refrat sindrom nefrotik-1

17
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BEL AKANG Sindrom nef rot ik (SN) adalah seku mpu lan gej ala yang ter dir i dari  proteinuri massif, hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan dia gno sis tid ak semua gej ala ters ebu t har us dit emu kan . Pro tei nur i mas if merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar al bu mi n serum rend ah , ek skresi pr ot ei n da la m ur in ju ga be rkur an g,  proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terja di pada SN. Kond isi pro te in uri ya ng berat, hemat uri, hip oal bumni emia, hiperk olester olemia, edema dan hiper tensi yang tidak terdiagno sa atau tidak teratasi akan berkembang secara progresif menjadi kerusakan gromeruli yang akan menurunkan Laju Filtrasi Gromerulus (LFG) yang akhirnya menjadi gagal ginjal. Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetap sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun.  Kasus sindrom nefrotik pada anak paling sering ditemukan pada usia 18 bulan-4 tahun. Kejadian sindrom nefrotik pada anak seki tar 1-2 /10 0.0 00 ana k.  Rasi o laki -la ki :per empuan = 2:1, seh ingga dikatakan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Di Amerika Serikat Insiden sindrom nefrotik dengan nefropati diabetik a dalah yang paling umu m dan sej ak PGT A kar ena nef ropati tersebut men capai rata-rata 100 kasus perjuta populasi, kasus SN tersebut mencapai rata-rata 50 kasus p erjuta  populasi. 1

Upload: annisafildzahashfi

Post on 14-Apr-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 1/17

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari

 proteinuri massif, hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema

dan hiperkolestrolemia. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan

diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuri masif 

merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar 

albumin serum rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang,

 proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada

SN. Kondisi proteinuri yang berat, hematuri, hipoalbumniemia,

hiperkolesterolemia, edema dan hipertensi yang tidak terdiagnosa atau tidak 

teratasi akan berkembang secara progresif menjadi kerusakan gromeruli yang

akan menurunkan Laju Filtrasi Gromerulus (LFG) yang akhirnya menjadi

gagal ginjal.

Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetap sebagian besar (74%)

dijumpai pada usia 2-7 tahun. Kasus sindrom nefrotik pada anak paling sering

ditemukan pada usia 18 bulan-4 tahun. Kejadian sindrom nefrotik pada anak 

sekitar 1-2/100.000 anak.  Rasio laki-laki:perempuan = 2:1, sehingga

dikatakan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Di Amerika

Serikat Insiden sindrom nefrotik dengan nefropati diabetik adalah yang paling

umum dan sejak PGTA karena nefropati tersebut mencapai rata-rata 100

kasus perjuta populasi, kasus SN tersebut mencapai rata-rata 50 kasus perjuta

 populasi.

1

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 2/17

B. TUJUAN PENULISAN

Pembuatan tinjauan pustakaini bertujuan untuk memperdalam

 pemahaman mengenai penyakit sindroma nefrotik serta mengetahui

 penatalaksanaan yang tepat sesuai indikasi.

2

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 3/17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik 

glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif 

≥ 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia dan lipiduria.

B. KLASIFIKASI

Sindrom nefrotik pada dewasa:

a. Glomerulonefritis primer (Sebagian besar tidak diketahui sebabnya).

1) Glomerulonefritis membranosa

Jarang menjadi penyebab SN pada anak tetapi sering pada dewasa.

Hampir semua pada orang dewasa. Pada mikroskop biasa terlihat

gambaran penebalan dinding kapiler, pada mikroskop elektron terlihat

kelainan membrana basalis. Kelainan ini jarang memberikan respon

terhadap steroid dan prognosis mortalitas lebih kurang 50%.

2) Glomerulonefritis Kelainan Minimal

Merupakan penyebab utama SN anak-anak, Pada dewasa hanya

20%. Dengan mikroskop biasa tidak tampak kelainan yang jelas pada

glomerulus sedangkan ada mikroskop elektron dapat dilihat sel epitel

kapiler glomerulus yang membengkak dan bervakuol. Fungsi ginjal

 biasanya tidak banyak terganggu dan tidak ada hipertensi.

Penampakan yang tidak biasa yaitu hipertensi (30% pada anak-

anak dan50% pada dewasa), hematuri (20% pada anak-anak dan 30%

3

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 4/17

 pada dewasa) dan penurunan fungsi ginjal (kurang dari 5% pada anak-

anak dan 30% pada dewasa). Prognosis kelainan ini relatif paling baik.

Pengobatannya ialah dengan pemberian steroid. Sering mengalami

remisi spontan, akan tetapi sering pula kambuh.

3) Glomerulonefritis membranoproliferatif 

Biasa ditemukan pada anak besar dan orang dewasa muda.

Perjalanan penyakit progresif lambat, tanpa remisi dan berakhir dengan

 payah ginjal. Ciri khasnya adalah kadar komplemen serum yang rendah

4) Glomerulonefritis pasca streptokok 

C. ETIOLOGI

Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan GN sekunder 

akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective

tissue disease), akibat obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik seperti

yang tercantum pada tabel 1 dibawah ini:

Glomerulonephritis primer 

a. GN lesi minimal

 b. Glomerulosklerosis fokal

c. GN membranosa

d. GN membranoproliperatif 

e. GN proliperatif lain

Glomerulonephritis sekunder akibat1. Infeksi

HIV, hepatitis virus B dan C, tuberculosis, lepra

2. Keganasan

Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin,

myeloma multipel

3. Penyakit jaringan penghubung

SLE, RA

4. Efek obat dan toksin

Obat NSAID, preparat emas, probenesid kaptopril,

5. Lain-lain

Diabetes mellitus, amyloidosis, refluks vesikoureter, pre

4

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 5/17

eklamsia

Tabel 1. Etiologi SN

D. PATOGENESIS

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan terjadinya SN, yaitu:  

1. Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)

Antigen yang mausk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga

terjadi reaksi antigen amtibody larut dalam darah. SAAC ini kemudian

menyebabkan sistem komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga

komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang

kemudian terperangkap dibawa epitel capsula bowman yang secara

imunofloresensi terlihat beberapa benjolan yang disebut HUMPS

sepanjang membran basalis glomerulus berbentuk granuler atau noduler.

Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan

 permeabilitas membran basalis glomerolus terganggu sehingga eritrosit,

 protein, dan lain-lain dapat melewati membran basalis glomerolus

sehingga dapat dijumpai didalam urin.

2. Perubahan elektrokimia

Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat

 juga menimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa

kelainan terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik 

(sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein) yaitu hilangnya  fixed 

negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat

hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein

5

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 6/17

 berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat

keluar bersama urin.

E. PATOFISIOLOGI

Reaksi antigen – antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis

glomerulus meningkat diikuti oleh kebocoran protein (albumin)

a. Proteinuri :

Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar 

 berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya

sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular).

Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan

 peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan

 protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Protein

lain yang diekskresi adalah globulin pengikat tiroid, IgG, IgA,

antitrombin III dan protein pengikat vitamin D.

Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan

kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70

kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh

charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan

size selective barrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri

disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada

nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size

selectivity.

6

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 7/17

 b. Hipoalbuminemi:

Keadaan ini disebabkan oleh kehilangan sejumlah protein tubuh melalui

urine (proteinuria) dan usus (protein loosing enteropathy), katabolisma

albumin, pemasukan protein yang kurang kerana nafsu makan yang

menurun dan utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal.

Jika kompensasi hepar dalam mensintesa albumin tidak adekuat, akan

terjadi hipoproteinemi.

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis

albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN,

hipoalbuminemia disebabkan oleh protenuria massif dengan akibat

 penurunan tekanan onkotik plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan

tekanan onkotik plasma, maka hati berusaha meningkatkan sintesis

albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi

timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan

sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong peningkatan

ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat

 peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.

Mekanisme Edema

7

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 8/17

c. Hiperlipidemi

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density

lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density

lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini

disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme

di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan

intermediate density lipoprotein dari darah).

Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin

serum dan penurunan tekanan onkotik.

d. Lipiduri:

Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.

Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis

glomerulus yang permeabel.

e. Edema

Teori underfil menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor 

utama terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan

 penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari

intravascular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Oleh kerana itu,

ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan

air. Mekanisma kompensasi ini akan memperbaiki volume intravascular 

tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga

edema semakin berat.

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal

utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular 

8

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 9/17

meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus

akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan

edema. Kedua mekanisma tersebut ditemukan pada pasien SN.

Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya

disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis.

Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat

 pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.

f. Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C

dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V,

VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit,

 perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX,

XI).

g. Kerentanan terhadap infeksi

Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat

ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan

 peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti

Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi

gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni

dan peritonitis.

9

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 10/17

I iopatik Sekun er Bawaan Fokal Segmental

Sindrom Nefrotik Kurang informasi

Gangguan pembentukanglomerulus

Albumin melewati membranbersama urine

Hpoalbuminemia

 Tekanan koloid turun,

tekanan hidrostatik naik

Cairan masuk ke ekstra seluler

Retensio cairan seluruh tubuh

Edema anasarka

Gangguan imobilisasi

Penekanan terlalu dalampada tubuh

Pengiriman nutrisi danO2 ke jaringan turun

Hipoksia jaringan

Gangguan citra tubuh

Retensio cairan di rongga perut

Asites

Menkan isi perutMenekan diafragma

Ekspansi otot pernapasan

tidak optimal

Nafas tidak adekuat

Mual muntah

Nafsu makan turun

Kondisi lemah Daya tahan tubuh turun

MK : Kurang pengetahuantentang penyakit

MK : Kerusakan integritas kulit

MK : Gangguan cairandan elektrolit

MK : Ganguan perfusi jaringan

MK : Ganguan nutrisi kurangdari kebutuhan

MK : Resiko infeksiMK : Gangguan mobilitas fidsikMK : Gangguan tumbuhkembang

MK : Gangguan pola napas

Patofisiologi Sindroma Nefrotik 

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala awal Sindrom Nefrotik dapat berupa:

10

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 11/17

1. Berkurangnya nafsu makan

2. Pembengkakan kelopak mata

3. Nyeri perut

4. Pengkisutan otot

5. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air 

6. Air kemih berbusa

Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan

sampai berat dan merupakan gejala satu-satunya yang Nampak. Edema

mula-mula Nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur.

Edema yang hebat atau anasarka sering disertai edema pada genetalia

eksterna. Edema pada perut terjadi karena penimbunan cairan. Sesak napas

terjadi karena adanya cairan dirongga sekitar paru-paru (efusi pleura).

Gejala yang lainnya adalah edema lutut dan kantung zakar (pada pria).

Edema yang terjadi seringkali berpindah-pindah, pada pagi hari cairan

tertimbun di kelopak mata atau setelah berjalan, cairan akan tertimbun di

 pergelangan kaki. Pengkisutan otot bias tertutupi oleh edema.   Selain itu

edema anasarka ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan

karena edema mukosa usus. Umbilikalis, dilatasi vena, prolaks rectum,

dan sesak dapat pula terjadi akibat edema anasarka ini

G. PENEGAKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesis: Bengkak seluruh tubuh & buang air kecil

warna keruh

2. Pemeriksaan fisik: edema anasarka & asites

11

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 12/17

3. Laboratorium: proteinuri masif, hiperlipidemia,

hipoalbuminemia, (<3.5 gr/ l) lipiduria, hiperkoagulabilitas.

4. Pemeriksaan penunjang

Urinalisis, ureum, creatinin, tes fungsi hati, profil lipid, elektrolit.

Gula darah, hemostasis, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal,proteiun

urin kuantitatif 

Pada pemeriksaan analisis darah, kadar BUN dan kreatinin mungkin

 bisa atau tidak naik. Jika BUN dan kreatinin meningkat berarti pasien

mempunyai penyakit gagal ginjal dan prognosisnya buruk. Biasanya

ditemukan penurunan kalsium plasma. Diagnosis pasti melalui biopsi ginjal.

Walaupun SN merupakan indikasi utama biopsi ginjal, namun ada

 pengecualian: anak berusia 1 tahun - pubertas. biasanya jenis perubahan

minimal dan responsif terhadap steroid. Biopsi perlu dilakukan untuk 

sindrom nefrotik kongenital.

H. PENATALAKSANAAN

Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap

 penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria,

mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom

nefrotik harus dicari dan diberi terapi, da obat-obatan yang menjadi

 penyebabnya disingkirkan.

a). Diuretik 

12

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 13/17

Diuretik ansa henle (loop diuretic) misalnya furosemid (dosis awal 20-40

mg/hari) atau golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan

 potassium sparing diuretic (spironolakton) digunakan untuk mengobati

edema dan hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5

kg/hari.

 b). Diet.

Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari

karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus

diberikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan

 penyakit ginjal tertentu, asupan yang rendah protein adalah aman, dapat

mengurangi proteinuria dan memperlambat hilangnya fungsi ginjal,

mungkin dengan menurunkan tekanan intraglomerulus. Derajat

 pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien yang kekurangan

 protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan asupan

 protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan

vitamin D dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin

ini.

c) Terapi antikoagulan

Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi antikoagulan

dengan heparin harus dimulai. JUmlah heparin yang diperlukan untuk 

mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin

meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin III. Setelah terapi

heparin intravena , antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai

sindrom nefrotik dapat diatasi.

13

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 14/17

d) Terapi Obat

Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid

yaitu prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4 – 

6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai dosis

maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan

dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan

 penderita memburuk kembali (timbul edema, protenuri), diberikan

kembali full dose selama 4 minggu kemudian tapering off kembali. Obat

kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani sindroma nefrotik 

(prednisone, metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion

(MGL), focal segmental glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus

glomerulonephritis. Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan

 pada pasien dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal

untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini

menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus,

dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %.

Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon,

kambuh yang berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat

diberikan siklofosfamid 1,5 mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan

statin seperti simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan

kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.

Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3*12,5 mg),

kalsium antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat

enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors)

14

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 15/17

dan antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan

kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam menurunkan

 proteinuria.

I. PROGNOSIS

Prognosisnya tergantung kepada penyebabnya, usia penderita dan jenis

kerusakan ginjal yang bias diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada

 biopsi. Gejalanya akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit

yang dapat diobati atau obat-obatan. Prognosis biasanya baik jika

 penyebabnya memberikan respon yang baik dari kortikosteroid. Anak yang

lahir dengan Sindrom ini jarang bertahan hidup sampai 1tahun, beberapa

diantaranya bias bertahan setelah menjalani dialisa atau pencangkokan ginjal.

Prognosis yang paling baik ditemukan pada Sindroma Nefrotik akibat

Glomerulonefritis yang ringan 90% penderita anak memberikan respon yang

 baik terhadap pengobatan. Jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal,

meskipun cenderung bersifat sering kambuh. Tetapi stelah 1tahun bebas

gejala, jarang terjadi kekambuhan

15

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 16/17

BAB III KESIMPULAN

Sindroma Nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai

oleh proteinuria massif >3,5gr/hari, hipoalbuminemia <3,5gr/dl, edema,

hiperkolesterolemia, lipiduria, dan hiperkoagulabilitas. Angka kejadian SN pada

anak diperkirakan berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap

1.000.000 anak. Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling

 banyak ditemukan adalah jenis kelainan minimal. Gejala dan tanda yang sering

ditemukan pada SN adalah pitting edema sering anasarka, oligouria, tekanan

darah normal, proteinuria massif, hipoproteinemia dengan ratio albumin globulin

terbalik, hiperkolesterolemia dan kadar ureum kretinin darah normal atau

meningkat. Penatalaksanaan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan

terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi

 protenuria, mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Komplikasi yang bisa

terjadi adalah gagal ginjal akut yang dikarenakan hipovolemia akibat retensi

cairan. Prognosis berdasarkan kelainan histopatologis yang ada namum sebagian

 besar anak yang berespon terhadap steroid akan menyembuh sendiri secara

spontan menjelang usia akhir dekade kedua.

16

7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 17/17

DAFTAR PUSTAKA. 

Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC

2000;5:2144-2151

Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin. Jakarta EGC 2005:2:683-695

Sudoyo AW. 2007. Buku ajar penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta Pusat

Sutjahjo, Ari et al . 2007. Penyakit Kelenjar Gondok. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam FK Universitas Airlangga Surabaya : Airlangga University

Press.

17