lapsus ten

33
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Toxic Epidermal Necrolysis (T.E.N) umumnya merupakan penyakit yang berat, lebih berat daripada sindrom steven johnson (S.S.J), sehingga jika pengobatannya tidak cepat dan tepat sering menyebabkan kematian. Insidennya juga makin meningkat karena penyebab utamanya alergi obat dan hampir semua obat dapat dibeli bebas. Dahulu Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S.S.S.S) dimasukkan dalam TEN, tetapi sekarang dipisahkan karena terapi dan prognosissnya berbeda. Penatalaksaan secara cepat dan tepat akan mempengaruhi prognosis dari penyakit TEN. I.2 RUMUSAN MASALAH I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan TEN? I.3 TUJUAN I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan TEN. I.4 MANFAAT I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya TEN.

Upload: yuanitafaradiba

Post on 11-Aug-2015

85 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

penyakit pada mata

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus TEN

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Toxic Epidermal Necrolysis (T.E.N) umumnya merupakan penyakit yang berat,

lebih berat daripada sindrom steven johnson (S.S.J), sehingga jika pengobatannya tidak

cepat dan tepat sering menyebabkan kematian. Insidennya juga makin meningkat karena

penyebab utamanya alergi obat dan hampir semua obat dapat dibeli bebas. Dahulu

Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S.S.S.S) dimasukkan dalam TEN, tetapi

sekarang dipisahkan karena terapi dan prognosissnya berbeda.

Penatalaksaan secara cepat dan tepat akan mempengaruhi prognosis dari penyakit

TEN.

I.2 RUMUSAN MASALAH

I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan TEN?

I.3 TUJUAN

I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan TEN.

I.4 MANFAAT

I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya TEN.

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.

Page 2: Lapsus TEN

2

BAB II

STATUS PASIEN

II.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 47 tahun

Alamat : Wonosari

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Periksa : 14 Januari 2010

No. RM : 243507

II.2 ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan wajah membengkak dan terasa

panas.

2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien di bawa ke Rumah Sakit tanggal 14 januari

2011 dengan keluhan dan gejala seperti di atas, Gejala tersebut muncul 2 hari

setelah pasien mengkonsumsi obat paramex. Setelah pasien mengkonsumsi

paramex, gejala yang paling awal muncul ialah gatal-gatal seluruh badan,

kemudian pasien merasa sakit kepala dan demam. Kemudian wajah pasien mulai

terasa panas dan akhirnya membengkak yang berawal dari bibir. Kemudian mulai

muncul bercak-bercak merah di wajah dan dada, kemudian berlanjut hingga

punggung.

Di rumah sakit pasien di tangani oleh doker spesialis kulit dan didiagnosa TEN

serta diberi terapi berupa Infus RL 20 tetes/menit, injeksi Cefotaxim 3x1 gr IV,

Gentamycin 2x80 mg, Metilprednisolon 2x ½ vial, dan Borax Gliserin untuk

bagian bibirnya. Karena kelopak mata pasien lengket dan tidak bisa membbuka,

maka pada tanggal 18 januari pasien dikonsulkan kepada dokter spesialis mata.

3. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien belum pernah mengalami gejala seperti

ini sebelumnya. Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Penyakit jantung (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

Page 3: Lapsus TEN

3

5. Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat ke dokter mata

sebelumnya, hanya pernah berobat ke dokter umum dan ke puskesmas bila sakit.

6. Riwayat Kebiasaan : Pasien biasa mengkonsumsi jamu dan pasien

sering mengkonsumsi obat-obatan yang dibeli sendiri di warung maupun apotik.

II.3 STATUS GENERALIS

Kesadaran : compos mentis (GCS 456)

Vital sign :

• Tensi : 130/90 mmHg

• Nadi : 92 x/menit

• RR : 22 x/menit

• Suhu : 37oC

II.4 STATUS OFTALMOLOGIS

S : Mata tidak bisa membuka dan terasa sakit dan kulit kelopak mata terkelupas.

O: Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik

Pemeriksaan OD OS

AV Sde sde

TIO N/palpasi N/palpasi

Kedudukan Sde sde

Pergerakan Sde sde

Palpebra

- edema

- hiperemi

- trikiasis

- erosi

-

+

-

+

-

+

-

+

Page 4: Lapsus TEN

4

- ekskoriasi

- krusta

- simblefaron

+

+

+

+

+

+

Konjungtiva Sde sde

Kornea Sde sde

Bilik mata depan Sde sde

Iris / pupil Sde sde

Lensa Sde sde

Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

II.5 DIAGNOSIS

Working diagnosis : ODS simblefaron et causa TEN

Differential Diagnosis : ODS konjungtivitis et causa SJS

II.6 PENATALAKSANAAN

Planning Diagnosis : Pemeriksaan laboratorium

Planning Therapy : Kompres hangat sesering mungkin

Tobroson ED/jam

Protagent A/15menit

Oculent A/2 jam

II.7 PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad Functionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

II.8 Follow Up

Tanggal 19 Januari 2011

S : Mata tidak bisa membuka dan terasa sakit dan kulit kelopak mata terkelupas.

O: Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik

Pemeriksaan OD OS

AV sde sde

TIO N/palpasi N/palpasi

Page 5: Lapsus TEN

5

Kedudukan sde sde

Pergerakan sde sde

Palpebra

- edema

- hiperemi

- trikiasis

- erosi

- ekskoriasi

- krusta

- simblefaron

-

+

-

+

+

+

+

-

+

-

+

+

+

+

Konjungtiva sde sde

Kornea sde sde

Bilik mata depan sde sde

Iris / pupil sde sde

Lensa sde sde

Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

A : ODS simblefaron et causa TEN

P : Kompres Hangat sesering mungkin

Tobroson ED/jam

Protagent A/15menit

Oculent A/2 jam

Tanggal 21 Januari 2011

S : Mata bisa membuka sedikit

O : Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik

Pemeriksaan OD OS

AV sde sde

TIO N/palpasi N/palpasi

Kedudukan sde sde

Pergerakan sde sde

Palpebra

- edema - -

Page 6: Lapsus TEN

6

- hiperemi

- trikiasis

- erosi

- ekskoriasi

- krusta

- simblefaron

+

-

+

+

+

+

+

-

+

+

+

+

Konjungtiva

- sekret

- injeksi konjungtiva

- injeksi silier

+

sde

sde

+

sde

sde

Kornea sde sde

Bilik mata depan sde sde

Iris / pupil sde sde

Lensa sde sde

Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

A : ODS simblefaron et causa TEN

P : Kompres Hangat sesering mungkin

Tobroson ED/jam

Protagent A/15menit

Oculent A/2 jam

Tanggal 25 Januari 2011

S : mata sudah lebih enak, bisa membuka dengan bantuan

O: Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik

Pemeriksaan OD OS

AV sde sde

TIO N/palpasi N/palpasi

Kedudukan sde sde

Pergerakan sde sde

Palpebra

- edema

- hiperemi

-

+

-

+

Page 7: Lapsus TEN

7

- trikiasis

- erosi

- ekskoriasi

- krusta

- simblefaron

-

+

+

+

+

-

+

+

+

+

Konjungtiva

- hiperemia

- bleeding

- sekret

+

+

+

+

+

+

Kornea sde sde

Bilik mata depan sde sde

Iris / pupil sde sde

Lensa sde sde

Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

A : Konjungtivitis membranosa et causa TEN

P : C. Protagenta 1tetes/15 menit

C. tobroson 1 tetes/jam

Ikamycetin 6xqs ODS

26 Januari 2011

S : sudah tidak ada keluhan

O : Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik

Pemeriksaan OD OS

AV (dengan jari) 6/60 6/60

TIO N/palpasi N/palpasi

Kedudukan sde sde

Pergerakan

Palpebra

- edema

- hiperemi

- trikiasis

-

+

-

-

+

-

Page 8: Lapsus TEN

8

- erosi

- ekskoriasi

- krusta

- fisura palpebra

- simblefaron

+

+

+

Mulai melebar

-

+

+

+

Mulai melebar

-

Konjungtiva

- hiperemia

- bleeding

- sekret

+

+

+

+

+

+

Kornea

- warna

- permukaan

Jernih

Cembung

Jernih

Cembung

Bilik mata depan cukup cukup

Iris

- Kripti Normal Normal

Pupil

- Ukuran

- Reflek Cahaya

Langsung

- Reflek Cahaya

Langsung

Isokor

+

+

Isokor

+

+

Lensa jernih jernih

Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

A : Konjungtivitis membranosa et causa TEN

P : C. Protagenta 1tetes/15 menit

C. tobroson 1 tetes/jam

Ikamycetin 6xqs ODS

27 Januari 2011

S : sudah tidak ada keluhan

O : Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik

Pemeriksaan OD OS

Page 9: Lapsus TEN

9

AV (dengan jari) 6/60 6/60

TIO N/palpasi N/palpasi

Kedudukan normal normal

Pergerakan

Palpebra

- edema

- hiperemi

- trikiasis

- erosi

- ekskoriasi

- krusta

- fisura palpebra

- simblefaron

-

+

-

+

+

+

melebar

-

-

+

-

+

+

+

melebar

-

Konjungtiva

- hiperemia

- bleeding

- sekret

+

-

-

+

-

-

Kornea

- warna

- permukaan

Jernih

Cembung

Jernih

Cembung

Bilik mata depan cukup cukup

Iris

- Kripti Normal Normal

Pupil

- Ukuran

- Reflek Cahaya

Langsung

- Reflek Cahaya

Langsung

Isokor

+

+

Isokor

+

+

Lensa jernih jernih

Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Page 10: Lapsus TEN

10

A : Konjungtivitis membranosa et causa TEN

P : C. Protagenta 1tetes/15 menit

C. tobroson 1 tetes/jam

Ikamycetin 6xqs ODS

29 Januari 2011

S : sudah tidak ada keluhan

O : Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik

Pemeriksaan OD OS

AV (dengan jari) 6/60 6/60

TIO N/palpasi N/palpasi

Kedudukan normal normal

Pergerakan

Palpebra

- edema

- hiperemi

- trikiasis

- erosi

- ekskoriasi

- krusta

- fisura palpebra

- simblefaron

-

+

-

+

+

+

Mulai melebar

-

-

+

-

+

+

+

Mulai melebar

-

Konjungtiva

- hiperemia

- bleeding

- sekret

+

-

-

+

-

-

Kornea

- warna

- permukaan

Jernih

Cembung

Jernih

Cembung

Bilik mata depan cukup cukup

Iris

- Kripti Normal Normal

Pupil

Page 11: Lapsus TEN

11

- Ukuran

- Reflek Cahaya

Langsung

- Reflek Cahaya

Langsung

Isokor

+

+

Isokor

+

+

Lensa jernih jernih

Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

A : Konjungtivitis membranosa et causa TEN

P : C. Protagenta 1tetes/15 menit

C. tobroson 1 tetes/jam

Ikamycetin 6xqs ODS

1 Februari 2011

S : sudah tidak ada keluhan

O : Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik

Pemeriksaan OD OS

AV (dengan jari) 6/60 6/60

TIO N/palpasi N/palpasi

Kedudukan normal normal

Pergerakan

Palpebra

- edema

- hiperemi

- trikiasis

- erosi

- ekskoriasi

- krusta

- fisura palpebra

- simblefaron

-

+

-

+

+

+

lebar

-

-

+

-

+

+

+

lebar

-

Konjungtiva

- hiperemia + +

Page 12: Lapsus TEN

12

- bleeding

- sekret

-

-

-

-

Kornea

- warna

- permukaan

Jernih

Cembung

Jernih

Cembung

Bilik mata depan cukup cukup

Iris

- Kripti Normal Normal

Pupil

- Ukuran

- Reflek Cahaya

Langsung

- Reflek Cahaya

Langsung

Isokor

+

+

Isokor

+

+

Lensa jernih jernih

Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

A : Konjungtivitis membranosa et causa TEN

P : C. Protagenta 1tetes/15 menit

C. tobroson 1 tetes/jam

Ikamycetin 6xqs ODS

Lepas rawat

BAB III

TELAAH KASUS

III.1 ANATOMI

Page 13: Lapsus TEN

13

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan

dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari

bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi

banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.

Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:

1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)

2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)

3. Forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior

palpebra dan bola mata).

Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva

bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan.

Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva

bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air

mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.

Gambar Anatomi Konjungtiva

III.2 PENGERTIAN

TEN adalah penyakit berat, gejala kulit yang terpenting adalah Epidermolisis

Generalisata, dapat disertai kelainan Selaput Lendir di orifisium dan Mata.

Page 14: Lapsus TEN

14

III.3 ETIOLOGI

Etiologi TEN adalah Reaksi hipersensitivitas tipe III yang biasanya disebabkan oleh :

• Derivat Penisilin (24%)

• Parasetamol (17%)

• Karbamazepin (14%)

• Lain-lain : analgetik/antipiretik, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson,

jamu dan zat2 aditif.

Tabel Variasi obat Penyebab Nekrolisis Epidermal dan SJS

III.4 PATOFISIOLOGI

Patogenesis SSJ dan TEN sampai saat ini belum jelas walaupun sering

dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang

disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM

dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions,

tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik. Oleh karena

proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi:

1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan

Page 15: Lapsus TEN

15

2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan

glukosuriat

3. Kegagalan termoregulasi

4. Kegagalan fungsi imun

5. Infeksi

Gambar Reaksi Hipersensitivitas

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan yang dapat

berupa didahului panas tinggi, dan nyeri kontinyu. Erupsi timbul mendadak, gejala

bermula di mukosa mulut berupa lesi bulosa atau erosi, eritema, disusul mukosa mata,

genitalia sehingga terbentuk trias (stomatitis, konjunctivitis, dan uretritis). Gejala

prodormal tidak spesifik, dapat berlangsung hingga 2 minggu. Keadaan ini dapat

menyembuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa, beberapa penderita mengalami kerusakan

mata permanen. Kelainan pada selaput lendir, mulut dan bibir selalu ditemukan. Dapat

meluas ke faring sehingga pada kasus yang berat penderita tak dapat makan dan

minum. Pada bibir sering dijumpai krusta hemoragik.

Page 16: Lapsus TEN

16

III.5 GEJALA

Gejala Prodormal :

• Demam Tinggi

• Sakit Kepala

• Tampak sakit berat

• Kesadaran menurun

• Pruritus

• Kulit :

• Mulai dengan eritema, vesikula, bula hingga purpura.

• Epidermolisis à Nikolski Sign (+)

• Mukosa Orifisium :

• Bibir : Erosi, Ekskoriasi & perdarahan à Krusta

• Bisa juga pada mukosa genital

• Mata:

• Konjungtivitis, Erosi konjungtiva

• Photofobia, discharge musin

Page 17: Lapsus TEN

17

Gambar TEN

SJS dan TEN biasanya mulai dengan gejala prodromal berkisar antara 1-14

hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal

otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala

tersebut. Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan

batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak

rata. Daerah ruam membesar dan meluas, sering membentuk lepuh pada tengahnya.

Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah dilepas bila digosok.

Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan sentuhan

halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang. Daerah kulit

yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin

dan demam. Pada beberapa orang, kuku dan rambut rontok.

Pada SJS dan TEN, pasien mendapat lepuh pada selaput mukosa yang melapisi

mulut, tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata. Kehilangan kulit dalam TEN serupa

Page 18: Lapsus TEN

18

dengan luka bakar yang gawat dan sama-sama berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam

jumlah yang sangat besar dapat merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah

tersebut sangat rentan terhadap infeksi, yang menjadi penyebab kematian utama akibat

TEN.

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi

dari ringan sampai berat. Pada umumnya yang berat kesadarannya menurun, penderita

dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodormal

berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:

a. Kelainan kulit

b. Kelainan selaput lender di orifisium

c. Kelainan mata

a. Kelainan kulit

Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian

memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi

purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

b. Kelainan selaput lender di orifisium

Kelainan selaput lendir yang tersering adalah pada mukosa mulut (100%),

kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan dilubang

hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).

Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi

dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pseudomembran. Di

bibir kelainan yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam dan tebal.

Kelainan di mukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas,

dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar/ tidak dapat

menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar

bernafas.

c. Kelainan mata

Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus; yang tersering adalah

konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen,

perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis. pada kasus berat

terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera

mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular

Page 19: Lapsus TEN

19

cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang

menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya

ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai

beberapa tahun. Bila kita mengalami dua atau lebih gejala ini, terutama bila kita

baru mulai memakai obat baru, segera periksa ke dokter.

III.6 DIAGNOSA

Diagnosa ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan

kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis

terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam.

Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,

pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi,

serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat

dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat

peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau

sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit

direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bias membantu diagnosa

kasus-kasus atipik.

III.7 DIAGNOSA BANDING

• Steven Jhonson Syndrome. Sindroma steven johnson sangat dekat dengan TEN.

SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN

• Eritema Multiforme. Eritema multiformis merupakan erupsi mendadak dan rekuren

pada kulit dan/atau selaput lendir dengan tanda khas berupa lesi iris (target lesion).

• SSSS (Staphylococcus Scalded Skin Syndrome). Staphylococcal Scalded Skin

Syndrome (Ritter disease). Pada penyakit ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang

mengelupas pada kulit. Biasanya mukosa terkena

Page 20: Lapsus TEN

20

Gambar Diagnosa Banding Eritema Multiforme, SJS, TEN

Tabel Perbedaan Eritema Multiformis, Steven-Johnsons Syndrome, dan Toxic Epidermal Necrolysis

Page 21: Lapsus TEN

21

III.8 PENGOBATAN

Pertama, dan paling penting, kita harus segera berhenti memakai obat yang

dicurigai penyebab reaksi. Dengan tindakan ini, kita dapat mencegah keburukan.

Orang dengan SJS/TEN biasanya dirawat inap. Bila mungkin, pasien TEN dirawat

dalam unit rawat luka bakar, dan kewaspadaan dilakukan secara ketat untuk

menghindari infeksi. Perawatan membutuhkan pendekatan tim, yang melibatkan

Page 22: Lapsus TEN

22

spesialis luka bakar, penyakit dalam, mata, dan kulit. Cairan elektrolit dan makanan

cairan dengan kalori tinggi harus diberi melalui infus untuk mendorong kepulihan.

Antibiotik diberikan bila dibutuhkan untuk mencegah infeksi sekunder seperti sepsis.

Obat nyeri, misalnya morfin, juga diberikan agar pasien merasa lebih nyaman.

Ada keraguan mengenai penggunaan kortikosteroid untuk mengobati

SJS/TEN. Beberapa dokter berpendapat bahwa kortikosteroid dosis tinggi dalam

beberapa hari pertama memberi manfaat; yang lain beranggap bahwa obat ini

sebaiknya tidak dipakai. Obat ini menekankan sistem kekebalan tubuh, yang

meningkatkan risiko infeksi gawat, apa lagi pada ODHA dengan sistem kekebalan

yang sudah lemah. Pada umumnya penderita TEN datang dengan keadaan umum berat

sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah :

Terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.

Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi

kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.

Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian

selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih

kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak

bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan,

namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan

nyawa.

Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat

(Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia

3- 12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat

diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-

10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik

topikal.

Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.

Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.

Lesi mulut diberi kenalog in orabase.

Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi,

berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya

klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal dengan 0,5 mg/kg BB pada hari 1, 2,

3, 4, dan 6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan menghambat reseptor FAS

Page 23: Lapsus TEN

23

dalam proses kematian keratinosit yang dimediasi FAS (Adithan, 2006; Siregar,

2004).

Sedangkan terapi SJS / TEN pada mata dapat diberikan dengan :

Pemberian obat tetes mata baik antibiotik maupun yang bersifat garam fisiologis

setiap 2 jam, untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder dan terjadinya

kekeringan pada bola mata.

Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk mencegah terjadinya

perlekatan konjungtiva.

III.9 PROGNOSIS

Lebih dari 50% dari pasien dapat bertahan dari sekuel penyakit TEN. Seperti

symblepharon, sinekia konjungtiva, entropion, trikiasis, luka kulit, pigmentasi

irreguler, erupsi Nevi, dan erosi persisten membran mukus, phimosis, synechiae

vagina, distrofi kuku, dan rambut rontok.

BAB IV

PENUTUP

Page 24: Lapsus TEN

24

IV.1 KESIMPULAN

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosa konjungtivitis

membranosa et causa TEN.

TEN adalah penyakit berat, gejala kulit yang terpenting adalah Epidermolisis

Generalisata, dapat disertai kelainan Selaput Lendir di orifisium dan Mata. Etiologi

TEN adalah Reaksi hipersensitivitas tipe III yang biasanya disebabkan oleh alergi obat.

Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan sentuhan

halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang. Daerah kulit

yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin

dan demam. Pada beberapa orang, kuku dan rambut rontok. Pada sindrom ini terlihat

adanya trias kelainan berupa kelainan kulit, kelainan selaput lender di orifisium,

kelainan mata. Terapi TEN pada mata dapat diberikan dengan pemberian obat tetes

mata baik antibiotik maupun yang bersifat garam fisiologis setiap 2 jam, untuk

mencegah timbulnya infeksi sekunder dan terjadinya kekeringan pada bola mata.

Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk mencegah terjadinya

perlekatan konjungtiva. Lebih dari 50% dari pasien dapat bertahan dari sekuel

penyakit TEN. Seperti symblepharon, sinekia konjungtiva, entropion, trikiasis, luka

kulit, pigmentasi irreguler, erupsi Nevi, dan erosi persisten membran mukus, phimosis,

synechiae vagina, distrofi kuku, dan rambut rontok.

IV.2 SARAN

Pemberian KIE kepada masyarakat awam mengenai erupsi akibat obat dalam hal

ini yang berakibat menjadi TEN dan penanganannya perlu dilakukan untuk

menghindarkan terjadinya kerusakan mata yang irreversible.

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: Lapsus TEN

25

Ilyas S., 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Ilyas S., 2008. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

PERDAMI. 2006. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum & Mahasiswa Kedokteran,

PERDAMI.

Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3rd edition. Bagian

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2002. p:139-

142.

Hamzah M. Nekrolisis Epidermal Toksik ; ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat.

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

2002. p:166-168.

Kanski JJ. Clinical Ophthalmology A Synopsis. Butterworth-Heinemann, Boston, 2009.

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum. Editor : Y. Joko Suyono. Edisi 14. Jakarta : Widya

Medika. 1996. h. 81 - 2.

Lang G. Ophthalmology - A Short Textbook. Thieme. Stuttgart · New York. 2000.