laporan 1, pneumonia

38
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR “SALURAN PERNAPASAN” “PNEUMONIA” DISUSUN OLEH KELOMPOK C-I FKK 2 Eko Sarwono 17113215A Nining Anugrah WS 18123421A Aina Kurnia JS 18123431A Yeni Andani 18123437A Ridha Nurul Qumaryah 18123438A Retno Ning Aty 18123439A DOSEN PENGAMPU Inaratul RH., M.Sc., Apt Hari, tanggal praktikum : Selasa, 15 September 2015 FAKULTAS FARMASI

Upload: rini-pramuati

Post on 29-Jan-2016

278 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penyelesaian kasus pneumonia

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan 1, Pneumonia

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR

“SALURAN PERNAPASAN”

“PNEUMONIA”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK C-I FKK 2

Eko Sarwono 17113215A

Nining Anugrah WS 18123421A

Aina Kurnia JS 18123431A

Yeni Andani 18123437A

Ridha Nurul Qumaryah 18123438A

Retno Ning Aty 18123439A

DOSEN PENGAMPU

Inaratul RH., M.Sc., Apt

Hari, tanggal praktikum : Selasa, 15 September 2015

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2015

Page 2: Laporan 1, Pneumonia

I. PENDAHULUAN

A. Definisi

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan dimana alveoli

(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk menyerap

oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.

Pneumonia adalah suatu peradangan pada paru yang disebabkan oleh bermacam-

macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Penyakit ini merupakan

penyakit yang serius yang dapat mengenai semua umur terutama pada bayi/ anak, usia lebih

dari 65 tahun, dan orang dengan penyakit pemberat lain seperti penyakit jantung kongestif,

diabetes, dan penyakit paru kronis. Penyakit ini lebih sering muncul pada musim dingin,

perokok dan pria dibanding wanita.

B. Epidemiologi

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas

yang terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian

hampir di seluruh dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10

kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS

merupakan penyebab kematian urutan ke 15.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2007, menunjukkan prevalensi nasional ISPA sebesar 25,5% (16

provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia

pada Bayi sebesar 2.2 %, Balita sebesar 3%, angka kematian (mortalitas)

pada bayi sebesar 23,8%, dan Balita sebesar 15,5%.

Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas

yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita

pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang

mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap

mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika

infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti

perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan letak

geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.

Page 3: Laporan 1, Pneumonia

C. Klasifikasi

1. Berdasarkan klinis dan epideologis :

a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).

b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia).

c. Pneumonia aspirasi.

d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised.

2. Berdasarkan bakteri penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri

mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada

penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.

c. Pneumonia virus.

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada

penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.

Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder

disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses

keganasan.

b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat

disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang

dihubungkan dengan obstruksi bronkus.

c. Pneumonia interstisial.

D. Faktor Resiko

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi untuk

terkena pneumonia, yaitu antara :

Usia lebih dari 65 tahun.

Merokok.

Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan penyakit

kronis lain.

Page 4: Laporan 1, Pneumonia

Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan

emfisema.

Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit

jantung.

Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ, kemoterapi

atau penggunaan steroid lama.

Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan sedatif

atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.

Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh virus.

II. PATOFISIOLOGI

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa

mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius

difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di

saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan

berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan

humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang

didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme

infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah

mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat

atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan

perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor

predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada

pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada

saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan

menyebabkan pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan

yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah.

Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran

napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran

droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak,

rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran

hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.

Page 5: Laporan 1, Pneumonia

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang

meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli

yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris

yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan

dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini

menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada

bronkiolitis.

A. Patogenesis

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang

berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit

sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN

mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui

psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan.

Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada

daerah parasitik terset yaitu :

Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah

merah.

Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan

jumlah PMN yang banyak.

Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati,

leukosit dan alveolar makrofag.

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini

disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya

tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko

infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan

merusak permukaan epitel saluran napas.

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :

Inokulasi langsung

Penyebaran melalui pembuluh darah

Inhalasi bahan aerosol

Kolonisasi dipermukaan mukosa

Page 6: Laporan 1, Pneumonia

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara

inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.

Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus

terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran

napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi

inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi

paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50

%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug

abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga

aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri

yang tinggi dan terjadi pneumonia.Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara

inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas

sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di

temukan jenis mikroorganisme yang sama.

B. Etiologi.

Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa di negara

berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan

bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9 % aspirat paru

dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, pneumonia pada

umumnya disebabkan oleh virus.6 Etiologi pneumonia antara lain:

1. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus

hemolyticus,Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus

Friedlander.

2. Virus :Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,

cytomegalovirus.

3. Jamur :Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis,

Aspergillus, Candida albicans.

4. Aspirasi :Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda

asing.

Page 7: Laporan 1, Pneumonia

Tabel 1. Penyebab pneumonia

Penyebab Penyebab terjadinya

Bakteri Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu,

demam, atau ISPA yang menurunkan system imunitas tubuh.

Sistem imunitas yang lemah menjadi keadaan yang baik untuk

bakteri berkembang biak di paru, dan menimbulkan penyakit.

Bermacam-macam bakteri dapat menyebabkan pneumonia,

yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae

(pneumococcus). Dapat disebarkan apabila orang yang

terinfeksi batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan tangan

yang terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat

menjadi lebih serius bila dibandingkan dengan pneumonia

akibat virus.

Virus Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia.

Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex,

and respiratory syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan

antar manusia ke manusia lain melalui batuk, bersin atau

menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi yang

berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi.

Jamur Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia.

Yang paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara luar/

lingkungan.

Aspirasi Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam

lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran

pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.

C. Gejala

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut

selama beberapa hari, demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat

celcius, sesak napas, nyeri dada, takipnea, takikardia dan batuk yang produktif, terkadang

Page 8: Laporan 1, Pneumonia

dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti

nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.

D. Manifestasi Klinik

Secara umum dapat di bagi menjadi:

a. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam

(39,5ºC sampai 40,5ºC), sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise,

nafsu makan kurang keluhan gastrointestinal.

b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea

(25–45 kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak

napas, air hinger, merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan

pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan

lutut tertekuk karena nyeri dada.

c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah

kedalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi

napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah,

dan ronki.

d. Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada

tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara

napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan,

friction rup, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri bekurang bila

efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku

duduk/meningimus (iritasi menigen tanpa inflamasi) bila terdaat

iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi

mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).

e. Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas.

Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.

f. Tanda infeksi ekstrapulmonal.

E. Diagnosis

Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

dibantu dengan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Page 9: Laporan 1, Pneumonia

Gejala tersering dari pneumonia antara lain nyeri dada, nafas memendek, nyeri saat bernafas,

nadi dan pernafasan meningkat/ cepat, nausea, vomitus, diare, dan batuk dengan sputum

berwarna hijau, kuning dan berwarna karat. Kebanyakan penderita demam (temperatur >

380C), walaupun pada lansia dapat menderita demam dengan suhu yang lebih rendah.

Pemeriksaan Fisik

Pneumonia dicurigai saat pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki (crackling sounds) saat

mendengar dengan stetoskop pada bagian dada. Dapat juga ditemukan wheezing, atau suara

nafas yang menjadi kasar pada beberapa daerah di dada.

Pemeriksaan Penunjang

a. Rogent torak PA merupakan dasar diagnosis utama pneumonia

b. Leukosit>15.000/ul, dengan didominasi sel neutrofil

c. Trombositopenia bisa didapatkan pada pneumonia dengan empiema

d. Pemeriksaan sputum kurang berguna

e. Biakan darah jarang positif (3 – 11%) kecuali untuk Pneumokokus dan H. Influenzae

(25 – 95%)

f. Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai sensitifitas dan spesifisitas

rendah.

g. Pemeriksaan serologis kurang bermanfaat.

III. SASARAN TERAPI

Kontrol eradikasi patogen dan penyembuhan klinis

Menurunkan morbiditas

IV. TUJUAN TERAPI

Menghilangkan infeksi

Mencegah terjadinya komplikasi akibat infeksi tersebut

Meningkatkan kualitas hidup pasien

Page 10: Laporan 1, Pneumonia

V. STRATEGI TERAPI

A.Tata Laksana Terapi

Guideline terapi pneumonia

Page 11: Laporan 1, Pneumonia

IDSA/ATS Guidelines for CAP in Adults • CID 2007:44,S27-72

Page 12: Laporan 1, Pneumonia

Guideline terapi PPOK

Guideline terapi asma

Page 13: Laporan 1, Pneumonia

Terapi non farmakologi

1. Kontrol pemeriksaan, keluhan, dan pengobatan secara teratur

2. Menerapkan pola hidup sehat termasuk tidak merokok

3. Menjaga kebugaran dan olahraga secara teratur dan rutin

Terapi farmakologi

Terapi suportif umum

a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan

pemeriksaan AGD.

b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental.

c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas

dalam.

d. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap

pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.

e. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.

f. Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila terjadi

hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy distress dan

respiratory arrest.

Terapi antibiotik

Merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi apapun, yang

dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya. Antibiotik yang sering

digunakan untuk pengobatan pneumonia komuniti (CAP) :

Penicillin:

Ampicillin

Amoxicillin

Cephalosporin:

Gen I : cephalothin, cephalexin

Gen II : cefuroxime, cefprozil

Gen III : cefotaxime, ceftriaxone

Gen IV : cefepime

Page 14: Laporan 1, Pneumonia

Makrolide:

Erythromycin

Azithromycin

Clarithromycin

Aminoglycoside:

Streptomycin

Neomycin

Kanamycin

Amikacin

Gentamycin

Tobramycin

Spectinomycin

Sisomycin

Quinolone:

Nalidixicacid

Ciprofloxacin

Gatifloxacin

Levofloxacin

Moxifloxacin

Ofloxacin

VI. PENYELESAIAN KASUS

Page 15: Laporan 1, Pneumonia

KASUS

Seorang bapak bernama Bpk BB (58 tahun) mengalami sesak nafas, dan demam dengan

suhu mencapai 39° C. Nafas terlihat terengah-engah, sianosis, dan takikardi. Kemudian

masuk dibawa ke UGD oleh isterinya. Setelah beberapa pemeriksaan dokter memberi

diagnosa sementara “pneumonia” dengan RR = 45 X/menit, DBP 55 mmHg. TD : 130/90

mmHg. Pak BB juga menderita asma yang sering kambuh, dan diobati dengan salbutamol

Riwayat penyakit : COPD, batuk pilek berat 2 minggu yang lalu dan tidak diobati

Kebiasaan buruk : perokok berat

Keluhan saat ini : chest pain, sesak nafas, demam, badan terasa lemas.

ANALISIS KASUS :

      Penyelesaian kasus  dengan menggunakan metode SOAP (Subjective,  Objective,

Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :

SUBYEKTIF

Nama : Bapak BB

umur : 58 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Keluhan : mengalami sesak nafas, dan demam dengan suhu mencapai 39° C. Nafas

terlihat terengah-engah, sianosis, dan takikardi. Kemudian masuk dibawa ke UGD oleh

isterinya. Keluhan saat ini : chest pain, sesak nafas, demam, badan terasa lemas.

OBYEKTIF

Data tanda vital kondisi awal :

Pemeriksaan Data pasien Nilai normal Keterangan

Tekanan Darah 130/90 mmHg 120/80 mmHg Prehipertensi

RR 45x per menit 16-20 x per menit Takipnea

DBP 55 mmHg 60-90 mmHg Dibawah normal

Suhu 39°C 36-37°C Meningkat / diatas Normal

ASSESMENT

Page 16: Laporan 1, Pneumonia

Pasien menderita pneumonia komuniti atau pneumonia yang didapat di masyarakat,

hal ini ditandai dengan keluhan pasien yaitu demam, chest pain, sianosis dan takipnea.

PLAN

Dilihat dari keluhannya, pasien mengalami pneumonia komuniti. Walaupun belum

ada kultur bakteri yang dilakukan, pasien pneumonia komuniti pengobatannya

mengikuti terapi empiris CAP (Community-Accuired Pneumonia), sampai

didapat kultur bakteri. Apabila sudah didapat kultur bakteri maka

antibiotiknya disesuaikan.

Terapi empiris pada pasien pneumonia komuniti dengan faktor

modifikasi (perokok dan PPOK) menurut guideline terapi diberikan

kombinasi golongan β-laktam + makrolida.

Pasien menderita asma dan mempunyai riwayat COPD sehingga

ditangani menggunakan Combivent dengan alasan Combivent merupakan

sediaan kombinasi yang mengandung ipatropium dan albuterol yang

sesuai dengan guideline terapi asma dan COPD. Untuk batuk pilek pasien

ditangani menggunakan ambroxol yang merupakan golongan mukolitik.

TERAPI NON FARMAKOLOGI

1. Kontrol pemeriksaan, keluhan, dan pengobatan secara teratur

2. Menerapkan pola hidup sehat termasuk tidak merokok

3. Menjaga kebugaran dan olahraga secara teratur dan rutin

TERAPI FARMAKOLOGI

Penggunaan obat rasional

Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang digunakan.

Berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan :

O2 dengan menggunakan nasal canula

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting

untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot

maupun organ-organ lainnya. O2 merupakan terapi suportif dimana pasien mengalami

Page 17: Laporan 1, Pneumonia

sianosis dan nyeri dada sehingga dengan pemberian O2 dapat memperlebar jalan napas

yang diharapkan dapat menghilangkan nyeri dada tersebut.

Infus

Infus digunakan untuk terapi suportif pada pasien dengan keluhan lemas karena dapat

menambah nutrisi dan elektrolit pada pasien dan mengembalikan keseimbangan

elektrolit pada dehidrasi.

Antibiotik

Antibiotik digunakan pada penanganan pneumonia komuniti, dimana kasus ini pasien

termasuk dalam kategori pasien rawat inap dan menurut guideline tatalaksana pneumonia

untuk pasien tersebut ditangani dengan pemberian antibiotik fluorokuinolon atau

kombinasi dari antibiotik beta laktam dan makrolida. Dilihat dari riwayat pengobatan,

pasien belum pernah mendapatkan penanganan antibiotik untuk pneumonianya sehingga

antibiotik lini pertama yang diberikan adalah antibiotik golongan beta laktam dan

makrolida. Antibiotik golongan beta laktam yang dipilih adalah co-amoksiklav

sedangkan antibiotik makrolida yang dipilih adalah klaritromisin.

Dimana Co-amoksiklav merupakan antibiotik beta laktam yang memiliki keunggulan

dibanding antibiotik golongan penisilin yang lain yaitu Co-amoksiklav terdiri dari

amoksisilin dan penghambat beta laktamase, asam klavulanat. Asam klavulanat sendiri

hampir tidak memiliki efek antibakterial. Tapi dengan menginaktifkan penisilinase,

kombinasi ini aktif terhadap bakteri penghasil penisilinase yang resisten terhadap

amoksisilin.

Sedangkan untuk golongan makrolida terdapat 3 obat yaitu eritromisin, azitromisin

dan klaritromisin. Dipilih klaritromisin karena memiliki aktivitas yang lebih tinggi

dibandingkan yang lain dan efek sampingnya pada saluran cerna lebih ringan.

Kombinasi antikolinergik dan SABA

Pasien menderita asma dengan riwayat COPD sehingga penanganannya dapat diberikan

kombinasi antikolinergik dan SABA. Karena sesuai dengan guideline asma digunakan

golongan SABA sedangkan COPD digunakan antikolinergik. Dengan demikian

kombinasi keduanya dapat menangani masalah asma dan COPD secara bersamaan.

Kombinasi ini dapat mengurangi efek samping dari masing-masing obat, dapat

meredakan gejala yang ada dan meningkatkan fungsi paru-paru.

Mukolitik

Page 18: Laporan 1, Pneumonia

Pasien memiliki riwayat batuk pilek yang belum ditangani, sehingga diberikan obat

batuk golongan mukolitik sebagai pilihan pertama karena pasien menderita asma tidak

dianjurkan menggunakan antitusif dan apabila meggunakan ekspektoran dapat

menyebabkan pengeringan mukus.

Evaluasi obat terpilih

Rawat inap

1. Terapi O 2 nasal kanula 1-6L/menit

Indikasi : Kateter nasal dan kanul nasal merupakan alat dengan sistem arus rendah

yang digunakan secara luas. Kanul nasal terdiri dari sepasang tube dengan panjang ±

2 cm, dipasangkan pada lubang hidung pasien dan tube dihubungkan secara langsung

ke oxygen flow meter. Alat ini dapat menjadi alternatif bila tidak terdapat masker,

terutama bagi pasien yang membutuhkan suplemen oksigen rendah.

Kanul nasal arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 L/m,

dengan FiO2 antara 24-40%. Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan FiO2 secara

bermakna diatas 44% dan akan menyebabkan mukosa membran menjadi kering.

Kanul nasal merupakan pilihan bagi pasien yang mendapatkan terapi oksigen jangka

panjang. Oksigen diberikan dengan kanula nasal 2 (dua) liter permenit dapat

meningkatkan fraksi oksigen inspirasi dari 21% menjadi 27%, pendapat lain

menyatakan bahwa oksigen dapat diberikan 2-4 liter per-menit. Pemberian terapi

oksigen merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan asma, merupakan hal yang

sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel

baik di otot maupun organ-organ lainnya.

Interaksi obat : tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan.

Alasan pemilihan : Ada beberapa keuntungan dari terapi oksigen. Terapi oksigen pada

pasien PPOK dengan konsentrasi oksigen yang tepat dapat mengurangi sesak nafas

saat aktivitas, dapat meningkatkan kemampuan beraktifitas dan dapat memperbaiki

kualitas hidup.

2. Infus Ringer laktat 75-125 tetes/menit

Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.

Dosis : larutan infus intravena 1 botol @ 500 ml. 500-1000 ml dengan kecepatan 300-

500 ml per jam (kira-kira 75-125 tetes/menit).

Page 19: Laporan 1, Pneumonia

Efek samping : panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena atau flebitis

yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.

Interaksi obat : tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan.

Alasan pemilihan : menambah nutrisi dan menjaga keseimbangan elektrolit pada

pasien dan harga lebih terjangkau.

Harga : lartan infus 1 botol @500 ml Rp. 4.727

3. Co-amoksiklav 250 mg 3x sehari

Kandungan : Amoksisilin 250 mg (500 mg) asam klavulanat 125 mg (125 mg)

Indikasi : infeksi saluran napas atas dan bawah

Dosis : Dewasa dan anak > 12 tahun : 3x sehari 1 kaplet 250 mg

Efek samping : iritasi gastrointestinal, reaksi hipersensitif

Interaksi obat : tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan.

Alasan pemilihan : merupakan antibiotik untuk pengobatan terapi empirik pada pasien

pneumonia komuniti. Dimana Co-amoksiklav merupakan antibiotik beta laktam yang

memiliki keunggulan dibanding antibiotik golongan penisilin yang lain yaitu Co-

amoksiklav terdiri dari amoksisilin dan penghambat beta laktamase, asam klavulanat.

Asam klavulanat sendiri hampir tidak memiliki efek antibakterial. Tapi dengan

menginaktifkan penisilinase, kombinasi ini aktif terhadap bakteri penghasil

penisilinase yang resisten terhadap amoksisilin.

Harga : Dos 3x10 tablet 250 mg Rp. 152.500

4. Klaritromisin 250 mg 2x sehari

Indikasi : Infeksi saluran nafas atas dan bawah

Dosis : 250-500 mg tiap 12 jam selama 10-14 hari.

Efek samping : diare, nyeri abdomen

Interaksi obat : tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan.

Alasan pemilihan : golongan makrolida terdapat 3 obat yaitu eritromisin, azitromisin

dan klaritromisin. Dipilih klaritromisin karena memiliki aktivitas yang lebih tinggi

dibandingkan yang lain dan efek sampingnya pada saluran cerna lebih ringan.

Harga : Kaplet salut selaput 250 mg x 30 Rp.143.000

5. Combivent 20-40 mcg 4x sehari

Page 20: Laporan 1, Pneumonia

Kandungan : Ipatropium-Br 21 mcg, albuterol 120 mcg tiap hirupan

Indikasi : Untuk membantu mengatasi gejala bronkospasme reversible yang berkaitan

dengan asma, bronchitis kronik, emfisema (PPOK).

Dosis : Inhaler : 20-40 mcg, 3-4 kali sehari 2 semprot, maksimal 12 semprot per hari

Efek samping : Mulut kering, mual, konstipasi

Interaksi obat : tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan.

Alasan pemilihan : untuk mengatasi COPD pasien. Pasien menderita asma dengan

riwayat COPD sehingga penanganannya dapat diberikan kombinasi antikolinergik dan

SABA. Karena sesuai dengan guideline asma digunakan golongan SABA sedangkan

COPD digunakan antikolinergik. Dengan demikian kombinasi keduanya dapat

menangani masalah asma dan COPD secara bersamaan. Kombinasi ini dapat

mengurangi efek samping dari masing-masing obat, dapat meredakan gejala yang ada

dan meningkatkan fungsi paru-paru.

Harga : 200 dosis MDI 10 ml Rp.90-090 – 2,5 ml UDV Rp. 84.920

6. Ambroksol 3 x sehari 30 mg

Indikasi : sekretolitik pada gangguan pernafasan akut dan kronis pasa asma bronkial

Dosis : 3 x sehari 1 tablet 30 mg

Efek samping : reaksi alergi dan gangguan saluran cerna

Interaksi obat : tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan.

Alasan pemilihan : Merupakan mukolitik atau mukokinetik dan sekretolitik mengatasi

batuk dengan mengeluarkan lendir kental dan lengket dari saluran pernafasan

sehingga melegakan pernafasan dan berfungsi secara normal kembali.

Harga : dos 10x10 tablet Rp.48.400

Rawat jalan/rumah

Page 21: Laporan 1, Pneumonia

Pada penanganan rawat jalan atau pasien status pulang, pemberian obat tidak jauh berbeda

dengan penanganan pasien rawat inap. Hanya saja pada keadaan rawat jalan tidak diperlukan

lagi terapi O2 dan infus.

1. Co-amoksiklav 250 mg 3x sehari

Kandungan : Amoksisilin 250 mg (500 mg) asam klavulanat 125 mg (125 mg)

Indikasi : infeksi saluran napas atas dan bawah

Dosis : Dewasa dan anak > 12 tahun : 3x sehari 1 kaplet 250 mg

Efek samping : iritasi gastrointestinal, reaksi hipersensitif

Interaksi obat : tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan.

Alasan pemilihan : merupakan antibiotik untuk pengobatan terapi empirik pada pasien

pneumonia komuniti. Dimana Co-amoksiklav merupakan antibiotik beta laktam yang

memiliki keunggulan dibanding antibiotik golongan penisilin yang lain yaitu Co-

amoksiklav terdiri dari amoksisilin dan penghambat beta laktamase, asam klavulanat.

Asam klavulanat sendiri hampir tidak memiliki efek antibakterial. Tapi dengan

menginaktifkan penisilinase, kombinasi ini aktif terhadap bakteri penghasil

penisilinase yang resisten terhadap amoksisilin.

Harga : Dos 3x10 tablet 250 mg Rp. 152.500

2. Klaritromisin 250 mg 2x sehari

Indikasi : Infeksi saluran nafas atas dan bawah

Dosis : 250-500 mg tiap 12 jam selama 10-14 hari.

Efek samping : diare, nyeri abdomen

Interaksi obat : tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan.

Alasan pemilihan : golongan makrolida terdapat 3 obat yaitu eritromisin, azitromisin

dan klaritromisin. Dipilih klaritromisin karena memiliki aktivitas yang lebih tinggi

dibandingkan yang lain dan efek sampingnya pada saluran cerna lebih ringan.

Harga : Kaplet salut selaput 250 mg x 30 Rp.143.000

3. Combivent 20-40 mcg 4x sehari

Kandungan : Ipatropium-Br 21 mcg, albuterol 120 mcg tiap hirupan

Page 22: Laporan 1, Pneumonia

Indikasi : Untuk membantu mengatasi gejala bronkospasme reversible yang berkaitan

dengan asma, bronchitis kronik, emfisema (PPOK).

Dosis : Inhaler : 20-40 mcg, 3-4 kali sehari 2 semprot, maksimal 12 semprot per hari

Efek samping : Mulut kering, mual, konstipasi

Interaksi obat : tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan.

Alasan pemilihan : untuk mengatasi COPD pasien. Pasien menderita asma dengan

riwayat COPD sehingga penanganannya dapat diberikan kombinasi antikolinergik dan

SABA. Karena sesuai dengan guideline asma digunakan golongan SABA sedangkan

COPD digunakan antikolinergik. Dengan demikian kombinasi keduanya dapat

menangani masalah asma dan COPD secara bersamaan. Kombinasi ini dapat

mengurangi efek samping dari masing-masing obat, dapat meredakan gejala yang ada

dan meningkatkan fungsi paru-paru.

Harga : 200 dosis MDI 10 ml Rp.90-090 – 2,5 ml UDV Rp. 84.920

4. Ambroksol 3 x sehari 30 mg

Indikasi : sekretolitik pada gangguan pernafasan akut dan kronis pasa asma bronkial

Dosis : 3 x sehari 1 tablet 30 mg

Efek samping : reaksi alergi dan gangguan saluran cerna

Interaksi obat : tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan.

Alasan pemilihan : Merupakan mukolitik atau mukokinetik dan sekretolitik mengatasi

batuk dengan mengeluarkan lendir kental dan lengket dari saluran pernafasan

sehingga melegakan pernafasan dan berfungsi secara normal kembali.

Harga : dos 10x10 tablet Rp.48.400

KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI

Menerapkan pola hidup sehat termasuk tidak merokok

Menjaga kebugaran dan olahraga secara teratur dan rutin

Page 23: Laporan 1, Pneumonia

Cara penggunaan inhaler yang benar :

a. Duduk tegak atau berdiri dengan dagu terangkat.

b. Buka tutup inhaler dan kocok inhaler dengan teratur.

c. Jika baru pertama kali menggunakan inhaler selama seminggu atau lebih, maka

untuk penggunaan pertama sebelum digunakan, semprotkan inhaler ke udara untuk

mengecek apakah inhaler berfungsi dengan baik.

d. Tarik nafas dalam-dalam dan buang perlahan. Lalu letakkan bagian mulut inhaler

pada mulut (diantara gigi atas dan bawah), kemudian tutup mulut dengan

merapatkan bibir (jangan digigit).

e. Mulai dengan bernapas perlahan dan dalam melalui mulut inhaler, sambil bernapas

secara berbarengan tekan bagian tombol inhaler untuk melepaskan obatnya. Satu

kali tekan merupakan satu kali semprotan obat.

f. Lanjutkan untuk bernapas dalam untuk memastikan obat dapat mencapai paru-paru.

g. Tahan napas selama kurang lebih 10 detik (atau selama kondisi senyaman yang

terasa) lalu buang napas perlahan.

h. Jika membutuhkan semprotan berikutnya, tunggu sampai 30 detik, dan kocok

kembali inhaler, ulangi langkah a sampai g.

i. Tutup kembali mulut inhaler dan simpan inhaler di tempat yang kering.

j. Setelah selesai, berkumur-kumur, dan catat dosis yang sudah terpakai.

Memberikan informasi kepada pasien tentang obat yang dikonsumsi

Menyarankan kepada pasien untuk mematuhi terapi farmakologi

terutama penggunaan antibiotik harus dihabiskan guna menghindari

terjadinya resistensi

Jangan lupa minum obat secara teratur sesuai dengan aturan dan

dosisnya

Menerapkan gaya hidup sehat seperti olahraga teratur, istirahat cukup

dan tidak merokok.

MONITORING DAN EVALUASI

Page 24: Laporan 1, Pneumonia

Monitoring pemeriksaan fisik :

Kerja nafas / RR hingga mencapai target normal yaitu 16-20 x per menit

Suhu tubuh hingga mencapai target normal yaitu 36-37°C

DBP (Diastole Blood Pressure) hingga mencapai target normal yaitu

60-90 mmHg

Tekanan darah hingga mencapai target normal yaitu 120/80 mmHg

Monitoring pemeriksaan lab :

Monitoring kadar PaO2 dan SaO2 hingga mencapai target normal

sebesar PaO2 ≥ 80 mmHg dan SaO2 ≥ 95%

Monitoring nyeri dada hingga hilangnya nyeri pada dada

Monitoring terhadap ESO selama pengobatan

VII. PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Nur Itciani Harlin (18123441A)

Pertanyaan :

Belum melakukan kultur bakteri mengapa antibiotik yang dipilih Co-amoksiklav ?

Jawaban :

Karena belum dilakukan kultur bakteri maka tindakan yang tepat adalah segera

diberi pengobatan antibiotik menurut terapi empirik CAP, dimana antibiotik yang

direkomendasikan adalah golongan beta laktam + makrolida. Dimana Co-

amoksiklav merupakan antibiotik beta laktam yang memiliki keunggulan dibanding

antibiotik golongan penisilin yang lain yaitu Co-amoksiklav terdiri dari amoksisilin

dan penghambat beta laktamase, asam klavulanat. Asam klavulanat sendiri hampir

tidak memiliki efek antibakterial. Tapi dengan menginaktifkan penisilinase,

kombinasi ini aktif terhadap bakteri penghasil penisilinase yang resisten terhadap

amoksisilin.

2. Irfan (18123547A)

Pertanyaan :

Apakah ada pemberian obat untuk nyeri dada ? berapa dosis antibiotik Co-

amoksiklav yang diberikan ?

Page 25: Laporan 1, Pneumonia

Jawaban :

Tidak ada pemberian obat spesifik untuk nyeri dada karena nyeri dada merupakan

gejala dari pneumonia. Dengan memberi pengobatan pada pneumonia, diharapkan

gejala yang menyertai juga akan hilang. Dosis Co-amoksiklav yang diberikan adalah

250 mg 3x sehari.

3. Priscila Wahyu Christiana (18123459A)

Pertanyaan :

Dengan umur pasien 58 tahun memiliki tekanan darah 130/90 mmHg, sudah

termasuk tekanan darah normal atau tidak ? Apakah perlu diberi pengobatan ?

Jawaban :

Pasien yang berumur 58 tahun dengan tekanan darah 130/90 mmHg termasuk dalam

kategori prehipertensi. Ini dilihat dari klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

dengan kriteria pasien berumur >18 tahun. Menurut JNC VII, pengobatan

prehipertensi dilakukan dengan modifikasi gaya hidup dan diet sehat, tidak perlu

diberi obat-obatan kimia.

4. Rosita Rahmah (18123452A)

Pertanyaan :

Kenapa menggunakan Combivent sebagai terapi asma, padahal terapi asma

sebelumnya telah diberi salbutamol ?

Jawaban :

Sebenarnya antara salbutamol dan Combivent dapat digunakan hanya salah satu saja,

dilihat dari efektifitasnya dapat dipilih yang paling menguntungkan dan praktis.

Sehingga dipilih Combivent dan menghilangkan salbutamol. Komposisi dari combivent

adalah ipatropium dan albuterol yang merupakan kombinasi antikolinergik dan SABA.

Dimana SABA dalam sediaan combivent dapat digunakan untuk penanganan asma,

sehingga dengan satu obat dapat menangani dua penyakit yaitu PPOK dan asma.

Page 26: Laporan 1, Pneumonia

VIII. KESIMPULAN

Co-amoksiklav dan Klaritromisin merupakan kombinasi antibiotik untuk penanganan

pneumonia komuniti.

Combivent digunakan untuk penanganan asma dan COPD.

Ambroksol digunakan untuk penanganan batuk.

Page 27: Laporan 1, Pneumonia

DAFTAR PUSTAKA

AARC CPG, 2002. AARC Clinical Practice Guideline : Oxygen Therapy for Adults in the

Acute Care Facility. diakses dari www.rcjournal.com pada tanggal 12 Januari 2010.

American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired

pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention.

Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.

Anonim. 2008. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.

Anonim, 2003. Pneumonia komuniti : Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia : Jakarta.

Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran

Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005.

Medison, I. 2005. Pneumonia. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas : Padang.

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M., 2006, “Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit”, volume 2, edisi 6, Jakarta : EGC.

Sukandar, E.Y., et al. 2008. ISO Farmakoterapi Buku I. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.