referat asma
TRANSCRIPT
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 1/29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai
adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
nafas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. World Health
Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita
asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai
180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah
mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun
belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka
diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa
akan datang serta mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup
pasien(1).
Asma memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering
menyebabkan anak tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta
aktifitas seluruh keluarga, juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat,
menurunkan kualitas hidup penderitanya, dan menimbulkan masalah pembiayaan.
Selain itu, mortalitas asma relatif tinggi. WHO memperkirakan terdapat 250.000
kematian akibat asma(2).
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan
tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan
frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalahmenghindari faktor penyebab(2).
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan asma pada anak.
1
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 2/29
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan asma
pada anak.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.
2
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 3/29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang
melibatkan sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut berhubungan
dengan hiperresponsif dari saluran pernafasan yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama
pada malam hari atau awal pagi. Episodik ini berhubungan dengan luas obstruksi
saluran pernafasan yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan
atau tanpa pengobatan(3).
Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang
ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas
sebagai respon terhadap stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa
pada banyak orang(4).
Defenisi terbaru yang dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK)
Respirologi IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi
berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul
secara episodik, cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah
aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau
keluarganya(5).
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko(1,6)
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Faktor genetik
(a) Hiperreaktivitas
(b) Atopi/Alergi bronkus
(c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
(d) Jenis Kelamin
(e) Ras/Etnik
3
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 4/29
2. Faktor lingkungan
(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur)
(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-
blocker dll)
(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
(f) Ekspresi emosi berlebih
(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
(i) Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktivitas tertentu
(j) Perubahan cuaca
Exercised induced asthma merupakan obstruksi jalan napas yang
berhubungan dengan exercised tanpa mempertimbangkan ada tidaknya asma
bronkial. Beberapa literatur menyebutnya sebagai exercised induced bronchospasm
(EIB). Exercised induced asthma harus dibedakan antara penderita asma dengan
atlit. Pada EIB, didapatkan berespons terhadap bronkodilator dan metakolin, serta
berhubungan eosinofil. Sedangkan EIB pada atlit, tidak ditemukan respon tersebut.
Latihan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya EIB adalah latihan fisik yangmengakibatkan tercapainya 90-95% predictable maximum heart rate.(7)
Pada saat dilakukan latihan fisik, terjadi hiperventilasi karena
meningkatnya kebutuhan oksigen. Hiperventilasi ini menyebabkan saluran napas
berusaha lebih untuk menjaga kelembaban dan suhu udara yang masuk kedalam
alveolus tetap optimal. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan osmolaritas
dari permukaaan saluran napas dimana terjadinya aktivasi sel mast dan sel epitel
kolumnar. Aktivasi ini menyebabkan keluarnya proinflamatory mediator berupa
4
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 5/29
histamin, leukotrien, dan kemokien. Mekanisme ini pada akhirnya menyebabkan
terjadinya bronkospasme pada exercised induced asthma. Pada EIB atlit, tidak
terjadi pengeluaran mediator inflamasi maupun peningkatan eosinofil, neutrofil,
atau sel epitel kolumnar sehingga tidak berespon terhadap steroid inhalasi.(7)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma: (1,6)
• Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang
berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta
pajanan asap rokok.
• Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist.
• Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang,
alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen
seperti serbuk sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di
tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga, menangis, tertawa,
hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan gastroesofageal
refluks).
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut(1):
Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta
penyakit yang terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia
yang terletak pada kromosom 6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan
sampai saat ini masih merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam
kaitannya dengan asma. HLA-DR merupakan MHC (major histocompatibility
complex) klas II, suatu reseptor permukaan sel yang disandikan oleh kompleks
5
Hiperaktivitas bronkus obstruksi
Gejala Asma
Pencetus (trigger)Pemacu (enhancer)Pemicu (inducer)
Faktor Genetik
Faktor Lingkungan
Sensitisasi inflamasi
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 6/29
antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte Antigen) yang terletak pada
kromosom 6 daerah 6p21.31(1).
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS
(2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000
anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah
dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada
lelaki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma.
Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma
atau 1,6 per 100 ribu populasi(2).
Asma adalah penyakit kronik yang umum menyebabkan peningkatan
angka kesakitan. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat
nasional Amerika Serikat pada tahun1998, terdapat 8,65 juta anak-anak dilaporkan
menderita asma dan 3,8 juta anak pernah mengalami episode serangan asma dalam
waktu 12 bulan. Asma pada anak-anak di Amerika Serikat dianggap sebagai
penyebab tersering adanya kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat (867,000 kasus),
rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk sekolah (10.1 juta kasus) Walaupun
asma tidak sering menyebabkan kematian, namun dilaporkan 164 kematian anak
akibat asma pada tahun 1998(6).
2.4. Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan
ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas
hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang
dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada semua usiatetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka
yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan lebih besar
kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan memiliki penyakit
atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik (8).
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T
oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang
melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II
6
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 7/29
pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik merupakan
Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel dendritik
terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk jaringan
yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran respiratori.
Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah
pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas,
sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah
menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh
sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif (8).
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif
terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan
komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan.
Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase
awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil,
dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi
molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator . Sel T pada saluran
respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2,
selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan
transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF
untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi,
sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat(8).
Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran
respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur
sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut,ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of
Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau
Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas
menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodelling.
Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan,
kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran
respiratori dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah
7
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 8/29
vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks
molekul termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori dapat
diamati pada pasien yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara langsung
berhubungan dengan lamanya penyakit(8).
Gambar 1. Patogenesis Asma
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet
dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik
dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan
perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan
penebalan dinding saluran respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik, terutama pada
pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak
sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid(8).
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus (1).
8
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 9/29
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,
nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh
sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi(1).
Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik
9
GejalaFaktor Risiko
Hiperaktivitas
Bronkus
Obstruksi
Bronkus
Faktor Risiko Faktor Risiko
Inflamasi
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 10/29
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit
dan limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti
leukotrien, tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis
memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya
menimbulkan hiperaktivitas bronkus(1).
2.5 Patofisiologi Asma
2.5.1 Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan
oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang
diprovokasi mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti histamin,
triptase, prostaglandin D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh sel mast,
neuropeptidase yang dikeluarkan oleh saraf aferen lokal dan asetilkolin yang
berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang ditimbulkan dari kontraksi
otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah,
serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga timbul pada
keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan lengket
pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan
debris seluler (9).
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh
penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon
trakeobronkial. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas
adalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan
volume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks.Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat mengalirkan udara
pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya compliance pada kedua
paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan interkostal,
secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak
optimal . Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan
timbulnya kelelahan dan gagal nafas(9).
10
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 11/29
Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik
2.5.2 Hiperaktivitas saluran respiratori
Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang
menyebabkan penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun
dapat berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi
sekunder serta berpengaruh terhadap kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai
tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas yang terjadi akibat kontraksi otot
polos tersebut(9).
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada
pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan
penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik
asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic
Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi.
Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh
langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin).
Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang
terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya(9).
11
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 12/29
2.5.3 Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.
Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian
elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan
kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan
pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur
filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi
hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik (9).
Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui
hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas
mengalami kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai pada
tahap akhir, yang merupakan fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan
saluran nafas yang menetap atau persisten. Kekakuan dari daya kontraksi, yang
timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas, kemudian menyebabkan
timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis (9).
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan
protein kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk
berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin.
Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek ke otot polos secara langsung
ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas(9).
2.5.4 Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada
saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan
karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus salurannafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi
saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami
perbaikan dengan bronkodilator (9).
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan
perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja
tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri
12
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 13/29
mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi
yang mengalami lisis(9).
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu
mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan
mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi. Degranulasi sel Goblet
yang dicetuskan oleh stimulus lingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya
pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik. Kemungkinan
besar yang lebih penting adalah degranulasi yang diprovokasi oleh mediator
inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase, kimase sel
mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease(9).
2.6. Diagnosis
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan
batruk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau
dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma
dan/atau atopi pada pasien atau keluarga (lihat alur diagnosis di lampiran 1)(5,10).
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan
bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi
lebih definitive. Untuk anak yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal
paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow
meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan
histamine, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan
salin hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk
mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya.(4)
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%2. Kenaikan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi
bronkodilator.
3. Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
2.6.1 Anamnesis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala
batuk dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk
dijumpai sesak nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang
13
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 14/29
timbul bergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang
timbul tidak terlalu berat. Pasien masih lancar berbicara dan aktifitasnya tidak
terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah berat anak sulit
mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis dapat
dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata(11).
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya.
Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai
adanya retraksi baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam
batas normal. Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing
terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut
nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti
dermatitis atopi dapat ditemukan(11).
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi
kronik saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, udem dinding
bronkus dan konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas
mengakibatkan timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi
basah kasar dan mengi. Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan
komponen ekspiratori yang lebih menonjol(11).
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah
analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada
AGD dapat dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia).
Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisimemungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1
yang mencapai <70% nilai normal(11).
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eusinofil total dapat
membantu penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total
umum dijumpai pada pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan
pemeriksaan uji provokasi dengan histamin atau metakolin. Bila uji provokasi
positif, maka diagnosis asma secara definitive dapat ditegakkan(11).
14
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 15/29
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak secara arbitreri PNAA membagi asma anak
menjadi 3 derajat penyakit(10,11)
Parameter klinis
Kebutuhan obat,
dan faal paru
Asma episodic
jarang
(asma ringan)
Asma episodic
sering
(asma sedang)
Asma persisten
(asma berat)
1.Frekuensi serangan 3-4x /1tahun 1x/bulan ≥1/bulan
2.Lama serangan <1 minggu ≥1 minggu Hampirsepanjang
tahun, tidak ada remisi
3.Intensitas serangan Ringan Sedang Berat
4.diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
5.Tidur dan aktivitas Tidak terganggu
<3x/minggu
Sering terganggu
>3x/minggu
Sangat terganggu
6.Pemeriksaan fisis
diluar serangan
Normal, tidak
ditemukan kelainan
Mungkin terganggu
(ditemukan kelainan)
Tidak pernah normal
7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid/
steroid inhalasi dosis
100-200 ụg
Perlu, steroid inhalasi
Dosis ≥400 ụg/hari
8.Uji faal paru
(di luar serangan0
PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%
Variabilitas 20-30%
9.Variabilitas faal
paru
(bila ada serangan)
≥20% ≥30% ≥50%
Tabel 2. Penetuan Derajat Serangan Asma (11)
Parameter klinis,
Fungsi paru,
Laboraturium
Ringan Sedang Berat Ancaman
henti napas
Sesak (breathless) Berjalan
Bayi :
Menangis keras
Berbicara
Bayi :
Tangis pendek
& lemah
Kesulitan
menetek dan
makan
Istirahat
Bayi :
Tidak mau
minum /
makan
Posisi Bisa berbaring Lebih suka
Duduk
Duduk
bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin
irritable
Biasanya
irritable
Biasanya
Irritable
kebingungan
15
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 16/29
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Wheezing Sedang, sering
hanya pada
akhir
ekspirasi
Nyaring,
Sepanjang
ekspirasi
± inspirasi
Sangat
nyaring,
Terdengar
tanpastateskop
Sulit /
Tidak terdengar
Penggunaan otot
Bantu respiratorik
Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan
paradox
Torako-
Abdominal
Retraksi Dangkal,
Retraksi
Interkosta
Sedang,
ditambah
Retraksi
suprasternal
Dalam,
ditambah
Napas cuping
hidung
Dangkal/
Hilang
Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:
Usia frekuensi napas normal
<2 bulan < 60 / menit
2-12 bulan < 50 /menit
1-5 tahun < 40 / menit
6-8 tahun < 30 / menit
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :
Usia Frekuensi nadi normal
2-12 bulan < 160 / menit
1-2 tahun < 120 / menit3-8 tahun < 110 / menit
Pulsus paradoksus Tidak ada
<10 mmHg
Ada
10-20 mmHg
Ada
>20 mmHg
Tidak ada,
Tanda
kelelahan
Otot
respiratorik
PEFR atau FEV1
- Prabronkodilat
or
- Pascabronkodilator
(% Nilai
dugaan/
>60%
>80%
Nilai terbaik)
40-60%
60-80%
<40%
<60%
Respon < 2 jam
SaO2 % >95% 91-95% ≤90%
PaO2 Normal >60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
2.7.Tatalaksana Asma
Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan
jangka panjang (lihat alur tatalaksana di lampiran 2 dan 3)(11,12). Tujuan tatalaksana
asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya tumbuh kembang anak
16
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 17/29
secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Secara lebih khusus tujuan yang
ingin dicapai adalah(10) :
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk
bermain dan berolah raga.
2. Sedikit mungkin angka absensi sekolah.
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu)
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang
mencolok pada PEF.
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga
hari, dan tidak ada serangan.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin
timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Tujuan tatalaksana saat serangan (5):
- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah
kekambuhan.
Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah
perlu tingkat pengobatan dinaikkan ( step up) atau bahkan perubahan pengobatan
atau bila tujuan telah tercapai dan stabil 1 – 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan
penurunan pelan – pelan ( step down)(10).
Syarat step up (13)
:1. Pengendalian lingkungan dan hal-hal yang memberatkan asma sudah
dilakukan.
2. Pemberian obat sudah tepat susunan dan caranya.
3. Tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6 minggu.
4. Efek samping ICS (inhaled cortikosteroid ) tidak ada.
ICS baru boleh dinaikkan.
Syarat step down (13):
17
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 18/29
1. Pengendalian lingkungan harus tetap baik.
2. Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-turut.
3. ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 bulannya sampai dengan dosis
terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya.
4. Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan kalau sudah dikoreksi, ICS
dapat diturunkan bersama dengan penambahan LABA dan atau LTRA
2.7.1. Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever ) dan obat pengendali (controller ). Obat pereda digunakan untuk
meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah
teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau
diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga
obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah
dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat
ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian
pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan
pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu(10).
Obat – obat Pereda (Reliever)(12)
1. Bronkodilator
a. Short-acting β2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada
anak. Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus,
sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12).
Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP
menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang
menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens
mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan
mediator sel mast(12).
18
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 19/29
• Epinefrin/adrenalin
Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada β2
agonis selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor β1, β2, dan α
sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi,
takiaritmia, tremor, dan hipertensi(12).
Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek
bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada
jantung dan CNS(12).
•
β2 agonis selektif
(12)
Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.
Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB),
interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam
(dosis maksimum 15 mg/jam).
Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek
puncak dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.
Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak
dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.
Serangan berat : MDI 10 semprotan.
19
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 20/29
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada
keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek
samping takikardi lebih sering terjadi.
Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB
setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan
dengan 0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.
Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi,
palpitasi, dan takikardi.
b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi
karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini
diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan
anticholinergick (12).
Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap
reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat diabsorbsi
setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus
dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya
makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak
mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh
tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui
metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.
(14)
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :
• 1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
• 6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
• 1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam
• > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam
20
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 21/29
Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi
yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia(12).
2. AnticholinergicsObat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan
nebulisasi β2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis
anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam(12).
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia
diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah
kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak
direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak (12).
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan(12) :
• Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai
perbaikan yang cukup lama.
• Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid
hirupan sebagai kontroler.
• Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.
Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam.
Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon
dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali
sehari(12).
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini
bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis
21
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 22/29
eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di
jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular.(14)
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasikejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek
mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1
mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam.
Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap
6 – 8 jam(12).
Obat – obat Pengontrol(3,13)
Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin,
cromones, dan long acting oral β2-agonist.
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling
efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal
dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam
pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi
pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-
gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di
rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial,
dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis,
mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinyadown regulation receptor β2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai
400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak,
gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
22
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 23/29
Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin
hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang
membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA
adalah sebagai berikut :
• LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan
cystenil leukotriane;
• Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap
bronkokonstriktor;
• Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction
• Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali
per hari., penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati;
sayangnya preparat montelukast ini belum ada di Indonesia;
• Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu
dengan meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan
transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan
terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan
mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.
Ada 2 preparat LTRA :
a. Montelukast
Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali
sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)
b. ZafirlukastPreparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan
dosis 10 mg 2 kali sehari.
Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat
keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat
dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu
pemantauan fungsi hati.
3. Long acting β2 Agonist (LABA)
23
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 24/29
Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian
ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan,
FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan
airway remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu
kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan
formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI.
Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan
memakai obat.
4. Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang
bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan
glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid
inhalasi dosis rendah.
Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi
ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan
lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena
itu terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan
sampai 10mg/kgBB/hari.
2.7.2 Terapi Suportif (12)
a. Terapi oksigen
Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula
hidung, masker atau headbox. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen,
sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).
b. Campuran Helium dan oksigen
Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit
sebagai tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan
nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan
24
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 25/29
pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran
helium dan oksigen dapat memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat
ringan sehingga dapat mengubah aliran turbulen menjadi laminar dan
menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai alveoli.
c. Terapi cairan
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang
adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta
efek diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat
terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan
terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi
yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah
1-1,5 kali kebutuhan rumatan.
4.7.2. Cara Pemberian Obat(10)
UMUR ALAT INHALASI
< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat
perenggang (spacer)
5-8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,Turbuhaler)
>8 tahun Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangu deposisi obat dalam mulut
(orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi
efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalamm paru lebih baik sehingga didapat efek
terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler,
25
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 26/29
Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya
bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu yaitu Spacer
(Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi
dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman atau menggunakan botol
susu dengan dot susu yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.
4.7.3. Prevensi dan Intervensi Dini(13)
- Pengendalian lingkungan : menghindarkan anak dari asap rokok, tidak
memelihara hewan berbulu, memperbaiki ventilasi ruangan, mengurangi
kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan
tungau.
- Pemberian ASI ekslusif minimal 4 bulan
- Menghindari makanan berpotensi alergen
26
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 27/29
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma merupakan penyakit yang cukup banyak dijumpai pada anak-anak.
Asma didefenisikan sebagai wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai
berikut : timbul secara episodik dan/atau kronis, cenderung pada malam hari
(nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktifitas fisik, dan
bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya
riwayat asma atau atopi pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain
sudah disingkirkan. Karena asma merupakan penyakit yang berhubungan dengan
imunologi, maka penderita asma dapat mengalami serangan berulang. Asma dapat
diklasifikasikan sebagai asma episodik jarang, episodik sering, dan asma persisten.
Sedangkan jika terjadi serangan, dapat diklasifikasikan sebagai asma serangan
ringan, sedang, dan berat. Serangan asma yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya apnea. Oleh karena itu, penatalaksanaan serangan asma tergantung
kepada derajat serangannya. Serangan asma ditanggulangi dengan pemberian
bronkodilator, baik secara oral, parenteral, maupun inhalasi.
Tatalaksana asma diluar serangan dapat dilakukan dengan menghindari
faktor pencetus asma serta penggunaan obat pengendali (controller ). Diharapkan
dengan dilakukannya tatalaksana asma jangka panjang dapat mengurangi terjadinya
serangan asma, sehingga dapat meningkatkan quality of life dari penderita asma.
3.2 Saran
1. Perlunya pemahaman mengenai gejala klinis dan kriteria diagnosis agar
tidak terjadi kesalahan dalam penegakan diagnosis sehingga penangannya
menjadi lebih tepat dan adekuat.
2. Perlunya pemahaman mengenai penatalaksanaan asma pada saat serangan
dan tidak serangan sehingga dapat meningkatkan quality of life pasien.
27
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 28/29
3. Perlunya informasi mengenai asma kepada masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan
RI ;2009; 5-11.
2. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi
pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.
3. O’Byrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk.
Global Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ;
2006.
4. Nataprawira HMD. Diagnosis Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno
B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.105-18.
5. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak.
Jakarta: UKK Pulmonologi PP IDAI; 2009.
6. Nelson Textbook of Pediatrics : Childhood Asthma. Elsevier Science
(USA);2003.
7. John M. Weiler, Sergio Bonini, Robert Coifman, Timothy Craig, Luı́ s
Delgado, Miguel Capa o-Filipe. Asthma & Immunology Work Group
Report : Exercise-induced asthma. Iowa City, Iowa, Rome and Siena, Italy,
Millville, NJ, Hershey, Pa, Porto, Portugal, and Colorado Springs, Colo :
American Academy of Allergy : 2007
8. Supriyatno B, Wahyudin B. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak.
dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar
28
5/16/2018 Referat Asma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/referat-asma-55ab57c741ed0 29/29
Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008.
h.85-96.
9. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.98-104.
10. Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. dalam :
Manajemen Kasus Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi
pertama. Jakarta : Yapnas Suddharprana; 2007.h. 97-106.
11. Pusponegoro HD, Hadinegoto SRS, Firmanda D, Pujiadi AH,Kosem MS,
Rusmil K, dkk, penyunting. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2005.
12. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi
pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.120-32.
13. Rahajoe N. Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi
pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.134-46.
14.Suherman SK. Ascobat P. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid,
Analog Sintetik dan Antagonisnya. dalam: Gunawan SG, penyunting.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h.
496-500.
29