referat adhd
DESCRIPTION
attention deficit-hyperaktive disorderTRANSCRIPT
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
BAB I
PENDAHULUAN
ADHD (attention deficit/hyperactivity disorder) adalah salah satu jenis gangguan
defisit atensi/hiperaktifitas dimana keadan ini terdiri atas pola tidak menunjukkan atensi yang
persisten dan/atau perilaku yang impulsive serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada
yang diharapkan pada anak dengan usia sebayanya. Attention-deficit/hyperactivity
disorder (ADHD) merupakan kelainan neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-
anak, yang juga merupakan suatu keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-
anak usia sekolah, dan merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-anak.
ADHD ditandai oleh 3 gejala utama yaitu inatensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas.
Gejala yang satu bisa jadi menonjol dibandingkan gejala lainnya, atau bisa juga terjadi
kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Dulu seringkali diagnosis ADHD diabaikan, hal ini terjadi
karena informasi mengenai ADHD sangatlah terbatas. Bahkan peranan neurologis pada
terjadinya ADHD masih diragukan. Dikatakan juga kriteria diagnosis ADHD terlalu luas, dan
tidak ada tes yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ADHD. Namun saat ini, informasi
mengenai ADHD semakin berkembang, dan adanya peranan neurologis pada ADHD sudah dapat
dibuktikan.
Dampak ADHD tidak hanya dirasakan oleh anak tersebut, namun juga dirasakan oleh
keluarga. Dampak pada anak bisa berupa prestasi sekolah yang buruk, gangguan sosialisasi,
status pekerjaan yang rendah, dan risiko kecelakaan meningkat. Sedangkan dampak pada
keluarga adalah menimbulkan stres dan depresi pada keluarga, keharmonisan keluarga terganggu
dan perubahan status pekerjaan.
Anak dengan ADHD mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Anak-
anak ini memerlukan bantuan, bimbingan, dan pengertian baik dari orang tuanya, pembimbing,
dan sistem pendidikan umum. Prognosis dari ADHD ini umumnya baik, terutama bila pasien
cepat didiagnosis sehingga segera mendapatkan terapi.
1 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD)
Definisi
Gangguan defisit atensi/hiperaktifitas (attention-deficit/hyperactivity disorder-ADHD)
adalah suatu keadan yang terdiri atas pola tidak menunjukkan atensi yang persisten dan/atau
perilaku yang impulsive serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada yang diharapkan pada
anak dengan usia dan dalam tingkat perkembangan yang sama. Untuk memenuhi kriteria
diagnosis ADHD, beberapa gejala harus terdapat saat usia anak kurang dari 7 tahun, meskipun
banyak yang baru terdiagnosis setelah berusia 7 tahun, saat perilaku mereka menimbulkan
masalah di sekolah maupun tempat lain yang terkat dengan aktifitas anak sehari-hari. Kondisi
dimana tidak adanya atensi dan/atau hiperaktifias-impulsivitas harus sedikitnya mengganggu
fungsi secara sosial, dan akademik yang sesuai dengan perkembangan anak. Gangguan ADHD
ini tidak boleh tumpang tindih dengan diagnosis gangguan kejiwaan lain seperti skizofrenia,
maupun disebabkan oleh gangguan jiwa lain (Shaddock B., Kaplan, H.I, 2010).
Klasifikasi
Klasifikasi ADHD berikut dibagi berdasarkan presentasinya pada individu, berikut ini
dibagi menjadi tiga jenis (Roberts W, Milich R., 2013)
- Combined presentation: terdapat adanya enam atau lebih manifestasi klinis dalam
satu cluster
- Predominantly Innattentive: terdapat enam atau lebih gejala inattentive, dengan 3-5
gejala hiperaktivitas-impulsivitas
- Innattentive presentation (Restrictive): terdapat gejala inattentive sejumlah enam atau
lebih, dengan kurang dari 2 gejala hiperaktivitas-impulsivitas
- Predominently hiperaktif: terdapat gejala inattentive sejumlah kurang dari atau sama
dengan 5 dengan lebih dari 6 gejala hiperaktivitas-impulsivitas
2 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
Epidemiologi
Prevalensi ADHD secara global adalah sekitar 5,3 % terjadi pada anak dan 2,5 % terjadi
pada dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena anak-anak yang mengalami ADHD pada usia anak-
anak akan memiliki kecemderungan sebesar 40-60 % untuk tetap berkembang menjadi ADHD
pada saat usia dewasa (Rohde et al, 2012). Di Amerika Serikat sendiri angka kejadian ADHD
bervariasi mulai dari 2 sampai dengan 20 persen terjadi pada anak anak yang duduk di sekolah
dasar. Angka konservatif adalah 3 hingga 7 persen pada anak anak sekolah dasar prapubertas.
Gejala ADHD sering mucul pada usia 3 tahun, tetapi diagnosis umumnya belum ditegakkan
sampai anak tersebut masuk ke dalam lingkungan yang terstruktur seperti taman kanak-kanak
dan sekolah dasar, dimana pada kondisi itu mulai tampak gejala anak yang hiperaktif-impulsif
dan kurang perhatian terhadap pelajaran dibandingkan teman sebayanya yang normal (Shaddock
B., Kaplan, H.I., 2010).
Etiologi
ADHD memiliki etiologi yang cukup kompleks. Berbagai macam faktor genetik dan
lingkungan secara bersama-sama mengakibatkan gangguan neurobiologis. Gen yang mengatur
sistem neurotransmitter terlibat dalam ADHD. Studi gen pada penderita ADHD telah
menghasilkan bukti substansial yang melibatkan beberapa gen penyebab gangguan, dengan studi
meta-analisis mendukung peran gen coding untuk DRD4, DRD5, SLC6A3, SNAP-25, dan
HTR1B. Studi deteksi genom pada alel potensial ADHD telah menunjukkan hubungan pada
kromosom 5p13, 6q12, 16p13, 17p11 dan 11q22-25 (Curatolo et al, 2010).
Faktor lingkungan pre-, peri-dan postnatal memainkan peran penting dalam penyebab
ADHD. Faktor Prenatal berhubungan dengan gaya hidup ibu selama kehamilan. Misalnya,
paparan alcohol dan merokok saat kehamilan. Faktor perinatal seperti pada bayi BBLR dan
komplikasi persalinan. Faktor postnatal, gizi buruk dan kekurangan gizi dalam ADHD
kemungkinan juga berpengaruh (Curatolo et al, 2010).
Kelainan Organik, sebagai contoh adalah Sindroma Tourette. Sejumlah kecil anak dengan
ADHD juga mengalami gangguan neurologis yang disebut sindroma Tourette. Orang dengan
Tourette, juga mengalami tics dan gerakan-gerakan aneh yang berulang, misalnya
3 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
mengedip-ngedipkan mata atau menggerak-gerakkan otot muka seperti menyeringai. Yang
lainnya mungkin mendehem berulang kali seperti membersihkan tenggorokan dari lendir,
mendengus, mendengkur, atau mengeluarkan suara seperti menggonggong. Keadaan ini
dapat diatasi dengan memberikan obat atau medikasi. Walaupun hanya sedikit anak
dengan GPPH yang mengalami sindroma ini, namun banyak kasus sindroma Tourette
berkaitan erat dengan GPPH. Pada kasus demikian, kedua gangguan tersebut seringkali
membutuhkan pengobatan.
Patofisiologi
Salah satu factor penyebab ADHD adalah adanya pengaruh genetik. Pada ADHD terjadi
disregulasi neurotransmitter tertentu di dalam otak yang membuat seseorang lebih sulit untuk
memiliki atau mengatur stimulus-stimulus internal dan eksternal. Beberapa neurotransmiter,
termasuk dopamine dan norepinephrine, mempengaruhi produksi, pemakaian, pengaturan
neurotransmiter lain juga beberapa struktur otak. Adanya peningkatan ambilan kembali
dopamine ke dalam sel neuron daerah limbic dan lobus prefrontal dikatakan mengendalikan
fungsi eksekutif perilaku. Fungsi eksekutif bertanggung jawab pada ingatan, pengorganisasian,
menghambat perilaku, mempertahankan perhatian, pengendalian diri dan membuat perencanaan
masa depan. Hal ini menyebabkan kemudahan mengalami gangguan dan ketiadaan perhatian dari
sudut pandang fungsi otak adalah kegagalan untuk “menghentikan” atau menghilangkan pikiran-
pikiran internal yang tidak diinginkan atau stimulus-stimulus kuat. (Elvira SD, Hadisukanto G,
2010)
Selain faktor genetic yang berperan, ada juga pengaruh dari factor lingkungan. Misalnya,
paparan alkohol prenatal diketahui menginduksi anomaly structural otak, terutama di cerebellum.
Anak-anak yang terpapar alcohol sebelum lahir dapat menjadi hiperaktif, impulsif, dan berada
pada peningkatan risiko berbagai gangguan kejiwaan. Kemudian ada juga pengaruh dari ibu
yang merokok. Ibu merokok menghasilkan 2,7 kali lipat peningkatan risiko ADHD, dan
hubungan dosis-respons antara ibu yang merokok selama kehamilan dan kejadian anak hiperaktif
telah ditemukan. Hal ini mungkin karena efek pada reseptor nicotinic, yang memodulasi aktivitas
dopaminergik. Gangguan dopaminergik seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya
berpengaruh pada kejadian ADHD (Curatolo et al, 2010).
4 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
Manifestasi Klinis
Meskipun ADHD biasanya di diagnosis selama tahun-tahun sekolah, ada kecenderungan
untuk di identifikasi pada usia prasekolah. Manifestasi perilaku ADHD, seperti tingginya tingkat
aktivitas, kontrol penghambatan yang buruk, dan perhatian pendek, yang normative pada anak-
anak pra sekolah yang sehat. Namun, dalam kasus klinis, mereka lebih jelas dan mengakibatkan
tingginya tingkat perilaku genting dan cedera fisik, diatur dilakukan di banyak pengaturan,
termasuk rumah dan ruang kelas, dan kinerja yang buruk di prasekolah. Anak-anak prasekolah
dengan ADHD sering menderita kondisi lain komorbiditas, paling sering, gangguan pemberontak
oposisi (ODD), gangguan komunikasi, dan gangguan kecemasan, dan mereka yang memiliki
penyakit penyerta lebih terganggu dibandingkan dengan ADHD saja. Kebanyakan anak-anak
prasekolah ADHD hadir dengan ADHD gabungan subtype. Sub tipe impulsive dominan
hiperaktif lebih sering terjadi pada anak-anak prasekolah dibandingkan anak yang lebih tua,
dimana hiperaktif cenderung menurun dengan bertambahnya usia. Meskipun kecenderungan
gejala hiperaktif menurun dan gejala kekurangan perhatian menjadi lebih jelas dengan
pertambahan usia, lintasan hiperaktif dan kurangnya perhatian pada anak usia dini secara
signifikan berhubungan dengan satu sama lain. Kebanyakan diagnosis ADHD terdeteksi pada
anak-anak usia sekolah, sebagai kasus biasanya di identifikasi dan dirujuk karena kesulitan
akademik. Secara singkat, anak usia sekolah dengan ADHD cenderung terganggu dalam hal
prestasi akademik, interaksi keluarga dan hubungan teman sebaya, dan mengalami peningkatan
tingkat komorbiditas psikiatrik. Sekitar 70% dari anak-anak dengan ADHD memiliki setidaknya
satu gangguan penyerta lain, komorbiditas yang paling umum adalah ODD, gangguan
kecemasan, dan gangguan belajar. Prevalensi gejala kekurangan perhatian terus meningkat,
sebagai prevalensi gejala hiperaktif terus menurun selama tahun-tahun sekolah. Sekitar 1/3 dari
anak-anak dengan ADHD memiliki fungsi yang relative utuh di usia dewasa. Namun, sebagai
suatu kelompok, orang dewasa yang tumbuh dengan ADHD memiliki hal yang lebih buruk
dalam hal prestasi akademik dan pencapaian, peringkat kerja dan prestasi kerja, praktek-praktek
seksual beresiko dan kehamilan yang tidak diinginkan, hubungan dan masalah perkawinan,
pelanggaran lalu lintas dan mobil kecelakaan, dan penyakit penyerta kejiwaan (Cherkasova,
2013).
5 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
Diagnosis
Berikut adalah kriteria diagnosis ADHD menurut PPDGJ-III. Berdasarkan PPDGJ III, gangguan
hiperkinetik dimasukkan dalam satu kelompok besar yang disebut sebagai gangguan perilaku
dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja. Gangguan ini terdiri
atas beberapa jenis, yaitu:
- Gangguan aktivitas dan perhatian
- Gangguan tingkah laku hiperkinetik
- Gangguan hiperkinetik lainnya
- Gangguan hiperkinetik YTT
b. Pedoman diagnosis gangguan hiperkinetik berdasarkan PPDGJ III
Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini
menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi
(misalnya di rumah, di kelas, di klinik).
Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan
ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini seringkali beralih
dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang
satu, karena perhatiannya tertarik kepada kegiatan lainnya (sekalipun kajian
laboratorium pada umumnya tidak menunjukkan adanya derajat gangguan sensorik
atau perseptual yang tidak biasa). Berkurangnya dalam ketekunan dan perhatian ini
seharusnya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ
yang sama.
Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam
situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini, tergantung dari situasinya,
mencakup anak itu berlari-lari atau melompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun
bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak tetap duduk, terlalu
banyak bicara dan ribut, atau kegugupan/kegelisahan dan berputar-putar (berbelit-
belit). Tolok ukur untuk penilaiannya adalah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan
dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-
anak lain yang sama umur dan IQ nya. Ciri khas perilaku ini paling nyata di dalam situasi
6 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
yang terstruktur dan diatur yang menuntut suatu tingkat sikap pengendalian diri yang
tinggi.
Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu
diagnosis,namun demikian dapat mendukung penegakkan diagnosis. Kecerobohan
dalam hubungan-hubungan sosial, kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan
sikap yang secara impulsif melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan
mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang, atau tidak sabar
menunggu gilirannya), kesemuanya ini merupakan ciri khas dari anak-anak dengan
gangguan ini.
Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah dicatat
secara terpisah bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari
diagnosis aktual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya.
Tatalaksana ADHD
Tatalaksana ADHD dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu terapi fakrmakologi dan terapin
non farmakologi baik untuk anak-anak maupun dewasa. Pengobatan secara farmakologi paling
sering dilakukan dan biasanya terdiri dari obat stimulant seperti methylphenidate,
dexmethylphenidate, garam amphetamine dan lisdexamfetamine dimesylate (LDX). Namun,
obat golongan non-stimulan seperti atomoxetine, clonidine dan guanfacine juga efektif dalam
mengobati ADHD. Selain obat-obatan, ada juga pengobatan secara non-farmakologis (Kevin M
Antshel et al, 2011).
Stimulan
Bagi sebagian besar pasien dengan ADHD, stimulan tetap pilihan pertama untuk terapi
obat. Methylphenidate dapat mengurangi gejala ADHD sepanjang hari dan memiliki kepatuhan
yang lebih besar. Dexmethylphenidate dan transdermal methylphenidate juga juga memiliki
manfaat ini. Beberapa studi menunjukkan bahwa pengobatan dengan stimulan dapat membantu
7 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
untuk mengurangi kemungkinan komorbiditas psikiatrik lainnya selama masa remaja, termasuk
penggunaan rokok dan penyalahgunaan zat (Kevin M Antshel et al, 2011).
Namun, Yang paling umum efek samping stimulan (penurunan nafsu makan, masalah
dengan tidur). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sulit untuk memprediksi mana anak-
anak dengan ADHD akan memiliki efek samping, efek samping kardiovaskular yang serius telah
diidentifikasi dengan menggunakan stimulan (Kevin M Antshel et al, 2011)
Kesimpulannya, obat stimulan yang sering menjadi pilihan pertama untuk manajemen
pengobatan ADHD. Penelitian telah menunjukkan bahwa obat stimulan adalah pengobatan yang
efektif untuk banyak gejala yang berhubungan dengan ADHD (Kevin M Antshel et al, 2011).
Non stimulant
Beberapa anak mungkin tidak merespon obat stimulan, atau mungkin tidak dapat
mentolerir obat stimulan karena efek samping (misalnya kehilangan nafsu makan). Dengan
demikian, beberapa obat non-stimulan juga dapat digunakan untuk terapi farmakoterapi ADHD.
Obat yang disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan ADHD
yaitu selektif norepinefrin reuptake inhibitor (SNRI), atomoxetine, bentuk long-acting dari
guanfacine, dan bentuk long-acting dari clonidine. Clonidine dan guanfacine juga telah disetujui
oleh FDA untuk pemberian bersama obat stimulant. A-2-adrenergik agonis clonidine dan
guanfacine telah lama diketahui mengobati ADHD (Kevin M Antshel et al, 2011).
Pada orang dewasa, pendekatan pengobatan gabungan biasanya terdiri dari farmakoterapi
dan intervensi psikososial. Namun, tidak seperti ADHD anak, ada beberapa bukti bahwa
intervensi CBT yang berkhasiat. CBT gabungan antara terapi kognitif dan perilaku. Terapi
kognitif-perilaku mencakup prosedur kognitif dan perilaku, dan memiliki inti tiga dasar: 1)
aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku; 2) aktivitas kognitif dapat dipantau dan dimodifikasi
dan 3) perubahan perilaku dapat diproduksi oleh perubahan kognitif (Kevin M Antshel et al,
2011).
8 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Pelatihan orang tua dalam manajemen perilaku
Hal ini berguna untuk merekam bagaimana orang tua dan orang dewasa lainnya bereaksi
terhadap perilaku, dan apa interaksi berikutnya terjadi sebagai akibat dari reaksi tersebut.
Orang tua harus mendekati anak agar selalu terjadi kontak dengan anak.
intervensi sekolah
akuntabilitas yang lebih besar dari anak untuk guru dan lain-lain, termasuk lebih
cepat, sering dan menonjol umpan balik untuk kinerja, dan peningkatan penataan
lingkungan kelas dan mengajar materi semuanya telah terbukti bermanfaat bagi anak
dengan ADHD di sekolah.
Terapi nutrisi ADHD
Vitamin dan supplement (Millichap JG & Yee MM, 2012) :
Besi
Beberapa anak dengan ADHD telah ditemukan memiliki zat besi yang rendah dalam
darah mereka. Tidak jelas mengapa, tetapi penyedia layanan kesehatan anak Anda mungkin
ingin melakukan tes darah sederhana untuk memeriksa besi rendah. Jangan pernah
memberikan suplemen zat besi pada anak Anda kecuali Anda diminta untuk melakukannya
oleh penyedia layanan kesehatan anak Anda.
Seng
Beberapa studi menunjukkan bahwa tingkat seng yang rendah pada anak-anak dengan
ADHD. Namun terlalu dini untuk merekomendasikan suplemen zinc. Juga seng dapat
berinteraksi dengan beberapa obat stimulan anak.
Megavitamins
Satu studi menemukan megavitamins terapi dapat terjadi kerusakan pada hati. Jangan
gunakan megavitamins sampai penelitian lebih lanjut dapat dilakukan.
9 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
Omega-3 dan -6 Asam Lemak Suplemen
Satu studi yang disebut studi Oxford-Durham melihat menggunakan suplemen diet
pada 117 anak, sekitar 38 di antaranya memiliki gejala ADHD.
Makanan sehat yaitu (Millichap JG & Yee MM., 2012) :
Ikan
Sayuran
Tomat
Buah Segar
Biji-bijian
susu rendah lemak
Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada penderita ADHD antara lain kecemasa, gangguan emosi
dan kerpibadia, gangguan belajar dan pada kondisi yang lebih lanjut dapat menyebabkan
gangguan bipolar pada pasien (Canu, 2010).
Prognosis
Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangka gejala impulsive dan emosi
yang labil akan menetap. Anak dengan ADHD pada waktu dewasa sering masih mempunyai
gejala agresif dan menjadi pecandu minuman keras/alkoholisme). Prognosis lebih baik bila
didapatkan fungsi intelektual yang tinggi, dukungan yang kuat dari keluarga, teman-teman yang
baik, diterima di kelompoknya dan diasuh oleh gurunya serta tidak mempunyai satu atau lebih
komorbid gangguan psikiatri (Mullichap, 2010)
10 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gangguan defisit atensi/hiperaktifitas (attention-deficit/hyperactivity disorder-ADHD)
adalah suatu keadan yang terdiri atas pola tidak menunjukkan atensi yang persisten dan/atau
perilaku yang impulsive serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada yang diharapkan pada
anak dengan usia dan dalam tingkat perkembangan yang sama. Kondisi dimana tidak adanya
atensi dan/atau hiperaktifias-impulsivitas harus sedikitnya mengganggu fungsi secara sosial, dan
akademik yang sesuai dengan perkembangan anak.
ADHD dipengaruhi oleh faktor genetik dan juga faktor lingkungan yang saling berkaitan.
Penanganan ADHD dibedakan menjadi farmakologis dan non-farmakologis. Terapi
farmakologis dibagi menjadi obat-obatan stimulan dan non-stimulan, sedangkan terapi non
farmakologis terdiri dari terapi intervensi perilaku dan juga terapi nutrisi.
11 | P a g e
Analisis Jurnal - ADHD Blok 17- Neuropsikiatri
DAFTAR PUSTAKA
Antshel, Kevin M. 2011. Advances in understanding and treating ADHD. BMC Medicine.
Available from http://www.biomedcentral.com/1741-7015/9/72 [Accessed on April 13th
2015]
CDC, 2015. Autism Spectrum Disorder (ASD). Available from
http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/treatment.html [Accessed on April 12nd 2015]
Cherkasova M, et al. 2013. Developmental Course of Attention Deficit HyperactivityDisorder
and its Predictors. J Can Acad Child Adolesc Psychiatry. 22(1): 47-55. Available from
[Accessed on April 13th 2015]
Curatolo P, D’Agati E, Moavero R, 2010. The neurobiological basis of ADHD. Italian Journal
of Pediatrics. 36:79. Available from http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1824-
7288-36-79.pdf[Accessed on April 14th 2015]
Elvira SD, Hadisukanto G,2010. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Millichap JG & Yee MM., 2012. Managing ADHD with Nutrition. Available from
http://www.uvm.edu/medicine/ahec/documents/ADHDdietHandout20130322.pdf.
[Accessed on April 13th 2015]
Roberts W., Milich R. 2013. Examining the Changes to ADHD in the DSM-5: One Step
Forward and Two Steps Back. The ADHD Report Vol. 21:4., Available from
http://guilfordjournals.com/doi/abs/10.1521/adhd.2013.21.4.1 [Accessed on April 13th
2015]
Rohde A., Verin R., Polanczyk G. The Management of ADHD in Children, Young People and
Adults: Epidemiology of ADHD. Journal of Cutting Edge Psychiatry in Practice.,
Available from http://www.cepip.org/sites/default/files/CEPiP.2012.1.pdf [Accessed on
April 13th 2015]
Sadock, B.J., Kaplan, H.I. 2010. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara
12 | P a g e