pneumonia komuniti

23
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2 BAB I PENDAHULUAN 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pneumonia 4 B. Etiologi 4 . Patogenesis !an Patologi 6 D. Diagnosis 7 ". Gam#a$an Klinis 8 %. Peme$i&saan Penun'ang 9 (. Penilaian De$a'at Ke)a$a*an Pen+a&it 11 E. Diffe$ential Diagnosis 12 F. Penatala&sanaan 13 ". Pen!e&atan Pengo#atan 14 %. Penatala&sanaan Pen!e$ita Ra,at Jalan 15 (. Penatala&sanaan Pen!e$ita Ra,at Ina) !i Ruang Ra,at Biasa 16 -. Penatala&sanaan Pen!e$ita Ra,at Ina) !i Ruang Ra,at Intensif 16 . Alu$ TataLa&sana Pneumonia Komuniti 17 /. Te$a)i Em)i$i& Pneumonia Komuniti 18 0. Te$a)i Suli* Pa!a Penumonia Komuniti 19 1. E2aluasi Pengo#atan 20 G. P$ognosis 20 H. Pen3ega*an 21 I. Kom)li&asi 21 BAB III KESI4PULAN 22 DAFTAR PUSTAKA 23 1

Upload: taraalulya

Post on 05-Oct-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat pneumonia

TRANSCRIPT

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR

1

DAFTAR ISI

2

BAB I PENDAHULUAN

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pneumonia

4B. Etiologi

4C. Patogenesis dan Patologi

6D. Diagnosis

71. Gambaran Klinis

82. Pemeriksaan Penunjang

93. Penilaian Derajat Keparahan Penyakit

11E. Differential Diagnosis

12F. Penatalaksanaan131. Pendekatan Pengobatan142. Penatalaksanaan Penderita Rawat Jalan153. Penatalaksanaan Penderita Rawat Inap di Ruang Rawat Biasa164. Penatalaksanaan Penderita Rawat Inap di Ruang Rawat Intensif165. Alur TataLaksana Pneumonia Komuniti 176. Terapi Empirik Pneumonia Komuniti187. Terapi Sulih Pada Penumonia Komuniti198. Evaluasi Pengobatan20G. Prognosis20H. Pencegahan21I. Komplikasi21BAB III KESIMPULAN22

DAFTAR PUSTAKA23

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris. 2Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun. 2

Di bawah ini diuraikan lebih spesifik lagi mengenai pneumonia komunitas yaitu pneumonia yang terjadi akibat infeksi dari luar rumah sakit yaitu > 48 jam atau lebih setelah di rawat di rumah sakit. Kemudian di sampaikan uraian mengenai pneumonia komunitas.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI PNEUMONIASecara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI). Pneumonia Komunitas adalah infeksi alveoli, saluran udara distal, dan intersititium dari paru-paru yang terjadi di luar rumah sakit (Harrison). Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia. 2B. ETIOLOGI Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif. 2Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut : Klebsiella pneumoniae 45,18% , Streptococcus pneumoniae 14,04%, Streptococcus viridans 9,21%, Staphylococcus aureus 9%, Pseudomonas aeruginosa 8,56%, Steptococcus hemolyticus 7,89%, Enterobacter 5,26%, Pseudomonas spp 0,9%.2Sebagian besar kasus Pneumonia Komunitas disebabkan oleh beberapa patogen pernafasan umum, termasuk: 3

Streptococcus pneumoniae

> 50% dari semua kasus Pneumonia Komunitas membutuhkan masuk ke rumah sakit

Haemophilus influenzae

Staphylococcus aureus

Mycoplasma pneumonia

Chlamydia pneumoniae

Moraxella catarrhalis

Legionella spp.

Bakteri aerob gram-negatif Influenza virus

Adenovirus

Syncytial Respiratory Virus

Organisme lain yang jarang Viral: hantavirus, Nipah virus, virus Hendra, metapneumovirus, severe acute respiratory syndrome (SARS) virus Nonviral: Pneumocystis, Mycobacterium tuberculosis, jamur, agent bioterorisme (misalnya, Q fever, tularemia, anthrax, plague), dll

Frekuensi relatif patogen ini berbeda dengan usia pasien dan tingkat keparahan pneumonia. Patogenesisnya meliputi: 3 Mikroaspiration sekresi orofaringeal berkoloni dengan mikroorganisme patogen (misalnya, S. pneumoniae, H. influenzae) adalah rute yang paling umum.

Gross aspirasi

Gangguan sistem saraf sentral yang mempengaruhi menelan (misalnya, stroke, kejang)

Gangguan kesadaran (misalnya, dalam alkoholisme, penggunaan obat IV)

Anestesi atau intubasi

Patogen termasuk organisme anaerob dan basil gram-negatif.

Aerosolisasi (misalnya, M. tuberculosis, Legionella spp., virus)

Perhematogen (misalnya, pembenihan paru-paru oleh S. aureus selama endokarditis)

Penyebaran dari tempat lain

C. PATOGENESIS DAN PATOLOGIDalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen.4 Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari susunan anatomis rongga hidung, jaringan limfoid di nasofaring, bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Reflek batuk, refleks epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis, aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.5Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : 4a). Stadium (412 jam pertama/ kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida, sehingga mempengaruhi perpindahan gas dalam darah dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b). Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c). Stadium III (38hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

d). Stadium IV (711hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.D. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosa dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris antibiotic yang tepat. Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh bakteri yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang.1. Gambaran klinis

Riwayat 3 Sebagian besar tanda-tanda khas / gejala

Demam

Batuk (produktif atau produktif dahak purulen)

Berhubung dgn selaput dada nyeri dada

Kedinginan dan / atau kemalangan

Dyspnea

Sering tanda / gejala Sakit kepala

Mual

Muntah

Diare

Kelelahan

Arthalgia / mialgia

Falls dan onset baru atau memburuk kebingungan (pada pasien usia lanjut)

Pemeriksaan Fisik 3 Demam Takipnea

Dalam dua studi, pasien dengan tingkat pernapasan 25/min> memiliki rasio kemungkinan pneumonia 1,5-3,4. Takikardia Pasien dengan tingkat jantung 100/min , suhu C 37,8 , dan tingkat pernapasan 20/min adalah 5 kali lebih mungkin untuk memiliki pneumonia dibandingkan pasien tanpa temuan dalam sebuah studi.

Pemeriksaan dada Perkusi tumpul Peningkatan fremitus taktil dan vocal

Egophony Whispering pectoriloquy Crackles Pleural friction rub

2. Pemeriksaan Penunjang

a). Gambaran radiologis

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. 2b). Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. 2 Pemeriksaan Laboratorium Studi nonspesifik 3 Penilaian tingkat keparahan penyakit pneumonia dan hidup bersama

Arteri gas darah

hitung darah lengkap

Serum elektrolit dan pengukuran glukosa

Blood urea nitrogen (BUN) dan pengukuran kreatinin

Pewarnaan dan Kultur SputumGram stain

Digunakan untuk screening contoh sputum untuk kultur dan dalam membuat diagnosis etiologi dugaan. Sampel sputum dengan > 25 sel darah putih (leukosit) dan 10 diplococci gram-positif per lapangan minyak-pencelupan memiliki sensitivitas 55% dan spesifisitas 85% untuk diagnosis ini.

Sputum lainnya yang mungkin dapat membantu dalam beberapa pasien

Pengecatan untuk

Asam-cepat basil

Pneumocystis

Jamur

Sitologi

Rapid antigen pengujian patogen virus (misalnya influenza)

Kultur Hasil harus selalu berhubungan dengan pewarnaan Gram.

Jika organisme isolasi dari sputum dan berhubungan morfologi adalah tidak terlihat pada pewarnaan Gram, mungkin isolat menjajah saluran udara bagian atas.

Mikroorganisme tertentu, jika terisolasi dari sputum, selalu harus dipertimbangkan patogen. Ini termasuk:

M. tuberculosis

Legionella spp.

Blastomyces dermatitidis

Histoplasma capsulatum

Coccidioides immitis

Hanya sekitar sepertiga dari pasien usia lanjut mengakui dengan CAP menghasilkan dahak yang cocok untuk budaya.

Sepertiga dari spesimen ini gagal untuk menghasilkan patogen.

3. Penilaian Derajat Keparahan penyakit

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini : 2 Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini. 2Kriteria minor:

Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor :

Membutuhkan ventilasi mekanik

Infiltrat bertambah > 50%

Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialysis. Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah : 21. Skor PORT lebih dari 70

2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini : Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

E. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS Infeksi 3 Lung abses

Bronchitis

penyakit tidak menular 3 Pulmonary embolism

perdarahan paru

edema paru

paru fibrosis / jaringan parut

inflamasi gangguan

sarkoidosis

Wegener granulomatosis

lain rheumatologic / penyakit vasculitic

Kanker paru-paru

pneumonitis hipersensitif

Bronchiolitis obliterans mengorganisir pneumonia

Lain-lainF. PENATALAKSANAANDalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme pathogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin. 2 Yang termasuk dalam faktor modifikasi adalah: (ATS 2001) 2a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

Umur lebih dari 65 tahun

Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir

Pecandu alkohol

Penyakit gangguan kekebalan

Penyakit penyerta yang multipel

b. Bakteri enterik Gram negatif

Penghuni rumah jompo

Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

Mempunyai kelainan penyakit yang multipel

Riwayat pengobatan antibiotik

c. Pseudomonas aeruginosa

Bronkiektasis

Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

Gizi kurang

1. Pendekatan Pengobatan 3 Situs perawatan: 3-langkah proses yang direkomendasikan dalam pedoman IDSA (2003)

Penilaian yang sudah ada sebelumnya kondisi yang membahayakan keselamatan perawatan rumah (misalnya, fungsi kognitif dasar, kondisi hidup berdampingan, ketidakstabilan hemodinamik, kemampuan untuk mengambil obat oral)

Perhitungan pneumonia PORT (Pneumonia Hasil Penelitian Tim) Severity Index (PSI)

Risiko kelas berdasarkan usia, jenis kelamin, tempat tinggal (panti jompo atau tidak), hidup berdampingan penyakit, temuan pemeriksaan fisik, dan laboratorium / data radiografi. Algoritma untuk menghitung skor: http://www.chestx-ray.com/Practice/PORT/PORT.html Perawatan di rumah yang direkomendasikan untuk pasien di kelas resiko I, II, dan III. Pasien resiko di kelas IV atau V umumnya harus dirawat di rumah sakit.

klinis penilaian: faktor-faktor lain menyarankan perlunya rawat inap

usia tua (terutama bila pasien penghuni panti jompo) masalah sosial (misalnya, tunawisma, penyalahgunaan zat) yang dapat membahayakan pemulihan rawat jalan Pernapasan > 28/min tekanan darah sistolik 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3. 2 I. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling umum adalah: 31. Pernapasan kegagalan

2. gagal jantung kongestif

3. Shock

4. Atrial disritmia

5. miokard infark

6. perdarahan gastrointestinal

7. Renal insufisiensi

BAB III

KESIMPULAN

Dari referat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa saat ini banyak jenis pneumonia di Indonesia dengan berbagai macam penyebab yang memerlukan terapi yang bermacam-macam, namun terapi yang digunakan hanya berdasarkan empiris sehingga belum tau pasti bakteri penyebab pneumonia yang diderita pasien. Hal ini mungkin dikarenakan masalah biaya dan waktu yang sangat menjadi kendala di Indonesia.DAFTAR PUSTAKA1. Dahlan, Z. 2005. Ilmu Penyakit Dalam FK UI Jilid II. Jakarta.2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

3. Copyright The McGraw-Hill Companies, Inc. Community Acquired Pneumonia Edisi 17. 1.www.harrisonspractice.com4. Christopher A.P. 2009. Pneumonia. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Pekanbaru. http://www.Files-of-DrsMed.tk5. Webmaster. Bronkopneumonia. Diambil dari : http://hsilkma.blogspot.com/2008/03/bronkopneumonia.html Perbaharuan terakhir : Januari 2008.

22