mola hidatidosa1

38
BAB I PENDAHULUAN Penyakit trofoblas gestasional (PTG) adalah sekelompok penyakit yang berasal dari khorion janin. Berdasarkan gambaran proliferasi abnormal trofoblas pada pemeriksaan patologi anatomi, PTG terdiri dari mola hidatidosa, korio adenoma destruen (mola invasif), koriokarsinoma dan plasental site trophoblastic tumor. 1 Mola hidatidosa sebagai penyakit trofoblas gestasional jinak dibagi atas mola komplit dan mola parsialis yang dapat dibedakan secara makros dan histopatologis 1,2 Mola Hidatidosa di masyarakat dikenal dengan nama hamil anggur, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan Insiden mola hidatidosa bervariasi dari populasi diberbagai negara. Dilaporkan, di Amerika Serikat 1:1000 kehamilan, Eropa 1:2000 kehamilan. Asia berkisar 1:500 kehamilan dimana kejadiannya di Asia Tenggara 8 kali lebih lebih besar seperti di Taiwan insidennya adalah 1:125 kelahiran hidup Diduga faktor risiko mola hidatidosa adalah usia lebih dari 40 tahun, nutrisi ,ras dan lain-lain. 3,4,5,6,7 Kejadian kasus mola hidatidosa dapat berulang pada kehamilan berikutnya; secara berturut-turut atau diselingi oleh kehamilan normal., disebut mola hidatidosa berulang (recurrent hydatidiform mole). Risiko terjadi mola hidatidosa berulang sekitar 1 :100 kehamilan mola dan kejadian mola hidatidosa berulang 1

Upload: arya-suarsa

Post on 30-Oct-2014

186 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mola Hidatidosa1

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit trofoblas gestasional (PTG) adalah sekelompok penyakit yang

berasal dari khorion janin. Berdasarkan gambaran proliferasi abnormal trofoblas

pada pemeriksaan patologi anatomi, PTG terdiri dari mola hidatidosa, korio

adenoma destruen (mola invasif), koriokarsinoma dan plasental site trophoblastic

tumor.1 Mola hidatidosa sebagai penyakit trofoblas gestasional jinak dibagi atas

mola komplit dan mola parsialis yang dapat dibedakan secara makros dan

histopatologis1,2

Mola Hidatidosa di masyarakat dikenal dengan nama hamil anggur, hal ini

disebabkan oleh pertumbuhan Insiden mola hidatidosa bervariasi dari populasi

diberbagai negara. Dilaporkan, di Amerika Serikat 1:1000 kehamilan, Eropa

1:2000 kehamilan. Asia berkisar 1:500 kehamilan dimana kejadiannya di Asia

Tenggara 8 kali lebih lebih besar seperti di Taiwan insidennya adalah 1:125

kelahiran hidup Diduga faktor risiko mola hidatidosa adalah usia lebih dari 40

tahun, nutrisi ,ras dan lain-lain.3,4,5,6,7

Kejadian kasus mola hidatidosa dapat berulang pada kehamilan

berikutnya; secara berturut-turut atau diselingi oleh kehamilan normal., disebut

mola hidatidosa berulang (recurrent hydatidiform mole). Risiko terjadi mola

hidatidosa berulang sekitar 1 :100 kehamilan mola dan kejadian mola hidatidosa

berulang berkisar antara 0,6 % - 2,57 % terutama pada mola hidatidosa

komplit.8,9,10,11

Pada kesempatan ini dilaporkan kasus mola hidatidosa berulang tiga kali

berturut-turut. Kasus ini menarik untuk dibahas karena beberapa alasan, seperti :

- Insiden mola hidatidosa di Indonesia cukup tinggi akan tetapi kejadian

dan, laporan mola hidatidosa berulang, eksplorasi kausa mola hidatidosa

berulang jarang dilaporkan, terutama dari sitogenetika.

- Mola hidatidosa sebagai PTG jinak, 15% berkembang menjadi keganasan

korio karsinoma.

- Mola hidatidosa berulang memberikan pengaruh pada aspek psikososial.

- Masih terdapat kontroversi penanganan mola hidatidosa berulang.

-

1

Page 2: Mola Hidatidosa1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit Trofoblas Gestasional (PTG) merupakan gangguan kelainan dari

pertumbuhan abnormal plasenta. Hal ini selalu dikaitkan dengan kehamilan.

PTG adalah sekelompok penyakit yang berasal dari khorion janin.

Dikelompokkan menjadi: Mola hidatidosa, Korioadenoma destruen (mola

invasif), Koriokarsinoma, Plasental site trophoblastik tumour ( PSTT ).1,2

Mola hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas

gestasional, ditunjukkan dengan tidak adanya fetus yang intak dan adanya villi

khorealis yang udem, hiperplasia dari trofoblas dan terdapat disintegrasi dan

hilangnya pembuluh darah atau avaskuler dari villi.1,2

Mola invasif (korioadenoma destruen) adalah bersifat invasif lokal, secara

mikroskopis ditunjukkan adanya invasi trofoblas pada miometrium dengan

ditemukannya struktur villus. Adanya hiperplasia dari elemen sintio dan

sintitiotrofoblas dan persisten dari struktur villi.3

Koriokarsinoma adalah tumor ganas dari epitel trofoblas. Miometrium dan

pembuluh darah telah diinvasi dengan daerah perdarahan dan nekrosis. Dapat

menyebar dan mengadakan metastase ke tempat lain seperti paru, otak, liver,

pelvis, vagina, usus dan ginjal.3

Plasental site trophoblastic tumour ( PSTT ) lebih jarang dari bentuk

ganas penyakit trofoblas gestasional yang lain. Berasal dari jaringan trofoblas

pada tempat implantasi plasenta dan terutama terdiri atas kelompok-kelompok

sel monomorfik yang dibentuk oleh sel-sel trofoblas intermediet dan sebagian

kecil sitotrofoblas serta sedikit sekali sinsisiotrofoblas; gambaran yang sangat

berbeda dengan koriokarsinoma. Pada PSTT kadar hCG rendah sekalipun

masa tumornya besar.8

Mola hidatidosa berulang ( Recurrent Hydatidiform Mole ) merupakan

mola hidatidosa yang terjadi setelah seseorang mempunyai riwayat mola

hidatidosa sebelumnya. Kejadian ini dapat diselingi oleh kehamilan normal

2

Page 3: Mola Hidatidosa1

atau berturut-turut, lebih banyak terjadi dengan riwayat kehamilan mola

komplit.10,11

2.2 Epidemiologi dan Etiologi

Prevalensi dari mola hidatidosa bervariasi pada populasi yang berbeda. Di

Asia insidennya 1 : 400 - 500 kehamilan , di Amerika latin berkisar 1 : 200

kehamilan. Kehamilan mola komplit terjadi 1 : 40 dari kehamilan mola, 1

dalam 15.000 abortus dan 1 dari 150.000 kehamilan normal.3,5. Untuk wanita

lebih dari 50 tahun risiko kehamilan adalah 411 kali dan untuk wanita kurang

dari 15 tahun adalah 6 kali dibandingkan dengan kelompok umur 25-29

tahun.2

Etnis dan ras yang berbeda juga memberikan kontribusi dari bervariasinya

insiden Mola Hidatidosa. Pada suatu studi, didapatkan bahwa pada wanita

Afrika dan Amerika di Amerika Serikat diperkirakan insidennya lebih tinggi

dari wanita kulit putih, tetapi studi lain tidak menunjangnya.

Meskipun etiologinya tidak diketahui dengan baik, kejadian ini

dihubungkan dengan beberapa faktor seperti usia kurang dari 20 tahun dan

lebih dari 40 tahun, riwayat kehamilan mola, sosial ekonomi rendah. Wanita

yang lebih dari 40 tahun memiliki insiden 5 kali lebih tinggi untuk kehamilan

mola. Di Singapura insiden kehamilan mola pada wanita usia lebih dari 45

tahun didapatkan 1 : 72 kehamilan. Secara umum wanita dengan usia kurang

dari 20 tahun didapatkan risiko 1,5 - 2 kali lebih tinggi.3,14

Sosial ekonomi yang rendah dihubungkan dengan frekuensi yang lebih

tinggi. Di Philipina kejadiannya 10 kali lebih tinggi pada sosial ekonomi

rendah dibandingkan populasi umum. Hubungan insiden Mola Hidatidosa

yang berbeda sesuai geografis, kultur dan status sosial ekonomi menunjukkan

bahwa diet dan nutrisi juga memberikan kontribusi dari etiologi penyakit ini.

Konsumsi beta karoten yang rendah dan defisiensi dari vit A juga

dihubungkan sebagai penyebab dari kehamilan mola.

Riwayat kehamilan mola sebelumnya merupakan faktor risiko untuk

terjadinya penyakit trofoblas gestasional. Wanita dengan riwayat mola

hidatidosa memiliki 10 kali risiko lebih tinggi untuk terjadinya mola

hidatidosa pada kehamilan berikutnya.2

3

Page 4: Mola Hidatidosa1

2.3 Patogenesis

Ada beberapa teori terjadinya Mola Hidatidosa, yaitu teori missed abortion

dari Hertig dan Teori neoplasma dari Park serta teori sitogenetik.4

1. Teori missed abortion menyatakan bahwa janin mati pada kehamilan 3-5

minggu (missed abortion), karena itu terjadi gangguan peredaran darah

sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan

akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.

2. Teori neoplasma dari Park menyatakan bahwa yan abnormal adalah sel-

sel trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang

berlebihan kedalam vili, sehingga tumbuh gelembung-gelembung. Hal ini

menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian janin.

3. Teori sitogenetika menyatakan bahwa Mola Hidatidosa dapat terjadi bila

sperma tunggal membuahi telur yang tidak berinti sehingga membentuk

embrio yang abnormal yang hanya memiliki materi genetik paternal, atau

bisa juga dua sperma membuahi satu sel telur. Kejadian ini menghasilkan

abnormalitas dari trofoblas dan memungkinkan embrio mati lebih awal.

Tumbuhnya elemen plasenta yang terus menerus ditandai oleh adanya

udem dari villi yang kemudian tampak sebagai gambaran gelembung air.

Sel-sel trofoblas menghasilkan hormon kehamilan yaitu hCG, yang

dipakai sebagai dasar tes kehamilan. Produksi yang berlebihan dari hCG

menyebabkan keluhan-keluhan pada penderita.3

2.4 Klasifikasi

Gambaran penting untuk menegakkan diagnosis mola hidatidosa adalah

adanya proliferasi trofoblas dan gambaran villi yang hidrofik. Berdasarkan

gambaran morfologi dan klinik, mola hidatidosa dibagi menjadi komplit dan

parsial.1,3

Mola hidatidosa komplit umumnya terdeteksi pada saat trisemester kedua

kehamilan, rata-rata ditemukan pada saat umur kehamilan 18 minggu.

Ditandai dengan sebagian besar villi udem hidrofik, yang mana dibungkus

oleh trofoblas yang hiperplasia dan atipik. tidak ditemukan embrio dan

4

Page 5: Mola Hidatidosa1

selaput ketuban. Risiko terjadinya keganasan setelah mola komplit adalah

15%-20%.1

Mola hidatidosa parsialis umumnya ditandai dengan adanya embrio atau

selaput amnion. Mola ini disebut parsial karena perubahan bentuk

hidatidiform pada villi bersifat fokal. Villi hidrofik biasanya tidak teratur

dan mempunyai stroma inklusi yang hiperplastik. Kapiler dari villi

tampaknya menjadi fungsional, karena proporsinya sama dengan inti eritrosit

dari fetus seperti yang ditemukan pada embrio. Pada mola parsialis,

perubahan bentukan hidatid terjadi secara lambat, dan tampaknya proporsi

dari penampakan villi normal berkaitan dengan angka harapan hidup dari

fetus. Sekitar 2 %-5 % dari mola parsial akan menjadi degenerasi ganas .4

Gambaran dari mola komplit dan parsialis dapat dilihat pada tabel 1.

Komplit Parsialis

Jaringan janin/embrio Tidak ada Ada

Oedema villi chorealis Difus Fokal

Hiperplasia trofoblas Difus Fokal

Scalloping of villi Tidak ada Ada

Trophoblastic stromal inclusion Tidak ada Ada

Tabel 1. Gambaran dari mola komplit dan mola parsialis 2

2.5 Gambaran klinis dan Diagnosis

Mola hidatidosa komplit yang juga diketahui sebagai mola hidatidosa

klasik adalah bentuk yang paling sering terjadi dari kehamila mola. Gangguan ini

biasanya tampak pada umur kehamilan 11 - 25 minggu, dengan rata-rata umur

kehamilan sekitar 18 minggu.3

Gejala umum yang sering ada dari kehamilan mola adalah perdarahan

pervaginam, tercatat melebihi 97 % dari penderita. adanya perdarahan

pervaginam yang berulang dan lama dapat menyebabkan anemia oleh karena

defisiensi besi.Keluhan oleh karena anemia terjadi sekitar 50 % dari penderita saat

diagnosa ditegakkan. Kadang kala disertai pengeluaran spontan gelembung-

gelembung mola dari uterus sebagai petunjuk untuk menegakkan diagnosa mola

hidatidosa.,8

5

Page 6: Mola Hidatidosa1

Nyeri abdomen yang terjadi pada kehamilan awal oleh karena adanya

pembesaran dari uterus atau kista teka luteal yang prominen. Pemeriksaan

abdominalpelvis dapat diketahui adanya pembesaran uterus lebih besar dari umur

kehamilan yang diperkirakan. Dapat teraba massa ovarium sebagai akibat dari

kista teka luteal. Kista ini terjadi oleh karena induksi dari hCG hiperstimulasi dari

kedua ovarium, kejadiannya sekitar 50 % dari penderita yang menyebabkan

tekanan atau pendesakan pada pelvis. Biasanya kista ini mengalami regresi

spontan setelah evakuasi mola.3

Toksemia dini atau preeklampsia ( hipertensi, udem,proteinuria ) tampak

pada trisemester pertama atau kedua dari kehamilan tetapi hal ini tidak umum

terjadi pada kehamila mola. Hal ini terjadi oleh karena pengeluaran yang

berlebihan dari bahan vasoaktiv yang berasal dari jaringan tropoblas yang

nekrotik.3

Hiperemesis gravidarum dengan keluhan mual dan muntah yang

berlebihan selama kehamilan diobservasi pada sekitar 10 % dari penderita dengan

kehamilan mola. Dihubungkan dengan adanya pembesaran uterus yang berlebihan

dan peningkatan kadar hCG.3

Keluhan berdebar dan tremor sebagai akibat dari hipertiroid dapat terjadi.

Kejadian hipertiroid sekitar 7 % dari kehamilan mola. Adanya peningkatan dari

triiodothyronine (T3) dan thyroxine (T4) diobservasi lebih sering dari pada

manifestasi klinik seperti takikardi, berkeringat, penurunan berat badan.

Peningkatan hormon ini terjadi secara sekunder oleh karena kesamaan struktur

hCG dengan thyroid stimulating hormon (TSH) , selanjutnya peningkatan kadar

hCG intrinsik menstimulasi aktivitas dari kelenjar tiroid. Tindakan evakuasi atau

anastesi dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid. Manifestasinya dapat berupa

hipertermi, delirium, konvulsi, takikaritmia, kolaps kardiovaskuler.

Emboli paru oleh karena tropoblas dapat terjadi dan menyebabkan

terjadinya distres pernapasan pada sekitar 2 % dari penderita mola. Distres

pernapasan biasanya didiagnosis pada penderita dengan adanya pembesaran

uterus yang berlebihan dan peningkatan kadar hCG. Keluhan yang timbul dapat

berupa nyeri dada, dispnea, takikardia. Distres pernapasan yang berat dapat terjadi

selama dan setelah evakuasi mola. Insufisiensi pernapasan dapat terjadi karena

6

Page 7: Mola Hidatidosa1

emboli trofoblas atau dari komplikasi kardiopulmoner oleh karena krisis tiroid,

preeklampsia, dan pemberian cairan yang berlebihan.8

Pada pemeriksaan abdomen terdapat pembesaran uterus lebih besar dari

periode amenore, terjadi sekitar 50% dari kasus, 25% sesuai dengan umur

kehamilan, dan 25% lebih kecil. Konsistensi uterus lunak, tidak terasa balotement

dan tidak teraba bagian janin danpada auskultasi tidak terdengar denyut jantung

janin. Kista ovarium bilateral (5-20 cm) terdapat pada 50% kasus. Adanya

pengeluaran gelembung mola menunjukkan diagnosa pasti dari mola hidatidosa.3,8

Pada pemeriksaan tes kencing untuk kehamilan positiv dalam dilusi yang

tinggi. 1/200 menunjukkan kecurigaan yang tinggi , 1/500 menunjukkan diagnosa

pasti. Pemeriksaan kadar hCG dalam air seni 24 jam melebihi 400.000 IU, bahkan

kadang-kadang mencapai 1-2 juta UI per jam.2

Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan kadar Hb yang rendah,

LED meningkat, Lekosit meningkat. Kadang-kadang didapatkan albuminuria,

terutama pada penderita yang disertai udem dan hipertensi. Kadar hCG serum

menunjukkan peningkatan kadar yang tinggi ( > 100.000 mIU/ml).

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) menunjukkan adanya gambaran uterus

yang membesar, dengan massa yang khas intrauterin berupa suatu gugusan

anggur ( cluster of grapes) atau gambaran suatu badai salju (snow storm). Tidak

teridentifikasi bagian janin dan selaput janin ( gestasional sac ), dapat dideteksi

adanya kista ovarium bilateral.8

Pemeriksaan dengan sinar - X yaitu histerografi dengan memakai bahan

kontras yang dimasukkan ke uterus, akan memberikan gambaran yang khas yaitu

gambaran sarang tawon (honey comb) tidak adanya gambaran tulang fetus.

Pemeriksaan ini juga dapat untuk melihat adanya metastase keorgan lain. Untuk

melihat adanya metastase ini kadang diperlukan pemeriksaan computerised

tomography scanning (CT scan) dan magnetic resonance imaging (MRI).

Pada pemeriksaan histopatologik didapat kelainan yang khas dari mola

yaitu : udem dari vili korealis, berkurang atau hilangnya pembuluh darah pada

villi, dan adanya proliferasi dari sel-sel trofoblas.2,3 Pada mola parsialis seringkali

terdapat jaringan fetus, amnion, dan sel darah merah bayi.5,7

7

Page 8: Mola Hidatidosa1

2.6 Penataksanaan

Penanganan mola hidatidosa pada prinsipnya adalah segera mungkin dilakukan

evakuasi begitu diagnosa ditegakkan. Sebelum evakuasi dilakukan dicari dahulu

ada tidaknya penyulit berupa tirotoksikosis, preeklampsia dan hal-hal lain yang

dapat memperburuk prognosis penderita, upaya evakuasi baru dilakukan bila

penyulit sudah diobati dan teratasi. Metoda yang dilakukan tergantung dari

ukuran besarnya uterus, ada tidaknya ekpulsi parsial, umur penderita dan

fertilitasnya. Sebelum dilakukan evakuasi harus disiapkan darah, pemeriksaan

darah lengkap, tes fungsi hati dan ginjal, faal hemostasis, thorak foto, kadar serum

hCG.2,12,23,53

Cara evakuasi jaringan mola :

1. Kuretasi :

Pada ukuran rahim yang tidak terlalu besar , kuretase dilakukan satu kali saja

yakni setelah jaringan mola dikeluarkan dengan vakum kuret langsung

diteruskan dengan sendok kuret tajam. Pada kasus mola dengan uterus yang

ukuran uterusnya besar kadang dilakukan kuretase dua kali, kuretase I dengan

vakum kuret dan kuretase ke II satu minggu kemudian setelah terjadi involusi

uterus dengan sendok kuret tajam.

Besar uterus lebih dari 20 minggu dilakukan evakuasi 2 kali dengan

interval 1 minggu. Bila osteum uteri belum terbuka dan serviks kaku,

dilakukan pemasangan laminaria stif selama 12-24 jam sebelum evakuasi. Pada

saat evakuasi dipasang oksitosin drip. Hasil kuretase dilakukan pemeriksaan

histopatologi untuk mencari ada tidaknya gambaran proliferasi berlebih dan

ada tidaknya penetrasi jaringan trofoblas kedalam endometrium.

2. Histerektomi :

Histerektomi dikerjakan sebagai cara evakuasi jaringan mola pada kasus mola

risiko tinggi pada umur lebih dari 40 tahun dengan anak cukup. Tujuannya

disamping sebagai upaya untuk mengurangi kemungkinan timbulnya keganasan

sekaligus juga bila kemudian timbul koriokarsinoma maka derajat skor pada

skor prognostik akan lebih rendah sehingga sitostatika yang diperlukan akan

lebih sederhana dan kurang toksis dan biayanya akan lebih ringan.

8

Page 9: Mola Hidatidosa1

Pemberian kemoterapi profilaksis setelah evakuasi mola masih

kontroversi. Di negara yang sedang berkembang pemberian kemoterapi

profilaksis merupakan kebijakan yang masih diperlukan . Umumnya diberikan

kemoterapi tunggal yaitu Methotrexate atau Actinomycin D, hanya diberikan 1

rangkaian, selanjutnya penderita dipantau dengan tata cara follow up yang berlaku

bagi mola risiko rendah pasca evakuasi. Keberatan dari pemberian sitostatika

profilaktik adalah efek samping obat dan kemungkinan terjadinya resistensi bila

kelak diperlukan pemberian sitostatika untuk terapi tumor trofoblastik

gestasional.2

Follow up atau pengawasan lanjut pasca evakuasi mola merupakan bagian

dari penatalaksanaan mola hidatidosa. Pengawasan ketat kasus mola pasca

evakuasi perlu dilakukan oleh karena sekitar 10%-30% mola akan mengalami

transformasi menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG). Pada penderita mola

risiko rendah follow up mulai dilakukan seminggu setelah evakuasi mola .

Dilakukan pemeriksaan fisik penderita, keluhan, tanda-tanda metastase,

pemeriksaan tes kehamilan mulai kepekaan yang paling rendah atau pemeriksaan

hCG. Pemeriksan klinis meliputi besar dan involusi uterus, perdarahan

(pervaginam atau hemoptoe), tanda-tanda metastase (vagina, paru-paru dll).

Follow up dilakukan sampai minggu kedua belas. Diagnosis adanya pertumbuhan

baru jaringan trofoblas dengan pemeriksaan hCG ditetapkan dengan kriteria

yang dianjurkan oleh Mozisuki dkk, yakni : 2

- Kadar hCG 1000 mIU/ml pada minggu ke 4.

- Kadar hCG 100 mIU/ml pada minggu ke 6.

- Kadar hCG 30 mIU/ml pada minggu ke 8.

Bila hCG melebihi batas-batas diatas dan atau secara klinis ada tanda-

tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya penderita dikelola

sebagai tumor trofoblas gestasional.

Koriokarsinoma klinis merupakan istilah yang masih kontroversi, ada

yang menyebutnya Persistent Trophoblastic Disease. Di Rumah Sakit Hasan

Sadikin Bandung dipakai istilah koriokarsinoma klinis. Yang dimaksud dengan

pengertian ini adalah bila penderita pasca mola secara klinis dan atau laboratoris

menunjukkan adanya tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas tanpa

9

Page 10: Mola Hidatidosa1

diperkuat dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi. Pengelompokan penderita

seperti ini penting mengingat sebagian penderita masih memerlukan fungsi

reproduksinya sehingga tidak mungkin dilakukan histerektomi untuk konfirmasi

patologi anatomi. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan uterus membesar lagi

dengan atau tanpa adanya perdarahan pervaginam dan atau bila pada pemantauan

kadar hCG pasca evakuasi jaringan mola melebihi batas-batas seperti diatas

sekalipun tidak ditemukan tanda-tanda atau gejala-gejala klinis lainnya . Pada

koriokarsinoma klinis pilihan pertama kemoterapi yang diberikan adalah

Methotrexate dan Actinomycin D. Pemberian terapi dilakukan beberapa seri dan

selama terapi dilakukan pemeriksaan kadar serum hCG sampai normal,

kemudian diberikan tambahan terapi (after course) 2-3 kali.2

Selama pengawasan lanjut pasca evakuasi mola perlu dilakukan

pencegahan kehamilan baru, penderita dianjurkan menggunakan KB kondom.

Tidak dianjurkan memakai IUD karena efek samping perdarahan akan

menyulitkan diagnosis adanya pertumbuhan baru jaringan trofoblas, sedangkan

KB hormonal dilaporkan akan menimbulkan resistensi terhadap sitostatika bila

diperlukan. Penderita dianggap sembuh dari pengawasan lanjut pasca evakuasi

mola bila dengan follow up 12 bulan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan baru

jaringan trofoblas atau penderita sudah hamil normal lagi kurang dari 12 bulan

setelah evakuasi mola. Adanya kehamilan normal dibuktikan dengan berbagai

cara termasuk USG. Pengertian sembuh tidak berarti bahwa tidak mungkin terjadi

TTG dimasa yang akan datang karena sifat sel trofoblas yang dormant. Penderita

tidak boleh hamil lagi paling sedikitnya selama 1 tahun untuk yang belum

memiliki anak atau 2 tahun untuk penderita yang sudah mempunyai anak.1,2

1.7 Prognosis

Prognosis dari mola hidatidosa untuk menjadi keganasan tergantung dari beberapa

faktor antara lain : kadar hCG, besarnya uterus, terdapatnya kista ovarium dan

adanya faktor metabolik dan epidemiologik yang menyertainya. Berdasarkan

10

Page 11: Mola Hidatidosa1

faktor risiko terjadinya keganasan, WHO menggolongkan mola hidatidosa

kedalam 2 kelompok, yakni mola hidatidosa risiko rendah dan risiko tinggi.2

1. Mola hidatidosa risiko rendah :

- hCG serum < 100.000 IU/ml

- Besarnya uterus umur kehamilan

- Kista ovarium < 6 cm

- Tidak ada faktor metabolik atau epidemiologik.

2. Mola hidatidosa risiko tinggi :

- hCG serum 100.000 IU/ml

- Besar uterus > umur kehamilan

- Kista ovarium 6 cm

- Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur 40 tahun,

toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas dan tirotoksikosis.

Seperti telah diketahui mola hidatidosa diperkirakan 80% akan mengalami

remisi spontan pasca evakuasi, dan sisanya 20% dapat berkembang menjadi

penyakit trofoblas ganas (PTG). Disamping perkembangan stadiumnya, prognosis

PTG juga tergantung dari beberapa faktor yang terdapat pada penderita.

Berdasarkan sistem skor dari faktor-faktor prognosis tersebut, WHO membuat

kriteria dan membagi PTG kedalam 3 kelompok yakni risiko rendah, risiko

sedang dan risiko tinggi seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

FAKTOR PROGNOSIS SKOR

1 2 3 4

Umur 39 > 39 - -

Anteseden Mola Hidat. Abortus Hamil

aterm

-

Interval kehamilan < 4 bln 4-6 bln 7-12 bln > 12 bln

Kadar hCG (IU/L) <10 3 10 3 - 10 4 10 4 - 105 10 5

ABO group - OxA, AxO B, AB -

Besar tumor < 3 cm 3-5 cm > 5 cm -

Tempat metastase - Lien, ginjal GI Trak,hati Otak

11

Page 12: Mola Hidatidosa1

Jumlah metastase - 1-3 4-8 >8

Kemoterapi sebelumnya - - 1 obat 2 obat

Tabel 2. Sistem Skor Prognostik WHO

Pada sistem WHO diatas klasifikasinya :

1. Risiko rendah, skor total 4

2. Risiko sedang, skor total 5 - 7

3. Risiko tinggi, skor total 8.

Pencegahan kehamilan direkomendasikan pada tahun pertama setelah mola

hidatidosa diterapi. Hal ini akan mencegah kekeliruan tentang interpretasi dari

peningkatan kadar Hcg. Tidak tampak peningkatan angka infertilitas, kesempatan

yang lebih sedikit untuk kehamilan yang normal, atau peningkatan kejadian

abortus spontan. Terdapat peningkatan insiden dari penyakit penyakit trofoblas

gestasional berikutnya.23

2.8 Diagnosis banding

1. Abortus iminen

2. Gemeli

Kehamilan dengan mioma

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA /SUAMI

Nama : Ni Kt. Marni/ Made Sentra

Umur : 24 tahun / 25 tahun

Paritas : 0

Pendidikan : SD / SD

Pekerjaan : Petani / petani

Agama : Hindu / Hindu

Suku : Bali / Bali

Alamat : Br. Santi Karya Ungasan Kuta Badung

No CM : 620081

12

Page 13: Mola Hidatidosa1

MRS tanggal : 20 Februari 2001

II. KELUHAN UTAMA : Kontrol post kuretase

III. ANAMNESA

Penderita datang ke poliklinik kebidanan dan kandungan RSUD

Karangasem dengan riwayat penyakit post kuretasi mola di RS swasta di

denpasar. Sebelumnya pasien memeriksakan diri ke poliklinik kebidanan dan

kandungan RSUD Karangasem pada tanggal 4 Maret 2009 dengan keluhan telat

haid dan pendarahan dari kemaluan. Saat itu penderita telat haid tiga bulan (hari

pertama haid terakhir 3 Desember 2008). Penderita sudah pernah memeriksakan

kencing untuk tes kehamilan pada tanggal 15 februari 2009 di bidan dan hasilnya

positif. Setelah mengalami pendarahan penderita memeriksakan diri ke bidan dan

melakukan tes kencing kembali dengan hasil tetap positif. Selain itu penderita

juga mengeluh sering mual dan muntah-muntah. Kemudian penderita disarankan

untuk memeriksakan diri ke RSUD Karangasem. Pada tanggal 4 Maret 2009

penderita memeriksakan diri ke Poliklinik Kebidanan dan kandungan RSUD

Karangasem dan dilakukan pemeriksaan USG. Dari hasil USG didapatkan hamil

anggur dan penderita disarankan MRS untuk rencana kuretase tapi penderita

menolak dengan alasan mau ke denpasar dan memutuskan untuk melakukan

kuretase di rumah sakit swasta di denpasar. Pada tanggal 3 April 2009 penderita

kontrol lagi ke Poliklinik kebidanan dan kandungan RSUD Karangasem dengan

riwayat post kuretase. Keluhan pendarahan dari kemaluan tidak ada. Keluhan

berdebar-debar, sesak nafas, berkeringat dingin, gemetar dan batuk-batuk tidak

ada serta buang air besar dan buang air kecil biasa.

Riwayat Menstruasi

Menarche umur 13 tahun, dengan siklus teratur setiap 30 hari, lamanya 3-

5 hari tiap kali menstruasi.

Riwayat Perkawinan

Pasien belum menikah

Riwayat kontrasepsi

13

Page 14: Mola Hidatidosa1

Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi.

Riwayat Penyakit Sistemik

Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit asma, hipertensi, diabetes

mellitus dan penyakit jantung.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Di keluarga pasien juga tidak ada riwayat penyakit asma, hipertensi,

diabetes mellitus dan penyakit jantung.

Riwayat Sosial

Penderita tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Status present:

Kesadaran : GCS 15 ( E4 V5 M6 )

Tekanan darah : 120/80 mm Hg

Nadi : 88 x/mnt

Respirasi : 20 x/mnt

Temperatur : 37,2 0 C

Berat badan : 37 kg

Tinggi badan : 155 cm

Status General

Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-

Toraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ status ginekologis

Ekstremitas : edema tidak ada pada keempat ekstremitas

Status Ginekologis

Abdomen :

Fundus uteri tidak teraba, ballotement (-)

denyut jantung janin (-)

14

Page 15: Mola Hidatidosa1

Inspekulo : V : fluor (-), fluksus (-)

Po : (-) konsistensi lunak, nyeri goyang (-).

AP : kanan : nyeri (-), massa (-)

kiri : nyeri (-), massa (-)

CD : nyeri (-), massa (-).

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- USG (3-4-2009) : Normal

- PPT (-) (3-4-2009)

VI. DIAGNOSA

Post kuretase e.c Mola Hidatidosa

VII. Penatalaksanaan

Monitoring :

- Thorak foto untuk melihat metastase

- HCG

- Periksa lab lengkap, LFT, RFT, T3 dan T4 kalau perlu.

KIE: Penderita dan keluarga tentang pengawasan lanjutan, komplikasi dan

prognosisnya.

VIII. Resume

Pasien perempuan 20 tahun, hindu, suku bali datang dengan riwayat post

kuretase oleh karena mola hidatidosa. Keluhan keluar darah pervaginam tidak

ada, mual muntah tidak ada. Keluhan berdebar-debar, sesak nafas, berkeringat

dingin, gemetar dan batuk-batuk tidak ada serta buang air besar dan buang air

kecil biasa.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam

batas normal. Dari pemeriksaan ginekologis didapatkan fundus uteri tidak teraba,

ballotement (-), his (-), denyut jantung janin (-). Pada pemeriksaan dalam

didapatkan perdarahan (-), tidak ada pembukaan serviks, nyeri goyang (-), pada

perabaan CD (Cavum Douglas) tidak ditemukan massa dan tidak terasa nyeri.

15

Page 16: Mola Hidatidosa1

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada

pasien ini di diagnosis dengan Post Kuretase e.c Mola Hidatidosa.

VIII. Riwayat perjalanan penyakit

Tgl. 4 Maret 2009

S : Telat haid selama 3 bulan dan pendarahan pervaginam. Mual muntah

(+)

O : Pemeriksaan fisik

Status Present

TD : 120/70 mmHg Respirasi : 20 x/menit

Nadi : 78 x/menit Temperatur : 36,5o C

Status General

Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-

Toraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ status ginekologis

Ekstremitas : edema tidak ada pada keempat ekstremitas

Status Ginekologis

Abdomen :

Fundus uteri : 2 jari di bawah pusat

Denyut jantung janin (-)

Distensi (-), nyeri tekan (-)

Vagina : perdarahan (+)

Inspekulo : V : fluor (-), fluksus (+)

Po : (-) konsistensi lunak, nyeri goyang (-).

CUAF b/c ~ 18 minggu

APCD : massa (-), nyeri (-)

Sonde (+)

Pemeriksaan penunjang

Tes kencing (PPT) Positif

16

Page 17: Mola Hidatidosa1

USG : Tampak gambaran ekogenik merata seperti badai salju intra

uterin dan tidak terlihat sakus gestasional.

Assesment : Mola Hidatidosa

Penatalaksanaan :

Evakuasi Mola Hidatidosa

Pengawasan lanjut pasca evakuasi.

Mx : Observasi keluhan, vital sign dan perdarahan, lab lengkap.

KIE : Pasien dan keluarga tentang rencana tindakan.

Pasien menolak untuk masuk rumah sakit dengan alasan akan ke Denpasar dan

pasien memutuskan untuk melakukan tindakan evakuasi Mola Hidatidosa di

Rumah Sakit swasta di Denpasar. Pasien meninggalkan poliklinik RSUD

Karangasem setelah menandatangani surat penolakan tindakan dan setelah

mendengarkan penjelasan dokter tentang penyakitnya dan bahayanya jika

penyakit ini tidak ditindaklanjuti.

Tanggal 3 April 2009

S : Kontrol post kuretase e.c Mola Hidatidosa minggu IV

Pendarahan pervaginam (-), mual muntah (-), keluhan berdebar-debar,

sesak nafas, berkeringat dingin, gemetar dan batuk-batuk tidak ada.

O : Pemeriksaan fisik

S tatus present :

TD : 120/70 mmHg Respirasi : 20 x/menit

Nadi : 78 x/menit Temperatur : 36,5o C

Status General

Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-

Toraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

17

Page 18: Mola Hidatidosa1

Abdomen : ~ status ginekologis

Ekstremitas : edema tidak ada pada keempat ekstremitas

Status Ginekologis

Abdomen : Fundus uteri tidak teraba

Ballotement (-), denyut jantung janin (-)

Inspekulo : V : fluor (-), fluksus (-)

Po : (-) konsistensi lunak, nyeri goyang (-).

AP : kanan : nyeri (-), massa (-)

kiri : nyeri (-), massa (-)

CD : nyeri (-), massa (-).

Pemeriksaan penunjang

Tes kencing (PPT) Negatif

USG : Normal

Assesment : Post kuretase e.c Mola Hidatidosa minggu IV

Penatalaksanaan

Monitoring :

- Thorak foto untuk melihat metastase

- HCG

- Periksa lab lengkap, LFT, RFT, T3 dan T4 kalau perlu.

KIE: Penderita dan keluarga tentang pengawasan lanjutan, komplikasi dan

prognosisnya.

18

Page 19: Mola Hidatidosa1

BAB 4

PEMBAHASAN

Masalah yang di bahas pada kasus ini adalah:

1. Diagnosis

2. Etiologi

3. Penatalaksanaan

4. Prognosis dan kehamilan berikutnya

4.1. Diagnosis

Diagnosis Mola Hidatidosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dari Anamnesa didapatkan keluhan berupa telat haid selama tiga bulan

dengan tes kehamilan positif yang disertai dengan pendarahan pervaginam,

serta tanda-tanda kehamilan seperti mual dan muntah. Umur pasien yang

masih muda dan status sosial pasien yang rendah juga merupakan faktor

predisposisi diagnosis ini.

Sedangkan dari pemeriksaan fisik pada abdomen didapatkan tinggi fundus

uteri setinggi 2 jari di bawah pusat, dengan konsistensi lunak, tetapi tidak

ditemukan adanya denyut jantung janin. Pada inspikulo didapatkan adanya

livide. Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam, didapatkan uterus dengan

besar dan konsistensi sesuai dengan umur kehamilan 18 minggu. Dari

19

Page 20: Mola Hidatidosa1

anamnesis riwayat telat haidnya adalah sekitar 3 bulan dengan Hari Pertama

Haid Terakhir pada tanggal 3 Desember 2009. Dari hasil ini secara klinis

menunjang adanya suatu Mola Hidatidosa. Seperti kita ketahui gejala dari

mola hidatidosa yang sering terdapat adalah adanya riwayat perdarahan

pervaginam, tinggi fundus uteri sering lebih besar dari umur kehamilan

berdasarkan haid terakhir, gerakan anak tidak pernah dirasakan, gejala mual

dan muntah berlebihan, pada perabaan konsistensi uterus lembek dan tidak

teraba bagian anak atau tidak ada ballotement, serta pada auskultasi tidak

terdengar denyut jantung janin.

Dari pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan USG didapatkan

gambaran ekogenik merata seperti badai salju intra uterin dan tidak terlihat

sakus gestasional.

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut

dapat disimpulkan diagnosis kerja berupa Mola Hidatidosa.

4.2. Etiologi

Penyebab Mola Hidatidosa pada pasien ini belum diketahui secara pasti,

namun beberapa penyebab yang dipikirkan sebagai penyebabnya antara lain

dapat berupa : Faktor usia, sosial ekonomi rendah, riwayat kehamilan Mola

Hidatidosa dan adanya riwayat abortus spontan berulang

Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD dilakukan dengan

metode eksklusi dimana adanya riwayat kehamilan Mola Hidatidosa dan

riwayat abortus spontan berulang dapat disingkirkan. Pada pasien ini

didapatkan bahwa ini merupakan kehamilan yang pertama. Jadi kemungkinan

penyebab dari Mola Hidatidosa ini adalah faktor usia yang masih muda dan

sosial ekonomi yang rendah yang dihubungkan dengan defisiensi nutrisi.

4.3. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan Mola Hidatidosa ada 2 hal yaitu evakuasi

Mola Hidatidosa dan pengawasan lanjut pasca evakuasi. Menurut Protap

Rumah Sakit Sanglah penatalaksanaan Mola Hidatidosa adalah sebagai

berikut :

A. Evakuasi Mola Hidatidosa.

20

Page 21: Mola Hidatidosa1

1. Masuk Rumah Sakit walaupun tanpa pendarahan

2. Persiapan pre evakuasi terdiri atas :

a. Pemeriksaan fisik

b. Foto rontgen toraks.

c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal

hemostasis, dan kalau perlu elektrolit, T3, dan T4.

d. Catatan :

Pada kasus abortus Mola Hidatidosa dengan pendarahan

banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk

evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre evakuasi

hanya yan dianggap perlu.

3. Evakuasi :

a. Besar uterus kurang dari 20 minggu, dilakukan evakuasi

satu kali.

b. Besar uterus lebih dari 20 minggu dilakukan evakuasi dua

kali dengan interval 1 minggu.

c. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan

pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.

d. Pada saat evakuasi dipasang venous line denan drip

oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% 28 tetes/menit dan

cairan fisiologis. Evakuasi dilakukan dengan kuret isap

dilanjutkan dengan kuret tumpul, diakhiri dengan kuret

tajam.

e. Diambil specimen pemeriksaan Patologi Anatomi yang

dibagi atas 2 sampel yaitu :

PA1 adalah jaringan dan gelembung mola

PA2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu

jaringan Mola Hidatidosa yang melekat pada

dinding uterus.

f. Penderita dipulangkan satu hari pasca evakuasi, kecuali

diperlukan perbaikan keadaan umum.

21

Page 22: Mola Hidatidosa1

g. Evakuasi yang kedua dilakukan denan kuret tajam dan

dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.

h. Histerektomi

Indikasi umur ≥ 40 tahun dan anak cukup

Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret

pertama.

B. Pengawasan lanjut.

2. Kasus Mola Hidatidosa dengan kuret 2 kali maka yang dimaksud

dengan pasca evakuasi adalah pasca kuret kedua.

3. Pemeriksaan β-hCG urine semi kuantitatif :

a. Setiap minggu untuk Mola hidatidosa resiko tinggi, setiap 2

minggu untuk kasus Mola Hidatidosa resiko rendah.

b. Pemeriksaan dimulai dari tes dengan kepekaan paling

rendah : PPT (kepekaan 1.500 ± 400 SI/L), hCG slide test

(kepekaan ±800 SI/L), dan tes pack (kepekaan 25-50 SI/L)

c. Pemeriksaan β-hCG serum kuantitatif dilakukan untuk

konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui kadar β-hCG

normal atau sebaliknya terjadi Penyakit Trofoblas Ganas.

3. Batas akhir penilaian:

a. PPT harus negative pada minggu ke-4, atau β-hCG kurang

dari 1000 mIU/ml

b. β-hCG slide test harus negatif pada minggu ke-8 atau β-

hCGserum kurang dari 500 Mui/ml

c. Test Pack harus negative pada minggu ke-12 atau kadar β-

hCG serum adalah normal (ELISA : 0-15 Miu/ml)

4. Pengawasan lanjut setelah β-hCG serum normal, atau Test Pack

negative dua kali berturur-turut dengan interval 2 minggu.

a. Pemeriksaan meliputi :

Keluhan

Fisik dan Ginekologik

hCG urin dengan Test Pack atau β-hCG serum

Lain-lain kalau diperlukan misalnya : foto thoraks.

22

Page 23: Mola Hidatidosa1

b. Jadwal pemeriksaan

Satu tahun pertama setiap bulan

Satu tahun kedua setiap 3 bulan

Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan

keluhan.

5. Kontrasepsi

a. Sebelum tercapai β-hCG serum normal atau Test Pack 2

kali berturut-turut interval 2 minggu negative, dianjurkan

memakai alat kontrasepsi kondom.

b. Setelah tercapai β-hCG serum normal atau Test Pack

negative, dianjurkan memakai kontrasepsi dengan

ketentuan;

Satu tahun untuk pasien yan belum mempunyai

anak

Dua tahun atau lebih untuk pasien yan sudah

mempunyai anak

Kontap untuk pasien yang tidak menginginkan

tambahan anak.

Pada kasus ini didapatkan besar uterus sesuai dengan umur kehamilan

kurang dari 20 minggu jadi dilakukan evakuasi Mola Hidatidosa sebanyak

satu kali. Pada kasus ini pasien menolak melakukan evakuasi di RSUD

Karangasem dan memilih melakukan evakuasi di Rumah Sakit Swasta di

Denpasar. Satu bulan setelah evakuasi pasien control lagi ke poliklinik

Kebidanan dan kandungan RSUD Karangasem. Pada pasien ini dilakukan

pemeriksaan β-hCG urine semi kuantitatif. Pada pasien ini dicurigai

termasuk kasus Mola Hidatidosa resiko tinggi dengan melihat besar uterus

lebih dari umur kehamilan, akan tetapi hal ini masih meragukan karena

pasien menolak melakukan pemeriksaan serum β-hCG. Penderita disarankan

melakukan pemeriksaan β-hCG urine semi kuantitatif setiap satu minggu

sekali dan disarankan juga untuk melakukan pemeriksaan β-hCG serum

kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui apakah kadar β-hCG sudah

normal atau sebaliknya terjadi Penyakit Trofoblas Ganas. Pada pemeriksaan

23

Page 24: Mola Hidatidosa1

PPT pada saat pasien control didapatkan hasil negatif dan pada saat laporan

kasus ini dibuat pasien belum memeriksakan β-hCG serum, jika β-hCG

serum kurang dari 1000 mIU/ml penilaian sudah boleh diakhiri.

4.4. Prognosis dan kehamilan berikutnya

Mola hidatidosa diperkirakan 80% akan mengalami remisi spontan pasca

evakuasi, dan sisanya 20% dapat berkembang menjadi keganasan atau korio

karsinoma. Demikian juga dapat terjadi berulang pada kehamilan berikutnya.3

Menurut Gerard MD (2000) risiko berulang terjadinya mola hidatidosa

adalah 1 dalam 100 penderita, tetapi masih ada kesempatan terjadinya

kehamilan normal. Pada kasus ini ada kemungkinan berulangnya Mola

Hidatidosa tetapi tetapi masih ada kesempatan terjadinya kehamilan normal.

3. .

24