referat interna

27
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbaga i negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga mena mbah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti hidup. (5) World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.00 0 orang setiap ta hun. Sumbe r lain menye butkan bahwa pasien a sma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan  prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa a kan datang . (1)  Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terba ik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi  permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan uta ma adalah menghindari faktor penyeb ab (2) . I.2 FISIOLOGI PERNAFASAN Proses bernapas terdiri dari :  Ventilasi pertukaran gas antara atmosfir dan alveoli  Difusi O 2 dan CO 2 antara alveoli dan darah  Sirkulasi transport O 2 dan CO 2 antara paru dan jaringan  Pertukaran O 2 dan CO 2 antara darah dan jaringan Terjadinya proses ventilasi: Inspirasi  K ontraksi diafragma dan otot-otot pernapasan sehingga rongga dada membesar  tekanan rongga toraks lebih rendah dari tekanan udara luar  udara luar masuk kedala m rongga toraks

Upload: moch-erfin

Post on 05-Jul-2015

138 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 1/27

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat

ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap mengganggu

aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan

dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta

menurunkan kualiti hidup.(5) 

World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia

menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai

300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila

tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan

 prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang. (1) 

Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak 

dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi

 permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat

serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab(2)

.

I.2 FISIOLOGI PERNAFASAN

Proses bernapas terdiri dari :

  Ventilasi pertukaran gas antara atmosfir dan alveoli

  Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah

  Sirkulasi transport O2 dan CO2 antara paru dan jaringan

  Pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan jaringan

Terjadinya proses ventilasi:

Inspirasi

  K ontraksi diafragma dan otot-otot pernapasan sehingga rongga dada membesar  tekanan

rongga toraks lebih rendah dari tekanan udara luar  udara luar masuk kedalam rongga

toraks

Page 2: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 2/27

Ekspirasi

  R elaksasi diafragma dan otot-otot pernapasan diafragma terangkat ke atas tekanan

rongga toraks lebih besar darai tekanan udara luar  udara dalam rongga toraks ke luar 

Pengaturan pusat pernapasan

  Pons

o  Pusat apneustik  pons bagian bawah : pengaruh tonik pada pusat pernapasan, yang bisa

sebabkan apneustik/ henti napas pada fase inspirasi

o  Pusat pneumotaksis pons bagian atas: menghambat pusat apneustik bersama dengan

nervus X

o  K edua-duanya berfungsi untuk mengatur irama pernapasan agar halus dan teratur 

  Medulla oblongata

o  K elompok dorsal mengirimkan impuls spontan dan berirama 12-15 x/menit, impuls

dikirim melalui N.Phrenicus dan N.Interkostalis mengatur respirasi biasa

o  K elompok ventral/VRG jika kebutuhan ventil meningkat  VRG akan mengaktifkan

 N.I dan N.E menghantarkan impuls melalui N.IX dan N.X ke otot inspirasi dan

ekspirasi tambahan mengatur respirasi paksa(1)

 

Pengendalian pusat pernapasan

  R agsang kimiawi/kemoreseptor 

o  K emoreseptor perifer  yang berperan glomus aortikus dan glomus karotikus

  Saat PCO2 menurun merangsang kemoreseptor di glomus terjadi potensial aksi 

menyalurkan impuls ke N.vagus/N.X dilanjutkan ke N. Glosofaringeus/N.IX  Medula

oblongata upaya medulla oblongata untuk menurunkan CO2 dengan mengirimkan

instruksi ke otot-otot pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi supaya CO2 banyak yang

keluar dan O2 masuk 

o  K emoreseptor Sentral ( MO)

  Bila PCO2 meningkat Ph dalam darah akan menurun medulla oblongata bagian ventral

akan terangsang menyalurkan impuls agar ventilasi meningkat CO2 banyak yang

keluar  PCO2 kembali normal

  R angsang bukan kimia

Page 3: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 3/27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel

dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, yang menimbulkan gejala

episodik berulang dan mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam

atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,

 bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.(5)

 

Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai

oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap

stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang(4).

Global Initiative for Asthma (GI NA) mendefinisikan asma sebagai gangguan

inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan

limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi berulang,

sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala

tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi,

yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan

 pengobatan. Inflamasi tersebut juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap

 berbagai rangsangan.(4)

 

II.2 ETIOLOGI

Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah

diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis

(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan

hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).

Page 4: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 4/27

Gambar 1 : tipe asma

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan

spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik 

terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang

disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak 

spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya

infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering

sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan

emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk 

alergik dan non-alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

serangan asma bronkhial.

Page 5: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 5/27

1. Faktor predisposisi

Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi

 biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. K arena adanya bakat

alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan

foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga,

spora jamur, bakteri dan polusi)

Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)

K ontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)

 b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.

K adang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim

kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

c. Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus

segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi

nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. K arena jika stressnya belum diatasi

maka gejala asmanya belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini

 berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium

hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu

libur atau cuti.

e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas

 jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Page 6: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 6/27

II.3 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi asma meningkat di seluruh dunia. Hal ini disebabkan terutama oleh

 pengertian yang salah mengenai asma, pedoman dan pelaksanaan pengelolaan asma yang

tidak lengkap atau sistimatis, serta sangat kurangnya data dan perencanaan lanjutan. Untuk 

mengatasi hal tersebut perlu dilaksanakan strategi pengelolaan asma berdasarkan pedoman

 pengelolaan yang lengkap dan sistimatik. K erjasama yang erat di antara para dokter dan

 petugas medik lainnya dengan penderita asma sangatlah diperlukan untuk mencapai hasil

yang sebaik-baiknya. Dengan upaya ini diharapkan akan tercapai penyebarluasan cara

 pengelolaan asma preventif dan kuratif yang sesuai dengan perkem-bangan dan metoda

 pengelolaan asma yang mutakhir. Dan akan tercapai pula penurunan angka morbiditas

maupun mortalitas yang diakibatkan oleh asma ataupun komplikasinya.

Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang

Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya.Di Indonesia,

 prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 ± 5 %5 (3-8%2 dan 5-

7%7) penduduk Indonesia menderita asma. Berdasarkan laporan Heru Sundaru (Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FK UI/R SCM), prevalensi asma di Bandung (5,2%), Semarang (5,5%),

Denpasar (4,3%) dan Jakarta (7,5%)8. Di Palembang, pada tahun 1995 didapatkan prevalensi

asma pada siswa SMP sebesar 8,7% dan siswa SMA pada tahun 1997 sebesar 8,7% dan pada

tahun 2005 dilakukan evaluasi pada siswa SMP didapatkan prevalensi asma sebesar 9,2%2.

Penyakit Asma dapat mengenai segala usia dan jenis kelamin, 80-90% gejala timbul sebelum

usia 5 tahun9. Pada anak-anak, penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan,

sedangkan pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Sementara angka kejadian Asma pada anak 

dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa.

II.4. PATOGENESIS

Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh

serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Tidak 

semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit atopik mengidap

asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali

dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertama

kehidupan lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan

memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik (8).

Page 7: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 7/27

Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen

yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul M ajor 

 Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada

sel T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran

respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu

membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran

respiratori. K emudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah

 pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T,

makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang

 banyak mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel

dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif (8)

.

R eaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap

alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen alergi

yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. R eaksi fase lambat pada asma

timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari

sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T

 pada saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator .

Sel T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke

arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan

transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk 

 pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase

lambat semakin lama semakin kuat(8)

.

Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan

deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses

dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. K ombinsai antara kerusakan

sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, ketidakseimbangan Matriks  M etalloproteinase 

(MMP) dan Tissue Inhibitor of  M etalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor 

 pertumbuhan profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-), dan proliferasi serta

diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam

remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan,

kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratori dan

meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan

 jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada

Page 8: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 8/27

8

di di l i t i dapat diamati pada pasi yang meninggal ak i atasma. Hal 

tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya penyak it 

¡  

¢ 

.

Gambar 2. Pat genesis Asma

Hi per trof i dan hi perplasia otot polos saluran respirator i ser ta sel goblet dan kelen jar 

submukosa ter  jadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat. Secara

keseluruhan, saluran respirator i pasien asma, memper lihatkan perubahan struk tur salur an

respirator i yang bervar iasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respirator i.

 Remodeli £ ¤      juga merupakan hal penting pada patogenesis hi perak tivitas saluran respirator i 

yang non spesif ik, terutama pada pasien yang sembuh dalam wak tu lama (lebih dar i 1-2

tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kor tikosteroid(8).

Ge jala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan ak i bat dar i obstruksi 

 bronkus yang didasar i oleh inf lamsai kronik dan hi perak tivitas bronkus(1)

.

Ge jalaFak tor R isiko

Hi perak tivitas

Bronkus

Obstruksi 

Bronkus

Fak tor R isiko Fak tor R isiko

Inf lamasi 

Page 9: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 9/27

Inhalasi alergen akan mengak tifkan sel mast intralumen,makrofag alveolar, nervus

vagus dan mungk in juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan ref leks

 bronkus, sedangkan mediator inf lamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan

membuat epitel  jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam

submukosa sehingga memperbesar reaksi yang ter  jadi(1).

Gambar 3. Proses imunologis spesif ik dan non-spesif ik 

Mediator inf lamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan

asma, melalui sel efek tor sekunder seper ti eusinof il, netrof il, trombosit dan limfosit. Sel-sel 

inf lamasi ni  juga mengeluarkan mediator yang kuat seper ti leukotr ien, tromboksan, P l ¥   t el et 

 A¦   tiv¥   ti§  ̈  

©    

¥ ¦   t ors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan ini 

menyebabkan inf lamasi yang akhirnya menimbulkan hi perak tivitas bronkus(1)

.

II.5 PAT ISIOLOGI ASMA

II.5.1 Obstruksi saluran respiratori 

Penyempitan saluran nafas yang ter  jadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh

 banyak fak tor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronk ial yang di provokasi 

mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inf lamasi seper ti histamin, tr i ptase, prostaglandin

D2, dan leukotr ien C yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh

Page 10: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 10/27

10

saraf aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang

ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari otot polos,

 pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga timbul

 pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan lengket

 pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris

seluler (9)

.

Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh penyempitan

saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeobronkial. Salah satu

mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas adalah kecenderungan untuk 

 bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudian

dapat menimbulkan hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar 

tetap dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya

compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan

interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak 

optimal . Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya

kelelahan dan gagal nafas(9).

Gambar 4. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik 

Page 11: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 11/27

11

II.5.2 Hiperaktivitas saluran respiratori

Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang menyebabkan

 penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun dapat berhubungan dengan

 perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi sekunder serta berpengaruh terhadap

kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas

yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut(9)

.

Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian

histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced 

 Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat

dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease 

(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun

adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti

histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel

lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya(9)

.

II.5.3 Otot polos saluran respiratori

Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. K elainan ini

disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot

 polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma

 berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat

 bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos

dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik (9)

.

Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui hipotesis

 pertubed equilibrium , yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas mengalami kekakuan

 bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang merupakan

fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap atau persisten.

K ekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas,

kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil

elastis(9)

.

Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan protein kationik 

eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi, sama seperti

mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. K eadaan inflamasi ini dapat memberikan

efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas(9).

Page 12: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 12/27

12 

II.5.4 Hipersekresi mukus

Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran

nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma

kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan

 pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada

serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator (9)

.

Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatan

volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan dari

sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat juga penumpukan

sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan

D NA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis(9)

.

Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu mekanisme

terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan mekanisme patofisologi

hingga terjadi sekresi sel granulasi.Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh stimulus

lingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas

 jalur refleks kolinergik. K emungkinan besar yang lebih penting adalah degranulasi yang

diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil

elastase, kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease(9)

 

II.5.5 Keterbatasan aliran udara ireversibel

Penebalan saluran nafas, yang merupakan karakteristik asma, terjadi pada bagian

kartilago dan membranosa dari saluran nafas, juga terjadi perubahan pada elastik dan

hilangnya hubungan antara saluran nafas dengan parenkim di sekitarnya, penebalan dinding

saluran nafas, ini menjelaskan mekanisme timbulnya penyempitan saluran nafas yang gagal

untuk kembali normal dan terjadi terus menerus.K ekakuan otot polos menyebabkan aliran

udara pernafasan terhambat hingga menjadi ireversibel.(3)

 

II.5.6 Eksaserbasi

Faktor yang dapat mencetuskan sehingga terjadi eksaserbasi dan yang dapat

menyebabkan bronkokonstriksi, seperti udara dingin, kabut, olahraga. Stimulus yang dapat

menyebabkan inflamasi saluran nafas seperti pemaparan alergen, virus saluran nafas.

Olahraga dan hiperventilasi pernafasan dengan keadaan udara dingin dan kering

menyebabkan bronkokonstriksi dan pelepasan sel lokal dan mediator inflamasi seperti

histamin, leukotrien yang dapat menstimulasi otot polos. Stimulus yang hanya menyebabkan

 bronkokonstriksi tidak akan memperburuk respon bronkial yang diakibatkan oleh stimulus

yang lain, sehingga hanya bersifat sementara saja. Eksaserbasi asma dapat timbul selama

Page 13: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 13/27

13 

 beberapa hari. Sebagian besar berhubungan dengan infeksi saluran nafas, yang paling sering

adalah common cold oleh R hinovirus yang dapat menginduksi respon inflamasi

intrapulmoner. Pada pasien asma, inflamasi terjadi dengan derajat obstruksi yang bervariasi

serta dapat memperberat hipereaktivitas bronkial. R espon inflamasi ini melibatkan aktivasi

dan masuknya eosinofil dan atau neutrofil yang dimediasi oleh pelepasan sitokin atau

kemokin T atau sel epitel bronkial. Selain itu, paparan alergen juga mencetuskan eksaserbasi

 pada pasien asma.(3)

 

II.5.7 Asma nokturnal

Saat dilakukan biopsi transbronkial, membuktikan adanya akumulasi eosinofil dan

makrofag di alveolus dan jaringan peribronkial pada malam hari dan adanya inflamasi pada

saluran nafas perifer diperkuat dengan bukti bahwa adanya gangguan bila pasien asma tidur 

dalam posisi supine.(3)

 

II.5.8 Abnormalitas gas darah

Asma hanya mempengaruhi proses pertukaran gas bila serangan berat. Berat

ringannya hpoksemia arteri, dapat menggambarkan beratnya obstruksi saluran nafas yang

terjadi secara tidak merata di seluruh paru. Hipokapnea yang ditemukan pada serangan asma

ringan sampai sedang, dapat dilihat dari usaha bernafas yang lebih. Peningkatan PCO2 arteri

mengindikasikan sedang terjadi obstruksi berat dan ini dapat menghambat pergerakan otot

 pernafasan dan usaha bernafas ( keracunan CO2)sehingga dapat timbul gagal nafas dan

mati.(3) 

II.6 DIAGNOSIS

Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berkaitan dengan

cuaca. Anamsesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, di tambah dengan

 pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan

lebih meningkatkan nilai diagnostik.

R iwayat penyakit/gejala :

-  Bersifat episodik,seringkali reveribel dengan atau tanpa pengobatan

-  Gejala berupa batuk,sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak 

-  Gejala/timbul/memburuk terutama malam/dini hari

-  Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

-  R espons terhadap pemberian bronkodilator 

Page 14: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 14/27

14 

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

-  R iwayat keluarga (atopi)

-  R iwayat alergi / atopi

-  Penyakit lain yang memberatkan

-  Perkembangan penyakit dan pengobatan

Pemeriksaan jasmani

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmanin dapat normal.

K elainan pemeriksaan jasmani yang paling serig ditemukan adalah mengi pada auskultasi.

Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran

objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas, edema dan hipersekresi dapat

menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru

yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja

 pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walupun

demikian mengi dapat tidak terdengar 9silent chest0 pada serangan yang sangat berat, tetapi

 biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar biacara,takikardi, hiperniflasi

dan penggunan otot bantu napas.

Faal paru

Umumya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenaiasmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi,

sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan

 persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal

 paru digunakan untuk menilai ;

-  Obstruksi jalan napas

-  R eversibiliti kelainan faal paru

-  Variabiliti faal paru, sebagai peniliaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas

Parameter dan metode untuk menilai faal paru adalah pemeriksaan spirometri dan

arus puncak ekspirasi (APE).

Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa

(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.

Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan

Page 15: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 15/27

15 

instruksi operator yang jelas dan kooeperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat,

diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas

diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP<75% atau VEP1<80% nilai prediksi.

Arus Puncak Ekspirasi (APE)

 Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang

lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat

murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan

kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah

digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di

rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan

ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

II.6.1 Diagnosis Banding

  Dewasa

o  Penyakit paru obstruksi kronik 

o  Bronkitis kronik 

o  Gagal jantung kongestif 

o  Batuk kronik akibat lain-lain

o  Disfungsi larings

o  Obstruksi mekanis emboli tumor 

  Anak 

o  Benda asing di saluran pernafasan

o  Laringotrakeomalasia

o  Pembesaran kelenjar limfe

o  Tumor 

o  Stenosis trakea

o   bronkiolitis

II.7 FAKTOR RESIKO

Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Faktor genetik 

(a) Hiperreaktivitas

(b) Atopi/Alergi bronkus

(c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik 

Page 16: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 16/27

16 

(d) Jenis K elamin

(e) R as/Etnik 

2. Faktor lingkungan

(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur)

(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)

(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,

susu sapi, telur)

(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)

(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)

(f)  Ekspresi emosi berlebih

(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif 

(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

(i)  Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan

aktivitas tertentu

(j)  Perubahan cuaca

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma:

y  Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu

(anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok.

y  Pemacu: R hinovirus, ozon, pemakaian  2 agonist.

y  Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen dalam

rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari, asap

rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering,

olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis,

dan gastroesofageal refluks).

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut(1)

:

Hiperaktivitas bronkus obstruksi

Gejala Asma

Pencetus (trigger)Pemacu (enhancer)Pemicu (inducer)

Faktor G

enetik 

Faktor Lingkungan

Sensitisasi inflamasi

Page 17: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 17/27

17 

Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit yang

terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia yang terletak pada

kromosom 6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih

merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya denganasma. HLA-DR  

merupakan MHC (major histocompatibility complex) klas II, suatu reseptor permukaan sel

yang disandikan oleh kompleks antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte   

ntigen)

yang terletak pada kromosom 6 daerah 6p21.31(1)

.

II.8 Klasifikasi

Menurut Global Initiative for Asthma(3)

 

1.  Intermiten

Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala nokturnal tidak lebih dari 2

kali/bulan (FEV1 �80% predicted atau PEF �80% nilai terbaik individu, variabilitas

PEV atau FEV1<20%)

2.  Persisten ringan

Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari, serangan dapat

mengganggu aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >2 kali/bulan (FEV1 �80%

 predicted atau PEF �80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV120-30%)

3. Persisten sedang

Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur, gejala

nokturnal >1 kali/ minggu, menggunakan agonis-2 kerja pendek setiap hari (FEV1

60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau

FEV1>30%).

4.  Persisten berat

Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala asma nokturnal sering terjadi

(FEV1 �60% predicted atau PEF �60% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau

FEV1>30%)

Page 18: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 18/27

18 

Tabel 1. K lasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum

 pengobatan)

Derajat Gejala  Gejala malam  Faal

paru 

Intermiten  Gejala kurang dari 1x/minggu

Asimtomatik 

K urang dari 2 kali

dalam sebulan

APE >

80%

Persisten

ringan 

-Gejala lebih dari 1x/minggu tapi

kurang dari 1x/hari

-Serangan dapat menganggu

Aktivitas dan tidur 

Lebih dari 2 kali dalam

sebulan

APE

>80%

Persisten

sedang 

-Setiap hari,

-serangan 2 kali/seminggu, bisa

 berahari-hari.

-menggunakan obat setiap hari

-Aktivitas & tidur terganggu

Lebih 1 kali dalam

seminggu

APE 60-

80%

Persisten

berat 

- gejala K ontinyu

-Aktivitas terbatas

-sering serangan

Sering APE

<60%

II.9 PENATALAKSANAAN

II.9.1 Tujuan tatalaksana saat serangan 

-  Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

-  Mengurangi hipoksemia

-  Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

-  R encana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

II.9.2 Tatalaksana Medikamentosa

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (relie   er ) dan obat

 pengendali (controller ). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma

 jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini

tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu.K elompok kedua adalah obat pengendali yang

disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi

masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat

ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya

Page 19: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 19/27

19 

diturunkan pelan ± pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai

6 ± 8 minggu(10)

Obat ± obat Pereda (Reliever)(12)

 

1.   Bronkodilator 

a.   Short-acting 2 agonist  

Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.

R eseptor  2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi,

 jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12)

.

Obat ini menstimulasi reseptor 2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi

cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya

 bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas

vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast(12)

.

y  Epinefrin/adrenalin

Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada 2 agonis

selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor 1, 2, dan sehingga

menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan

hipertensi(12)

.

Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek 

 bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung

dan CNS(12)

.

y  2 agonis selektif (12)

 

Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.

Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis tebutalin oral : 0,05 ± 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20

menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 ± 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15

mg/jam).

Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak 

dicapai dalam 2 ± 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.

Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai

dalam 10 menit, lama kerjanya 4 ± 6 jam.

Page 20: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 20/27

20

Serangan ringan : MDI 2 ± 4 semprotan tiap 3 ± 4 jam.

Serangan sedang : MDI 6 ± 10 semprotan tiap 1 ± 2 jam.

Serangan berat : MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada keadaan ini

obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih

sering terjadi.

Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit,

dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.

Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 ± 

0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan

takikardi.

 b.   Met hyl xant hine 

Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena

efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada

serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan anticholinergick (12).

Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor 

adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian

oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan

nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat

kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine

didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya

terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.(14)

Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :

y  1 ± 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam

y  6 ± 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam

y  1 ± 9 tahun : 1,2 ± 1,5 mg/kgBB/Jam

y > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/JamEfek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih

tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia(12)

.

Page 21: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 21/27

21

2.  Anticholinergics

Obat yang digunakan adalah I pratropium Bromida. K ombinasi dengan nebulisasi 2

agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB,

nebulisasi tiap 4 jam(12).

Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas

6 tahun 8 ± 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 ± 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau

rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma

 jangka panjang pada anak (12)

.

3. Kortikosteroid

K ortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan(12)

:

y  Terapi inisial inhalasi  2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup

lama.y  Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan

sebagai kontroler.

y  Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.

K ortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai

 perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 ± 24 jam. Preparat oral yang di

 pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 ± 2 mg/kgBB/hari

diberikan 2 ± 3 kali sehari selama 3 ± 5 kali sehari(12)

.

K ortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja

sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid,

menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan

menurunkan permeabilitas vascular.(14)

 

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan

 paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis

metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis

Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 ± 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 ± 1 mg/kgBB

dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 ± 8 jam(12).

Obat ± obat Pengontrol(3,13)

Obat ± obat asma pengontrol pada anak ± anak termasuk inhalasi dan sistemik 

glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, theofilin, cromones, dan

long acting oral 2-agonist.

Page 22: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 22/27

22 

1.  Inhalasi glukokortikosteroid

Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan

direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan

inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan

mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi

glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari

eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi

 paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.

Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah

terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation

receptor  2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek 

samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan

 pada gigi dan mulut.

2.   Leukotri ene Receptor  Antagonist (LTR A) 

Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin

hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang

membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. K euntungan memakai LTR A adalah

sebagai berikut :

y  LTR A dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane; 

y  Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor; 

y  Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction

y  Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari.,

 penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat

montelukast ini belum ada di Indonesia; 

y  Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan

kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF)

sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot

 polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator. 

Ada 2 preparat LTR A :

a. Montelukast

Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali

sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)

Page 23: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 23/27

23 

 b. Zafirlukast

Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10

mg 2 kali sehari.

Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan

asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu

fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.

3.   Long acting 2 A gonist (L A B A) 

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS

400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan

sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling. 

K ombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate

dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI 

sedangkan Symbicort dalam DPI. K ombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan

meningkatkan kepatuhan memakai obat.

4 .  Teofilin lepas lambat 

Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang

 bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.

Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.

Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP,

 palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping

muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis

inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/haTabel 3. Obat

asma yang tersedia d Indonesia tahun (2004)

Page 24: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 24/27

24 

II.9.3 Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk 

a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit

asma sendiri)

 b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma

mandiri)

c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

II.10 PENCEGAHAN

a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi

 b. Menghindari kelelahan

c. Menghindari stress psikis

d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin

e. Olahraga renang, senam asma

Page 25: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 25/27

25 

BAB III

KESIMPULAN

Asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan peranan banyak sel dan

elemen seluler.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsivitas jalan napas

yang menimbulkan gejala episodik berulang : mengi, sesak napas; dada terasa berat, dan

  batuk ±batuk khususnya pada malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan

dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan

atau tanpa pengobatan.

Secara etiologis, asma adalah penyakit yang heterogen, dipengaruhi oleh berbagai

faktor seperti genetik (atopik, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, dan ras) dan faktor-

faktor lingkungan (infeksi virus, pajanan dari pekerjaan, rokok, alergen, dan lain-lain).

K ontrol pemeriksaan diri harus secara teratur dilakukan agar asma tidak menjadi berat

dan pengobatan yang paling baik adalah menghindari faktor pencetusnya.

Page 26: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 26/27

26 

DAFTAR PUSTAKA

1.  Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen K esehatan R epublik  Indonesia.

Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen K esehatanRI ;2009; 5-11.

2.  K artasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: R ahajoe NN, Supriyatno B,

Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar  R espirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.

3.  O¶Byrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K , dkk. Global

Initiative For Asthma. Medical Communications R esources, Inc ; 2006.

4.    Nataprawira HMD. Diagnosis Asma Anak. dalam: R ahajoe NN, Supriyatno B,

Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar  R espirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.105-18.

5.  John M. Weiler, Sergio Bonini, R obert Coifman, Timothy Craig, Lu´s Delgado,

Miguel Capa o-Filipe. Asthma & Immunology Work  Group R eport : Exercise-

induced asthma. Iowa City, Iowa, R ome and Siena, Italy, Millville, NJ, Hershey, Pa,

Porto, Portugal, and Colorado Springs, Colo : American Academy of Allergy : 2007

6.  Supriyatno B, Wahyudin B. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak. dalam:

R ahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar R espirologi Anak.

edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.85-96.

7.  S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: R ahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto

DB, penyunting. Buku Ajar R espirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI ; 2008. h.98-104.

8.  Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia.2004

9.  Pusponegoro HD, Hadinegoto SR S, Firmanda D, Pujiadi AH,K osem MS, R usmil K ,

dkk, penyunting. Standar Pelayanan Medis K esehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI; 2005.

10. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: R ahajoe NN, Supriyatno

B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar R espirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.120-32.

11. R ahajoe N. Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: R ahajoe NN, Supriyatno

B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar R espirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.134-46.

Page 27: referat interna

5/6/2018 referat interna - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna 27/27

27 

12. Suherman SK . Ascobat P. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog

Sintetik dan Antagonisnya. dalam: Gunawan SG, penyunting. Farmakologi dan

Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008. h. 496-500.

13.  Panduan Pelayanan  M edis Departemen Ilmu K esehatan Anak R SUP Nasional Cipto

Mangunkusumo 2007

14. R ahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. dalam : Manajemen K asus

R espiratorik Anak  Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Jakarta : Yapnas

Suddharprana; 2007.h. 97-106.