lapsus uveitis

37
BAB I PENDAHULUAN Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun. 1,2 Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik. 1 Secara anatomis, uveitis dibagi menjadi empat yaitu uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Uveitis anterior adalah peradangan yang mengenai 1

Upload: mustika-handayani

Post on 14-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

uvetis

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar

dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan

sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis

digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya

pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma,

neoplasma, maupun autoimun.1,2

Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh

kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea

dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang

masuk menembus sklera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah

arteri siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot

rektus lateral. Arteri siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri

sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 arteri

siliar posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik. 1

Secara anatomis, uveitis dibagi menjadi empat yaitu uveitis anterior, uveitis

intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Uveitis anterior adalah peradangan yang

mengenai iris (iritis) dan jaringan badan siliar (iridosiklitis) biasanya bersifat unilateral

dengan onset akut.

Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di negara berkembang. Di dunia

diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi per tahun, atau 38.000 kasus

baru per tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Sekitar 50%

pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Pada beberapa Negara seperti

Amerika Serikat, Israel, India, Belanda dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada usia

20-50 tahun dengan puncaknya adalah decade ke tiga. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian

uveitis mulai berkurang.

1

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. I

Umur : 54 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Desa BanyuBiru

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status perkawinan : Menikah

Bangsa/suku : Indonesia/ Jawa

Tanggal diperiksa : 22 juni 2014

Keluhan Utama

Penglihatan kedua mata terasa kabur

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Ambarawa dengan keluhan penglihatan terasa kabur

pada kedua mata sejak ± 1 tahun yang lalu. Keluhan pandangan kabur timbul perlahan

awalnya tidak mengganggu, namun lama kelamaan mengganggu penglihatan jarak dekat.

Pasien lebih senang membaca agak dijauhkan meskipun saat melihat jauh agak buram. Pasien

juga mengaku kegiatan haria membaca Koran terganggu sehingga harus agak dijauhkan dan

mengernyitkan mata agar lebih jelas saat membaca. Pasien juga mengeluh mata pedas,

nrocos, cepat lelah atau pegal.

Pasien mengaku baru pertama kali berobat ke poli mata. Pasien pernah menggunakan

kacamata sebelumnya, namun pasien lupa dengan ukuran kacamata nya tersebut.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mempunyai keluhan/sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat trauma pada mata (-)

Riwayat alergi (-)

2

Riwayat penyakit Hipertensi (-)

Riwayat penyakit DM (-)

Riwayat operasi mata (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat Pengobatan

Selama sakit, pasien memakai obat tetes mata (INSTO) yang dibeli sendiri oleh pasien.

Setelah obat ini dipakai, keluhan dirasakan masih menetap

Riwayat Kebiasaan

Pasien sering menggosok mata (-), kemasukan benda asing (-).

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 78 x/menit

Frekuensi pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,30C

Status lokalis

Kepala : tidak ada kelainan

Telinga : tidak ada kelainan

Mulut : tidak ada kelainan

Leher : tidak ada kelainan

Paru-paru : dalam batas normal

Jantung : dalam batas normal

Ekstremitas : tidak ada kelainan

3

Status Oftalmologis

OD OS

Palpebra Edema (-), hiperemi (-),

benjolan (-), ptosis (-),

entropion (-), ektropion

(-),pseudoptosis (-), trikiasis

(-), xantelasma (-)

Edema (-), hiperemi (-),

benjolan (-), ptosis (-),

entropion (-), ektropion

(-),pseudoptosis (-), trikiasis

(-), xantelasma (-)

Konjungtiva Perdarahan (-), injeksi

konjungtiva (-), injeksi siliar

(-), secret (-), jaringan

fibrovaskuler (-)

Perdarahan (-), injeksi

konjungtiva (-), injeksi siliar

(-), secret (-), jaringan

fibrovaskuler (-)

Kornea Jernih, abrasi (-), sikatrik (-),

keratik presipitat (-),

infiltrate (-), ulkus (-), arkus

senilis (-), pericorneal

vascular injeksi (-)

Keruh (-), abrasi (-), sikatrik

(-), keratik presipitat (-),

infiltrate (-), ulkus (-), arkus

senilis (-), pericorneal

vascular injeksi (-)

Chamber Okuli

Anterior

Kedalaman  (N), hifema (-),

hipopion (-), flare (-)

Kedalaman  (N), hifema (-),

hipopion (-), flare (-)

Iris/pupil Bulat, diameter 3 mm, reflex

cahaya (+)

Bulat, diameter 3 mm, reflex

cahaya (+)

Lensa Jernih, dislokasi lensa (-),

afakia (-), pseudoafakia (-)

Jernih, dislokasi lensa (-),

afakia (-), pseudoafakia (-)

Visus 6/30 6/20

Gerakan bola mata Bebas ke segala arah, nyeri

gerak (-)

Bebas ke segala arah, nyeri

gerak (-)

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4

Pemeriksaan Refraksi

OD : S +1.00 C -0.50 A 95

OS : S +0.75 C -0.50 A 100

Visus Koreksi

OD : S +0.75 = 6/12

OS : S +0.50 = 6/12

ADD +2.25

Diagnosis Kerja

ODS Hipermetropi Presbiopi

Penatalaksanaan

Resep kacamata sesuai koreksi

Prognosis

Dubia ad bonam

5

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 ANATOMI UVEA :

Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang

terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.2

Gambar 3.1. Anatomi Mata

1. Iris

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan

(anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk

mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Permukaan iris warnanya sangat bervariasi

dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripte. Pada

iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : Musculus dilatator pupil

yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan Musculus sfingter pupil yang berfungsi

untuk mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap

tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya,

6

keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar,

keadaan ini disebut anisokoria. Iris menipis di dekat perlekatannya dengan badan siliar

dan menebal di dekat pupil.2,3

Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat

badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasoiliar cabang dari

saraf cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis.3

2. Corpus Siliar

Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem eksresi

dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid

terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk

akomodasi.4

Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea

melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan

koroid. Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan

tekanan bola mata (tekanan intraokular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera

okuli posterior ke kamera okuli anterior melalui pupil, kemudian ke angulus

iridokornealis, kemudian melewait trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm,

selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke

jantung.3

Gambar 3.2 Aliran Aquous Humor

7

Gambar 3.3. Anatomi dan aliran aquos humor

3. Koroid

Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah

dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya

berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman

pembuluh darah. Retina tidak menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti

beberapa millimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina

disebut pars plana.2,3

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal dari

arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri mayoris

iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan

arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior

longus dan brevis.1

Fungsi dari uvea antara lain : Regulasi sinar ke retina,Imunologi (bagian yang

berperan dalam hal ini adalah khoroid), Produksi akuos humor oleh korpus siliaris, dan

sebagai nutrisi.4

III.2 UVEITIS

III.2.1 DEFINISI

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis

yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh

infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun.4,5

III.2.2 KLASIFIKASI

8

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis

yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis

dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis,

etiologis, dan patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral,

biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus

penyebabnya tidak diketahui.5

Gambar 3.4 Uveitis

1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis 6

a) Uveitis anterior

Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau

disebut juga dengan iridosiklitis.

b) Uveitis intermediet

Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai

dengan peradangan vitreous.

c) Uveitis posterior

Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.

d) Panuveitis

Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

2.

Klasifikasi berdasarkan Klinis7

9

a) Uveitis akut

Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat

simptomatik.

b) Uveitis kronik

Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan

atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.

3. Klasifikasi berdasarkan Etiologi6

a) Uveitis infeksius

Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri.

b) Uveitis non-infeksius

Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.

4. Klasifikasi berdasarkan patologis5

a) Uveitis non-granulomatosa

Infiltrat dominan limfosit pada koroid.

b) Uveitis granulomatosa

Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

III.3 UVEITIS ANTERIOR

III.3.1 DEFINISI

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar

(pars plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata,

kornea dan sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang

disebut iritis atau mengenai badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan

disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.4

III.3.2 KLASIFIKASI

Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut

yaitu uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat

simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6

minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset

tidak jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak

diketahui.6

10

Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang non-

granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus

uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia

pertengahan. Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior

traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan

terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak

dan sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba

aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun

posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel

raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau

hipopion di kamera okuli anterior.2,3,4

Tabel 1. Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa

Non- Granulomatosa Granulomatosa

Onset

Nyeri

Fotofobia

Penglihatan Kabur

Merah Sirkumneal

Keratic precipitates

Pupil

Sinekia posterior

Noduli iris

Lokasi

Perjalanan penyakit

Kekambuhan

Akut

Nyata

Nyata

Sedang

Nyata

Putih halus

Kecil dan tak teratur

Kadang-kadang

Tidak ada

Uvea anterior

Akut

Sering

Tersembunyi

Tidak ada atau ringan

Ringan

Nyata

Ringan

Kelabu besar

(“mutton fat”)

Kecil dan tak teratur

Kadang-kadang

Kadang-kadang

Uvea anterior,

posterior,difus

Kronik

Kadang-kadang

III.3.3 ETIOLOGI

Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau

agen lain dari luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun,

11

keganasan, mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya

infeksi tuberkulosis, herper simpleks.5 Etiologi uveitis dibagi dalam :

Berdasarkan spesifitas penyebab :

1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun

parasit yang spesifik.

2. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas

Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen

yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan

predileksi pada traktus uvea.

Berdasarkan asalnya:

1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler,

ataupun iatrogenik.

2. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau

agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes

simpleks.

III.3.4 PATOFISIOLOGI

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung

suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya

mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi

sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang

menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.6

Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi

hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari

dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba

yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah

proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang

iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga

terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada

pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-

partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).3

12

Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-

sel radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi

eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang

berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada

endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic

precipitate, yaitu :6,7

1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen

yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat

pada jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan

berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan

fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian

anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang

disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil,

yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang,

disebut oklusio pupil.4

Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular

oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata

belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata

belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans

(iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan

akhirnya terjadi glaukoma sekunder. 6

Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang

menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila

peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif

berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan

kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan

kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).5

Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera

ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang

13

semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi

akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.3

III.3.5 MANIFESTASI KLINIS

Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah,

fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat

dekat pada pasien uveitis dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot

akomodasi. Dari pemeriksaan mata dapat ditemukan tanda antara lain :

Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan

keratic precipitate. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata

depan dan bila terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Iris

edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula

dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior. Pupil kecil akibat peradangan otot

sfingter pupil dan terdapatnya edema iris. Lensa keruh terutama bila telah terjadi

katarak komplikata. Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma

sekunder. Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar

dan edema lensa. Pada uveitis non-granulomatosa dapat terlihat presipitat halus

pada dataran belakang kornea. Pada uveitis granulomatosa dapat terlihat

presipitat besar atau mutton fat noduli Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil)

atau noduli Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris).1,2,3

III.4 UVEITIS INTERMEDIATE

Uveitis intermediate disebut juga uveitis perifer atau pars planitis adalah

peradangan intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang

terpenting yaitu adanya peradangan vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral

dan cenderung mengenai pasien remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih

banyak yang terkena dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang khas meliputi

floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata merah biasanya tidak

ada atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis

seringkali disertai dengan kondensat vitreus yang melayang bebas seperti bola

salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliare seperti gundukan

salju (snow-banking). Peradangan bilik mata depan minimal tetapi jika sangat

14

jelas peradangan ini lebih tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis intermediate

tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel

sklerosis berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang

tersering adalah edema makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi

pada diskus optikus.5,6

III.5 UVEITIS POSTERIOR

Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior

yang meliputi retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi

sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters,

kehilangan lapang pandang atau scotoma, penurunan tajam penglihatan.

Sedangkan pada koroiditis aktif pada makula atau papillomacular bundle

menyebabkan kehilangan penglihatan sentral dan dapat terjadi ablasio retina. 4

III.6 PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau

memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi

penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu

diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi

yang tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis dapat dikelompokkan menjadi :7

Terapi non spesifik :

1. Penggunaan kacamata hitam

Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian

midriatikum.

2. Kompres hangat

Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk

meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.

3. Midritikum/ sikloplegik

Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks,

sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu,

midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun

melepaskan sinekia yang telah ada.

Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:

15

a. Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

b. Homatropin 2% sehari 3 kali tetes

c. Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

4. Anti inflamasi

Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis

sebagai berikut:

Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila

radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler : :

a. Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)

b. Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)

c. Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)

d. Methylprednisolone acetate 20 mg

Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg

per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.

Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.

Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi

yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama

lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.

Terapi spesifik

Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis

anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat

yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :

Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.

Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.

Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan

diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa

memandang penyebabnya.

Terapi terhadap komplikasi

16

1. Sinekia posterior dan anterior

Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior,

perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis

anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:

Terapi konservatif :

Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam

Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

Terapi bedah:

Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.

a. Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi

perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS)

dilakukan bedah filtrasi.

b. Sudut terbuka : bedah filtrasi.

3. Katarak komplikata

Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang

diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis

katarak serta kemampuan ahli bedah.

III.7 KOMPLIKASI

Komplikasi dari uveitis dapat berupa :7

a. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata

Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan

hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan

cairan ini bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari

out flow aquos humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat

diberikan midriatika.

b. Katarak

Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan

terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan

17

metabolism lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata

yang uveitis lebih komplek lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi

jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang

terhadap pre dan post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas

inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman

IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi

yang baik pada banyak mata dengan uveitis.

c. Sinekia posterior à perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior

akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.

d. Sinekia anterior à perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-sel radang,

fibrin, dan fibroblas.

e. Seklusio pupil à perlekatan pada bagian tepi pupil

f. Oklusio pupil à seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang

g. Endoftalmitis à peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di

dalamnya dengan abses di dalam badan kaca akibat dari peradangan yang meluas.

h. Panoftalmitis à peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul

tenon sehingga bola mata merupakan rongga.

BAB IV

PEMBAHASAN

18

Uveitis merupakan peradangan pada daerah uvea, dimana jaringan uvea ini terdiri

atas iris, badan siliar dan koroid. Secara anatomis, uveitis dibagi menjadi empat yaitu

uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Uveitis anterior

adalah peradangan yang mengenai iris (iritis) dan jaringan badan siliar (iridosiklitis)

biasanya bersifat unilateral dengan onset akut.

Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik (idiopatik iridosiklitis),

penyakit yang berhubungan dengan vaskulitis/arthritis (HLA-B27 iridosiklitis, juvenile

rheumatoid arthitis, ankylosing spondilitis, reiter syndrome, inflammatory bowel

disease), penyakit infeksi (Herpes simpleks keratouveitis, Herpes zoster keratouveitis),

penyakit neoplasma (leukemia/lymphoma) dan penyebab lain (Fuchs heterochromic

iridocyclitis, traumatic iridocyclitis, glaucomatocyclitis crisis).

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu

infeksi atau merupakan fenomena alergi, hal ini sesuai dengan keluhan pasien yaitu

hanya satu mata yang terjadi uveitis yaitu mata kiri. Sel-sel radang yang terdiri dari

limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang

yang menempel pada permukaan endotel kornea. Apabila prespitat keratik ini besar

disebut mutton fat.

Klasifikasi uveitis anterior dibagi menjadi uveitis non-granulomatosa dan

granulomatosa. Nongranulomatosa akut disertai rasa nyeri, fotofobia, penglihatan

buram, keratik presipitat kecil dan pupil mengecil. Sedangkan granulomatosa akut tidak

nyeri, fotofobia ringan, buram, keratik presipitat besar (mutton fat), benjolan Koeppe

atau benjolan Busacca. Pada pasien ini tergolong kelompok yang non granulomatosa.

Gejala subyektif yang sering dikeluhkan pada penderita uveitis anterior adalah

nyeri, fotofobia, lakrimasi dan penglihatan kabur. Sesuai dengan anamnesis, pasien

19

memiliki keluhan fotofobia, lakrimasi dan penglihatan kabur. Fotofobia disebabkan

spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap cahaya. Lakrimasi

disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan

fotofobia.

Pada keluhan kabur, derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat

atau hilang timbul, tergantung penyebab, seperti: pengendapan fibrin, edema kornea,

kekeruhan akuos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin dan bisa

juga disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kalsifikasi kornea.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang

sedikit, konjungtiva bulbi hiperemis, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea

keruh karena udem dan keratik presipitat. Gambaran hiperemi merupakan hiperemi

pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna ungu merupakan tanda patognomonik

dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva.

Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis. Hiperemi sekitar kornea

disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan refleks aksonal

dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar. Pupil membesar karena pasien

menggunakan obat tropin

Pada pasien ini terdapat penurunan tekanan bola mata dengan hasil pemeriksaan

menggunakan tonometri Schiotz adalah 4,0 mmHg, hal ini disebabkan adanya

gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan

tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat

berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm

sehingga terjadi glukoma sekunder. Keratik presipitat terjadi karena pengendapan sel

radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea akibat aliran konveksi akuoshumor,

gaya berat dan perbedaan potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian

20

tengah dan bawah dan juga difus. Keratik presipitat dapat dibedakan jadi baru dan lama

: baru bundar dan berwarna putih. lama mengkerut, berpigmen, lebih jernih Jenis sel :

lekosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan. Limfosit

kemampuan aglutinasi sedang membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih.

Ukuran dan jumlah sel : halus dan banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut,

retinitis/koroiditis, uveitis intermedia.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin untuk mencari

kemungkinan penyebab terjadinya uveitis. Akan tetapi hasil pemeriksaan darah rutin

pasien adalah dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dinilai

adalah Angiotensin converting enzyme (ACE), Antinuclear antibody (ANA) testing,

Complete blood count (CBC), Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA),

Erythrocyte sedimentation rate (ESR), Human leukocyte antigen - B27 (HLA-B27)

typing. Jika sudah ditemukan penyebabnya, pasien dapat kita konsul ke bagian lain

untuk diterapi penyebabnya.

Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah Cendo tropin tetes mata

mengandung atropine sulfat yang merupakan kelompok midriatik siklopegik. Semua

sikloplegik merupakan agen antagonis kolinergik yang bekerja dengan menghambat

neurotransmiter pada reseptor sfingter iris dan korpus silier. Pada pengobatan uveitis

anterior sikloplegik bekerja dengan 3 cara yaitu: mengurangi nyeri karena imobilisasi

iris, mencegah adesi iris ke kapsula lensa anterior (sinekia posterior), yang dapat

meningkatkan tekanan intraokular dan menyebabkan glaukoma sekunder,

menyetabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya flare.

Xitrol 6 x 1 tts/hari adalah obat tetes mata yang mengandung kombinasi

kortikosteroid dan antibiotic. Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya

diberikan. Tujuan penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah

21

mengurangi peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran

sel, menghambat penglepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limposit.

Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea

sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus

obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis

kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, bentuk larutan.

Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi obat dan makin

sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek antiinflamasinya.

Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat dexametason,

betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat

medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada

palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial.

Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan

bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena

bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan

terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan

komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis

pupil, pseudoptosis dan lain-lain.

Prednisone oral (Metilprednisolon) dipergunakan pada uveitis anterior yang

dengan penggunaan steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin,

NSAIDs ( biasanya aspirin dan ibuprofen ) dapat mengurangi peradangan yang terjadi.

Sebagai catatan, NSAIDs dipergunakan untuk mengurang peradangan yang

dihubungkan dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior.

Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan

perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal

22

antara 12 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang

sehari(alternatingsingle dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal

selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon dosis

diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu.

Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior, Uveitis

bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian

kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang tidak

diingini seperti Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak

lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.

Diagnosis banding pada kasus ini adalah konjungtivitis, dimana pada

konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada sekret mata dan

umumnya tidak ada sakit, fotofobia, atau injeksi siliaris. Keratitis atau

keratokunjungtivitis: penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia.

Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zooster dapat

menyertai uveitis anterior sebenarnya. Glaukoma akut: pupil melebar, tidak ada sinekia

posterior, dan korneanya beruap.

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara

awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada

penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada

terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyak

akan pulih dengan baik, tanp adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta : ”Anatomi dan Fisiologi mata” dalam ”Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12

2. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007

23

3. Riordan Paul – Eva et al : ”Anatomi dan Embriologi Mata” dalam : Riordan Paul –

Eva, et al : ”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”. Jakarta : EGC, edisi 17, 2009

4. Vaughan, Dale. General Ophtalmology (terjemahan), Edisi 14. Jakarta: Widya

Medika, 2000.

5. Ilyas, S, Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta : 2004

6. Department of Ophthalmology and Visual Sciences, The Chinese University of Hong

Kong Sept 2002. www.afv.org.hk/Uveitis/uveitis_3.jpg

7. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas Diponegoro.

8. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI

24