam derivasinya.

Zakat secara etimologi, berasal dari Bahasa Arab, zakaa-

yuzakki – tazkiyatan – zakaatan yang memiliki arti bermacam-

macam, yakni thaharah, namaa’, barakah atau amal saleh.247

Menurut Muhammad Baqir al-Habsyi, pengertian zakat

mengandung banyak arti, antara lain keberkahan, kesuburan,

kesucian dan kebaikan.248 Namun maknanya secara harfiyah seperti

yang tertulis,249 adalah berkembang biak dan bertambah, namun

terkadang digunakan pada makna kesucian, sebagaimana dalam

246

Ibid. h. 80. 247

Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Rukun Islam, Ibadah Tanpa Khilafiah, Zakat, (Jakarta: Al-Kautsar Prima, 2008), h. 1.

248

Muhammad Baqir al-Habsyi, Fiqih Praktis 1 menurut Alqur’an, al-Sunnah dan Pendapat Ulama, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005) h. 273

249

Wahbah al-Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mazhab, (terjemahan), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), h. 35.

Page 175: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxv

Q.S. al-Syams (91) Ayat 9 atau bermakna pujian (Q.S. al-A’la [87]

Ayat 14). Dapat dipahami bahwa menunaikan zakat pada dasarnya

akan menambah jumlah harta benda atau menjadikan harta benda itu

subur, berkembang, suci dan baik, sedangkan orang yang

menunaikan zakat akan tergolong orang-orang yang banyak berbuat

baik dan dipuji oleh semua orang. Penamaan dari segi etimologi ini

sejalan dengan firman Allah swt. dalam Q.S. at-Taubah (9) Ayat 103.

Terjemahnya:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah swt. Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Di samping itu, selain hati dan jiwanya bersih, kekayaannya

akan bersih pula. Dari ayat di atas tergambar bahwa zakat yang

dikeluarkan para wajib zakat (muzakki) dapat membersihkan dan

mensucikan hati manusia, tidak lagi mempunyai sifat yang tercela

terhadap harta, seperti sifat rakus dan kikir. Menurut Abu Muhammad

Ibnu Qutaibah yang mengatakan bahwa lafadz zakat diambil dari kata

Page 176: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxvi

zakah yang berarti nama', yakni kesuburan dan penambahan.250

Menurutnya, bahwa syara' memakai kata tersebut untuk dua arti,

yaitu: Pertama, dengan zakat diharapkan akan mendatangkan

kesuburan pahala. Karenanya, harta yang dikeluarkan itu dinamakan

zakat; Kedua, zakat itu merupakan suatu kenyataan jiwa suci dari

kikir dan dosa.251

Secara etimologi, al-zakah berarti al-numuw wa al-ziyadah,

terkadang juga diartikan dengan kata al-thaharah (suci), seperti

dalam Q.S. al-Syams (91) Ayat 9 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu” Dalam Q.S. al-A’la (87) Ayat 14 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Zakat terkadang juga diartikan dengan al-madh (memuji),

seperti dalam Q.S. al-Najm (53) Ayat 32 sebagai berikut:

250

Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.14.

251

Ibid., h. 14.

Page 177: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxvii

Terjemahnya:

(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa". Kata turunan zaka dengan makna suci, juga terdapat dalam

Q.S. an-Nur (24) Ayat 21 sebagai berikut:

Page 178: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxviii

Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar, sekiranya tidaklah karena karunia Allah swt. dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah swt. membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah swt. Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Menurut Wahbah al-Zuhaili, beberapa definisi zakat yang

dikemukakan para ulama mazhab:

1. Menurut Malikiyah, zakat adalah mengeluarkan bagian yang

khusus dari harta yang telah mencapai nishabnya (batas kuantitas

yang mewajibkan zakat) kepada orang yang berhak menerimanya

(mustahiq), kepemilikan itu penuh dan mencapai haul selain

barang tambang dan bukan pertanian.

2. Hanafiyah mendefinisikan zakat adalah kepemilikan bagian harta

tertentu dari harta tertentu untuk orang/pihak tertentu yang telah

ditentukan oleh Syar’i (Allah swt.) untuk mengharapkan keridhaan-

Nya.

Page 179: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxix

3. Syafi'iyyah mendefinisikan zakat adalah nama bagi sesuatu yang

dikeluarkan dari harta dan badan dengan cara tertentu.

4. Hanabilah mendefinisikan zakat adalah hak yang wajib dalam

harta tertentu untuk kelompok tertentu pada waktu tertentu.252

Dari berbagai definisi yang diutarakan para ulama, dapat

disimpulkan bahwa zakat itu harus memenuhi beberapa unsur, antara

lain:

a. Hak yang wajib ditunaikan

b. Harta yang dizakati telah ditentukan oleh syara’

c. Orang-orang yang berhak mendapatkan zakat juga telah

ditentukan.

d. Waktu penunaian zakat juga sudah ditetapkan oleh syara’

e. Syarat-syarat lain seperti mencapai ukuran wajibnya zakat, milik

mutlak dan sudah mencapai satu tahun.

Dari definisi-definisi ini, dapat dipahami bahwa zakat

sebenarnya sangat besar manfaatnya dalam kehidupan manusia,

khususnya di bidang sosial. Adanya zakat, orang-orang lemah dapat

memperoleh bantuan dari si kaya dan si kaya dapat

mengembangkan, membersihkan, menyuburkan harta bendanya,

apatah lagi tidak semua harta wajib ditunaikan zakatnya.

252

Wahbah al-Zuhayly, Zakat: Kajian... op.cit., h. 83.

Page 180: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxx

Zakat merupakan pemberian wajib yang dilakukan oleh

seorang muslim apabila ia termasuk seorang muzakki, seperti yang

diutarakan oleh Abu A'la al-Maududi:

Zakat merupakan kewajiban agama yang harus dibayarkan oleh setiap orang muslim di dalam masyarakat yang telah memenuhi persyaratan tertentu (nisab), dan harus dibayarkan dalam keadaan apapun. Dana yang terkumpul tersebut digunakan untuk membantu anggota masyarakat yang kurang beruntung. Dengan demikian, zakat membentuk masyarakat untuk bekerja sama, bertindak sebagai lembaga penjamin (asuransi), dan penyedia dana cadangan bagi masyarakat Islam. Sebagian anggota masyarakat yang memerlukan suatu bantuan dapat diberikan bantuan dari dana zakat ini. Oleh karena itu, zakat merupakan modal bantuan yang dikumpulkan oleh masyarakat yang dapat digunakan untuk membantu orang yang menganggur, fakir miskin, yatim piatu, janda, orang-orang cacat, orang sakit, dan sebagainya. Zakat menjadi sangat penting sebagai jaminan sosial bagi setiap anggota masyarakat Islam sehingga tidak seorang pun perlu merasa cemas akan masa depannya.253

2. Dasar Hukum Pelaksanaan Zakat

a. Nas Alqur’an

Kata zakat (الزكاة) didapati dalam Alqur’an sebanyak 32

kali, dan terdapat 82 kali diulang dengan kata-kata yang

sinonim dengannya yaitu kata صدق dan نفق. Pengulangan ini

mengandung maksud bahwa zakat mempunyai kedudukan,

fungsi, dan peran yang sangat penting. Dari 32 kali kata zakat

253

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 3, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 248-249.

Page 181: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxxi

yang terdapat dalam Alqur’an, 29 kali diantaranya

bergandengan dengan kata 254.الصلاة

Berbeda dengan perhitungan yang dikemukakan oleh

Yusuf Qardhawi bahwa kata zakat dalam bentuk ma’rifah

disebutkan dalam Alqur’an sebanyak 30 kali, diantaranya 27

kali disebut dalam satu ayat bersama shalat, dan satu kali

disebut dalam konteks yang sama dengan shalat tetapi tidak di

dalam satu ayat.

Adapun ayat-ayat yang menunjukkan wajibnya

ditunaikan zakat di antaranya adalah Firman Allah swt. dalam

Q.S. al-Baqarah (2) Ayat 43 sebagai berikut:

Terjemahnya :

Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ruku’lah berserta orang-orang yang ruku’.

Selanjutnya Q.S. al-Baqarah (2) Ayat 277 sebagai berikut:.

254

Abdurrachman Qadir, Zakat dalam… op.cit., h. 43.

Page 182: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxxii

Terjemahnya :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Dari kedua ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa

zakat adalah merupakan ibadah yang mengandung dua

dimensi yaitu terlaksananya hablun minallah dan hablun

minannas secara serentak (bersamaan). Oleh karena itu, orang

yang menunaikan zakat adalah orang yang berusaha

menghindarkan dirinya dari malapetaka yang akan ditimpakan

kepada orang di mana saja berada kalau tidak menjalin

hubungan baik dengan Allah swt. dan dengan sesamanya

manusia.

b. Al-Sunnah

Imam Bukhari dan Muslim telah menghimpun hadis-

hadis yang berkaitan dengan zakat sekitar 800 hadis, termasuk

beberapa atsar,255 Di antara hadis yang paling populer

mengenai zakat adalah:

255

Abi Abdillah, Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz II, (Dimasyq: Dar wa al-Mutabi al-Shabil, t.th.), h. 120.

Page 183: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxxiii

بني : قال رسول الله صلى الله علیھ وسلم : عن ابن عمر قال

لھ الا دا رسول الله الإسلام على خمس شھادة أن لا ا الله و ان محم

كاة والحج وصوم رمضان لاة وإیتاء الز وإقام الص

Artinya:

‘Dari Ibnu Umar r.a. katannya: Rasulullah bersabda: Dasar (pokok-pokok) Islam itu lima perkara, Mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, dan mengaku bahwa Muhammad saw. itu Rasul Allah, Menegakkan shalat, Membayar zakat, Menunaikan ibadah haji, dan Puasa pada bulan Ramadhan’.

Apabila dilihat dalam konteks hadis di atas dipahami

bahwa dari lima dasar (rukun) Islam, zakat menempati urutan

ketiga setelah syahadat dan shalat, kemudian disusul dengan

ibadah haji dan puasa ramadhan, ini memberi arti bahwa zakat

sama pentingnya dengan rukun-rukun Islam yang lain untuk

dilaksanakan, bahkan kalau dilihat dari segi dampaknya, maka

zakat selain sebagai ibadah kepada Allah swt. juga sebagai

alternatif utama dalam pemecahan pengentasan kemiskinan

umat Islam, namun apabila dikalkulasi pada tingkat

pelaksanaannya maka di antara lima rukun Islam, zakatlah

yang paling kurang ditegakkan/dilaksanakan, sehingga yang

mungkin akan didapati ada orang rajin shalat dan berkali-kali

naik haji, puasa ramadhan pun tidak dilewatkan, namun tidak

Page 184: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxxiv

melaksanakan zakat sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,

pemahaman umat Islam yang keliru seperti ini hendaknya

mendapat perhatian dari semua pihak agar kesadaran umat

dalam berzakat dapat ditingkatkan.

c. Ijtihad Sahabat dan Pandangan Para Ulama

1. Zakat pada masa Khalifah Abu Bakar

Setelah Rasulullah wafat, maka pimpinan

pemerintahan dipegang oleh Abu Bakar al-Shiddiq sebagai

khalifah pertama. Pada saat itu, timbul gerakan

sekelompok orang yang menolak membayar zakat kepada

khalifah Abu Bakar. Khalifah mengajak para sahabat

lainnya untuk bermufakat memantapkan pelaksanaan dan

penerapan zakat dan mengambil tindakan tegas untuk

menumpas orang-orang yang menolak membayar zakat

dengan mengkategorikan sebagai orang murtad.256

Selanjutnya pada masa tabi’in dan telah melakukan ijtihad

dan merumuskan pola operasional zakat sesuai dengan

situasi dan kondisi ketika itu.

Adanya antisipasi dan tindakan tegas oleh para

sahabat dalam menangani persoalan pembangkang zakat.

256

Abdurrachman Qadir, Zakat dalam … op. cit., h. 49.

Page 185: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxxv

Apabila tidak dilakukan tindakan tersebut, maka kerusakan

akhlak terutama dalam bidang ekonomi yang disebabkan

oleh sikap dan prilaku golongan penguasa dan pemilik

modal yang umumnya bersikap zalim dan sewenang-

wenang dengan mengeksploitasi milik orang miskin dan si

lemah dengan berbagai cara, seperti sistem riba, penipuan

serta kejahatan ekonomi lainnya.

2. Zakat pada masa Khalifah Umar bin Khattab

Pengelolaan zakat pada masa Khalifah Umar bin

Khattab semakin diintensifkan baik pemungutan maupun

pendayagunaannya, hal ini menyebabkan semakin

meningkatnya penerimaan zakat harta sebagai akibat

semakin banyaknya jumlah wajib zakat karena adanya

pertambahan dan perkembangan umat Islam di wilayah-

wilayah yang telah ditaklukkan.

Khalifah Umar bin Khattab sangat respek terhadap

masalah pengelolaan zakat, bahkan begitu besar

perhatiannya kepada masalah zakat, khalifah sendiri selalu

terjun langsung mengadakan inspeksi dan mengontrol

secara langsung para petugas amil zakat dan mengawasi

Page 186: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxxvi

keamanan gudang penyimpanan harta zakat. Untuk itu,

khalifah tidak segan-segan mengeluarkan ancaman akan

menindak tegas petugas yang lalai atau menyalahgunakan

harta zakat.

Meskipun penerimaan harta zakat melimpah ruah,

karena semakin luasnya wilayah Islam saat itu, namun

kehidupan ekonomi Khalifah Umar bin Khattab tetap

sederhana seperti sebelum menjadi khalifah.

3. Zakat pada masa Khalifah Usman bin Affan

Seperti halnya pada masa pemerintahan Khalifah

Umar bin Khattab, pada masa Khalifah Usman bin Affan

pun penerimaan zakat semakin meningkat bahkan lebih

meningkat lagi bila dibandingkan pada masa sebelumnya,

sehingga gudang Baitul Mal penuh dengan harta zakat.

Untuk itu khalifah sekali-sekali memberi wewenang kepada

para wajib zakat untuk atas nama khalifah menyerahkan

sendiri zakatnya langsung kepada yang berhak (fakir

miskin). 257

Khalifah Usman bin Affan sangat memperhatikan

pelaksanaan zakat, begitu besar perhatiannya terhadap

257

Al-Thayyar, op. cit., h. 50.

Page 187: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxxvii

pelaksanaan zakat, maka hartanya sendiri yang

dikeluarkan untuk memperbesar penerimaan demi

kepentingan negara. Khalifah Usman bin Affan dikenal

sebagai orang yang dermawan, dan memiliki kekayaan

pribadi yang banyak sebelum menjadi khalifah.

Bagi khalifah Usman bin Affan, urusan zakat ini

demikian penting, untuk itu Khalifah Usman bin Affan

mengangkat pejabat yang khusus menangani zakat yaitu

Zaid Ibn Tsabit,258 yang mengurusi lembaga keuangan

negara (Baitul Mal).

Pelaksanaan pemungutan dan pendistribusian

zakat makin lancar dan meningkat. Harta zakat yang

terkumpul dibagi-bagikan kepada yang berhak

menerimanya, sehingga hampir tidak terdapat sisa harta

zakat yang tersimpan dalam Baitul Mal. Suatu ketika

khalifah mengadakan inspeksi mendadak (sidak)

memeriksa Baitul Mal. Ketika itu, ditemukan saldo kas

sebanyak seribu dirham, yaitu sisa setelah dilakukan

pembagian kepada seluruh orang yang berhak. Khalifah

memerintahkan Zaid untuk menyalurkan sisa lebih ini ke

lembaga-lembaga sosial yang memberi manfaat bagi

258

Ibid., h. 50.

Page 188: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxxviii

kemaslahahan umat, termasuk untuk biaya pembangunan

dan ta’mir Masjid Rasulullah. 259

4. Pelaksanaan Zakat pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

Setelah lima hari terbunuhnya Khalifah Usman bin

Affan, Ali bin Abi Thalib dibai’at menjadi khalifah. Sejak

awal pemeritahannya, khalifah menghadapi persoalan yang

amat kompleks, yaitu masalah politik dan perpecahan

dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya pembunuhan

atas diri Khalifah Usman.

Meskipun dalam situasi politik yang goncang itu, Ali

Ibn Abi Thalib tetap mencurahkan perhatian yang besar

menangani persoalan zakat yang merupakan urat nadi

kehidupan pemerintahan dan agama, bahkan pada suatu

ketika khalifah sendiri yang turun tangan langsung

mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak

menerimanya.

Dalam penerapan dan pelaksanan zakat, Ali Ibn

Abi Thalib selalu mengikuti kebijakan khalifah-khalifah

pendahulunya. Harta zakat yang sudah terkumpul

diperintahkan kepada petugas supaya segera membagi-

bagikannya kepada orang yang berhak yang sangat

259

Ibid., h. 50.

Page 189: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

clxxxix

membutuhkannya dan jangan sampai terjadi penumpukan

harta zakat dalam Baitul Mal.

Setelah membagi-bagikan zakat itu, khalifah

tampak lega dan langsung shalat sunnat sebagai tanda

syukur kepada Allah swt. karena telah melaksanakan tugas

yang berat itu tanpa terpengaruh sedikitpun oleh godaan

melihat harta zakat yang melimpah ruah.260

5. Zakat pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Azis

Dalam periode Daulah Bani Umayyah yang

berlangsung hampir sembilan puluh tahun (41 – 129 H),

tampil salah seorang khalifah, yaitu Umar Ibn Abdul Azis

yang terkenal karena kebijaksaan dan keadilannya serta

keberhasilannya dalam memajukan dan mensejahterakan

masyarakat, termasuk keberhasilan dalam penanganan

zakat, sehingga dana zakat melimpah ruah dalam Baitul

Mal sampai menimbulkan kesulitan bagi petugas amil zakat

mencari golongan fakir miskin yang membutuhkan harta

zakat tersebut.

Pada masa khalifah Umar Ibn Abd. Azis tersebut,

sistem dan manajemen zakat sudah mulai maju dan

260

Ibid., h. 50.

Page 190: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxc

profesional. Jenis harta dan kekayaan yang dikenakan

zakat sudah bertambah banyak. Yusuf al-Qardhawi

menuturkan bahwa Khalifah Umar Ibn Abdul Azis adalah

orang pertama yang mewajibkan zakat atas harta

kekayaan yang diperoleh dari penghasilan usaha atau hasil

jasa yang baik, termasuk gaji, honorarium, penghasilan

berbagai profesi lainnya.261

Dari kelima sahabat tersebut di atas, dapat

dipahami bahwa betapa besar perhatian para sahabat

terhadap pelaksanaan zakat, dalam rangka menjalin

hubungan persaudaraan antara golongan kaya dan miskin,

karena secara realitas mengenai kepemilikan harta

manusia dikotakkan menjadi dua golongan oleh Allah swt.

yaitu kaya dan miskin dan harus dipahami itu merupakan

kerangka rencana Allah swt. dalam menciptakan

keseimbangan yang harmonis dan mewujudkan keadilan

yang hakiki serta mendidik manusia supaya menghayati

dan menerapkan sikap dan perilaku yang berkeadilan

(ummatan wasatan).

261

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (terjemahan), (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2007), h. 471-473.

Page 191: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxci

Berzakat adalah sebagai refleksi dan realisasi dari

rasa keadilan yang bersumber dari akal sehat sebagai tolok

ukur dalam menetapkan perbuatan yang baik dan buruk.

Oleh karena itu, orang yang sadar dengan kewajiban

membayar zakat digolongkan pada orang baik, pemurah

dan berkeadilan. Sebaliknya orang yang tidak mau

membayarkan zakat digolongkan pada sikap asusila, bakhil

dan tidak manusiawi serta tidak berkeadilan.

d. Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

Undang-Undang Pengelolaan Zakat adalah salah satu

sistem hukum diantara beberapa komponen sistem hukum.

Menurut Lawrence M. Friedman, ada tiga unsur dalam sistem

hukum, yaitu: Pertama, sistem hukum mempunyai struktur.

Sistem hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem itu

berubah dalam kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian

berubah tidak secepat bagian tertentu lainnya. Ada pola jangka

panjang yang berkesinambungan. Aspek sistem yang berada di

sini dan kemarin (atau bahkan pada abad yang terakhir) akan

berada di situ dalam jangka panjang. Inilah struktur sistem hukum

kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian

yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap

Page 192: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxcii

keseluruhan. Struktur sistem hukum terdiri dari unsur berikut ini:

jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya yaitu, jenis perkara

yang diperiksa, dan bagaimana serta mengapa, dan cara naik

banding dari satu pengadilan ke pengadilan lain. Jelasnya

struktur adalah semacam sayatan sistem hukum semacam foto

diam yang menghentikan gerak.

Kedua, sistem hukum adalah substansinya. prilaku nyata

manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga berarti

produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem

hukum itu, keputusan yang yang dikeluarkan, aturan baru yang

disusun. Penekanannya terletak pada hukum yang hidup (living

law), bukan hanya pada aturan dalam kitab hukum (law books).

Ketiga dari sistem hukum adalah budaya hukum, yaitu

sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan,

nilai, pemikiran, serta harapannya. Budaya hukum adalah

suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan

bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan.

Tanpa budaya hukum, sistem hukum itu sendiri tidak akan

berdaya, seperti ikan yang mati terkapar di keranjang, bukan

seperti ikan hidup yang berenang di lautnya262.

262

Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Sosial Science Perspective, (New York: Russel Sage Foundation, 1975), h. 7-9.

Page 193: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxciii

Berkaitan sistem hukum yang dikemukakan Lawrence

M. Friedman, maka UUPZ, masuk dalam komponen substansi

hukum. Undang-Undang Pengelolaan Zakat adalah sebuah

undang-undang nasional yang merupakan bagian dari sistem

hukum Indonesia. Undang-undang ini tidak memuat aturan

tentang zakat sebab telah diatur secara lengkap dalam hukum

Islam. Undang-undang ini banya mengatur pengelolaan zakat.

Dalam Pasal 1 Ayat 1 yang dimaksud dengan pengelolaan zakat

adalah pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,

pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

Undang-Undang Pengelolaan Zakat berlaku terhadap

siapa saja yang ada di Indonesia baik lembaga maupun

perorangan yang beragama Islam. Semua pihak harus tunduk

pada undang-undang ini dan menjalankannya dengan sebaik-

baiknya, walaupun kewajiban zakat itu sendiri hanya berlaku

untuk orang Islam.

Pasal 2 UUPZ menentukan bahwa pengelolaan zakat

berasaskan pada syariat Islam; amanah; kemanfaatan;

keadilan; kepastian hukum; terintegrasi; dan akuntabilitas.

Selanjutnya dalam Pasal 3 Undang-Undang Pengelolaan Zakat,

Page 194: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxciv

pengelolaan zakat bertujuan meningkatkan efektivitas dan

efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan

meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah

membentuk BAZNAS (Pasal 5 [1]) dan BAZNAS merupakan

lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat

secara nasional (Pasal 6).

Dalam undang-undang ini tidak diatur dalam hal apa dan

kapan seorang muzakki wajib mengeluarkan zakat dan siapa saja

yang termasuk dalam mustahiq, karena semua ini diatur dalam

hukum Islam. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka fungsi

UUPZ adalah sebagai procedural law tentang zakat bukan

substantive law, karena yang disebutkan terakhir ini ada dalam

hukum Islam dan dinyatakan dalam Alqur’an, al-Hadis dan Ijtihad

para ulama yang dituangkan dalam kitab-kitab fiqih.

Apabila diperhatikan kandungan undang-undang ini,

maka yang menjadi tujuan dari undang-undang bukan saja ingin

memberikan jaminan kepastian agar supaya zakat dikelola

dengan baik, dan tidak sekadar untuk memfasilitasi lancarnya

interaksi dalam proses pengelolaan, tetapi lebih jauh lagi yaitu

Page 195: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxcv

diharapkan melalui undang-undang ini akan terjadi beberapa

perubahan kehidupan masyarakat yang sifatnya lebih sejahtera.

Dalam konteks ilmu hukum dapat disebut bahwa UUPZ

tidak hanya sekadar berfungsi sebagai a tool of social control

atau a tool of facilitation of human interaction tetapi juga as a tool

of sosial engineering dalam arti sebagai sarana untuk

menciptakan rekayasa sosial menuju ke arah kehidupan yang

lebih sejahtera dan berkeadilan.

3. Pengelolaan Zakat di Indonesia

a. Perkembangan Pengelolaan Zakat di Indonesia

Dilihat dari aspek historis, perkembangan zakat di

Indonesia telah mengalami perjalanan waktu yang panjang.

Sejak masuknya Islam ke wilayah nusantara, zakat telah

menjadi salah satu sumber pendapatan negara. Ketika

memasuki era Kolonialisasi Barat, zakat dijadikan sebagai salah

satu sumber penopang dana perjuangan melawan penjajahan.

Ketika wilayah jajahan makin meluas, pemerintah Belanda

mengeluarkan Bijblaad No. 1892 Tanggal 4 Agustus 1892, yang

isinya adalah kebijakan pemerintah kolonial mengenai zakat.

Lahirnya undang-undang tersebut didorong oleh suatu

keinginan rezim kolonial agar tidak terjadi penyelewengan

(manipulasi) keuangan zakat oleh para penghulu atau naib

Page 196: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxcvi

zakat (petugas zakat) yang bekerja bagi kepentingan kolonial.

Para petugas zakat tersebut tidak diberi gaji untuk membiayai

hidup, kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarga.263

Menurut Arskal Salim, adanya regulasi tersebut untuk

menghindari penyalahgunaan zakat dengan menunjuk petugas

keagamaan seperti naib dan penghulu sebagai pengelola

zakat.264 Lalu pada tahun 1905 pemerintah Belanda

mengeluarkan regulasi lain (Bijblaad 6200) yang secara khusus

melarang petugas pribumi (priyayi dan setingkatnya) untuk

mengintervensi pengelolaan zakat. Kebijakan pemerintah

Belanda itu adalah suatu upaya untuk membuat perbedaan

yang nyata antara urusan negara dan urusan masyarakat

muslim dalam masalah keagamaan.

Upaya selanjutnya yang dilakukan oleh pemerintah

Kolonial Belanda dalam rangka meminimalisir kekuatan

ekonomi rakyat yang bersumber dari zakat, yaitu dengan

dikeluarkannya larangan untuk membantu pelaksanaan zakat

bagi pegawai pemerintah dan priyayi pribumi. Larangan tersebut

tercantum dalam Bijblaad No. 6200 Tanggal 28 Februari 1905.

263Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI

Press, 1991), h. 32-33. 264

Arskal Salim and Azyumardi Azra, (ed.), Sharia and Politics in Modern Indonesia, (Singapore: ISEAS, 2003), p. 182.

Page 197: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxcvii

Peraturan tersebut berlaku untuk seluruh wilayah jajahan dan

larangan tersebut lahir karean didorong berakhirnya Perang

Aceh pada tahun sebelumnya (1904) yang telah berlangsung

puluhan tahun. Penerbitan larangan tersebut terutama ditujukan

bagi para priyayi pribumi Aceh, untuk tidak lagi berupaya

membantu pengumpulan dan pengelolaan dana zakat

berdasarkan Syari’at Islam yang telah berjalan sebelumnya265.

Menururt Andi Lolo Tonang, lahirnya ordonansi

Pemerintah Belanda No. 6200 tersebut, pengaturan tentang

pengumpulan dan pengelolaan dana zakat diserahkan

sepenuhnya kepada umat Islam sesuai dengan ajaran Islam.

Kondisi ini menjelaskan tentang upaya pemerintah Belanda

untuk memisahkan antara negara dengan ajaran agama. Bahwa

tujuan utama dari kebijakan kolonial tersebut adalah untuk

melemahkan perekonomian rakyat yang bersumber dari zakat.

Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa kebijakan tersebut

sebagai upaya legal melemahkan kekuatan rakyat pribumi yang

mayoritas beragama Islam.266

265

Muhammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1995),h. 250-251.

266

B. Wiwoho et.al., (ed.), Zakat dan Pajak, (Jakarta: Bina Rena Pari Wara, 1992), h. 262.

Page 198: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxcviii

Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah

penjajahan menghidupkan kembali institusi Majelis Islam A`la

Indonesia (MIAI), suatu federasi partai politik dan organisasi

massa Islam yang telah hidup sebelum Perang Dunia II.

Lembaga MIAI kemudian mengambil inisiatif untuk membangun

Baitul Mal di Jawa pada tahun 1943. Namun upaya ini akhirnya

gagal karena MIAI dibubarkan pemerintah Jepang pada akhir

tahun 1943. Selanjutnya, pada masa kemerdekaan dibentuklah

Kementerian Agama pada 8 Desember 1951, kementerian ini

mengeluarkan edaran bahwa kementerian ini tidak berkehendak

untuk mencampuri urusan pengumpulan dan pendistribusian

zakat. Misinya hanyalah mendorong orang untuk membayar

zakat dan mengawasi supaya distribusi zakat terselenggara

sebagaimana mestinya.267

Pasca proklamasi kemerdekaan, Negara Republik

Indonesia senantiasa mengalami dinamika. Konsep UUD 1945

dan Pancasila dengan Piagam Jakarta sebagai jiwanya pada

masa awal kemerdekaan belum memberikan tempat yang layak

bagi implementasi zakat. Namun secara informal terdapat ide

dari beberapa tokoh masyarakat dan pejabat pemerintahan

267

Arskal Salim and Azyumardi Azra, (ed.), Sharia and Politics… op.cit., h. 184.

Page 199: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cxcix

tentang implementasi zakat dan kaitannya dengan kewenangan

pemerintah. Diantara gagasan tersebut adalah seperti yang

disampaikan oleh Mr. Jusuf Wibisono pada tahun 1950, Menteri

Keuangan ketika itu menuangkan idenya dalam sebuah

makalah yang dimuat dalam Majalah al-Hikmah, tentang

perlunya memasukkan zakat sebagai salah satu komponen

sistem perekonomian keuangan negara Indonesia. Di samping

itu, berkembang suara-suara di kalangan anggota parlemen

yang menginginkan agar persoalan zakat diatur dengan

peraturan perundang-undangan dan diurus langsung oleh

pemerintah atau negara.268

Gagasan-gagasan tersebut belum menjelma menjadi

kenyataan, justru sebaliknya pemerintah melalui Kementerian

Agama pada 8 Desember 1951, mengeluarkan Surat Edaran

tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah No. A/VII/17367. Surat

tersebut berisikan bahwa pemerintah tidak mencampuri rakyat

yang beragama Islam dalam mengumpulkan dan mengelola

zakat fitrah. Dalam tugas tersebut dijelaskan bahwa tugas

pemerintah hanya:

268

Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi…, op.cit., h. 35.

Page 200: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cc

a. Menggembirakan dan menggiatkan masyarakat untuk

menunaikan kewajibannya;

b. Melakukan pengawasan supaya pemakaian dan

pembagiannya dari hasil pungutan tersebut dapat di

laksanakan sesuai dengan hukum agama269.

Tahun berikutnya, perhatian terhadap permasalahan

zakat terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1964,

kementerian agama menyusun Rancangan Undang-Undang

(RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (RPPPUU) tentang

pelaksanaan pengumpulan dan pembagian serta pembentukan

Baitul Mal. Disertai alasan yang tidak jelas, RUU tersebut belum

dapat disampaikan kepada parlemen, dan begitu juga RPPPUU

juga sempat diajukan kepada presiden.270

Pada tahun 1967 disusunlah RUU tentang Zakat yang

kemudian diajukan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat

Gotong Royong (DPR-GR) dengan disertai Surat Menteri

Agama No. MA/095/1967, tanggal 5 Juli 1967, kemudian RUU

ini juga mengalami kegagalan karena ditolak oleh DPR-GR.

269

Zulfahmi Bustami “Argumentasi Positifikasi Hukum Zakat di Indonesia” dalam Jurnal Hukum Islam. Vol. VII No. 5. Juli 2007, h. 569.

270

Ibid., h. 570.

Page 201: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cci

Pada masa tersebut, sedang berkembang sikap curiga terhadap

segala upaya pengembangan di bidang ajaran Islam, dan upaya

tersebut dikategorikan sebagai upaya mendirikan Negara Islam

di Indonesia.271

Beriringan dengan diajukannya RUU tersebut ke DPR,

Menteri Agama juga mengirim RUU Zakat kepada menteri yang

memiliki kaitan dengan bidang ini, yaitu Menteri Sosial dan

Menteri Keuangan, dengan Surat No. MA/099/1967, tanggal 14

Juli 1967. Dalam surat tersebut, Menteri Sosial diharapkan

untuk memberi saran dan konstruktif bagi penggunaan dana

zakat karena berkenaan dengan kepentingan dan tujuan sosial.

Demikian juga Menteri Keuangan diharapkan memberi arahan

karena dianggap telah memiliki pengalaman dalam pemungutan

dan pengelolaan dana pajak. Namun sangat disayangkan

jawaban Menteri Keuangan yang hanya memberi saran dan

belum menyentuh kepada solusi subtansif, yaitu agar

permasalahan zakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri

Agama, seperti yang tercantum dalam suratnya bernomor:

D.15-1-5-25.272

271

Ibid., h. 570. 272

Ibid., h. 570.

Page 202: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccii

Pada akhir tahun 1960-an perhatian pemerintah

terhadap persoalan zakat semakin meningkat secara kualitatif.

Indikasinya ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri

Agama (PMA) No. 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan

Amil zakat. Untuk memperkuat PMA tersebut pada tahun itu

juga dikeluarkan PMA No. 5 tahun 1968 yang berisikan tentang

pembentukan Baitul Mal yang statusnya semi resmi yang

berbentuk yayasan. Tidak beberapa lama PMA tersebut

dikeluarkan, Presiden Soeharto dalam pidatonya pada malam

peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw. pada 22 Oktober

1968 mengeluarkan anjuran untuk mengumpulkan zakat secara

sistematis dan terorganisir dengan baik.273

Menindaklanjuti anjuran tersebut, Menteri Agama

mengeluarkan Instruksi No. 1 tahun 1969, yang berisikan

penundaan Pelaksanaan Peraturan Menteri Agama No. 4 dan 5

Tahun 1968, Selanjutnya pada 21 Mei 1969, keluarlah Kepres

No. 44 Tahun 1969 tentang Pembentukan Panitia

Pembangunan Uang Zakat yang diketahui oleh Menko Kesra,

Dr. KH. Idham Chalid. Kepres ini dalam operasionalnya

diuraikan dalam Surat Edaran Menteri Agama No. 3 Tahun

273

Arskal Salim and Azyumardi Azra, (ed.), Sharia and Politics… op.cit., h. 182.

Page 203: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cciii

1969, yang intinya hasil pengumpulan uang zakat agar dikirim

kepada Presiden Soeharto melalui rekening Giro Pos No.

A.10.00.15 Mengenai hasil dari surat perintah dan Kepres

tersebut sampai saat ini belum dapat diperoleh datanya.

Empat belas tahun kemudian, Presiden Soeharto

merealisasikan anjurannya dengan mendirikan Yayasan Amal

Bhakti Muslim Pancasila (YABMP), tepat pada 17 Februari

1982, dengan Akta Notaris No. 029. Yayasan ini tercantum

dalam Lembaga Negara RI No. 17, tanggal 26 Februari 1982.

Tujuan utama dari pendirian yayasan ini adalah untuk

memperbanyak rumah Ibadah umat Islam yang jumlahnya

dirasakan masih minim, terutama untuk daerah-daerah terpencil

dan lingkungan masyarakat yang kurang mampu. Dana

yayasan ini berasal dari sumbangan Instansi Pemerintah,

Badan Usaha Negara dan Swasta, amal jariah, shadaqah dan

hibah. Pada Instansi Pemerintah, sumbangan ditarik dari

potongan gaji pegawai negeri sipil dan ABRI-Polri yang

muslim.274

Sebagai respon dari meningkatnya perhatian

pemerintah pusat terhadap persoalan zakat, pemerintah daerah

274

Zulfahmi Bustami “Argumentasi Positifikasi… op.cit.,h. 571.

Page 204: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cciv

yang dipelopori oleh Pemda DKI Jakarta di bawah pimpinan

Gubenur Ali Sadikin, berinisiatif mendirikan Badan Amil Zakat

(BAZ) pada tahun 1968, selanjutnya diikuti oleh Pemda-Pemda

lainnya dengan mendirikan lembaga sejenis. Seperti BAZIS

atau BAZ di Kalimantan Timur (1972) Sumatera Barat (1973),

Jawa Barat (1974), Aceh dan Lampung (1975), Kalimantan

Selantan (1977), Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa

Tenggara Barat (1985).275

b. Lembaga Pengelola Zakat

Zakat tidak dapat dipandang sebagai jasa baik orang

kaya kepada orang miskin atau fakir, atau dipandang sebagai

pemberian saja, sebab zakat dalam Islam merupakan kewajiban

sosial, sebagai hak sah bagi mustahiq yang dalam

pelaksanaannya perlu wewenang pemerintah untuk ikut

mengurusnya276

Pelaksanaan pengelolaan zakat didasarkan pada

Firman Allah swt. dalam Q.S. at-Taubah (9) Ayat 60 sebagai

berikut:

275

Ibid., h. 571. 276

Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosio Kultural, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), h. 255.

Page 205: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccv

Terjemahnya:

Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Selain itu pula dasar lain yang menjadi rujukan

pengelolaan zakat adalah Firman Allah swt. dalam Q.S. at-

Taubah (9) Ayat 103 sebagai berikut:.

Page 206: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccvi

Terjemahnya:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dalam Q.S at-Taubah Ayat 60 tersebut dikemukakan

bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat

(mustahiq zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus

urusan zakat ('amilina `alailha). Sedangkan dalam Q.S at-

Taubah Ayat 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput)

dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki)

untuk kemudian diberikan kepada orang yang berhak

menerimanya (mustahiq). Mengambil dan menjemput tersebut

adalah para petugas (amil). Menurut Imam Qurthubi

sebagaimana dikutip Didin Hafidhuddin, ketika menafsirkan

Page 207: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccvii

Surah at-Taubah Ayat 60 menyatakan bahwa amil itu adalah

orang-orang yang ditugaskan (diutus oleh imam/pemerintah)

untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatatkan

zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk diberikan

kepada yang berhak menerimanya.277

Rasulullah pernah mempekerjakan seorang pemuda

dari suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah, untuk mengurus

urusan zakat Bani Sulaim. Pernah pula mengutus Ali bin Abi

Thalib ke Yaman untuk menjadi amil zakat. Muaz bin Jabal

pernah diutus Rasulullah pergi ke Yaman, di samping bertugas

sebagai da'i (menjelaskan ajaran Islam secara umum), juga

mempunyai tugas khusus menjadi amil zakat. Demikian pula

yang dilakukan oleh para sahabat rasulullah yang menjadi

khalifah dan sesudahnya, selalu mempunyai petugas khusus

yang mengatur masalah zakat, baik pengambilan maupun

pendistribusiannya. Diambilnya zakat dari muzakki (orang yang

memiliki kewajiban berzakat) melalui amil zakat untuk disalurkan

kepada mustahiq, menunjukkan kewajiban zakat itu bukanlah

semata-mata bersifat amal karitatif (kedermawanan), tetapi juga

277

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 125.

Page 208: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccviii

suatu kewajiban yang bersifat otoritatif (ijbari).278

Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat,

apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal, memiliki

beberapa keuntungan, antara lain: Pertama, untuk menjamin

kepastian dan disiplin pembayaran zakat. Kedua, untuk

menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila

berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.

Ketiga, untuk efisiensi dan efektivitas, dan sasaran yang tepat

dalam pengguanaan harta zakat berdasarkan skala prioritas

yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan

syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan

yang Islami. Sebaliknya, jika pelaksanaan zakat diserahkan

langsung oleh muzakki zakat kepada mustahiq, maka nasib dan

hak-hak orang miskin tidak memperoleh jaminan yang pasti.279

Menurut Didin Hafidhuddin, seseorang yang ditunjuk

sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki

beberapa persyaratan sebagai berikut:

Pertama, beragama Islam. Zakat adalah salah satu

urusan utama kaum muslimin yang termasuk Rukun Islam

(Rukun Islam Ketiga), karena itu sudah saatnya apabila urusan

278

Ibid., h. 125-126. 279

Abdurrachman Qadir, Zakat dalam … op. cit., h. 87.

Page 209: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccix

penting kaum muslimin ini diurus oleh sesama muslim.

Kedua, mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal

pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus

urusan umat. Ketiga, memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini

sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat.

Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya

melalui lembaga pengelola zakat, jika lembaga ini memang

patut dan Iayak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam

bentuk transparansi dalam menyampaikan laporan

pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan

penyalurannya sejalan dengan ketentuan ajaran Islam.

Keempat, mengerti dan memahami hukum-hukum zakat

yang menyebabkan mampu melakukan sosialisasi segala

sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.

Pengetahuan tentang zakat yang relatif memadai, para amil

zakat diharapkan terbebas dari kesalahan dan kekeliruan yang

diakibatkan dari kebodohannya pada masalah zakat tersebut.

Pengetahuan yang memadai tentang zakat inipun akan

mengundang kepercayaan dari masyarakat.

Kelima, memiliki kemampuan untuk melaksanakan

tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah dan jujur merupakan

Page 210: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccx

syarat yang sangat penting, akan tetapi juga harus ditunjang

oleh kemampuan dalam melaksanakan tugas. Perpaduan

antara amanah dan kemampuan inilah yang akan menghasilkan

kinerja yang optimal.

Keenam, kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan

tugasnya. Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang memiliki

waktu yang cukup dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-

asalan dan tidak pula sambilan. Adanya amil zakat yang

sambilan dalam masyarakat, menyebabkan amil zakat tersebut

pasif dan hanya menunggu kedatangan muzakki untuk

membayarkan zakatnya atau infaknya.280

Disahkannya UUPZ pada tahun 1999, maka Indonesia

memasuki babak baru, zakat menjadi elemen penting dalam

kehidupan bangsa Indonesia. Disahkannya UUPZ juga

menandai bahwa zakat telah memasuki wilayah formal

kenegaraan. Meskipun diakui, isinya sebagian masih

menimbulkan pro dan kontra, tetapi secara umum UUPZ

dipandang membawa angin segar bagi perkembangan zakat di

Indonesia.

Dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat merekomendasikan berdirinya organisasi

280

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam… op.cit., 127-128.

Page 211: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxi

Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk membantu BAZNAS dalam

pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat dan LAZ wajib melaporkan pelaksanaan

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang

telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Sementara dalam

Pasal 17 UU No. 23 Tahun 2011 bahwa untuk membantu

BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,

dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.

Undang-Undang Pengelolaan Zakat juga menegaskan

berlakunya pembayaran zakat sebagai pengurang penghasilan

kena pajak. Meskipun belum memenuhi harapan utama umat,

yaitu zakat sebagai pengurang pajak, akan tetapi akomodasi

pembayaran zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak

(PPKP) merupakan bentuk motivasi dan pengakuan sehingga

umat diharapkan lebih terdorong untuk membayarkan zakatnya

melalui lembaga pengelola zakat formal.

Sejak keluarnya Undang-Undang No. 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat, terdapat 18 LAZ nasional yang

mendapat pengukuhan Menteri Agama. LAZ itu, yakni (1)

Dompet Dhuafa, (2) Yayasan Amanah Takaful, (3) Pos Keadilan

Peduli Ummat (PKPU), (4) Yayasan Baitul Mal Muamalat, (5)

Yayasan Dana Sosial al-Falah, (6) Yayasan Baitul Mal

Page 212: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxii

Hidayatullah, (7) LAZ Persatuan Islam (PERSIS), (8) Yayasan

Baitul Mal Ummat Islam (BAMUIS) PT BNI (persero) tbk, (9)

LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat, (10) LAZ Dewan

Dakwah Islamiyah Indonesia, (11) LAZ Yayasan Baitul Mal

Bank Rakyat Indonesia, (12) LAZIS Muhammadiyah, (13) LAZ

Baitul Mal wat Tamwil (BMT), (14) LAZ Yayasan Dompet Sosial

Ummul Quro (DSUQ), (15) LAZ Baituzzakah Pertamina

(BAZMA), (16) LAZ Dompet Peduli Ummat Darut Tauhid

(DPUDT), (17) LAZ Nahdlatul Ulama (NU), dan (18) LAZ Ikatan

Persaudaraan Haji (IPHI)281.

Menurut Moch. Arief, tujuan besar dilaksanakannya

pengelolaan zakat adalah, Pertama, meningkatnya kesadaran

masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah

zakat. Sebagaimana realitas yang ada dimasyarakat bahwa

sebagian besar umat Islam yang kaya (mampu) belum

menunaikan ibadah zakatnya, jelas ini bukan persoalan

kemampuan akan tetapi adalah persoalan lain yaitu kesadaran

untuk ibadah zakat yang kurang terutama dari umat Islam

sendiri. Hal ini menyimpan pekerjaan rumah tersendiri

281

Almisar Hamid, “Nasib Lembaga Amil Zakat Di Indonesia” http://www.ahmad heryawancom/opini-media/sosial-politik/4297-nasib-lembaga-amil-zakat-di-indonesia.pdf diakses pada 2 Mei 2010.

Page 213: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxiii

bagaimana secara umum umat Islam meningkat kesadaran

beragamanya.

Kedua, meningkatnya fungsi dan peranan pranata

keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan

masyarakat dan keadilan sosial. Pengelola zakat/amil adalah

merupakan salah satu institusi yang mengelola zakat untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau menghapuskan

derajat kemiskinan masyarakat serta mendorong terjadinya

keadilan distribusi harta. Zakat itu dipungut dari orang-orang

kaya untuk kemudian didistribusikan kepada mustadz’afin (fakir

miskin) di daerah zakat itu dipungut. Jelas hal ini akan terjadi

aliran dana dari para orang kaya(aghniyaa) kepada orang lemah

(dhuafa) dalam berbagai bentuknya, baik untuk kepentingan

konsumtif maupun kepentingan produktif (investasi). Maka

secara sadar, penunaian zakat akan membangkitkan solidaritas

sosial, mengurangi kesenjangan sosial dan pada gilirannya

akan mengurangi derajat kejahatan di tengah masyarakat.

Ketiga, meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.

Setiap lembaga zakat memiliki database (pangkalan data)

tentang muzakki dan mustahiq. Profil muzakki perlu didata

untuk mengetahui potensi-potensi atau peluang untuk

melakukan sosialisasi maupun pembinaan kepada muzakki.

Page 214: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxiv

Muzakki adalah nasabah seumur hidup, maka perlu adanya

perhatian dan pembinaan yang memadai guna memupuk nilai

kepercayaannya. Terhadap mustahiq-pun juga demikian,

program pendistribusian dan pendayagunaan harus diarahkan

sejauh mana mustahiq tersebut dapat meningkatkan kualitas

kehidupannya, dari status mustahiq berubah menjadi

muzakki.282

Menurut Ibnu Taimiyyah, orang yang bekerja untuk

kepentingan zakat, termasuk kolektor, pemelihara dan yang

terlibat dalam pemeliharaan penghitungan dan sebagainya,

disebut amilin. Pada garis besarnya tugas para amil zakat dapat

dikategorikan menjadi dua kelompok besar: 1) para pengumpul

yang bertugas mengamati dan menetapkan muzakki,

menetapkan jenis-jenis harta yang wajib dizakati, dan jumlah

yang harus dibayar. Kemudian mengambil dan menyimpannya

untuk diserahkan kepada para petugas yang membagikan telah

dikumpulkan itu. Para pengumpul memerlukan pengetahuan

tentang hukum-hukum zakat, misalnya hal-hal yang berkaitan

dengan jenis harta, kadar nisab, haul dan sebagainya; 2) Para

pembagi bertugas mengamati dan menetapkan, setelah

282

Moch. Arief, “Prinsip Pengelolaan Zakat” dalam Infoz, Edisi 5 Th V Maret - April 2010, 24-25.

Page 215: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxv

melakukan pengamatan dan penelitian yang seksama, siapa

saja yang berhak mendapatkan zakat, perkiraan kebutuhan,

kemudian mendistribusikan kepada masing-masing yang

membutuhkan dengan mempertimbangkan jumlah zakat yang

diterima dan kebutuhan masing-masing.283

G. Kerangka Pemikiran

Zakat merupakan bagian penting dari syariah Islam yang

pertama kali dikenal di dalam sejarah peradaban yang mampu menjamin

dan memproteksi kehidupan bermasyarakat, terutama terhadap orang-

orang yang lemah yang tidak memiliki penghasilan dan kehidupan yang

layak. Islam mewajibkan zakat selain sebagai rukun Islam juga berfungsi

sebagai sistem redistribusi kekayaan dan sistem jaminan sosial demi

menciptakan kesejahteraan. Zakat diyakini mampu menjadi jembatan

kekuataan persatuan (ijtima’iyyah) umat Islam. Pada prinsipnya, Islam

tidak membenarkan adanya kesenjangan yang lebar di tengah

masyarakat antara orang kaya dengan orang miskin.

Kewajiban membayar zakat adalah kewajiban yang mendasar

dalam ajaran Islam dan dianggap sebagai salah satu rukun Islam dari

283

Mawardi, “Strategi Efektifitas Peran Lembaga Zakat Di Indonesia” dalam Jurnal Hukum Islam. Vol. IV No. 2 Desember 200, h. 178-179.

Page 216: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxvi

lima rukun Islam, sesuai dengan Firman Allah swt. dalam Q.S. at-Taubah

(9) Ayat 103 sebagai beirkut:

Terjemahnya:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Zakat sebagai kewajiban umat Islam dan menjadi pilar (rukun)

keislaman seseorang, seseorang belum dikatakan muslim yang

sempurna sebelum melaksanakan lima hal ini, diantaranya adalah

membayar zakat. Harta yang dikeluarkan melalui zakat, akan

membersihkan semua harta yang dizakati, dan memelihara

pertumbuhannya. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari

Abdullah bin Umar, yaitu:

بني الإسلام على : قال رسول الله صلى الله علیھ وسلم : عن ابن عمر قال

لاة وإیتاء دا رسول الله وإقام الص لھ الا الله و ان محم خمس شھادة أن لا ا

كاة والحج وصوم رمضان الز

Page 217: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxvii

Artinya:

‘Dari Ibnu Umar r.a. katannya : Rasulullah bersabda : Dasar (pokok-pokok) Islam itu lima perkara, Mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, dan mengaku bahwa Muhammad saw. itu Rasul Allah, Menegakkan shalat, Membayar zakat, Menunaikan ibadah haji, dan Puasa pada bulan Ramadhan’.

Peran negara dalam pengelolaan zakat tidak dapat dinafikan,

zakat apabila dikelola secara baik akan mewujudkan kesejahteran umat,

sesuai dengan tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia. Adanya cita-cita tersebut mendasari penyelenggara negara

(pemerintah) dalam melaksanakan pembangunan, baik pembangunan

materil maupun pembangun spiritual.

Demi tercapainya kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang

kurang mampu dan menumbuhkan gairah untuk menunaikan zakat bagi

bagi yang mampu, maka diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun

2011 tentang Pengelolaan Zakat yang disahkan oleh DPR pada tanggal

27 Oktober 2011 pengganti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat dan

Page 218: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxviii

Dalam penelitian ini, sebagai landasan grand theory, adalah

teori Negara Hukum Kesejahteraan oleh Ibnu Khaldun. Menurut Ibnu

Khaldun untuk mendukung terwujudnya negara hukum kesejahteraan

ada variabel utama yang saling terkait, yaitu: G = Government

(pemerintah) = الملك; S = Syari’ah = الشریعة; W = Wealth

(kekayaan/ekonomi) =الأموال; N = Nation (masyarakat/rakyat)= الرجال;

D = Development (pembangunan) = عمارة; J = Justice (keadilan) =

.العدل

Selanjutnya, sebagai middle range theory atau teori antara,

mengacu pada teori hukum al-muslahah dari Imam Malik. Teori

maslahah ini urgen sekali digunakan sebagai teori kajian hukum

khususnya dalam hukum zakat, karena zakat selain sebagai ibadah

mahdah (ibadah yang orientasinya semata-semata kepada Allah swt.),

juga sebagai ibadah ghairu mahdah orientasinya untuk kepentingan

umum. Alasan digunakannya teori maslahah dalam kajian ini adalah

terletak pada subtansi bahasannya, secara filosofis bahwa zakat

sesungguhnya berasal dari hukum Islam. Karakteristik yang paling

fundamental dalam kajian hukum yang berasal dari agama adalah

sulitnya didekati dengan pemikiran manusia. Oleh karena itu,

permasalahan agama adalah permasalahan keyakinan. Sedangkan

Page 219: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxix

keyakinan sulit sekali didekati dengan model (teori) hasil pemikiran

manusia. Satu-satunya cara yang paling dianggap mudah dan relevan

adalah teori yang berasal dari agama (keyakinan) itu sendiri. Itulah

sebabnya teori maslahah digunakan sebagai middle range theory.

Sedangkan teori aplikasi (application theory) yang dipakai

dalam dalam penelitian ini:

1. Teori Bisnis Tazkiyah (TBT) oleh H.M. Arfin Hamid. Untuk

menentukan sebuah sistem bisnis yang betul-betul sesuai syariah.

Ada beberapa tahapan itu diuraikan sebagai berikut: (1) Penentuan

objek usaha (barang, jasa, jenis usaha) seluruhnya harus terjamin

keabsahan dan kehalalannya, bukan termasuk haram lizatihi; (2)

Metode/proses pengelolaan dan menjalankan bisnis tidak terdapat

unsur-unsur yang diharamkan, bukan termasuk haram lighairi zhatihi;

(3) Hasil/output-nya dipastikan terjamin kehalalannya (tazkiyah); (4)

Penggunaan dan pengelolaan hasil/harta itu dalam koridor

limardhatillah.284

2. Teori pengelolaan zakat dari Yusuf Qardhawi, untuk menjamin

kesuksesan penerapan zakat ada beberapa persyaratan penting

yang harus dilakukan, yaitu: (1) menetapkan konsep perluasan dalam

kewajiban zakat; (2) pengelolaan zakat dari harta yang bergerak dan

284

M. Arfin Hamid, “Teori Bisnis Tazkiyah…loc. cit.

Page 220: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxx

tidak bergerak (3) administrasi yang accountable dan dikelola oleh

para penanggung jawabnya yang profesional; (4) pendistribusian dan

penerapan zakat dengan baik; (5) melakukan pekerjaan dengan

menggunakan manajemen Islam.285

3. Teori Kepatuhan Hukum

Teori kepatuhan hukum yang menjadi salah satu teori

aplikasi dalam penelitian ini adalah teori kepatuhan hukum dari

H.C.Kelman. Kualitas kepatuhan hukum diklasifikasi dalam 3 (tiga)

jenis, yaitu sebagai berikut :

a. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini, karena membutuhkan pengawasan yang terus menerus.

b. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak.

c. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, benar-benar karena ia merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang dianutnya.286

4. Teori Keadilan Sosial dari Sayyid Qutb. Menurut Sayyid Qutb bahwa

keadilan sosial dalam Islam mempunyai karakter khusus, yaitu

kesatuan yang harmoni. Islam memandang manusia sebagai

kesatuan harmoni dan sebagai bagian dari harmoni yang lebih luas

dari alam raya di bawah arahan Penciptanya. Keadilan Islam

285

Yusuf Qaradhawi, Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, (terjemahan), (Jakarta: Zikrul Hakim, 2005), h. 93-157.

286

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum… loc.cit.

Page 221: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxi

menyeimbangkan kapasitas dan keterbatasan manusia, individu dan

kelompok, masalah ekonomi dan spiritual dan variasi-variasi dalam

kemampuan individu. Ia berpihak pada kesamaan kesempatan dan

mendorong kompetisi. Ia menjamin kehidupan minimum bagi setiap

orang dan menentang kemewahan, tetapi tidak mengharapkan

kesamaan kekayaan.287

Dalam penelitian mengenai pengelolaan zakat yang berimplikasi

pada jaminan keadilan sosial. Ada tiga variabel independen, yaitu:

variabel hakikat pengelolaan zakat dengan indikator yaitu: nilai tauhid,

nilai akhlak, nilai kemanusiaan dan nilai keseimbangan; Variabel

implementasi nilai-nilai hukum Islam dalam peraturan perundang-

undangan pengelolaan zakat dengan indikator, yaitu: nilai teologis, nilai

filosofis, nilai yuridis, dan nilai sosiologis; Variabel pelaksanaan

pengelolaan zakat dengan indikator, yaitu: kepatuhan hukum masyarakat,

peran pemerintah, kewenangan antar institusi, mekanisme

pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Sedangkan varibel Y sebagai

variabel dependen adalah terwujudnya pengelolaan zakat yang dapat

memajukan kesejahteraan umum yang berdasar pada keadilan sosial.

Selanjutnya, dapat dilihat dalam diagram kerangka pikir berikut

ini:

Gambar 3

287

M. Taufiq Rahman, “Teori Keadilan… loc.cit.

Page 222: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxii

Kerangka Pikir Penelitian

H. Definisi Operasional Variabel

1. Nilai tauhid bahwa dalam pengelolaan zakat merupakan suatu

bentuk penghambaan diri kepada Allah swt. baik oleh pengelola

zakat maupun muzakki.

2. Prinsip akhlak bahwa dalam pengelolaan zakat tentu harus

dilandasi dengan etika dan moral

Terwujudnya Pengelolaan Zakat yang

dapat memajukan

Kesejahteran umum yang

berdasar pada

Keadilan Sosial

- Alqur’an - Hadis - UUD NRI Tahun

1945 - UU No. 23 Tahun

2011

Hakikat Pengelolaan Zakat - Nilai Tauhid - Prinsip Akhlak - Prinsip Kemanusiaan - Prinsip Keseimbangan - Prinsip Kemasyarakatan - Prinsip Distribusi - Prinsip Konsumsi

Pelaksanaan Pengelolaan Zakat

- Kepatuhan Hukum

Masyarakat - Peran Pemerintah - Koordinasi antar Institusi - Mekanisme Pengelolaan

zakat

Landasan Keberlakuan Hukum Islam

- Landasan Teologis - Landasan Filosofis - Landasan Yuridis - Landasan Sosiologis

Page 223: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxiii

3. Prinsip kemanusiaan bahwa dalam pengelolaan zakat, pengelola

zakat menjembatani komunikasi antara muzakki dan mustahiq

sehingga terjalin rasa kemanusiaan.

4. Prinsip keseimbangan adanya keseimbangan yang adil yang

tercipta melalui pengelolaan zakat antara individu dan masyarakat,

antara dunia-akhirat, jasmani-rohani.

5. Prinsip kemasyarakan bahwa pengelolaan zakat yang baik dapat

menumbuhkan persaudaraan diantara kaum muslimin.

6. Prinsip distribusi bahwa zakat didistribusikan di daerah tempat

dipungut zakat

7. Prinsip konsumsi bahwa zakat tidak hanya didistribusikan untuk hal-

hal yang konsumtif saja dan hanya bersifat charity tetapi lebih untuk

kepentingan yang produktif dan bersifat edukatif.

8. Landasan teologis yaitu nilai-nilai ketuhanan yang termuat dalam

peraturan perundang-undangan.

9. Landasan filosofis yaitu nilai-nilai keadilan yang termuat dalam

peraturan perundang-undangan.

10. Landasan yuridis yaitu nilai-nilai kepastian hukum yang termuat

dalam peraturan perundang-undangan.

11. Landasan sosiologis yaitu nilai-nilai sosial yang termuat dalam

peraturan perundang-undangan.

Page 224: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxiv

12. Kepatuhan hukum masyarakat adalah kesadaran masyarakat

(muzakki) dalam membayar zakat

13. Peran pemerintah adalah keterlibatan pemerintah sebagai peran

pemerintah sebagai pengatur (regulator), peran pemerintah sebagai

pengelola (operator), peran pemerntah pengawas (supervisor), dan

peran pemerintah sebagai eksekutor.

14. Koordinasi antar institusi adalah kerjasama antara lembaga

pengelola dalam pengelolaan zakat.

15. Mekanisme pengelolaan zakat adalah pengumpulan,

pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

Page 225: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxv

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jakarta dan Makassar. Ada pun

pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa secara nasional

berlaku Undang-Undang Pengelolaan Zakat, Dijadikannya Jakarta

sebagai lokasi penelitian karena di Jakarta berkedudukan beberapa induk

organisasi pengelola zakat dan di Makassar sendiri ada beberapa

perwakilan lembaga pengelola zakat. Dipilihnya kedua kota tersebut

karena disinyalir bahwa pengelolaan zakat belum dapat mewujudkan

pemajuan kesejahteraan yang berdasar pada keadilan sosial

B. Pendekatan dan Sifat Penelitian

Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yang

menekankan pada pengelolaan zakat, maka penelitian ini memakai

beberapa pendekatan, yaitu:

1. Teologis, pendekatan ini dilakukan karena kewajiban berzakat dan

pengelolaannya bersumber dari dalil naqli (al-Qur’an dan al-Hadis)

tentu diyakini kebenarannya dan mutlak adanya. Zakat sebagai

ajaran yang bersumber dari Tuhan, sudah pasti benar, sehingga tidak

perlu dipertanyakan lebih dahulu, melainkan dimulai dari keyakinan

Page 226: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxvi

yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil argumentasi.288

Dikaitkan dengan pendekatan normatif, bahwa zakat sebagai ajaran

Islam secara normatif pasti benar dan memiliki nilai-nilai luhur. Ajaran

agama (zakat) dalam dimensi sosialnya menawarkan nilai-nilai

kemanusiaan, kebersamaan, kesetia-kawanan, tolong menolong,

tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Dalam dimensi

ekonomi, zakat menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran dan

saling menguntungkan.289

2. Penelitian normatif yang dimaksudkan, yaitu penelitian yang

dilakukan dengan cara meneliti data sekunder,290 atau bahan pustaka

yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau

norma-norma dalam hukum positif.291 Sifat diskriptif ditujukan untuk

menggambarkan kebijakan, pengaturan, dan pelaksanaan

pengelolaan zakat. Sedangkan sifat eksplanatoris ditujukan untuk

menjelaskan kebijakan, pengaturan, dan pelaksanaan pengelolaan

zakat tersebut.

288

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Grafindo Perkasa, 2000), h. 34.

289

Ibid., h. 34-35. 290

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), h. 24.

291

J.L.K. Valerine, Modul Metode Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009), h. 409.

Page 227: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxvii

3. Non doktrinal, pendekatan ini dimaksudkan dimaksudkan untuk

mengsinkronisasikan antara hukum yang berlaku dengan realita

empiris dalam masyarakat. Dalam pendekatan empirik digunakan

kualitatif induktif fenomenologis karena dalam melihat hukum tidak

semata-mata sebagai perangkat aturan perundangan yang bersifat

normatif belaka, akan tetapi hukum dapat dilihat sebagai perilaku

masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dengan

aspek-aspek kemasyarakatan. Hukum tidak hanya dilihat sebagai

suatu entitas normatif, melainkan sebagai bagian riil dari sistem

sosial dalam kaitannya dengan variabel sosial yang ada dalam

masyarakat292. Pendekatan yuridis empiris yaitu suatu cara atau

prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan

terlebih dahulu meneliti data sekunder yang ada kemudian

dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan.293

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pola deskriptif. Jenis

penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, yaitu penelitian yang

menjelaskan dan menggambarkan apa adanya tentang pengelolaan zakat

kaitannya dengan problema keadilan sosial di Indonesia. Menurut

Sumardi Suryabrata, secara harfiyah penelitian deskriptif adalah

292

Ronny Hanitijo Soemitro, op.cit., h. 38. 293Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1996), h. 52.

Page 228: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxviii

penelitian yang dimaksudkan untuk pencandraan mengenai situasi-situasi

atau kejadian-kejadian.294

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat Kota Jakarta

dan Kota Makassar. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat yang

bersangkutan dipandang sebagai komunitas yang memiliki derajat

keseragaman (degree of community). Homogenitas dari komunitas

masyarakat tersebut didasarkan pada argumentasi bahwa dalam zakat

dan pengelolaannya memiliki permasalahan yang sama. Oleh karena itu,

sampel dalam jumlah tertentu dari seluruh populasi dianggap representatif

untuk diteliti.

Adapun peincian sampel adalah: Sampel di Kota Jakarta

sebanyak 275 orang sedangkan sampel untuk Kota Makassar sebanyak

125 orang yang diambil secara acak (random sampling).

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan terdiri dari data primer (utama) dan data

sekunder (pelengkap/pendukung).

1. Data primer adalah data empirik yang diperoleh dari responden

dengan cara penelusuran di lapangan. Data tersebut meliputi faktor-

294

Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 10.

Page 229: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxix

faktor yang berkorelasi dengan pengelolaan zakat yang didapatkan

dari sampel penelitian

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari institusi pengelola

zakat yang terkait dengan dokumen-dokumen pengelolaan zakat.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data sesuai variabel dalam penelitian ini,

digunakan instrumen pengumpul data sebagai berikut:

1. Angket (kuesioner) ditujukan kepada respoden. Angket ini merupakan

rangkaian pertanyaan yang bersifat terbuka dan tertutup sebagai

penjabaran dari indikator variabel. Pada angket terbuka, tidak

disediakan jawaban, dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada

responden mengemukakan pendapatnya. Pada angket tertutup,

peneliti telah menyiapkan berbagai alternatif jawaban dari responden

menjawab pertanyaan dengan memilih salah satu alternatif jawaban

yang tersedia pada setiap pertanyaan;

2. Wawancara dengan informan. Wawancara digunakan untuk menggali

lebih mendalam mengenai zakat dan pengelolaannya pada informan.

Untuk memudahkan pengumpulan data, wawancara dilakukan secara

berstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara.

Page 230: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxx

F. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan penelitian ini adalah

analisis deskriptif–kualitatif. Jadi analisis kualitatif yang dimaksud untuk

mendeskripsikan tentang implikasi pengelolaaan zakat terhadap jaminan

keadilan sosial, termasuk data yang bersifat kuantitatif yang dihitung

dengan menggunakan tabulasi frekuensi dengan rumus:

f P = x 100% N

Keterangan

P = Persentase

F = Frekuensi pada kualifikasi atau kategori variasi yang bersangkutan

N = Jumlah frekuensi dari seluruh klasifikasi atau kategori variasi.

Page 231: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxxi

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

G. Hakikat Pengelolaan Zakat yang Dapat Mewujudkan Jaminan Keadilan Sosial di Indonesia

Zakat sebagai salah satu rukun Islam, merupakan fardhu ‘ain dan

kewajiban taabbudi. Dalam Alqur’an perintah shalat sama pentingnya

dengan perintah zakat. Kewajiban zakat bergandengan dengan perintah

shalat terdapat pada 28 ayat Alqur’an. Menurut sebagian ulama besar,

jika shalat adalah tiang agama, maka zakat adalah mercusuar agama

atau dengan kata lain shalat merupakan ibadah jasmaniah yang paling

mulia, sedangkan zakat dipandang sebagai ibadah hubungan

kemasyarakatan yang paling mulia.

Bergandengannya kewajiban zakat dan perintah shalat dalam

Alqur’an menyiratkan bahwa semestinya Allah swt. tidak akan menerima

salah satu, dari shalat atau zakat, tanpa kehadiran yang lain. Pada

dasarnya, kepentingan ibadah shalat tidak dimaksudkan untuk

mengurangi arti penting zakat, karena shalat merupakan wakil dari jalur

hubungan dengan Allah swt. sedangkan zakat adalah wakil dari jalan

hubungan dengan sesama manusia.

Namun demikian, kenyataannya rukun ketiga ini belum sesuai

dengan harapan. Pengelolaan zakat masih memerlukan bimbingan dari

Page 232: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxxii

segi syariah. Pendekatan kepada umat Islam masih memerlukan

tuntunan dan metode yang tepat dan mantap.

Pengelolaan zakat harus selalu berprinsip pada manajemen

Islami, karena dalam ajaran Islam segala sesuatu harus dilakukan secara

rapi, benar, tertib dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan

baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan.Tidak boleh

seorang muslim melakukan sesuatu, tanpa ada perencanaan, tanpa ada

pemikiran, dan tanpa adanya penelitian, kecuali sesuatu yang sifatnya

darurat. Oleh karena itu, apabila melakukan sesuatu dengan benar, baik,

terencana, dan terorganisasi dengan rapi, maka akan terhindar dari

keragu-raguan dalam memutuskan sesuatu atau dalam mengerjakan

sesuatu.295

Dalam pengelolaan zakat diperlukan manajemen modern, agar

zakat menjadi kekuatan yang bermakna. Penataan zakat perlu dilakukan

dengan baik, menyangkut aspek pendataan, pengumpulan,

penyimpanan, pembagian dan menyangkut kualitas manusianya. Oleh

karena itu, diperlukan organisasi kuat dan rapi.296

Dalam sistem ekonomi Islam terbangun pola segitiga hierarkis,

pada posisi paling atas ditempati posisi nilai, pada level pertengahan

295

Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2008), h. 2.

296

Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 141-142.

Page 233: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxxiii

berada prinsip-prinsip sebagai turunan nilai di atasnya, dan pada level

paling bawah ditempati posisi norma/kaedah sebagai penjabaran nilai

dan prinsip tersebut.297

Sistematika hierarkis tersebut dapat dilihat pada gambar berikut

ini:

Gambar 4 Hierarki Sistem Ekonomi Islam

Nilai-Nilai

Prinsip/Asas Norma/Kaidah

Sumber: M. Arfin Hamid, 2007.

Berdasarkan pola hierarkis di atas, pada level tertinggi yaitu nilai-

nilai memiliki karakter lebih filosofis, ideal dan universal yang cenderung

mengerucut dan paling hakiki adalah nilai Ilaihiyah (Tauhid). Sementara

pada level prinsip sebagai derivasinya memiliki sifat lebih implementatif

dan spesifik, sementara pada level norma lebih bersifat operasional yang

termasuk kategori ini adalah peraturan perundang-undangan kontrak

atau akad-akad.298

297

M. Arfin Hamid, Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia: Perspektif Sosio-Yuridis, (Jakarta: eLSAS, 2007), h. 256-257.

298

Ibid., h. 257.

Page 234: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxxiv

Zakat sebagai salah satu instrumen rukun Islam yang berdimensi

ekonomi mengandung nilai dan prinsip, yaitu: nilai tauhid, prinsip akhlak,

prinsip kemanusiaan, prinsip keseimbangan dan prinsip kemasyarakatan.

Kelima komponen prinsip terintegrasi dalam pengelolaan zakat, sehingga

zakat dapat tercapai tujuannya yaitu mewujudkan keadian sosial.

Selanjutnya nilai dan prinsip ekonomi Islam dalam pengelolaan

zakat diuraikan sebagai berikut:

1. Nilai Tauhid

Merujuk pada pola pikir hierarkis dalam sistem ekonomi Islam,

maka tauhid merupakan dimensi nilai. M. Arfin Hamid, memposisikan

instrumen Ilahiyah (tahuid) sebagai nilai yang tertinggi dan bukan

sebagai prinsip. Nilai yang paling hakiki adalah nilai ilahiyah

(ketuhanan) diposisikan sebagai nilai yang merupakan sumber dari

segala sumber yang ada dibawahnya.299 Kerangka teori sistem

ekonomi Islam dibangun di atas landasan nilai dasar ketuhanan

(tauhid), internalisasi nilai-nilai ketuhanan mampu memberikan

dorongan yang kuat dalam mewujudkan pada tataran sosial

kemanusiaan. Aspek-aspek kebutuhan dasar terhadap aktualisasi

kemanusiaan dalam perspektif internalisasi tauhid merupakan

transformasi nilai.

299

Ibid., h.258.

Page 235: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxxv

Nilai tauhid yang terkandung dari sistem ekonomi Islam, titik

berangkatnya dari Allah swt. dan tujuannya mencari ridha Allah swt.

serta cara-caranya tidak bertentangan dengan syariat-Nya. Seorang

muslim dalam melakukan kegiatan produksi dan distribusi, di samping

memenuhi hajat hidupnya, keluarga, dan masyarakatnya, juga karena

melaksanakan perintah Allah swt. (Q.S. al-Mulk [67] Ayat 15). Ketika

seorang muslim mengkonsumsi dan memakan dari sebaik-baiknya

rezeki yang halal, pada hakkatnya sedang melaksanakan perintah

Allah swt. (Q.S. al-Baqarah [2] Ayat 168), maka sepantasnya seorang

muslim menikmatinya dalam batas kewajaran dan kesahajaan,

sebagai bukti ketundukannya kepada perintah Allah swt. (Q.S. al-

A'raaf [7] Ayat 31–32)

Apabila seorang muslim berusaha, maka tidak akan berusaha

dengan sesuatu yang haram, tidak akan melakukan perbuatan yang

mendatangkan riba dan menimbun barang, tidak akan berbuat zalim,

tidak akan menipu, mencuri, korupsi, dan kolusi dan tidak pula

melakukan praktik suap-menyuap (Q.S. al-Baqarah [2] Ayat 188).

Apabila memiliki harta, seorang muslim tidak akan menahannya

karena kikir, tidak membelanjakan dengan cara boros karena merasa

hartanya itu merupakan amanah dari Allah swt. untuk dimanfaatkan

sesuai dengan ketentuan-Nya.

Page 236: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxxvi

Dalam pandangan Islam, ekonomi bukan tujuan, melainkan

semata-mata sarana yang lazim baginya mencapai tujuan yang lebih

tinggi dan sarana penunjang dan pelayan bagi realisasi akidah dan

syariatnya.

Islam mengintrodusir sebuah ajaran tentang penyertaan hak

orang-orang fakir dan miskin pada setiap harta dan penghasilan orang

yang memperoleh keberuntungan. Oleh sebab itu, mengeluarkan dan

menyalurkan harta penyertaan tersebut menjadi wajib, karena

mengeluarkan bagian dari hak orang lain yang dalam akumulasi

hartanya itu, dan melalaikannya menjadi sebuah pelanggaran.

Membayar zakat adalah mengeluarkan sebagian harta sebagai wujud

pembersihan membersihkan dari harta tersebut, karena di dalam harta

yang dimiliki oleh seseorang ada hak orang lain.

Kewajiban adanya zakat berkaitan dengan konsep istikhlaf, al-

maal, dan al-milk dalam Islam. Ketiga konsep tersebut saling berkaitan

dan memiliki implikasi fungsional bagi manusia. Di samping fungsi

untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga juga untuk meningkatkan

pengabdian kepada Allah swt. melalui sarana beramal, baik yang

mahdhah (hubungan vertikal) dengan Allah swt. maupun ghairu

mahdhah (hubungan horisontal) dengan sesama ciptaan-Nya.

Tugas kekhalifahan manusia secara umum adalah tugas

mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan

Page 237: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxxvii

kehidupan (Q.S. al-An'am [6] Ayat 165) serta tugas pengabdian atau

ibadah dalam arti luas (Q.S. adz-Dzariyaat [51] Ayat 56). Untuk

menunaikan tugas tersebut, Allah swt. memberikan manusia anugerah

sistem kehidupan dan sarana kehidupan (Q.S. Luqman [31] Ayat 20).

Harta sebagai sebuah sarana bagi manusia, dalam pandangan

Islam merupakan hak mutlak milik Allah swt. Kepemilikan oleh

manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah

mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuannya (Q.S. al-

Hadiid [57] Ayat 7 dan Q.S. an-Nur [24] Ayat 33). Harta yang dianggap

sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia dapat

menikmatinya dan sebagai bekal ibadah dapat pula sebagai ujian

keimanan.

Adanya ujian merupakan satu bentuk penilaian terhadap

kepatuhan dan pengakuan bahwa apa yang dimilikinya benar-benar

merupakan karunia dan kepercayaan dari Allah swt. bagi yang

menerimanya. Untuk itu, kewajiban zakat merupakan suatu yang

alamiah bagi kehidupan manusia, karena zakat yang diberikan atau

dikeluarkan oleh seseorang dari harta yang diperolehnya, pada

hakikatnya dikembalikan kepada pemilik utamanya yaitu Allah swt.

Zakat untuk keadilan sosial juga sejalan dengan ajaran

monotheisme murni (tauhid), sebagai ajaran Islam yang paling

prinsipil, tauhid meniscayakan adanya egaliterianisme (persamaan)

Page 238: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxxviii

dan emansipatorisme (pembebasan manusia). Dalam perspektif

tauhid, seluruh orang harus tunduk kepada Allah swt. bukan kepada

manusia. Manusia bukanlah sumber kebenaran melainkan tidak lebih

dari hamba-Nya semata yang semuanya sama di mata Allah. Karena

itu, tauhid melahirkan perlawanan terhadap ketidakadilan sosial. Bagi

elite-elite Mekah, ajaran Nabi yang egaliter dan menjunjung tinggi

keadilan sosial tersebut dianggap mengancam kekuasaan dan

ekonomi yang telah dibangun. Kaum elit pun dalam hal ini tidak dapat

membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Baginya, Islamisasi

lebih merupakan gerakan rakyat dalam menuntut haknya demi

keadilan sosial. Sebab itu, mereka tidak tertarik untuk mengikuti Nabi

dengan masuk Islam300.

Zakat merupakan bagian dari tauhid,301 dan tauhid itu sendiri

adalah zakat. Ibadah zakat menumbuhkembangkan amal shaleh dan

300

Montgomery Watt, Keagungan Islam, Terjemahan oleh Hartono Hadikusumo dari The Majesty That Was Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990, h. 4, Fachry Ali, Islam Keprihatinan Universal dan Politik Indonesia, Jakarta: Pustaka Antar Kota, 1984, h. 34, Ahmad Syalabi, al-Târîkh al-Islâmi wa al-Hadhârah al-Islâmiyyah, Kairo: Maktabah Al-Nahdhah, tth. h. 29-30, dan Sukron Kamil, Islam dan Demokrasi, Telaah Konseptual dan Historis, Jakarta Gaya Media Pratama, 2002, h. 87

301

Tauhid adalah mengesakan Allah swt. dengan beribadah semata-mata kepada-Nya. Tauhid berdasarkan al-Qur’an ada tiga macam: Pertama, tauhid Rububiyah yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah swt. adalah Tuhan dan Maha Pencipta. Orang-orang kafir pun mengakui tauhid seperti ini, tetapi pengakuan tersebut tidak menjadikannya menjadi orang muslim, hal tersebut dinyatakan dalam Q.S. az-Sukhruf (43) Ayat 87 yang terjemahnya: “Dan sungguhlah jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya menjawab mereka, Allah”; Kedua, tauhid Uluhiyah, yaitu mengesakan Allah swt. dengan melakukan berbagai macam ibadah yang disyariatkan seperti berdoa, memohon pertolongan kepada Allah swt. menyembelih hewan kurban,

Page 239: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxxxix

memberkatinya. Tauhid merupakan jalan terbesar dan terpenting

untuk penyucian jiwa (tazkiyatun nafs). Allah swt. berfirman dalam

Q.S. Fushilat (41) Ayat 6-7 sebagai berikut:

Terjemahnya:

(6) Katakanlah: "Bahwasanya Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. dan Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (7) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.

Para ahli tafsir (mufassir) dari kalangan salaf maupun orang-

orang sesudahnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata-

kata zakat pada ayat di atas adalah tauhid yakni syahadat “Laa

bernadzar dan berbagai ibadah lainnya. Tauhid inilah yang diingkari orang-orang kafir dan menyebabkan perseteruaan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu dengan rasul-rasul terdahulu; Ketiga, tauhid asma’ wa shifat, yaitu beriman terhadap segala yang terkandung dalam Alqur’an dan Hadis tentang sifat-sifat Allah swt. tentang sifat-sifat Allah swt. yang berasal dari penyifatan Allah swt. atas zatnya atau penyifatan Rasulullah Muhammad saw. Lihat Abu Fida’ Abdur Rafi’, Terapi Penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa), (terjemahan), (Jakarta: Penerbit Republika, 2004), h. 62.

Page 240: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxl

Ilaahah Illallah” yang iman dengan hati menjadi bersih, karena tauhid

itu menolak adanya Tuhan dan sesembahan selain Allah swt. dari hati

yang merupakan pangkal kesuciannya. Adapun penetapan

pengabdian, peribadatan (uluhiyah) Allah swt. dalam hati, ialah

pangkal hidup dan berkembangya hati.302

Syeikh Ibnu Taimiyyah berpendapat sama dengan Abu Fida’

Abdur Rafi’ bahwa zakat adalah tauhid dan keimanan yang dapat

membersihkan dan menyucikan hati. Berzakat berarti menafikan

Tuhan lain kecuali Allah swt. dan mengukuhkannya dalam hati sebagai

Tuhan yang berhak disembah, itulah kalimat Laa Ilaahah Illallah,

kalimat inilah yang menjadi dasar kebersihan hati dari bentuk

kemusyrikan.303

Zakat dan pengelolaannya dapat meningkatkan perasaan

tauhid bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah swt.

Tujuan ini dapat lebih jelas dipahami bila orang menganggap Alqur’an

dan Hadis memerintahkan manusia bermurah hati dengan

mendermakan kekayaannya, memberi sedekah dan derma sebelum

dan sesudah melaksanakan ibada puasa ramadhan atau idul fithri.304

302

Ibid., h.62-63. 303

Syeikh Ibnu Taymiyyah, Panduan Merawat dan Mencerdaskan Kalbu (terjemahan), (Jakarta: PT. Sermabi Ilmu Semesta, 2006), h. 25.

304

Mahmud Abu Saud, GBEI: Garis-Garis Besar Ekonomi Islam (terjemahan), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 22.

Page 241: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxli

Sukron Kamil dalam tulisannya, menyatakan bahwa konsep

tauhid ekonomi Islam merupakan pemersatu. Artinya setiap individu

sebagai bagian dari masyarakat dan setiap orang diperkenankan

untuk mengembangkan pribadinya. Konsep zakat sebagai doktrin

yang diturunkan dari tauhid Islam menghendaki pemerataan hasil

pekerjaan.305

Dalam pandangan Kuntowijoyo, konsep tentang iman, tentang

tauhid harus diaktualisasikan dan aksi kemanusiaan. Pusat dari

perintah zakat adalah iman, yaitu keyakinan kepada Tuhan, tapi

ujungnya adalah untuk kesejahteraan sosial. Di dalam Islam konsep

teosentrisme ternyata bersifat humanistik. Artinya menurut Islam,

manusia harus memusatkan diri kepada Tuhan tetapi tujuannya untuk

kepentingan diri manusia sendiri. Humanisme-teosentris inilah yang

merupakan nilai inti (core value) seluruh ajaran Islam.306

Selanjutnya menurut Kuntowijoyo, bahwa zakat adalah sebuah

keyakinan (tauhid) akan harta yang dibersihkan, disitilahkan sebagai

internalisasi zakat. Sedangkan konkretisasi dari keyakinan yang

dihayati secara internal adalah membayar zakat. Keyakinan bahwa

305

Sukron Kamil, Filantropi Islam dan Keadilan Sosial dalam Kalam dan Fiqih: Problem dan Solusi, dalam Idris Thaha (ed), Berderma Untuk Semua: Wacana dan Praktik Filantrofi Islam, (Bandung: Teraju Mizan, 2003), h. 50-51.

306

Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008), h. 383.

.

Page 242: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxlii

sebagian milik harta itu bukan milik orang yang mendapatkan dan

keyakinan bahwa rezeki itu harus dinafkahkan. Apabila orang

membayar zakat termasuk mengelolanya dengan baik itulah disebut

dengan eksternalisasi atau ibadah.307

Allah swt. telah menegaskan bahwa penyaluran zakat

hanyalah untuk orang-orang yang telah disebutkan dalam

Firman Allah swt. Q.S. at-Taubah (9) Ayat 60 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Para ulama telah sepakat atas delapan golongan penerima

zakat yang termaktub dalam ayat di atas, tetapi sebagian ulama

307

Mujahid Quraisy, “Dinamika Ilmu Ekonomi Islam dan Model Saintifikasi Kuntowijoyo”, Jurnal Mukaddimah, Vol. XV, No. 26, Januari-Juni 2009, h. 11.

Page 243: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxliii

berbeda pendapat tentang tafsir makna setiap golongan. Diantara

ulama ada yang mempersempit makna, sebagian lainnya memperluas.

Pada masa Rasulullah, orang-orang yang serakah dengan

harta dunia, tidak dapat menahan hawa nafsu ketika melihat dana

sedekah dan zakat, serta mengharapkan percikan harta tersebut dari

Rusulullah, tetapi ternyata tidak diperhatikan oleh Rasulullah. Orang-

Orang serakah tersebut mulai menggunjing dan menyerang

kedudukan beliau sebagai seorang Nabi. Kemudian turunlah ayat

Alqur’an yang menyingkap sifat-sifat munafik dan serakah itu dengan

menunjukan kepalsuannya yang hanya mementingkan kepentingan

pribadi. Ayat itu juga menerangkan kemana sasaran zakat itu harus

dikeluarkan. Allah swt. berfirman dalam Q.S. at-Taubah (9) Ayat 58-60

sebagai berikut:

Page 244: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxliv

Terjemahnya:

58. Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. 59. Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah," (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka). 60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dijelaskannya lebih rinci oleh Allah swt. dalam Alqur’an

tentang penyaluran zakat, maka para penguasa atau petugas zakat,

atau juga lembaga-lembaga pengelola zakat tidak dapat membagikan

zakat sesuai dengan sekehendak hatinya, karena jika demikian, hal itu

akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab

yang akan digunakan untuk kepentingan pribadinya atau juga

kepentingan golongannya dan bukan untuk kepentingan Islam dan

umat Islam.

Page 245: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxlv

Memurut Arifuddin Ahmad bahwa, untuk mewujudkan

pengelolaan zakat yang berkeadilan sosial, maka pengelolaannya

harus berbasis tauhid. Pada hakikatnya manusia diperintahkan Allah

swt. untuk mengakui Tuhan Yang Maha Esa (tauhid) dan beribadah

kepada-Nya. Ajaran tauhid menjadi pondasi, benteng, pilar, dan nilai

utama manajemen kehidupan manusia beriman. Implementasi tauhid

sebagai ruh seluruh aktivitas manusia baik yang bersifat keduniaan

maupun akhirat.308

Dalam penutup surah at-Taubah (9) Ayat 60 dinyatakan

bahwa, “…Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha

Mengetahui,” pernyataan ayat tersebut hendak menegaskan bahwa

dalam mengelola zakat harus dilakukan secara baik. Allah swt. akan

mendengar keluhan para mustahik yang seharusnya menerima

bagian, tapi tidak menerimanya. Allah swt. juga mendengar keluhan

para muzakki yang telah menitipkan hartanya untuk disalurkan kepada

para mustahik tapi belum disalurkan. Oleh karena itu, menjadi penting

bagi lembaga pengelola zakat untuk dapat menyusun laporan

keuangan yang baik dan transparan.

Menurut Faried Wajedy bahwa zakat sebagai ajaran yang

bersumber dari Tuhan mengandung nilai tauhid untuk

308

Arifuddin Ahmad, Akademisi UIN Alauddin Makassar, Wawancara, pada 22 April 2011.

Page 246: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxlvi

diimplementasikan di bumi demi kemaslahatan manusia, tentu saja

pengelolaan zakat juga harus berlandaskan dengan semangat tauhid

agar tujuan zakat dapat tercapai.309

Nilai tauhid sebagai satu kesatuan antara keyakinan,

perkataan, dan tindakan, dan tauhid sebagai kesatuan integritas dan

perilaku. Dalam sistem manajemen, nilai tauhid tercermin antara lain

dalam kesatuan visi dan misi yang dimiliki sebuah organisasi atau

lembaga. Adanya kesatuan visi, misi, tujuan, dan nilai itulah sebuah

lembaga dapat melakukan kegiatan dan mencapai sasaran yang telah

ditetapkan. Semua elemen dalam organisasi menjalankan kegiatan

dengan berpegang pada aturan yang sama serta memberikan

pelayanan yang sama tanpa adanya perbedaan. Semua orang

diperlakukan secara adil tanpa adanya diskriminasi. Oleh karena itu,

nilai tauhid yang menjadi jiwa organisasi atau lembaga Islam dapat

menjadi motivator bagi kemajuan dan dinamika organisasi dalam

mencapai tujuan.

2. Prinsip Akhlak

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, dari kata khuluk yang

berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.310 Pengertian

309

Faried Wajedy, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan, Wawancara, pada 20 April 2011.

Page 247: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxlvii

yang sama juga ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2008) yang berarti budi pekerti; tabiat; kelakuan.

Sedangkan pengertian akhlak menurut istilah adalah tabiat

atau sifat seseorang yakni, keadaan jiwa yang telah terlatih sehingga

di dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang telah

melahirkan perbuatan secara spontan tanpa terpikirkan. Akhlak

haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer, tidak memerlukan

pemikiran dan pertimbangan, serta dorongan dari luar.311 Kebaikan

akhlak adalah penentu utama prinsip sebagai manusia, baik atau

buruknya manusia ditentukan oleh akhlaknya dan perbuatannya.312

Dalam Islam tidak ada pemisahan antara kegiatan ekonomi

dengan akhlak. Islam tidak mengizinkan umatnya untuk mendahulukan

kepentingan ekonomi di atas pemeliharaan prinsip dan keutamaan

yang diajarkan agama. Kegiatan yang berkaitan dengan akhlak

terdapat pada langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan

produksi, distribusi, peredaran, dan konsumsi. Seorang muslim terikat

oleh iman dan akhlak pada setiap aktivitas ekonomi yang

310

Imam Sukardi (et.al), Pilar Islam Bagi Pluralisme Modern, (Solo: Tiga Serangkai, 2003), h. 82.

311

Ibid., h. 82. 312

Antonius Atoshoki (et.al), Relasi dengan Tuhan, (Jakarta: PT. Alex Media Komputindo, 2006), h. 19.

Page 248: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxlviii

dilakukannya, baik dalam melakukan usaha, mengembangkan

maupun menginfakkan hartanya.

Zakat sebagai sendi dasar Islam mengandung potensi untuk

memperbaiki akhlak masyarakat khususnya masyarakat Islam. Zakat

sebagai ibadah yang mengandung prinsip-prinsip akhlak yang baik

dan menghilangkan akhlak yang jelek dapat digunakan sebagai

sarana pendidikan akhlak yang efektif, agar tercipta suatu masyarakat

yang makmur, sejahtera serta bermoral.313

Dalam pengelolaan zakat ada yang perlu diperhatikan baik

pemberi maupun penerima zakat, bagi pemberi hendaklah meluruskan

niat mengeluarkan zakat dengan ikhlas, tidak riya, semata-mata

karena Allah swt. Barang yang dizakati adalah barang yang terbaik

dan dari hasil yang halal dan legal. Dalam pelaksanaanya sebaiknya

diserahkan pada amil zakat, karena menyangkut perasaan hati yang

menerima zakat agar tidak merasa rendah diri dan hina disertai

dengan membaca doa. Bagi penerima zakat agar dimanfaatkan zakat

tersebut untuk kepentingan yang benar dijalan Allah swt.314

313

Nasaruddin Umar, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Wawancara, pada 25 April 2011.

314

Siti Wahidah, Pendidikan Akhlak Dalam Ibadah Zakat, http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--sitiwahida-4351 diakses 12 Pebruari 2011.

Page 249: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxlix

Zakat mempunyai sasaran dan kesan terutama dalam

menegakkan akhlak mulia yang perlu dilaksanakan oleh umat Islam

dalam memelihara roh dan prinsip yang ditegakkan oleh umat Islam,

dibangun kesadarannya dan dibesarkan dengan kepribadiannya.315

Tujuan zakat pada dasarnya untuk mensucikan dan

mensucikan adalah mendidik dengan akhlak mulia. Orang yang

mengeluarkan zakat akan belajar mengasihi dan bermurah hati,

semuanya membentuk akhlak mulia. Pada dasarnya akhlak mulia

yang dikehendaki Islam itu adalah berbuat ihsan yang pengertiannya

secara sederhana adalah mengerjakan sesuatu yang baik.

Mengerjakan sesuatu dengan baik merupakan akhlak Islam yang

fundamental.316

Dalam konteks pengelolaan zakat, perilaku utama yang harus

dimiliki oleh manusia pengelola zakat baik secara individu maupun

organisasi adalah menerapkan manajemen kenabian yaitu mensifati

sifat nabi dalam mengelola zakat, seperti sifat siddiq (benar), amanah

(terpercaya), fatanah (cerdas), dan tabligh (komunikatif-promotif).

Selanjutnya diuraikan sebagai berikut:

315

Muhammad Uda Kasim, Zakat: Teori, Kutipan, dan Agihan, (Kuala Lumpur: Utusan Publication and Distribution, 2005), h. 303.

316

Faried Wajedy, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan, Wawancara, pada 20 April 2011.

Page 250: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccl

a. Jujur (shiddiq)

Shiddiq adalah sifat Rasulullah Muhammad saw. Shiddiq

berarti benar dan jujur atau memberitakan sesuatu sesuai dengan

kenyataan.317 Rasulullah Muhammad saw. adalah manusia yang

paling sempurna dalam hal kejujuran oleh karena itu, diberi gelar

al-amin.318 Sikap jujur berarti selalu berlandaskan ucapan,

keyakinan, serta perbuatan berdasarkan ajaran Islam. Tidak ada

kontradiksi atau pertentangan yang disengaja antara ucapan dan

perbuatan.

Nabi Muhammad saw. sangat mengutamakan kejujuran

dalam hal pengelolaan zakat. Shiddiq ini maknanya sangat

mendalam, karena melibatkan sikap mental, dan hati nurani yang

paling dalam. Dalam shiddiq yang paling diutamakan adalah yang

tak tampak, yang immateri. Artinya, pemalsuan, rekayasa,

penambahan, tidak akan terjadi, sebab shiddiq mencakup wilayah

qalbiyah.

Dalam pengelolaan zakat, kejujuran dapat ditampilkan

dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan, baik ketepatan waktu,

janji, pelayanan, pelaporan, dan mengakui kelemahan dan

317Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit, Juz 1, (Teheran: al-Maktabah

al-Ilmiyah, t.th.), h. 513. 318

Afsalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (terjemahan), (Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 2000), h. h. 7.

Page 251: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccli

kekurangan (tidak ditutup-tutupi), kemudian diperbaiki secara terus

menerus, serta menjauhkan diri dari berbuat bohong dan menipu

(baik sesama anggota pengelola, pengawas, pemerintah, penerima

zakat, pembayar zakat, maupun mitra yang lain).

Transparansi sebagai bagian dari kejujuran menjadi tolok

ukur profesionalisme sebuah lembaga atau perusahaan. Adanya

transparansi, maka publik dapat menilai keberadaan sebuah

organisasi pengelola zakat. Menyebutkan jenis-jenis kegiatan yang

dilakukan oleh pengelola zakat yang dapat menarik kepercayaan.

Sebaliknya, ketidakjelasan (samar-samar) akan menimbulkan

keragu-raguan (shubhat) yang sulit bagi publik untuk memberikan

kepercayaan pada lembaga tersebut. Syariah menghendaki

adanya kejujuran (transparansi) dalam setiap tindakan.

Keterbukaan dapat menghindari terjadinya persangkaan buruk

yang dapat menjurus pada suatu fitnah.

Transparansi merupakan suatu bentuk pelayanan yang

diberikan untuk memudahkan setiap orang yang menjadi mitra.

Transparansi dapat berbentuk petunjuk, atau laporan kegiatan,

serta hal-hal lain yang dibutuhkan oleh setiap orang yang

berkepentingan. Contoh: petunjuk dari lokasi sebuah organisasi,

laporan keuangan (bagi lembaga keuangan publik), pemberitahuan

adanya kerusakan atau kesalahan.

Page 252: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclii

b. Amanah

Amanah artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab dan

bertentangan dengan khianat.319 Amanah adalah prilaku yang

harus dimiliki oleh seorang petugas zakat, karena pengelola sehari-

harinya akan berhubungan dengan dana zakat yang sumbernya

dari masyarakat (muzakki) dan amanah sangat mempengaruhi

kepercayaan masyarakat. Apabila dihadapan masyarakat para

petugas zakat memperlihatkan sifat amanah, maka masyarakat

akan memberikan kepercayaannya kepada lembaga pengelola

zakat yang dampaknya akan semakin tenang untuk menyalurkan

zakatnya kepada lembaga tersebut. Begitupun sebaliknya, apabila

pengelola zakat tidak amanah maka menimbulkan

ketidakpercayaan terhadap pengelola zakat dan akan berdampak

negatif pada pengelola zakat yang lain karena adanya citra buruk

dalam pengelolaan zakat.

Upaya memelihara kualitas pengelolaan zakat harus pula

disertai sifat amanah yang harus dimiliki oleh setiap orang baik

secara pribadi maupun organisasi. Sifat kolektif tercermin dalam

sebuah organisasi atau lembaga.

Amanah artinya dapat melaksanakan suatu tugas sesuai

dengan visi, misi, dan aturan yang berlaku. Amanah berarti

319

Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam… op.cit., h. 28.

Page 253: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccliii

memiliki kemampuan yang pantas untuk melakukan suatu tugas

atau program secara profesional. Setiap pekerjaan atau program

yang terencana dilakukan sesuai dengan semestinya serta penuh

tanggung jawab tanpa ada penyelewengan.

Realisasi amanah pada sebuah lembaga pengelola zakat,

yaitu melaksanakan semua tugas sesuai dengan kepatutan.

Amanah menunjukkan kepercayaan yang besar dari publik

terhadap keberadaan sebuah lembaga atau organisasi. Pada

lembaga yang amanah bertanggung jawab disertai dengan

pengelolaan zakat yang baik dan profesional.

Ada beberapa indikator dari amanah, antara lain: tepat

waktu, sesuai aturan, tidak mengingkari janji, transparansi,

memberikan pelayanan terbaik bagi setiap mitra. Keamanahan itu

juga diwujudkan dalam bentuk transparansi dalam menyampaikan

laporan pertanggung jawaban secara berkala dan juga ketepatan

penyalurannya yang sejalan dengan ajaran Islam.

Di dalam Alqur’an dikisahkan sifat utama Nabi Yusuf yang

dipercaya menjadi bendahara Negara Mesir dan pada saat itu

Mesir dilanda krisis pangan sebagai akibat musim kemarau, Nabi

Yusuf mampu mensejahterakan kembali masyarakat Mesir

karena keamanahannya, sebagaimana dalam Q.S. Yusuf

(12) Ayat 55 sebagai berikut:

Page 254: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccliv

Terjemahnya:

Berkata Yusuf: "Jadikanlah Aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".

c. Kompeten dan profesional (fathanah)

Fathanah artinya mengerti, memahami secara mendalam

segala hal yang terjadi dalam tugas dan kewajiban. Sifat ini akan

menumbuhkan kreativitas dan kemampuan untuk melakukan

berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Kreativitas dan inovatif

hanya dapat dilakukan apabila ketika seseorang selalu berusaha

untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan, peraturan dan

informasi yang baik yang berhubungan dengan pekerjaannya.320

Seorang petugas zakat harus mampu melaksanakan

tugas, dalam artian kompeten dengan tugas yang diembannya

baik dari segi fisik maupun keilmuan dan pengetahuan, seperti

yang disebutkan dalam Q.S. Yusuf (12) Ayat 55. Kata menjaga

(hifzu) berarti kata kerja yang berhubungan dengan kemampuan

320

Abdullah Amrin, Strategi Pemasaran Asuransi Syariah, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007), h. 35.

Page 255: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclv

dari segi fisik. Sedangkan kata alim, berarti mempunyai ilmu dan

berpengetahuan.321

Pengelola zakat harus memahami dengan baik hukum-

hukum zakat. Yusuf Qardhawi mensyaratkan amil itu memahami

hukum zakat, apabila tidak mengetahui tentang hukum-hukum

zakat tidak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya, karena

belum mengetahui ilmunya, sehingga akan membuat kesalahan.

Selain memahami hukum-hukum zakat juga memiliki kemampuan

untuk melaksanakan tugas. Harus ada syarat-syarat sehingga

petugas zakat mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan baik,

kejujuran saja belum cukup, bila tidak disertai kemampuan dan

kekuatan untuk bekerja.322

Sifat fathanah adalah sifat cerdas, kecerdasan yang

dimaksudkan adalah kecerdasan spiritual yaitu kemampuan untuk

memberikan makna ibadah setiap perilaku kegiatan, melalui

langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju

321

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 623.

322

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (terjemahan), (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2007), h. 546.

Page 256: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclvi

manusia seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhid

(integralistik) dan berprinsip hanya karena Allah swt.323

d. Tabligh

Tabligh artinya menyampaikan sesuatu.324 Hal ini berarti

bahwa orang yang mengelola zakat harus memiliki sifat komunikatif

dan argumentatif. Seorang pengelola zakat harus mampu

mengkomunikasikan visi dan misi organisasi yang diembangnnya

dan harus menyampaikan zakat yang dikelolanya secara baik

kepada muzakki, mustahik, pemerintah maupun kepada

masyarakat dengan tidak harus berbohong dan menipu.

Pengelola zakat menjadi seorang negosiator yang baik

dalam membujuk orang kaya untuk membayar zakat. Oleh karena

itu, harus berbicara dengan benar dan bijaksana serta tepat

sasaran (bil-hikmah) kepada mitranya dan kalimat-kalimatnya

selalu pada pembicaraan yang benar dan berbobot (qaulan

sadiidan). Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Ahzab (33) Ayat 70-

71 sebagai berikut:

323

Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, (Bandung: Mizan, 2006), h. 130.

324

Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam… op.cit., h. 68.

Page 257: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclvii

Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar. (71) Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia Telah mendapat kemenangan yang besar.

Sifat tabligh ini dalam konteks pengelolaan zakat adalah

keterbukaan dalam menyampaikan informasi atau laporan baik

penerimaan dana zakat maupun pendistibusian dan

pendayagunaannya sehingga masyarakat tahu kinerja lembaga

pengelola zakat tersebut.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, apabila zakat

dilaksanakan dengan prinsip-pinsip akhlak (shiddiq, amanah, fathanah,

tabligh) sebagai prinsip manajemen kenabian, maka dalam waktu

singkat para penerima zakat akan berkurang, sedangkan pembayar

zakat terus bertambah. Hal ini menjadi indikator berhasilnya

pelaksanaan zakat. Sebaliknya kalau para penerima zakat terus

bertambah dan pembayar zakat semakin berkurang maka itu adalah

tanda kegagalan pelaksanaan zakat.

Page 258: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclviii

3. Prinsip Kemanusiaan

Segala sesuatu ciptaan Tuhan yang ada di muka bumi pada

hakikatnya diperuntukkan untuk manusia. Sejalan dengan itu, Islam

adalah sebuah agama humanisme, yaitu agama yang sangat

mementingkan manusia sebagai tujuan sentral. Inilah yang menjadi

prinsip dasar ajaran Islam dan berbeda dengan ajaran filsafat dan

ajaran agama lain. Humanisme Islam adalah humanisme teosentrik,

artinya bukan hanya merupakan sebuah agama yang memusatkan diri

pada pada keimanan terhadap Tuhan, tetapi juga mengarahkan

perjuangannya untuk kemuliaan manusia.325

Adanya syariah berupa zakat merupakan bukti bahwa Islam

adalah agama humanis. Adanya syariah inilah setiap muslim dituntut

berjiwa humanis, yaitu mampu merespon penderitaan yang dirasakan

oleh orang yang kurang beruntung. Untuk kemudian mengulurkan

tangannya sehingga mengejewantahlah keimanan dalam dirinya

dalam amal sosial. Islam menghendaki setiap muslim menyucikan

jiwanya sebagai salah satu bentuk kasih sayang kepada sesama

manusia.

Salah satu karakter mendasar manusia adalah ketika ditimpa

kesulitan manusia berkeluh kesah sedangkan jika dilimpahkan

berbagai kenikmatan, menjadi kikir, kecuali orang-orang yang

325

Kuntowijoyo, Paradigma Islam… op.cit., h. 275..

Page 259: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclix

tersucikan jiwanya. Setelah manusia tersucikan jiwanya, maka akan

muncul sifat humanis dalam jiwanya. Apabila seseorang selalu

berkeluh kesah maka tidak akan pernah berpikir untuk memberi

kebaikan pada orang lain, begitu pula jika menjadi kikir.

Humanisme Islam dalam syariah zakat dapat pula diartikan

sebagai ruh agama Islam yang selalu menginginkan kebaikan dan

kebahagiaan bagi setiap manusia dengan cara mengurangi beban

penderitaan yang dialaminya. Begitu pula dengan syariah Islam yang

berupa larangan yang semata-mata berorientasi individu. maka di

dalamnya terkandung nilai-nilai humanis, masalah kebaikan dan

kebahagiaan manusia sebagai ladang orientasinya.

Dalam hierarki rukun Islam, zakat menempati posisi ketiga

setelah shalat. Hal ini menunjukkan bahwa zakat memiliki kedudukan

yang amat penting dalam agama Islam. Zakat sebenarnya

mengandung prinsip kemanusiaan yang tinggi. Berbagi rezeki bukan

sekadar aktualisasi rasa keagamaan seseorang, melainkan juga

cermin artikulasi sosial bagi yang memiliki kelebihan material.

Ada kesadaran bahwa si kaya bahwa dalam harta yang

dimilikinya terdapat juga hak orang lain. Sayangnya, dalam proses

pemberian zakat, prinsip-nilai kemanusiaan itu justru terabaikan dan

terlupakan, baik oleh pemberi maupun penerima zakat.

Page 260: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclx

Menurut salah seorang responden, Andang B. Malla bahwa

zakat dapat menumbuhkan rasa kemanusiaan yang tinggi. Kesadaran

untuk berbagi kepada orang yang membutuhkan akan membentuk

rasa kepedulian sosial yang tinggi, sehingga dengan sendirinya peran

zakat dalam pembangunan masyarakat dapat berjalan.326

Agar zakat tetap dalam koridor prinsip kemanusian, maka

pengelolaan zakat harus rapi, benar, tertib dan teratur. Adanya

pengelolaan zakat yang baik tentu saja akan meningkatkan minat

wajib zakat untuk menyalurkannya pada lembaga pengelola zakat,

sebaliknya apabila zakat tidak dikelola secara profesional akan

menurunkan gairah para wajib zakat untuk berzakat melalui lembaga

pengelola zakat, akibatnya masyarakat menyalurkan zakatnya secara

langsung kepada masyarakat.

Konsep pengelolaan zakat dalam Undang-Undang Pengelolaan

Zakat menekankan empat kegiatan pokok yakni perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap

pengumpulan, pendistribusian, serta pendayagunaan zakat. Institusi

yang bertugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan, dan

mendayagunakan zakat adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga

Amil Zakat (LAZ). BAZ dibentuk oleh pemerintah sedangkan LAZ

dibentuk atas prakarsa masyarakat, dijalankan oleh masyarakat,

326

Andang B. Malla, warga masyarakat, Wawancara, pada 25 April 2011.

Page 261: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxi

namun dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh Pemerintah. Baik BAZ

maupun LAZ bertanggung jawab kepada pemerintah.

Pengelolaan zakat secara profesional mencakup aspek yang

luas. Salah satunya adalah daya dukung organisasi yang handal.

Menurut Didin Hafidhuddin, model pengelolaan zakat yang modern-

profesional ini memiliki beberapa ciri, yang antara lain adalah:

Pertama, pengelolaan zakat secara full time, yaitu pengelolaan zakat

yang dilakukan dalam jam kerja sehari 8 jam dengan jumlah hari kerja

minimal lima hari dalam seminggu. Kedua, dikelola oleh orang-orang

yang memilki kompetensi, yaitu setiap orang yang paling memiliki

kapasitas dan kapabilitas sesuai dengan bidang tugas atau jabatan

yang hendak diembannya.

Ketiga, seluruh pengelola mendapatkan balas jasa yang wajar,

yaitu bahwa seluruh pengelola yang terlibat dalam pengelolaan zakat

tersebut mendapatkan gaji atau upah yang wajar, sekurang-kurangnya

memenuhi kebutuhan standar untuk hidup yang sesuai dengan situasi

dan kondisi lingkungan sekitar keberadaan lembaga pengelola zakat

tersebut.

Keempat, orientasi penilaian di dalam lembaga adalah orientasi

prestasi, yaitu bahwa setiap orang yang terlibat dalam pengelolaan

zakat tersebut berorientasi prestasi. Lembaga juga menilai setiap

orang dengan kontribusi yang diberikan dalam pencapaian prestasi

Page 262: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxii

lembaga. Setiap orang yang tidak memberikan sumbangan manfaat

atau prestasi kepada lembaga, selayaknya tidak terlibat dalam

pengelolaan zakat di lembaga tersebut.

Kelima, menggunakan atau melakukan cara-cara sesuai

standar manajemen modern, yaitu mekanisme lembaga zakat tersebut

telah memenuhi standar manajemen modern, seperti adanya visi dan

misi, perencanaan tahunan, pengorganisasian, penyusunan personil,

penyusunan anggaran, dan melakukan evaluasi perkembangan

secara periodik.

Keenam, mengimplementasikan transparansi dan akuntabilitas

lembaga, yaitu melakukan pencatatan setiap kegiatan atau transaksi

dengan benar, menyusun laporan dan selanjutnya mempublikasikan

laporan kegiatan dan keuangannya kepada public, sehingga

masyarakat mempunyai kesempatan untuk mengakses informasi

kegiatan dan keuangan lembaga untuk kemudian memberikan

apresiasi.327

Pola pembagian langsung ke fakir miskin justru menunjukkan

pengelolaan yang tidak modern dan bertentangan dengan prinsip

kemanusiaan karena membuat fakir miskin menunggu lama dan

327

Didin Hafidhuddin, “Mewujudkan Manajemen Zakat Modern dan Profesional” http://pkesinteraktif.com/edukasi/hikmah/1288-mewujudkan-manajemen-zakat-modern-dan-profesional.html diakses pada 28 Agustus 2011.

Page 263: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxiii

mengantri. Seperti itu sebetulnya yang dapat merendahkan martabat

manusia, berdesakan. Oleh karena itu, setiap orang harus berbuat

baik dengan cara yang tidak baik pula.

Eri Sudewo menulis, bahwa pengelolaan zakat melalui lembaga

pengelola zakat didasarkan pada berbagai pertimbangan, salah-

satunya adalah prinsip kemanusiaan yaitu menjaga perasaan rendah

diri para penerima zakat apabila berhadapan langsung dengan

pembayar zakat untuk menerima haknya.328

Jadi, pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat pada

dasarnya mengimplementasikan prinsip-prinsip kemanusian dengan

mengurangi beban psikologis penerima zakat dan juga tetap

memuculkan kepercayaan diri penerima zakat dalam mengambil

haknya, dengan cara itu pengelola zakat dapat menempatkan

penerima zakat lebih terhormat.

4. Prinsip Keseimbangan

Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda yaitu

transedental dan horizontal. Maka zakat memiliki banyak hikmah dan

arti dalam kehidupan manusia. Diantara hikmah zakat adalah

menciptakan masyarakat yang sejahtera dan menghilangkan

kesenjangan antara orang kaya dengan miskin dan mendistribusikan

328

Hamid Abidin, (ed.), Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS: Menuju Pemanfaatan Zakat Infak Sedekah, (Jakarta: Piramedia, 2004), h. 168.

Page 264: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxiv

harta yang dimiliki sebagai bentuk solidaritas sosial yaitu prinsip

pertengahan atau prinsip keseimbangan.

Pertengahan yang adil merupakan ruh dari ekonomi Islam.

Ruh ini merupakan perbedaan yang sangat jelas dengan sistem

ekonomi lainnya. Ruh dari sistem kapitalis sangat jelas dan tampak

pada pengkultusan individu, kepentingan pribadi, dan kebebasannya

hampir-hampir bersifat mutlak dalam pemilikan, pengembangan, dan

pembelanjaan harta. Ruh sistem ekonomi komunis tercermin pada

prasangka buruk terhadap individu dan pemasungan naluri untuk

memiliki dan menjadi kaya. Komunis memandang kemaslahatan

masyarakat, yang diwakili oleh negara, adalah di atas setiap individu

dan segala sesuatu.

Ciri khas pertengahan ini tercermin dalam keseimbangan

yang adil yang ditegakkan oleh Islam diantara individu dan

masyarakat, sebagai mana ditegakkannya dalam berbagai pasangan

lainnya, seperti dunia-akhirat, jasmani-rohani, akal-rohani, idealisme-

fakta dan lainnya.

Keseimbangan dalam Islam dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Keseimbangan antara hak dan kewajiban

Dalam beraktivitas setiap muslim harus memperhatikan

kemampuan keterbatasan fisik. Manusia yang diciptakan memiliki

Page 265: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxv

keterbatasan fisik tidak dapat dipaksa untuk melakukan aktivitas di

luar kemampuan. Oleh karena itu, keseimbangan (tawazun) antara

waktu istirahat dan bekerja harus menjadi suatu prinsip. Ini artinya,

ada pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang.

Berlebihan akan mengakibatkan kepincangan baik dalam

kerja maupun fisik. Pengaturan itu menunjukkan perlunya program

kerja yang jelas sehingga capaian-capaiannya dapat terukur.

Prinsip pengelolaan zakat yang baik memperhatikan kemampuan

manusia dalam berbagai aspek. Disiplin dalam menggunakan

waktu secara teratur akan melahirkan karya-karya yang bermutu.

Sementara ketidakteraturan menimbulkan masalah dalam bekerja,

bahkan dapat menimbulkan ketidakseimbangan baik dalam

bekerja maupun fisik.

b. Keseimbangan antara ruhani dan jasmani

Sebagai makhluk yang terdiri atas unsur ruhani dan

jasmani setiap muslim dituntut untuk dapat menjaga

keseimbangan antara keduanya baik antara ruhani dan jasmani

maupun antara ibadah dengan usaha (Q.S. al-Jumu’ah [62]:10).

Beribadah tidak dapat dilakukan dengan benar tanpa adanya

unsur material. Sebagai contoh, ibadah salat sah dilakukan jika

menutup aurat. Penutup aurat jelas berupa kain atau yang lainnya

Page 266: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxvi

yang sifatnya materi. Syarat penutup aurat tersebut harus bersih

dan suci serta diperoleh dengan usaha yang halal.

Demikian pula ibadah haji, yang diwajibkan bagi orang

yang mampu serta memiliki bekal yang cukup untuk keperluannya

selama perjalanan serta bekal bagi keluarga yang ditinggalkan.

Ibadah zakat pun demikian dapat dilakukan apabila memiliki

kecukupan harta. Semua itu menunjukkan bahwa setiap muslim

harus dapat mengatur waktu untuk beribadah dan bekerja

(aktivitas) dengan seimbang.

Keseimbangan antara ruhani dan jasmani berarti juga

keseimbangan antara unsur zikir (do’a) serta ikhtiar. Do’a sebagai

motivasi instrinsik bagi setiap muslim yang dapat menjadi

penggerak dalam jiwa dan do’a juga merupakan ibadah.

Sementara ikhtiar merupakan aktivitas yang telah dilakukan sesuai

dengan rencana yang telah dibuat. Intisari keseimbangan antara

jasmani dan ruhani dalam pengelolaan zakat yaitu perasaan yang

senang dan nyaman bagi amil, muzakki dan mustahik. Aktivitas

yang dilakukan tidak semata-mata mengikuti aturan yang dibuat

oleh manusia melainkan bagian dari perintah agama.

Unsur jasmani dapat berupa finansial yang diberikan

kepada mustahik sehingga memiliki motivasi hidup untuk bekerja

dan mustahik merasa diperhatikan. Manusia tidak bisa lepas dari

Page 267: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxvii

kebutuhan materi yang menjadi penunjang kehidupan. Oleh

karena itu, dukungan finansial hendaknya tidak diabaikan, karena

dapat memberi dampak pada ruhani.

c. Keseimbangan antara pribadi dan masyarakat (publik)

Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan bantuan dan

peran serta orang lain. Begitu pula pada harta yang dimiliki

seseorang terdapat hak orang lain (Q.S. al-Zhariyat [51] Ayat 19).

Keseimbangan antara kepentingan pribadi dan publik dapat

direalisasikan dalam berbagai aktivitas antara lain kepekaan

(responsif) terhadap orang lain. Kepedulian terhadap masalah

yang dihadapi orang lain merupakan salah satu karakter orang

yang beriman. Sehingga, seseorang yang tidak memiliki

kepedulian dinilai sebagai orang yang tidak memiliki kualitas iman

yang sempurna.

Perwujudan responsif dapat dilakukan dengan memiliki

sifat empati dan simpati terhadap orang lain. Responsif terhadap

masalah orang lain memupuk jiwa pemurah dan menghilangkan

sifat kikir. Terbangunnya suasana partisipatif menjadi sebuah

kekuatan yang dapat menjadi modal sosial (social capital)

sehingga dapat menumbuhkan berbagai aksi kolektif. Aksi kolektif

dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah sosial yang

Page 268: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxviii

dihadapi masyarakat dan bangsa. Salah satu bentuk dari sifat

responsif adalah dengan menunaikan zakat, infaq, dan sadaqah.

Keseimbangan antara individu dan publik dalam

pengelolaan zakat terwujud dengan adanya bentuk kepedulian

yang diberikan oleh muzakki kepada mustahik melalui amil zakat

untuk menyalurkan dana zakat secara cepat dan tepat.

Menurut Muid Nawawi, zakat merupakan ibadah yang

memiliki dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab

itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat manusia,

terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yng berkaitan

dengan Sang Khaliq maupun hubungan sosial kemasyarakatan di

antara manusia, salah satunya adalah menjadi unsur penting

dalam mewujudakan keseimbanagn dalam distribusi harta (social

distribution) dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam

masyarakat.329

5. Prinsip Kemasyarakatan

Manusia adalah makhluk sosial. Kebersamaan antara

beberapa individu dalam suatu wilayah membentuk masyarakat

yang walaupun berbeda sifatnya dengan individu - individu tersebut,

namun tidak dapat memisahkan diri. Manusia tidak dapat hidup tanpa

329Muid Nawawi, Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wawancara, pada 26

April 2011.

Page 269: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxix

masyarakat, sekian banyak pengetahuan diperolehnya melalui

masyarakat, seperti bahasa, adat istiadat dan sopan santun.

Manusia berasal dari satu keturunan, antara seseorang

dengan lainnya dapat bertalian darah, dekat atau jauh, manusia pada

dasarnya bersaudara. Pertalian darah tersebut akan menjadi lebih

kokoh dengan adanya persamaan-persamaan lain, yaitu agama,

kebangsaan dan lokasi domisilinya.

Kebersamaan dan persaudaraan inilah yang mengantarkan

kepada kesadaran menyisihkan sebagian harta kekayaan khususnya

kepada orang yang membutuhkan (mustahik) baik dalam bentuk

kewajiban zakat maupun sedekah dan infak:

1. Mengikis habis sifat-sifat kikir dalam jiwa seseorang, serta melatihnya memiliki sifat-sifat dermawan dan mengantarnya mensyukuri nikmat Allah sehingga akhirnya ia dapat menyucikan diri dan mengembangkan kepribadiannya.

2. Menciptakan ketenangan dan ketentraman, bukan hanya kepada penerima, tetapi juga kepada pemberi zakat, infak dan sadakah.

3. Mengembangkan harta benda, yaitu ketenangan bathin dari pemberi zakat akan mengantarkannya berkonsentrasi dalam pemikiran dan usaha pengembangan harta. Penerima zakat akan mendorong terciptanya daya beli dengan adanya pemberi zakat330.

Dari ketiga inti di atas, bahwa hubungan persaudaraan bukan

sekadar hubungan mengambil dan menerima atau pertukaran

330

Didin Hafifuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 9.

Page 270: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxx

manfaat tetapi melebihi itu semua yaitu memberi tanpa meminta

imbalan dan membantu tanpa dimintai bantuan.

Umat Islam sebagai umat yang bersaudara baik dalam

praktek amalan- amalan ibadah maupun dalam praktik kehidupan

manusia itu sendiri di dalam masyarakat. Islam menganjurkan untuk

saling tolong menolong dalam urusan-urusan kebaikan dan dilarang

tolong menolong dalam pekerjaan-pekerjaan dosa. Masyarakat yang

beragama. Sebagaimana dijelaskan oleh M. Arifin, bahwa bila mana

manusia sebagai makhluk sosial itu berkembang, maka berarti pula

manusia itu sendiri adalah makhluk berkebudayaan, baik material

maupun moral.331

Manusia yang berstatus makhluk sosial itu harus tumbuh di

dalam jiwanya rasa tanggung jawab kepada masyarakat di mana ia

hidup, untuk mengembangkan aktifitas, baik moral maupun

materialnya. Orang yang benar-benar bertaqwa kepada Allah swt.

telah tumbuh dan terbina di dalam dirinya rasa sosial dan rasa cinta -

mencintai untuk saling bantu membantu dan kasih - mengasihi.

Prinsip kemasyarakatan dalam zakat dan pengelolaannya

tercermin pada fungsi sosial zakat, seperti yang difirmankan Allah swt.,

dalam Q.S. Adz-Zaariyaat (51) Ayat 19, sebagai berikut:

331

M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), hal. 20.

Page 271: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxi

Terjemahnya:

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.

Ayat di atas menjelaskan bahwa pada harta kekayaan ada

fungsi sosial yang melekat padanya, dan dari ayat inilah, fuqaha

merumuskan dan mengkonkritkan fungsi sosial dari zakat dalam

kehidupan bermasyarakat.332 Zakat diarahkan untuk mewujudkan

kesejahteraan umat dan sedapat mungkin dapat menekan angka

kemiskinan. Zakat berfungsi sebagai ibadah formal juga berfungsi

sebagai ibadah sosial.333

Zakat sebagai sarana transformatif yaitu zakat berfungsi untuk

mendorong orang yang posisinya dalam kubangan kemiskinan agar

dientaskan dan diberdayakan menjadi kaum aghniya. Jadi, zakat

memproses orang yang posisinya sebagai mustahik ke arah sebagai

muzakki zakat. Sistem sosial di dunia yang mengimplementasikan nilai

transformasi zakat ini, juga digambarkan sebagai model ideal dalam

pembangunan sosial umat manusia.

332

M. Arfin Hamid, “Hukum Zakat: Pengembangan dan Pendayagunaannya Sebuah Kajian Kearah Formalisasi Hukum Zakat di Indonesia” Tesis, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999, h. 87-88.

333

Ibid., h 88.

Page 272: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxii

Zakat mengandung nilai-nilai sosial, sikap peduli terhadap

sesama. Zakat juga merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi

salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh karena itu,

setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu diwajibkan

mengeluarkan zakat. Apalagi, zakat merupakan amal sosial

kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai

dengan perkembangan umat manusia. Islam mewajibkan berzakat

agar Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berbagi

terhadap sesamanya. inilah prinsip sosial yang diajarkan kepada

Islam.334

6. Prinsip Distribusi

Setiap muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu

(nisbah) diwajibkan membayar sebagian hartanya untuk orang miskin

dan orang yang memerlukan. Pengeluaran tersebut merupakan pajak

keagamaan yang disebut zakat.

Konsep hukum zakat menyebutkan bahwa sistem zakat

berusaha untuk mempertemukan pihak surplus muslim dengan pihak

defisit Muslim. Hal ini dengan harapan terjadi proyeksi pemerataan

pendapatan antara surplus dan defisit muslim atau bahkan menjadikan

kelompok yang defisit (mustahik) menjadi surplus (muzakki).

334

Faried Wajedy, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan, Wawancara, pada 20 April 2011.

Page 273: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxiii

Fakir adalah orang yang tidak mempunyai penghasilan

tetap. Ibnu sabil, adalah orang yang terputus dari sumber kehidupan.

Sedang orang dalam perjalanan (musafir) adalah orang yang terputus

dari sumber pekerjaan, kehabisan bekal. Fii sabilillah adalah orang

yang berperang di jalan Allah yang membutuhkan banyak biaya.

Sedang amiilin adalah orang yang mengusahakan zakat. Oleh karena

itu, prinsip distribusi dalam Islam yaitu "khailayakuna dullatan bainal

aghnia wal masakin." Artinya, harta itu tak hanya beredar pada

kalangan orang kaya saja, tapi juga beredar pada orang miskin.

Menurut Nasaruddin Umar bahwa dalam prinsip

pendistribusian zakat, maka zakat harus didistribusikan di daerah

dimana zakat itu dipungut. Oleh karena itu, manfaat pengelolaan zakat

dapat cepat dan langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar,

sekaligus mencegah fenomena pengurasan sumberdaya masyarakat

lokal. Fenomena pengurasan sumberdaya zakat dari suatu daerah ke

daerah lain, adalah gejala yang terlihat dalam pengelolaan zakat

modern dan professional.335

Prinsip distribusi zakat mengikuti sistem otonomi daerah. Harta

yang dihasilkan satu daerah pendistribusiannya diutamakan untuk

daerah itu sendiri seperti tertuang dalam hadis “Zakat itu diambil dari

335

Nasaruddin Umar, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Wawancara, pada 25 April 2011.

Page 274: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxiv

orang kaya di kalangan mereka dan dikembalikan (dibayarkan) kepada

kaum fakirnya”.

Dalam satu riwayat, Rasulullah saw. mendelegasikan sahabat

Muadz bin Jabal, untuk menarik harta zakat dari orang-orang kaya di

daerah Yaman, dan membagikannya kepada kaum fakir miskin di

daerah tersebut. Kebijakan RasululLah ini, yang memerintahkan agar

membagikan harta zakat kepada fakir-miskin dimana zakat dipungut,

juga dijalankan sahabat Muadz saat menjadi pejabat di masa Abu

Bakar ra dan Umar bin Khaththab ra. Namun pada suatu ketika, di era

Umar ra, mengirimkan harta zakat ke Madinah, pusat pemerintahan

Umar ra. Mula-mula Umar ra menolaknya, namun kemudian

menerimanya setelah Muadz ra. menyatakan bahwa dia tidak

menemukan seorangpun yang berhak menerima zakat di Yaman.

Riwayat di atas, menjadi rujukan ulama untuk menentukan

hukum boleh-tidaknya, dan juga sah-tidaknya, memindahkan harta

zakat dari tempat dipungut ke tempat yang lain. Secara umum,

dibolehkan mengalihkan zakat ke luar tempat tinggal orang yang

mengeluarkannya bila di negeri itu terdapat orang yang lebih

membutuhkan dan jika hal tersebut dapat mewujudkan maslahat yang

lebih besar bagi kaum muslimin, atau jika lebih dari kebutuhan kaum

fakir yang ada di negerinya. Seandainya tidak ada satu pun di antara

Page 275: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxv

sebab yang telah disebutkan itu, maka tidak boleh mengalihkan zakat

ke negeri lain.

7. Prinsip Konsumsi

Sejak awal Alqur’an memberikan kebebasan memilih (freedom

of choice) pada semua orang untuk mengonsumsi segala sesuatu

yang menyenangkan dan disukai, sesuai dengan kebutuhan-

kebutuhan sosial tradisional dan perbedaan temperamental. Alqur’an

memberikan rambu proporsionalitas berupa perilaku tengah-tengah

dalam konsumsi Q.S. Al-Furqan (25) Ayat 67. Antara asketisme yang

sembunyi dari kesenangan dunia di satu sisi, dan materialisme yang

membenamkan manusia dalam kesenangan inderawi dan hedonisme

kehidupan; tidak melampaui batas maksimal (berlebihan, boros, dan

mewah) atau batas minimal (kikir dan bakhil); keterbatasan sumber

daya ekonomi (untuk memenuhi keinginan) merupakan pertimbangan

utama bagi efisiensi dan prioritas (awlawiyah) dalam pemenuhan

kebutuhan berdasarkan preferensi daruriyyat, hajiyyat, dan

tahsiniyyat.336

Pendayagunaan zakat harus berdampak positif bagi mustahik,

baik secara ekonomi maupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahik

dituntut benar-benar dapat mandiri dan hidup secara layak sedangkan

336

Al Ghazali, Al-Mustasfa fi `Ilm al-Ushul (T.tp.: Dar al-Fikr, t.th.) h. 23. Lihat juga Imam al-Shatibi dalam al-Muwafaqat fi Usul al-Ahkam (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.).

Page 276: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxvi

dari sisi sosial, mustahik dituntut dapat hidup sejajar dengan

masyarakat yang lain. Hal ini berarti, zakat tidak hanya didistribusikan

untuk hal-hal yang konsumtif saja dan hanya bersifat charity tetapi

lebih untuk kepentingan yang produktif dan bersifat edukatif.

Kelemahan utama orang miskin serta usaha kecil yang

dikerjakannya sesungguhnya tidak semata-mata pada kurangnya

permodalan, tetapi lebih pada sikap mental dan kesiapan manajemen

usaha. untuk itu, zakat usaha produktif pada tahap awal harus mampu

mendidik mustahik sehingga benar-benar siap untuk berubah. Karena

tidak mungkin kemiskinan itu dapat berubah kecuali dimulai dari

perubahan mental si miskin itu sendiri. Inilah yang disebut peran

pemberdayaan. Zakat yang dapat dihimpun dalam jangka panjang

harus dapat memberdayakan mustahik sampai pada dataran

pengembangan usaha. program-program yang bersifat konsumtif ini

hanya berfungsi sebagai stimulan atau rangsangan dan berjangka

pendek, sedangkan program pemebrdayaan ini harus diutamakan.

Makna pemberdayaan dalam arti yang luas ialah memandirikan mitra,

sehingga mitra dalam hal ini mustahik tidak selamanya tergantung

kepada amil.

Data di lapangan menunjukkan bahwa pendistribusian dan

pendayagunaan zakat lebih besar untuk zakat konsumtif dibandingkan

dengan zakat produktif, hal ini tidak akan mampu menuntaskan

Page 277: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxvii

persoalan kemiskinan. Zakat produktif pada dasarnya menggunakan

model sirkulasi, bahwa zakat itu harus bergulir dan bergilir artinya

pengelolaan zakat yang produktif dapat mentrasformasikan seorang

yang tadinya miskin menjadi seorang yang mandiri, bahkan dapat

menjadi seorang muzakki (orang wajib zakat). Ajaran Islam sendiri

tidak memerintahkan agar orang menerima zakat melainkan

mengeluarkan zakat. Oleh karena itu, untuk mencapai tingkatan

muzakki, seorang mustahik ditrasformasikan secara bertahap

Menurut A. Qodri Azizy, bahwa zakat hendaknya tidak sekadar

konsumtif, maka idealnya zakat dijadikan sumber dana umat.

Penggunaan zakat untuk konsumtif hanyalah untuk hal-hal yang

bersifat darurat. Artinya, ketika ada mustahik yang tidak mungkin untuk

dibimbing untuk mempunyai usaha mandiri atau memang untuk

kepentingan mendesak, maka penggunaan konsumtif dapat

dilakukan.337

Perilaku konsumsi harus berpijak pada prinsip keselamatan,

yakni sustainability dan investasi masa depan secara kontinyu. Untuk

itu, Alqur’an menegaskan dalam beberapa ayatnya tentang berjuang

untuk kesinambungan generasi dan masa depan, kemakmuran bumi

(`isti`mar fi al-ard) dan, sekaligus larangan melakukan kerusakan atas

337

A. Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat (Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 148-149.

Page 278: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxviii

lingkungan (fasad fi al-ard, `ayth fi al-ard). Inilah yang dimaksud

sebagai prinsip solidaritas kemanusiaan dan lingkungan (hifz al-bi’ah).

H. Landasan Keberlakukan Hukum Islam dalam Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan Zakat yang Dapat Mewujudkan Jaminan Keadilan Sosial di Indonesia.

Islam adalah agama Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw. melalui perantaraan Jibril dan selanjutnya disampaikan

kepada seluruh umat Manusia. A. Muhtadi Anshor menulis, Islam

mencakup sekumpulan prinsip dan doktrin yang mempedomani dan

mengatur hubungan seorang muslim dengan Tuhan dan masyarakatnya.

Dalam hal ini, Islam tidak hanya dipahami hanya sekadar perangkap

aturan layanan Tuhan seperti agama Yahudi dan Kristen tetapi Islam juga

menyatukan aturan perilaku yang mengatur dan mengorganisir umat

manusia baik dalam kehidupan spiritual maupun material.338

Islam sebagai agama Allah swt. berfungsi sebagai pembimbing

kehidupan manusia yang mengantar kepada kebahagiaan hidup di dunia

dan di akhirat. Di samping itu, Islam sendiri memiliki seperangkat ajaran

yang lebih kompleks dan fleksibel dibanding dengan ajaran-ajaran yang

dibawa Nabi sebelum Nabi Muhammad saw.

338

A. Muhtadi Anshor, “Kewajiban Zakat dan Pajak dalam Perspektif Islam”, Jurnal Ahkam, Volume 11, No. 2, Nopember 2009, h. 135.

Page 279: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxix

Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw.

diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera

lahir dan batin. Di dalam Islam terdapat berbagai petunjuk tentang

bagaimana seharusnya manusia menyikapi hidup dan kehidupan agar

lebih bermakna.339

Salah satu tujuan penciptaan manusia di bumi ini adalah

beribadah kepada Allah swt. Ibadah kepada Allah swt. adalah suatu

kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia selama hidupnya. Hal ini

dinyatakan dalam Q.S. al-Dzariyat (51) Ayat 56 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan mereka

menyembah-Ku.

Harun Nasution tidak mengartikan Liya’budun pada ayat di atas

sebagai beribadah, mengabdi atau menyembah. Tuhan sebenarnya tidak

berhajat untuk disembah atau dipuja manusia. Tuhan adalah Maha

Sempurna dan tak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu, kata

339

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), h. 28

Page 280: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxx

liya’budun lebih tepat diartikan tunduk atau patuh. Kata abdun memang

mengandung arti tunduk dan patuh sehingga Harun Nasution

mengartikan ayat tersebut dengan “Tidak kuciptakan jin dan manusia

kecuali untuk tunduk dan patuh kepadaku.”340

Penciptaan manusia untuk beribadah atau tunduk/patuh kepada

Allah swt. dimaknai bahwa totalitas aktivitas manusia harus didedikasikan

untuk beribadah. Oleh karena itu, Allah swt. menurunkan syariah kepada

manusia sebagai petunjuk bagi manusia dalam menjalankan

pengabdiannya kepada Allah swt.

Diturunkannya syariah Islam kepada manusia terkait

kapasitasnya sebagai khalifah. Manusia sebagai hamba Allah swt. telah

diposisikan sebagai khalifah di muka bumi ini, hal ini disebutkan dalam

Q.S. al-Baqarah (2) Ayat 30 sebagai berikut.

Terjemahnya:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."

340

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid I (; Jakarta: UI Press, 1985), h. 38-39.

Page 281: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxxi

Pengertian khalifah, jika dilihat dari akar katanya yang berasal

dari kata khalafa, berarti menggantikan tempat seseorang

sepeninggalnya. Oleh karena itu, khalif atau khalifah berarti seorang

pengganti. Dari sinilah kata khulafa dan khalaif sebagai bentuk jamak dari

kata khalifah telah digunakan dalam Alqur’an .341

Kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai khalifah fi al-ard,

dalam Ensiklopedi Islam diuraikan pengertian, kata khalifah berarti wakil,

pengganti atau duta Tuhan di muka bumi atau pengganti Nabi

Muhammad saw. dalam fungsinya sebagai kepala pemerintahan. Lebih

jauh lagi, khalifah fi al-ard digambarkan sebagai kedudukan yang suci,

yakni bayang-bayang Allah swt. di muka bumi.342

Menurut Musa As’arie, Alqur’an menyebut manusia sebagai ‘abd

dan sebagai khalifah. Esensi dari makna kedudukan manusia sebagai

‘abd Allah swt. meniscayakan adanya kepatuhan, ketundukan dan

kepatuhan manusia kepada Sang Pencipta. Sedangkan esensi dan

kreatifitas dalam upaya membentuk kebudayaan, dalam konteks

antropologi merupakan satu proses perwujudan eksistensi manusia.343

341

Mustafa, Manusia Menurut al-Qur’an, Filsafat dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam”, http://www.pdfbest.com/18/1897a9993550f329-download.pdf diakses 4 Maret 2010.

342

Dasuki Hafidz, (ed.), Ensiklopedi Islam, Jilid V, (Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve, 1993), h. 35.

343

Musa Asy’ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), h. 38.

Page 282: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxxii

Konsep khalifah dan ‘abd, meski keduanya memiliki dimensi

perbedaan yang cukup tegas, tidak lantas dapat dipertentangkan, sebab

kedua konsep itu berada dalam mainstream pemikiran yang sama.

Menarik dikemukan penjelasan Tobroni dan Samsul Arifin yang

menyatakan bahwa fungsi manusia sebagai ‘abd dan khalifah dalam

konteks yang lebih makro, atau minimal dalam paradigma tauhid, tidak

dipandang kesatuan yang terpisah, tapi mengandung adanya hubungan

dialektik yang akan mengantarkan manusia kepada puncak eksistensi

kemanusiaannya.344

Tuhan menciptakan manusia dan alam semesta, sekaligus

menurunkan syariah sebagai petunjuk kepada manusia. Adanya syariah

sebagai pendukung manusia dalam kapasitanya sebagai khalifah untuk

memakmurkan bumi. Oleh karena itu, manusia dimintai

pertanggungjawabannya oleh Tuhan melalui peribadatan. Untuk

memakmurkan bumi, manusia harus membuat aturan-aturan (hukum)

sendiri yang berpedoman kepada syariah.

Aturan-aturan yang dibuat oleh manusia bukan hanya untuk

kepentingan manusia semata-mata, tetapi juga untuk kepentingan alam

dan lingkungan sekitar manusia. Penciptaan aturan tersebut agar terjadi

344

Tobroni dan Samsul Arifin, Islam, Pluralisme Budaya dan Politik Refleksi Teologi untuk Aksi dalam Keberagamaan dan Penddidikan, (Yogyakarta: SI Press, 1994) h. 154.

Page 283: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxxiii

keseimbangan dalam kehidupan manusia atau terciptanya harmonisasi

kehidupan.

Dalam Islam, salah-satu term keadilan adalah al-mizan atau

seimbang.345 Menurut Hayyan Ul Haq, dalam konteks hukum

keseimbangan dapat diinterpretasikan sebagai keadilan, maka keadilan

seharusnya didedikasikan untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan

kehidupan bersama.346 Selanjutnya, menurut Hayyan Ul Haq:

This unity is indicated by a good or normal interaction among three components in a social system. It was interaction, not components, that become the main focus of the systems’ view. A social system will work properly if all components can interact normally. Good quality interaction among the components will stimulate the full participation of the components so as to function proportionally, which in turn, maintains unity. This condition requires a balance or equality.347 .

Apabila manusia menjalankan tugasnya dengan baik sebagai

khalifah, maka alam akan memberikan respon positif kepada manusia,

sebaliknya apabila manusia tidak memfungsikan dirinya sebagai khalifah,

maka alam akan memberikan respon negatif terhadap manusia. Jadi,

345

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Penerbit Mizan, 2003), h. 115.

346

Hayyan Ul Haq, “Managing Uncertainty and Complexity in the Utilization of Biodiversity Through the Tailor-Made Inventor Doctrine and Contract Law”, Paper Presented at International Workshop Managing Uncertainty and Complexity in Biodiversity and Climate Change, University Chatolic Louvain La-Neuve, Belgium 15-16 June 2006, h. 20; Lihat juga Hayyan Ul Haq, “Constructing a Coordinated Structure in the Contract for the Transfer of Technology” dalam International Journal Technology Transfer and Commercialisation, Vol. 6, No. 1, 2007, h. 31.

347

Hayyan Ul Haq, Managing Uncertainty… loc.cit.

Page 284: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxxiv

pada dasarnya hukum bukan untuk manusia semata tetapi juga untuk

alam sekitar manusia agar keutuhan dan keberlanjutan kehidupan

bersama tetap eksis.

Pada dasanya hukum itu terbagi atas dua bagian, yaitu hukum

yang sumber dari Tuhan dan ditetapkan oleh rasul-Nya disebut syariah

dan hukum yang dibuat oleh manusia disebut hukum wad’i. Syariah

mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda dengan hukum produk

manusia (hukum wad'i),348 antara lain:

1. Syariah adalah serentetan peraturan yang digunakan untuk

beribadah. Melaksanakannya merupakan suatu kepatuhan yang

pelakunya berhak mendapat pahala dan meninggalkannya atau

menyalahinya merupakan suatu kemaksiatan yang pelakunya akan

dibalas dengan siksaan di akhirat.

Beribadah kepada Allah swt. adalah melaksanakan segala perintah-

Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Ini berarti hukum

Islam adalah ibadah. Jika hukum wad'i dilanggar, dapat saja si

pelaku terlepas dari hukuman yang diancamkan kepadanya. Namun

jika manusia melanggar syariah, maka manusia tetap diancam oleh

hukuman di akhirat (jika tidak bertobat). Pada prinsipnya, balasan,

348

Amrullah Achmad (et.al), Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional: Mengenang 65 th. Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, SH.,(Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 87-88.

Page 285: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxxv

baik berupa pahala maupun siksa dalam konteks syariah itu bersifat

ukhrawi. Sekalipun demikian, di dalam syariah ditetapkan sejumlah

hukuman, baik yang sudah ditetapkan kadarnya (hudud) maupun

yang sudah diserahkan kepada ulil amri (ta'zir).

2. Kepatuhan kepada hukum Islam merupakan tolok ukur keimanan

seseorang. Sifat kedua ini tidak dapat dipisahkan dari sifat yang

pertama, pengklasifikasian disini, disamping sebagai penguat sifat

yang pertama, sekadar untuk membedakan aspek mana yang ingin

ditekankan.

3. Syariah bersifat Ijabi dan Salbi, artinya syariah itu memerintahkan,

mendorong dan menganjurkan melakukan perbuatan ma'ruf (baik)

serta melarang perbuatan munkar dan segala macam

kemudharatan. Berbeda dengan hukum wad'i, aspek Ijabi dalam

syariah lebih dominan. Hal ini mengingat bahwa tujuan utama

syariah adalah mendatangkan, menciptakan dan memelihara

kemaslahatan bagi umat manusia. Sedangkan aspek Salbi, yang

bertujuan menghindari kemudharatan dan kerusakan, sebenarnya

telah tercakup didalamnya. Perlu pula dikemukakan pula bahwa

kemaslahatan individu dan masyarakat haruslah berimbang. Artinya

kemaslahatan individu bukan sekadar tujuan sampingan yang

hanya diperhatikan jika membawa kemaslahatan bagi masyarakat.

Page 286: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxxvi

4. Syariah tidak hanya berisi perintah dan larangan, tetapi juga berisi

ajaran-ajaran untuk membentuk pribadi-pribadi muslim sejati,

berakhlak mulia, berhati suci, berjiwa tinggi serta mempunyai

kesadaran akan segala tanggung jawab, termasuk didalamnya

kewajiban menjalin hubungan yang erat dan harmonis antar sesama

manusia dan sang Khaliknya dengan cara yang sangat sempurna.

Syariah dilihat dari sifatnya, dibagi dua. Pertama, ada yang

tetap/konstan (tsabat), artinya tetap berlaku universal sepanjang zaman,

tidak mengenal perubahan dan tidak boleh disesuaikan dengan situasi

dan kondisi. Sebaliknya situasi dan kondisilah yang harus menyesuaikan

diri dengan syariah. Kedua, ada yang bersifat elastis, fleksibel (murunah),

tidak harus berlaku universal, mengenal perubahan serta dapat

disesuaikan dengan situasi dan kondisi349, kategori ini disebut fiqih.

Ibrahim Hosen memberikan pendapat yang sama, hukum Islam

diklasifikasikan dalam dua bagian, yaitu: hukum Islam kategori syari'ah

dan hukum Islam kategori fiqih. Syari'ah adalah hukum Islam yang

dijelaskan secara tegas di dalam Alqur’an atau sunnah yang tidak

mengandung penafsiran atau penakwilan. Sedangkan fiqih adalah hukum

Islam yang tidak atau belum ditegaskan oleh nash Alqur’an dan sunnah

dan hal itu baru diketahui melalui ijtihad. Dari segi status dan penerapan

349

Ibid., h. 87.

Page 287: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxxvii

antara shari'ah dan fiqih tidak sama. Syari'ah statusnya qat'i sedangkan

fiqih statusnya zanni.350

Menurut M. Arfin Hamid, dalam memahami syariah Islam sebagai

sebuah sistem dalam konteks yang ekslusif, syariah dalam posisi internal

dan integratif dari ajaran Islam sebagai sebuah kesatuan yang sistematis,

menyeluruh (kaffah), dan mandiri sesuai dengan ayat Alqur’an, udkhulu fi

al-silmi kaffah, artinya masuklah Islam secara menyeluruh. Secara

internal, semua umat Islam mutlak menempatkan syariah di atas

segalanya yang harus terimplementasi dalam segala dimensi kehidupan

manusia.351

Konsep holistik syariah ini menempatkan manusia sebagai titik

sentral dalam rangka membumikan ajaran Tuhan melalui penerapan

syariah. Posisi manusia sebagai central point dalam bingkai penerapan

syariah memiliki dua dimensi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Dimensi dimaksud adalah manusia sebagai subjek dan manusia

sebagai objek pengaturan syariah. Dimensi manusia sebagai subjek

dimaknai dengan kemampuan manusia untuk berusaha menjadikan

syariah sebagai tuntunan hidup dalam rangka mewujudkan

kemaslahatan, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Dalam

350

Panitia Penyusun Biografi, Prof. KH. Ibrahim Hosen dan Pembaruan Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Tiga Sembilan, 1990), 103-104.

351

M. Arfin Hamid, Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) di Indonesia: Aplikasi dan Prospektifnya, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h. 22.

Page 288: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxxviii

dimensi ini manusia memerlukan daya kreativitas (ijtihad) untuk

memahami teks suci syariah yang terkandung dalam al-Qurán dan as-

Sunnah. Tingkat kemampuan memahami dan melakukan interpretasi

terhadap teks suci akan menentukan tingkat kemaslahatan yang dapat

diwujudkan dalam tatanan aplikatif. Sebaliknya, ketidakberanian dan

parsialitas pemahaman terhadap Alqur’an akan membawa kepada pola

penalaran yang tidak memiliki semangat universalitas, fleksibilitas, kering

nuansa sosiologis dan bahkan akan menyulitkan penerapan syariah

dalam kehidupan manusia. Padahal hakikat keberadaan syariah adalah

membawa kemaslahatan bagi manusia, baik di dunia maupun di

akhirat.352

Pada dimensi kedua, manusia berkedudukan sebagai objek yang

akan diatur, diayomi dan dilindungi oleh syariah. Dalam dimensi ini

manusia dijadikan sebagai arena kerja syariah, tanpa manusia, syariah

yang bersifat normatif sakralitas tidak memiliki arena operasional berupa

tempat penerapan syariah. Perilaku manusia yang diatur syariah tidak

hanya terbatas pada perilaku individu terhadap dirinya semata-mata

tetapi juga perilaku individu terhadap kelompok dan perilaku kelompok

terhadap kelompok lain.353

352

Rusdi Ali Muhammad, “Teori Gradualisme: Aplikasi Penerapan Syariáh Islam di NAD”, http://www.ditpertais.net/swara/warta18-03.asp, diakses 4 Maret 2011.

353

Ibid.

Page 289: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cclxxxix

Syariah Islam mengandung prinsip-prinsip yang sangat universal,

oleh karena itu, secara teologis setiap orang Islam diperintahkan untuk

tidak mengambil dari luar Islam jawaban terhadap permasalahan yang

ada, karena secara teoretik semua permasalahan tersebut sudah ada

solusinya dalam tuntunan agama.354

Bagi orang Islam, terdapat hubungan yang tidak terpisahkan

antara agama dengan hukum. Menjadi orang Islam berarti

mengimplikasikan kepatuhan kepada hukum yang telah diturunkan oleh

Allah swt. sehingga ketika seseorang menolak menaati hukum,

konsekuensinya telah berhenti menjadi muslim. Islam memberikan

perhatian secara khusus terhadap tanggung jawab manusia, dari

tanggung jawablah itulah hak-hak personal dan komunal seseorang akan

diberikan.355

Prinsip-prinsip Islam sangat memungkinkan menjadi dasar dari

sistem hukum nasional. Sebab, dasar yang bersumber dari Alqur’an dan

ajaran Rasulullah itu telah diyakini dan diamalkan oleh mayoritas

354

Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Modern: Studi tentang Konflik dan Resolusi dalam Sistem Hukum di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008), h. 74.

355

Ibid., h. 75.

Page 290: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxc

masyarakat Indonesia dan mengkristal sebagai nilai-nilai

keindonesiaan.356

Dalam konteks hukum yang berkeadilan sosial, syariah Islam

menetapkan prinsip keadilan sosial sebagai tujuan tertinggi, bukan hanya

untuk kepentingan umat Islam saja tetapi juga seluruh kepentingan umat

manusia, karena Islam dapat mengayomi seluruh alam (rahmatan lil

alamin).

Undang-undang dikatakan tidak berkeadilan sosial, apabila

undang-undang tersebut melanggar hak-hak manusia, atau

mengunggulkan salah satu kepentingan kelompok saja. Sebaliknya

undang-undang dikatakan berkeadilan sosial, apabila undang-undang itu

mengatur kehidupan masyarakat sedemikian rupa, sehingga untung dan

beban di bagi secara pantas. Oleh karena itu, syariah Islam adalah

hukum berkeadilan sosial karena menempatkan hak dan kewajiban

secara seimbang.

Untuk mengetahui prinsip-prinsip yang melandasi syariah Islam,

dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

356

Bowo Pribadi, Nilai Islam Jadi Dasar Hukum, http://bataviase.co.id/node/481341 diakses 12 Pebruari 2011.

Page 291: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxci

Gambar 5 Landasan Keberlakuan Syariah Islam

Sumber: Hasil olahan penulis, 2011

Pada gambar 5 menunjukkan bahwa syariah Islam yang

diturunkan oleh Allah swt. kepada manusia memiliki elemen-elemen

pokok yang terkandung di dalamnya seperti landasan teologis, landasan

filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis.

Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan sistem

yang tidak dapat dipisahkan (integrated system), sehingga syariah Islam

Landasan

Yuridis

Landasan Sosiologis

Landasan Teologis

Landasan Filosofis

Syariah Islam

Page 292: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxcii

bersifat universal dan absolut yang berangkat dari doktrin ajaran Islam bahwa Islam

itu sebagai rahmatan lil alamin.

Sementara itu dalam filsafat barat ada tiga landasan

keberlakukan hukum, yaitu kekuatan berlaku filosofis, kekuatan berlaku

sosilogis dan dan kekuatan berlaku yuridis. Ketiga-tiganya berlaku syarat

kekuatan berlakunya peraturan perundang-undangan yang diharapkan

memberikan dampak positif bagi pencapaian efektifitas hukum itu sendiri.

Ketiga aplikasi keberlakuan hukum beserta nilai-nilai dasarnya

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6 Keberlakuan Hukum dan Nilai-Nilai Dasarnya

Sumber: M. Arfin Hamid, 2007.

Landasan tertinggi yang melandasi bangunan syariah Islam

adalah teologis (tauhid), yang meletakkan dasar-dasar hubungan antara

Allah swt. dan manusia dan hubungan manusia dengan sesamanya serta

terhadap makhluk lainnya.357 Landasan teologis dalam syariah tidak

357

M. Arfin Hamid, Hukum Ekonomi… op.cit., h. 59.

Keadilan

Kegunaan

Kepastian

Filosofis

Sosiologis

Yuridis

Hukum

Page 293: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxciii

pernah dipisahkan, dari teologilah institusi hukum itu dibangun dan

dengan menaati hukum aspek teologi dapat dipertahankan358

Menurut B. Hestu Cipto Handoyo, suatu peraturan perundang-

undangan yang baik sekurang-kurangnya harus memiliki tiga landasan,

yaitu landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis.359

Landasan filosofis (filisofische grondslag) memiliki makna apabila

rumusannya atau normanya mendapatkan pembenaran dikaji secara

filosofis. Jadi mendapatkan alasan sesuai dengan cita-cita dan

pandangan hidup manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan

sesuai dengan cita-cita kebenaran, keadilan, jalan kehidupan (way of

life), filsafat hidup bangsa, serta kesusilaan. Landasan sosiologis

(sociologische groundslag) apabila ketentuan-ketentuannya sesuai

dengan keyakinan umum, kesadaran hukum masyarakat., tata nilai, dan

hukum yang hidup di masyarakat agar peraturan yang dibuat dapat

dijalankan. Landasan yudiris (rechts ground) apabila mempunyai dasar

358

Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Modern: Studi tentang… op.cit., h. 74. 359

B. Hestu Cipto Handoyo, Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah Akademik, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2008), h. 62. Ilmu Filsafat sebagai dasar filosofis peraturan perundang-undangan. Dalam konteks ke-Indonesiaan adalah Pancasila sebagai “weltanschauung”, yaitu sebagai pandangan hidup termasuk alam cita. Ilmu Sosial sebagai dasar sosiologis. Dalam konteks ke-Indonesiaan, yaitu adanya keberagamaan masyarakat asli Indonesia atau kebhinekaan sosial, budaya, agama dan norma lokal nusantara, dan Ilmu hukum sebagai dasar yuridis mengingat hukum berupa peraturan perundang-undangan tersebut harus berakar jauh ke bawah sehingga efektif keberlakuannya. Lihat Ade Saptomo, Akomodasi Keberagamaan ke Dalam Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, dalam Satya Arinanto dan Ninik Triyanti, Memahami Hukum dari Konstruksi Sampai Implementasi, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2009), h. 39.

Page 294: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxciv

hukum, legalitas atau landasan yang terdapat dalam ketentuan hukum

yang lebih tinggi derajatnya. Disamping itu landasan yuridis

mempertanyakan apakah peraturan yang dibuat sudah dilakukan oleh

atas dasar kewenganannya. Ketiga landasan tersebut harus terpenuhi

dalam sebuah peraturan perundang-undangan.

Sementara syariah Islam sendiri menempatkan landasan teologis

sebagai bagian yang tidak terpisahkan, karena sumber syariah Islam

berasal dari Alqur’an dan Hadis.360 Oleh karena itu, keabsahan Alqur’an

dan Hadis sebagai sumber hukum tidak dapat diragukan lagi karena

memiliki bobot kebenaran absolut, walaupun didalamnya tetap diberi

ruang untuk dipahami dan ditafsirkan terhadap nilai-nilai yang terkandung

didalamnya dengan satu prinsip bahwa perubahan hukum karena

perubahan ruang dan waktu sebagaimana dipopulerkan oleh Ibnu

Qayyim al-Jauziyah.361

Manusia dalam kapasitasnya sebagai khalifah (pengemban

hukum), tentu dituntut untuk mengemban syariah Islam dengan baik,

manusia harus mewujudkan hukum dalam keseharian hidup manusia

360Ulama hadis pada umumnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hadis

ialah segala, sabda, perbuatan, taqrir, dan hal-ihwal yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Hadis dalam pengertian ini oleh ulama hadis disinonimkan dengan istilah al-Sunnah. Menurut ulama hadis, bentuk-bentuk hadis atau al-Sunnah ialah segala berita berkenaan dengan; sabda, perbuatan, taqrir, dan hal-ihwal Nabi Muhammad saw.. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 27

361

Abu Yasid, Islam Akomodatif: Rekonstruksi Pemahaman Islam sebagai Agama Universal, (Yogyakarta: LKis, 2004), h. 4.

Page 295: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxcv

sebagai khalifah dengan kata lain manusia adalah pengemban syariah.

Apabila mengikuti pendapat Meuwissen mengenai pengembanan hukum

praktis, bahwa pengemban hukum praktis sebagai aktivitas yang

ditujukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan dan kehidupan

sehari-hari secara nyata, meliputi pembentukan, penemuan, dan bantuan

hukum.362

Hukum yang dibuat oleh manusia pada dasarnya harus sejalan

dengan syariah Islam. Umat Islam harus menempatkan Alqur’an dan

Hadis sebagai sumber syariah Islam utama. Oleh karena itu, Alqur’an dan

Hadis merupakan primary metanorm bagi umat Islam dan menempatkan

UUD NRI Tahun 1945 sebagai secondary metanorm.

Menurut Hans Kelsen, disebut sebagai norma dasar (grundnorm),

yaitu induk yang melahirkan peraturan-peraturan hukum dan sebagai alat

mengapa suatu hukum itu dipatuh i dan mempertanggungjawabkan

pelaksanaan hukum. Peraturan hukum keseluruhannya diturunkan dari

norma dasar yang berada di pucak piramida, dan semakin ke bawah

semakin beragam, konkrit dan menyebar. Norma dasar teratas bersifat

abstrak dan semakin ke bawah bersifat konkrit.363

362

Aminuddin Ilmar, Konstruksi Teori dan Metode Kajian Ilmu Hukum, (Makassar: Hasanuddin University Press, 2009), h. 17

363

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta, Kencana, 2009), h. 62.

Page 296: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxcvi

Umat Islam harus menempatkan syariah Islam sebagai norma

tertinggi. Oleh karena itu, setiap produk peraturan perundangan-

perundang-undangan yang mengabaikan prinsi-prinsip syariah pada

dasarnya tidak valid.

Setiap norma hukum adalah sumber bagi norma yang lain,

karena memuat prosedur atau isi norma yang akan dibuat. Maka setiap

norma hukum yang lebih tinggi adalah sumber bagi norma hukum yang

lebih rendah. Jadi sumber hukum adalah hukum itu sendiri.364

Merujuk pada teori Hans Kelsen di atas, validitas norma hukum

digambarkan sebagai suatu rantai validitas yang berujung pada konstitusi

negara. Dalam konteks ke-Indonesian, UUD NRI Tahun 1945 merupakan

metanorm dalam sistem hukum nasional. Oleh karena itu, setiap undang-

undang yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI Tahun

1945.

Terkait perundang-undangan zakat, setiap produk hukum yang

berhubungan dengan zakat pada dasarnya harus mengacu pada syariah

Islam sebagai norma tertinggi (metanorm, groundnorm) karena sumber

zakat berasal dari Alqur’an dan Hadis. Jadi, pengaturan zakat tidak boleh

menyalahi Alqur’an dan Hadis. Apabila ada peraturan perundang-

364

Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), h. 117.

Page 297: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxcvii

undangan terkait dengan zakat yang tidak selaras dengan Alqur’an dan

Hadis, maka peraturan perundang-undangan tersebut tidak valid.

Jadi, peraturan perundang-undangan zakat, tidak hanya

divalidasi oleh UUD NRI 1945 sebagai metanorm dalam sistem hukum

nasional, tetapi juga divalidasi oleh Alqur’an dan Hadis yang juga

merupakan metanorm. Oleh karena itu, apabila berbicara tentang hierarki

norma hukum dalam konteks zakat, maka Alqur’an dan Hadis merupakan

primary metanorm dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai secondary

metanorm.

Untuk validasi peraturan perundan-undangan zakat dengan

syariah Islam, di bawah ini diuraikan landasan hukum yang baik dalam

hukum zakat dan implementasinya dalam peraturan perundang-

undangan:

1. Landasan Teologis

Kewajiban zakat bersumber dari Allah swt. dan diperkuat oleh

Rasulullah Muhammad saw. Oleh karena itu, zakat adalah kewajiban

agama dan merupakan salah satu rukun Islam. Zakat sebagai

kewajiban dari Allah swt. tentu saja didalamnya mengandung nilai-nilai

tauhid yang harus diimplementasikan oleh manusia sebagai hamba

Allah swt. di bumi ini.

Page 298: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxcviii

Dalam perspektif teologis, zakat bertumpu pada dua alasan

fundamental. Pertama, segala kekayaan alam di langit dan di bumi

adalah milik Tuhan (Q.S. Ali Imran [3] Ayat 180). Doktrin itu

mengandung nilai instrumental, bahwa hak kepemilikan kekayaan

alam pada manusia bukanlah sesuatu yang absolut, tetapi sekadar

amanah dari Tuhan untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi

kemanusiaan.

Kedua, manusia pada hakikatnya berasal dari umat yang satu

dan hendak kembali kepada Tuhan yang Tunggal. Ini berarti, manusia

merupakan satu kesatuan yang terbingkai dalam persaudaraan

keluarga yang masing-masing anggotanya sama-sama memiliki hak

hidup sesuai dengan hakikat kemanusiaannya.365

Nilai tauhid dalam ibadah zakat sebagai bagian dari syariah

Islam, maka untuk membumikan nilai tauhid tersebut perlu diformulasi

dalam sebuah peraturan perundang-undangan yang juga memiliki

dimensi ketauhidan pula, agar zakat tidak kehilangan ruhnya sebagai

ajaran yang bersumber dari Alqur’an dan Hadis.

Apabila ditelaah Sila Pertama Pancasila, yaitu: “Ketuhanan

Yang Maha Esa”, dan Pasal 29 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang

menyatakan bahwa ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha

365

F Maksun, “Zakat dan Keadilan Ekonomi” http://www.zisindosat.com/zakat-dan-keadilan-ekonomi/ diakses pada 3 Maret 2010.

Page 299: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccxcix

Esa”. Frase tersebut mengandung tiga makna, yaitu: Pertama, negara

tidak boleh membuat peraturan perundang undangan atau melakukan

kebijakan kebijakan yang bertentangan dengan keimanan kepada

Tuhan Yang Maha Esa; Kedua, negara berkewajiban membuat

peraturan perundang undangan atau melakukan kebijakan kebijakan

bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha

Esa dari segolongan pemeluk agama yang memeluknya; Ketiga,

negara berkewajiban membuat peraturan perundang undangan yang

melarang siapapun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama.

Undang-Undang Pengelolaan Zakat (UUPZ) merupakan

sebuah undang-undang yang pada dasarnya telah memiliki landasan

teologis, sehingga undang-undang tersebut memiliki kekuatan untuk

membangkitkan kesadaran umat Islam untuk membayar zakat.

Untuk memfungsionalkan peraturan perundang-undangan

zakat pada kehidupan umat Islam, maka UUPZ harus bersinergi dalam

arti tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi baik UUD

NRI Tahun 1945 maupun Alqur’an dan Hadis.

Apabila dicermati UUPZ yang terkait dengan pengelolaan

zakat, maka dapat diidentifikasi nilai tauhid yang ada didalamnya,

yaitu:

Page 300: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccc

1) Konsideran bagian menimbang huruf a UUPZ bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu

Zakat sebagai salah satu ibadah dalam Islam yang

terangkum dalam rukun Islam. Zakat sebagai bagian dari ibadah

tentu saja harus dijalankan oleh umat Islam yang memiliki harta

yang memenuhi nisab dan haulnya.

Kewajiban melaksanakan zakat sebagai bagian dari

ibadah umat Islam sebagaimana yang dimaksud konsideran

bagian menimbang huruf a UUPZ, pada hakikatnya didasarkan

pada Pasal 28E Ayat (1) dan Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI Tahun

1945.

Pasal 28E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945:

Pasal 28E ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Selanjutnya Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945:

Pasal 29 Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Page 301: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccci

Nilai tauhid sebagaimana termuat dalam Pasal 28E Ayat

(1) dan Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dan UUPZ,

sejalan dengan Firman Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah (2) Ayat

256 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Menurut Adi Sasono,366 ada empat aspek teologis

keberagamaan yang terkait dengan Q.S. al-Baqarah (2) Ayat 256,

yaitu: Pertama, penegakan perinsip kebebasan beragama. Prinsip

ini menyatakan tidak ada paksaan dalam agama. Segala bentuk

pemaksaan dalam agama justeru melahirkan iman tidak sejati.

366

Adi Sasono, Menuju Rakyat Berdaulat: Wawancara Adi Sasono Ketua Umum Dekopin, (Jakarta: Penerbit Republika, 2008), h. 239

Page 302: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccii

Kedua, prinsip toleransi (tasamuh), yaitu setiap individu

beriman tidak bisa tidak kecuali menghormati hak penganut agama

lain menyatakan dan menerapkan keimanannya.

Ketiga, prinsip aksiologis, yaitu tujuan hidup penganut

keyakinan (agama atau spritualitas) adalah membawa kebaikan,

mencegah keburukan, dan meyakini Allah swt. yang dijadikan

rujukan permanen bagi tiap hubungan antar agama dan

keyakinannya.

Keempat, kelanjutan prinsip ketiga adalah prinsip

kompetisi dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Tiap umat

beragama berhak sekaligus wajib untuk bersaing secara sehat dan

jujur dalam mengembangkan keyakinanya.

Dalam konteks pengelolaan zakat, seorang muslim tidak

diperbolehkan untuk mengambil zakat dari non muslim dan tidak

boleh memaksakan kepada penganut lain untuk membayar zakat,

karena merupakan kewajiban umat Islam, begitupun sebaliknya

umat non muslim tidak boleh melarang umat Islam untuk

mengambil zakat dari orang Islam sendiri kemudian mengelolanya.

Oleh karena itu, dibutuhkan saling kesepahaman dalam

menjalankan ibadah masing-masing.

Selanjutnya nilai-nilai Tauhid yang terkandung dalam

undang-undang yang terkait dengan zakat:

Page 303: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccciii

2) Konsideran bagian menimbang huruf b UUPZ bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam; Pasal 1 Ayat (2): Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam Pasal 1 ayat (5): Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.

Beberapa substansi hukum mengenai kewajiban berzakat

bagi orang Islam, termuat dalam beberapa pasal yang terkait

pengelolaan zakat dalam UUPZ telah sejalan dengan ketentuan

Islam yang menegaskan bahwa orang beragama Islam yang

mampu dibebankan hukum untuk membayar zakat, selain itu tidak

ada kewajiban bagi non muslim untuk membayar zakat.

Berdasarkan hadis Rasulullah Muhammad saw. yang

diriwayatkan Imam Bukhari bahwa ketika Nabi mengutus Muaz bin

Jabal ke Yaman, beliau berpesan agar dia mengajak orang-orang

di sana untuk memeluk Islam, mengajarkan shalat, memungut

zakat dari para hartawan untuk dibagikan kepada orang-orang

miskin.367

367

Qastalani, Irsyad al-Sari li Syarh Shahih al-Bukhari III, (Beirut : Dar al-Fikr, 1990), h. 569.

Page 304: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccciv

Menurut ijma, zakat tidak wajib atas orang kafir karena

zakat merupakan ibadah mahdhah yang suci sedangkan orang

kafir bukan orang yang suci. Menurut Mazhab Syafi’i, mewajibkan

orang murtad untuk mengeluarkan zakat hartanya sebelum

murtad, yakni harta yang dimilikinya ketika masih menjadi seorang

muslim. Murtad menurut Mazhab Syafi’i tidak menggugurkan

kewajiban zakat. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat

bahwa murtad menggugurkan kewajiban zakat sebab orang

murtad sama dengan orang kafir.368

Menurut Yusuf Qardawi, bahwa zakat, sebagai kewajiban

Islam, tidak diperlukan dari non-Muslim karena merupakan bagian

dari agama Islam dan tidak bisa diharapkan menunaikan zakat

bagi orang yang tidak percaya dalam Islam.369

Zakat sebagai kewajiban orang Islam, oleh karena itu

pengelolaannya juga diserahkan kepada orang Islam. Yusuf

Qardawi, mensyaratkan pengelolaan zakat kepada orang muslim.

Zakat adalah salah satu urusan kaum muslimin yang termasuk

368

Wahbah al-Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mazhab, (terjemahan), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), h. 98.

369

Yusuf al-Qardawi, Fiqih al-Zakah: a Comparative Study of Zakah, Regulations and Philosophy in the Light of Qur'an and Sunnah, Volume I, (Arab Saudi: Scientific Publishing Centre King Abdulaziz University Jeddah, t.th.), h. 33.

Page 305: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccv

rukun Islam, karena itu urusan penting kaum muslimin itu diurus

oleh sesama muslim.370

Zakat yang dikeluarkan orang muslim harus dilandasi

dengan iman dan takwa. Muatan nilai keimanan dan ketakwaan

dalam pemberian zakat berimplikasi bahwa zakat adalah

kewajiban dengan niat yang ikhlas dari seorang hamba untuk

mengeluarkan sebagian dari hartanya yang telah memenuhi

takaran tertentu dalam satu satuan waktu kepada pihak-pihak

yang berhak yang bertujuan untuk kemaslahatan diri maupun

kemaslahatan pihak yang menerima.

Begitu pentingnya nilai keimanan dan ketakwaan dalam

zakat, sehinga Allah swt. hanya memerintahkan kepada orang

yang beriman untuk berzakat sebagaimana dinyatakan dalam Q.S.

al-Baqarah (2) Ayat 267 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.

370

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 127

Page 306: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccvi

Apabila ayat di atas didekati dengan pendekatan kaidah

ushul fiqih, yaitu kaidah pemahaman perbandingan terbalik

(mafhum mukhalafah), maka orang yang tidak beriman, tidak

diwajibkan membayar zakat. Oleh karena itu, hanya orang-orang

yang berimanlah yang sanggup membayar zakat secara ikhlas

karena dilandasi semangat keimanan dan ketakwaan.

Seseorang yang tidak memiliki keimanan dan ketakwaan

dalam hatinya, maka mustahil dapat mengeluarkan zakatnya

secara ikhlas. Keikhlasan membayar zakat akan menjadikan spirit

kepada manusia untuk senantiasa berjuang mencari harta

sebanyak-banyaknya untuk digunakan di jalan Allah swt. dan

memberikan sebagiannya kepada orang yang berhak.

Pada dasarnya tujuan membayar zakat apabila dilandasi

semangat keimanan dan ketakwaan adalah mencapai ridha Allah

swt. Hal tersebut, dinyatakan Allah swt. dalam Q.S. ar-Ruum (30)

Ayat 39 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

Page 307: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccvii

Jadi, orang yang membayar zakat harus meniatkan zakat

sebagai kewajiban dari hartanya dan memaksudkannya kepada

keridhaan Allah swt. sebab ikhlas adalah syarat diterimanya

semua ibadah.

Nilai keimanan dan ketakwaan dalam pengelolaan zakat

tidak hanya ditujukan kepada pemberi zakat, tetapi juga kepada

pengelola zakat (amil). Iman dan takwa merupakan sistem nilai

tauhid sebagai landasan yang di atasnya dibangun pengelolaan

zakat yang berkeadilan sosial.

Pengelola zakat sebagai pihak yang melakukan berbagai

aktivitas pengelolaan zakat, berperan sebagai pihak yang wajib

beriman dan bertakwa, sehingga kegiatan pengelolaan zakat

senantiasa mendapatkan rahmat dari Allah swt.. Kegiatan

pengelolaan zakat menjadi bagian dari amal shalih umat manusia

dalam memakmurkan bumi sebagai perintah Allah swt. (Q.S. Huud

[11] Ayat 61).

Pengelola zakat mengumpulkan, mendistribusikan dan

mendayagunakan zakat dengan baik apabila memiliki spirit

keimanan dan ketakwaan, sehinnga pengelolaannya

terimplemetasi dalam prinsip-prinsip good zakat governance yang

mengadopsi sifat dan prilaku Nabi Muhammad saw. dalam

Page 308: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccviii

berbisnis, yaitu Shiddiq berarti benar; Fathanah berarti cerdas;

Amanah berarti dapat dipercaya; dan Tabligh berarti

menyampaikan (terbuka, komunikatif).

Jadi, menerapkan prinsip-prinsp good governance dalam

pengelolaan zakat hanya dapat dilakukan dengan baik apabila

pengelola zakat memiliki iman dan takwa sebagai basis nilai, hal

itulah yang menjadi asas pengelolaan zakat sebagaimana

diamanahkan dalam UUPZ.

2. Landasan Filosofis

Perumusan aturan atau norma dalam peraturan perundang-

undangan harus mendapatkan pembenaran apabila dikaji secara

filosofis, artinya rumusan atau norma mempunyai alasan yang dapat

dibenarkan apabila dipikirkan secara mendalam. Alasan yang

dimaksud juga sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup manusia

dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,

serta sesuai pula dengan cita-cita kebenaran, cita-cita keadilan, dan

cita-cita kesusilaan.

Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan harus

memperhatikan cita-cita moral dan cita hukum sebagaimana

diamanatkan oleh Pancasila. Nilai-nilai yang bersumber pada

pandangan filosofis Pancasila, yakni:

Page 309: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccix

a. Nilai-nilai religius bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila

Ketuhanan Yang Maha Esa,

b. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap

harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam

sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,

c. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum

nasional seperi yang terdapat di dalam sila Persatuan Indonesia,

d. Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat

di dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan

e. Nilai-nilai keadilan, baik individu maupun sosial seperti yang

tercantum dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.371

Dalam konteks pengelolaan zakat di Indonesia, peraturan

perundang-undangan zakat harus dapat dikembalikan kepada nilai-

nilai yang terkandung dalam Alqur’an dan Hadis serta Pancasila

sebagai falsafah/dasar negara.

371

Anonim, Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Nasional, http://www. scribd.com/doc/32246829/Tata-Urutan-Peraturan-Perundang-undangan”, diakses pada 15 Maret 2011.

Page 310: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccx

Dalam mengidentifikasi landasan filosofis yang terkandung

dalam peraturan-peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

zakat, maka di bawah ini diuraikan muatan filosofisnya, yaitu:

1) Konsideran bagian menimbang huruf a UUPZ bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;

Frase dalam konsideran menimbang huruf a UUPZ, tentang

kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadah, tidak hanya

dimaknai sebagai frase teologis tetapi juga dimaknai sebagai frase

filosofis.

Adanya jaminan kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

beribadat menurut agamanya, juga sebagai penanda bahwa

bangsa Indonesia mengakui eksistensi agama dan Indonesia

adalah negara yang penduduknya beragama. Secara tersirat juga

mengandung makna bahwa setiap warga negara Indonesia harus

menganut suatu agama dan beribadah berdasarkan keyakinanan

keagamaannya itu.

Tidak dibenarkan warga negara Indonesia untuk tidak

beragama. Dalam Islam, pada hakikatnya agama merupakan fitrah

yang berintikan Ketuhanan Yang Maha Esa, sesuai dengan firman

Allah swt. dalam Q.S. ar-Ruum (30) Ayat 30 sebagai berikut:

Page 311: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxi

Terjemahnya:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Agama sebagai fitrah, pasti sejalan dengan jati diri manusia

dan dianut oleh setiap manusia. Ada yang menganut agama sejak

masih muda dan ada yang menjelang akhir kehidupannya seperti

Fir’aun.372

Selain itu pula, agama yang benar dipastikan tidak ada yang

bertentangan dengan jati diri dan naluri manusia, kalau pun ada

cepat atau lambat akan ditolak oleh penganutnya sendiri, dan

ketika itu terbukti bahwa agama bukan fitrah.373

Selanjutnya, agama sebagai fitrah, tidak boleh dan tidak

perlu dipaksakan, sesuai dengan Firman Allah swt. dalam Q.S. al-

Baqarah (2) Ayat 256 sebagai berikut:

372M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: PT.

Mizan Pustaka, 2007), h. 53.

373Ibid., h. 53.

Page 312: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxii

Terjemahnya:

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.

Di ayat yang lain, Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Kafirun

(109) Ayat 6 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.

Kemerdekaan beragama adalah ciri manusia yang paling

penting, maka Allah swt. sangat melarang pemaksaan dalam

menentukan pilihan beragama. Manusia tidak berhak sedikitpun

memaksa manusia lain agar beriman, karena urusan beriman atau

kafir seseorang mutlak urusan Allah swt. semata-mata dengan

urusan hamba-Nya. Kemerdekaan inilah yang menjadi pembeda

terpenting antara manusia dengan makhluk Allah swt. yang lain.

Setiap manusia dalam melaksanakan hak pilih sebagai

implementasi nilai kemanusiannya dan nilai kemanusiaan

seseorang tergantung pada kemerdekaan yang dihayatinya.

Kemerdekaan memeluk dan beribadah menurut agamanya

masing-masing diberikan kepada setiap individu penduduk

Page 313: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxiii

Indonesia, dan bukannya kepada kelompok agama secara kolektif

untuk mewajibkan kemauannya kepada individu dalam kelompok

tersebut. Oleh sebab itu, negara tidak boleh merampas hak

individu penduduk tersebut dengan membuat peraturan

perundang-undangan yang mengutamakan sebuah aturan agama.

Pelaksanaan aturan agama harus berasal dari kesadaran dan

dorongan hati nurani setiap individu penduduk, dan bukannya

karena desakan undang-undang, dengan pengenaan sanksi

pidana, baik pidana penjara dan/atau pidana denda.

2) Konsideran bagian menimbang huruf c UUPZ bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat;

Salah satu filosofi yang terkandung dalam UUPZ, bahwa

zakat itu untuk meningkatkan keadilan kesejahteraan masyarakat.

Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim

yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi orang

yang berhak menerimanya. Pengelolaan zakat yang baik dapat

menjadi sumber dana potensial yang dimanfaatkan untuk

memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat.

Kegiatan-kegiatan pengelolaan zakat harus bermuara pada

keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Semua kegiatan-kegiatan

pengelolaan zakat yang tidak dapat mensejahterakan mayarakat,

maka dianggap melanggar UUPZ bahkan lebih jauh lagi telah

Page 314: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxiv

melanggar konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu UUD NRI

Tahun 1945, karena UUD NRI Tahun 1945 mengamanahkan salah

satu cita-cita dasar bangsa Indonesia yaitu mewujudkan

kesejahteraan umum yang berdasar pada keadilan sosial. Keadilan

dan Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan akhir dari

pengelolaan zakat.

Sejak awal Islam memerintahkan umatnya untuk

menegakkan keadilan. Alqur’an selalu memerintahkan orang-

orang yang beriman untuk menjadi penegak keadilan. Allah swt.

berfirman dalam Q.S. an-Nisaa (4) ayat 135:

Terjemahnya:

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran…

Page 315: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxv

Menurut Budhy Munawar Rachman, bahwa penafsiran

ayat ini dapat dikatakan bahwa elan vital Alqur’an adalah keadilan

dan menuntut orang yang beriman untuk menciptakan masyarakat

yang adil (egalitarian) dan mencegah orang-orang yang mau

melakukan bencana di muka bumi ini. Usaha untuk menegakkan

keadilan bukan sesuatu yang abstrak yang hanya cukup dengan

diungkapkan tetapi sesuatu yang mesti diwujudkan dalam aksi

nyata. Salah satu bentuk mewujudkan keadilan adalah zakat

sebagai filantrofi Islam.374

Berdasarkan sudut pandang teologis, agama memainkan

peran yang cukup penting dalam keterlibatannya pada keadilan

sosial, yaitu pada kewajiban menegakkan keadilan yang betul-

betul konkrit, yakni keterlibatan secara serius bersama masyarakat

marginal dalam usaha menegakkan keadilan.375

Orang-orang kafir dalam arti kafir yang sebenarnya

adalah-adalah orang-orang yang menumpuk kekayaan dan

menghidupkan terus-menerus ketidakadilan serta merintangi

upaya-upaya menegakkan keadilan dalam masyarakat.376

374

Budhy Munawar Rachman, Relevansi Filantrofi Islam dengan Keadilan Sosial: Tinjauan Teologis, dalam Idris Thaha (ed), Berderma Untuk Semua… op.cit., h. 6.

375Ibid., h. 11.

376

Asghar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan, (terjemahan), (Yogyakarta: LKiS, 1993), h. 6-7.

Page 316: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxvi

Zakat yang mempunyai sifat-sifat ekonomik religius

berkaitan erat dengan pelaksanaan kebijaksanaan pemerataan

untuk mencapai keadilan sosial. Oleh karena itu, di dalam

kewajiban melaksanakan zakat terdapat landasan filosofisnya.

Menurut M. Quraish Shihab,377 terdapat tiga landasan

filosofis kewajiban zakat, yaitu:

1) Prinsip istikhlaf (penugasan sebagai khalifah). Allah swt.

adalah pemilik seluruh alam semesta dan segala isinya,

termasuk pemilik harta benda. Orang yang beruntung

memperoleh sejumlah harta pada hakikatnya hanya menerima

titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan

sesuai dengan kehendak pemiliknya, serta menjadikan harta

benda sebagai alat dan sarana kehidupan untuk seluruh

manusia sehingga penggunaannya harus diarahkan untuk

kepentingan bersama;

2) Prinsip solidaritas sosial. Manusia adalah makhluk sosial yang

hidup bersama dengan individu-individu dalam masyarakat,

meskipun manusia mempunyai sifat berbeda-beda tetapi

manusia tidak dapat dipisahkan dari yang lainnya karena

manusia adalah makhluk sosial yang harus selalu berinteraksi

377

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007), h. 323-325.

Page 317: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxvii

dengan manusia lain. Dalam bidang ekonomi, meskipun

seseorang mempunyai kepandaian dan keterampilan, tetapi

hasil material yang diperolehnya adalah berkat bantuan orang

lain, baik secara langsung dan disadari ataupun tidak secara

langsung dan tidak disadari. Dalam berproduksi Allah swt.

yang menciptakan bahan mentahnya sedangkan manusia

bertugas melakukan perubahan, penyesuaian dan

mengolahnya. Oleh karena itu, sangat wajar manakala Allah

swt. memerintahkan manusia untuk mengeluarkan sebagian

kecil dari harta yang diamanatkan kepadanya untuk

kepentingan orang lain;

3) Prinsip persaudaraan, Manusia berasal dari satu keturunan,

antara seseorang dengan yang lainnya terdapat pertalian

darah, baik dekat maupun jauh. Pertalian darah tersebut akan

menjadi kokoh dengan adanya persamaan-persamaan lain,

yaitu agama, kebangsaan, tempat tinggal dan sebagainya.

Persaudaraan itu tidak hanya hubungan mengambil dan

menerima tetapi melebihi hal itu, yaitu memberi tanpa menanti

imbalan atau membantu tanpa dimintai bantuan. Kebersamaan

dan persaudaraan inilah yang mengantarkan kepada

kesadaran bahwa sebagian harta kekayaan harus ada yang

dikeluarkan dalam bentuk kewajiban zakat

Page 318: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxviii

Dikaitkan dengan landasan filosofis, terkadang pembuat

undang-undang bertindak ambigu karena produk legislasi yang

dihasilkan tidak mempunai landasan filosofi yang jelas untuk masalah

yang sedang dihadapi, baik masalah hukum masa kini (ius

constitutum), maupun masalah implementasi hukum (ius

constituendum).378

3. Landasan Yuridis

Berbicara tentang landasan yuridis dalam sebuah undang-

undang, maka harus dilihat dari pemberlakuan undang-undang

tersebut yang terdiri atas dua jenis karakter, yaitu hukum imperatif dan

hukum fakultatif.

Hukum imperatif adalah kaidah-kaidah hukum yang secara a

priori harus dipatuhi dan mempunyai kekuatan untuk memaksa serta

mengikat secara mutlak. Sedangkan hukum fakultatif tidaklah secara a

priori untuk dipatuhi melainkan hanya sekadar melengkapi, subsidair

atau dispositif. Meskipun demikian, secara umum hukum memiliki

kesamaan yaitu memaksa dan mengatur sekaligus, akan tetapi tingkat

pemaksaan dan pengaturannya berbeda.379

378

Marwan Effendy, Kejaksaan: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 4.

379

Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqih Madzhab Negara: Kritik Atas Politik Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 37-38.

Page 319: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxix

Dalam pandangan Nawiasky bahwa ada suatu norma yang

disebut dengan formelle gezetz, yaitu sebuah aturan hukum yang

bersifat formal dilekatkan ketentuan memaksa, baik berupa paksaan

pelaksanaan (vollsstreckungszwang) maupun berupa hukuman

(strafe). Dalam sistem undang-undang inilah diperoleh suatu tata

norma hukum yang mengikat (verbindlich) secara nyata.380

Pada umumnya hukum publik bersifat imperatif, sedangkan

hukum privat bersifat fakultatif, tetapi dalam hal-hal tertentu dapat

berlaku sebaliknya. Hukum yang secara luas dan mendalam berusaha

mewajibkan keadilan sejati berisifat imperatif apabila diperlukan untuk

kepentingan umum.381

Undang-Undang Pengelolaan Zakat dalam perspektif teori

hierarki norma digolongkan dalam kedudukan norma formelle gesetz

(peraturan perundang-undangan), karena berbentuk formelle gesetz

maka secara otomatis tidak termasuk dalam golongan norma dasar

(grundnorm) dan atau golongan aturan dasar (grund gesetz). Norma

hukum di luar golongan norma dasar (grund norm) dan atau golongan

aturan dasar (grund gesetz) tidak boleh berbentuk norma hukum

tunggal, norma itu haruslah norma hukum berpasangan. Oleh sebab

380

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 224.

381

Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqih Madzhab Negara… op.cit., h. 38.

Page 320: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxx

itu, norma hukum tersebut haruslah dilekati norma hukum sekunder-

berbentuk sanksi pidana atau sanksi pemaksa.382

Berkaitan dengan UUPZ, menurut Jimly Asshiddiqie bahwa

UUPZ dalam hukum nasional berkategori privat atau berlaku khusus

bagi masyarakat Muslim.383

Dalam Pasal 21 ayat (1) UUPZ, bahwa dalam rangka

pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas

kewajiban zakatnya. Sedangkan Ayat (2) menyatakan dalam hal tidak

dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta

bantuan BAZNAS.

Kewajiban membayar zakat tidaklah semata-mata diserahkan

kepada kesadaran para muzakki, namun juga menjadi tangung jawab

petugas pengelola zakat. Pada masa Rasulullah dan para sahabatnya,

penghimpunan zakat dilakukan oleh amil zakat dengan

memungut/menagih dari para muzakki. Hal ini dilakukan mengingat

kedudukan zakat yang cukup signifikan dalam ajaran Islam. Bahkan

ajaran Islam menyerukan perang terhadap kaum yang tidak mau

membayar zakat, seperti yang terjadi pada masa awal pemerintahan

Khalifah Abu bakar.

382

Sumber:http://www.scribd.com/doc/16923591/Undangundang-Zakat-dan Dekonstruksi, diakses pada 8 Mei 2011.

383

Hukum Islam Mestinya Diadopsi, http://bataviase.co.id/node/161026 diakses pada 4 Mei 2011.

Page 321: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxi

Menurut Didin Hafidhuddin, diktum-diktum dalam Undang-

Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat lebih bersifat

himbauan, tidak sebagaimana lazimnya sebuah undang-undang yang

memiliki kekuatan memaksa dan mengikat. Dilaksanakannya atau

tidak UUPZ, sama sekali tidak memiliki konsekuensi hukum kecuali

pada Pasal 21.384.

Apabila dibandingan dengan UUPZ yang baru dengan

Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka

UUPZ yang baru lebih imperatif karena mengatur sanksi seperti sanksi

administratif pada Pasal 36 dan sanksi pidana pada Pasal 39, Pasal

40, dan Pasal 41.

Dalam pelaksanaan pengumpulan zakat tidak dapat dilakukan

paksaan terhadap muzakki, melainkan muzakki melakukan

penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan

hukum Islam. Dalam hal ini muzakki dapat menghitung sendiri

hartanya dan kewajiban zakatnya, namun demikian muzakki dapat

meminta bantuan kepada BAZ untuk menghitungnya.

Dalam Islam, aturan zakat membawa kekuatan imperatif

(kewajiban) pemungutannya dapat dipaksakan (Q.S. at-Taubah ayat 9

dan 103). Negara yang mempunyai otoritas untuk melakukan

384

Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 104.

Page 322: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxii

pemaksaaan seperti halnya pajak, karena negara mempunyai

kekuatan dengan perangkat pemerintahannya, dan didukung regulasi

yang mengikat sehingga dana zakat akan mudah dikumpulkan,

kemudian dapat menjadi bagian pendapatan negara seperti halnya

pajak

Abdurrahman Qadir menulis, pengaturan zakat dalam Alqur’an

menampilkan kata zakat dalam empat gaya bahasa,385 sebagai

berikut:

a. Menggunakan kata insya’i, yaitu kata perintah, seperti yang

terdapat dalam Q.S. al-Baqarah (2) ayat 43, 83 dan 110; Q.S al-

Ahzab (33) ayat 33; Q.S. al-Hajj (22) ayat 78; Q.S. an-Nur (24)

ayat 56; Q.S. al-Muzzammil (73) ayat 20, yaitu menggunakan kata

“aatuu” atau “anfiquu”. Dalam ayat lain digunakan pula kata kerja

dengan menggunakan kata “khuz”, yaitu perintah untuk mengambil

atau memungut zakat (shadaqah) seperti dalam Q.S. at-Taubah

(9) ayat 103. Sasaran perintah ini ditujukan kepada penguasa

(amil zakat) untuk memungut dan mengelola zakat dari para wajib

zakat;

b. Menggunakan kata targhib (motivasi), yaitu suatu dorongan untuk

tetap mendirikan shalat dan membayar zakat yang merupakan ciri

385

Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, (Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada, 2001), h. 45-47.

Page 323: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxiii

orang yang beriman dan takwa, kepada orang yang beriman dan

takwa dijanjikan akan memperoleh pahala yang berlipat ganda dari

Allah swt. Hal ini dapat dilihat Q.S. al-Baqarah (2) ayat 277;

c. Menggunakan kata tarhib (intimidasi/peringatan), ditujukan kepada

orang yang suka menumpuk harta kekayaan dan tidak

mengeluarkan zakatnya. Orang-orang seperti ini diancam dengan

siksa yang pedih, sebagaimana Firman Allah swt. dalam Q.S. at-

Taubah (9) ayat 34-35;

d. Menggunakan kata madh (pujian/sanjungan), yaitu pujian Allah

swt. kepada orang-orang yang menunaikan zakat. Orang-orang ini

disanjung sebagai penolong (wali) yang disifati dengan sifat

ketuhanan, kerasulan dan orang-orang yang beriman karena

kesanggupannya memberikan harta yang disenanginya berupa

zakat kepada orang lain. Ayat dalam bentuk pujian/sanjungan

dijumpai dalam Q.S. Al-Maaidah (5) ayat 55;

Keberadaan UUPZ yang disahkan pada 23 Desember 1999

belum mampu mengatasi permasalahan mengenai zakat, bahkan

pengelolaan zakat seperti benang kusut yang tak terurai. Keruwetan

ini antara lain terjadi karena, secara yuridis-formal UUPZ hanya

terbatas pada pengaturan pengelolaan zakat dan tidak memiliki

kekuatan memaksa muzaki dalam membayarkan zakat. Supremasi

pemerintah, selaku penguasa dan penyelenggara negara yang

Page 324: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxiv

memiliki daya paksa, tak terlihat dalam undang-undang tersebut

seperti dalam Pasal 12 Undang-UUPZ bahwa petugas hanya akan

mengambil zakat setelah diberitahu oleh muzaki. Ini berarti Undang-

Undang tersebut tidak memiliki kekuatan memaksa dalam mengambil

zakat dari muzaki.

Berkaitan mengenai ketentuan muzakki di dalam UUPZ, Pasal

1 Ayat (5) bahwa muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha

yang berkewajiban menunaikan zakat. Penggunaan frase “badan

usaha” adalah sebuah langkah progresif karena sebagian besar ulama

tidak menetapkan badan usaha sebagai muzakki dengan argumen

bahwa wajib zakat selalu melekat pada subyek hukum perseorangan

dan bukan pada subyek hukum sebagai badan, muzakki haruslah

beragama Islam, sesuai dengan ketentuan syarat-syarat muzakki yang

disepakati oleh jumhur ulama.

Dalam Penjelasan di Pasal 4 ayat (3) bahwa yang dimaksud

dengan badan usaha meliputi badan usaha yang tidak berbadan

hukum seperti firma dan yang berbadan hukum seperti perseroan

terbatas dan badan usaha yang dimaksud adalah badan usaha yang

dimiliki oleh umat Islam.

Keberadaan badan usaha semisal perusahaan sebagai

muzakki merupakan sebuah terobosan baru dalam rangka

menciptakan kesejahteraan umat. Keberadaan perusahaan sebagai

Page 325: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxv

wadah usaha kemudian menjadi badan hukum atau syakhsiyyah

I'tibariyyah.

Perusahaan juga diizinkan memiliki kekayaan dari Tuhan.

Kepemilikan dan penggunaan kekayaan bukan saja untuk partisipan

langsung perusahaan (direct stakeholders), seperti pemegang saham,

kreditor, karyawan, dan pemerintah, tetapi juga pihak yang tidak terkait

langsung dengan bisnis perusahaan (indirect stakeholders), seperti

masyarakat penerima zakat, infaq, dan shadaqah. Hal ini dilandasi

bahwa manusia adalah Khalifatullah fil Ardh (wakil Tuhan) untuk

mengelola bumi atau menciptakan kesejahteraan bagi semua manusia

dan alam. (QS al-Anbiya [21] ayat 107).

Perusahaan tidak saja berorientasi pada profit (profit-oriented)

atau pemegang saham (stockholders-oriented), tetapi juga berorientasi

pada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders-oriented) atau

orientasi sosial (social-oriented). Orientasi pada stakeholders adalah

menciptakan dan mendistribusikan kesejahteraan kepada manusia,

yaitu laba atau aset bersih perusahaan juga dialokasikan sebagai

zakat (bersifat sosial). Iwan Triyuwono mengistilahkan orientasi zakat

(zakat-oriented) sebagai zakat metaphorised organizational reality,

Page 326: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxvi

perusahaan memberikan pertanggungjawaban horizontal (manusia

dan alam) dan vertikal (kepada Allah swt).386

Di dalam perusahaan diantara individu timbul transaksi,

meminjam, menjual, berhubungan pihak luar, dan menjalin kerja

sama. Segala kewajiban dan ditanggung bersama, termasuk

didalamnya kewajiban kepada Allah dalam bentuk zakat tetapi

diluar zakat perusahaan, tiap individu juga wajib mengeluarkan

zakat sesuai dengan penghasilan dan nishabnya. Para ulama

kontemporer menganalogikan zakat perusahaan ini kepada zakat

perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi

kegiatan sebuah perusahaan intinya berpijak pada kegiatan trading

atau perdagangan.387

Zakat yang dikenakan pada badan usaha seperti perusahaan

selama perusahaan tersebut produktif (menghasilkan barang dan jasa)

disepakati dikenakan zakat dengan alasan dikembangkan dan

menguntungkan, akan tetapi tidak serta merta semuanya dikenakan

zakat seperti BUMN, Perbankan, dan perusahaan milik negara lainnya

tidak dapat dikenakan zakat karena semua warga negara dianggap

386

Wahyuddin Abdullah, “Sudahkah Menunaikan Zakat Perusahaan?’, Fajar, Senin, 22 Agustus 2011, h. 4.

387

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam … op.cit., h. 105.

Page 327: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxvii

sebagai pemiliknya, karena itu pemanfaatan dan keuntungannya untuk

kepentingan seluruh rakyat Indonesia.388

Apabila ditinjau pelaksanaan syariat Islam di bidang

pengelolaan zakat, maka UUPZ masih sangat mandul, karena

undang-undang tersebut hanya mengatur pengelolaan zakat padahal

yang paling penting adalah pembayaran zakat. Pengelolaan zakat

hanya dapat dilakukan jika pembayaran zakat udah menjadi

kesadaran umum umat Islam.389

4. Landasan Sosiologis

Suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai

landasan sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan

keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Hal ini penting

agar perundang-undangan yang dibuat dipatuhi oleh masyarakat, tidak

menjadi kalimat-kalimat mati belaka. Oleh karena itu, peraturan

perundang-undangan yang dibuat harus dipahami oleh masyarakat,

sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat.

Membuat suatu aturan yang tidak sesuai dengan tata nilai,

keyakinan dan kesadaran masyarakat tidak akan ada artinya, tidak

mungkin dapat diterapkan karena tidak dipatuhi. Hukum yang dibentuk

388

M. Arfin Hamid, “Hukum Zakat: Pengembangan dan …op.cit., h. 105. 389

Hamka Haq, Syariat Islam: Wacana dan Penerapannya, (Ujung Pandang: Yayasan Al-Ahkam, 2003), h. 71

Page 328: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxviii

harus sesuai dengan hukum yang hidup (living law)390 dalam

masyarakat.

Produk perundang-undangan tidak sekadar merekam keadaan

seketika (moment opname). Masyarakat berubah, nilai-nilai pun

berubah, kecenderungan dan harapan masyarakat harus dapat

diprediksi dan terakumulasi dalam peraturan perundang-undangan

yang berorientasi masa depan.

Dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan-

ketentuan yang terdapat di dalam suatu peraturan perundang-

undangan sesuai atau sejalan dengan keyakinan umum atau

kesadaran hukum masyarakat pada umumnya. Landasan ini terkait

dengan daya laku kaidah/normanya setelah disahkan dan

diundangkan. Tingkat penerimaan masyarakat atau subjek hukum

yang dicakup oleh kaidah/norma suatu perundang-undangan sangat

tergantung kepada apakah isi kaidah/norma suatu peraturan

perundang-undangan tersebut sesuai atau tidak dengan keyakinan

umum atau kesadaran hukum yang sedang berlangsung.

390

Teori hukum living law berangkat dari pemikiran hukum Friedrich Carl Von Savigny dengan konsep jiwa bangsa (volksgeist) sebagai sumber hukum. Friedrich Carl Von Savigny menggambarkan teorinya sebagai berikut: “it is in the common consciousness of the people the positive law lives, and hence we have to call it Volkrecht [folk, or people, law]… It is the Volksgeist [folk, or national, spirit] living and working in all the individuals in common, which begets the positive law, so that for the consciousness of each individual there is, not by chance, but necessarily, one and the same law… The form, in which the Law lives in common consciousness of the people, is not that of abstract rule, but the living intuition of the institute of the Law in its organic connection. Lihat Ron Villanova, Legal Methods: A Guide for Paralegals and Law Students, (United States of America: Llumina Press, 1999), h. 5.

Page 329: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxix

Landasan sosiologis sangat penting agar isi kaidah/norma

yang terbentuk di dalam peraturan perundang-undangan dapat

diaplikasikan dengan baik dan dapat dipatuhi dengan sepenuh hati

oleh subjek hukum yang dikenai aturan, dengan kata lain

kaidah/normanya tidak menjadi huruf-huruf mati.

Secara sosiologis keberadaan UUPZ tidak dapat dipisahkan

dengan keberadaan umat Islam di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat

dari diktum konsideran UUPZ tersebut, yaitu:

a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;

b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam

Dalam konsideran UUPZ tersebut secara tegas menyatakan

bahwa setiap penduduk diberi jaminan dalam menjalankan ibadah

sesuai agama yang dianutnya. Oleh karena itu, zakat sebagai bagian

dari ibadah wajib umat Islam yang mampu harus dijamin termasuk

aspek pengelolaannya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Menyangkut harta yang dikenai zakat dalam Pasal 4 ayat (2)

meliputi: emas, perak, dan logam mulia lainnya; uang dan surat

berharga lainnya; perniagaan; pertanian, perkebunan, dan kehutanan;

peternakan dan perikanan pertambangan; perindustrian; pendapatan

dan jasa; dan rikaz.

Page 330: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxx

Syarat-syarat harta zakat adalah tidak sama antara jenis harta

yang satu dengan jenis harta yang lain mengingat ketentuan-ketentuan

itu cenderung disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat

tempat Rasulullah hidup (Saudi Arabia), maka perlu distandarisasikan

dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di daerah-daerah lain, agar

dan dilaksanakan di daerah yang bersangkutan, terutama sekali

ketentuan masalah nisab zakat.

Adanya perbedaan-perbedaan tersebut, digunakanlah standar

syariah strategis zakat. Syariah strategis yang dicanangkan oleh Nabi

Muhammad saw. yang berkaitan dengan hal ini, menurut Masdar F.

Mas’udi,391 sebagai berikut:

1) Berkaitan dengan objek zakat (pajak), Nabi menetapkan bahwa,

“Zakat (pajak) dikenakan atas jiwa dan semua jenis harta kekayaan

yang dimiliki oleh masyarakat dimana zakat itu ditetapkan”.

Berdasarkan syariah primer ini sesuai dengan taraf sosial ekonomi

masyarakat Madinah. Muhammad saw. menetapkan syariah

sekunder mengenai jenis-jenis kekayaan yang dikenakan zakat

yang meliputi: 1) Hasil pertanian (zuru’); 2). Hasil kebun (tsamar);

3). Ternak (mawasy); 4). Harta niaga (urudl tijarah); 5). Uang

(naqd); 6). Hasil tambang (ma’din); dan 7). Harta temuan (rikaz).

391

Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam, (Jakarta: P3M, 1993), h. 116-125.

Page 331: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxxi

Dari ketentuan (syariah) yang sekunder ini ditetapkan pula aturan

tersier berupa rincian masing-masing kategori tadi.

2) Menyangkut besar kecilnya tarif atau kadar zakat secara absolut

yang harus dibayar oleh masyarakat, Nabi menetapkan bahwa hal

itu ditentukan oleh berat ringannya tantangan keadilan dan

kesejahteraan yang dihadapi. Sesuai dengan prinsip syariah yang

primer atau strategis ini, Nabi menetapkan tarif zakat antara 2,5%

dan 10%. Ada satu jenis kekayaan yang dikenakan tarif tinggi,

20%, karena perolehannya tanpa upaya, yaitu harta karun (rikaz).

Artinya apabila variabel tantangan keadilan dan kemaslahatan

ditemukan lebih berat pada masyarakat yang lain, seperti dalam

kehidupan masyarakat modern sekarang ini, tarif yang ditentukan

Nabi tersebut tidak ada halangan untuk diperbesar, kalau perlu

sistem perzakatan progresif pun diterapkan.

3) Menyangkut kadar relatif dari tarif zakat, Nabi Muhammad saw.

menentukan bahwa hal itu harus dilihat pada sektor ekonomi mana

yang telah mencuatkan kesenjangan sosial pada masyarakat yang

bersangkutan. Atas dasar prinsip ini, sesuai dengan taraf

masyarakatnya, Nabi telah menetapkan atas hasil pertanian tarif

zakat yang lebih tinggi dari yang dikenakan atas kekayaan niaga.

Atas hasil pertanian ditetapkan zakat (pajak) 5% - 10%, sementara

atas niaga hanya 2,5%. Seperti diketahui, penduduk Madinah

Page 332: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxxii

adalah masayarakat yang secara ekonomi lebih banyak bertumpu

pada oalah pertanian. Jika ada usaha perdagangan, itu hanya

melibatkan sekelompok kecil saja dan belum berkembang. Ini

berbeda dengan yang terjadi di Makkah, dimana arus utama

perekonomian justru pada perdagangan, bahkan tidak jarang yang

sangat kapitalistik.

4) Menyangkut waktu pembayaran zakat, Rasulullah menetapkan

sebagian zakat (pajak) harus dibayar secara periodik tapi juga ada

yang dibayar tergantung kapan kekayaan yang terkena zakat itu

tiba di tangan.

Prinsip sosiologis yang melekat pada hukum-hukum yang

termuat dalam al-Quran dan as-sunnah sudah semestinya dipahami

dan diselami secara mendalam, sehingga ketika dilakukan penerapan

dalam tataran aplikatif tidak akan kehilangan ruh sosiologis yang

mendasarinya. Oleh karena itu, asbab an-nuzul dan asbab al wurud

memegang peranan penting dalam mengungkapkan realitas dan

kondisi sosial ketika aturan itu disyariatkan.

Page 333: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxxiii

I. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat yang Dapat Mewujudkan Jaminan Keadilan Sosial di Indonesia

1. Kepatuhan Hukum Masyarakat

Zakat merupakan ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu

dimensi vertikal-transendental dan dimensi sosial-transendental. Zakat

berdimensi vertikal-transendental karena zakat merupakan salah satu

rukun Iman, sehingga orang Islam yang diberi kelonggaran rizki oleh

Allah swt. kemudian mengeluarkan sebagaian hartanya untuk

dibagikan kepada orang yang membutuhkan, maka orang tersebut

telah menjalankan rukun iman atau telah menunaikan prestasi

keimanannya.

Sedangkan zakat dikatakan berdimensi sosial-horinsontal

karena orang yang mengeluarkan zakat berarti telah membantu orang-

orang yang hidup di bawah garis kemiskinan dalam interaksi sosialnya.

Oleh karena itu, bagi orang Islam yang mampu akan tetapi tidak mau

mengerluarkan sebagian hartanya untuk berzakat, maka ulama telah

sepakat bahwa orang tersebut kafir.

Dalam pengelolaan zakat yang sangat dibutuhkan adalah

kepatuhan masyarakat yang kaya untuk menunaikan zakatnya. Untuk

mengetahui pendapat responden mengenai kepatuhan hukum

masyarakat dalam membayar zakat dapat dilihat pada tabel di bawah

ini:

Page 334: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxxiv

Tabel 2 Kepatuhan Hukum Masyarakat Dalam Membayar Zakat

Pada Lembaga Pengelola Zakat

No.

Kategori

R e s p o n d e n Jumlah

Jakarta Makassar

F % F % F %

1. Patuh Hukum 51 29,14 32 25,50

83 27,66

2. Kurang Patuh

Hukum 96 54,85 57 45,60

153

51,00

3. Tidak

Patuh Hukum 28 16,00 36 28,80

64

21,33

Jumlah 175 100 125 100

300

100

Skor Penilaian : Patuh = 11-15 Kurang Patuh =6-10 Tidak Patuh =1-5

Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2011.

Data empirik pada tabel di atas menggambarkan bahwa

tingkat kepatuhan hukum masyarakat di Jakarta dalam membayar

zakat pada lembaga pengelola zakat sebanyak 51 responden atau

29,14 persen, sedangkan yang kurang patuh membayarkan zakatnya

pada lembaga pengelola zakat sebanyak 96 responden atau sebesar

54,86 persen dan sebanyak 28 responden atau 16,00 persen yang

tidak patuh hukum membayarkan zakatnya pada lembaga pengelola

zakat. Sementara untuk masyarakat Kota Makassar, responden yang

patuh hukum membayar zakat pada lembaga pengelola zakat

Page 335: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxxv

sebanyak 32 responden atau 25,50 persen, sedangkan yang kurang

patuh membayar zakat pada lembaga pengelola zakat sebanyak 57

responden atau sebesar 45,60 persen dan sebanyak 36 responden

atau 28,80 persen yang tidak patuh hukum membayarkan zakatnya

pada lembaga pengelola zakat.

Apabila dilihat pada Tabel 2, menggambarkan bahwa tingkat

kepatuhan masyarakat Jakarta masih lebih baik dibandingkan dengan

tingkat kepatuhan masyarakat Kota Makassar dalam membayar

zakatnya pada lembaga pengelola zakat. Secara keseluruhan

menunjukkan bahwa pada umumnya responden di dua kota tersebut

belum patuh hukum membayar zakat pada lembaga pengelola zakat,

hal ini dapat dilihat dengan jawaban responden sebanyak 153

responden atau sebesar 51,00 kurang patuh hukum membayar zakat

pada lembaga pengelola zakat, sedangkan yang patuh hukum

sebanyak 83 responden atau sebesar 27,66 persen dan tidak patuh

hukum sebanyak 64 responden atau sebesar 21,33 persen.

Ada beberapa alasan yang diberikan responden seperti masih

belum percaya pada pengelolaan zakat yang sudah ada, walaupun

sudah mengetahui dengan baik kewajibannya dan sudah memiliki

akses Informasi lebih banyak terhadap zakat. Di samping itu, adapula

responden yang menyatakan bahwa masyarakat lebih suka

menyalurkan zakatnya secara langsung karena lebih afdhal dan

Page 336: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxxvi

mustahik langsung menerima supaya ada ikatan emosional antara

muzakki dengan mustahik.

Pendapat responden tersebut didukung hasil penelitian PIRAC

pada tahun 2004, menyatakan kepercayaan muzakki dalam berzakat

berturut-turut adalah menitipkannya di masjid sekitar rumah (64%);

lansung memberikan kepada penerima (20,5%); menyalurkan lewat

Badan Amil Zakat (9%); menyalurkan lewat sarana lain (3%); melalui

LAZ dan BMT (1,5%); dan melalui yayasan amal (2%).392

Data tersebut diperkuat pula oleh pernyataan salah seorang

pengurus BAZ Kota Makassar, H. Katcong Tahir, bahwa masih sangat

banyak masyarakat yang berkewajiban membayar zakat, tidak

membayarnya. Kalau pun ada yang membayar zakat, itu pun secara

umum bukan kepada lembaga amil zakat, melainkan diberikan secara

langsung.393

Ada beberapa alasan responden langsung memberikan

zakatnya kepada masyarakat miskin dengan tidak melalui amil zakat,

yaitu ketidakpercayaan wajib zakat kepada lembaga pengelola zakat,

karena ada kemungkinan zakat tidak tepat sasaran atau dana zakat

disalah gunakan dan kalaupun membayarkan zakat lebih

392Setiawan Budi Utomo, Metode Praktis Penetapan Nisab Zakat: Model Dinamis

Berdasarkan Standar Nilai Emas dan Kebutuhan Hidup Layak (KHY) Provinsi, (Bandung: PT. Mizan Pustaka Utama, 2009), h. 27-28.

393

H. Katjong Tahir, Pengurus BAZ Kota Makassar, Wawancara, pada 3 Mei 2011.

Page 337: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxxvii

mempercayai kepada lembaga pengelola zakat swasta (LAZ) dari

pada lembaga pengelola zakat yang dibentuk pemerintah (BAZ).

Hasil penelitian Asep Saepudin Jahar, menyimpulkan bahwa

dibandingkan dengan BAZ, LAZ sebagai lembaga pengelola zakat

yang dibentuk oleh masyarakat lebih profesional dan lebih mandiri

dalam mengelola zakat. Keprofesionalan dan kemandirian LAZ juga

mempengaruhi pendistribusian zakat kepada masyarakat muslim.394

Sesuai dengan data tersebut dapat dipahami, adanya

masyarakat wajib zakat yang tidak mengeluarkan zakatnya atau

mengeluarkan zakat tetapi tidak melalui lembaga pengelola zakat

menunjukkan adanya paradigma yang keliru tentang zakat baik dari

sisi pemahaman masyarakat tentang zakat itu sendiri maupun

terhadap pengelola zakat.

Prinsip dasar bagi pembayaran zakat, di samping kesadaran

umat Islam, juga ketentuan pemungutan atas inisiatif pemerintah

selaku amil zakat. Hal ini ditegaskan dalam Q.S. al-Taubah (9) ayat

103:

394

Asep Saepudin Jahar, The Clash of Muslim and the State: Waqf and Zakat in Post Independence Indonesia, dalam Studi Islamika: Indonesian Journal For Islamic Studies, Vol. 13 No. 3, 2006, p. 372.

Page 338: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxxviii

Terjemahnya:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

Dalam ayat tersebut, Allah memberi instruksi kepada setiap

amil zakat, baik institusi pemerintah maupun maupun masyarakat yang

diakui pemerintah untuk proaktif melakukan pemungutan zakat.

Adanya data mengenai rendahnya pemahaman masyarakat tentang

zakat merupakan modal penting untuk melakukan sebuah gerakan

massif untuk memberikan edukasi tentang zakat secara integral.

Kerjasama intensif perlu diupayakan antara masjid dan lembaga

pengelola zakat guna memberdayakan zakat sebagai salah satu pilar

utama Islam.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukkan zakat

yang merupakan rukun Islam ketiga, tak seperti shalat ataupun puasa

yang relatif umum di masyarakat, namun pemahaman masyarakat

dalam memahami zakat masih sedikit dibawah shalat dan puasa. Dari

pemahaman yang terkesan seadanya itu timbullah beberapa persepsi

yang salah yang tanpa disadari oleh masyarakat itu sendiri menjadi

zakat terkesan sebagai ibadah yang tidak penting.

Page 339: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxxxix

Ada tiga persoalan yang berhubungan dengan persepsi

masyarakat umat Islam di sekitar pengertian zakat selama ini yang

merupakan persepsi yang keliru dan harus diluruskan.

1. Pertama, zakat sebagai ketentuan terpisah dari ketentuan shalat.

Persepsi salah bagi kebanyakan umat Islam yang keliru

bahwa zakat merupakan ketentuan terpisah dengan shalat perlu

diluruskan. Pelurusan persepsi ini sangat penting karena suatu

persepsi sangat menentukan tingkah laku perbuatan terhadap

sesuatu yang dipersepsinya, demikian juga persepsi umat Islam

tentang zakat.

Sementara ini persepsi umat Islam tentang zakat

merupakan kewajiban terpisah dengan shalat, sehingga umat

Islam pada umumnya hanya mementingkan shalat saja,

sementara dengan zakat hampir tidak diperdulikan oleh umat

Islam. Berbeda apabila umat Islam bisa diubah persepsinya

tentang zakat sebagai kewajiban satu paket dengan shalat, maka

perilaku umat Islam akan mementingkan zakat sebagaimana

mementingkan terhadap shalat. Jadi sangat penting meluruskan

persepsi ini.

2. Nisab zakat sebagai ketentuan maksimal bukan minimal

Page 340: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxl

Persepsi masyarakat tentang nisab zakat sebagai

ketentuan maksimal seperti selama ini perlu dirumuskan kembali.

Masyarakat dapat mengubah persepsinya bahwa nisab zakat yang

tertera dalam dalil-dalil Alqur’an dan hadis merupakan ketentuan

minimal, sehingga dengan demikian masyarakat umat Islam bisa

memiliki kesadaran memberikan zakatnya dengan berlomba-lomba

memberikan sebanyak mungkin, karena menurut ajaran Islam

berlomba-lomba dalam kebaikan adalah sangat dianjurkan (Q.S.

al-Baqarah [2] ayat 148).

Apabila umat Islam bisa mengubah persepsinya bahwa

nisab zakat yang ditentukan oleh ajaran Islam itu sebagai

ketentuan minimal bukan ketentuan maksimal, maka akan banyak

dana zakat yang bisa terkumpul. Di sisi lain secara psikologi sosial

dapat difahami bahwa persepsi itu merupakan proses selektif dari

interpretasi yang kemudian akan mewujud perbuatan, di samping

dapat dipahami bahwa persepsi nisab sebagai ketentuan minimal

maka ada proses edukatif yang sangat luar biasa bagi umat Islam

untuk memotivasi diri mau berzakat sebanyak-banyaknya,

ketimbang ketika nisab itu dipersepsi sebagai ketentuan maksimal.

3. Zakat hanya dimaknai sebagai ibadah saja.

Zakat selama ini hanya dimaknai oleh umat Islam pada

umumnya sebagai ibadah semata, dengan demikian nilai zakat

Page 341: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxli

penetrasinya yang terpenting adalah bagi si pemberi zakat saja

yaitu terhindar dari dosa karena telah melaksanakan kewajiban

ibadah yang hukumnya wajib dan mendapatkan pahala yang akan

mengantarkan kehidupan dirinya selamat pada kehidupan di

akhirat nantinya. Persepsi seperti itu tentu tidak banyak membawa

kebaikan terutama bagi upaya pengentasan kemiskinan dan

persaudaraan umat Islam yang sangat penting dan pokok

merupakan hikmah diwajibkannya zakat dalam ajaran Islam.

Edukasi keagamaan mutlak diperlukan guna memberikan

kesadaran berzakat. Edukasi tersebut harus dilakukan secara massif

dan sistematis. Edukasi sosialisasi zakat terutama zakat maal di

ditempuh dengan cara membedakan antara zakat fitrah dan maal. Tak

kalah penting, upaya tersebut mesti dilakukan melalui masjid-masjid

yang merupakan ujung tombak aktivitas umat Islam.

2. Peran Pemerintah

Zakat merupakan salah satu rukun Islam merupakan

instrumen fiskal negara yang berfungsi bukan hanya untuk

mendistribusikan kesejahteraan umat secara lebih adil dan merata

tetapi juga merupakan bagian integral akuntabilitas manusia kepada

Allah swt. atas rezeki yang telah diberikan-Nya. Oleh karena itu peran

Page 342: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxlii

pemerintah dalam pengelolaan zakat tidak dapat dinafikan agar tujuan

zakat dapat tercapai yang mensejahterakan masyarakat.

Di Indonesia, kelembagaan pengelolaan zakat di bawah

wewenang Kementerian Agama dengan nama Direktorat

Pemberdayaan Zakat di bawah naungan Direktorat Jenderal

Bimbingan Masyarakat Islam. Hal ini berbeda dengan masalah haji

yang memiliki struktur Direktorat Jenderal (Ditjen) tersendiri yaitu

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Oleh karena itu,

salah satu cara maksimalkan potensi zakat adalah pemerintah

membentuk Direktorat Jenderal Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS) pada

Kementerian Agama yang memiliki tugas dan fungsi untuk

menghimpun, mengelola dan menyalurkan ZIS sesuai dengan

ketentuan syariah yang ada, sehingga zakat dapat dikelola satu pintu,

profesional, tepat sasaran, terdistribusi merata dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Terkait dengan peran pemerintah sebagai dalam pengelolaan

zakat. Menurut M. Shiddiq al-Jawi, peran pemerintah dalam

pengelolaan zakat ada dua, yaitu: (1) pemerintah berperan sebagai

pelaksana tunggal dalam pengelolaan zakat, baik dalam pemungutan

maupun pembagian zakat; (2) Pemerintah berperan sebagai pemberi

Page 343: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxliii

sanksi (uqubat) terhadap orang kaya tidak mau melaksanakan

zakat395.

Dalam tulisan ini, peran pemerintah dalam pengelolaan zakat

dapat dibagi dalam 4 bagian, yaitu: peran pemerintah sebagai

pengatur (regulator), peran pemerintah sebagai pengelola (operator),

peran pemerintah pengawas (supervisor), dan peran pemerintah

sebagai eksekutor. Keempat peran tersebut diuraikan selanjutnya:

a. Pemerintah sebagai pengatur (regulator) zakat

Peran pemerintah sebagai regulator tidak dapat dinafikan

karena pemerintahlah yang memiliki kekuasaan untuk

memaksakan wajib zakat dalam membayar zakat. Pemerintah

berperan membuat sistem perundang-undangan zakat yang dapat

menjamin agar seluruh fungsi administratif negara dapat

meningkatkan kesejahteraan umum maupun perseorangan melalui

peran zakat.

Pemerintah sebagai regulator zakat, membuat

serangkaian aturan main supaya terdapat otoritas legal yang

berhak menarik zakat, menyalurkan zakat, membuat skema

395

M. Shiddiq al-Jawi, “Peran Pemerintah Dalam Pengelolaan Zakat”, http:// punyahari.blogspot.com/2009/11/peran-pemerintah-dalam-pengelolaan.html diakses 20 Pebruari 2011.

Page 344: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxliv

maksimalisasi penggunaan zakat, dan pemantauan maksimalisasi

dana hasil zakat.396

Masuknya negara dalam pengelolaan zakat, terdapat

empat regulasi formal umum yang bisa diintrodusir oleh negara.

Regulasi tersebut lebih tepat dalam bentuk undang-undang,

karena: Pertama, pihak-pihak yang mengelola zakat. Tidak jarang

urusan pengelolaan zakat memunculkan konflik horizontal sesama

umat Islam, karena wilayah penarikan zakat yang selama ini

menjadi domainnya diambil oleh sesama pengelola zakat. Oleh

karena itu, diperlukan otoritas legal yang mengkoordinir secara

nasional pengelolaan zakat.397

Kedua, tata niaga zakat. Regulasi ini bertujuan untuk

memastikan bahwa mekanisme penarikan, distribusi, dan

penyampaian zakat dapat dilakukan tepat sasaran. Ketiga, skema

penggunaan. Regulasi ini intinya mengatur bahwa zakat tidak

boleh disalurkan secara langsung kepada masyarakat miskin. Oleh

karena itu, zakat tersebut harus dikekola secara efektif, sehingga

396

Ahmad Erani Yustika dan Jati Andrianto, “Zakat, Keadilan dan Keseimbangan Sosial” dalam Jurnal Pemikiran dan Gagasan, Volume 1, Nomor 4, Agustus 2008, h. 13.

397

Ibid., h. 13.

Page 345: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxlv

dapat menjadi modal kerja produktif yang dapat difungsikan untuk

menghasilkan pendapatan rutin masyarakat miskin.398

Keempat, pendampingan. Masyarakat miskin dengan

karakteristik keterampilan yang rendah dan tingkat pengetahuan

yang tidak tinggi pula menyebabkan pengelolaan zakat yang

diberikan tersebut jelas tidak maksimal. Oleh karena itu, menjadi

aktivitas sia-sia ketika seperangkat aturan main zakat yang telah

diformulasikan tetapi maksimalisasi atas penggunaan zakat itu

tidak ada.399

Menurut Hamka yang dikutip Muhammad Fuad Nazar,

zakat bukanlah urusan kemerdekaan seseorang dengan harta

bendanya, melainkan hak bagi negara Islam mengambil harta itu

dan menyerahkan kepada yang berhak menerimanya. Peraturan

zakat yang diurus oleh negara menjadi jalan tengah di dalam

pertentangan orang yang bermodal dengan kaum miskin. Jadi,

zakat itu usaha meminimalisir pertentangan kelas.400

Sebelum lahirnya UUPZ yang baru, peraturan

perundangan-undangan mengenai zakat diatur dalam Undang-

398

Ibid., h. 14. 399

Ibid., h. 14. 400

Muhammad Fuad Nasar, “Spirit Ideologis Zakat”, http://lazisgarudaindonesia .or.id/?p=920 diakses pada 23 Pebruari 2011.

Page 346: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxlvi

Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan

petunjuk operasionalnya dituangkan dalam Keputusan Menteri

Keputusan menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat, kemudian diganti dengan Keputusan Menteri

Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat.

Di bawah rezim Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat, pengelolaan zakat secara nasional

belum memadai. Ribuan OPZ, baik bentukan pemerintah (Badan

Amil Zakat/BAZ) maupun masyarakat (Lembaga Amil Za-kat/LAZ),

muncul tanpa mendapat regulasi dan pengawasan yang memadai.

Hal ini secara jelas rawan memunculkan penyimpangan dana

zakat dari masyarakat oleh pengelola yang tidak amanah.

Kasus di Jeneponto dapat menjadi perhatian bahwa

regulasi dan pengawasan yang tidak optimal, Kepala Inspektorat

Kabupaten Jeneponto, Mangga T Kulle, diperiksa Kejari Jeneponto

terkait dengan adanya dugaan penyelewengan dana Badan Amil

Zakat (BAZ). Pengelolaan dana BAZ Jeneponto diduga terjadi

penyimpangan. Terbukti rapat pengurus baru dilakukan sekali

dalam kurun waktu 10 tahun. Padahal seharusnya laporan

Page 347: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxlvii

pertanggungjawaban keuangan dilakukan oleh pengurus secara

rutin. Dana BAZ dihimpun dari infaq PNS, haji dan zakat mal.401

Pemerintah berperan membuat sistem perundang-

undangan zakat yang dapat menjamin agar seluruh fungsi

administratif negara dapat meningkatkan kesejahteraan umum

maupun perseorangan melalui peran zakat.

Untuk mengetahui peran pemerintah sebagai regulator

zakat dapat diketahui pendapat responden pada tabel di bawah ini:

Tabel 3

Peran Pemerintah Sebagai Pengatur Zakat

No. Kategori

R e s p o n d e n

Jumlah

Jakarta Makassar

F % F % F %

1. Berperan 63 36,00 39 31,20 102 34,00

2. Kurang Berperan 101 57,71 67 53,60 168 56,00

3. Tidak Berperan 11 6,28 19 15,20 30 10,00

Jumlah 175 100 125 100

300

100

Skor Penilaian : Berperan= 11-15 Kurang Berperan =6-10 Tidak Berperan = 1-5

Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2011.

401

“Mantan Kepala Inspektorat Mankir”, http://www.ujungpandangekspres. com/view.php?id=65818, diakses pada 20 Mei 2011.

Page 348: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxlviii

Berdasarkan data pada Tabel 3 menggambarkan bahwa

responden di Jakarta memberikan penilaian bahwa pemerintah

telah berperan sebagai pengatur zakat, hal itu diungkapkan

sebanyak 63 responden atau sebesar 36,00 persen, untuk kategori

pemerintah kurang berperan sebagai pengatur zakat sebanyak

101 responden atau sebesar 57,71 persen. Sedangkan kategori

penilaian pemerintah tidak berperan sebagai pengatur zakat

sebanyak 11 responden atau sebesar 6,28 persen.

Apabila dibandingkan dengan responden yang berdomisili

di Makassar, sebanyak 39 responden atau sebesar 31,20 persen

yang memberikan penilaian bahwa pemerintah telah berperan

sebagai pengatur zakat. Untuk kategori pemerintah kurang

berperan sebagai pengatur zakat sebanyak 67 responden atau

sebesar 53,60 persen. Sedangkan kategori penilaian pemerintah

tidak berperan sebagai pengatur zakat sebanyak 19 responden

atau sebesar 15,20 persen.

Secara keseluruhan dari dua kota penelitian, sebanyak

102 responden atau sebesar 34,00 yang memberikan penilaian

bahwa pemerintah telah berperan sebagai pengatur zakat.

Selanjutnya, sebanyak 168 responden atau sebesar 56,00

memberikan penilaian bahwa pemerintah kurang berperan sebagai

pengatur zakat dan sebanyak 30 responden atau sebesar 10,00

Page 349: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxlix

persen memberikan penilaian bahwa pemerintah tidak berperan

sebagai pengatur zakat.

Dari data tersebut disimpulkan bahwa pemerintah sebagai

regulator belum berperan dengan baik. Pendapat responden

tersebut mengindikasikan lemahnya pemerintah sebagai regulator

zakat, baik menyusun peraturan perundang-undangan juga dalam

mengatur lembaga-lembaga pengelola zakat.

Menurut salah seorang responden, Muhammad Fuad

Nasar, salah satu kelemahan mendasar yang belum diatur dalam

tata perundang-undangan zakat di Indonesia adalah menyangkut

pengaturan tentang posisi regulator. Meskipun pemerintah selama

ini telah memposisikan dirinya sebagai regulator, akan tetapi

pelaksanaan fungsi regulator ini belum berjalan dengan efektif.

Pemerintah semestinya lebih aktif lagi membuat pengaturan-

pengaturan sehingga mampu menciptakan harmoni dan

optimalisasi pengelolaan zakat di Indonesia.402

Sedangkan menurut Djoko Sunggoro, UUPZ dan

Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang zakat dinilai belum

mampu mengoptimalkan pengelolaan zakat. Oleh karena itu,

diperlukan Peraturan Pemerintah (PP) yang secara khusus

402

Muhammad Fuad Nasar, Wakil Sekretaris Umum BAZNAS, Wawancara, pada 26 April 2011.

Page 350: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccl

mengatur tata kelola zakat. Peraturan Pemerintah berfungsi

sebagai pedoman pelaksanaan secara teknis dari UUPZ.403

Untuk menjadikan zakat sebagai sarana mewujudkan

keadilan sosial, tentu pengelolaan zakat harus efektif, oleh karena

itu, peran pemerintah sebagai regulator sangat berpengaruh.

Pemerintah dapat secara elegan mengambil peran sebagai

regulator yang secara kuat-legitimate mengawal dunia zakat

melalui regulasi-regulasi yang mampu menunjang pengembangan

zakat di Indonesia.

Pemerintah sebagai regulator, juga berhak melakukan

peninjauan ulang (pencabutan izin) apabila ada lembaga zakat

yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap pengelolaan

dana zakat yang dikumpulkan masyarakat.

Tidak efektifnya peran pemerintah sebagai regulator

ditandai dengan munculnya lembaga pengelola zakat yang

pendiriannya tidak melalui prosedur. Padahal regulasi tentang

pendirian LAZ yang diatur dalam Pasal 22 huruf (b) Keputusan

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003

tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat.

403

Djoko Sunggoro, Kepala Pusat Informasi Dompet Dhuafa, Wawancara, pada 28 April 2011.

Page 351: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccli

Persyaratan-persyaratan untuk pengukuhan LAZ oleh

pemerintah meliputi: berbadan hukum; memiliki data muzakki dan

mustahik; telah beroperasi minimal selama 2 tahun; memiliki

laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik selama 2

tahun terakhir memiliki wilayah operasi secara nasional minimal 10

provinsi; mendapat rekomendasi dari Forum Zakat (FOZ); telah

mampu mengumpulkan dana Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar

rupiah) dalam satu tahun; melampirkan surat pernyataan bersedia

disurvei oleh Tim yang dibentuk oleh Departemen Agama dan

diaudit oleh akuntan publik; dalam melaksanakan kegiatan

bersedia berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat Nasional

(BAZNAS) dan Departemen Agama.

b. Pemerintah sebagai pengelola (operator) zakat

Dalil-dalil Alqur’an dan al-Sunnah menunjukkan bahwa

pihak yang mengelola zakat adalah pemerintah, yakni seorang

Imam (khalifah) atau orang-orang yang mewakilinya.404 Dalil-dalil

Alqur’an yang dimaksud adalah Firman Allah swt. dalam Q.S. at-

Taubah (9) ayat 60 dan Q.S. at-Taubah (9) ayat 103.

Firman Allah dalam Q.S. at-Taubah (9) ayat 60 sebagai

berikut:

404

Sabahuddin Azmi, Islamic Economics, (New Delhi: Goodwork Books, 2002), h. 68.

Page 352: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclii

Terjemahnya:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Firman Allah swt. dalam Q.S. at-Taubah (9) ayat 103

sebagai berikut:

Terjemahnya:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

Page 353: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccliii

Dalam hubungannya dengan dua ayat tersebut, Imam al-

Kasani menyatakan bahwa seorang imam (khalifah) mempunyai

hak untuk untuk menuntut dan memungut zakat. Kalau tidak

demikian, maka apa artinya disebutkan “‘amilin” dalam Q.S at-

Taubah (9) ayat 60.405

Firman Allah swt. dalam Q.S. at-Taubah (9) ayat 103,

menjelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari wajib zakat

(muzakki) untuk diberikan kepada orang yang berhak menerima

zakat (mustahik). Petugas zakat (amil) bertugas mengambil dan

zakat. Kewenangan untuk melakukan pengambilan zakat dengan

kekuatan hanya dapat dilakukan oleh pemerintah.

Imam (khalifah) adalah orang yang melaksanakan

pemungutan dan pembagian zakat, baik dengan langsung

maupun melalui wakilnya. Barangsiapa yang membangkang,

maka zakat diambil dengan paksa.406

Menurut Nasaruddin Umar, amil itu adalah orang-orang

yang ditugaskan (diutus oleh imam/pemerintah) untuk mengambil,

menuliskan, menghitung, dan mencatat zakat yang diambil dari

para muzaki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak

405

Sjechul Hadi Permono, Pemerintah Republik Indonesia Sebagai Pengelola Zakat, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 1995), h. 8.

406

Ibid., h. 7

Page 354: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccliv

menerimanya dan tidak ada satu pun dalil dalam Alqur’an maupun

Hadis Nabi yang membolehkan masyarakat mengelola zakat.

Apabila masyarakat berebut mengelola zakat, bisa jadi terjadi

kekacauan. Padahal zakat itu milik fakir miskin.407

Pada hakikatnya zakat membawa kekuatan imperatif

(kewajiban), oleh karena itu pemungutannya dapat dipaksakan

berdasarkan Q.S. at-Taubah (9) ayat 60 dan 103. Negara yang

mempunyai otoritas untuk melakukan pemaksaaan seperti halnya

pajak, karena negara mempunyai kekuatan dengan perangkat

pemerintahannya dan didukung regulasi yang mengikat sehingga

dana zakat akan mudah terkumpulkan, kemudian dapat menjadi

bagian pendapatan negara seperti halnya pajak.

Terkait tanggapan responden mengenai peran pemerintah

sebagai operator zakat, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

407

Nasaruddin Umar, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Wawancara, pada 25 April 2011.

Page 355: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclv

Tabel 4 Peran Pemerintah Sebagai Pengelola Zakat

No. Kategori

R e s p o n d e n

Jumlah Jakarta Makassar

F % F % F %

1. Berperan 109 62,28 97 77,60 206 68,66

2. Kurang Berperan 66 37,71 26 20,80 92 30,66

3. Tidak Berperan - - 2 1,60 2 0,66

Jumlah 175 100 125 100

300

100

Skor Penilaian : Berperan= 11-15 Kurang Berperan =6-10 Tidak Berperan = 1-5

Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2011.

Data pada Tabel 4 menggambarkan bahwa responden di

Jakarta memberikan penilaian bahwa pemerintah telah berperan

sebagai pengelola zakat, hal itu diungkapkan sebanyak 109

responden atau sebesar 62,28 persen, untuk kategori pemerintah

kurang berperan sebagai pengelola zakat sebanyak 66 responden

atau sebesar 37,71 persen dan tidak ada responden yang

memberikan penilaian pemerintah tidak berperan sebagai

pengelola zakat.

Page 356: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclvi

Apabila dibandingkan dengan responden yang berdomisili

di Makassar, sebanyak 97 responden atau sebesar 77,60 persen

yang memberikan penilaian bahwa pemerintah telah berperan

sebagai pengelola zakat. Untuk kategori pemerintah kurang

berperan sebagai pengelola zakat sebanyak 26 responden atau

sebesar 20,80 persen. Sedangkan kategori penilaian pemerintah

tidak berperan sebagai pengatur zakat sebanyak 2 responden atau

sebesar 1,60 persen.

Secara keseluruhan dari dua kota penelitian, sebanyak

206 responden atau sebesar 68,66 yang memberikan penilaian

bahwa pemerintah telah berperan sebagai pengatur zakat.

Selanjutnya, sebanyak 92 responden atau sebesar 30,66

memberikan penilaian bahwa pemerintah kurang berperan sebagai

pengatur zakat dan sebanyak 2 responden atau sebesar 0,66

persen memberikan penilaian bahwa pemerintah tidak berperan

sebagai pengatur zakat.

Berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan bahwa

peran pemerintah sebagai pengelola masih perlu ditingkatkan.

Apabila dikonfirmasi kepada responden mengenai kurang

berperannya pemerintah sebagai pengelola zakat karena UUPZ

memberikan juga kewenangan kepada masyarakat (LAZ) untuk

mengelola zakat, sehingga pemerintah bukan pengelola tunggal

Page 357: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclvii

zakat dan penerapan sistem Islam di masyarakat yang tidak

menyeluruh (kaffah).

Terkait pemerintah sebagai operator zakat, sepenuhnya

tidak disetujui oleh lembaga pengelola zakat seperti lembaga

pengelola zakat yang tergabung dalam Forum Zakat (FOZ),

menurut Djoko Sunggoro bahwa pemerintah semestinya bertindak

sebagai pengatur dan pengawas saja dan tidak menjadi operator

zakat, karena status pemerintah hendaknya sebagai wasit saja

bukan menjadi pemain.408

Sedangkan, menurut Nasaruddin Umar, pemerintah

berniat mendorong penyatuan pengelolaan zakat agar segi

penghimpunan dan penyalurannya berjalan terpadu. Pengelolaan

secara terpadu akan meningkatkan zakat secara komprehensif.

Banyaknya lembaga zakat yang ada di Indonesia saat ini ternyata

masih belum berjalan secara optimal. Bahkan banyaknya

Lembaga Amil Zakat (LAZ) mulai dari tingkat nasional hingga

kecamatan justru menimbulkan permasalahan tersendiri.409

Ada beberapa keuntungan yang diperoleh apabila

pengelolaan zakat diserahkan kepada negara, yaitu: (1) para wajib

408Djoko Sunggoro, Kepala Pusat Informasi Dompet Dhuafa, Wawancara, pada 28

April 2011. 409

Nasaruddin Umar, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Wawancara, pada 25 April 2011.

Page 358: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclviii

zakat lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya dan fakir

miskin lebih terjamin haknya; (2) Perasaan fakir miskin lebih dapat

dijaga, tidak seperti orang yang meminta-minta; (3) Pembagian

zakat menjadi lebih tertib; (4) Zakat yang diperuntukkan bagi

kepentingan umum dapat disalurkan dengan baik karena

pemerintah lebih mengetahui sasaran pemanfaatannya.410

Pengelolaan zakat oleh negara, dapat membangun

jaringan kerja (net working) lebih terarah, semakin mudah

berkoordinasi, komunikasi dan informasi dengan unit pengumpul

zakat (LAZ), sehingga pengentasan kemiskinan semakin terarah,

tepat guna dan tidak overlapping dalam penyaluran dana zakat,

kepastian dan mendisipilinkan muzakki membayar zakat ke

lembaga pengelola zakat semakin terjamin, sekaligus terbangun

konsistensi lembaga pengelola zakat agar terjaga terus menerus

karena sudah ada sistem yang mengatur.

Pentingnya pengelolaan zakat diambil alih oleh negara

dapat dilihat dari aspek efektivitas penghimpunan dan

pendayagunaan. Zakat dipandang sebagai instrumen sosio-

ekonomi dari orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin,

jadi membutuhkan kekuasaan dan kewenangan yang besar untuk

410

Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1988), h. 52.

Page 359: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclix

dapat mengumpulkan dan menyalurkannya secara merata kepada

yang berhak. Aktor yang memiliki kekuasaan yang cukup kuat dan

dibekali alat penegak hukum tentu hanyalah pemerintah dan

pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin kesejahteraan dan

pemenuhan hak dasar masyarakatnya. Zakat adalah salah satu

instrumen kapital yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk

mewujudkan hal tersebut.

Apabila dilihat frase dalam Pembukaan UUD NRI Tahun

1945 bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk

memajukan kesejahteraan umum yang berdasar pada keadilan

sosial. Oleh karena itu, pemerintahlah yang bertanggung jawab

terhadap pemajuan kesejahteraan umum masyarakat, hal itu

berimplikasi bahwa zakat harus dikelola oleh negara dalam

mewujudkan kesejahteraan umum yang berdasar keadilan sosial.

Apabila dikaitkan dengan Firman Allah swt. dalam Q.S. al-

Taubah (9) ayat 103, bahwa lafadzh yang berarti

ambillah, menandakan adanya kekuasaan yang dimiliki untuk

mengambil zakat. Pengambilan zakat dapat dilakukan secara

paksa, seperti pemerintah membuat peraturan perundang-

undangan yang tegas agar muzakki mengeluarkan zakatnya

Page 360: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclx

secara sukarela atau terpaksa, karena salah sifat dasar dari

hukum adalah imperatif atau memaksa.

Terkait dengan peran negara dalam pengelolaan zakat,

Muhammad Hashim Kamali menyatakan bahwa:

Islam proposes a welfare state as is evident from the overall emphasis in the Qur’an and Sunna on helping the helpless, the needy and the poor. As a pillar or the faith, zakat is prescribed in the Qur`an with the specific purposes of ensuring necessary social assistance. Satisfaction of the basic requirements of those who are in need. Muslims, or other, is one of the main purposes for which state revenues, whether from zakat or other taxes and charities, are to be expanded. The Prophet himself as head of state clearly indicated that the state is committed to this purpose411.

Jadi, menurut Muhammad Hashim Kamali bahwa Islam

mengusulkan sebuah negara kesejahteraan seperti yang terlihat

dari penekanan secara keseluruhan di dalam Alqur’an dan

Sunnah untuk membantu yang tak berdaya, yang membutuhkan

dan miskin. Sebagai pilar atau iman, zakat ditentukan dalam

Alqur’an dengan tujuan spesifik untuk memastikan bantuan sosial

yang diperlukan. Kepuasan dari persyaratan mendasar dari bagi

yang membutuhkan. Muslim atau lainnya yang merupakan salah

satu tujuan utama untuk pendapatan negara, baik dari pajak, zakat

411

Heru Susetyo, “Peran Negara dalam Pengelolaan Zakat: Perspektif Negara Kesejahteraan dan Praktek Negara-Negara Tetangga”, http://imz.or.id/new/publication/45/ diakses 26 Maret 2011.

Page 361: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxi

atau amal-amal lainnya, harus diperluas. Nabi sendiri sebagai

kepala negara jelas menunjukkan bahwa negara berkomitmen

untuk tujuan ini.

Zakat berhubungan dengan prinsip keadilan dan keadilan

bersifat primer. Itulah sebabnya zakat merupakan rukun Islam

yang bisa menggunakan kekuasaan negara untuk mengambilnya,

tidak seperti shalat, puasa dan haji yang tidak dapat dipaksa oleh

negara (polisi, atau aparat pemerintah).

c. Pemerintah sebagai pengawas (supervisor) zakat

Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus

dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya

harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara

asal-asalan.412 Oleh karena itu, pengawasan merupakan hal

penting dalam sebuah organisasi. Dalam Islam pengawasan

merupakan proses amar ma’ruf nahi mungkar yang bertujuan

untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi dalam rangka

mengembalikan atau meluruskan berbagai penyimpangan yang

terjadi atau memberikan masukan secara integral mengapa

perjalanan sebuah organisasi tersendat-sendat.

412

Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah… op.cit. h. 1.

Page 362: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxii

Pengawasan dalam Islam memiliki sifat ganda,

pengawasan bersifat material dan spiritual. Pengawasan tidak

hanya dilakukan oleh pimpinan tetapi juga Allah swt. melakukan

pengawasan. Adanya karakteristik tersebut dapat dipahami bahwa

pelaksana berbagai perencanaan yang telah disepakati akan

bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah swt. sebagai

pengawas yang Maha Mengetahui. Pengawasan dalam Islam

lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi,

pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.

Dalam konteks zakat, pemerintah atau ulill amri sebagai

khalifah, menempati peran penting dalam memultifungsikan dan

mengoptimalisasikan institusi zakat guna mensejahterakan

masyarakat, seperti menerapkan sistem pengawasan yang mantap

dalam pengelolaan zakat.

Untuk mengetahui pendapat responden mengenai peran

pemerintah dalam pengawasan zakat, dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Page 363: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxiii

Tabel 5 Peran Pemerintah Sebagai Pengawas Zakat

No. Kategori

R e s p o n d e n

Jumlah

Jakarta Makassar

F % F % F %

1. Berperan 21 12,00 16 12,80 37 12,33

2. Kurang Berperan 69 39,42 72 57,60 141 47,00

3. Tidak Berperan 85 48,57 37 29,60 122 40,66

Jumlah 175 100 125 100

300

100

Skor Penilaian : Berperan= 11-15 Kurang Berperan =6-10 Tidak Berperan = 1-5

Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2011.

Data di atas menunjukkan berbagai penilaian responden

mengenai peran pemerintah sebagai pengawas zakat. Responden

di Jakarta, ada 21 responden atau sebesar 12,00 persen yang

menyatakan pemerintah telah berperan sebagai pengawas zakat,

selanjutnya sebanyak 69 responden atau sebesar 39,42 persen

yang memberikan penilaian bahwa pemerintah kurang berperan

sebagai pengawas zakat dan sebanyak 85 responden atau

Page 364: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxiv

sebesar 48,57 persen yang menyatakan bahwa pemerintah tidak

berperan sebagai pengawas zakat.

Sementara itu, responden di Makassar memberikan

penilaian, sebanyak 16 responden atau sebesar 12,80 persen yang

menyatakan pemerintah telah berperan sebagai pengawas zakat,

sebanyak 72 responden atau sebesar 57,60 persen yang

memberikan penilaian bahwa pemerintah kurang berperan sebagai

pengawas zakat dan sebanyak 37 responden atau sebesar 29,60

persen yang menyatakan bahwa pemerintah tidak berperan

sebagai pengawas zakat

Secara keseluruhan dari dua kota penelitian, sebanyak 37

responden atau sebesar 12,33 yang memberikan penilaian bahwa

pemerintah telah berperan sebagai pengatur zakat. Selanjutnya,

sebanyak 141 responden atau sebesar 47,00 memberikan

penilaian bahwa pemerintah kurang berperan sebagai pengatur

zakat dan sebanyak 122 responden atau sebesar 40,66 persen

memberikan penilaian bahwa pemerintah tidak berperan sebagai

pengatur zakat.

Apabila disimpulkan dari pernyataan secara umum

responden diketahui bahwa peran pemerintah sebagai pengawas

zakat belum berperan dengan baik. Adapun alasan responden

menyatakan demikian karena selama ini fungsi pengawasan tidak

Page 365: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxv

berjalan sama sekali. Adanya pengelola zakat liar yang berpotensi

melakukan penyelewengan atau penyimpangan dana zakat, tidak

ada yang mengawasi. LAZ-LAZ yang telah dikukuhkan, akan tetapi

kinerjanya tidak memenuhi kelayakan standar persyaratan masih

bebas dan leluasa tanpa pengawasan. Perilaku pengelola zakat

yang menyalahi ketentuan dan etika, juga dibiarkan tanpa

pengawasan sama sekali, sehingga kondisi pengawasan zakat

saat ini belum efektif.

Menurut Masykur Yusuf, pengawasan zakat selama ini

dilakukan oleh para ulama. Lebih banyak kontrol personal, zakat

tidak diwajibkan oleh negara, warga muslim yang bayar zakat lebih

banyak karena kesadaran individual. Pengontrolnya, misalnya jika

muslim itu ikut jamaah pengajian akan dilakukan oleh imam, kiai

atau guru spiritualnya.413

Berkenaan dengan pengawasan zakat, sesuai dengan

Pasal 34 Ayat (1) UUPZ bahwa menteri melaksanakan pembinaan

dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS

kabupaten/kota, dan LAZ. Sedangkan Gubernur dan

bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan

413

H. Masykur Yusuf, Manager Eksekutif LAZ DAPU al-Markaz al-Islami Makassar, Wawancara, pada 9 Mei 2011.

Page 366: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxvi

terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ

sesuai dengan kewenangannya (Ayat 2)

Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap

BAZNAS dan LAZ (Pasal 35 Ayat [1]). Pengawasan yang dilakukan

masyarakat dilakukan dalam bentuk akses terhadap informasi

tentang pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ;

dan penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam

pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ (Ayat 3).

d. Pemerintah sebagai eksekutor

Pemerintah selain berperan sebagai pengelola zakat, juga

berhak menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang tidak

melaksanakan zakat yang hartanya sudah memenuhi syarat-syarat

wajib zakat.

Tindakan dan sanksi yang dijatuhkan pemerintah kepada

orang yang menolak membayar zakat bergantung pada kondisinya

masing-masing yang dirinci sebagimana dikemukakan oleh Abdul

Qadim Zallum,414 sebagai berikut :

Pertama, jika orang tidak membayar zakat karena tidak

tahu akan kewajibannya (li-jahlihi li wujubiha), maka tidak dikafirkan

414

Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Dawlah al-Khilafah, (Beirut: Darul ‘Ilmi li al-Malayin, 1983), h. 189.

Page 367: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxvii

dan tidak dijatuhi sanksi ta’zir. Pemerintah hanya menyampaikan

kewajibannya dan mengambil zakat darinya.

Kedua, jika orang tidak membayar zakat dengan

mengingkari kewajibannya dalam agama, maka dianggap murtad

dan diperlakukan sebagai orang murtad. Pertama-tama orang

tersebut akan diminta taubat (kembali masuk Islam). Jika tidak mau

bertaubat, maka pemerintah menjatuhkan hukuman mati

kepadanya, dan hartanya menjadi hak Baitul Mal.

Ketiga, jika orang tersebut tidak membayar zakat tapi

masih mengimani akan kewajibannya dalam agama, maka zakat

akan diambil secara paksa oleh pemerintah. Jika berkelompok dan

tidak mau membayar zakat, maka akan diperangi pemerintah dan

diperlakukan sebagai bughat (pemberontak), sebagaimana

dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar ketika memerangi sekelompok

orang yang menolak membayar zakat.

Dalam UUPZ, mengatur sanksi adminitrasi berupa

peringatan tertulis; penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau

pencabutan izin (Pasal 36) kepada BAZNAS atau LAZ yang tidak

memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki;

Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana

social keagamaan lainnya dilakukan tidak sesuai dengan syariat

Islam dan tidak dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang

Page 368: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxviii

diikrarkan oleh pemberi; Pengelolaan infak, sedekah, dan dana

sosial keagamaan lainnya tidak dicatat dalam pembukuan

tersendiri; LAZ tidak menyampaikan laporan pelaksanaan

pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan

lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.

Adapun sanksi pidana diatur dalam:

Pasal 39 Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dikenai sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 40 Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 41 Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Dibandingkan dengan Undang-Undang No. 38 Tahun

1999 tentang Pengelolaan Zakat, pengaturan sanksi hanya

menyangkut sanksi pidana kepada setiap pengelola zakat yang

karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak

benar harta zakat (Pasal 21). Apabila dicermati UUPZ tersebut,

Page 369: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxix

sanksi hanya dijatuhkan kepada pengelola zakat bukan kepada

muzakki yang tidak membayar zakat.

Dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat juga tidak mengatur sanksi administrasi

misalnya denda kepada muzakki atau pencabutan izin kepada

pengelola zakat yang lalai dalam mengelola zakat. Sementara

Di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam berlaku hukum

pidana yang terkait pengelolaan zakat yaitu Qanun No. 7 Tahun

2004 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam qanun tersebut terdapat

ketentuan mengenai hukuman bagi para pelanggar Qanun Zakat

baik itu Muzakki, Amil maupun Baitul Mal. Bagi Muzakki yang tidak

membayar zakat menurut jumlah yang sebenarnya diancam

dengan hukuman ta’zir berupa denda maksimal 2 (dua) kali nilai

zakat yang wajib dibayarkannya dan minimal 1 (satu) kali nilai

zakat yang wajib dibayarkannya. Kepada Amil dan Baitul Mal yang

melanggar ketentuan Qanun ini diancam dengan hukuman Ta’zir

berupa uqubat cambuk maksimal 4 (empat) kali, minimal 1 (satu)

kali atau denda maksimal Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu

rupiah), minimal Rp. 500.000.- (lima ratus ribu rupiah) atau

kurungan maksimal 6 (enam) bulan dan minimal 2 (dua) bulan.

Page 370: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxx

Hakikat sanksi dalam UUPZ sebagai unsur pemaksaan

dalam mengoptimalkan penerimaan dan pengelolaan zakat.

Pemerintah sebagai eksekutor harus memaksimalkan fungsinya

untuk memberikan sanksi kepada orang atau lembaga zakat yang

melakukan pelanggaran.

Dalam perspektif fiqih al-siyasah (fikih politik), tindakan

pemerintah tersebut dapat dibenarkan dalam menjatuhkan sanksi.

Penyebabnya adalah tugas pemerintah sebagai pemutus perkara

yang menjadi khalifah (yarfa' al khilaf). Di samping itu, pemerintah

adalah satu-satunya institusi yang sah dan memiliki kekuatan

memaksa.

Untuk mengetahui peran pemerintah sebagai eksekutor

dalam pengelolaan zakat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 6 Peran Pemerintah Sebagai Eksekutor

No. Kategori

R e s p o n d e n

Jumlah

Jakarta Makassar

F % F % F %

1. Berperan - - 3 2,40 3 1,00

2. Kurang Berperan 34 19,42 41 32,80 75 25,00

3. Tidak Berperan 141 80,57 81 64,80 222 74,00

Jumlah 175 100 125 100

300

100

Page 371: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxi

Skor Penilaian : Berperan= 11-15 Kurang Berperan =6-10 Tidak Berperan = 1-5

Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2011.

Berdasarkan data pada tabel di atas menggambarkan

bahwa responden di Kota Jakarta memberikan penilaian pada dua

kategori pilihan. Sebanyak 34 responden atau sebesar 19,42

persen yang menyatakan bahwa pemerintah kurang berperan

sebagai eksekutor, selanjutnya sebanyak 141 responden atau

sebesar 80,57 persen yang menyatakan bahwa pemerintah tidak

berperan sebagai eksekutor dan tidak ada responden yang

memberikan penilaian mengenai pemerintah telah berperan

sebagai eksekutor.

Sedangkan untuk responden di Kota Makassar, sebanyak

3 responden atau sebesar 2,40 persen yang menyatakan bahwa

pemerintah telah berperan sebagai eksekutor, selanjutnya

sebanyak 41 responden atau sebesar 32,80 persen yang

menyatakan bahwa pemerintah kurang berperan sebagai

eksekutor dan sebanyak 81 responden atau sebesar 64,80 yang

memberikan penilaian mengenai pemerintah tidak berperan

sebagai eksekutor.

Secara keseluruhan dari dua kota penelitian, sebanyak 3

responden atau sebesar 1,00 yang memberikan penilaian bahwa

Page 372: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxii

pemerintah telah berperan sebagai eksekutor zakat. Selanjutnya,

sebanyak 75 responden atau sebesar 25,00 memberikan penilaian

bahwa pemerintah kurang berperan sebagai pengatur zakat dan

sebanyak 222 responden atau sebesar 74,00 persen memberikan

penilaian bahwa pemerintah tidak berperan sebagai pengatur

zakat.

Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa pemerintah

belum berperan dengan baik sebagai eksekutor. Sesuai hasil

wawancara dengan responden mengenai belum berperannya

pemerintah sebagai esksekutor karena pemerintah selama ini tidak

memberikan sanksi kepada pengelola zakat yang melalaikan

kewajibannya dalam mengelola zakat. Oleh karena itu, salah satu

faktor tidak optimalnya pemerintah sebagai eksekutor untuk

menjatuhkan sanksi karena UUPZ tidak secara tegas mengatur

mengenai sanksi seperti sanksi administrasi dan pidana kepada

pengelola zakat dan juga tidak adanya sanksi kepada wajib zakat.

Menurut Muhammad Fuad Nasar, fungsi eksekutor pada

hakikatnya diperankan oleh BAZNAS dan sampai sekarang ini

belum ada lembaga pengelola zakat yang mendapat sanksi baik

teguran maupun secara tertulis baik karena kelalaian, pelanggaran

maupun ketidaktifan dan juga tidak ada sanksi pidana. Di samping

Page 373: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxiii

itu sejak 2009 Pemerintah tidak lagi melakukan pengukuhan

terhadap amil zakat yang baru.415

Pernyataan yang sama juga dikemukakan responden,

Djoko Sunggoro bahwa sampai sekarang ini belum ada pengelola

zakat yang terkena sanksi baik pidana maupun administrasi baik

karena kelalainnya dalam mengelola zakat maupun karena

penyalahgunaan dana zakat.416

Salah satu faktor yang mendukung tidak efektifnya sanksi

hukum karena persoalan substansi hukum. Apabila mengacu pada

Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,

bahwa salah satu kelemahan mendasar dari Undang-Undang No.

38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat karena tidak adanya

sanksi hukum bagi para wajib zakat. Padahal, sanksi adalah salah

satu unsur norma hukum yang membedakannya dengan norma

lain.

Sanksi dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat diatur dalam Pasal 21 yang menyebutkan

setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat

dan mencatat dengan tidak benar harta zakat, infak, sedekah,

415Muhammad Fuad Nasar, Wakil Sekretaris Umum, Wawancara, pada 26 April

2011. 416

Djoko Sunggoro, Kepala Pusat Informasi Dompet Dhuafa, Wawancara, pada 28 April 2011.

Page 374: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxiv

hibah, wasiat, waris, dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 dalam undang-undang, diancam

dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau

denda sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta

rupiah).

Pasal 21(c), mengatur setiap petugas badan amil zakat

dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana

kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Apabila dilihat bunyi pasal tersebut, jelas

disebutkan bahwa sanksi tersebut hanya dikenakan kepada

pengelola zakat (amil), sama sekali tidak menyebut sanksi bagi

para pelanggar kewajiban membayar zakat (muzakki).

3. Koordinasi antar institusi

Lembaga zakat yang ada saat ini di dunia Islam ada dua

bentuk, yaitu lembaga zakat yang berada di bawah pemerintah serta

lembaga pengelola zakat yang berada di bawah pengelolaan

masyarakat.

Saudi Arabia sebagai negara yang berdasar Islam memiliki

aturan Undang-undang pengelolaan zakat yang sudah berlaku sejak

tahun 1951. Seluruh zakat di Saudi Arabia ditampung di Departemen

Keuangan. Departemen Keuangan bekerjasama dengan Departemen

Page 375: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxv

Sosial yang bertugas menyalurkan zakat kepada mustahik. Setiap

muzakki wajib menyetorkan zakatnya kepada negara, tetapi juga diberi

kebebasan untuk menyalurkan zakatnya sendiri sebesar 50% dari

harta wajib zakatnya.

Dalam masalah mustahik, negara Saudi Arabia melalui

Departemen Sosial memiliki standar baku dalam menentukan

mustahik zakat dengan melihat kebutuhan dari para mustahik. Adanya

standar baku mustahik dapat menjadi pedoman penyaluran zakat

sebagai antisipasi agar zakat sampai kepada pihak yang berhak

menerimanya.

Di Malaysia sendiri, penghimpunan dana zakat ada dua bentuk

yaitu lembaga murni swasta dalam hal ini Pusat Pungutan Zakat (PPZ)

dan Baitul Mal (BM). PPZ merupakan perusahaan swasta yang

beroperasi pada tanggal 1 Januari 1991. PPZ lahir sebagai respon

terhadap lemahnya perkembangan zakat akibat dari sistem dan SDM

yang kurang. Adanya sistem baru, PPZ mengelola zakat

menggunakan sistem korporat yang berbasis teknologi komputer serta

marketing yang baik. PPZ merupakan perusahaan yang bergerak

dalam hal pengelolaan zakat menjadi rujukan negara-negara bagian di

Malaysia. Selain di Kuala Lumpur, PPZ juga ada di beberapa negara

bagian lainnya seperti Melaka, Pahang, Selangor, Pulau Pinang, dan

Negeri Sembilan.

Page 376: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxvi

Selain itu terdapat pula lembaga yang menghimpun zakat yaitu

Baitul Mal (BM). Dalam hal ini pemerintah Kerajaan Malaysia

memberikan hak kepada setiap negara bagian untuk mengelola

zakatnya sendiri, tidak dibentuk lembaga nasional. Walaupun

demikian, pemerintah tetap mengawasi.

Berdasarkan UUPZ, telah diatur lembaga pengelola zakat

yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan

Lembaga Amil Zakat) yang dibentuk oleh masyarakat (Pasal 6 dan

Pasal 7).

Lembaga pengelola zakat merupakan institusi yang memiliki

tugas untuk mengelola zakat mulai dari pengumpulan sampai

pendayagunaan dan penyalurannya. Berdasarkan statusnya, lembaga

pengelola zakat merupakan lembaga yang berbasis syariah karena

mengelola dana zakat sebagai bagian dari syariah agama Islam yang

secara jelas ketentuan muzakki dan mustahiknya.417

Adanya dua kelembagaan yang mengelola zakat, tentu

kedua lembaga tersebut harus saling berkoordinasi agar tidak terjadi

tumpang tindih dalam pendistribusian zakat.

417

Zakat sebagai bentuk derma yang hukumnya wajib bukan sebagai filantropi biasa karena zakat sangat jelas aturannya. Dalam ajaran lain tidak terdapat bentuk derma yang wajib dengan aturan jelas sebagaimana dalam Islam. Sebagai contoh derma dalam ajaran Yahudi secara essensial kewajiban agama. Praktik filantropi Yahudi sering tumpang tindih dan menimbulkan problem identitas Yahudi yang mendorong kebersamaan dan solidaritas yang tidak diberikan oleh budaya keagamaan Yahudi semata. Lihat: Derek J. Penslar, “Asal-Usul Filantropi Yahudi Modern”, dalam Warren E. Ilchman dkk (Ed), Filantropi di Berbagai Tradisi Dunia, (Jakarta: CRSC UIN Syahid Jakarta, 2006), h. 237.

Page 377: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxvii

Untuk mengetahu pendapat responden mengenai koordinasi

antar instansi dalam pengelolaan zakat dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 7 Koordinasi Institusi Pengelolaan Zakat

No.

Kategori

R e s p o n d e n Jumlah

Jakarta Makassar

F % F % F %

1. Koordinasi 41 23,42 19 15,20 60 20,00

2. Kurang Koordinasi 101 57,71 60 48,00 161 53,66

3. Tidak ada Koordinasi 33 18,85 46 36,80 79 26,33 Jumlah 175 100 125 100 300 100

Skor Penilaian: Koordinasi= 11-15 Kurang Koordinasi =6-10 Tidak Ada Koordinasi = 1-5

Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2011.

Berdasarkan data pada Tabel 7, menggambarkan bahwa

responden di Jakarta memberikan penilaian bahwa telah ada

koordinasi antar institusi dalam pengelolaan zakat, hal itu

diungkapkan sebanyak 41 responden atau sebesar 23,42 persen,

untuk kategori kurang koordinasi antar institusi dalam pengelolaan

zakat sebanyak 101 responden atau sebesar 57,71 persen.

Sedangkan kategori penilaian tidak ada koordinasi antar institusi

dalam pengelolaan zakat sebanyak 33 responden atau sebesar

18,85 persen.

Page 378: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxviii

Apabila dibandingkan dengan responden yang berdomisili

di Makassar, sebanyak 19 responden atau sebesar 15,20 persen,

untuk kategori telah ada koordinasi antar institusi dalam

pengelolaan zakat, dan sebanyak 60 responden atau sebesar

48,00 persen menyatakan kurang koordinasi antar institusi dalam

pengelolaan zakat. Sedangkan kategori penilaian tidak ada

koordinasi antar institusi dalam pengelolaan zakat sebanyak 46

responden atau sebesar 36,80 persen.

Secara keseluruhan dari dua kota penelitian, sebanyak 60

responden atau sebesar 20,00 yang memberikan penilaian telah

ada koordinasi antar institusi dalam pengelolaan zakat, dan

sebanyak 161 responden atau sebesar 53,66 persen menyatakan

kurang koordinasi antar institusi dalam pengelolaan zakat.

Sedangkan kategori penilaian tidak ada koordinasi antar institusi

dalam pengelolaan zakat sebanyak 79 responden atau sebesar

26,33 persen.

Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa koordinasi

pengelolaan zakat belum berjalan dengan baik. Koordinasi

tersebut tidak hanya pada koordinasi sesama pengelola zakat

tetapi juga pengelola zakat dengan pemerintah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan A. Juraidi, selama

ini koordinasi antara lembaga pengelola zakat belum berjalan

Page 379: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxix

dengan baik, kalapun ada koordinasi hanya BAZNAS saja yang

selalu berkoordinasi dengan Direktorat Pemberdayaan Zakat .

Sedangkan lembaga pengelola zakat swasta tidak pernah

menyampaikan laporannya.418

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden,

disimpulkan pada umummya belum ada koordinasi yang baik

antara lembaga pengelola zakat dengan pemerintah maupun

sesama lembaga pengelola zakat, bahkan ada pengelola zakat

tidak pernah sama sekali berkoordinasi dengan pemerintah

terutama dari LAZ, tetapi sesama anggota yang tergabung dalam

satu wadah seperti Forum Zakat (FOZ) koordinasi tetap dilakukan.

Faktor yang menjadi penyebab tidak terbangunnya

koordinasi yang baik, adalah substansi hukum. Alasan responden

yang menyatakan demikian karena hubungan kerja yang diatur

dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang No. 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat hanya bersifat koordinatif, konsultatif,

dan informatif yang berlaku antar badan amil zakat. Tidak ada

pengaturan kewenangan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

untuk melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap BAZ

provinsi, BAZ Kabupaten/kota, BAZ kecamatan, dan LAZ sehingga

418

A. Juraidi, Kasubdit Pengawasan Lembaga Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat Kemenag RI, Wawancara, pada 26 April 2011.

Page 380: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxx

untuk sekadar mengetahui jumlah zakat yang terhimpun secara

nasional merupakan sesuatu yang sulit dan organisasi pengelola

zakat saat ini tidak memiliki struktur yang jelas ditinjau dari sisi

pengendalian.

Tidak adanya koordinasi yang baik antar lembaga

pengelola zakat maupun dengan pemerintah dapat memunculkan

permasalahan seperti tumpah tindih dalam pendistribusian zakat,

kemudian terciptanya kompetisi yang tidak sehat antar pengelola

zakat sehingga dapat memunculkan ketidakpercayaan masyarakat

baik pembayar zakat maupun penerima zakat.

Untuk menindaklanjuti UUPZ dalam mengkoordinasikan

yang terkait dengan regulator dan operator zakat, maka

Kementerian Agama diberikan wewenang untuk memberikan izin

operasi lembaga pengelola zakat swasta melalui Direktur Jenderal

Bimbingan Masyarakat Islam khususnya Direktorat Pemberdayaan

Zakat. Jadi Kementerian Agama memiliki fungsi koordinasi,

memfasilitasi, dan mengatur pengelolaan zakat.

Meskipun Kementerian Agama diberikan wewenang, tetapi

ada kelemahan dari kebijakan hukum dalam mensinergikan antara

Kementerian Agama dengan lembaga pengelola zakat yaitu tidak

efisiensinya hubungan keduanya pada tataran profesionalisme dan

sistem kerja organisasi. Direktorat Pemberdayaan Zakat masih

Page 381: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxxi

dihuni oleh orang-orang yang tidak memiliki keterampilan

manajemen yang baik dan tidak memiliki kapabilitas

mentranformasikan kebijakan hukum dalam bentuk rencana

konkrit dan program yang relevan dengan misinya. Selanjutnya,

sistem koordinasi pada pengumpulan dan pendistribusian zakat

diantara lembaga pengelola zakat tidak diorganisir secara baik,

khsusnya antara pemerintah dengan lembaga pengelola zakat

swasta.419

Apabila dicermati perkembangan dunia zakat nasional

menjadi lambat, karena tidak ada upaya koordinasi dan sinergi

antar lembaga pengelola zakat. Hasilnya, kinerja dunia zakat

nasional, khususnya dalam pengentasan masyarakat dari

kemiskinan, terasa jauh dari optimal.

Selanjutnya menurut A. Juraidi, bahwa ada LAZ yang

kadang sulit diatur dan tidak mau dikoordinasikan dan

disinergikan. Maunya mengelola zakat sendiri-sendiri. Sebagian

LAZ ini begitu bersemangat untuk mengkampanyekan zakat.

Terkadang memberi kesan persaingan yang begitu keras diantara

berbagai lembaga pengelola zakat. Ada juga lembaga pengelola

zakat tidak mau melaporkan kegiatannya kepada otoritas

pembinaan zakat di Indonesia, yaitu pemerintah. Padahal jelas-

419

Asep Saepudin Jahar, The Clash of … op.cit., h.. 373.

Page 382: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxxii

jelas ditegaskan bahwa LAZ itu bertanggung jawab kepada

pemerintah sesuai tingkatannya. Untuk mendukung perwujudan

pangkalan data (data base) zakat Indonesia saja, pengelola zakat

swasta terkesan tidak mau terlibat dan menghindar. Tentu saja

LAZ dengan model seperti ini perlu ditangani untuk perbaikan

kondisi zakat di Indonesia.420

Salah satu faktor yang menghambat adanya koordinasi

adalah faktor substansi hukum itu sendiri. Menurut Didin

Hafhiduddin selain masalah sanksi juga masalah kelembagaan

zakat. Sebab, selama ini hubungan antara satu dengan yang lain

tidak diatur dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat. Selama ini, hubunganya hanya bersifat

koordinasi, tidak sampai hubungan struktural sehingga mempunyai

kekuatan untuk membina ke daerah. Sekarang ini sekadar

mencakup informatif, koordinatif dan konsultatif.421

Lembaga pengelola zakat merupakan lembaga

keagamaan karena bergerak dalam hal pengumpulan dan

pendayagunaan zakat sebagai bagian dari perintah agama. Di sisi

lain, lembaga zakat juga merupakan lembaga sosial, karena zakat

420

A. Juraidi, Kasubdit Pengawasan Lembaga Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat Kemenag RI, Wawancara, pada 26 April 2011.

421

“UU Zakat Masih Mandul”, http://majalah.hidayatullah.com/?p=2313 diakses pada 5 Mei 2011.

Page 383: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxxiii

sebagai perwujudan keimanan diberikan kepada setiap orang yang

berhak menerimanya (mustahik). Sebagai lembaga ekonomi,

lembaga zakat dapat menjadi mediator bagi peningkatan ekonomi

masyarakat (dhuafa). Dalam operasionalnya, lembaga pengeloa

zakat harus sesuai dengan petunjuk syariah yang tertuang dalam

Alqur’an dan sunnah.

Lembaga pengelola zakat merupakan salah satu sarana

untuk mewujudkan maqashid al-shari’ah. Hal ini berdasar pada

tujuan disyaria’atkannya kewajiban (taklif) terhadap hamba

sebagaimana dikatakan al-Syathibi bahwa shari’ah ditetapkan

untuk kemaslahatan hamba pada saat kini dan yang akan datang.

Zakat sebagai sarana membantu kehidupan individu serta

kemaslahatan masyarakat.422

Kemaslahatan yang ingin dicapai pada saat kini dapat

diimplementasikan dengan program-program yang menyangkut

kebutuhan (hajat) untuk memenuhi kebutuhan hidup mendesak

dalam waktu relatif cepat (zakat konsumtif). Sedangkan

kemaslahatan yang akan datang dapat diimplementasikan melalui

program-program yang manfaatnya dapat dirasakan secara terus

menerus dan berkelanjutan (zakat produktif)

422

As-Syatibi, Al Muwafaqat fi Ushul Asy Syariah, Vol. 2, (Beirut: Dar Ibnu Affan, 1997), h. 9.

Page 384: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxxiv

Dalam konteks pengaturan sebagai operator zakat,

berdasarkan Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang baru,

fungsi operator telah dimandatkan kepada BAZNAS merupakan

lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat

secara nasional dengan fungsi melakukan perencanaan

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

melakukan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat; melakukan pengendalian pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan melakukan

pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan

zakat.

4. Mekanisme Pengelolaan Zakat

a. Pengumpulan zakat

Pengelolaan zakat sebagaimana diatur dalam UUPZ

adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian

dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat

(Pasal 1 UUPZ). Pengelolaan dan pendayagunaan zakat sebagai

bentuk dari manajemen zakat menjadi pembicaraan yang tidak

terlepas dari perdebatan.

Dalam pengumpulan zakat, berdasarkan hasil wawancara

dengan responden disimpulkan mengenai mekanisme

Page 385: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxxv

pengumpulan, perolehan atau pemungutan zakat yang dilakukan

oleh pengelola zakat menggunakan beberapa cara, antara lain; a)

Pengumpulan atau pemungutan zakat dilakukan oleh petugas atau

Amil atau tim khusus yang ditunjuk dengan cara mengambil atau

mendatangi secara langsung pada muzakki; b) Kegiatan

pengumpulan zakat juga dapat dilakukan dengan cara muzakki

dapat membayar zakat dengan mendatangi secara langsung ke

pengelola zakat setempat/terdekat; c) Zakat juga dapat dibayarkan

melalaui transfer langsung ke nomor rekening lembaga pengelola

zakat (terutama untuk muzakki yang jauh); d) Zakat dapat juga

dikumpulkan atau dipungut secara kolektif; e) Pengambilan secara

rutin juga menjadi salah satu cara yang dilakukan lembaga

pengelola zakat dalam kegiatan pengumpulan zakat, f) Lembaga

pengelola zakat juga melakukan kegiatan pengumpulan zakat

berdasarkan tanggal yang telah disepakati bersama antara

muzakki.

Selanjutnya, hasil wawancara dengan responden

pengelola zakat, disimpulkan bahwa zakat yang dikumpulkan lebih

banyak pada zakat maal berupa zakat dari kekayaan dan zakat

penghasilan yaitu gaji yang diterima oleh pegawai yang diambil

setiap bulan, adapun zakat fitrah tetap diterima tetapi diserahkan

Page 386: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxxvi

kepada panitia masjid untuk didistribusikan kepada yang berhak

menerimanya.

Adapun zakat yang berasal dari sektor industri seperti

zakat perusahaan baik perusahaan yang bergerak di bidang jasa

maupun barang serta hasil pertambangan, tampaknya sebagian

besar responden pengelola zakat menyatakan belum optimal

pegumpulannya, bahkan di Makassar sendiri dari tiga lokasi

peneltian (BAZ Kota Makassar, BAZ Provinsi Sulawesi-Selatan

dan LAZ-DAPU Al Markaz al Islami) belum pernah menerima zakat

perusahaan.

Perusahaan termasuk perusahaan tambang wajib

mengeluarkan zakat karena keberadaan perusahaan adalah

sebagai badan hukum (recht person), di antara individu itu

kemudian timbul transaksi meminjam, menjual, berhubungan

dengan pihak luar, dan juga menjalin kerjasama. Menurut ulama,

zakat perusahaan dianalogian kepada zakat perdagangan,

sementara zakat pertambangan disebut madin. Hasil tambang

tidak disyaratkan haul, zakatnya wajib dibayar ketika barang itu

telah digali. Hal ini mengingat bahwa haul disyaratkan untuk

menjamin perkembangan harta, sedang dalam hal ini

perkembangan tersebut telah terjadi sekaligus, seperti dalam zakat

tanaman.

Page 387: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxxvii

Menurut Muhammad Fuad Nasar, saat ini setidaknya di

Baznas baru sekitar 50 perusahaan yang membayar zakat

korporasi. Padahal jumlah perusahaan baik BUMN maupun

swasta di Indonesia mencapai ratusan. Perusahaan BUMN

memiliki potensi zakat sebesar Rp 14,3 triliun. Jumlah ini belum

termasuk dengan perusahaan swasta.423

Potensi zakat perusahaan yang belum tergali, disebabkan

kurangnya pemahaman masyarakat terhadap perkembangan

zakat kakayaan ini, karena masih terdoktrin bahwa zakat hanya

sebatas zakat fitrah dan kekayaan pribadi. Oleh karena itu

kesadaran setiap pengusaha muslim juga berpengaruh dalam

perkembangan zakat perusahaan, sehingga jika bentuk zakat ini

diterapkan dan dioptimalkan, potensi terhimpunnya dana zakat

akan lebih besar.

Pengelolaan usaha pertambangan oleh pihak swasta,

seperti PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang bergerak dalam usaha

pertambangan batubara di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur,

Begitupula dengan PT Semen Bosowa Maros merupakan peluang

untuk menggali potensi zakat hasil pertambangan. Para ulama

423

Muhammad Fuad Nasar, Wakil Sekretaris Umum, Wawancara, pada 26 April 2011.

Page 388: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxxviii

sepakat bahwa tidak ada ketentuan tentang batas waktu satu

tahun untuk mengeluarkan zakat hasil pertambangan.

Esensi zakat perusahaan berdasar pada dalil-dalil yang

bersifat umum, seperti yang termaktub dalam firman Allah swt.

Q.S. Al-Baqarah (2) Ayat 267, sebagai berikut:

Tejemahnya:

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.

Ayat tersebut juga didukung oleh sebuah hadis riwayat

Imam Bukhari dari Anas bin Malik bahwasanya Abu Bakar Shidiq

telah menulis surat yang berisikan kewajiban zakat yang

diperintahkan oleh Rasulullah Saw kepadanya yang berisikan

pesan tentang zakat, yaitu:

دقة ق بین مجتمع خشیة الص .لا یجمع بین مفترق ولا یفرArtinya:

Janganlah digabungkan sesuatu yang terpisah dan jangan pula dipisahkan sesuatu yang tergabung (berserikat), karena takut mengeluarkan zakat. (H.R. Imam Bukhari).

Page 389: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

ccclxxxix

Hadis tersebut pada awalnya berkaitan dengan perkongsian

hewan ternak. Akan tetapi para ulama mengaplikasikannya

sebagai qiyas (analog) untuk perkongsian yang lain. Berdasarkan

ini, keberadaaan wadah usaha bersama kemudian menjadi badan

hukum atau syakhsiyyah 'itibariyyah.

Para ulama Indonesia dalam menyikapi zakat perusahaan

belum mencapai kesatuan pemikiran (unity of tought). Oleh karena

itu, perluasan obyek zakat (zakat perusahaan) dikembalikan

kepada prinsip sumber zakat ialah prinsip an-nama’ atau al istinma

(prinsip produktif) dan di luar kebutuhan pokok berdasarkan dalil-

dalil umum zakat dalam Alquran dan sunah.

Dalam peraturan perundang-undangan zakat di Indonesia,

zakat perusahaan dan pertambangan telah diatur dalam Pasal 11

Ayat (2) huruf b dan d UUPZ, bahwa di antara objek zakat yang

wajib dikeluarkan zakatnya adalah perdagangan dan perusahaan

serta pertambangan.

Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait

(29 Rajab 1404 H) menyatakan kewajiban zakat sangat terkait

dengan perusahaan. Perusahaan, menurut hasil muktamar

dikategorikan syakhsan i'tibaran (badan hukum yang dianggap

orang) atau syakhsiyyah hukmiyyah karenanya perusahaan

termasuk muzakki atau subyek zakat. Bahkan di Indonesia sendiri

Page 390: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxc

sudah ada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mewajibkan

zakat perusahaan. Namun, aplikasi zakat perusahaan di lapangan

masih jauh dari yang diharapkan, yaitu masih dihadapkan pada

persoalan kurangnya pemahaman masyarakat khususnya para

pelaku ekonomi,

Menurut Djoko Sunggoro, Kepala Pusat Informasi Dompet

Dhuafa, apabila kekuatan zakat perusahaan ini dapat

direalisasikan pada tataran yang lebih riil, maka upaya untuk

mengentaskan kemiskinan diyakini akan dapat terakselerasi

dengan baik. Kaum dhuafa dan kelompok marjinal masyarakat

akan semakin merasakan manfaat dari kehadiran perusahaan-

perusahaan yang beroperasi di negeri ini. Bagi perusahaan

sendiri, komitmen untuk berzakat akan mengundang rahmat dan

pertolongan Allah swt. Keberkahan akan semakin terasa, dan

produktivitas pun akan semakin meningkat. Tidak perlu ada

kekhawatiran kalau zakat ini akan menyebabkan kebangkrutan

perusahaan. Tidak pernah ada dalam sejarah, orang atau

perusahaan bangkrut karena senang memberi.424

b. Pendistribusian dan pendayagunaan zakat

424

Djoko Sunggoro, Kepala Pusat Informasi Dompet Dhuafa, Wawancara, pada 28 April 2011.

Page 391: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxci

Ada beberapa masalah dalam pendayagunaan dan

pengelolaan zakat, yaitu: Pertama, distribusi pembagian zakat

kepada para mustahik (orang yang berhak menerima zakat) yaitu

mengenai pemerataan pembagian harta zakat), apakah harus

merata atau hanya sebagian; Kedua, pengembangan harta zakat

oleh pengumpul zakat; dan Ketiga regulasi zakat.425

Dalam tulisan diuraikan mengenai model pendistribusian

dan pendayagunaan zakat oleh lembaga pengelola zakat guna

terwujudnya keadilan sosial. Adapun lembaga pengelola zakat

yang dimaksud adalah:

1) Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan

lembaga pengelola zakat tingkat nasional. Jaringan pengelola

BAZNAS ada di seluruh nusantara yang terdiri dari 33 Badan

Amil Zakat Daerah Tingkat Propinsi. BAZNAS dibentuk

berdasarkan Keputusan Presiden No. 8 tahun 2001, tanggal

17 Januari 2001.426

Adapun yang menjadi tugas pokok BAZNAS adalah

merealisasikan misi BAZNAS yaitu: (1) meningkatkan

425N. Oneng Nurul Bariyah, “Kontekstualisasi Total Quality Management dalam

Lembaga Pengelola Zakat untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Prinsip dan Praktik)”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, h. 85.

426

Sumber: www.baznas.or.id diakses pada 20 Mei 2011.

Page 392: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxcii

kesadaran umat untuk berzakat; (2) mengarahkan masyarakat

mencapai kesejahteraan, baik fisik maupun non fisik melalui

pendayagunaan zakat, (3) meningkatkan status mustahik

menjadi muzakki melalui pemulihan, peningkatan kualitas

SDM, dan pengembangan ekonomi masyarakat; (4)

mengembangkan budaya memberi lebih baik dari menerima di

kalangan mustahik; (5) mengembangkan manajemen yang

amanah, profesional dan transparan dalam mengelola zakat;

(6) Menjangkau muzakki dan mustahik seluas-luasnya; (7)

memperkuat jaringan antar organisasi pengelola zakat.

Adapun kegiatan pokok BAZNAS adalah menghimpun ZIS dari

muzakki dan menyalurkan ZIS kepada mustahik yang berhak

menerima sesuai ketentuan agama427.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) memiliki

kebijakan dalam hal pendistribusian dana. BAZNAS

meyalurkan ZIS kepada para mustahik sebagaimana

ditentukan dalam Q.S. at-Taubah ayat 60 yaitu: Fakir (Orang

yang tidak mempunyai kemampuan untuk menghasilkan),

miskin memiliki penghasilan Rp. 260.000,-/org/bln (sesuai

standar DKI Jakarta BPS 2007), muallaf (maksimal 2 tahun),

Riqab (tidak ada), garimin (untuk memenuhi kebutuhan pokok

427

Ibid.

Page 393: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxciii

(termasuk pendidikan & kesehatan), Ibnu sabil (orang yang

sedang menempuh tujuan tertentu yang diridhai Allah swt.

tetapi dalam kesulitan (pelajar, dai), Fisabilillah (orang yang

berjuang di jalan Allah swt./kegiatan syiar Islam).

Untuk penyaluran dana, BAZNAS memiliki beberapa

program. Program tersebut secara garis besar terdiri atas:

Program kemanusiaan, Program kesehatan, program

pendidikan, program ekonomi, dan program dakwah.

Adapun alokasi dana untuk program kemanusiaan

sebanyak 10%, Program kesehatan sebanyak 20%, program

pendidikan 25%, program ekonomi sebanyak 35%, dan

program dakwah sebanyak 10%.

Program yang dilakukan, yaitu: Indonesia Cerdas,

Indonesia Makmur, Indonesia Peduli, Indonesia Takwa, dan

Indonesia Sehat. Seluruh program tersebut dilaksanakan di

berbagai daerah yang berada di seluruh Indonesia melalui unit

salur zakat yang tersebar di berbagai daerah.

a. Program Indonesia Cerdas

Program Indonesia cerdas merupakan salah satu

program yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan

masyarakat dan meningkatkan kualitas pendidikannya.

Peningkatan pendidikan masyarakat sangat penting bagi

Page 394: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxciv

peningkatan kemakmuran. Adanya pendidikan dan

keterampilan yang dimiliki masyarakat sehingga

masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraannya. Di sisi

lain, upaya peningkatan pendidikan merupakan sarana

melahirkan manusia yang memiliki kecerdasan sehingga

terpelihara agamanya.

Upaya peningkatan pendidikan sebagai bagian

misi syariah dalam upaya memelihara agama dan

keyakinannya (hifz al-din). Agama hanya dapat dipahami

oleh orang-orang yang berakal serta syariahnya

dibebankan atas orang-orang yang berakal pula. Oleh

karena itu, pendidikan sebagai sarana penting memelihara

akal sehat umat.

Dalam program Indonesia cerdas ini, ada

beberapa macam yang dilakukan, yaitu: Program

beasiswa studi, Satu Keluarga Satu Sarjana (SKSS), Dana

Infaq Abadi Anak Negeri (DINNAR), dan program Mobil

dan Motor Pintar yang dilakukan di beberapa daerah

terpencil di Indonesia. Program mobil dan motor pintar

sebagai sarana mempermudah orang-orang di daerah

terpencil dalam memperolah bantuan sarana belajar.

Page 395: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxcv

Program-program pendidikan merupakan bagian

dari kegiatan BAZNAS untuk membantu masyarakat

dhuafa agar mendapatkan pendidikan secara gratis.

Pendidikan merupakan aset utama bagi pemberdayaan

mustahik agar dapat memberdayakan dirinya dengan ilmu

pengetahuan yang telah dimiliki.

b. Indonesia Makmur

Program Indonesia makmur merupakan program

BAZNAS dalam bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Program Indonesia makmur bertujuan untuk menumbuhkan

kemandirian mustahik, lebih jauh bertujuan agar dapat menjadi

muzakki. Program pemberdayaan masyarakat merupakan

program yang penting dalam upaya memberikan jaminan

kehidupan masa depan kaum dhuafa.

Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan

BAZNAS ada beberapa jenis, yaitu:

(1) Pelatihan kewirausahaan

Pelatihan kewirausahaan memiliki tujuan sebagai

berikut: a) mengurangi penganguran; b) membantu kaum

dhuafa agar memiliki keterampilan siap kerja; c) membantu

lulusan agar dapat bekerja pada bidang yang dikuasai; d)

membantu lulusan agar mampu memiliki usaha mandiri

Page 396: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxcvi

dangan sistem bapak angkat; e) membantu kalangan

dunia usaha mendapatkan SDM yang memiliki

keterampilan yang dibutuhkan. Secara global tujuan dari

pelatihan kewirausahaan adalah membekali para mustahik

agar memiliki keterampilan sehingga dapat mandiri.

(2) Baznas Sentral Ternak

Program pemberdayaan yang dilakukan BAZNAS

yaitu program BAZNAS Central Ternak. Adanya program

tersebut sehinnga petani ternak dapat meningkatkan

pendapatannya sehingga meningkat kesejahteraan

hidupnya.

Sebagaimana program pemberdayaan lainnya,

sentral ternak ini memiliki tujuan sebagai berikut: a)

memfasilitasi peternak-peternak gurem dan peternak yang

tergolong mustahik di wilayah Cimande untuk mencapai

pengembangan peternak modern; b) sebagai wadah pusat

training peternak untuk pengembangan kepada peternak

berbasis comitee development; c) menciptakan lumbung

ternak di daerah; d) memberikan lapangan kerja dan

Penyerapan tenaga kerja secara optimal.

Page 397: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxcvii

Adanya program sentral ternak memberikan

peluang kerja yang baik dan pemberdayaan masyarakat

lokal sesuai dengan kondisi wilayah yang ada. Sehingga,

upaya urbanisasi yang besar-besaran tidak akan terjadi.

Selain sentral ternak ada juga program Desa Ternak

Makmur, program pendampingan kelompok peternak

potensial dengan sistem dana bergulir untuk

mengembangakan potensi ternak wilayah. Sesuai

namanya program ini mendampingi peternak memiliki

kemampuan berternak yang baik dan mengarahkan

peternak, memberikan kontribusi dan partisipasi pada

pembangunan desa sasaran. Desa ternak makmur

bertujuan untuk: Mengembangkan potensi ternak daerah,

dapat meningkatkan kapasitas dan kompetensi peternak,

melatih perternak dalam tanggung jawab sosial, dan dapat

membangun jaringan usaha di pedesaan. Desa ternak

makmur merupakan bentuk usaha kelompok yang

dilakukan oleh para petani.

(3) Lapak Sampah Terpadu

Upaya BAZNAS memberdayakan dhuafa tidak

terbatas pada para petani atau masyarakat lain untuk

berwirausaha. BAZNAS juga memberikan perhatian

Page 398: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxcviii

kepada para pemulung sampah melalui program Lapak

Sampah Terpadu.

(4) Lumbung Tani Organik

Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan

pertanian yang cukup luas, walaupun saat ini semakin

berkurang dengan perluasan industri. Namun, masih ada

penduduk yang menggantungkan hidup pada usaha

pertanian.

Dalam upaya meningkatkan para petani miskin,

BAZNAS memiliki program pemberdayaan yang

dinamakan gerakan pertanian organik. Adanya program

gerakan pertanian organik, para petani diajak untuk

kembali pada keseimbangan alam dengan menerapkan

pertanian yang alami tanpa penggunaan zat kimia yang

semakin berkembang saat ini.

Program lumbung tani organik memiliki beberapa

tujuan, yaitu: 1) menghasilkan pangan yang sehat, bebas

dari residu obat-obatan dan zat-zat kimia yang mematikan;

2) meningkatkan kapasitas dan kompetensi petani dalam

rangka pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) ramah

lingkungan; 3) meningkatkan taraf hidup petani yang terdiri

dari dhuafa; 4) adanya bantuan modal bergulir dan

Page 399: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cccxcix

pendampingan program maka tercipta kelompok tani

mandiri.

(5) Pemberdayaan Kampung Nelayan Makmur

Program pemberdayaan kampung nelayan adalah

program pengembangan multi potensi baik potensi

ekonomi maupun potensi lainnya. Tujuan program

pendampingan nelayan adalah: 1) meningkatkan

pengetahuan nelayan dan masyarakat dalam

memaksimalkan potensi diri dan lingkungannya; 2)

meningkatkan kemampuan dan keterampilan nelayan

kegiatan pengembangan potensi laut berbasis pada

potensi laut wilayah.

(6) Pemberdayaan Perempuan

Pemberdayaan perempuan adalah program

peningkatan kualitas perempuan. Pemberdayaan

perempuan yang terfokus pada 3 isu yaitu: pemberdayaan

perempuan melalui kegiatan ekonomi produktif,

pemberdayaan perempuan melalui kegiatan kesehatan,

dan pemberdayaan perempuan melalui kegiatan

pendidikan.

Page 400: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cd

Tujuan Program pemberdayaan perempuan

adalah: 1) memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat

bawah baik pada tingkat praktis maupun strategis; 2)

meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya

perempuan untuk menjaga kesehatan sehingga dapat

menurunkan angka kematian ibu, kematian bayi, Infeksi

Saluran Reproduksi (ISR) dan penyakit menular; 3)

meningkatkan kualitas SDM perempuan.

Lokasi program pemberdayaan perempuan yang

telah dilakukan yaitu Jakarta dengan program Koperasi

Perempuan, di Indramayu ada tiga, yaitu: home industri

kecap, sandal, dan kerajinan kayu.

c. Indonesia Peduli

Selain program pemberdayaan, BAZNAS juga memiliki

program kemanusiaan yang disebut Indonesia Peduli. Program

Indonesia Peduli adalah program bantuan kepada individu

atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan hidup sesaat atau

bantuan kepada masyarakat yang tertimpa musibah bencana

sesegera mungkin.

Jaringan Program Indonesia Peduli melalui pembentuk

Unit Salur Zakat (USR) atau Jaringan Relawan Indonesia

(JARI) yang merupakan wakil dari Badan Amil Zakat Daerah

Page 401: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdi

(BAZDA), LAZDA, LSM yang memiliki komitmen kemanusiaan.

Program Indonesia peduli merupakan salah satu bentuk cepat

tanggap terhadap situasi dan kondisi yang terjadi pada

masyarakat khususnya masalah bencana yang menimpa

masyarakat.

Dalam upaya mempermudah kinerja khususnya dalam

penyaluran dana zakat, BAZNAS memiliki Unit Salur Zakat

Center yaitu program pembentukan unit penyaluran dana ZIS

dalam bentuk penyaluran karitas (penyaluran dana langsung

dalam bentuk pemenuhan kebutuhan pokok atau penyediaan

layanan kepentingan umum).

Jaringan Kerja USZ skala nasional dengan sistem

kemitraan rutin pelayanan dan program insindentil. USZ

Pelayanan rutin memiliki tujuan sebagai berikut: 1) pelayanan

bantuan keperluan pokok mustahik; 2) menyediakan wahana

bagi mustahik untuk memperoleh atau meningkatkan

pendapatan; 3) mencegah terjadinya eksploitasi terhadap

mustahik untuk kepentingan yang menyimpang.

Unit Salur Zakat (USZ) terdapat di seluruh Indonesia

yaitu 30 Badan Amil Zakat tingkat Provinsi, 30 Lembaga Amil

Zakat Tingkat Pusat dan 9 Mitra Salur zakat Daerah. Adanya

Page 402: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdii

Unit Salur Zakat sebagai upaya memudahkan koordinasi dari

BAZNAS ke beberapa wilayah tujuan di tanah air.

Untuk mengatasi bencana yang terjadi di beberapa

wilayah Indonesia, BAZNAS memiliki program tanggap

bencana. Melalui Program Tanggap Bencana berupaya

membantu memberikan bantuan kepada masyarakat yang

tertimpa musibah sesegera mungkin. Jaringan Relawan

Indonesia (JARI) dan USZ Center yang tersebar di 33 propinsi

memungkinkan bantuan cepat di laksanakan.

d. Program Indonesia Taqwa

Program Indonesia Taqwa diwakili dengan program dai

mandiri yaitu program pengiriman dai ke daerah-daerah

terpencil di nusantara. Dai yang ditugaskan adalah dai yang

telah melewati seleksi dan memiliki kesiapan untuk terjun ke

daerah terpencil.

Dai yang telah siap ditugaskan, telah dibekali materi

dakwah dan syariah, kemampuan membangun komunitas

yang mandiri serta keterampilan wirausaha. Sehingga

diharapkan dengan hadirnya para dai, akan terwujud

pencerahan dan pemberdayaan masyarakat yang seutuhnya.

Program ini memfasilitasi biaya pelatihan, transportasi, bea

hidup dai.

Page 403: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdiii

Tujuan pogram Indonesia taqwa adalah: 1) sarana

pengembangan da'wah Islamiyah ke pelosok nusantara; 2)

sarana dai dalam mengimlementasikan keilmuan yang di miliki;

3) membantu masyarakat dalam memahami ajaran Islam. 4)

pengembangan masyarakat produktif dengan pendamping dai

mandiri.

Dalam program Indonesia Taqwa, ada juga Program

Kaderisasi Ulama. Program ini antara lain dilakukan melalui

program beasiswa studi bagi calon ulama. Program Indonesia

taqwa merupakan bagian dari sabilillah yang menjadi salah

satu bagian dari mustahik zakat.

e. Indonesia Sehat

Badan Amil Zakat Nasional melalui Program Indonesia

Sehat menghadirkan 3 layanan kesehatan yaitu: Unit

Kesehatan Keliling (UKK), Dokter Keluarga Prasejahtera,

Rumah Sehat Indonesia.

Unit Kesehatan Keliling melalui mobil klinik kesehatan

ditujukan khusus untuk melayani dan membantu kaum dhuafa.

UKK adalah pelayanan pengobatan dan konsultasi serta

penyuluhan kesehatan di lokasi atau daerah rawan kesehatan

dan jauh akses puskesmas atau rumah sakit. UKK beroperasi

4 hari dalam seminggu.

Page 404: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdiv

Unit Kesehatan Keliling diadakan dengan tujuan

sebagai berikut: 1) memberikan jasa pelayanan kesehatan

yang murah dan mudah dijangkau masyarakat pra-sejahtera;

2) membangun ketahanan kesehatan yang menyeluruh

(holistik) dan berkesinambungan sebagai tindakan promotif,

preventif, kuratif, rehabilitatif.

Dokter Keluarga Prasejahtera (DKPS) adalah program

layanan kesehatan mustahik melalui kerjasama dengan klinik

di masyarakat. Program DKPS diberikan dalam bentuk

pelayanan kesehatan (pengobatan) dan pendampingan

(penyuluhan) hidup sehat bagi masyarakat kurang mampu.

Program dengan kartu DKPS bagi mustahik ini, dalam

satu bulan melayani 100 KK dengan 500 pelayanan kesehatan

di lima wilayah. Tujuan DKPS yaitu: 1) memberikan jasa

pelayanan kesehatan yang murah dan mudah dijangkau

masyarakat pra-sejahtera. 2) membangun ketahanan

kesehatan yang menyeluruh (holistik) dan berkesinambungan

sebagai tindakan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif. 3)

memotivasi masyarakat untuk melaksanakan pola hidup sehat.

Mahalnya biaya pengobatan telah mempersulit

masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

yang layak mendorong BAZNAS untuk mencari cara untuk

Page 405: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdv

menolong kaum dhuafa. Rumah sehat adalah program

pemberian bantuan kesehatan kepada dhu’afa setingkat

rumah sakit yang terletak di kawasan Jakarta Pusat tepatnya

di Masjid Raya Sunda Kelapa.

2) Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Makassar

Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Makassar dalam

mengelola zakat selain berdasar pada UUPZ juga berdasar

pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar No. 5 Tahun

2005 tentang Pengelolaan Zakat.

Program pendayagunaan zakat yang dilakukan BAZ

Kota Makassar selama 2010,428 di bagi empat kelompok, yaitu:

Pertama, Pembinaan Keagamaan yang meliputi bantuan

masjid, bantuan guru mengaji 458 Orang, muallaf 11 Orang

dan kegiatan keagamaan (lomba tadarrus al-Quran TPA dan

tukang becak; buka puasa dengan panti asuhan guru mengaji,

penyandang cacat, dan tukang becak; maulid/panti asuhan;

sosialisasi zakat, infaq, dan shadaqah.

Kedua, Pengembangan ekonomi dan Sumber Daya

Manusia (SDM) yang meliputi bantuan fakir miskin 552 Orang;

bantuan keterampilan 40 Orang; bantuan musafir 3 Orang.

428

Sumber: http://bazmakassar.blogspot.com diakses pada 30 April 2011.

Page 406: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdvi

Ketiga, Bantuan pendidikan dan kesehatan yang meliputi

bantuan beasiswa 99 Orang; bantuan kesehatan; sunatan

massal 256 anak; bantuan pengobatan; fogging/pencegah

DBD di sekolah dan masjid. Keempat, bantuan sosial yang

meliputi fasilitas tenda duka 14 titik tiap kecamatan; bantuan

bencana kebakaran; pelayanan ambulans; Kelima, biaya

sekretariat/amil yang meliputi biaya operasional kantor dan

amil dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ).

3) Dompet Dhuafa Republika

Dompet Dhuafa adalah lembaga nirlaba yang

berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum

dhuafa dengan dana Zakat, Infak, Sedekah (ZIS). Organisasi

ini lahir dari empati kolektif komunitas jurnalis yang sering

berinteraksi dengan masyarakat miskin, sekaligus kerap

berjumpa dengan kaum kaya. Digagaslah manajemen yang

menggalang kebersamaan dengan siapapun yang

berkepedulian kepada kaum dhuafa. Empat orang wartawan

yaitu Parni Hadi, Haidar Bagir, S. Sinansari Ecip dan Eri

Sudewo yang berpadu sebagai Dewan Pendiri pada lembaga

independen Dompet Dhuafa.429

429

Sumber: http://www.dompetdhuafa.org. diakses pada 30 April 2011.

Page 407: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdvii

Dompet Dhuafa memiliki visi yaitu

“terwujudnya masyarakat berdaya yang bertumpu pada

sumber daya lokal melalui sistem yang berkeadilan”

Sedangkan misi yang diemban: (1) membangun nilai

kemanusiaan dan kemandirian; (2) meningkatkan partisipasi

derma masyarakat dan dukungan sumber daya untuk

pemberdayaan; (3) mendorong sinergi program dan jaringan

organisasi pemberdayaan masyarakat global; (4)

menumbuhkembangkan dan mendayagunakan aset

masyarakat melalui ekonomi berkeadilan; (5) mengembangkan

zakat sebagai alternatif dalam pengentasan kemiskinan.430

Dompet Dhu’afa memiliki beberapa program, yaitu:

a. Pendidikan

Di antara program pendidikan yaitu Sekolah

Unggul Bebas Biaya yang dinamakan Smart Ekselensia

Indonesia. Smart Ekselensia Indonesia yang menjadi

program pendidikan Dompet Dhu’afa memiliki paradigma

berfikir “starting with end”, artinya dalam mendesain

sebuah program harus dimulai dengan pertanyaan: Apa

yang ingin dihasilkan? Kemudian apa yang dimiliki saat ini

serta bagaimana caranya agar yang diinginkan itu dicapai

430

Ibid.

Page 408: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdviii

dengan menggunakan apa yang dimiliki. Adanya

paradigma berpikir tersebut, tiga hal yang dapat diperoleh,

yaitu: 1) institusi pendidikan akan berkembang secara

berkesinambungan; 2) dorongan motivasi untuk

melakukan perubahan jauh lebih kuat; 3) parameter

keberhasilan program akan jauh lebih terukur.

Program pendidikan SMART EI digagas untuk

meningkatkan harkat dan derajat kaum dhuafa. Melalui

pendidikan dan pembinaan yang komprehensif dan

berkesinambungan diharapkan melahirkan siswa yang

memiliki bekal berkarya untuk bangsa, negara, dan

agamanya. Selama dalam proses pendaftaran hingga

mengikuti pendidikan di SMART Ekselensia semua siswa

bebas dari semua biaya

b. Pemberdayaan Masyarakat

Program lain dari Dompet Dhuafa Republika

adalah pemberdayaan masyarakat. Pengembangan

masyarakat yang dilakukan Dompet Dhuafa ada beberapa

macam. Dalam pemberdayaan masyarakat ini ada dua

jenis kelompok masyarakat, yaitu masyarakat rural dan

masyarakat urban. Pembagian kelompok masyarakat ini

didasarkan pada kondisi masyarakat serta untuk

Page 409: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdix

memudahkan program yang akan dilakukan sehingga

memudahkan evaluasi kinerjanya.

Dalam program pengembangan ekonomi, Dompet

Dhuafa membagi empat kriteria yang menjadi penilaian,

yaitu: Pertama, layak sosial; (padat karya, tidak

menimbulkan gejolak, kecemburuan, persaingan tidak

sehat di masyarakat setempat). Kedua, layak lingkungan;

(tidak menimbulkan masalah/gangguan lingkungan seperti:

bau limbah, suara, pencemaran udara/air/tanah). Ketiga,

layak teknis; (menggunakan teknologi ramah lingkungan,

peralatan mudah diperbaiki bila mnegalami kerusakan.

Keempat, Dapat dijadikan aset produktif Indonesia

Adanya penetapan kriteria pengembangan

ekonomi yang ditetapkan Dompet Dhuafa merupakan

indikator perencanaan program. Setiap program yang akan

dilakukan harus memiliki perencanaan yang matang

dengan indikatorindikatornya dapat terukur. Selain itu,

penetapan kriteria akan memudahkan evaluasi terhadap

program yang dilakukan. Dalam program pengembangan

masyarakat Dompet Dhuafa menggunakan beberapa

pendekatan yaitu: pendekatan usaha sektor riil yang

Page 410: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdx

melibatkan mustahik, layak/sehat, dan berkesinambungan

serta dapat mandiri.

Dalam program pengembangan masyarakat DD

memiliki jejaring yaitu: Masyarakat Mandiri, Lembaga

Pertanian Sehat, Kampoeng Ternak, BMD, dan BMT

Center. Pengembangan lembaga-lembaga yang dibentuk

oleh Dompet Dhuafa selanjutnya merupakan jejaring

Dompet Dhuafa yang diharapkan mampu mandiri.

c. Kesehatan

Program Kesehatan yang ada di Dompet Dhuafa

yaitu LKC (Layanan Kesehatan Cuma-Cuma). Layanan

Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) merupakan lembaga non

profit jejaring Dompet Dhuafa Republika khusus di bidang

kesehatan yang melayani kaum dhuafa secara paripurna

melalui pengelolaan dana sosial masyarakat (ZISWAF-

Zakat, Infak, Sedekah dan wakaf) dan dana sosial

perusahaan. LKC telah memiliki izin operasional secara

legal dari Balai Pengobatan Nomor:

445.5/240/T/5186/Dinkes Kabupaten Tangerang. Semua

kegiatan LKC berpijak pada visi dan misi yang telah

ditetapkan. Visi LKC adalah menjadi institusi yang mampu

mengembangkan program pelayanan kesehatan secara

Page 411: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxi

profesional bagi dhuafa di Indonesia pada tahun 2012.

Sedangkan misi LKC adalah: 1) Mengembangkan sistem

pelayanan kesehatan yang berbasis ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK); 2) Mengembangkan kualitas Sumber

Daya Manusia (SDM); 3) Mengembangkan kemitraan

dengan sesama jejaring Dompet Dhuafa dan di luar

jejaring Dompet Dhuafa.

Dari seluruh program yang dilakukan oleh Dompet

Dhuafa Republika, pengguna dana terbesar sampai 30 Rabiul

Awwal 1432 H adalah kelompok sabilillah. Disusul oleh

kelompok, amil, ibnu sabil, muallaf dan gharimin.431 Bagian

terbesar dana hibah untuk fakir miskin. Dalam penyaluran

dana oleh Dompet Dhuafa melihat aspek prioritas kelompok

yang membutuhkan bantuan.

4) LAZ DAPU al-Markaz al-Islami Makassar

Lembaga Amil Zakat (LAZ) Dompet Amal Peduli Umat

(DAPU) al-Markaz al-Islami Makassar dibentuk pada 25 Sya’ban

1423 H atau bertepatan 1 Nopember 2002. Al Markaz al-Islami

telah memposisikan diri sebagai lembaga penerima zakat (zakat

fitrah, zakat mal), infaq, shadaqah, dana sosial, wakaf,

431

Ibid.

Page 412: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxii

penyembelihan hewan qurban yang dilaksanakan oleh sebuah

panita yang dibentuk oleh Pengelola Harian Yayasan Islamic

Centre (YIC) al-Markaz al-Islami Makassar.

LAZ DAPU al-Markaz al-Islami Makassar memiliki visi yaitu

“Menjadi institusi pengelola zakat yang amanah dalam

menyelenggarakan berbagai program pemberdayaan ekonomi

umat.” Sedangkan misinya adalah: (1) Memotivasi masyarakat

untuk menghimpun dana zakat dan non-zakat; (2) Menghimpun

dan mengelola dana zakat dan non zakat secara profesional dan

transparan; (3) Melayani kepentingan muzakki dan mustahik; (3)

Menyelenggarakan berbagai program pendidikan, dakwah, sosial

dan kemaslahatan umat; (5) menyelenggarakan berbagai program

pemberdayaan ekonomi umat.

Berdasarkan Pedoman Dasar dan Kegiatan Strategis-nya,

LAZ DAPU al-Markaz al-Islami Makassar menyalurkan dana pada

empat bidang kegiatan:

1. Pengembangan SDM

a. Memberikan bantuan bagi siswa sekolah dhuafa al-Markaz

al-Islami

b. Beasiswa bagi siswa berprestasi untuk tingkat SD, SMP,

SMA dan bantuan biaya penelitian bagi mahasiswa yang

kurang mampu

Page 413: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxiii

2. Bantuan sosial

Pemberian bantuan kepada masyarakat yang sedang

mengalami krisis, musibah, sakit, cacat, bencana alam,

santunan untuk anak yatim, fakir miskin, pemberdayaan

pegawai masjid, orang terlantar dan lain-lain.

3. Bidang Dakwah,

Memberikan kepada orang yang masih awam terhadap ajaran

Islam termasuk muallaf, baik melalui pendidikan dan pelatihan

maupun santunan secara langsung, termasuk bantuan untuk

guru mengaji.

4. Pengembangan ekonomi

Memberikan bantuan bagi dhuafa disertai pembinaan sehingga

terwujud wirasusaha yang tangguh dan mandiri, mengubah

mustahik menjadi muzakki.

Apabila dilihat program tersebut pada umumnya

pendistribusian dan pendayagunaan zakat oleh LAZ DAPU al-

Markaz al-Islami Makassar masih bersifat konsumtif walaupun

sudah ada yang mengarah pada kegiatan-kegiatan produktif.

Berdasarkan uraian di atas, dari empat lembaga pengelola

zakat (BAZNAS, BAZ Kota Makassar, Dompet Dhuafa, dan LAZ

DAPU al-Markaz al-Islami Makassar) pendistribusian dan

pendayagunaan zakat telah dilakukan oleh Badan Amil Zakat dan

Page 414: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxiv

Lembaga Amil Zakat meliputi dua bentuk yaitu program produktif dan

konsumtif. Program yang dilakukan secara umum meliputi bidang

pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sosial.

Diantara kesuksesan pengelolaan zakat dalam merealisasikan

tujuan kemasyarakatan adalah pendistribusian yang baik.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S. at-Taubah (9) ayat 60,

bahwa sasaran zakat yaitu terdiri dari 8 golongan (1) fakir, (2) miskin,

(3) amil, (4) muallaf, (5) memerdekakan budak, (6) orang-orang yang

berhutang, (7) keperluan di jalan Allah swt., (8) orang-orang yang

sedang dalam perjalanan.

Dalam praktiknya, pada empat lembaga pengelola zakat

tersebut tidak selalu menyalurkan dananya secara merata kepada

semua mustahik yang telah disebutkan dalam Alqur’an , karena

disesuaikan dengan tujuan lembaga, kondisi, serta kebutuhan

masyarakat sekitar dan disesuaikan dengan konsentrasi atau fokus

lembaga tersebut, maka hal itulah yang menjadi prioritas lembaga

dalam menyalurkan dananya. Misalkan lembaga yang memiliki tujuan

utama untuk memberdayakan keterampilan, dana difokuskan pada

eksplorasi lembaga pendidikan. Tujuan ini akan menjadi pemandu

agar lembaga tidak salah dalam memilih dan menentukan program

khususnya, yang memiliki keunggulan dan menjadi karakteristik

lembaga tersebut.

Page 415: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxv

Meskipun ada skala prioritas yang sesuai kebutuhan

masyarakat dari program pengelola zakat, tetapi program-program

yang dilakukan tersebut tetap terkait dengan upaya mewujudkan

keadilan dan merupakan sesuatu yang mesti dilakukan, karena selama

ini terjadi ketimpangan baik sosial maupun ekonomi. Lembaga

pengelola zakat telah berkiprah dalam upaya memperbaiki keadaan

masyarakat (mustahik zakat) baik melalui program pendidikan,

ekonomi, maupun sosial.

Dalam perspektif ekonomi Islam, penyebab utama ketimpangan

ekonomi bukan oleh kelangkaan (scarcity), melainkan karena

terjadinya distribusi dan alokasi sumber daya ekonomi yang tidak

merata. Oleh karena itu, zakat disyari’atkan antara lain bertujuan untuk

mempersempit ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat dengan

pendistribusiannya khusus kepada kelompok tertentu.

Keadilan distributif kekayaan melalui zakat adalah untuk

melakukan keseimbangan antara kepemilikan pribadi dan kepemilikan

kolektif. Islam memang mengakomodasi kepemilikan pribadi,

sebagaimana dalam Q.S. at-Taghabun (64) ayat15.

Terjemahnya:

Page 416: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxvi

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Kepemilikan pribadi ini bukanlah mutlak sehingga si pemilik

dapat mengalokasikan hartanya ini sesuai dengan selera nafsunya

semata. Kepemilikannya hanyalah bersifat artifisial, karena memiliki

keterkaitan dengan sang Pemilik aslinya, yaitu Allah swt.

Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Taha (20) ayat 5-6.

Terjemahnya:

Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.

Keadilan distributif dalam ekonomi zakat dapat berpengaruh

besar terhadap keseimbangan ekonomi secara nasional. Dhuafa yang

dapat terpenuhi kebutuhan pokoknya akan berpengaruh pada produksi

barang dan jasa. Peningkatan barang dan jasa akan meningkatkan

tenaga kerja sehingga mengurangi jumlah pengangguran. Peningkatan

tenaga kerja akan berpengaruh terhadap besarnya pendapatan

nasional secara keseluruhan.

Page 417: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxvii

Adanya peningkatan pendapatan nasional akan dapat

mewujudkan peningkatan kesejahteraan secara umum. Oleh karena

itu, keadilan ekonomi merupakan salah satu indikator terwujudnya

kesejahteraan umum.

Dalam konteks sosial, aktifitas berzakat yang terkoordinir

dengan baik akan mampu memerdekakan masyarakat dari belenggu

kemiskinan serta mendorong pembangunan perekonomian

masyarakat ke arah kemakmuran yang lebih baik. Contoh terbaik

adalah yang terjadi di masa Khalifah Umar bin Abdul Azis, dimana

kesuksesan pengelolaan zakat mampu mengeluarkan masyarakat dari

kemiskinan.

Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz karena kemampuan

manajemen dan kejujuran yang dimiliki. Konsep distribusi zakat yang

dikembangkan bahwa zakat merupakan bentuk subsidi silang yang

secara langsung dapat dirasakan dampak ekonominya. Zakat harus

memiliki dampat pada peningkatan masyarakat yang memiliki daya

beli rendah. Rangsangan zakat akan meningkatkan demand atau

permintaan, sehingga pada akhirnya meningkatkan supply. Dengan

kata lain peningkatan demand tersebut juga mendorong peningkatan

produksi. Zakat menjadi stimulan pertumbuhan perekonomian secara

mikro maupun makro. Pada akhirnya zaman khilafah Umar bin Abdul

Page 418: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxviii

Aziz para pembayar zakat berkeliling kota untuk mencari penerima

zakat yang sudah sulit ditemui, karena mereka pada umumnya sudah

memiliki kemapanan dibidang ekonomi.

Apabila esensi zakat sebagai salah satu instrumen pembebasan

ekonomi dapat difahami oleh umat Islam keseluruhan, maka tingkat

kemakmuran rakyat dapat meningkat secara merata karena

keberkahan yang diperoleh, serta perekonomian negeri ini menjadi

lebih baik.

Page 419: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxix

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

4. Hakikat pengeloaan zakat pada dasarnya mengandung nilai dan

prinsip seperti nilai tauhid, prinsip akhlak, prinsip kemanusiaan, prinsip

keseimbangan, prinsip kemasyarakatan, prinsip distribusi, dan prinsip

konsumsi. Nilai dan prinsip tersebut belum terimplementasi dengan

baik dalam pengelolaan zakat sehingga zakat sebagai salah satu

rukun Islam yang terkait dengan ekonomi Islam belum dapat

memajukan kesejahteraan umum yang berdasar pada keadilan sosial.

5. Landasan keberlakuan hukum Islam seperti landasan teologis,

landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis belum

terimplementasikan secara baik dalam peraturan perundang-undangan

pengelolaan zakat sehingga pengelolaan zakat belum sepenuhnya

dapat mewujudkan jaminan keadilan sosial di Indonesia

6. Dalam pelaksanaan pengelolaan, masih kurang kepatuhan hukum

dalam membayar zakat pada pengelola zakat, pemerintah baik belum

berperan dengan baik sebagai pengatur (regulator), pengelola

(operator), pengawas (supervisor), dan eksekutor zakat; belum

terkoordinasi pengelolaan zakat dengan baik; dan mekanisme

pengumpulan zakat dengan obyek zakat yang masih konvensional dan

Page 420: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxx

belum menyentuh sumber-sumber ekonomi modern serta

pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang masih berorientasi

konsumtif.

B. Saran-Saran

1. Untuk mewujudkan zakat yang berkeadilan sosial, perlu penerapan

sistem zakat secara kaffah di Indonesia dengan membuat standarisasi

pengelolaan zakat nasional (fiqih zakat) yang menjadi rujukan bagi

semua Badan Amil Zakat tingkat propinsi, kabupaten maupun kota

ataupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) sehigga lembaga zakat memiliki

pola yang sama dalam pengelolaan zakat.

2. Pendistribusian zakat hendaknya pada mustahik yang berada di

sekitar lokasi pengumpulan zakat sehingga memberdayakan

masyarakat di daerah tersebut dan pendistibusian serta

pendayagunaanya berorientasi zakat produktif.

3. Perlu mengoptimalkan pengumpulan zakat pada sumber-sumber

ekonomi modern seperti zakat badan usaha yang mengelola sumber

daya alam maupun yang mengelola jasa.

Page 421: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxi

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Abdul Majid bin Aziz al-Zindani, et.al., 1997, Mukjizat Al-Qur’an dan As-

sunnah tentang Iptek. Jakarta: Gema Insani Press. Abdullah Amrin. 2007. Strategi Pemasaran Asuransi Syariah. Jakarta:

Gramedia Widiasarana Indonesia. Abd al-Wahhab Khallaf. 1978. Ilm Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar al-Qalam li al-

Tiba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi. Abdul Qadim Zallum. 1983. Al-Amwal fi Dawlah al-Khilafah. Beirut : Darul ‘Ilmi

li al-Malayin. Abdurrachman Qadir. 2001. Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial.

Jakarta: Raja Grafindo Persada. Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim al-Bukhari. t.th. Shahih al-

Bukhari. Juz II. Dimasyq: Dar wa al-Mutabi al-Shabil. Abuddin Nata. 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Grafindo Perkasa. Abu Fida’ Abdur Rafi’. 2004. Terapi Penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun

Nafs (Penyucian Jiwa). (terjemahan). Jakarta: Penerbit Republika. Abu Hamid Muhammad al-Ghazali. 1989. Ihyā Ulūm ad-Din. Jilid III. Beirut:

Dar al-Fikr. Abu Yasid, 2004. Islam Akomodatif: Rekonstruksi Pemahaman Islam sebagai

Agama Universal. Yogyakarta: LKis. Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicial Prudence). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Page 422: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxii

Adi Sasono. 2008. Menuju Rakyat Berdaulat: Wawancara Adi Sasono Ketua Umum Dekopin. Jakarta: Penerbit Republika.

Afzalurrahman. 1995. Doktrin Ekonomi Islam. (terjemahan). Jilid 3.

Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf. _______2000. Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. (terjemahan).

Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy. Arifin, M. 2000. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di

Lingkungan Sekolah dan Keluarga.Jakarta: Bulan Bintang. Ahmad Azhar Basyir. 1988. Asas-Asas Hukum Muamalat. Yogyakarta:

Fakultas Hukum UII. Ahmad Ifham Sholihin. 2010. Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama. Ahmad Munif Suratmaputra. 2002. Fisafat Hukum Islam al-Ghazali;

Maslahah-Mursalah dan Relevansinya dengan Pembaruan Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Ahmad Syalabi, t.th. al-Târîkh al-Islâmi wa al-Hadhârah al-Islâmiyyah. Kairo:

Maktabah Al-Nahdhah. Ainur R. Shopian, (ed.). 1997. Negara Sejahtera dalam Islam dan

Peranannya di Bidang Ekonomi dalam Etika Ekonomi Politik. Surabaya: Risalah Gusti.

Ali Abdul Halim Mahmud. 2004. Akhlak Mulia. (terjemahan). Jakarta: Gema

Insani Press. Ali Anwar Yusuf. 2002. Wawasan Islam. Bandung: Pustaka Setia. Ali Nurdin. 2006. Quranic Society: Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal

dalam Al-Qu’ran. Surabaya: Penerbit Erlangga. Amartya Sen. 2010. The Idea of Justice. London: Penguin Books. Aminuddin Ilmar. 2009. Konstruksi Teori dan Metode Kajian Ilmu Hukum.

Makassar: Hasanuddin University Press.

Page 423: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxiii

Amir Syarifudin. 2009. Ushul Fikih. Jilid 2. Jakarta; Kencana Prenada Media Group.

Amrullah Achmad (et.al). 2006. Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum

Nasional: Mengenang 65 th. Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, SH. Jakarta: Gema Insani Press

Andre Ata Ujan. 2009. Filsafat Hukum. Yogyakarta: Kanisius. Anonim. 2006. Social Justice in an Open World: The Role of the United

Nations. New York: United Nations Publication. Antonius Atoshoki. (et.al). 2006. Relasi dengan Tuhan. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo. Anwar Sani, M. 2010. Jurus Menghimpun Fulus: Manajemen Zakat Berbasis

Masjid. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Arfin Hamid, M. 2006. Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) di Indonesia:

Aplikasi dan Prospektifnya. Bogor: Ghalia Indonesia. ______2007. Hamid, Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia: Perspektif

Sosio-Yuridis. Jakarta: eLSAS. Arskal Salim and Azyumardi Azra, (ed.). 2003. Sharia and Politics in Modern

Indonesia. Singapore: ISEAS Asghar Ali Engineer. 1993. Islam dan Pembebasan (terjemahan).

Yogyakarta: LKiS. Asmaran As. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Press.

Bagir Manan. 1996. Politik Perundang-Undangan dalam Rangka

Mengantisipasi Liberalisasi Perekonomian. Bandar Lampung: FH-UNILA.

Budhy Munawar Rachman. (ed.). 1994. Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam

Sejarah. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina.

______ 2001. Islam Plural: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. Jakarta: Paramadina.

Page 424: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxiv

Bur Rusuanto. 2005. Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas Dua Teori Filsafat Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Carl Joachim Friedrich. 2010. Filsafat Hukum: Perspektif Historis.

(terjemahan). Bandung: Nusa Media. Chaider S. Bamuaalim dan Irfan Abubakar. (ed.). 2005. Revitalisasi Filantropi

Islam: Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya [PBB] UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Christopher Heath Wellman and Alan John Simmons. 2005. Is There a Duty to Obey

the Law?. New York: Cambridge University Press.

Darji Darmodiharjo dan Shidarta. 2006. Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo. 2007. Mimpi Negara

Kesejahteraan. Jakarta: Perkumpulan Prakarsa. Dasuki Hafidz. (ed.). 1993. Ensiklopedi Islam. Jilid V. Jakarta: Ikhtiar Baru

van Hoeve. Daud Rasyid. 1998. Islam dalam Berbagai Dimensi. Jakarta: Gema Insani Press. Dennis Patterson. (ed.). 2010. A Companion to Philosophy of Law and Legal

Theory, (United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd. Didin Hafidhuddin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema

Insani Press. _______ 2003. Islam Aplikatif. Jakarta: Gema Insani Press. _______dan Hendri Tanjung. 2008. Manajemen Syariah dalam Praktik.

Jakarta: Gema Insani Press. Endang Saifuddin Anshari. 2004. Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran

tentang Paradigma dan Sistem Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Fajar Riza dan Endang Tirtana (ed.). 2007. Islam, HAM, dan Keindonesiaan:

Refleksi dan Agenda Aksi untuk Pendidikan Agama. Jakarta: MAARIF Institute for Culture and Humanity.

Page 425: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxv

Fachry Ali. 1984. Islam Keprihatinan Universal dan Politik Indonesia. Jakarta:

Pustaka Antar Kota Fakhruddin. 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, Malang: UIN

Malang Press. Fathurrahman Djamil. 1997. Filsafat Hukum Islam (Bagian Pertama). Jakarta:

Logos. Fazlur Rahman. 1982. Islam and Modernity, Transformation of Intellectual

Tradition. Chicago: The University of Chicago Press. Fernando M. Manullang, E. 2007. Menggapai Hukum. Jakarta : Kompas. Fu’ad Abdul Baqi. 1981. al-Mu’jam al-Mufahras li alfazd al-Qur'an al-Karim.

Mesir : Dar al-Fikr. Frans H. Winarta. 2009. Suara Rakyat Hukum Tertinggi. Jakarta: Penerbit

Buku Kompas. Ghazali, Al. t.th. Al-Mustasfa fi `Ilm al-Ushul. T.tp.: Dar al-Fikr, t.th.

Hamid Abidin. (ed.). 2004. Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS: Menuju

Pemanfaatan Zakat Infak Sedekah. Jakarta: Piramedia. Hamka Haq. 2003. Syariat Islam: Wacana dan Penerapannya. Ujung

Pandang: Yayasan al-Ahkam. Harun Nasution. 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jilid I. Jakarta:

UI Press. Harry J. Gensler. 2011. Ethics: A Contemporary Introduction, Second Edition.

New York: Routledge. Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula. 2006. Syariah Marketing,

(Bandung: Mizan.

Hestu Cipto Handoyo, B. 2008. Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah Akademik. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Ibnu Khaldun. 2005. The Muqaddimah: An Introduction the History. United Kingdom: Princeton University Press.

Page 426: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxvi

Ibrahim Musthafa. (et.al.). 2004. Al-Mu’jam al-Wasith. Kairo: Maktabah asy-

Syuruq ad-Dauliyah. Idris Thaha. (ed). 2003. Berderma Untuk Semua: Wacana dan Praktik

Filantrofi Islam. Bandung: Teraju Mizan.

Imadduddin Abdulrahim, M. 2002. Islam Sistem Nilai Terpadu. Jakarta: Gema Insani Press.

Imam Abu Hamid al-Ghazali. 2008. Al Mustashfa bi Tahqiqi Abdullah

Mahmud Muhammad Umar. Beirut: Darul Kutub Ilmiyah. Imam Sukardi. (et.al). 2003. Pilar Islam Bagi Pluralisme Modern. Solo: Tiga

Serangkai. Imdadun Rahmat, M. 2003. Islam Pribumi: Mendialogkan Membaca Realitas.

Jakarta: Erlangga. Irfan Idris. 2009. Islam dan Konstitusionalisme: Konstribusi Islam dalam

Penyusunan Undang-Undang Dasar Indonesia Modern. Yogyakarta: antonyLib.

Isbandi Rukminto Adi. 2005. Konsep dan Pokok Bahasan dalam Ilmu

Kesejahteraan Sosial. Jakarta : UI Press. Isnawati Rais. 2005. Pemikiran Fikih Abdul Hamid Hakim. Jakarta: Program

Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji.

Izzudin Ibnu Abdil Azis Ibnu Abdis Salam. t.th. Qawaidul Ahkam fi Islahil

Anam. Damaskus: Darul Qalam. Jamil Ahmad. 1996. Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus. Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at. 2006. Teori Hans Kelsen tentang

Hukum. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

_______ 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. John Perry. et.al (ed.), Introduction to Philosophy: Classical and Contemporary Reading. New

York: Oxford University Press.

Page 427: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxvii

John Rawls. 2003. A Theory of Justice. United States of America: Harvard University Press. _______ 2003. Justice as Fairness: a Restatement. United States of America: President and

Fellows of Harvard College.

Jon Mandle. 2009. Rawl’s a Theory of Justice: an Introduction. New York: Cambridge University Press.

Joseph Raz. 2009. The Authority of Law: Essays on Law and Morality. United

States: Oxford University Press. Kirdi Dipoyudo. 1990. Membangun Atas Dasar Pancasila. Jakarta : CSIS. Kuntowijoyo. 2008. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: PT.

Mizan Pustaka. Laode Husen. 2005. Hubungan Fungsi Pengawasan DPR dengan BPK

dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Bandung: CV. Utomo Lawrence M. Friedman. 1975. The Legal System: a Sosial Science

Perspective. New York : Russel Sage Foundation. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia. 2009. Indonesia Economic Outlook 2010. Jakarta: Kompas Gramedia.

Louis Ma’luf. 1997. al-Munjid fi Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar al-Masyriq. Mahmud Abu Saud. 1996. GBEI: Garis-Garis Besar Ekonomi Islam.

(terjemahan). Jakarta: Gema Insani Press. Mahmud Syalthut. 1966. Islam: Aqidah wa Syariah, t.tp: Dar al-Qalam. Mahyuddin. 1999. Kuliah Akhlak Tasawuf. Jakarta : Kalam Mulia. Majma’ al-Lughah al-Arabiyah. t.th. al-Mu’jam al-Wasit. Juz 1. Teheran: al-

Maktabah al-Ilmiyah. Marwan Effendy. 2005. Kejaksaan: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif

Hukum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Page 428: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxviii

Marzuki Wahid dan Rumadi. 2001. Fiqh Madzhab Negara: Kritik Atas Politik Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: LKiS.

Masdar F. Mas’udi. 1993. Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam.

Jakarta: P3M. _______ 2005. Menggagas Ulang Zakat: Sebagai Etika Pajak dan Belanja

Negara untuk Rakyat. Bandung: PT. Mizan Pustaka Masjfuk Zuhdi. 1993. Studi Islam (Aqidah). Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada. Michael J. Sandel. 2010. Justice: What’s the Right Thing to Do?. London:

Penguin Books. Mohammad Asror Yusuf. 2004. Kaya Karena Allah: Sikap dan Pandangan

Islam terhadap Dunia Materi. Depok: Kawan Pustaka. Mohammad Shujaat. 2004. Social Justice in Islam. New Delhi: Anmol

Publications PVT. LTD. Muchotob Hamzah dkk. 2004. Tafsir Maudhu’i Al-Muntaha, Yogyakarta:

Pustaka Pesantren. Muhammad Ayub. 2007. Understanding Islamic Finance. (terjemahan).

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Muhammad Abu Zahrah. 1958. Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar al-Fikr al-Arabiy. Muhammad Baqir al-Habsyi. 2005. Fiqih Praktis 1 menurut al-Qur’an. al-

Sunnah dan Pendapat Ulama. Bandung: PT Mizan Pustaka. Muhammad bin Thahir bin Asyur. 2006. Maqasid asy-Syariah al-Islamiyah.

Kairo: Darus Salam. Muhammad Daud Ali. 1988. Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf.

Jakarta: Universitas Indonesia Press. _______ dan Habibah Daud. 1995. Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia.

Jakarta: Rajawali Press. ______2002. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Page 429: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxix

Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. 1981. al-Mu’jam al-Mufahras li alfazd al-Qur’an al-Karim. Mesir: Dar al-Fikr.

Muhammad Ibnu Mukaram Ibnu Mansur, t.th. Lisan al-Arab. Juz IX. Beirut:

Dar Lisan al-Arab. Muhammad Ibn Ya’qub al-Fairuzabadiy. 1985. Al-Qamus al-Muhith. Beirut:

Dar al-Fikr. Muhammad Ismail Ibrahim. 1969. Mu’jam al-Alfaz wa al-A’lam al-Quraniyyah.

Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi. Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma. 2002.

Menggagas Bisnis Islami. Jakarta: Gema Insani Press. Muhammad Kamaludin Imam. t.th. Ushulul Fiqh al-Islamy, Iskandariyah:

Darul Matnu’at al-Jami’ah. Muhammad Syafi’i Antonio. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik.

Jakarta: Gema Insani Press. Muhammad Tahir Azhary. 2007. Negara Hukum: Studi tentang Prinsip-

Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Kencana.

Muhammad Tholhah Hasan. 2005. Islam dalam Perspektif Sosio Kultural.

Jakarta: Lantabora Press.

Muhammad Uda Kasim. 2005. Zakat: Teori, Kutipan, dan Agihan. Kuala Lumpur: Utusan Publication and Distribution.

Muhammad Syakir Sula. 2004. Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan

Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani Press. Muhammad Yusuf Musa. 1988. Islam Suatu Kajian Komprehensif.

(terjemahan). Jakarta: Rajawali Pers. Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman.1993. Dasar-Dasar Pembinaan Hukum

Fiqh Islami. Bandung: Al-Ma’arif.

Munawir Syadzali. 1993. Islam dan Tata Negara. Jakarta: UI Press.

Page 430: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxx

Murtadha Muthahhari. 2009. Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam. (terjemahan). Bandung: Mizan.

Musa Asy’ari. 1992. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an.

Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam. Muslich. 2004. Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis, Normatif, dan

Substansi Implementatif. Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi UII. Mustafa Haji Daud. 2004. Tamadun Islam. Kuala Lumpur: Utusan

Publications & Distributors Sdn Bhd. Natsir Fathuddin, TM. 2008. Kuliah Akhlak: Kajian Sistematis Mengenai

Akhlak Terhadap Allah dan Rasulullah SAW. Jilid I. Bogor: Pesantren Baitussalam.

Panitia Penyusun Biografi. 1990. Prof. KH. Ibrahim Hosen dan Pembaruan

Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: CV. Tiga Sembilan. Paul Spicker. 1995. Social Policy: Themes and Approaches. London:

Prentice Hall. Peters, A.A.G. dan Koesriani Siswosoebroto. 1988. Hukum dan

Perkembangan Sosial “Buku Teks Sosiologi Hukum Ke I”. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Qastalani. 1990. Irsyad al-Sari li Syarh Shahih al-Bukhari III. Beirut : Dar al-

Fikr, 1990. Qodri Azizy, A. 2004. Membangun Fondasi Ekonomi Umat (Meneropong

Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Quraish Shihab, M. 2003. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai

Persoalan Umat. Bandung: Mizan. _______2007. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung: PT.

Mizan Pustaka. _______2007. Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.

Page 431: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxxi

Ratno Lukito. 2008. Hukum Sakral dan Hukum Modern: Studi tentang Konflik dan Resolusi dalam Sistem Hukum di Indonesia. Jakarta: Pustaka Alvabet.

Razi. 1996. Mukhtar as-Shahah. Beirut: Maktabah Lubnan. Richard B. Brandt (ed.). 1962. Social Justice. United States of America:

Prentice-Hall, Inc. Robert N. Bellah. 1976. Beyond Belief. New York: Harper & Row. Ron Villanova. 1999. Legal Methods: A Guide for Paralegals and Law Students,

(United States of America: Llumina Press. Ronny Hanitijo Soemitro. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri.

Jakarta: Ghalia Indonesia. Routledge.Cavendish. 2002. Jurisprudence. New York: Cavendish

Publishing. Michael J. Sandel. 2010. Justice: What’s the Right Thing to Do?. London:

Penguin Books. Sabahuddin Azmi. 2002. Islamic Economics. New Delhi: Goodwork Books. Sahal Mahfudh. 2007. Nuansa Fiqih Sosial. Yogyakarta: LKiS, 2007. Satjipto Rahardjo. 1996. Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya. _______ 2009. Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya.

Yogyakarta: Genta Publishing. Satya Arinanto dan Ninik Triyanti. 2009. Memahami Hukum dari Konstruksi

Sampai Implenetasi. Jakarta: PT. Rajawali Pers.

Sayyid Qutb. 2000. Social Justice in Islam. New York: Islamic Publications International.

_______ 2001. Tafsir fi Zhilalil Qur`an. Jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press. Sayid Sabiq. 1985. Aqidah Islam (Ilmu Tauhid). (terjemahan). Bandung:

PT. Diponegoro.

Page 432: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxxii

Setiawan Budi Utomo. 2009. Metode Praktis Penetapan Nisab Zakat: Model Dinamis Berdasarkan Standar Nilai Emas dan Kebutuhan Hidup Layak (KHY) Provinsi. Bandung: PT. Mizan Pustaka Utama.

Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan. 1998. Kitab Tauhid, (terjemahan).

Jakarta: Akafa Press. Sjechul Hadi Permono. 1995. Pemerintah Republik Indonesia Sebagai

Pengelola Zakat. Jakarta, Pustaka Firdaus. Singh, N.K. 1998. Social Justice and Human Rights in Islam. New Delhi:

Mehra Offset Press.

Soerjono Soekanto. 1996. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press Sofyan Hasan, K.N. 1995. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Surabaya: Al-

Ikhlas. Sri Nurhayati dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta:

Salemba Empat. Sukarno Aburaera et.al. 2009. Filsafat Hukum. Malang: Bayumedia

Publishing Sukron Kamil. 2002. Islam dan Demokrasi, Telaah Konseptual dan Historis.

Jakarta Gaya Media Pratama. Sumardi Suryabrata. 1995. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo

Persada. Stuart Oskamp and P. Wesley Schultz. 2009. Attitudes and Opinions. Third Edition.

New York: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. Syarif Hidayatullah. 2008. Ensiklopedia Rukun Islam, Ibadah Tanpa Khilafiah,

Zakat. Jakarta: Al-Kautsar Prima. Syatibi. 1997. Al Muwafaqat fi Ushul asy-Syariah. Vol. 2. Beirut: Dar Ibnu

Affan. Syeikh Ibnu Taymiyyah. 2006. Panduan Merawat dan Mencerdaskan Kalbu.

(terjemahan). Jakarta: PT. Sermabi Ilmu Semesta. Syihab, H.Z.A. 1998. Aqidah Ahlu Sunnah. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 433: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxxiii

Syuhudi Ismail. 1995. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang.

Theo Huijbers. 2010. Filsafat Hukum. Yogyakarta : Kanisius. Tim Penulis Hizbut Tahrir Indonesia. 2002. Menegakkan Syariah Islam. (T.tp:

Hizbut Tahrir Indonesia. Tobroni dan Samsul Arifin. 1994. Islam, Pluralisme Budaya dan Politik

Refleksi Teologi untuk Aksi dalam Keberagamaan dan Penddidikan. Yogyakarta: SI Press.

Topo Santoso. 2003. Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariah

dalam Wacana dan Agenda. Jakarta: Gema Insani Press. Umer Chapra, M. 2000. Sistem Moneter Islam. (terjemahan). Jakarta: Gema

Insani Press. _______ 2001. The Future of Economics: An Islamic Perspective. United

Kingdom: The Islamic Foundation. Valerine, J.L.K. 2009. Modul Metode Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta:

Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Yunahar Ilyas. 2002. Kuliah Akhlak. Jakarta: Pustaka Pelajar. Yusuf Hamid Alim. 1994. Al-Maqasid al-Ammah Lissyariah al-Islamiyah.

Riyadh: Ma’had Ali al-Fikri al-Islami. Yusuf al-Qardawi. t.th. Fiqh al-Zakah: a Comparative Study of Zakah,

Regulations and Philosophy in the Light of Qur'an and Sunnah, Volume I. Arab Saudi: Scientific Publishing Centre King Abdulaziz University Jeddah.

______ 2007. Hukum Zakat. (terjemahan). Bogor : Pustaka Litera Antarnusa. _______2005. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan.

(terjemahan). Jakarta: Zikrul Hakim. Wael B. Hallaq. 2000. Sejarah Teori Hukum Islam: Pengantar untuk Ushul

Fiqh Madzhab Sunni. (terjemahan). Jakarta: Rajawali Press.

Page 434: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxxiv

Wahbah al-Zuhayly. 1988. Zakat: Kajian Berbagai Mazhab. (terjemahan). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Warren E. Ilchman dkk. (ed.). 2006. Filantropi di Berbagai Tradisi Dunia.

Jakarta: CRSC UIN Syahid Jakarta. Wiwoho, B. et.al., (ed.). 1992. Zakat dan Pajak. Jakarta: Bina Rena Pari

Wara, 1992.

B. Sumber-Sumber Lain Ahmad Sutarmadi, “Jangan Tutup Gerak LAZ, tapi Atur dan Awasi Mereka”,

Majalah InfoZ, Edisi 4 Tahun VI, Januari-Februari 2010. Ahmad Erani Yustika dan Jati Andrianto. “Zakat, Keadilan dan

Keseimbangan Sosial” dalam Jurnal Pemikiran dan Gagasan. Volume 1, Nomor 4, Agustus 2008.

Ahmad Zaenal Fanani. “Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan

Islam”http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/WACANA%20HUKUM%20ISLAM/TEORI%20KEADILAN%20PERSPEKTIF%20FILSAFAT%20HUKUM%20ISLAM.pdf diakses pada 28 Juni 2010.

Ali Parman. ”Ketaatan Berzakat: Telaah Hukum Islam dan Implikasinya

Terhadap Manajemen Zakat di Kota Makassar ”Disertasi, Program Pascasarjana UIN alauddin Makassar. 2007.

______ “Kemoderatan Dalam Hukum Islam: Telaah Terhadap Implementasi

Ibadah-Muamalah yang Bercorak Matematis”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Hukum Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar. 25 Oktober 2011.

Almisar Hamid. “Nasib Lembaga Amil Zakat Di Indonesia” http://www.ahmad

heryawancom/opini-media/sosial-politik/4297-nasib-lembaga-amil-zakat-di-indonesia.pdf diakses pada 2 Mei 2010.

Amiur Nuruddin. 1994. “Konsep Keadilan dalam Al-Qur’an dan Implikasinya

Pada Tanggung Jawab Moral”. Disertasi. Yogyakarta : Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga.

Page 435: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxxv

Anonim, Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Nasional, http://www. scribd.com/doc/32246829/Tata-Urutan-Peraturan-Perundang-undangan”, diakses pada 15 Maret 2011.

Anwar Ibrahim. Negara Kesejahteraan Versi Maccae ri Luwu.

http://alwyrachman. blogspot.com/2009/09/negara-kesejahteraan-versi-maccae-ri.html diakses pada 5 Juni 2010.

Arfin Hamid, M. “Hukum Zakat: Pengembangan dan Pendayagunaannya

Sebuah Kajian Kearah Formalisasi Hukum Zakat di Indonesia” Tesis. Program Pascasarjana Universitas Indonesia. 1999.

______ “Teori Bisnis Tazkiyah: Konsep dan Aplikasinya pada Bank Syariah

dan Institusi Syariah Lainnya”. Jurnal Amanna Gappa. Vol. 16 Nomor 4 Desember 2008.

______ “Menakar Paradigma Kesadaran Berzakat” Fajar. Sabtu, 28 Agustus

2010. _______, “Konsep Reformasi Berzakat” Fajar, Rabu, 25 Agustus 2011. Aris Munandar. “Pembangunan Nasional, Keadilan Sosial, dan

Pemberdayaan Masyarakat” Jurnal Universitas Paramadina. Vol.2 No. 1 September 2002.

Asep Saepudin Jahar. The Clash of Muslim and the State: Waqf and Zakat in

Post Independence Indonesia dalam Studi Islamika: Indonesian Journal For Islamic Studies, Vol. 13 No. 3, 2006.

Asmawi. “Relevansi Teori Maslahat dengan UU Pemberantasan Korupsi”

http://asmawi.net/wp-content/uploads/2010/01/Relevansi-Teori-Maslahat-dengan-UU-Pemberan-tasan-Korupsi.PDF diakses pada 2 Juni 2010.

Bowo Pribadi, Nilai Islam Jadi Dasar Hukum, http://bataviase.co.id/node/

481341 diakses 12 Pebruari 2011. Didin Hafidhuddin, “ Mewujudkan Manajemen Zakat Modern dan Profesional”

http://pkesinteraktif.com/edukasi/hikmah/1288-mewujudkan-manajemen-zakat-modern-dan-profesional.html diakses pada 28 Agustus 2011.

Dawam Rahardjo, M. “Adl” dalam Jurnal Ulumul Qur’an. Vol V No. 3. 1994.

Page 436: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxxvi

_______ 1996. Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-

konsep Kunci. Jakarta : Paramadina. Edi Suharto. Islam dan Negara Kesejahteraan. http://www.policy.hu/suharto/

Naskah% 20PDF/ IslamNegaraKesejahteraan.pdf diakses pada 24 Februari 2010.

Erman Rajagukguk, Filsafat Hukum Ekonomi. http://www.ermanhukum.com/

Kuliah/Filsafat%20Hukum%20Ekonomi%20Kul%20II.pdf diakses 22 April 2011.

Hairunnizam Wahid dkk., “Kesedaran Membayar Zakat Pendapatan di

Malaysia” http://www.ukm.my/hairun/kertas%20kerja/kesedaran%20 membayar%20zakat%20pendapatan.pdf diakses 6 September 2011.

Hayyan ul Haq ”Managing Uncertainty And Complexity In The Utilization Of

Biodiversity Through The Tailor-Made Inventor Doctrine And Contract Law, Paper, Presented at International Workshop Managing Uncertainty and Complexity in Biodiversity and Climate Change, University Chatolic Louvain La-Neuve, Belgium 15-16 June 2006.

_______“Constructing a Coordinated Structure in the Contract for the

Transfer of Technology” International Journal Technology Transfer and Commercialisation. Vol. 6, No. 1, 2007.

Henry Simarmata. Keadilan Sosial: Perspektif Perdebatan antara John

Maynard Keynes dan Friedrich von Hayek. http://www.psik-indonesia.org/files_pdf/Keadilan%20Sosialpaper%20okt_ 20090330050314. pdf diakses pada 23 Juni 2010.

Heru Susetyo, “Peran Negara dalam Pengelolaan Zakat: Perspektif Negara

Kesejahteraan dan Praktek Negara-Negara Tetangga”. http://imz.or.id/new/publication/45/ diakses 26 Maret 2011.

http://bazmakassar.blogspot.com diakses pada 30 April 2011. http://www.dompetdhuafa.org. diakses pada 30 April 2011. http://www.reocities.com/CapitolHill/embassy/4083/tarbiyah/konsepnegara.ht

ml. diakses pada 30 April 2011.

Page 437: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxxvii

http://www.scribd.com/doc/16923591/Undangundang-Zakat-danDekonstruksi, diakses 8 Mei 2011.

Hukum Islam Mestinya Diadopsi, http://bataviase.co.id/node/161026, diakses

4 Mei 2011. Imam Purwadi. Negara Kesejahteraan dalam Pandangan Ketatanegaraan

Islam. http://wwwgats.blogspot.com/2009/07/negara-kesejahteraan-dalam-pandangan.html diakses pada 5 Juni 2010.

“Keadilan Hukum Atau Keadilan Sosial Yang Diperlukan Rakyat Timor-

Leste?”http://www.yayasanhak.minihub.org/direito/txt/2003/26/06_direito.html diakses pada 1 Juni 2010.

Maksun, F. “Zakat dan Keadilan Ekonomi” http://www.zisindosat.com/zakat-

dan-keadilan-ekonomi/ diakses pada 3 Maret 2010. Mantan Kepala Inspektorat Mankir”, http://www.ujungpandangekspres.

com/view.php?id=65818, diakses pada 20 Mei 2011. Masdar F. Mas'udi. "Meletakkan Kembali Maslahat Sebagai Acuan Syari'ah"

dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur'an No.3. Vol. VI Th. 1995.

“Masih Terjadi Kesenjangan Antara Potensi dan Aktualisasi PengumpuIan

Zakat” Harian Pelita. 3 Maret 2009. Mawardi. “Strategi Efektifitas Peran Lembaga Zakat Di Indonesia” dalam

Jurnal Hukum Islam. Vol. IV No. 2 Desember 2005. Merza Gamal. Peran Negara dalam Ekonomi Islam. http:// www. Kabar

indonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20071 diakses pada 2 Spetember 2010.

Muhammad Joni, “Pengelolaan Zakat: Review Hukum

http://advokatmuhammadjoni.com/berita/info-hukum/145-pengelolaan-zakat-review-hukum.html diakses 6 September 2011

Mohammad Tahir Sabit Haji Mohammad, “Principles of Sustainable Development in Ibn Khaldun’s Economic Thought”, Malaysian Journal of Real Estate. Volume 5. Number 1. 2010.

Moch. Arief. “Prinsip Pengelolaan Zakat” dalam Infoz. Edisi 5 Th V Maret -

April 2010.

Page 438: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxxviii

Mohammad Tahir Sabit Haji Mohammad. “Principles of Sustainable

Development in Ibn Khaldun’s Economic Thought”. Malaysian Journal of Real Estate. Volume 5, Number 1, 2010.

Muhammad Fuad Nasar, “Spirit Ideologis Zakat”, http://lazisgarudaindonesia

.or.id/?p=920 diakses pada 23 Pebruari 2011. Muhammad Joni, “Pengelolaan Zakat: Review Hukum”, http://

advokatmuhammadjoni.com/berita/info-hukum/145-pengelolaan-zakat-review-hukum.html diakses 6 September 2011

Muhtadi Anshor, A. “Kewajiban Zakat dan Pajak dalam Perspektif Islam”,

Jurnal Ahkam, Volume 11, No. 2, Nopember 2009. Mujahid Quraisy, “Dinamika Ilmu Ekonomi Islam dan Model Saintifikasi

Kuntowijoyo”, Jurnal Mukaddimah, Vol. XV, No. 26, Januari-Juni 2009.

Mustafa, Manusia Menurut al-Qur’an, Filsafat dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam”, http://www.pdfbest.com/18/1897a9993550f329-download.pdf diakses 4 Maret 2010

Nurcholish Madjid. “Menuju Masyarakat Madani”. Ulumul Qur’an. Nomor 2/VII/1996.

Oneng Nurul Bariyah, N. “Kontekstualisasi Total Quality Management dalam

Lembaga Pengelola Zakat untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Prinsip dan Praktik)”. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010.

Riyadi Terre. “Keluar dari Dilema Transisi: Sebuah Pendekatan Paradigmatik

Menuju Keadilan Transisional” dalam Jurnal Dignitas. Volume 1. No. 1 Tahun 2003.

Rusdi Ali Muhammad, “Teori Gradualisme: Aplikasi Penerapan Syariáh Islam

di NAD”, http://www.ditpertais.net/swara/warta18-03.asp, diakses 4 Maret 2011.

Samil Hasan. “Islamic Concept of Social Justice: Its Possible Contribution to

Ensuring Harmony and Peaceful Coexistence in a Globalised World” Macquarie Law Journal. Vol 7. 2007.

Page 439: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxxxix

Shahrukh Rafi Khan. “Sistem Ekonomi Politik dalam Negara Islam” dalam Jurnal Millah. Vol. II. No. 1 Januari 2002.

Shiddiq al-Jawi, M. “Peran Pemerintah Dalam Pengelolaan Zakat”, http://

punyahari.blogspot.com/2009/11/peran-pemerintah-dalam-pengelolaan.html diakses 20 Pebruari 2011.

Siti Wahidah. Pendidikan Akhlak Dalam Ibadah Zakat, http://digilib.uin-

suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--sitiwahida-4351 diakses 12 Pebruari 2011.

Sofyan Lubis, M. Menggugat Kepatuhan Hukum Kita.

http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=42 diakses 20 April 2011.

Steven E. Mayer. “Social Justice”. http://www.justphilanthropy.org/ resources/

Social Justice.pdf diakses 1 Juni 2010. Taufiq Rahman, M. “Teori Keadilan Sosial Sayyid Qutb” http://www

.insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=112:teori-keadilan-sosial-sayyid-qutb&catid=18:seputar-ham& Itemid=16diakses pada 5 Juni 2010.

“UU Zakat Masih Mandul”, http://majalah.hidayatullah.com/?p=2313 diakses

pada 5 Mei 2011. Yulia Hafizah. “Kebijakan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari Konsep Dasar

Ekonomi Islam” Jurnal Millah Vol. IV. No. 2. Januari 2005. Yuslam Fauzi, “Islam dan Kesejahteraan Dunia Muslim” http://www.cmm.or.i

d/ cmm-ind_more.php?id=A5248_0_3_0_M diakses pada 5 Februari 2011.

Wahyuddin Abdullah, “Sudahkah Menunaikan Zakat Perusahaan?’, Fajar,

Senin, 22 Agustus 2011. Wikipedia. Social justice. http://en.wikipedia.org/wiki/Social_justice. diakses

pada 5 Maret 2009. Zainuddin. “Constructing Appropriate Regulation to Optimize Zakat for Public

Welfare”. Makalah. disampaikan dalam International Indonesian Law Society Conference. dengan tema Rights to Justice: Exploring Legal

Page 440: PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS …

cdxl

Innovation towards Ideal State of Social Order. 8 December 2010. di Utrecht Belanda.

________.“Zakat: Konsumtif: Melestarikan Kemiskinan,” Harian Fajar, Kamis,

25 Agustus 2011. “Zakat Instrumen Mensejahterakan Umat” http://www.bisnis-kti.com/index.php

/2011 /08/zakat-instrumen-mensejahterakan-umat/ diakses 2 September 2011

“Zakat Makes Free!”, http://www.khalifah.co.id/sosial/enterpreneurship/1329-

zakat-makes-free diakses pada 27 Agustus 2011. Zulfahmi Bustami “Argumentasi Positifikasi Hukum Zakat di Indonesia” dalam

Jurnal Hukum Islam. Vol. VII No. 5. Juli 2007.