referat mola hidatidosa

35
BAB I PENDAHULUAN Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat dari suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Penyakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel- sel trofoblas dimana terjadi suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa perkembangan janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). 1 Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Throphoblastic Disease (Sumapraja, 2005). 1 Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi (Manuaba, 2007). 2 Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka kejadian yang berbeda-beda. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120 kehamilan (Prawirohadjo, 2009). 2 Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif 1

Upload: evps

Post on 26-Jan-2016

49 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

referat bagian obgyn

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Mola Hidatidosa

BAB I

PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat dari suatu

kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Penyakit trofoblas ialah penyakit yang

mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai

sedikit atau bahkan tanpa perkembangan janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto,

2010).1 Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar

kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit

trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease,

sedangkan yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Throphoblastic Disease

(Sumapraja, 2005).1

Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan

menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi (Manuaba, 2007).2

Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka kejadian yang berbeda-beda.

Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandingkan

dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000 kehamilan. Frekuensi

mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120 kehamilan (Prawirohadjo,

2009).2 Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200 kehamilan. Di

Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih

sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya

paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam

setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung mengalami

transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational trophoblastic neoplasma

(Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007).2

Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat mola

hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat. Akan

tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2%

dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi

eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005).2

1

Page 2: Referat Mola Hidatidosa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ada beberapa pengertian yang menjelaskan mengenai mola hidatidosa namun secara

garis besar mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh vili

korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai anggur.1,2

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi

keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan parsial atau

tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami

perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-

villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan

adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan

mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih

besar daripada kehamilan biasa (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009).1,2

B. Epidemiologi

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120 kehamilan)

daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola hidatidosa

dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia,

1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data

masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari

20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik (Prawirohadjo,

2009).2,3

C. Klasifikasi Mola Hidatidosa

2

Page 3: Referat Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka

disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari

janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007;

Cunningham, 2006). Walaupun secara histologis dan morfologis keduanya berbeda tetapi

gambaran klinis dan penanganannya pada dasarnya sama1, 2

a. Mola hidatidosa komplit (klasik)

Mola hidatidosa komplit secara genetik adalah lesi yang diploid dengan kromosom 46

XX. Pada mola komplit tidak dijumpai elemen embrionik atau fetus. Kelainan genetik ini

disebabkan oleh karena fertilisasi ovum yang kosong oleh dua sperma.1 Mola hidatidosa

merupakan suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin

dan hampir seluruh vili khorialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih yang

mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari yang lebih mudah terlihat sampai beberapa

sentimeter dan bergantung dalam beberapa sentimeter dan bergantung dalam beberapa

kelompok dari tangkai yang tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga

memenuhi uterus yang besarnya biasa mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut.

Gambaran histologi mola hidatidosa komplit adalah :1, 3

1. Terdapat Vili dalam berbagai ukuran.

2. Ditengah Vili yg besar menunjukkan edema dengan sentral kavitas berisi cairan yang

disebut cisterna.

3. Terdapat proliferasi trofoblas yg berlebihan.

4. Sinsitiotrofoblas berwarna ungu, sitotrofoblas jernih dan nukleus Bizarre.

5. Tidak ada pembuluh darah fetal di mesenkim vili.

b. Mola hidatidosa inkomplit (parsial)

3

Page 4: Referat Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa parsial kariotipenya triploid, yang terdiri dari 1 set maternal dan 2 set

paternal. Secara klinis dijumpai adanya fetus dan perubahan pada plasenta berupa mola

hidatidosa. Titer hCG yang abnormal meningkat disertai tanda preeklamsia dan hiperplasia

trofoblas yang dijumpai lebih ringan daripada mola komplit.1

Secara makroskopik tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin.

Umumnya janin mati pada bulan pertama atau ada juga yang hidup sampai cukup besar

atau bahkan aterm. Perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih

terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler

terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili lainnya yang

vaskuler dengan sirkulasi darah fetus-plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami

perubahan. Bila ditemukan mola yang disertai janin, terdapat dua kemungkinan, yaitu

pertama kehamilan kembar dimana satu janin tumbuh normal dan hasil konsepsi yang satu

lagi mengalami mola parsial.1,3

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial

Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX atau

69,XXY (tripoid)

Patologi

Edema villus Difus Bervariasi,fokal

Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal, ringan

s/d sedang

Janin Tidak ada Sering dijumpai

Amnion,SDM janin Tidak ada Sering dijumpai

Gambaran klinis

4

Page 5: Referat Mola Hidatidosa

Diagnosis Gestasi mola Missed abortion

Ukuran uterus 50% besar untuk masa

kehamilan

Kecil untuk masa

kehamilan

Kista teka-lutein 25-30% Jarang

Penyulit medis Sering jarang

Penyakit pascamola 20% <5-10%

Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi

Tabel 1. Perbandingan bentuk mola hidatidosa

D. Etiologi dan Faktor Resiko

Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang membentuk

plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi memberikan nutrisi untuk

janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan berkembang menjadi suatu masa yang

abnormal sehingga tidak dapat berfungsi secara normal (Sebire, 2008).3

Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana sebuah

spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma

memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen

dari ayah dan 10 persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri

dari kromosom triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John,

2006).4

Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio

'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan

tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas

5

Page 6: Referat Mola Hidatidosa

menyebabkan peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi

estrodiol menurun, karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak

ada. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam

ovarium (Mochtar, 1998)4,5

Penyebab mola hidatidosa sampai saat ini belum diketahui secara pasti. namun ada

beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola hidatidosa adalah :4

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat

dikeluarkan.

2. Usia ibu yang terlalu muda ( < 20 tahun) atau tua ( > 35 tahun) beresiko 50% terkena

penyakit ini.

3. Imunoselektif dari sel trofoblast

4. Keadaan sosioekonomi yang rendah rendah sehingga mengakibatkan rendahnya asupan

protein, asam folat, dan beta karoten

5. Jumlah paritas yang tinggi

6. Defisiensi vitamin A

7. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

1. Penggunaan kontrasepsi oral untuk jangka waktu yang lama

8. Riwayat mola hidatidosa sebelumnya

9. Riwayat abortus

E. Patogenesis

Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena

tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil

6

Page 7: Referat Mola Hidatidosa

pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena

pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan

mesenkim villi (Sumapraja, 2005; Prawirohadjo,2009).2,3

Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan

beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah

mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa

kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola

hidatidosa komplit berasal dari pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa

kromosom) oleh satu sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk

memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46

XY (John, 2006; Mochtar, 1998, Cunningham,2006).1,4,5

Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid, sering

69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Kadang-

kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan

janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat (John, 2006;

Cunningham, 2006).1,4,6

7

Page 8: Referat Mola Hidatidosa

Gambar 1.Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa.

A. Sumber kromosom dari mola lengkap.

B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit

trofoblas (Sumapraja, 2005):2,6

1. Teori missed abortion.

Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed

abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi

penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah

gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena

kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini

menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.6

2. Teori neoplasma

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang abnormal

adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan

terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan

gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.5,6

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-

gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur,

atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-

gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik

terlihat trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan

kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti

8

Page 9: Referat Mola Hidatidosa

sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada

kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau

lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah

mola hidatidosa sembuh (Sumparja, 2005; Hacker, 2001).5,6

F. Gambaran Klinis

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan

biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan

biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah

darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.5

1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang hebat.

2. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan

3. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan

lanjut kadang keluar gelembung mola

4. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang

tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab

5. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan

tekanan darah, proteinuria yang basanya terjadi sebelum kehamilan 24 minggu

6. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus

sudah membesar setinggi pusat atau lebih.

Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat

beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium

lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai

berikut (Cunningham, 2006) :1

9

Page 10: Referat Mola Hidatidosa

1. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari

spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum

abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu

atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering

dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.1,7

2. Ukuran uterus

Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba

lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.1

3. Aktivitas janin

Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas

tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang

sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan

mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya

dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan

mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.1,6

4. Embolisasi

Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat

keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat

sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut

bahkan kematian. 1Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan

atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil

untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut

10

Page 11: Referat Mola Hidatidosa

trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti

lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja

(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa

metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat

menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa

minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan

menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.1,7

5. Ekspulsi Spontan

Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola

tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi

spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang

lebih dari 28 minggu (John, 2006).4,7

G. Diagnosis

1. Anamnesis

Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,

perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang bergelembung

seperti busa.8

(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah

perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan.

Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan

gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.7,8

11

Page 12: Referat Mola Hidatidosa

(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini

merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.8

(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan

kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada

27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300

mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia6,8

2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi :

keluarnya gelembung-gelembung mola, muka dan kadang-kadang badan

kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face).8

Palpasi :

Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek6

Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.6

Fenomena harmonika, yaitu darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri

turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru8

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin7,8

Pemeriksaan dalam8 :

Memastikan besarnya uterus

Uterus terasa lembek

Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kadar B-hCG9

BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml

12

Page 13: Referat Mola Hidatidosa

Beta HCG serum > 40.000 IU/ml

Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter dalam

penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Gambar 2 : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva

regresi normal gonadotropin korionik subunit β pasca mola (Cunningham,

2006).1,7

Pemeriksaan kadar T3 /T4

B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan

aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala

hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi

labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun dan

sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai

hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran

sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).1,9

4. Pemeriksaan Imaging

a. Ultrasonografi

13

Page 14: Referat Mola Hidatidosa

Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin

Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.

b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin9

H. Diagnosis banding2,8

- Kehamilan ganda

- Abortus iminens

- Hidroamnion

- Kario Karsinoma

I. Penatalaksanaan

Mola hidatidosa harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Bila

perlu lakukan stabilisasi dahulu dengan melakukan perbaikan keadaan umum penderita

dengan mengobati beberapa kelainan yang menyertai seperti tirotoksikosis.8,10

Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu :

1. Perbaiki keadaan umum

a. Koreksi dehidrasi

b. Transfusi darah bila ada anemia

c. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati

d. Penatalaksanaan hipertiroidisme

Jika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan antitiroid, ß-bloker.

dan perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan respirasi) penting untuk

menghindari presipitasi krisis tiroid selama evaluasi. Tujuan terapi adalah untuk

mencegah pelepasan T4 yang terus-menerus dan menghambat konversi menjadi T3

14

Page 15: Referat Mola Hidatidosa

untuk memblok aksi perifer hormon tiroid dan untuk mengobati faktor-faktor

presipitasi.10 Agen-agen antitiroid dapat menurunkan level T3 dan T4 serum dengan

cepat seperti sodium ipodoat (orografin, suatu kontras yang mengandung iodine)

yang merupakan terapi pilihan dalam mencegah krisis tiroid setelah hipertiroidisme

yang diinduksi kehamilan mola karena Ca mengurangi konsentrasi T3 dan T4

dengan cepat. Apabila sodium ipodoat tidak tersedia, PTU harus digunakan dan

dikombinasikan dengan iodida. PTU berbeda dengan metimazol, menghambat

konversi T4 menjadi T3 di perifer dan karenanya lebih disukai daripada metimazol.

Loading dose 300-600 mg PTU diikuti oleh 150-300 mg setiap 6 jam (perrektal atau

melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x sehari, 35 mg iodida/tetes) atau

iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4 dosis, 8 mg iodida/tetes) atau natrium

iodida intravena (0,25-0,5 g tiap 8-12 jam) menginduksi penurunan level T3 dan T4

yang cepat. ß-bloker digunakan untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang

diaktivasi saraf simpatis. Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5 menit secara

intravena (dosis maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol oral pada dosis 20-40

mg tiap 4-6 jam.7,10

2. Pengeluaran jaringan mola

Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan kavum

uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap. Bila serviks

masih tertutup dapat didilatasi dengan dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh jaringan

dievakuasi dengan kuret hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati untuk

memastikan kavum uteri kosong.7 Untuk menghentikan perdarahan, uterotonika

diberikan setelah evakuasi dan pemberian antibiotoka untuk mencegah terjadinya

15

Page 16: Referat Mola Hidatidosa

infeksi. Induksi dengan medikamentosa seperti prostaglandin dan oksitosin tidak

dianjurkan karena meningkatkan emboli trofoblas.1,7,10

Teknik evakuasi mola hidatidosa ada 2 cara yaitu :3,7

a. Kuretase

Dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan setelah pemeriksaan-persiapan

selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar b-hCG serta foto thoraks), kecuali bila

jaringan mola sudah keluar spontan.

Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan

kuretase dilakukan 24 jam kemudian.

Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan

tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5%

Kuretase dilakukan sebanyak 2x dengan interval minimal 1 minggu

Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi

b. Histerektomi

Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan :

- Umur > 35 tahun

- Anak hidup > 3 orang

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadi keganasan

misalnya pada umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi

atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan

Methotrexate atau Actinomycin D. Indikasi pemberian kemoterapi pada penderita pasca

mola hidatidosa adalah sebagai berikut :9

16

Page 17: Referat Mola Hidatidosa

Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000 IU/liter, urine

>30.000 IU/24 jam)

Kadar hCG yang meningkat progresif pascaevakuasi

Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pascaevakuasi

Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak, renal, hepar,

traktus gastrointestinal, atau paru-paru.

4. Penatalaksanaan pascaevakuasi

Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola

hidatidosa, lama pengawasan berkisar 1 sampai 2 tahun.2,10

Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan9 :

a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan

b. Pemeriksaan dalam :

o Keadaan Serviks

o Uterus bertambah kecil atau tidak

c. Laboratorium

Pengamatan lanjut meliputi pemeriksaan pelvis dan hCG setiap minggu sampai

hCG negatif, bila ditemui anemia atau infeksi harus diberikan pengobatan yang

adekuat. ß-hCG negatif diikuti tiap minggu 2 kali pemeriksaan, bila tetap negatif

dilakukan tiap bulan sampai dengan bulan keenam, lalu tiap 2 bulan sekali selama 6

bulan.9

Reaksi biologis dan imunologis9,10 :

17

Page 18: Referat Mola Hidatidosa

o 1x seminggu sampai hasil negatif

o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya

o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

o 1x3 bulan selama tahun berikutnya

o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya

keganasan

Diberikan kontrasepsi oral setelah kadar hCG normal. Bila penurunan hCG sesuai

dengan kurva regresi, pasien diperkenankan hamil setelah 6 bulan. Dapat juga

dengan metode barier, namun IUD tidak dianjurkan. Bila penurunan lambat, tunda

kehamilan lebih lama lagi.9

Bila terjadi kehamilan lakukan USG dan lakukan pemeriksaan hCG postpartum

untuk menyingkirkan reaktifasi residu dari mola.9

Pasien dengan besar uterus 4 kali lebih besar dari usia gestasi dan adanya kista

lutein, maka risiko untuk menjadi karsinoma adalah 50%.10

18

Page 19: Referat Mola Hidatidosa

Gambar 3. Penatalaksanaan mola hidatidosa

FOLLOW UP

19

Page 20: Referat Mola Hidatidosa

Dikarenakan 20% pasien dengan mola komplit dan 5-7 % pasien dengan mola parsial

dapat menjadi penyakit yang berulang. Follow up yang ketat sangat diperlukan. Kadar b -

hCG perlu dimonitor setiap minggu sampai diperoleh 3 kali angka yang normal dan

kemudian setiap bulan untuk 6 bulan. Sangat penting bagi pasien untuk menggunakan

kontrasepsi selama 6 bulan sehingga peningkatan b -hCG yang normal terjadi dalam

kehamilan tidak dikacaukan dengan penyakit yang berulang. Pil KB tidak meningkatkan

resiko dari penyakit post mola. Setelah angka b-hCG normal selama 6 bulan, kehamilan

menjadi aman.3,4,10

J. Komplikasi10

Perdarahan yang hebat sampai syok

Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

Infeksi sekunder

Perforasi karena tindakan atau keganasan

K. Prognosis

Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat

mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang

tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu

berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh

karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005;

Cunningham, 2006).1 Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi

keganasan trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan

pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang

menjadi tumor trofoblastik gestasional (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006).1,3

20

Page 21: Referat Mola Hidatidosa

Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan masuk

kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi

yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus

mola dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat

menyebar dan membesar (Cunningham, 2006).1,10

BAB III

KESIMPULAN

21

Page 22: Referat Mola Hidatidosa

Mola Hidatidosa adalah penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat dari suatu

kehamilan yang berkembang tidak sempurna dimana hampir seluruh villi korialisnya

mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa terbagi menjadi mola hidatidosa

sempurna dan mola hidatidosa parsial tergantung dari ada tidaknya janin atau bagian janin

yang ditemukan. Meskipun banyak publikasi tentang mola hidatidosa namun penyebabnya

secara langsung masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti namun ada

beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya mola di antara nya faktor ovum, faktor

usia, multiparitas, dan riwayat kehamilan mola sebelumnya. Menegakkan diagnosa mola

hidatidosa sangat penting untuk penanganan lebih lanjut mengingat angka kematian akibat

mola hidatidosa di negara berkembang cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: Referat Mola Hidatidosa

1. Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional

Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2005.

Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta

2. Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar Kuliah

Obstetri. EGC: Jakarta

3. Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta

4. John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of Obstetricians

and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses dari

http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF , pada 25 Oktober 2012

5. Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua. EGC:

Jakarta

6. Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial Obstetri

dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta

7. Martaadisoebrata D. Mola hidatidosa dalam Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit

Trofoblas Gestasional, EGC, Jakarta, 2005; 7–41.

8. Adrijono. Deteksi Dini Penyakit Trofoblas Ganas dalam Deteksi Dini Penyakit Kanker,

FKUI, Jakarta, 2004; 130–3.

9. Fischbach TF. Chorionic Gonadotropin in A Manual of Laboratory and diagnostic Test,

Seventh ed. 7, Philadephia, Lippincott, 2004; 375–6.

10. Winknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi; ed 2;

Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2008; 246-268.

23

Page 24: Referat Mola Hidatidosa

24