laporan pendahuluan pneumonia docx

33
LAPORAN PENDAHULUAN “PNEUMONIA” Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Medical di Ruang 28 Rumah Sakit Saiful Anwar Malang Disusun Oleh: DIDIK EKO SETYANTO 150070300113026 PSIK A UB KELOMPOK 14 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Upload: didikeko

Post on 11-Jul-2016

182 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

,,,

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

LAPORAN PENDAHULUAN“PNEUMONIA”

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Medicaldi Ruang 28 Rumah Sakit Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh:DIDIK EKO SETYANTO

150070300113026

PSIK A UBKELOMPOK 14

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2016

1. Definisi Pneumonia

Page 2: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan

terjadi pengisian alveoli oleh eksudat yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan

benda-benda asing (Muttaqin, 2008).

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai

parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi 3 yaitu

pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia), Pneumonia

interstisialis (Mansjoer, 2000).

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan dimana

alveoli( mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk

menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.

Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena

bakteri,virus,jamur atau parasit (Reevers, 2000).

2. Etiologi Pneumonia

Bakteri

Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif

seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri

gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P.

Aeruginosa.

Virus

Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.

Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.

Jamur

Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan

udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah

serta kompos. Contoh jamur yang dapat menjadi penyebab antara lain Candida,

Histoplasma, Aspergilus

Protozoa

Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya

menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.

Bahan kimia

Minyak tanah, bensin

Aspirasi (cairan amnion, makanan, cairan lambung, susu) (Reevers, 2000; Sectish,

2003).

Page 3: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

3. Faktor resiko Pneumonia

Faktor-faktor risiko kesakitan (morbiditas) pneumonia adalah antara lain umur,

jenis kelamin, gizi kurang, riwayat BBLR, pemberian ASI yang kurang memadai,

defisiensi vitamin A, status imunisasi, polusi udara, kepadatan rumah tangga,

ventilasi rumah, dan pemberian makanan yang terlalu dini (Depkes RI, 2004). Selain

itu, dari sebuah hasil penelitian diketahui faktor-faktor risiko lain yang dapat

meningkatkan insidens pneumonia yaitu perilaku ibu dalam pengobatan, lamanya

waktu anak berada di dapur, riwayat ke Posyandu dalam 3 bulan terakhir, serta

pendapatan rumah tangga. Jika diklasifikasikan, maka faktor-faktor risiko pneumonia

dapat dibedakan atas faktor anak, faktor orang tua, dan faktor lingkungan.

Faktor Anak

a. Umur

Umur merupakan salah satu faktor risiko utama pada beberapa penyakit. Hal

ini disebabkan karena umur dapat memperlihatkan kondisi kesehatan seseorang.

Anak-anak yang berumur 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia

dibandingkan anak-anak yang berumur di atas 2 tahun. Hal ini disebabkan imunitas

yang belum sempurna dan lubang pernapasan yang masih relatif sempit (Depkes RI

dalam Tantry, 2008). Umur yang sangat muda dan sangat tua juga lebih rentan

menderita pneumonia yang lebih berat (Ewig dalam Machmud, 2006 ). Penelitian

Tuparsi di Filipina telah membuktikan bahwa morbiditas pneumonia berhubungan

dengan status sosial ekonomi yang rendah serta umur balita yang kurang dari 1

tahun. Hasil surveilans pada tahun 1998/1999 juga memperlihatkan bahwa proporsi

pneumonia pada bayi 14,1% lebih tinggi daripada pada balita (Herman, 2002). Balita

juga rentan terhadap risiko kematian akibat pneumonia. Semakin muda umur

seorang balita penderita ISPA/pneumonia, maka semakin besar risiko untuk

meninggal daripada usia yang lebih tua (Sutrisna dalam Tantry, 2008 ).

b. Jenis Kelamin

Di dalam buku pedoman P2 ISPA, disebutkan bahwa laki-laki adalah faktor

risiko yang mempengaruhi kesakitan pneumonia (Depkes RI, 2004). Penelitian di

Srilanka memperlihatkan bahwa balita dengan jenis kelamin laki-laki mempunyai

risiko 2,19 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan (Dharmage et al dalam Herman,

2002 ). Penelitian di Uruguay juga menunjukkan bahwa pada tahun 1997-1998, 56%

penderita pneumonia yang dirawat di rumah sakit adalah laki- laki (Pirez dalam

Machmud: 2006 ).

c. Riwayat BBLR

Page 4: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

BBLR atau bayi berat lahir rendah adalah bayi (neonatus) yang lahir dengan

berat kurang dari 2500 gram. Bayi dan balita dengan BBLR umumnya lebih berisiko

terhadap kematian, bahkan sejak masa-masa awal kehidupannya. Hal ini

disebabkan karena zat anti kekebalan di dalam tubuhnya belum sempurna

(Molyneux dalam Tantry, 2008). Sebuah penelitian juga menyebutkan bahwa bayi 0-

4 bulan dengan riwayat BBLR memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita

pneumonia (Abdullah dalam Tantry, 2008).

d. Pemberian ASI

ASI (Air Susu Ibu) adalah air susu yang alami diproduksi oleh ibu dan

merupakan sumber gizi yang sangat ideal dan berkomposisi seimbang sesuai

dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, sehingga dapat dikatakan ASI adalah

makanan yang paling sempurna bagi bayi, baik kuantitas maupun kualitasnya

(Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, 2000). ASI mengandung nutrisi dan

zat-zat penting yang berguna terhadap kekebalan tubuh bayi. Zat-zat yang bersifat

protektif tersebut dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Oleh sebab

itu, sangat penting bagi bayi untuk segera diberikan ASI sejak lahir karena pada saat

itu bayi belum dapat memproduksi zat kekebalannya sendiri.

Pemberian ASI ternyata dapat menurunkan risiko pneumonia pada bayi dan

balita. Penelitian Widiawati di Klapa Nunggal, Bogor menunjukkan bahwa balita yang

tidak mendapatkan ASI lebih berisiko 4,59 kali menderita pneumonia dibandingkan

yang telah mendapatkan ASI (Tantry, 2008). Penelitian di Rwanda juga melaporkan

hal yang sama. Bayi yang dirawat di rumah sakit karena pneumonia lebih berisiko

meninggal dengan Case Fatality Ratenya dua kali lebih besar pada bayi yang tidak

memperoleh ASI (Victora dalam Machmud, 2006).

e. Status Gizi

Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat kesehatan,

khususnya kesehatan anak. Status gizi pada anak dapat dinilai dari pengukuran

rasio berat badan dan tinggi (panjang) badan. Status gizi yang baik dapat diperoleh

dari asupan gizi yang tentu saja cukup dan seimbang. Kekurangan gizi (malnutrisi)

dapat terjadi pada bayi dan anak dan akan menimbulkan gangguan pertumbuhan

dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga

dewasa. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang

pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis.

Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh

asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal (Depkes RI, 2006).

Page 5: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

f. Status Imunisasi

Pada dasarnya beberapa penyakit-penyakit infeksi yang terjadi pada anak-

anak dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu antara lain difteri, pertusis,

tetanus, hepatitis, tuberkulosis, campak dan polio. Beberapa hasil studi menunjukkan

bahwa pneumonia juga merupakan penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian

imunisasi, yaitu dengan imunisasi campak dan pertusis (Kanra dalam Machmud,

2006). Penyakit pertusis berat dapat menyebabkan infeksi saluran napas berat

seperti pneumonia. Oleh karena itu, pemberian imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan

Tetanus) dapat mencegah pneumonia.

Akan tetapi, kini telah berkembang di dunia sebuah vaksin yang

penggunaannya dapat menurunkan kejadian penyakit infeksi pneumokokus (IPD)

pada bayi dan anak-anak. Pemberian vaksin ini merupakan tindakan pencegahan

yang dipercaya sebagai langkah protektif setelah diketahui bahwa saat ini resistensi

kuman

terhadap antibiotik semakin meningkat. Setelah divaksinasi, bayi dan anak-anak

akan memperoleh Herd Immunity atau kekebalan populasi. WHO telah

merekomendasikan penggunaan vaksin pneumokokus konjugasi (PCV-7) ini di

setiap negara dalam program imunisasi nasional, khususnya pada negara dengan

mortalitas anak usia <5 tahun mencapai lebih dari 50 kematian per 1000 kelahiran

atau mencapai lebih dari 50.000 kematian per tahunnya (WHO dalam Weekly Epid,

2006). Meskipun telah memperoleh izin edar dari Badan POM, Menteri Kesehatan RI

menyebutkan bahwa vaksin pneumokokus konjugasi belum ditetapkan sebagai

Program Imunisasi Nasional di Indonesia (Pusat Komunikasi Publik, Depkes RI,

2009).

g. Defisiensi Vitamin A

Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan adanya hubungan antara

kejadian pneumonia dengan pemberian vitamin A. Penelitian Herman (2002)

menunjukkan bahwa balita yang tidak mendapat vitamin A dosis tinggi secara

lengkap 4,1 kali berisiko terhadap kejadian pneumonia.

Akan tetapi, hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian vitamin A

berguna dalam mengurangi beratnya penyakit dan mencegah terjadinya kematian

akibat pneumonia. Pemberian vitamin A dikhususkan pada balita berumur 6 bulan

sampai 2 tahun yang dirawat di rumah sakit karena campak dan komplikasi

pneumonia (Kanra dalam Machmud, 2006). Oleh karena itu, jika anak menderita

pneumonia tetapi telah memperoleh vitamin A sebelumnya dalam jangka waktu

Page 6: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

tertentu, maka anak tersebut tidak akan menderita pneumonia berat dan dapat

mencegah mortalitas. Penelitian Sutrisna pada tahun 1993 menunjukkan balita yang

tidak memperoleh suplementasi vitamin A berisiko 14,8 kali untuk meninggal

dibandingkan dengan yang telah disuplementasi (Herman, 2002).

h. Pemberian Makanan Terlalu Dini

Pemberian makanan terlalu dini kepada bayi dapat mengakibatkan bayi

terkena pneumonia (Depkes RI, 2004). Pada bulan-bulan pertama kehidupannya,

belum mampu menerima makanan. Hal ini disebabkan karena saluran

pencernaannya yang belum sempurna. Kekebalan tubuh pada bayi juga belum

sepenuhnya terbentuk. Oleh karena itu diperlukan asupan dari ibu yang diberikan

kepada bayi melalui ASI. Pada dasarnya, makanan mulai diperkenalkan ketika bayi

sudah mencapai usia 6 bulan. Makanan juga sangat rentan untuk tercemar oleh

kuman.Pemberian makanan terlalu dini berpotensi menimbulkan infeksi pada bayi

karena bayi belum mampu mencernanya dengan baik sehingga jika ada kuman yang

masuk melalui makanan, bayi akan mudah terinfeksi penyakit.

Faktor Orang Tua

a. Pendidikan Ibu

Pengetahuan seseorang terhadap suatu hal dapat diperoleh melalui jenjang

pendidikan. Di negara-negara berkembang, terdapat petunjuk yang jelas tentang

adanya perbedaan tingkat kelangsungan hidup anak yang berkaitan dengan

pendidikan ibu (Ware dalam Machmud, 2006). Pendidikan ibu adalah salah satu

faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi kejadian pneumonia pada bayi dan

balita (Sukar dalam Tantry, 2008).

b. Pengetahuan Ibu

Tingkat pengetahuan ibu berperan besar terhadap kejadian pneumonia balita.

Hal ini berkaitan dengan perilaku ibu dalam memberikan makanan yang memadai

dan bergizi kepada anaknya serta perilaku ibu dalam pencarian pengobatan.

Pengetahuan lebih jauh tentang penyakit pneumonia dan praktek pelayanan yang

benar akan meningkatkan keberhasilan dalam upaya penurunan angka kesakitan

dan kematian pneumonia (Machmud, 2006).

c. Sosial Ekonomi

Faktor sosio-ekonomi merupakan salah satu kontributor utama dalam penyakit

pernapasan. Terdapat hubungan korelasi negatif antara status sosial ekonomi

dengan morbiditas infeksi saluran napas (Purwana dalam Machmud, 2006). Pada

umumnya, status ekonomi yang berhubungan dengan insidens pneumonia diukur

Page 7: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

dari besarnya rumah tangga, banyaknya kamar, dan banyaknya orang yang

menghuni tiap kamar (Foster dalam Machmud, 2006). Masyarakat miskin juga

identik dengan ketidakmampuannya dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Balita

yang hidup dalam keluarga dengan sosial ekonomi rendah cenderung kurang

mendapat asupan makanan yang cukup sehingga lebih rentan terkena penyakit.

Sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi upaya pencarian pengobatan.

Salah satu program yang telah dilakukan oleh Amerika Serikat dalam upaya

menurunkan kematian akibat pneumonia balita tahun 1972 adalah dengan

meningkatkan akses penduduk miskin ke fasilitas pelayanan kesehatan (Dowell

dalam Machmud, 2006).

Faktor Lingkungan

a. Polusi Udara di dalam Rumah

Polusi udara dapat terjadi baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Polusi

udara di dalam rumah dihasilkan dari pembuangan asap seperti asap rokok dan

asap pembakaran kompor tungku atau kayu bakar. Asap tersebut berpotensi besar

menimbulkan pajanan partikulat seperti PM10 (Partikulat Matter 10 Mikron). Jika

terhirup, asap tersebut dapat mengganggu pernapasan. Pemajanan oleh partikulat

lebih berpotensial terjadi jika dapur berada dekat dengan kamar tidur atau kamar

tamu. Anak-anak yang lebih sering berada di dapur atau kamar tidur yang

berdekatan dengan dapur lebih berisiko untuk mengalami gangguan pernapasan.

Sementara itu, adanya perokok di dalam rumah dapat meningkatkan pajanan

asap rokok kepada anggota keluarga lainnya. Konsumsi perokok di dalam rumah

merupakan faktor risiko gangguan pernapasan pada anak balita (Purwana dalam

Machmud, 2006).

b. Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian untuk rumah sederhana adalah minimal 10 m2/orang. Jika

suatu rumah memiliki kepadatan hunian yang tinggi maka akan mempengaruhi

pertukaran udara di dalam rumah. Foster menjelaskan bahwa kepadatan orang

dalam rumah berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita (Machmud,

2006). Herman (2002) juga mendapatkan hubungan yang bermakna antara

kepadatan hunian dengan insidens pneumonia.

c. Ventilasi Rumah

Ventilasi atau pertukaran udara adalah proses penyediaan dan pengeluaran

udara ke dan atau dari suatu ruang secara alamiah maupun mekanis. Pertukaran

udara secara mekanis dilakukan melalui penyediaan lubang ventilasi di dalam

Page 8: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

rumah. Pada dasarnya luas lubang tersebut minimal 5% dari luas lantai. Akan tetapi,

jika ditambah dengan lubang udara lain seperti celah pintu atau jendela, maka luas

minimal lubang ventilasi menjadi 10% dari luas lantai.

Pada penelitian Herman (2002), diketahui bahwa balita yang tinggal di rumah

dengan ventilasi yang tidak sehat akan memiliki risiko 4,2 kali lebih besar untuk

terkena pneumonia dibandingkan yang tinggal di rumah dengan ventilasi sehat.

d. Kondisi Fisik Rumah

Rumah yang sehat adalah bangunan rumah tinggal yang telah memenuhi

syarat kesehatan dengan beberapa kriterianya antara lain memenuhi kebutuhan fisik

(suhu, iluminasi dan ventilasi), memenuhi kebutuhan kejiwaan (privasi dan hubungan

antar anggota keluarga), memenuhi kriteria keselamatan (bangunan yang kokoh dan

terhindar dari gas beracun), serta mampu melindungi penghuninya dari kemungkinan

penularan penyakit (Budiarti, 2006). Oleh sebab itu, sangatlah penting memikirkan

hal-hal tersebut di atas agar seluruh anggota keluarga dapat merasa sehat dan

nyaman berada di rumah.

Rumah yang tidak sehat dapat memudahkan penularan penyakit, terutama

penyakit pernapasan. Contohnya saja jika ventilasi udara dan pencahayaan di rumah

yang tidak baik. Kuman-kuman akan cepat berkembang biak jika rumah dibiarkan

lembab dan tidak terawat. Penelitian Yulianti menemukan ada pengaruh antara

dinding rumah dan jenis lantai dengan kejadian pneumonia (Tantry 2008).

Selain faktor- faktor risiko di atas juga ada faktor risiko lainnya, antara lain:

Pasien stroke

Pasien dengan keadaan yang tidak sadarkan diri atau mengalami kelumpuhan

misalnya stroke, pneumonia sering terjadi dalam 42-72 jam pertama pasca stroke

iskemik dan mengakibatkan sekitar 15-25% kematian terkait stroke. Pneumonia

pasca stroke merupakan akibat dari aspirasi yang disebabkan oleh deficit neurologis

seperti penurunan kesadaran, gangguan reflek protektif atau disfagia.

Orang-oarang yang memiliki daya tahan tubuh lemah

Seperti penderita HIV/AIDS, para penderita penyakit kronik sperti sakit jantung, DM.

Begitu pula bagi mereka yang pernah/rutin menjalani chemoterapi dan meminum

obat golongan immunosupresant dalam waktu lama dimana pada umumnya memiliki

daya tahan tubuh yang lemah.

Pasien yang berada di dalam ruang perawatan intensive (ICU/ICCU)

Pasien yang dilakukan tindakan ventilator “endotrakeal tube” sangat berisiko terkena

pneumonia. Disaat mereka batuk akan mengeluarkan tekanan balik isi lambung kea

Page 9: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

rah kerongkongan, bila hal itu mengandung bakteri dan berpindah ke rongga nafas

(ventilator) maka akan berpotensial tinggi terkena pneumonia

Pasien yang lama mengalami tirah baring

Pasien yang mengalami operasi besar sehingga menyebabkan bermasalah dalam

hal mobilisasi, dan merupakan salah satu risiko tinggi terkena penyakit pneumonia

dimana dengan tidur berbaring statis memungkinkan mucus berkumpul di rongga

paru dan menjadi media berkembangnya bakteri (Soeparman, 2002).

4. Epidemiologi Pneumonia

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang

terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir diseluruh

dunia. Di AS pneumonia mencapai 13% darisemua penyakit infeksi pada anak

dibawah 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4

kasus dari 100 anak prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun,dan 1 kasus

ditemukan dari 100 anak umur 9-15 tahun. Di United States, insidensi untuk penyakit

ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan

kurang dari 1%, tetapi kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup

tinggi yaitu sekitar 14% (Alberta Medical Association, 2002). Di negara berkembang

sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka

kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40% (Sajinadiyasa,

2011).

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka

nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%,

angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%. Pneumonia pada

dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada

kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau

lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensirelative

terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi

tersebut didapat. Selain itu factor iklim dan letak geografik mempengaruhi

peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini (Kartasasmita, 2010).

5. Klasifikasi Pneumonia

Page 10: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

Menurut buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang

dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003, menyebutkan 3 klaisfikasi

pneumonia, yaitu:

Berdasarkan klinis dan epidemiologi

a. Pneumonia komuniti ( Community-Acquired Pneumonia/ CAP)

Pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan

rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit

pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari.

b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial)

pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit.

jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006). Hampir

1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama

dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU,

lebih dari 60% akan menderita pneumonia.

c. Pneumonia aspirasi

Infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan

cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status

mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan. Stroke,

penyakit Parkinson, kesulitan menelan, dapat menyebabkan aspiration pneumonia.

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised/ oportunistik

Pneumonia jenis ini menyerang mereka yang lemah sistem kekebalan tubuhnya.

Misalnya penderita AIDS atau yang pernah melakukan transplantasi organ tertentu.

Kemoterapi dan penanganan corticosteroid juga dapat memicu penyakit ini.

Berdasarkan bakteri penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal.

Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang

sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus

pada penderita pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal

Disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c. Pneumonia virus

Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri

hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bias

menyebabkan pneumonia juga). Gejala wala dari pneumonia akibat virus sama

seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan

Page 11: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

kelemahan. Dalam 12-36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan

sedikit berlendir. Terdapat panas tinggi yang disertai membirunya bibir.

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.

Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah

(immunocompromised).

Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris

Pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan bsar dari pohon bronkus)

baik kanan maupun kiri.

b. Pneumonia bronkopneumonia

Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa

kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi

atau orang tua.

6. Patofisiologi Pneumonia

Page 12: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

Etiologi (virus, bakteri, jamur)

Droplet terhirup

Masuk pada alveoli

Reaksi peradangan

PMN (leukosit & makrofag meningkat)

Mengaktifasi cytokine

Ekstravasasi cairan ke alveoli

transportasi O2 terganggu

HR meningkat, kelelahan, kelemahan

MK: intoleransi aktivitas

Merangsang IL-1

Merangsang IL-1

Zat endogen pyrogen

prostaglandin

Berdistribusi ke hipotalamus

Menggeser setpoint anterior

Suhu tubuh meningkat

Demam, berkeringat

Cairan tubuh <<

Konsolidasi-penumpukkan eksudat di alveoli

Gangguan difusi O2

BGA abnormal

Konfusi, iritabilitas, sianosis, dispneu, pernafasan cuping hidung

MK: gangguan pertukaran gas

Obstuksi saluran nafas

Sesak, ronkhi

MK: ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Respon batuk

Penggunaan otot bantu abdomen

Refluk fagal

Mual, muntah

Peningkatan pemecahan cadangan makanan

MK: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

MK: resiko tinggi kekurangan volume cairan

Kurang pengetahuan, informasi

MK: defisiensi pengetahuan

Page 13: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

7. Manifestasi klinis Pneumonia

Pada dasarnya gejala klinisnya dapat dikelompokkan atas : 

Gejala umum infeksi : demam, sakit kepala, lesu, dll.gejala umum

penyakit saluran pernapasan bawah : seperti takipneu, dispneu,

retraksi atau napas cuping hidung, sianosis.

Tanda pneumonia : perkusi pekak pada pneumonia lobaris, ronki

basah halus nyaring pada bronkopneumonia dan bronkofoni positif.

Batuk disertai dengan napas cepat (usia < 2 bulan > 60 x/menit, 2

bulan – 1 tahun > 50 x/menit, 1-5 tahun > 40 x/menit)

Batuk yang mungkin kering atau berdahak mukopurulen, purulen,

bahkan mungkin berdarah.

Tanda di ekstrapulmonal

Leukositosis jelas pada pneumonia bakteri dan pada sputum dapat

dibiak kuman penyebabnya (Muttaqin, 2008).

8. Pemeriksaan Diagnostik Pneumonia

Sinar X

Mengidentifikasi distribusi structural (mis, lobar, bronkial); dapat

juga menyatakan abses luas/ infiltrate, ampiema (stapilococcus);

infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran/

perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus).

GDA/ nadi oksimentari

Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang

terlibat dan penyakit paru yang ada.

Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah

Diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi

fiberoptik, atau biopsi pembukaan baru untuk mengatasi

organisme penyebab. Lebih dari 1 tipe organisme ada: bakteri

yang umum meliputi Diplococcus pneumonia, stpilococcus aereus,

A- hemolitik strepcoccus, Haemopilus influenza; CMV. Catatan:

Kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organism yang

ada. Kultur darah dapat menunjukkan baktremia sementara.

JDL

Page 14: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

Leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah

terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS,

memungkinkan berkembangnya pneumonia bacterial

LED: meningkat

Pemeriksaan fungsi paru

Volume mungkin menurun (kogesti dan kolaps alveolar): tekanan

jalan nafas mungkin meningkat dan complain menurun. Mungkin

terjadi pembebasan (hipoksemia).

Elektrolit: Natrium dan kalorida mungkin rendah

Bilirubin: mungkin meningkat

Aspirasi perkutan/ biopsy jaringan paru terbuka

Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik

(CMV); karaktristik sel raksasa (rubeolla) (Misnadiarly, 2008).

9. Penatalaksanaan Pneumonia

Penatalaksanaan pneumonia dilakukan berdasarkan penentuan

klasifikasi pada anak, yaitu :

Pneumonia Barat

Tanda : tarikan dinidng dada ke dalam

Penderita pneumonia berat juga mungkin disertaii tanda lain, seperti :

- Nafas cuping hidung

- Suara rintihan

- Sianosis

Tindakan : cepat dirujuk ke rumah sakit ( diberikan satu kali dosis

antibiotika dan kalau ada demam atau wheezing diobati

lebih dahulu)

Pneumonia

Tanda : tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, disertai nafas cepat

Tindakan :

1. Nasehati ibunya untuk tindakan perawatan di rumah

2. Beri antibiotik selama 5 hari

3. Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat apabila keadaan

memburuk

4. Bila demam, obati

5. Bila ada wheezing , obati

Page 15: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

WHO menganjurkan penggunaan antibiotika untuk

pengobatan pneumonia yakni dalam bentuk tablet atau sirup

( kortimoksazol, amoksisilin, ampisilisn ) atau dalam bentuk

suntikan intra muskuler ( prokain penisilin )

Bukan Pneumonia

Tanda : tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, tidak ada nafas cepat

Tindakan :

1. Bila batuk > 30 hari, rujuk

2. Obati penyakit lain bila ada

3. Nasehati ibunya untuk perawatan di rumah

4. Bila demam, obati

5. Bila ada wheezing , obati

Selain penatalaksanaan diatas ada beberapa penatalaksaan pada

penderita pneumonia, diantaranya:

Oksigen 1-2L/menit

Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100mmhg atau saturasi 95-96%

berdasarkan pemeriksaan AGD

Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak

Fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak , khususnya dengan

clapping dan vibrasi

Pemberian kortikosteroid , diberikan pada fase sepsis

Ventilasi mekananis , indikasi intubasi dan pemasangan ventilator

dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal nafas yang disertai

peningkatan respiratory distress dan respiratory arrest

IVFD Dextrose 10% : NaCl 0,9%=3:1,+KCl 10 mEq/500 ml cairan.

Jumlah cairan sesuai BB, kenaikan suhu, dan status hidrasi.

 Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat di mulai makanan enteral

bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.

 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin

normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.

Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

 Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :

Untuk kasus pneumonia Community base :

- Ampisilin 100mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

- Kloramfenikol 75mg/Kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

Page 16: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

Untuk kasus pneumonia Hospital base :

- Sefotaksim 100mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

- Amikasin 10-15mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

Tabel Pemilihan Antibiotika berdasarkan Etiologi

Mikroorganisme Antibiotika

Streptokokus dan Penisilin G 50.000 unit/hari IV atau

Stafilokokus Penisilin Prokain 600.000U/kali/hari IM atau

Ampisilin 100mg/Kg BB/hari atau

Seftriakson 75-200 mg/Kg BB/hari

M.Pnemoniae Eritromisin 15mg/Kg BB/hari atau derivatnya

H.Influenzae Kloramfenikol 100mg/Kg BB/hari atau

Klebsiella Sefalosforin

(Misnadiarly, 2008; Effendy, 2001).

10. Pencegahan Pneumonia

Pencegahan primer

Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya pneumonia, antara

lain:

a. Perawatan selama masa kehamilan

Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah,

perlu gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat

bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin

dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang

memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.

b. Perbaikan gizi balita

Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan

karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI

pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin

kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-

faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan

ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu,

balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi

dibanding balita yang tidak mendapatkannya.

c. Memberikan imunisasi lengkap pada anak

Page 17: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian

imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak

umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak

3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

d. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.

Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang

sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa

menjadi batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.

Pencegahan sekunder

Tujuannya adalah untuk menyembuhkan orang yang sudah

menderita pneumonia, pencegahan sekunder antara lain:

a. Pneumonia berat: dibawa ke rumah sakit dan diberi antibiotik

b. Pneumonia: diberi antibiotic kortimoksasol oral dan ampisilin

c. Bukian pneumonia:bisa perawatan di rumah, tidak diberikan

antibiotic. Cukup diberikan paracetamol jika panas, bila pilek

diberikan kapas yang ditetesi air garam, bila nyeri tenggorokan

beri penicillin dan dipantau selama 10 hari

Pencegahan tersier

Tujuannya adalah untuk mencegah munculnya komplikasi/keadaan

yang semakin parah

a. Beri antibiotic selama 5 hari dan jika semakin parah konsul ke

dokter (Soeparman, 2002).

11. Komplikasi Pneumonia

Bakteremia

Bakteremia adalah suatu kondisi di mana ada sejumlah besar bakteri

hadir dalam aliran darah. Indikasi bakteri dalam darah terdeteksi oleh

pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan fisik. Bakteremia biasanya

dicurigai jika pasien menunjukkan tanda-tanda dan gejala seperti

demam tinggi, batuk lendir hijau atau kuning, kelemahan ekstrim dan

timbulnya syok septik. Bakteremia harus ditangani dengan cepat atau

infeksi dapat menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh dan

menyebabkan organ utama mati.

Efusi pleura

Page 18: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

Efusi pleura terjadi ketika penumpukan kelebihan cairan dan dahak

pada lapisan dinding dada, alveoulus dan ruang-ruang di antaranya.

Ini adalah komplikasi umum yang muncul dari pneumonia dan

mungkin salah satu tanda-tanda pertama pada X-Ray dada. Jika

cairan luas di paru-paru, thoracentesis mungkin harus dilakukan.

Endokarditis

Endokarditis adalah infeksi lapisan dalam jantung. Ini merupakan

komplikasi dari pneumonia diobati jangka panjang atau pneumonia

berulang. Karena gejala dapat mirip pneumonia itu sendiri, seperti

sesak napas, batuk atau nyeri, sering kali tidak terdeteksi.

Endokarditis yang tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan

ireversibel katup atau gagal jantung.

Kegagalan ventilasi

Kegagalan ventilasi adalah nama lain umum untuk hiperkapnia. Otot-

otot di paru-paru, atau otot ventilator, bekerja keras untuk

memungkinkan paru-paru naik dan turun dan bekerja pada

menyelesaikan fungsi tubuh yang tepat. Dalam beberapa kasus

pneumonia, pasien mungkin tidak dapat bernapas dengan adekuat.

Sebuah ventilator harus ditempatkan pada pasien sehingga mereka

dapat bernapas dengan benar dan mengisi aliran darah dan oksigen

ke seluruh organ tubuh.

Kegagalan Pernafasan hipoksemia

Kondisi ini terjadi ketika ada peradangan parah di dinding paru-paru

menyebabkan aliran udara menutup atau menyempitkan darah dan

aliran udara. Pengobatan awal adalah untuk mengurangi

peradangan. Hal ini dilakukan dengan antibiotik untuk menghilangkan

infeksi dan thoracentesis untuk menghapus cairan untuk

meringankan tekanan udara dan aliran kembali (Price, 2003; Sectish,

2003).

Page 19: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

ASUHAN KEPERAWATANPENGKAJIAN

1. Data dasar pengkajian pasien

2. Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia

Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

3. Sirkulasi

Gejala : riwayat adanya

Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat

4. Makanan/cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus

Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia

(malnutrisi)

5. Neurosensori

Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)

Tanda : perusakan mental (bingung)

6. Nyeri/kenyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.

Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi

gerakan)

7. Pernafasan

Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.

Tanda :

sputum:merah muda, berkarat

perpusi: pekak datar area yang konsolidasi

premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi

Bunyi nafas menurun

Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku

8. Keamanan

Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.

Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar

9. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis

Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6-8 hari

Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah

Page 20: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran aveolar-kapiler

ditandai dengan Gas Darah Arteri abnormal, PH artery

abnormal,sianosis,nafas cuping hidung,dan gelisah (rewel)

b. Hipertermia b.d. dehidrasi dan penyakit ditandai dengan peningkatan

suhu tubuh diatas normal, dan kulit terasa hangat.

c. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga aktif ditandai

dengan penurunan turgor kulit, memebran mukosa kering, dan

peningkatan suhu tubuh.

Rencana KeperawatanNo Diagnosa Tujuan dan kreteria hasil Intervensi1. Gangguan

pertukaran gas b.d. perubahan membran aveolar-kapiler ditandai dengan Gas Darah Arteri abnormal, PH artery abnormal,sianosis,nafas cuping hidung,dan gelisah (rewel)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x 24 jam diharapkan pertukaran gas adekuat dengan kreteria hasil :NOC labelRespiratory status

RR normal (skla 5) Ritme respiratory

normal (skala 5) Kedalaman nafas

normal (skala 5) Akumulasi sputum

tidak ada (skala 5)Respiratory status :Gas exchange

Tekanan parsial karbondioksida pada darah arteri normal (skala 5)

pH arteri normal (skala 5)

Tidak terjadi sianosis (skala 5)

NIC labelRespiratory Monitoring1. Monitor laju ritme dari nafas

2. Monitor suara nafas tambahan seperti snoring

3. Monitor peningkatan kelelahan

4. Monitor peningatan kegelisahan, dan kekurangan oksigen

5. Monitor sekresi dari sistem pernafasan pasien

6. Berikan terapi perawatan nebulizer sesuai kebutuhan

Oxigen therapy7. Bersihkan skresi mulut hidung dan

trakea sesuai kebutuhan8. Memeberikan terapi oksigen sesuai

kebutuhan9. Monitor aliran oksigen

10. Monitor kerusakan kulit dari gesekan dengan selang oksigen

2. Hipertermia b.d. dehidrasi dan penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas normal, dan kulit terasa hangat.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien dalam batas normal dengan kriteria hasil :NOC : Vital Signs

NIC : Vital Signs Monitoring1. Monitor TTV pasien (tekanan darah,

nadi, suhu, dan pernapasan).2. Monitor dan laporkan tanda dan gejala

hipertermi.

3. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan.

Page 21: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,50C) dengan skala 5.

TTV dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernapasan) dengan skala 5.

4. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda vital.

NIC : Temperatur Regulation5. Anjurkan penggunaan selimut hangat

untuk menyesuaikan perubahan suhu tubuh.

6. Anjurkan asupan nutrisi dan cairan adekuat.

NIC : Fever Treatment7. Anjurkan pemberian kompres hangat.

3. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga aktif ditandai dengan penurunan turgor kulit, memebran mukosa kering, dan peningkatan suhu tubuh.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x 24 jam diharapkan kebutuhan volume cairan pasien terpenuhi dengan kriteria hasil :Noc label:Hydrasi:

- Turgor kulit kembali normal (skala 5)

- Membrane mukosa tampak lembab (skala 5)

- Intake cairan yang adekuat (skala 5)

- Tidak terdapat diare (skala 5)

Fluid balance:- Nadi normal (skala 5)- Intake dan output

cairan seimbang dalam sehari(skala 5)

NIC label: Fluid management1. Monitoring status hidrasi

(kelembaban membrane mukosa, nadi yang adekuat) secara tepat

2. Atur catatan intake dan output cairan secara akurat

3. Beri cairan yang sesuai

Fluid monitoring:4. Identifikasi factor risiko

ketidakseimbangan cairan (hipertermi, infeksi, muntah dan diare)

5. Monitoring tekanan darah, nadi dan RR

IV teraphy:6. Lakukan 5 benar pemberian terapi

infuse (benar obat, dosis, pasien, rute, frekuensi)

7. Monitoring tetesan dan tempat IV selama pemberian

Diarrhea managemenet:8. Monitoring tanda dan gejala diare9. Ketahui penyebab diare

10. Evaluasi mengenai pengobatan terhadap efek gastrointestinal

11. Instruksikan keluarga untuk memantau warna, volume, frekuensi dan konsistensi feses

12. Monitoring kulit dan perianal pasien untuk mengethui adanya iritasi dan

Page 22: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

ulserasi4. Ketidakefektifan

regimen terapeutik keluarga b.d. konflik keputusan ditandai dengan ketidakefektifan aktifitas kluaraga untuk memenuhi tujuan kesehatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x 24 jam diharapkan regimen terapeutik keluarga efektifNOC label :Family participation in professtional care

Partisipasi pada rencana perawatan (skala 5)

Partisipasi pada penyediaan perawatan

Evaluasi dari efektifitas dari perawatan

NIC label :Family Involvement Promotion1. Indentifikasi kemampuan keterlibatan

keluarga dalam perawatan pasien2. Identifikasi harapan keluarga terhadap

pasien

3. Ajak anggota keluarga dan pasien untuk ikut dalam perencanaan perawatan mencakup hasil yang diharapkan dan tindakan dari rencana keperawatann

4. Identifikasi mekanisme koping yang digunakan oleh keluarga

5. berikan informasi krusial pada keluarga pasien tentang kondisi pasien

Resiko keterlambatan perkembangan b.d nutrisi yang tidak adekuat, dan prematuritas

Child development : 2 month- anak tersenyum (skala 5)- refleks menggenggam (skala 5)- menampilkan ketertarikan dalam rangsang suara (skala 5)- menampilkan ketertarikan dalam rangsangan visual (skala 5)- Berinteraksi dengan gembira terutama dengan tenaga (skala 5)- Family functioning (kekuatan dari system keluarga untuk mencapai kebutuhan anggota keluarga selama transisi perkembangan mental)- Meregulasi kebiasaan anggota keluarga (skala 5)

NIC Label :Developmental Care

1. Ciptakan hubungan terapeutik dan mendukung dengan keluarga

2. Ssediakan keluarga dengan akurat, informasi yang actual berkenaan dengan kondisi, pengobatan dan kebutuhan anak

3. Iinformasikan keluarga tentang pentingnya perkembangan dan persoalan anaknya

4. Monitor stimulus (contohnya cahaya, kegaduhan), lingkungan anak dan kurani sebagaimana mestinya

5. Sediakan tempat duduk yang nyaman di area yang tenang untuk menyusui

6. Gunakan gerakan yang lambat, lemah lembut ketika menggendong, menyusui dan merawat anak

7. Pertimbangkan partisipasi keluarga dalam menyusui

8. Dukung keinginan ibu untuk menyusui9. Sediakan stimulasi menggunakan

rekaman music instrumental dan lain-lainnya sebagaimana mestinya

Page 23: Laporan Pendahuluan Pneumonia Docx

DAFTAR PUSTAKA

Aji, Tulus, Y, 2008.Faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan

dengan kejadian pneumonia pada anak balita.

http://eprints .undip.ac.id/18058/1 /tulus-aji-Yuwono.pdf. Diakses

tanggal 2 Maret 2013.

Effendy, Nur. 2001. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:

EGC.

Johnson M, Maas M, Moorhead S., Swanson, E. 2008. IOWA Outcome Project:

Nursing Outcomes Classification (NOC). 4th ed. Missouri: Mosby, Inc.

Kartasasmita, CB. 2010. Pneumonia Pembunuh Balita dalam Buletin Jendela

Epidemiologi; 3; 22-26.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius.

Mc Closkey, JC., Butcher, HK.,  Bulechek GM. 2008. IOWA Outcome Project:

Nursing Interventions Classification (NIC). 5h ed.Missouri: Mosby, Inc.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak, Orang

Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik, & Pneumonia Atypik

Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Muttaqin, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System

Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

North American Nursing Diagnosis Association. 2010. Nursing Diagnoses:

Definition & Classification 2012-2014. Philadelphia.

Price, Sylvia. 2003 . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC

Reevers, Charlene J, et all. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:

Salemba Medica.

Riskianti, Annisa, 2009. Faktor-faktor yang menyebabkan pneumonia.

http://www. lontar .ui. ac .id/ file ? file = digital / 1 2 6 5 6 0-s-5 738-

faktor-faktor%20yang – literature.pdf. Diakses tanggal 3 Maret 2013.

Sectish TC, Prober CG. 2003. Pnemonia. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM,

Jenson HB, penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17.

Philadelphia : WB Saunders, 1432-5.