pengambilan keputusan operation and …

182
TESIS - TM142502 PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND MAINTENANCE (O&M) PLTU BATU BARA MENGGUNAKAN PEMODELAN KEANDALAN DAN SISTEM DINAMIK MOH. FURQON AKHSANI 2116207721 DOSEN PEMBIMBING Dr. Muhammad Nur Yuniarto, ST PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN ENERGI KERJASAMA PT PEMBANGKITAN JAWA BALI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOVEMBER SURABAYA 2018

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

TESIS - TM142502

PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND

MAINTENANCE (O&M) PLTU BATU BARA

MENGGUNAKAN PEMODELAN KEANDALAN DAN

SISTEM DINAMIK

MOH. FURQON AKHSANI

2116207721

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Muhammad Nur Yuniarto, ST

PROGRAM MAGISTER

BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN ENERGI

KERJASAMA PT PEMBANGKITAN JAWA BALI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOVEMBER

SURABAYA

2018

Page 2: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

ii

Page 3: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

iii

THESIS - TM142502

RELIABILITY AND SYSTEM DYNAMICS BASED

DECISION MAKING FOR OPERATION AND

MAINTENANCE (O&M) IN COAL FIRED POWER

PLANT

MOH. FURQON AKHSANI

2116207721

SUPERVISOR

Dr. Muhammad Nur Yuniarto, ST

MASTER PROGRAM

FIELD STUDY OF ENERGY MANAGEMENT

IN COOPERATION WITH PT PEMBANGKITAN JAWA BALI

DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING

FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOVEMBER

SURABAYA

2018

Page 4: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

iv

Page 5: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

v

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS

Tesis disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Teknik (MT)

di

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

oleh :

Moh Furqon Akhsani

NRP. 211620721

Tanggal Ujian : 20 Juli 2018

Periode Wisuda : September 2018

Disetujui oleh :

1. Dr. M. Nur Yuniarto, ST (Pembimbing)

NIP : 197506301998021001

2. Prof. Dr. Ir. Triyogi Yuwono, DEA (Penguji)

NIP : 196001291987011001

3. Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. (Penguji)

NIP :197301161997021001

4. Dr. Ir. Heru Mirmanto, MT. (Penguji)

NIP : 196202161995121001

Dekan Fakultas Teknologi Industri,

Dr. Bambang Lelono Widjiantoro, ST, MT

NIP. 196905071995121001

Page 6: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 7: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

vii

PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND

MAINTENANCE (O&M) PLTU BATU BARA

DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN KEANDALAN DAN

SISTEM DINAMIK

Nama Mahasiswa : Moh. Furqon Akhsani

NRP : 02111650077021

Pembimbing : Dr. Muhammad Nur Yuniarto, ST

ABSTRAK

Salah satu faktor krusial dalam bisnis pembangkitan tenaga listrik adalah

terkait Operation and Maintenance (O&M). Tesis ini bertujuan membangun Decission

Support System (DSS) menggunakan sistem dinamik untuk membantu pengambilan

keputusan bagi manajemen, diantaranya dalam pemilihan model O&M yang

dipergunakan dalam mengelola aset pembangkit, khususnya PLTU batu bara. Sasaran

yang ingin dicapai adalah memaksimalkan Net Present Value (NPV) dan tingkat

ketersediaan (availability). Analisis reliability merupakan novelty (kebaruan) dari tesis

ini yang memungkinkan decision support system (DSS) mendekati karakteristik

operasional pembangkit dalam konteks life cycle cost management.

Analisis biaya dibatasi pada fase Operation and Maintenance (O&M). Beberapa opsi O&M yang disimulasikan adalah : (a) seluruh aktivitas di O&M

dikerjakan internal pemilik aset; (b) aktivitas O&M dialihdayakan untuk cakupan asset

manager dan asset operator; (c) aktivitas O&M dialihdayakan untuk cakupan asset

operator untuk seluruh aset pembangkit; dan (d) aktivitas O&M dialihdayakan untuk

cakupan asset operator hanya untuk balance of plant (peralatan pendukung). Kriteria

keberterimaan dalam tesis ini menggunakan Mean Absolute Percentage Error (MAPE)

dengan ketentuan MAPE < 10% (sangat tepat), 10% < MAPE < 20% (tepat), 20% <

MAPE < 50% (cukup tepat), MAPE > 50% (tidak tepat). Uji validitas model ini

memberikan MAPE 1.38%(NPHR), 2,45% (konsumsi batu bara), dan 5,48%

(EAF) sehingga dapat disimpulkan model valid dengan tingkat akurasi sangat tepat.

Pada kondisi availability pembangkit tidak dipengaruhi variasi metodologi

O&M, opsi mengalihdayakan O&M PLTU batu bara 600 MW dalam cakupan

kewenanangan asset operator memberikan NPV tertinggi (Rp. 5.196.048.498.688,00)

untuk 10 tahun periode simulasi. Faktor paling sensitif yang mempengaruhi

pencapaian Net Present Value (NPV) dan ketersediaan (EAF) adalah harga batu bara

(62,36%). Untuk itu perlu dipikirkan mitigasi atas risiko kompetensi personil dan

keterlambatan birokrasi. Selain itu, manajemen juga harus fokus mendapatkan mitra

alihdaya yang menawarkan harga kompetitif tanpa mengabaikan kualitas karena

sensitivitas parameter ini terhadap NPV adalah 4,15%.

Kata kunci : Operation &Maintenance, Decision Support System, Sistem Dinamik,

Reliability

Page 8: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

viii

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 9: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

ix

RELIABILITY AND SYSTEM DYNAMIC BASED

DECISION MAKING FOR OPERATION AND MAINTENANCE

(O&M) IN COAL FIRED POWER PLANT

By : Moh. Furqon Akhsani

Student Identity Number : 02111650077021

Supervisor : Dr. Muhammad Nur Yuniarto, ST

ABSTRACT

One of important factors in the power generation business is related to

Operation and Maintenance (O&M). This thesis aims to build Decision Support

System (DSS) using system dynamic for assist decision making process for coal-fired

power plant, to provide maximum profit Net Present Value (NPV) and availability

level. Reliability analysis is the novelty of this thesis which allows decision support

system (DSS) to approach the operational characteristics of the plant in the context of

life cycle cost management.

Cost analysis boundaries related to the Operation and Maintenance (O&M)

phase. Some simulated O&M options are: (a) all O&M activities are performed by

internal sourcing; (b) O&M activity is outsourced for asset manager and asset operator

authority; (c) O&M activities are outsourced for asset operator authority; and (d) O &

M activities are outsourced for asset operator authority only for balance of plant

(supporting equipment). The acceptance criteria in this thesis using Mean Absolute

Percentage Error (MAPE) with terms : MAPE < 10% (highly accurate), 10% < MAPE

< 20% (good), 20% < MAPE < 50% (reasonable), MAPE > 50% (inaccurate). The

validity test of this model yields MAPE 1.38% (NPHR), 2.45% (coal consumption),

and 5.48% (EAF). Therefore can be concluded that model is valid with high accuracy.

In term of availability is independent to O & M methodology variant,

outsourced O & M for 600 MW Coal Fired Plant with asset operator authority gives

the highest NPV (IDR 5,196,048,498,688.00) for 10 years simulation period. The most

sensitive factor affecting Net Present Value (NPV) and availability (EAF) is coal price

(62.36%). In other hand, management should prepare some mitigation related to risks

of personnel competence and bureaucratic delays. In addition, management should

also focus on getting an outsourcing partner that offers competitive pricing without

neglecting quality because its sensitivity to NPV about 4.15%.

Keywords : Operation &Maintenance, Decision Support System, System Dynamics,

Reliability

Page 10: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

x

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 11: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

xi

KATA PENGANTAR

Hari Jumat, 20 Juli 2018 nampaknya menjadi hari yang tidak terlupakan bagi

saya. Setelah lebih 6 bulan tidak bisa tidur nyenyak untuk mengerjakan tesis, pada hari

tersebut tim penguji menyatakan tesis berjudul “PENGAMBILAN KEPUTUSAN

OPERATION AND MAINTENANCE (O&M) PLTU BATU BARA

DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN KEANDALAN DAN SISTEM

DINAMIK dinyatakan lulus sidang. Bukan hanya soal tesis, namun karya tersebut

juga menjadi ujung perjuangan 2 tahun mengikuti program tugas belajar S2

Manajemen Energi kerjasama Departemen Teknik Mesin ITS dengan PT

Pembangkitan Jawa Bali. Maka sudah sepantasnya jika sujud syukur mendalam saya

haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan ridho dan segala pertolongannya

sehingga tugas tersebut dapat terselesaikan.

Bisnis ketenagalistrikan di Indonesia saat ini sudah jauh berbeda dengan kondisi

lima atau sepuluh tahun yang lalu. Iklim kompetesi yang kian ketat, memaksa pemain

di bisnis ini harus memeras strategi sehingga mampu menghadirkan layanan kepada

masyarakat yang andal dan efisien. Salah satu aspek krusial dalam memproduksi

tenaga listrik adalah Operation and Maintenance (O&M). Tesis ini menawarkan satu

metode untuk mengoptimalisasi metode O&M pembangkit, sehingga dapat

memberikan manfaat bagi pemilik aset pembangkit maupun perusahaan jasa O&M

untuk memenuhi tuntutan tersebut.

Banyak pihak telah berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung

dalam penulisan tesis ini, maka penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih

yang tak terhitung, diantaranya kepada :

1. Rista Bintarawita Megasari, istri saya yang telah memberikan sepenuh cinta kasih,

dukungan, ekstra kesabaran, dan toleransi selama dua tahun menjalani masa studi

di ITS.

2. Anak pertama saya Hanisa Afia Zafrani yang sering protes karena waktu main

bersama ayahnya terkurangi drastis dan sering berkomentar, “katanya

mengerjakan tesis, kok Ayah hanya bengong” padahal ayahnya lagi berpikir keras

mencari inspirasi. Begitu juga kepada Sabiq Khoiri Assajid, anak kedua yang

Allah anugerahkan di tahun kedua masa studi.

3. Segenap keluarga besar di Lampung dan Ngawi yang juga tidak lelah memberikan

dukungan.

4. Bapak Dr. Nur Yuniarto, ST selaku dosen pembimbing yang memberi bimbingan

dengan metode luar biasa. Di detik terakhir saya baru bisa memahami, dengan

metode ini, ilmunya benar-benar merasuk dengan tingkat kepuasan maksimal.

5. Bapak Mudjahidin, ST, MT, dosen Sistem Informasi ITS yang sangat membantu

saya membuka tabir rahasia Vensim. Teriring doa semoga Bapak juga segera

mendapat tambahan gelar akademis Dr di depan nama Bapak.

6. Kelompok lingkar studi “Sabtuan” di container bengkel Molina, diantaranya Pak

Indra Sidharta, ST, M.Sc, Pak Agus Wibawa, ST, MT, Mas Agus, ST, MT peneliti

mobil listrik, serta seluruh pekerja di bengkel Molina atas segala kehangatan dan

back sound Via Vallen mengiringi diskusi kami.

7. Bapak Dr. Ir. Budi Utomo Kukuh W, ME, selaku dosen wali yang selalu

memberikan ilmu, saran, dan motivasi nya.

Page 12: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

xii

8. Tim dosen peguji, meliputi Bapak Prof. Dr. Ir. Triyogi Yuwono, DEA, Bapak Dr.

Ir Heru Mirmanto, MT, dan Bapak Dr. Bambang Sudarmanta, ST, MT yang telah

memberikan saran dan masukan dalam rangka perbaikan penyusunan tesis.

9. Teman seangkatan program S2 Manajemen Energi program kerjasama ITS-PJB,

khusunya penghuni kelas D.202 atas segala dukungan dan canda tawanya.

10. Bapak Suharto, selaku Direktur SDM dan Administrasi PT PJB, yang telah

menginisiasi program tugas belajar S2 Manajemen Energi, sehingga saya

mendapat kesempatan menempuh studi S2.

11. Tim Divisi Talenta PT PJB : Bu Mita, Mas Kunto Wibisono (pak kepala sekolah),

Bu Yanti, Mas Oky, Mbak Indah, Mbak Anggun atas segala support teknis dan

non teknis selama 2 tahun ini.

12. Pak Junaidi Abdi, GM UBJOM Paiton yang memberikan ijin saya untuk mencari

data dan juga kepada Pak Fuad Arifin, Manajer Enjinering UBJOM Paiton, Pak

Tri Leksono, Mbak Novi Aulia atas dukungan datanya.

13. Pak Wisrawan, mantan GM UP Gresik yang mendorong saya untuk mendaftar

program beasiswa ini, juga Mas Tias, Manajer Enjinering dan QA UP Gresik yang

memberikan dukungan dan dispensasi khusus untuk bisa fokus kuliah.

14. Teman-teman di Sub Bidang MMRK UP Gresik : Ariza, Farida, Setiawan, dan

Abah Supateno yang dengan kehangatannya memberi suasana kondusif dalam

menyelesaikan tugas belajar ini.

15. Pak Yudhy Bhagaskara, Kepala Bidang Kinerja Korporat PT PJB dan segenap tim

Kinerja Kantor Pusat dan Unit (Pak Djoni, Dewo, Hilda, Luqman). Mohon maaf

jika enam bulan terakhir belum bisa all out karena masih menyelesaikan tesis.

16. Seluruh pihak yang belum disebutkan di atas yang telah memberikan doa,

bantuan, dan dukungannya sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan

dengan baik dan tepat waktu.

Semoga Allah SWT memberi balasan pahala yang lebih baik lagi.

Tesis ini tentu masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saya mohon maaf. Tentu

saja kritik dan masukan yang membangun sangat saya harapkan untuk kesempurnaan

penugasan selanjutnya. Terakhir, semoga tesis ini dapat memberi kemanfaatkan bagi

PT PJB dan dunia akademis pada umumnya. Amiin.

Surabaya, Juli 2018

Penulis

Page 13: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

ABSTRACT .......................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR .......................................................................................... xi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiv

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xix

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 6

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6

1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7

1.5. Batasan Masalah ............................................................................ 7

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Model Bisnis Ketenagalistrikan ..................................................... 9

2.2 Pengelolaan Pembangkit Tenaga Listrik ........................................ 13

2.3 Alih Daya Pengelolaan Pembangkit Listrik .................................... 18

2.4 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 27

2.5 Pemodelan Sistem Dinamik............................................................ 29

2.6 Penggunaan Sistem Dinamik untuk Pemodelan Pengelolaan

Pembangkit Listrik ............................................................................... 36

2.7 Aspek Reliability (Keandalan) Pembangkit Listrik ........................ 38

2.8 Tata Niaga Pembangkit Listrik di Indonesia .................................. 45

2.9 Pemodelan Biaya Operasi dan Efisiensi Pembangkit Listrik ......... 52

2.10 Pemodelan Biaya Pemeliharaan Pembangkit Berbasis Keandalan 54

2.11 Pemilihan Software untuk Pemodelan Sistem Dinamik ............... 57

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian..................................................................... 61

Page 14: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

xiv

3.2 Causal Loop Diagram dan Stock&Flow Diagram ......................... 64

3.3 Pengumpulan Data .......................................................................... 67

3.4 Verifikasi Model ............................................................................. 68

3.5 Simulasi Model ............................................................................... 71

3.6 Validasi Hasil Simulasi ................................................................... 71

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengembangan Model Dinamik...................................................... 73

4.2 Identifikasi Variabel dan Formulasi Model .................................... 84

4.3 Verifikasi Model ............................................................................. 100

4.4 Uji Validitas .................................................................................... 113

4.5 Simulasi .......................................................................................... 114

4.6 Analisis Keputusan ......................................................................... 122

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 124

4.2 Saran ............................................................................................... 124

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 127

LAMPIRAN

BIOGRAFI PENULIS

Page 15: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Penyediaan Tenaga Listrik .................................................... 9

Gambar 2.2 Kapasitas Terpasang Pembangkit Sampai Tahun 2016 .................... 10

Gambar 2.3 Distribusi Energi Listrik Berdasar Jenis Pembangkit Tahun 2016 ... 11

Gambar 2.4 Persyaratan Kunci Fungsional Pembangkitan Tenaga Listrik ......... 13

Gambar 2.5 Skema Bisnis Pembangkitan Tenaga Listrik di Indonesia ................ 15

Gambar 2.6 Peta Teknik/Ekonomi Pengelolaan Pembangkit ............................... 16

Gambar 2.7 Asset Life Cycle ................................................................................. 18

Gambar 2.8 Pengambilan Keputusan Alih Daya Berdasar Jenis Bisnis dan

Ketersediaan Kompetensi...................................................................................... 20

Gambar 2.9 Model Outsourcing Berdasar Lingkup Pekerjaan ............................. 23

Gambar 2.10 Alur Kegiatan Proses Pelaksanaan Pekerjaan Usaha Ketenagalistrikan

............................................................................................................................... 25

Gambar 2.11 Alur Proses Bisnis Sebagai Asset Owner-Asset Manager-Asset

Operator................................................................................................................. 26

Gambar 2.12 Alur Proses Bisnis Sebagai Asset Manager-Asset Operator .......... 27

Gambar 2.13 Framework untuk Struktur Sistem Forrester ................................... 30

Gambar 2.14 Causal Loop Diagram Sederhana ................................................... 33

Gambar 2.15 Tahapan Pemodelan Menggunakan Sistem Dinamik...................... 34

Gambar 2.16 Bathub Failure Rate Curve ............................................................. 39

Gambar 2.17 Sistem Hubungan Serial .................................................................. 42

Gambar 2.18 Sistem Hubungan Paralel ................................................................ 43

Gambar 2.19 Sistem Hubungan Stand By ............................................................. 44

Gambar 2.20 Ilustrasi Transaksi terkait Energi Reaktif ........................................ 49

Gambar 2.21 Fault Tree Diagram untuk Perhitungan Loss Output PLTU .......... 54

Gambar 3.1 Block Diagram Metodologi Penelitian .............................................. 62

Gambar 3.2 Causal Loop Diagram Bisnis Proses Pembangkit Listrik ................. 64

Gambar 3.3 Stock and Flow Diagram................................................................... 66

Gambar 3.4 Data Penelitian Berdasar Sumbernya ................................................ 67

Gambar 4.1 Struktur Model Ketersediaan ............................................................ 74

Page 16: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

xvi

Gambar 4.2 Perhitungan Konstanta Weibull menggunakan Software Minitab .... 75

Gambar 4.3 Struktur Model Keandalan dan Laju Kegagalan ............................... 76

Gambar 4.4 Struktur Model Biaya Operasi ........................................................... 77

Gambar 4.5 Struktur Model Biaya Pemeliharaaan ................................................ 78

Gambar 4.6 Struktur Model Pemeliharaan Rutin .................................................. 79

Gambar 4.7 Korelasi Alokasi Sumber Daya antar Jenis Pemeliharaan ................ 79

Gambar 4.8 Struktur Model Biaya Material Pemeliharaan Rutin ......................... 80

Gambar 4.9 Struktur Model Biaya Overhaul ........................................................ 81

Gambar 4.10 Struktur Model Biaya Pemeliharaan Project ................................... 82

Gambar 4.11 Sub Struktur Model Cash Flow ....................................................... 82

Gambar 4.12 Korelasi antara NPHR dan Beban Pembangkit ............................... 89

Gambar 4.13 Pareto Heat Rate PLTU Paiton 9 Desember 2017........................... 90

Gambar 4.14 Korelasi antara Konstanta Weibull pada PM Compliance Peralatan

Utama .................................................................................................................... 94

Gambar 4.15 Korelasi antara Konstanta Weibull pada PM Compliance Peralatan

Pendukung ............................................................................................................. 94

Gambar 4.16 Korelasi antara Konstanta Weibull (β) dengan Anggaran Investasi 96

Gambar 4.17 Korelasi antara Konstanta Weibull (α) dengan Anggaran Investasi 96

Gambar 4.18 Tren Harga LRC kelas 4200 kCal/kg .............................................. 98

Gambar 4.20 Tren Suku Bunga ............................................................................. 99

Gambar 4.21 Uji Logika Balancing Feedback Loop ............................................ 101

Gambar 4.22 Uji Logika Reinforce Feedback Loop ............................................. 101

Gambar 4.23 Pengujian Eksistensi Closed Loop pada Model............................... 102

Gambar 4.24 Pengujian Struktur Model oleh Vensim .......................................... 102

Gambar 4.25 Pengujian Konsistensi Satuan oleh Vensim .................................... 103

Gambar 4.26 Uji Sensitivitas terkait Ketepatan Eksekusi Serious Inspection ...... 105

Gambar 4.27 Uji Sensitivitas terkait Alokasi Anggaran untuk NPHR Improvement

............................................................................................................................... 106

Gambar 4.28 Uji Sensitivitas terkait Tarif Kontraktor O&M ............................... 108

Gambar 4.29 Uji Sensitivitas terkait Dispatch CF ................................................ 109

Gambar 4.30 Uji Sensitivitas terkait Harga Batu Bara ......................................... 111

Gambar 4.31 Grafik Availability versus Waktu .................................................... 117

Page 17: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

xvii

Gambar 4.32 Perbandingan Rerata Availability pada Tiap Skenario .................... 118

Gambar 4.33 Grafik Net Cash Flow versus Waktu............................................... 119

Gambar 4.34 Grafik Net Present Value versus Waktu ......................................... 120

Gambar 4.35 Perbandingan Net Present Value Keempat Skenario O&M ............ 121

Page 18: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

xviii

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 19: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbandingan Tarif Listrik Beberapa Negara di ASEAN ..................... 2

Tabel 2.1 Rata-rata Biaya Pembangkitan Periode 2011-2016 .............................. 12

Tabel 2.2 Rangkuman Rumus untuk Menghitung Reliability, Failure Rate, dan

MTTF. ................................................................................................................... 40

Tabel 2.3 Siklus Overhaul pada Beberapa Jenis Pembangkit ............................... 57

Tabel 2.4 Daftar Software untuk Pemodelan Sistem Dinamik ............................. 58

Tabel 2.4 Perbandingan Lima Software Sistem Dinamik ..................................... 58

Tabel 4.1 Kategori Status Pembangkit di Navitas ................................................ 85

Tabel 4.2 Identifikasi Distribusi Data TTF ........................................................... 85

Tabel 4.3 – Rencana dan Realisasi Jadwal Overhaul Pembangkit Existing (dikerjakan

UPHAR) ................................................................................................................ 86

Tabel 4.4 – Rencana dan Realisasi Jadwal Overhaul Pembangkit UBJOM (dikerjakan

PJBS) ..................................................................................................................... 87

Tabel 4.5 Faktor Koreksi Durasi Overhaul berdasar Jenisnya .............................. 88

Tabel 4.6 Biaya Perbaikan NPHR ......................................................................... 91

Tabel 4.7 Distribusi TTR Level Plant ................................................................... 92

Tabel 4.8 Variabel terkait Pemeliharaan Rutin ..................................................... 93

Tabel 4.9 Variabel terkait Overhaul...................................................................... 95

Tabel 4.10 Variabel terkait Model Cash Flow ...................................................... 97

Tabel 4.11 Variabel terkait Faktor Pembebanan oleh P2B ................................... 99

Tabel 4.12 Tarif PPH Badan ................................................................................. 100

Tabel 4.13 Kondisi Uji Sensitivitas Variabel Input .............................................. 104

Tabel 4.14 Hasil Uji Sensitivitas untuk Variabel Input Faktor Koreksi SE.......... 104

Tabel 4.15 Hasil Uji Sensitivitas untuk Variabel Input Persen Alokasi Anggaran

untuk Perbaikan NPHR ......................................................................................... 106

Tabel 4.16 Hasil Uji Sensitivitas untuk Tarif Biaya Jasa O&M ........................... 107

Tabel 4.17 Hasil Uji Sensitivitas untuk Dispatch CF ........................................... 109

Tabel 4.18 Hasil Uji Sensitivitas untuk Harga Batu Bara ..................................... 110

Tabel 4.19 Perbandingan Hasil Uji Sensitivitas dengan 5 Variabel Input ............ 112

Page 20: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

xx

Tabel 4.20 Perbandingan Sensitivitas Tiap Variabel Input ................................... 112

Tabel 4.21 Resume Perhitungan MAPE ............................................................... 114

Tabel 4.22 Interpretasi Asumsi dalam Model ....................................................... 117

Tabel 4.23 Rekapitulasi NPV pada Tahun ke-10 .................................................. 117

Tabel 4.24 Perbandingan Hasil Simulasi untuk Pengambilan Keputusan ............ 122

Page 21: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah terus berupaya meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia

dilakukan diantaranya melalui perencanaan pertumbuhan penjualan,

pengembangan pembangkit, transmisi, dan distribusi. Pengembangan pembangkit

salah satunya melalui program 35 GW sampai tahun 2019. Pengembangan

pembangkit diupayakan secara optimal dengan prinsip biaya penyediaan listrik

terendah (least cost), dengan tetap memenuhi tingkat keandalan yang wajar dalam

industri tenaga listrik. Biaya penyediaan terendah dicapai dengan meminimalkan

Net Present Value semua biaya penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari biaya

investasi, biaya bahan bakar, biaya operasi dan pemeliharaan, dan biaya energy not

served. Tingkat keandalan system pembangkitan diukur dengan kriteria Loss of

Load Probability (LOLP) dan cadangan daya (ESDM, 2016).

Untuk sistem kelistrikan Jawa-Bali, PT PLN (Persero) – yang selanjutnya

disebut PLN- telah merencanakan PLTU batu bara kelas 1.000 MW dengan

teknologi ultra super critical (clean coal technology) untuk memperoleh efisiensi

yang lebih baik dan emisi CO2 yang lebih rendah. Untuk sistem Sumatera juga

mulai direncanakan pengembangan PLTU memanfaatkan teknologi batu bara

bersih (clean coal technology) dengan kelas kapasitas 600 MW. Sedangkan untuk

sistem Kalimantan dan Sulawesi sudah mulai dikenalkan PLTU dengan kapasitas

200 MW untuk mendapatkan efisiensi yang lebih baik daripada kapasitas yang ada

saat ini. Semua kondisi tersebut dimaksudkan agar penyediaan tenaga listrik berada

pada tingkat keekonomian yang optimal. Pembangkit listrik, baik yang dikelola

PLN, anak perusahaan, maupun Independent Power Producer (IPP) harus

mengoptimalkan operasionalnya sehingga Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik

(BPPTL) paling minimal tanpa mengabaikan kualitas layanan dan kendalan.

Harga energi listrik di Indonesia masih tergolong tinggi. Tarif PLN relatif

tinggi dibandingkan tarif listrik beberapa negara di ASEAN (Tabel 1.1). Menaikkan

tarif tenaga listrik PLN akan semakin menurunkan daya beli masyarakat dan tingkat

Page 22: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

2

competitiveness industri dalam negeri. Tidak ada pilihan bagi PLN, kecuali

menurunkan biaya produksi agar bisnis PLN tetap berkesinambungan.

Tabel 1.1 Perbandingan Tarif Listrik Beberapa Negara di ASEAN

Jenis

Pengguna

Indonesia

(Rp/kWh)

Malaysia

(Rp/kWh)

Thailand

(Rp/kWh)

Singapura

(Rp/kWh)

Philipina

(Rp/kWh)

Vietnam

(Rp/kWh)

Rumah

tangga

1.467 1.374 1.351 1.878 2.109 1.279

Bisnis

menengah-

TR

1.467 1.867 1.135 1.321 1.262 1.596

Bisnis

besar-TM

1.115 1.320 1.114 1.293 1.229 1.468

Industri

menengah-

TM

1.115 1.140 1.270 1.205 1.196 948

Industri

besar-TT

997 1.066 1.270 1.175 1.188 901

Periode

Tarif Januari 2017

Sumber : PLN, 2017

Tarif keekonomian yang sudah mulai diberlakukan sejak tahun 2015

seharusnya memberikan keuntungan bagi PLN. Kenyataannya, berdasarkan

realisasi tahun 2016 adalah sebagai berikut:

• Untuk penjualan non subsidi / tarif keekonomian (64,4%), harga jual rata-rata

tenaga listrik sebesar Rp 1.197,7/kWh, sementara BPP sebesar Rp

1.265,0/kWh sehingga perseroan membukukan rugi sebesar Rp 67,3/kWh

(ekuivalen Rp 9,4 triliun)

• Untuk penjualan bersubsidi (35,6%), harga jual rata-rata tenaga listrik

sebesar Rp 618,9/kWh plus subsidi listrik sebesar Rp 785,3/kWh memberikan

margin sebesar Rp 139,2/kWh (ekuivalen Rp 10,7 triliun). Perseroan masih

membukukan laba tahun 2016 sebesar Rp10,5 triliun, sumbernya dari : (1)

penjualan tenaga listrik Rp1,3 triliun; (2) Pendapatan BP sebesar Rp 7,1 triliun;

(3) Pendapatan Non Listrik Rp 1,7 triliun; (4) Pendapatan bunga dan lain-lain

bersih Rp 1,6 triliun dan (5) Laba Selisih Kurs sebesar Rp 4,2 triliun. Dari sini

diperlukan strategi yang tepat sehingga disamping secara korporasi

Page 23: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

3

menghasilkan keuntungan, PLN masih data memberikan pelayanan terbaik

baik masyarakat.

Pembangkitan tenaga listrik merupakan bisnis yang kompleks. Di

dalamnya terdapat perpaduan antara teknologi tinggi, padat modal, serta tuntutan

kompetensi yang tinggi. Pada masa sebelumnya, bisnis ini sepenuhnya dikelola

PLN dari awal sampai akhir, namun untuk menjawab tuntutan kebutuhan dan

kualitas, skema ini pun berubah. Tingginya investasi, dijawab dengan dibukanya

kran IPP. Adapun untuk menjawab kebutuhan teknologi dan kompetensi, muncul

alternatif alih daya (outsourcing) untuk pengelolaan Operation and Maintenance

(O&M). Belakangan ini, banyak bermunculan perusahaan yang bergerak di bidang

jasa O&M. Layanan ini biasanya merupakan diversifikasi dari bisnis inti mereka

sebagai pemilik pembangkit listrik maupun perusahaan perusahaan energi yang

lain.

PT Pembangkitan Jawa Bali (selanjutnya disebut PJB) adalah anak

perusahaan PLN yang bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik. Pada

awalnya, perusahaan yang didirikan pada 3 Oktober 1995 tersebut mengelola enam

pembangkit milik sendiri, yaitu Unit Pembangkitan (UP) Gresik (PLTU, PLTG,

PLTGU gas dan minyak), UP Paiton (PLTU batu bara), UP Brantas (PLTA), UP

Muara Karang (PLTU, PLTGU gas dan minyak), UP Muara Tawar (PLTGU gas

dan minyak), dan UP Cirata (PLTA) dengan total kapasitas terpasang 6.989 MW.

Namun pada perkembangannya, bisnis PJB juga bergerak di bidang O&M

pembangkit, joint venture membentuk perusahaan IPP, Engineering Procurement

Construction (EPC), konsultan manajemen aset, penyedia suku cadang

pembangkit, dan yang paling terkini bergerak juga di bidang investasi pembangkit

(PJB, 2017).

Pembangkit yang dikembangkan PJB sebagai IPP melalui perusahaan joint

venture sebesar 4.660 MW, terdiri atas PLTU Cilacap (2 x 300 MW), PLTU Cilacap

Ekspansi 1 (1 x 660 MW), PLTU Cilacap Ekspansi 2 (1 x 1000 MW), PLTU

Asahan 1 (2 x 90 MW), PLTU Banjarsari (2 x 110 MW), dan PLTU Jawa 7 (2 x

1000 MW).

Bisnis di bidang jasa O&M dilakukan oleh PJB sendiri,melalui Anak

Perusahaan PT PJB Services (selanjutnya disebut PJBS), dan mendirikan joint

Page 24: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

4

venture company. Total pembangkit yang dikelola PJB melalui jasa O&M sebesar

7.001 MW yang tersebar di 25 (sembilan belas) lokasi. PJB mengelola 7 (tujuh)

Unit Bisnis Jasa Operasi dan Pemeliharaan (UBJOM) di Jawa, sedangkan PJBS

mengelola 17 (tujuh belas) Unit Bisnis Jasa Operasi dan Pemeliharaan (UBJOM)

di luar Jawa. Sedangkan perusahaan joint venture PJB mengelola 1 (satu) unit

pembangkit di Jawa. Jasa O&M yang dikelola oleh PJB melalui UBJOM Jawa

sebesar 4.605 MW tersebar di 7 (tujuh). Jasa O&M yang dikelola oleh perusahaan

joint venture adalah PLTU Tanjung Jati B Unit #3 dan #4 dengapapan kapasitas 2

x 660 MW yang berlokasi di Jepara, Jawa Tengah. Pengelolaan jasa O&M tersebut

dilakukan oleh PJB bermitra dengan perusahaan asal Korea yakni Korea Midland

Power dengan mendirikan perusahaan joint venture bernama PT Komipo

Pembangkitan Jawa Bali (KPJB) (PJB, 2017).

Mengacu alir proses bisnis pembangkitan yang ditetapkan oleh Asosiasi

Perusahaan Penyedia Listrik Nasional (Appelin), skema jasa O&M yang dilakukan

PJB pun bervariasi. Untuk UBJOM Jawa, awalnya PJB bertindak sebagai asset

operator dimana asset manager dipegang PLN Unit Pembangkitan Jawa Bali

(UPJB), namun sejak 2016 diperluas menjadi asset manager sekaligus asset

operator. Adapun dalam pengelolaan PLTU Tanjung Jati B dan UBJOM luar Jawa,

PJB hanya bertindak sebagai asset operator. Dari sini diperlukan justifikasi yang

tepat dalam menentukan model O&M yang digunakan, baik PJB sebagai asset

owner (perusahaan IPP) atau sebagai perusahaan jasa O&M yang mengoperasikan

pembangkit milik perusahaan lain.

Kembali terkait aktivitas alih daya O&M pembangkit, keputusan alih daya

pembangkit tenaga listrik didasari tiga alasan, yaitu efisiensi biaya, strategi

pengisian tenaga kerja untuk aktivitas non inti, maupun untuk pengalihan risiko

(Mercer, 2009). Dari sini muncul beberapa alternatif alih daya, diantaranya

menyerahkan seluruh pengelolaan pembangkit kepada perusahaan lain,

menyerahkan pengelolaan hanya pada level eksekusi, atau mengalihkan ke

perusahaan lain hanya untuk aktivitas tertentu saja. Masing-masing pilihan

membawa konsekuensi yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan

mempengaruhi pencapaian keuntungan bagi pemilik aset.

Page 25: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

5

Secara sederhana, laba berbanding lurus dengan pendapatan (revenue) dan

berbanding terbalik dengan biaya (cost). Namun pada prakteknya, perhitungan

bisnis pembangkitan bersifat multi variabel, dimana satu variabel dengan yang lain

saling berhubungan sebab akibat. Hubungan tersebut ada yang bersifat menguatkan

(positive feedback) atau melemahkan (negative feedback). Semua proses bersifat

simultan, untuk itu analisis harus dilakukan bersamaan (Zhaodong et al, 2015).

Sistem dinamik adalah pemodelan menggunakan simulasi komputer untuk

mempelajari dan mengatur sistem umpan balik yang kompleks, seperti yang terjadi

di bisnis atau sistem sosial. Dapat pula didefinisikan sebagai sebuah pendekatan

untuk memahami perilaku sistem kompleks dalam fungsi waktu. Hal ini terkait

dengan sistem umpan balik internal dan waktu tunda yang berdampak pada perilaku

sistem secara keseluruhan (Sontamino, 2008).

Tesis ini bertujuan membuat model untuk mengoptimasi beberapa

alternatif pemilihan model O&M yang dipergunakan dalam mengelola aset

pembangkit sehingga bisa memberikan keuntungan maksimal. Beberapa variabel

yang berpengaruh dimodelkan perilakunya menggunakan metode sistem dinamik

dengan fungsi obyektif memaksimalkan keuntungan dan keandalan (reliability).

Pada rentang waktu yang panjang, reliability sering dinyatakan dalam ketersediaan

(availability). Analisis menggunakan pemodelan reliability merupakan novelty

(kebaruan) dari tesis ini yang memungkinkan Decision Support System (DSS)

mendekati karakteristik operasional pembangkit dalam konteks life cycle cost

management.

Terkait siklus Life Cycle Cost (LCC), biaya dibatasi yang terkait pada fase

Operation and Maintenance (O&M). Beberapa opsi O&M yang disimulasikan

adalah : (a) seluruh aktivitas di O&M dikerjakan internal pemilik aset, (b) aktivitas

O&M dialihdayakan untuk cakupan asset manager dan asset operator, (c) aktivitas

O&M dialihdayakan untuk cakupan asset operator untuk seluruh aset pembangkit,

dan (d) aktivitas O&M dialihdayakan untuk cakupan asset operator hanya untuk

balance of plant (peralatan pendukung) saja.

Simulasi model dilakukan dalam rentang waktu 10 tahun, yang merupakan

2 (satu) siklus Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP). Disamping itu, kontrak

jasa O&M biasanya dalam periode multi year. Hasil simulasi kemudian divalidasi

Page 26: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

6

dengan data riil pembangkit pada kelas kapasitas yang sesuai. Karena formulasi

model merupakan fungsi waktu, maka dapat diketahui profit beserta keandalan

pembangkit pada waktu tertentu. Mengacu hasil pemodelan, keputusan O&M bisa

saja berubah setelah tahun tertentu tergantung reliability dan biaya yang

ditimbulkan. Misalkan ketika usia pembangkit masih muda, reliability masih tinggi,

biaya pemeliharaan masih rendah, mengelola O&M oleh sumber daya internal

barangkali paling menguntungkan. Namun ketika pembangkit sudah cukup tua,

angka kegagalan peralatan tinggi, biaya pemeliharaan juga semakin mahal, alih

daya bisa jadi keputusan yang tepat. Dengan iklim bisnis ketenagalistrikan yang

sangat dinamis, tool ini akan bermanfaat bagi PJB dalam menentukan strategi O&M

baik sebagai pemilik aset maupun sebagai perusahaan jasa O&M.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasar latar belakang yang telah dipaparkan di atas, fokus penelitian ini

adalah membangun Decission Support System (DSS) dengan menggunakan sistem

dinamik untuk membantu pengambilan keputusan pengelolaan pembangkit.

Keputusan yang diambil diantaranya untuk menentukan model Operation and

Maintenance (O&M) PLTU batu bara yang memberikan manfaat terbesar bagi

pemilik aset pembangkit, diukur dari Net Present Value (NPV) dan tingkat

keandalan (reliability). Opsi O&M yang diuji dalam penelitian ini adalah : (1)

seluruh aktivitas di O&M dikerjakan internal pemilik aset, (2) aktivitas O&M

dialihdayakan untuk cakupan asset manager dan asset operator, (3) aktivitas O&M

dialihdayakan untuk cakupan asset operator untuk seluruh aset pembangkit, dan (4)

aktivitas O&M dialihdayakan untuk cakupan asset operator hanya untuk balance of

plant (peralatan pendukung). Disamping itu, dapat diketahui faktor yang paling

sensitif mempengaruhi Net Present Value (NPV) dan tingkat ketersediaan

(availability) dari empat opsi O&M yang telah disebutkan di atas.

1.3. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian

adalah sebagai berikut :

Page 27: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

7

1. Menentukan opsi O&M yang memberikan Net Present Value (NPV) dan

tingkat ketersediaan (availability) maksimal untuk pengelolaan PLTU batu

bara.

2. Menentukan faktor yang paling sensitif mempengaruhi pencapaian Net

Present Value (NPV) dan tingkat ketersediaan (availability) dalam

pengelolaan PLTU batu bara.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini menghasilkan struktur model sistem dinamik sebagai

decision support system dalam menentukan mekanisme O&M PLTU batu bara

yang memberikan keuntungan maksimal. Tool ini sangat bermanfaat bagi PJB jika

hendak memulai proyek pembangkit baru, baik sebagai pemilik aset maupun

sebagai perusahan O&M. Sebagai pemilik aset, pemilihan O&M yang tepat untuk

meningkatkan pengembalian aset (ROA atau ROE). Sedang sebagai perusahaan

O&M, hasil penelitian ini bermanfaat untuk menentukan strategi pengelolaan

pembangkit yang tepat utuk memaksimalkan keuntungan. Karena model

melibatkan pengukuran reliability yang merupakan fungsi waktu, metode ini juga

bermanfaat dalam menentukan strategi O&M pembangkit existing (aset milik PJB

sendiri) untuk menurunkan Biaya Pokok Persediaan (BPP).

1.5. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain :

1. Objek penelitian adalah PLTU batu bara menggunakan teknologi

Pulverized Coal Boiler dengan kapasitas di atas 300 MW.

2. Struktur biaya yang dianalisis adalah sebatas biaya pada fase Operation

and Maintenance (O&M) dengan asumsi biaya akuisisi dan biaya disposal

dilakukan dengan skema pendanaan yang berbeda.

3. Faktor keandalan (reliability) peralatan yang dianalisis pada useful life

period dengan failure rate yang terdistribusi sesuai persamaan tertentu.

4. Sebagai boundary condition, obyek penelitian diposisikan sebagai pemilik

aset.

Page 28: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

8

Halaman ini dibiarkan kosong

Page 29: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

9

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Model Bisnis Ketenagalistrikan

Undang-undang No 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mengatur

usaha penyediaan tenaga listrik, yang di dalamnya terdiri atas aktivitas

pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik,

dan/atau penjualan tenaga listrik. Gambar 2.1 secara mudah menjelaskan hal

tersebut.

Gambar 2.1 Skema Penyediaan Tenaga Listrik (PJB Academy, 2015)

Masing-masing proses dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pembangkit Tenaga Listrik

Pada area bisnis ini dilakukan konversi energi dari energi primer

menjadi energi listrik. Jenis energi yang dikonversikan menentukan sebutan

jenis pembangkit. Disamping dikelola PLN pembangkitan dan anak

perusahaan, pemerintah membuka peluang swasta untuk berperan

menyediakan tenaga listrik melalui skema Independent Power Producer (IPP),

Page 30: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

10

maupun penjualan kelebihan energi listrik yang diproduksi industri untuk

keperluan sendiri, disebut captive power.

Pada akhir Desember 2016, total kapasitas terpasang dan jumlah unit

pembangkit PLN (Holding dan Anak Perusahaan) mencapai 39.785,06 MW

dan 5.235 unit, dengan 29.602,37 MW (74,41%) berada di Jawa. Total

kapasitas terpasang meningkat 3,97% dibandingkan dengan akhir Desember

2015. Prosentase kapasitas terpasang per jenis pembangkit sebagai berikut :

PLTU 19.856,35 MW (49,91%), PLTGU 9.204,11 MW (23,13%), PLTD

3.353,80 MW (8,43%), PLTA 3.567,83 MW (8,97%), PLTG 3.208,15 MW

(8,06%), PLTP 580,89 MW (1,46%), PLT Surya dan PLT Bayu 13,93 MW

(0,03%). Adapun total kapasitas terpasang nasional termasuk sewa dan IPP

adalah 54.664,50 MW (PLN, 2017). Kapasistas terpasang pembangkit PLN

sampai tahun 2016 diilustrasikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Kapasitas Terpasang Pembangkit Sampai Tahun 2016 (PLN, 2017)

Adapun distribusi energi pada masing-masing jenis pembangkit

dijelaskan pada gambar 2.3.

Page 31: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

11

Gambar 2.3 Distribusi Energi Listrik Berdasar Jenis Pembangkit Tahun 2016 (PLN,

2017)

2. Transmisi Tenaga Listrik

Listrik yang diproduksi pembangkit listrik, dinaikkan tegangannya dan

disalurkan untuk mendekati konsumen. Tegangan kerja pada sistem transmisi

bervariasi sesuai peruntukan, mulai 500 kV sampai 25 kV. Berbeda dengan

pembangkitan yang memberikan peluang swasta berkontribusi, pada area

transmisi berlaku sistem single buyer. Energi listrik harus dijual ke PLN, yang

dalam hal ini diwakili oleh PLN Transmisi. Selanjutnya dilakukan dispatching

energi listrik oleh PT PLN (Persero) Pusat Pengaturan Beban (selanjutnya

disebut P2B) menurut sistem keandalan dan keekonomian. Di sini berlaku

merit order system, bahwa urutan pembangkit yang dipanggil beroperasi

adalah berdasar peringkat Rp/kWh dari sisi biaya bahan bakar. Semakin murah

sebuah pembangkit, maka peluang berproduksi akan semakin besar. Derajat

utilisasi pembangkit dinyatakan dalam Capacity Factor (CF). Data Rp/kWh

beberapa jenis pembangkit dijelaskan pada Tabel 2.1

Pada akhir tahun 2016, total panjang jaringan transmisi mencapai

44.065,42 kms, yang terdiri atas jaringan 500 kV sepanjang 5.056,27 kms, 275

kV sepanjang 1.856,48 kms, 150 kV sepanjang 32.423,02 kms, 70 kV

sepanjang 4.669,32 kms dan 25 & 30 kV sepanjang 60,33 kms.

Page 32: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

12

Tabel 2.1 Rata-rata Biaya Pembangkitan Periode 2011-2016

Tahun PLTA PLTU PLTD PLTG PLTP PLTGU PLTS Rata-

rata

2011 155,79 588,47 2.536,85 2.260,96 792,61 960,58 - 1.051,14

2012 155,87 810,14 3.168,58 2.362,99 1.121,50 1.001,80 - 1.217,28

2013 166,66 719,52 3.286,13 2.954,28 1.103,50 1.159,20 - 1.206,67

2014 189,19 726,37 3.064,30 2.892,80 1.306,88 1.335,74 - 1.296,73

2015 211,19 541,78 7.969,86 3.306,22 879,83 1.054,99 6.624,36 920,22

2016 271,90 532,38 1.828,39 3.103,64 1.016,37 1.085,07 5.853,84 856,28

*) Tahun 2011 tidak termasuk sewa pembangkit

Sumber : PLN, 2017

Total panjang jaringan distribusi sepanjang 887.241,07 kms, terdiri atas

JTM sepanjang 359.747,24 kms dan JTR sepanjang 527.493,83 kms. Kapasitas

terpasang trafo gardu induk sebesar 98.898 MVA, meningkat 6,74% dari tahun

sebelumnya. Jumlah trafo gardu induk sebanyak 1.573 unit, terdiri atas trafo

sistem 500 kV sebanyak 58 unit, sistem 275 kV sebanyak 16 unit, sistem 150

kV sebanyak 1.291 unit, sistem 70 kV sebanyak 206 unit, dan sistem< 30 kV

sebanyak 2 unit. Kapasitas terpasang dan jumlah trafo gardu distribusi menjadi

50.099 MVA dan 433.511 unit. Kapasitas terpasang dan jumlah trafo

mengalami peningkatan masing-masing sebesar 6,30% dan 6,90% (PLN,

2017).

3. Distribusi Tenaga Listrik, dan / atau Penjualan Tenaga Listrik

Area ini merupakan frontliner bisnis PLN, yang saat ini dipercayakan

kepada PLN Distribusi. Unit ini mengelola sistem distribusi listrik pada

tegangan rendah 20 kV dan kemudian menjual ke masing-masing rumah

pelanggan

Jumlah energi listrik terjual pada tahun 2016 sebesar 216.004,32 GWh

meningkat 6,49% dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok pelanggan

Industri mengkonsumsi 68.145,32 GWh (31,55%), Rumah Tangga 93.634,63

GWh (43,35%), Bisnis 40.074,38 GWh (18,55%), dan Lainnya (sosial, gedung

pemerintah dan penerangan jalan umum) 14.149,99 GWh (6,55%). Penjualan

energi listrik untuk kelompok pelanggan yaitu Rumah Tangga, Bisnis, Industri

dan Lainnya mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,58%, 8,37%,

Page 33: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

13

6,35% dan 7,96%. Jumlah pelanggan pada akhir tahun 2016 sebesar

64.282.493 pelanggan meningkat 5,09% dari akhir tahun 2015. Harga jual

listrik rata rata per kWh selama tahun 2016 sebesar Rp 991,37 lebih rendah dari

tahun sebelumnya sebesar Rp 1.034,50 (PLN, 2017).

2.2. Pengelolaan Pembangkit Tenaga Listrik

Pengelolaan pembangkit listrik merupakan bisnis dengan teknologi tinggi

dan padat modal. Untuk itu pengelolaan pembangkit saat ini melibatkan beberapa

pihak yang masing-masing saling bersinergi. Mercer (2009) menjelaskan hubungan

beberapa stakeholder tersebut dalam block diagram seperti ditunjukkan pada

Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Persyaratan Kunci Fungsional Pembangkitan Tenaga Listrik (Mercer,

2009)

Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi bisnis

ketenagalistrikan terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu fungsi finansial, fungsi

energi, dan fungsi manajemen aset. Kelompok pertama mengelola aspek keuangan,

termasuk hutang, manajemen saham, dan mitigasi risiko keuangan. Pada fase

pembangunan, keputusan mengenai struktur pendanaan ataupun investasi besar

pada fase pengoperasian.

Page 34: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

14

Beberapa risiko selama pengoperasian pembangkit yang tidak bisa

dimitigasi, bisa ditranser ke pihak lain. Long Term Part and Services Agreement

(LTPSA) kepada vendor maupun asuransi menjadi opsi dalam mentransfer risiko.

Pada skema LTPSA, vendor menjamin ketersediaan part utama beserta jasa

pemeliharaan. Sedangkan asuransi akan menangani risiko terkait kerusakan

pembangkit yang terjadi tiba-tiba dan tanpa unsur kesengajaan, sesuai polis yang

dibeli. Pihak pemilik aset atau pelaksana jasa O&M akan membayar premi setiap

tahun. Dan pada saat klaim, terdapat biaya risiko tanggung sendiri (deductible) yang

harus dikeluarkan (Grace, 2005).

Kunci penting kedua mengenai manajemen energi, meliputi penyediaan

energi primer dan penjualan energi tenaga listrik. Bisa dikatakan, aspek ini

merupakan risiko terbesar pada pengelolaan bisnis pembangkitan karena terkait

sustainibilitas bisnis. Pemilik aset memitigasi risiko penjualan ini melalui kontrak

Power Purchase Agreement (PPA) jangka panjang. Hal yang sama juga dilakukan

unuk penyediaan energi primer. Bahkan untuk menjaga harga yang biasanya

dinyatakan dalam mata uang asing, dilakukan hedging.

Kunci penting ketiga terkait aktivitas manajemen aset fisik, termasuk

operasi-pemeliharaan pembangkit, enjinering, pengadaan, dan logistik. Di sini,

pemilik aset memiliki banyak opsi untuk dipilih sehingga aset pembangkit mampu

memberikan nilai pengembalian aset maksimal. Optimasi beberapa opsi terkait

aktivitas O&M tersebut, merupakan fokus pada tesis ini.

Divisi Independent Power Producer (IPP) PLN memberikan penjelasan

senada dengan yang dipaparkan Mercer (2009) di atas sebagaimana dijelaskan pada

Gambar 2.5. Pada gambar tersebut dijelaskan pihak-pihak yang bertanggung jawab

pada setiap aktivitas. Diantaranya project sponsor bertanggung jawab pada

pemodalan, lender terkait kontrak pendanaan, fuel supplier terkait suplai energi

primer, O&M contractor untuk mengelola operasional pembangkit, EPC

contractor bertanggung jawab selama fase pembangunan, dan tentu saja PLN

sebagai pihak yang berkontrak untuk pembelian tenaga listrik (PLN, 2013).

Page 35: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

15

Gambar 2.5 Skema Bisnis Pembangkitan Tenaga Listrik di Indonesia (PLN, 2013)

Adanya O&M contractor merupakan metode baru di PLN Group seiring

bertambahnya pembangkit yang dimiliki IPP. Pada masa sebelumnya, seluruh aset

pembangkit PLN dikelola mandiri oleh PLN maupun anak perusahaannya. Namun

pada era sekarang, pengelolaan beberapa aset pembangkit PLN juga diserahkan ke

perusahaan lain. Bahkan anak perusahaan PLN, seperti PJB dan Indonesia Power

sudah lebih 10 tahun ini juga merambah bisnis jasa O&M untuk pembangkit IPP.

Di sisi PLN group, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan terkait skema bisnis

ini. Sebagai pemilik aset, PLN group harus mampu memilih metode O&M yang

tepat untuk meningkatkan pengembalian aset (ROA atau ROE). Sedang sebagai

perusahaan O&M, PLN Group berkepentingan untuk menentukan strategi

pengelolaan pembangkit yang tepat utuk memaksimalkan keuntungan.

Secara sederhana, untuk memaksimalkan laba (net cash flow) dilakukan

dengan memaksimalkan pendapatan dan dengan meminimalkan biaya. Electrical

Power Research Institue (EPRI) sebagai bagian program Risk-Informed Asset

Management Management (RIAM), memberikan peta teknik dan ekonomi yang di

dalamnya menyusun komponen pendapatan dan biaya pembangkit (Sliter, 2002).

Page 36: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

16

Outage Duration

Scheduled Task

Derating

Unplanned

Outages

Planned Outages

Plant Capability

Load Dispatch

PPA Requirement

Availability/

Derates

Thermal Efficiently

Major Equipment

Failure

Fuel Demand /

Use

CO2 Costs

Produced Power

Power

Prices

Asset Salvage

Value

Ancillary Services

Power Revenue

Material/sales

(other)

Insurance Comp

Revenue

(sum of revenues)

Expenced Plant

Improvement

Proactive Maintenance

Cost

Reactive Maintenance

Cost

Operation Cost

Inventory Carrying

Costs

Plant & Engineering

Training

Fire / Accident /

Injury

Transaction Costs

Cooperation Costs

R&D & Eng

Internal Services

Internal Overheads

Supplier

Overheads

O&M Costs

Facility Costs

(taxes &

overheads)

Plant Admin & Eng

Costs

Initial Investments

Plant

Improvements

Life Ext &

Restoration

Salvage and

Decom Costs

Prevention /

mitigation

Penalties / Fines

QA Systems

Compliance Costs

Certification

Insurance

Premiums

Internal Risk

Costs / Provisions

Fuel Costs

Penalties &

Reserve Costs

CAPEX

(Investment)

OPEX

Quality / EHS

Costs

Risk Costs

Financing Costs

Overhead /

Business Costs

Life Cycle Costs

(sum of expense

and capitalized)

Net Cash Flow

Revenues – Costs

(including expenses and

captalized items) – net

taxes paid

Net Present Value of

Project

(sums of discounted cash

flow)

Discount

Rate

Taxes

Gambar 2.6 Peta Teknik/Ekonomi Pengelolaan Pembangkit (Silter, 2002)

Gambar 2.6 menunjukkan bagaimana aktivitas fisik bersama proses

internal dan eksternal berinteraksi dan berdampak pada aspek pendapatan dan

biaya. Dalam hal ini, sangat penting bagi asset manager untuk memperhatikan

hubungan dalam peta tersebut. Sebagai contoh, pendapatan sangat tergantung

dengan ketersediaan (availability) dan kapasitas pembangkit, dimana keduanya

sangat dipengaruhi oleh planned dan unplanned maintenance. Adapun kegagalan

peralatan berdampak pada unplanned maintenance.

Pelaksanaan manajemen aset bersifat end to end, artinya berfokus sejak

aset tersebut diadakan, dioperasikan, dipelihara, hingga dilimbahkan ketika usia

teknis dan ekonomisnya telah berakhir, atau diistilahkan selama periode penuh life

cycle. Barret (2007) menjelaskan Asset Life Cycle Management sebagai sebuah

proses pengelolaan aset selama periode aset tersebut dirancang dan dibangun

(acquisition) sampai saat pembongkaran dan pembuangan (disposal). Secara

umum, asset life cycle management meliputi aktivitas sebagai berikut :

Page 37: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

17

1. Acquisition

Akuisisi mencakup aktivitas desain, modifikasi, pengadaan, konstruksi

dan commisssioning dimana biaya yang akan dikeluarkan menjadi

pertimbangan untuk mendapatkan keuntungan.

2. Operation

Periode operasi mencakup pengendalian aset dari hari kehari dalam

keseluruhan dari siklus hidup aset selama dapat berfungsi sesuai dengan

desainnya. Dalam periode tersebut, aset harus dimonitor dengan tepat dan

ditingkatkan untuk mengantisipasi berbagai perubahan kondisi atau

kebutuhan operasional.

3. Maintenance

Kegiatan pemeliharaan meliputi inspection, condition monitoring,

pengujian pengujian, refurbishment, dan atau life-extension. Penggantian

suatu equipment aset juga termasuk sebagai proses pemeliharaan dari sistem

aset.

4. Disposal

Fase ini dilakukan ketika aset tidak diperlukan lagi karena sudah tidak

ekonomis untuk dioperasikan atau direhabilitasi. Dalam fase ini dapat

dilakukan review terhadap tipe aset, konfigurasi, maupun lokasinya. Begitu

juga dapat ditinjau proses ataupun output yang dihasilkan, apakah masih

relevan dengan strategi perusahaan atau tidak. Kegiatan dalam fase ini

meliputi identifikasi, perencanaan tindakan untuk memperpanjang umur,

pembongkaran, penon-aktifkan atau membuang aset, dan memastikan

pembuangan yang dilakukan secara bertanggung jawab dan memenuhi

peraturan perundangan yang berlaku khususnya mengenai lingkungan

hidup.

Keempat siklus di atas diilustrasikan dengan Gambar 2.7.

Page 38: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

18

Gambar 2.7 Asset Life Cycle (Barret, 2007)

Terkait peta teknik/ekonomi yang dikemukakan Silter (2002) dan juga

konsep asset life cycle (Barret, 2007), penting juga untuk diperhatikan bahwa

sebagian aktivitas pada peta Gambar 2.6 terjadi pada fase operasional pembangkit

dimana manajemen O&M memegang kendali atasnya. Namun di sisi lain, beberapa

aktivitas terjadi selama fase konstruksi, seperti pemilihan jenis

pembangkit/peralatan, lokasi, kapasitas terpasang, atau struktur pemodalan.

Beberapa aspek tersebut bersifat given, dan tidak bisa dioptimasikan (Mercer,

2009).

Pemodelan tesis ini mengadopsi peta pada Gambar 2.6 di atas, khususnya

yang terjadi pada fase operation dan maintenance pembangkit. Beberapa struktur

biaya dan aktivitas juga disesuaikan dengan yang ada di PJB atau PLN sehingga

cukup mewakili riil kondisi pembangkit di Indonesia.

2.3. Alih Daya Pengelolaan Pembangkit Listrik

Banyak referensi menyebutkan definisi alih daya (outsourcing). Salah

satunya mendefinisikan alih daya sebagai sebuah proses untuk mentransfer aktivitas

untuk dikerjakan pihak lain (Campbell, 1995). Definisi menarik disampaikan oleh

Hiemstra dan Van Tilburg yang menjelaskan istilah non capacity outsourcing. Jika

capacity outsourcing didefinisikan sebagai jenis jasa yang banyak digunakan

perusahaan untuk menyediakan tambahan kapasitas untuk musim khusus atau

periode peak permintaan, maka non capacity dimaksudkan bahwa suplier

PLAN-

NING

ACQUI-

SITION

OPERATION &

MAINTENANCE DISPO-

SAL

Page 39: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

19

mengambil alih sebagain nilai perusahaan dalam periode kontrak jangka panjang

(Fill and Visser, 2001).

Pemilik aset pembangkit listrik mengalihdayakan pengelolaan pembangkit

dengan tiga alasan utama : pengurangan biaya, strategi penyediaan tenaga kerja

untuk bidang non inti, dan juga untuk mentransfer risiko.

(1) Alih Daya untuk Tujuan Pengurangan Biaya

Dalam perspektif bisnis, pemilik aset pembangkit akan berusaha

menyeimbangkan antara pendapatan dan biaya. Kebijakan alih daya seringkali

dianggap sebagai salah satu cara untuk menekan biaya pada sebagian produk,

fungsi, atau departemen. Jika biaya kontrak operasional lebih murah

dibandingkan dikerjakan sendiri, maka alih daya dinilai sebagai keputusan

yang tepat (Fill dan Fisher, 2001). Model ini mengasumsikan bahwa efisiensi

penjualan dan spesialisasi dapat dicapai jika masing-masing bagian fokus pada

kompetensi mereka. Selain itu, dengan kebijakan alih daya, perusahaan akan

memiliki banyak kesempatan untuk membangun hubungan baik dengan

investor yang akan meningkatkan produktivitasnya.

Mengalihkan biaya yang timbul jika dikerjakan tenaga internal harus

dibandingkan dengan biaya yang timbul terkait proses alih daya. Dyer (1997)

membagi biaya alih daya menjadi empat bagian, yaitu :

(a) Biaya pemilihan suplier

(b) Biaya penyusunan kontrak, termasuk diantaranya proses negosiasi,

penulisan kontrak, dan biaya legal

(c) Biaya monitoring untuk memastikan bahwa suplier menjalankan

kontrak yng telah disepakati

(d) Biaya yang ditimbulkan setelah kontrak, diantaranya perjanjian ulang

maupun sanksi jika suplier tidak menaati perjanjian.

Sebetulnya belum ada metode yang baku untuk mengkalkulasi biaya

alih daya dibandingkan dengan keuntungan karena setiap perusahaan memiliki

struktur organisasi dan pembiayaan yang bersifat spesifik. Disamping itu juga

terkait dengan tipe kontrak dan kemampuan yang berbeda-beda (Mercer,

2009).

Page 40: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

20

(2) Alih Daya Sebagai Strategi Pemenuhan Tenaga Kerja untuk Bidang non Inti

Meskipun biaya menjadi faktor penting, namun banyak peneliti tidak

menjadikan biaya sebagai satu-satunya faktor sebagai keputusan alih daya.

Lebih dari itu, mereka menganggap kebutuhan untuk meningkatkan

kompetensi inti, juga harus diperhatikan dalam menentukan kebijakan alih

daya. Dengan skema ini, perusahaan memilih fokus pada kompetensi intinya,

adapun pemenuhan kompetensi non inti dipenuhi oleh alih daya. Hal ini senada

dengan definisi strategic outsourcing yang dipaparkan oleh Holcomb dan Hitt

(2007), yaitu “suatu pengaturan yang muncul ketika perusahaan mengandalkan

pada pasar yang banyak pesaing, dimana terdapat kebutuhan perusahaan

tersebut untuk meningkatkan spesialisasi dari yang ada sekarang, sesuai tata

nilai perusahaan.” Quinn dan Hilmer (1994) menguatkan bahwa perusahaan

dapat menggunakan alih daya agar sumber daya yang dimiliki dapat fokus pada

kompetensi inti dan memberikan nilai tambah pada pelanggan.

Gottfredson, Puryear, dan Philips (2005) memberikan gambaran

bagaimana memutuskan apakah pengelolaan bisnis lebih menguntungkan

menggunakan sumber daya internal atau dialihdayakan, berdasarkan tingkat

keunikan bisnis dan kepemilikan kemampuan dan pengetahuan. Hal tersebut

dijelaskan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Pengambilan Keputusan Alih Daya Berdasar Jenis Bisnis dan

Ketersediaan Kompetensi (Gottfredson, et.al, 2005)

Page 41: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

21

Pada Gambar 2.8 tersebut nampak bahwa sisi kiri bawah

menggambarkan bisnis inti dan merupakan profit center, untuk itu lebih

menguntungkan jika dikerjakan sendiri. Sebaliknya pada sisi kanan atas,

mengingat proses bisnis merupakan hal umum di industri sedangkan secara

internal minim kemampuan, maka kondisi tersebut tepat untuk dialihdayakan.

Beberapa tahun belakangan, beberapa perusahaan di Indonesia (selain

PLN) masuk dalam bisnis pembangkit tenaga listrik. Selain berupa kelebihan

energi (captive power) yang dijual ke PLN, pembangunan pembangkit listrik

memang bentuk diversifikasi dari produk utamanya. Sebagai perusahaan oil

and gas, PT Pertamina saat ini memiliki 4 unit PLTP dengan total kapasitas

437 MW (http://pge.pertamina.com/wilayah-kerja.aspx). PT Bukit Asam saat

ini mengelola PLTU Banjarsari (2 x 110 MW) dan sedang menyelesaikan

pembangun PLTU mulut tambang Sumsel 8 (2 x 620 MW) yang diperkirakan

beroperasi pada 2019. Sebagai perusahaan tambang batu bara, PT Bukit Asam

memiliki cadangan batu bara 7,29 miliar ton dan cadangan tertambang 1,99

miliar ton. Hal ini cukup potensial untuk dikembangkan menjadi pembangkit

listrik.

PT Pertamina maupun PT Bukit Asam hanya beberapa contoh

perusahaan non PLN yang mulai merambah bisnis ketenagalistrikan.

Mengingat pembangkit listrik bukan kompetensi inti mereka, maka kebijakan

alih daya O&M pembangkit dirasa cukup menguntungkan.

(3) Alih Daya untuk Mentransfer Risiko

ISO31000 mendefinisikan risiko sebagai kemungkinan terjadinya suatu

peristiwa yang berdampak terhadap pencapaian sasaran. Pemilik aset

pembangkit merencanakan progam untuk mengurangi risiko melalui program

enjiniring, sistem kualitas, pengembangan kompetensi teknis. Selain itu juga

dilakukan kontrak penyediaan energi primer, hedging keuangan, asuransi

maupun mentransfer risiko ke perusahaan jasa O&M (Grace, 2005).

Volatilitas biaya menjadi isu penting bagi pemilik aset pembangkit

karena penggunaan teknologi tinggi. Schimoller (1998) mengingatkan bahwa

biaya O&M bisa berpengaruh sangat signifikan terhadap fluktuasi biaya

Page 42: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

22

tersebut. Meskipun biaya O&M hanya berkisar 15% dari seluruh life cycle cost,

namun angka ini bisa fluktuatif sampai 20% yang disebabkan oleh biaya

spare part, usia ekonomis peralatan, maupun kepegawaian. Untuk memitigasi

risiko ini, pemilik aset biasa membuat klausul dalam kontrak bahwa biaya

O&M sebagai fixed price baik untuk planned maupun unplanned maintenance,

artinya risiko volatilitas biaya ditanggung oleh suplier O&M.

Namun perlu diingat, semakin besar proporsi risiko yang dialihkan ke

suplier, maka suplier O&M akan menarik “premi” yang lebih tinggi. Untuk itu

pemilik aset harus bijak merencanakan mitigasi risiko, antara dialihkan melalui

alih daya atau ke program lain, misalkan asuransi, atau justru risiko dikelola

sendiri oleh pemilik aset, yang semuanya tergantung dari selera risiko (risk

apetite) manajemen.

Khususnya untuk pembangkit yang dimiliki IPP, Kulkarni et.al (2013)

meneliti pembangkit IPP di India. Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa

kebijakan alih daya O&M dipandang cukup menguntungkan. Diantaranya sebagai

berikut :

1. Keterbatasan Pengalaman Sebelumnya

Fase awal pengoperasian pembangkit memiliki risiko yang besar terkait

keandalan dan efisiensi. Disamping karena karakteristik peralatan yang

mengalami fase infant mortality, trend ini akibat keterbatasan kompetensi

terkait O&M. Seperti diketahui, latar belakang IPP tidak selalu dari

perusahaan pembangkit listrik. Dari total IPP di India, sekitar 65% memiliki

pengalaman mengelola pembangkit tidak lebih 25 tahun.

2. Sedikitnya Ketersediaan Sumber Daya Manusia

SDM yang berpengalaman di sektor ketenagalistrikan tidak banyak.

Data Central Electricity Authority (CEA) menjelaskan jumlah tenaga kerja di

bidang kelistrikan di India menurun 33 % dari periode 1997-2002 sampai

2007-2012. Adapun ahli di bidang commissioning tercatat hanya sekitar

27.000 orang selama periode 2012-2017. Hal ini menyebabkan alihdaya

O&M menjadi opsi yang cukup menguntungkan.

Page 43: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

23

3. Antisipasi Keterlambatan Pre-Commisionning dan Commisionning

Aktivitas commisionning membutuhkan keahlian yang tinggi, dimana

hal ini berpotensi menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan.

Pekerjaan commissioning sangat tepat jika diserahkan kepada perusahaan

yang kompeten dan mengkhususkan bisnisnya dalam bidang tersebut.

Kulkarni, et.al (2013) juga menjelaskan beberapa model alih daya yang

dibedakan berdasar ruang lingkup pekerjaannya. Ada empat model yang dia

jelaskan, yaitu : (1) Mantenance outsourcing, (2) Basic O&M outsourcing, (3)

Enhanced O&M outsourcing, dan (4) 100% outsourcing including capital spares.

Dijelaskan pula ruang lingkup pekerjaan dan kewenangannya yang dibedakan

antara fungsi asset owner dan asset operator. Secara lebih jelas, model alih daya

yang dikemukakan Kulkarni, et.al (2013) dijelaskan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Model Outsourcing Berdasar Lingkup Pekerjaan (Kulkarni, 2013)

Di Indonesia, pemerintah memberikan payung legal bagi alih daya, yang

diterjemahkan sebagai menyerahkan sebagian pekerjaan kepada pihak lain.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No 19 tahun

Page 44: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

24

2012 pasal 3 (2) menjelaskan syarat penyerahan pekerjan ke perusahaan lain, antara

lain :

a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun

kegiatan pelaksanaan pekerjaan;

b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi

pekerjaan, dimaksudkwan untuk memberi penjelasan tentang cara

melaksanakan pekerjaan agar seuai dengan standar yang ditetapkan oleh

perusahaan pemberi pekerjan;

c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan artinya

kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar

pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegatan proses pelaksanaan

pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai

peraturan perundang-undangan; dan

d. tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan tersebut

merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan

pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana

mestinya.

Menindaklanjuti Peraturan Menteri tersebut, Asosiasi Perusahaan

Penyedia Listrik Nasional (Appelin) menetapkan alur proses pelaksanaan pekerjaan

usaha ketenagalistrikan. Sebagaimana dijelaskan pada Gambar 2.10, diagram alur

kegiatan proses pelaksanaan pekejaan, dikelompokkan menjadi : usaha penyediaan

tenaga listrik, usaha pendukung penyediaan tenaga listrik, dan fungsi pendukung.

Untuk kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik dibagi lagi menjadi unit

pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan. Hal ini telah banyak dijelaskan

pada bab sebelumnya. Untuk pembangkitan dibagi lagi menjadi aktivitas

perencanaan pembangkitan, pengelolaan energi primer, pengoperasian dan

pemeliharaan pembangkit, dan niaga listrik.

Page 45: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

25

Gambar 2.10 Alur Kegiatan Proses Pelaksanaan Pekerjaan Usaha Ketenagalistrikan

(Appelin, 2013)

Direksi PJB juga meluncurkan Surat Keputusan (SK) No

089.K/010/DIR/2013 mengenai Alur Proses Pelaksanaan Pekerjaan sebagai

pedoman teknis pelaksanaan alih daya pengelolaan pembangkit listrik. Pada SK

tersebut dikenalkan beberapa definisi sebagai berikut :

Asset owner adalah pemilik aset yang secara penuh memiliki hak untuk

mengelola aset dan menentukan kebijakan pengelolaan aset

Asset manager adalah organisasi yang berfungsi untuk melaksanakan

perenanaan dan penetapan kriteria aset, serta menetapkan kerangka acuan

kerja dan menentukan rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kebijakan

pengelolaan aset

Aset operator adalah organisasi yang melaksanakan pengoperasian dan

pemeliharaan aset serta melaksanakan set up, implementasi dan pengelolaan

sistem informasi terpadu sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang

ditetapkan oleh asset manager

Pekerjaan utama adalah semua jenis pekerjaan yang dilaksanakan secara

berkesinambungan, yang dilaksanakan sendiri oleh Perusahaan (PJB)

Page 46: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

26

Pekerjaan penunjang adalah semua jenis pekerjaan yang dilaksanakan secara

berkesinambungan, diserahkan Perusahaan (PJB) kepada perusahaan lain

Lebih lanjut, SK tersebut menjelaskan kewenangan PJB untuk aset yang

dimiliki sendiri adalah sebagai asset owner-asset manager-asset operator. Adapun

terkait aset yang dimiliki PLN atau perusahaan pembangkit lain (IPP), peran PJB

sebatas Asset Manager-Aset Operator. Alur proses bisnis sebagai asset owner-asset

manager-asset operator dijelaskan pada Gambar 2.11. Sedangkan alur proses bisnis

sebagai asset manager-asset operator dijelaskan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.11 Alur Proses Bisnis Sebagai Asset Owner-Asset Manager-Asset

Operator (PJB, 2013).

Page 47: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

27

Gambar 2.12 Alur Proses Bisnis Sebagai Asset Manager-Asset Operator (PJB,

2013).

Model dalam tesis ini akan mengadopsi model yang dikemukakan oleh

Kulkarni, et. al (2013) disesuaikan dengan alur proses bisnis sesuai SK Direksi No

089.K/010/DIR/2013.

2.4. Penelitian Terdahulu

Mercer (2009) melakukan penelitian mengenai evaluasi keputusan

outsourcing untuk jasa Operation and Maintenance (O&M) pembangkit listrik.

Terdapat beberapa alternatif dalam pengelolaan O&M pembangkit yang dioptimasi

dalam penelitian tersebut, yaitu : (1) semua scope pekerjaan dilakukan internal, (2)

outsourcing untuk configuration maintenance dan major maintenance, (3)

outsourcing untuk configuration maintenance, major maintenance, dan operation

support, (4) semua jenis pemeliharaan dan operational support, (5) full operation

and maintenance. Dalam pengambilan keputusan dipergunakan metode Analytical

Hierarchy Process (AHP).

Kriteria yang dipergunakan dalam proses pengambilan keputusan adalah

life cycle cost, pengaruh reliability dan availability, aspek kualitas, unjuk kerja

LK3, dan overhead dan biaya transaksi. Penentuan nilai dalam AHP dilakukan

melalui Delphi Technique dengan mewawancarai responden yang dipandang

Page 48: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

28

mumpuni. Kemudian dilakukan pairwise comparison sehingga diperoleh nilai yang

konsisten. Untuk memastikan keputusan benar, dilakukan uji sensitivitas dan

pembandingan dengan data real dari pembangkit.

AHP merupakan teknik yang cukup sederhana dalam pengambilan

keputusan. Metode ini cukup mumpuni dalam mengkalkulasi aspek yang bersifat

tangible dan intangible. Kendati demikian, banyak pihak mengkritisi AHP sebagai

tool pengambilan keputusan. Hartwitch (1999) mengatakan bahwa AHP tidak

memberikan panduan baku mengenai struktur permasalahan yang harus

diselesaikan. Teknik ini juga memiliki kendala terkait pembentukan hierarki,

kriteria, alternatif, dan mekanisme agregasi pendapat, terlebih jika diantara para ahli

terkendala jarak geografis dan waktu.

Karena AHP bersumber dari keahlian seseorang, maka keputusan dari

AHP berisiko cacat jika ahli yang menjadi nara sumber tersebut salah dalam

memberikan pertimbangan. AHP tidak mengijinkan perubahan keputusan di tengah

jalan, harus diulang lagi dari awal. Disamping itu, AHP hanya berupa model

matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas

kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk (Hartwitch, 1999).

Penelitian yang dilakukan Mercer (2009) menyimpulkan bahwa jumlah

jasa yang dialihdayakan sangat bergantung dengan jenis dan strategi yang

dipergunakan. Jika generalisasi dapat dibuat, tidak ada satu model yang dipakai

pada seluruh paket jasa O&M. Setiap perusahaan hendaknya melakukan evaluasi

plant asset management berdasar kompetensi mereka, kekuatan, dan strategi

perusahaan.

Pemodelan pemilihan strategi O&M yang benar seharusnya fungsi waktu.

Kontrak Power Purchase Agreement (PPA) maupun kontrak jasa O&M biasanya

berlangsung untuk waktu yang lama. Perubahan-perubahan sangat mungkin terjadi

pada masa yang akan datang. Metode AHP tidak bisa menjawab perubahan kondisi

pada time frame yang panjang. Penelitian mengenai pembangkitan tenaga listrik

pada short atau medium-term model sudah banyak dilakukan (Sanchez, et al., 2012)

namun longterm model masih menjadi area yang belum banyak dieksplorasi

(Kagiannas et al., 2004).

Page 49: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

29

Sontamino (2014) melakukan penelitian mengenai decision support

system (DSS) konsumsi batu bara untuk bahan bakar Krabi Coal Power Plant,

sebuah pembangkit 800 MW di Thailand. Permasalahan yang diangkat Sontamino

adalah apakah sebaiknya Krabi menggunakan batu bara dari tambang Mae Moh

Lignite, yang berada di dekat lokasi pembangkit, atau harus mengimpor dari negara

lain. Hal ini terkait ketersediaan batu bara dalam jangka waktu 30 tahun, termasuk

potensi fluktuasi bisnis dan isu lingkungan pada masa yang akan datang. Pada

penelitian tersebut, digunakan metode Sistem Dinamik untuk menganalisis perilaku

beberapa variabel tersebut selama 30 tahun ke depan. Opsi yang memberikan Net

Present Value (NPV), Net Cash Flow (NCF), Pay Back Period, dan Internal Rate

of Return (IRR) dipilih sebagai solusi untuk menjawab permasalahan.

2.5. Pemodelan Sistem Dinamik

Sistem dinamik adalah pemodelan simulasi komputer untuk memahami

dan mengelola sistem umpan balik yang kompleks seperti pada bisnis dan sistem

sosial yang lain. Ada pula yang menerjemahkan sistem dinamik sebagai sebuah

pendekatan untuk memahami perilaku sistem yang kompleks berdasar fungsi

waktu. Hal ini terkait dengan siklus sistem umpan balik internal maupun waktu

tunda yang mempengaruhi perilaku sistem secara keseluruhan. Sontamino (2014)

mendefinisikan sistem dinamik sebagai metodologi dan teknis pemodelan

matematis untuk memetakan, memahami, dan mendiskusikan isu dan permasalahan

yang kompleks.

Sistem dinamik dikembangkan oleh Prof. Jay W Forreseter dari

Massachusetts Institute of Technology (MIT). Awalnya, sistem dinamik digunakan

dalam manajemen dan engineering science namun secara perlahan berkembang

menjadi tool untuk analisis sosial, ekonomi, fisika, kimia, biologi, dan sistem

ekologi (Martin, 1999).

Model sistem dinamik mencakup seperangkat metode konseptual dan

numerik yang digunakan untuk memahami struktur dan perilaku sistem yang

kompleks. Sebuah model sistem dinamik merupakan hubungan kausal, loop umpan

balik, dan penundaan/penghambat yang diperkirakan menghasilkan perilaku

sistem. Metodologi sistem dinamik memiliki empat prinsip utama, yaitu teori

Page 50: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

30

kontrol umpan balik, proses pengambilan keputusan, penggunaan model

matematika untuk mensimulasikan proses yang kompleks, dan penggunaan

teknologi berbasis komputer untuk mengembangkan model simulasi (ElSawah et.

al., 2012).

Pemodelan sistem dinamik tidak hanya sederhana tetapi juga kuat karena

ide sederhana dapat dikombinasikan menjadi model sistem yang kompleks dan

proses. Selain itu, pemodelan sangat berguna untuk membuat integrasi pemodelan

menjadi sederhana. Pemodelan bersifat alami karena ide-ide sederhana di balik

sistem dinamik sesuai dengan bentuk dasar pemikiran manusia. Permodelan sistem

dinamik dapat membantu manusia untuk melihat sistem secara keseluruhan.

Permodelan dapat diterapkan dalam prototipe aplikasi kehidupan nyata yang

kompleks dari ilmu pengetahuan dan rekayasa (Fuchs, 2006).

Untuk membangun pemodelan sistem dinamik, peneliti harus

mengidentifikasi masalah dan mengembangkan hipotesis dinamik yang

menjelaskan rumusan masalah. Simulasi berjalan dalam model dinamika sistem

diatur sepenuhnya oleh berlalunya waktu. Analisis time series simulasi tersebut

mengambil sejumlah langkah simulasi sepanjang jangka waktu untuk memperbarui

status variabel sistem yang menjadi perhatian sebagai akibat kegiatan sistem

(Dyson dan Chang, 2005).

Terkait sistem dinamik, Forrester (1961) menjelaskan sebuah framework

sebagai pola pikir dasar dalam mengembangkan sistem dinamik, yang dia sebut

sebagai system structure.

Gambar 2.13 Framework untuk Struktur Sistem Forrester (Forrester, 1961)

Page 51: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

31

Framework ini dimulai dari closed boundary. Closed (tertutup) ini tidak

merujuk pada makna buka/tutup pada umumnya, namun lebih bagaimana berusaha

memandang sistem sebagai causally closed. Tujuan model adalah bagaimana

mengumpulkan struktur formal oleh dia sendiri. Tanpa adanya penjelasan dari luar

(exogenous), dapat mereproduksi karakter penting permasalahan dinamis. Untuk

itu, perlu diidentifikasi feedback loops yang menunjukkan hubungan sebab akibat

antar parameter. Level dan rate menjelaskan kuantifikasi dari feedback loop.

Setelah semua analisis dilakukan, maka dapat diketahui tujuan, kondisi

terobservasi, perbedaan yang terjadi, dan langkah yang harus diambil.

Secara matematis, struktur dasar sistem dinamik menggunakan simulasi

komputer adalah pasangan sistem, non linear, persamaan diferensial orde satu, dan

persamaan integral.

𝑑

𝑑𝑡𝑋(𝑡) = 𝑓(𝑋, 𝑃) (2.1)

dengan :

X : Vektor level (stok atau variabel keadaan)

P : Set parameter

f : Fungsi vector non linear

2.5.1 Causal Loop Diagram dan Stock&Flow Diagram

Metode sistem berpikir (thinking system) telah digunakan selama lebih dari

30 tahun (Forrester, 1961). Hal ini merupakan alat yang efektif untuk lebih

memahami manajemen kompleks skala besar. Sistem dinamik dirancang

berdasarkan sistem berpikir dengan metodologi mapan untuk mempelajari dan

mengelola sistem umpan balik yang kompleks. Perlu dibuat diagram lingkaran yang

unik, causal loop atau stock flow diagram, untuk mengaplikasikan model sistem

dinamik.

Analisis kausalitas adalah tahapan penting untuk mendapatkan model

sistem dinamik yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Causal Loop

Diagram (CLD) adalah perangkat penting untuk mendapatkan struktur umpan balik

sistem (Lansdowne, 1994). CLD dapat secara cepat menjelaskan hipotesis

Page 52: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

32

penyebab terbentuknya sistem dinamik dan menjelaskan mental model secara

individu maupun tim. Jika ternyata ada beberapa umpan balik penting yang menjadi

alasan terbentuknya masalah, maka CLD bisa menyampaikan umpan balik

(Zhaodong, 2014).

CLD terdiri atas banyak variabel dimana hubungan sebab akibat antar

variabel ditandai dengan tanda panah. Pada saat yang sama, loop sistem umpan

balik akan ditandai pada CLD. Pada panah diberikan tanda plus (+) atau minus (-)

sebagai informasi. Tanda plus (+) digunakan untuk menunjukkan hubungan

sebanding. Jika penyebab meningkat maka dampaknya meningkat, jika penyebab

turun maka dampaknya akan menurun juga. Sebaliknya, tanda minus (-) digunakan

untuk menunjukkan hubungan berbanding terbalik. Jika penyebab meningkat maka

dampaknya menurun, jika penyebab turun maka dampaknya akan meningkat

(Sontamino, 2008).

Pada dasarnya, konsep umpan balik merupakan inti metode sistem

dinamik. Diagram loop informasi umpan balik dan hubungan sirkulasi sebab akibat

adalah tool untuk konseptualisasi struktur sistem yang kompleks untuk

mengkomunikasikan ide berdasar model. Loop umpan balik terjadi jika sebuah

informasi melalui sebuah sistem dan kembali pada posisi semula, yang kemudia

berpotensi mempengaruhi pada aksi pada masa yang akan datang. Aksi ini bisa

memperkuat (reinforce) aksi sebelumnya, maka loop ini disebut positive loop atau

reinforcing feedback loop. Ada kemungkinan umpan balik ini berlawanan dengan

aksi sebelumnnya, maka loop ini disebut negative atau balancing feedback loop.

Tanda pada loop disebut polaritas. Balancing loop dapat memiliki karakteristik

yang bervariasi, diantaranya goal seeking, penyeimbang, maupun penstabil proses.

Gabungan reinforcing dan balancing feedback loop akan membentuk perilaku

sistem dinamik (Sontamino, 2014).

Gambar 2.13 merupakan contoh CLD sederhana yang mensimulasikan

optimasi penambahan kapasitas pembangkit listrik yang dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Pada gambar tersebut, hubungan antar faktor yang bersifat sebanding (tanda

+), tapi ada yang berbanding terbalik (tanda -). Reinforcing feedback loop

ditunjukkan pada loop nomor 1, 2, 5. Sedang balancing feedback loop ditunjukkan

pada nomor 3 dan 4 (Lopez, 2017).

Page 53: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

33

Gambar 2.14 Causal Loop Diagram Sederhana (Lopez, 2017)

Diagram causal loop digunakan untuk mengurangi kompleksitas sistem

dalam kajian dan sangat penting bagi perilaku keseluruhan sistem. Dalam hal ini,

causal loop diagram bermaksud untuk mengedepankan sebuah model konseptual

dari sistem dipelajari. Adapun Stock-flow Diagram biasanya dikembangkan

berdasarkan pada causal loop diagram dan divisualisasikan melalui perangkat

lunak profesional untuk simulasi kuantitatif dan analisis. Sebelum model yang

dibentuk dapat diadopsi untuk analisis kuantitatif, penting untuk membangun

kepercayaan di dalamnya. Oleh karena itu, serangkaian tes telah disarankan untuk

validasi model sistem dinamik (Coyle, 1996).

Setelah melalui tiga langkah pengujian, disepakati bahwa model dapat

diandalkan untuk analisis dasar, menjalankan simulasi dan analisis skenario.

Analisis simulasi untuk membantu memahami sistem apa adanya sedangkan

analisis skenario menawarkan wawasan ke alternatif pengelolaan yang berpotensi

akan memperbaiki perilaku sistem saat ini (Yuan, 2012).

Dengan pemodelan sistem dinamik, variabel-variabel berinteraksi pada

rentang waktu tertentu, bahkan termasuk ketika ada relasi yang bersifat non linear.

Page 54: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

34

Data perilaku dari model biasanya dibandingkan dengan perilaku ideal yang

dijadikan referensi. Metode ini dipandang efisien secara biaya dan waku mengingat

penelitian perilaku sistem yang kompleks susah untuk dilakukan. Sistem dinamik

mampu melakukan prediksi data yang bersifat diskret. Kendati demikian sistem

dinamik tidak bisa dimanfaatkan untuk melakukan prediksi pada waktu yang akan

datang (Sontamino, 2014).

Langkah untuk menyusun pemodelan sistem dinamik sebagaimana

dijelaskan Martinez (2001), nampak pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Tahapan Pemodelan Menggunakan Sistem Dinamik (Martinez,

2011)

Lebih detail, tahap pemodelan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Identikasi dan pendefinisan masalah

Klasifikasi sistem dimana kasus yang dinanalisis terjadi.

Penyusunan model berdasar klasifikasi tersebut dan mengeluarkan kasus

yang di luar klasifikasi.

Page 55: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

35

2. Konseptualisasi sistem

Penyusunan causal loop diagram, mengidentifikasi state variable / level,

identifikasi system boundary.

Menggambar struktur hipotesis dinamik sebagai causal-loop diagram

jika struktur stock-and-flow susah untuk dilakukan. Konsentrasi pertama

pada identifikasi hubungan utama dan loop utama.

Mengidentifikasi dan menggambar stock-flow-structure (resources,

costumer, produk/jasa) beserta pengaruh panah.

3. Formulasi model

Memilih struktur inti pada model dan mengembangkannya dan

diharapkan tidak terlalu menyimpang dari ide inti.

Menuliskan formulasi pada model. Perlu dimasukkan kondisi ekstrem

pada persamaan, apakah formula masih berfungsi. Jika model tidak bisa

berfungsi, perlu dilakukan modifikasi model.

4. Pengujian dan evaluasi model

Pada tahapan ini, hasil simulasi model dibandingkan dengan data dari

lapangan. Jika ditemukan deviasi maka model direview dan direvisi jika

diperlukan. Test dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu (1) structure test,

yaitu membandingkan struktur pada sistem dinamik dan sistem riil, (2)

behavior test, untuk memastikan perilaku model sesuai perilaku pada kondisi

riil (Forrester, et.al, 1961).

5. Implementasi model dan diseminasi

Jika model dinyatakan sudah valid, maka langkah selanjutnya adalah

mengimplementasikan model tersebut pada skala yang lebih besar atau pada

model sejenis.

6. Desain learning strategy / infrastruktur

Tahapan ini berfokus untuk pengembangan selanjutnya dan terkait dengan

infrastrukur terkait (Martinez, et.al, 2011).

Page 56: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

36

2.6. Penggunaan Sistem Dinamik untuk Pemodelan Pengelolaan Pembangkit

Listrik

Pendekatan sistem dinamik sangat bermanfaat untuk mengkonseptualisasi

sistem yang kompleks, yang melibatkan interaksi manusia dan faktor lain. Sistem

dinamik telah banyak digunakan dalam penelitian terkait pembangkit listrik beserta

peralatan pendukungnya. Mengingat metodenya yang fleksibel, penggunaan sistem

dinamik biasanya terkait operasional pembangkit yang dikaitkan aspek lain

misalnya kajian ekonomi ataupun sosial. Selain itu, sangat bermanfaat jika kajian

dalam time frame yang panjang (Chung, 1999).

Sistem dinamik dipergunakan untuk menganalisis dinamika reliability

(keandalan) dan risiko secara kuantitatif berdasar fungsi waktu pada Pembangkit

Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Korea Selatan. Penelitian ini mampu menentukan

Limiting Conditions for Operations (LCOs) pembangkit nuklir yang aman dan

berisiko rendah. Causal Loop Diagram (CLD) dipergunakan untuk

memperhitungkan impact (dampak). Adapun peningkatan frekuensi kegagalan, dari

hasil simulasi, sangat penting untuk menentukan probability (kemungkinan)

terjadinya risiko (Kang, 2004).

Menyusul kebijakan pemerintah China untuk memberikan insentif bagi

pengembangan pembangkit photovoltaic, Guo (2015) meneliti hubungan antara

beberapa variabel, baik di sisi ekonomi dan teknik dampak atas kebijakan tersebut

melalui pendekatan sistem dinamik. Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas

untuk menentukan faktor kunci yang paling mempengaruhi pengoperasioan

pembangkit photovoltaic yang paling efisien. Simulasi juga dilakukan untuk

menguji efektivitas investasi pada periode 2012-2032 yang nantinya digunakan

sebagai alat decision support system (DSS) bagi institusi pembuat keputusan terkait.

Park (2013) membuat pemodelan sistem dinamik untuk meneliti karakter

activated-sludge wastewater treatment plant di Korea Selatan. Studi dimaksudkan

untuk meneliti korelasi activated-slude return rate terhadap perubahan kualitas air

pada efluen dan efisiensi pengolahan. Dari model tersebut diketahui bahwa volume

aeration tank harus diperbesar untuk memenuhi persyaratan air efluen. Dimensi

aeration tank juga dihitung untuk laju alur activated-sludge return di bawah laju

alir maksimum sehingga tidak membutuhkan ekspansi aeration tank.

Page 57: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

37

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pemodelan untuk menentukan

keputusan jasa O&M pembangkit bersifat multi variabel yang berhubungan secara

simultan. Disamping itu diperlukan analisis yang dapat mengakomodasi time frame

yang panjang. Sistem dinamik dinilai sebagai metodologi yang mampu menjawab

kebutuhan tersebut.

Pemodelan dan simulasi banyak digunakan jika eksperimen pada sistem

nyata tidak mungkin dilakukan atau tidak praktis, misalkan karena (1) biaya

pembuatan prototype dan pengetesan memerlukan banyak biaya, (2) kerapuhan

sistem tidak memungkinkan dilakukan pengujian ekstensif, atau (3) waktu

pengujian pada pengujian yang sesungguhnya tidak praktis (AnyLogic, 2014).

Pemecahan masalah melalui pemodelan didasarkan pada abstraksi,

simplifikasi, kuantifikasi, dan analisis. Setiap metolodogi pemodelan yang berbeda

biasanya didasarkan asumsi tiap parameter yang berbeda.

Saat ini dikenal tiga metodologi pemodelan untuk penyelesaian masalah,

diantaranya, (1) System Dynamic (SD) modelling, (2) Discrete Event (DE)

modelling, dan (3) Agent Based (AB) modelling. Metode pertama dan kedua

masing-masing dikembangkan oleh Jay Forrester pada tahun 1950-an dan Geoffrey

Gordon pada tahun 1960-an. Keduanya bersifat top-down view. Adapun AB

modelling yang dikembangkan terakhir, menggunakan pendekatan bottom up

dimana pembuat model fokus pada perilaku obyek individual (AnyLogic, 2014)

Model sistem dinamik memandang masalah pada level abstraksi tinggi,

level gambaran besar, dan banyak digunaan untuk menyelesaikan masalah pada

tataran strategis. Model DE banyak digunakan pada level operasional dan teknis,

sedang AB lebih fleksibel digunakan di level manapun. Pemlihan ketiga metode

tersebut biasanya mengacu kriteria berikut :

Jika sistem terdiri atas data individu, lebih tepat menggunakan model AB

Jika sistem terdiri atas variabel kontinu yang kompleks, lebih tepat

menggunakan model SD

Jika sistem dapat dijelaskan menjadi sebuah proses, maka lebih sesuai

menggunakan model DE

Page 58: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

38

Bisnis O&M pembangkit melibatkan banyak variabel dimana masing-

masing berhubungan sebab-akibat secara simultan. Disamping itu, kontrak jasa

O&M berlaku untuk jangka waktu yang panjang sehingga model untuk

pengambilan keputusan harus memadai untuk mengakomodasi time frame yang

panjang. Dari pertimbangan tersebut, pemodelan dalam tesis ini menggunakan

Sistem Dinamik.

2.7. Aspek Reliability (Keandalan) Pembangkit Listrik

Reliability (keandalan) dapat diartikan sebagai kemungkinan suatu

peralatan dapat menjalankan fungsinya pada kondisi dan waktu tertentu. Hal ini

merupakan faktor penting pada manajemen aset karena semakin rendah keandalan,

suatu peralatan akan membutuhkan pemeliharaan yang tinggi (Dhillon, 2002).

Dhillon (2002) lebih lanjut menjelaskan bahwa pada analisis keandalan,

sering diasumsikan bahwa failure rate (laju kegagalan) peralatan adalah fungsi

waktu yang mengikuti pola seperti bathub. Pada Gambar 2.16, sebaran pola

kegagalan terbagi menjadi tiga area yaitu burn in period, useful life period, dan

wear out period. Pada burn in period, laju kegagalan menurun hingga akhirnya

stabil setelah masuk useful life period. Di fase kedua, kegagalan terjadi secara acak,

dimana sebagaian besar disebabkan oleh ketidaksesuaian batasan desain,

ketidakcocokan lingkungan, cacat yang tidak terdeteksi, human error, dan

kegagalan yang tidak bisa dihindari. Pada beberapa kasus, suatu kegagalan tidak

bisa dihindari meskipun preventive maintenance sudah dilakukan secara efektif.

Tahapan terakhir adalah wear out period dimana laju kegagalan mulai meningkat.

Diantaranya disebabkan oleh keausan karena waktu, ketidakcukupan atau

ketidaksesuaian preventive maintenance, berakhirnya usia teknis peralatan,

keausan karena gesekan, misalignment, korosi, creep, dan overhaul yang tidak

sesuai. Kegagalan pada wear out period dapat dikurangi signifikan dengan

peremajaan peralatan.

Page 59: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

39

Gambar 2.16 Bathub Failure Rate Curve (Dhillon, 2002)

Secara matematis, reliability dapat dinyatakan dengan persamaan :

𝑅(𝑡) = 1 − 𝐹(𝑡) = 1 − ∫ 𝑓(𝑡)𝑑𝑡𝑡

0 (2.2)

dengan :

R(t) : Reliability pada waktu t

F(t) : Cumulative distribution function

f(t) : Failure density function

𝑅(𝑡) = ∫ 𝑓(𝑡) 𝑑𝑡∞

𝑡 (2.3)

𝑅(𝑡) = ∫ 𝜆𝑒−𝜆𝑡 𝑑𝑡∞

𝑡= 𝑒−𝜆𝑡 (2.4)

dengan :

(t) : Laju kegagalan peralatan fungsi waktu

Mean Time To Failure (MTTF) adalah rerata waktu ketika sebuah peralatan

dalam kondisi andal. TTF dihitung dari selisih down time pada waktu t dengan up

time pada waktu t-1 untuk peratan yang sama. Secara matematis MTTF dinyatakan

dalam :

𝑀𝑇𝑇𝐹 = ∫ 𝑅(𝑡)𝑑𝑡∞

0 (2.5)

Dalam bentuk lain, MTTF dapat dinyatakan dalam persamaan :

Page 60: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

40

𝑀𝑇𝑇𝐹 = ∫ 𝑡𝑓(𝑡)𝑑𝑡∞

0 (2.6)

𝑀𝑇𝑇𝐹 = lim𝑠→0

𝑅(𝑠) (2.7)

dengan :

s : Variabel transformasi Laplace

R(s) : Transformasi Laplace untuk fungsi Reliability, R(t)

Untuk 𝑅(𝑡) = 𝑒−t maka dapat dinyatakan :

𝑀𝑇𝑇𝐹 = 1

(2.8)

Tabel 2.2 menjelaskan rekapitulasi formula untuk reliability, failure rate,

dan MTTF.

Tabel 2.2 Rangkuman Rumus untuk Menghitung Reliability, Failure Rate, dan

MTTF.

No Reliability Hazard Rate MTTF

1

𝑅(𝑡) = 1 − ∫ 𝑓(𝑡)𝑑𝑡

𝑡

0

𝜆(𝑡) =

𝑓(𝑡)

𝑅(𝑡) ∫ 𝑡𝑓(𝑡)𝑑𝑡

𝑡

2

𝑅(𝑡) = ∫ 𝑓(𝑡)𝑑𝑡

𝑡

𝜆(𝑡) = −

1

𝑅(𝑡)

𝑑𝑅(𝑡)

𝑑𝑡 ∫ 𝑅(𝑡)𝑑𝑡

0

3

𝑅(𝑡) = 𝑒𝑥𝑝 [− ∫ 𝜆(𝑡)𝑑𝑡

𝑡

0

] 𝜆(𝑡) =

𝑓(𝑡)

∫ 𝑓(𝑡)𝑑𝑡∞

𝑡

lim𝑠→0

𝑅(𝑠)

Sumber : Dhillon, 2002

Mean Time to Repair (MTTR) menyatakan waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan aktivitas pemeliharaan. MTTR dapat dinyatakan dengan persamaan

:

𝑀𝑇𝑇𝑅 = (∑ 𝜆𝑖𝐶𝑀𝑇𝑖𝑘𝑖=1 )/ ∑ 𝜆𝑖

𝑘𝑖=1 (2.9)

dengan :

k : Jumlah part

: Failure rate part I, untuk i = 1, 2, 3, …., k

Page 61: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

41

CMTi : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan aktivitas

corrective maintenance pada part ke i = 1, 2, 3, …., k

Repair rate yaitu waktu yang dibutuhakn untuk menyelesaikan suatu

aktivitas pemeliharaan. Pada sebagaian besar literatur, disebutkan bahwa repair

rate (µ) mengikuti distribusi eksponensial. Maka dapat dinayatakan :

µ = 1 / MTTR (2.10)

Availability (ketersedian) adalah kemungkinan sebuah peralatan siap

beroperasi saat dibutuhkan. Secara matermatis, availability dinyatakan dengan

persamaan :

𝐴𝑚(𝑡) = 𝑃0(𝑡) =𝜇𝑚

(𝜆𝑚+𝜇𝑚)+

𝜆𝑚

(𝜆𝑚+𝜇𝑚)𝑒−(𝜆𝑚+𝜇𝑚)𝑡 (2.11)

Sedang unavailability (ketidaksiapan) dinyatakan dalam :

𝑈𝐴𝑚(𝑡) = 𝑃1(𝑡) =𝜆𝑚

(𝜆𝑚+𝜇𝑚)+

𝜆𝑚

(𝜆𝑚+𝜇𝑚)𝑒−(𝜆𝑚+𝜇𝑚)𝑡 (2.12)

dengan :

Am (t) : Availabiliy sistem m pada waktu t

UAm (t) : Unavailabiliy sistem m pada waktu t

m : Failure rate sistem m

µm : Repair rate sistem m

t : Waktu

Jika nilai t besar, maka persamaan 2.11 dan 2.12 dapat diubah menjadi :

𝐴𝑚 =𝜇𝑚

𝜆𝑚+𝜇𝑚 (2.13)

dan

𝑈𝐴𝑚 =𝜆𝑚

𝜆𝑚+𝜇𝑚 (2.14)

Karena m = 1/MTTFm dan µm = 1/MTTRm, persamaan 2.13 dan 2.14 dapat

dinyatakan dengan :

𝐴 =𝑀𝑇𝑇𝐹𝑚

𝑀𝑇𝑇𝐹𝑚+𝑀𝑇𝑇𝑅𝑚 (2.15)

Page 62: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

42

𝑈𝐴𝑚 =𝑀𝑇𝑇𝑅𝑚

𝑀𝑇𝑇𝐹𝑚+𝑀𝑇𝑇𝑅𝑚 (2.16)

3.2.3.1. Reliability Network

Beberapa equipment akan saling berhubungan secara fungsional

membentuk sistem, dimana keandalan sistem akan sangat ditentukan oleh

keandalan masing-masing equipment penyusunannya. Diantara sistem reliability

network yang banyak dipakai pembangkit adalah hubungan serial, hubungan

paralel, hubungan m-n, dan hubungan stand by. Keempat network tersebut akan

dijelaskan lebih detail sebagai berikut :

a. Sistem Hubungan Serial

Gambar 2.17 menjelaskan block diagram sistem hubungan serial. Pada

sistem tersebut terdapat k equipment yang secara fungsional terhubung

serial. Artinya equipment ke-k tidak akan berfungsi jika equipment < k

mengalami kegagalan.

Gambar 2.17 Sistem Hubungan Serial (Dhillon, 2002)

Pada konfigurasi di atas, reliability sistem serial dapat dinyatakan dengan :

Rs = R1R2R3 .. Rk (2.17)

Dengan Rj adalah keandalan unit j untuk j = 1, 2, 3, ….. k.

Pada failure rate j pada unit j konstan, maka persamaan 2.30 dapat diubah

menjadi :

𝑅𝑠(𝑡) = 𝑒− ∑ 𝜆𝑗𝑡𝑘𝑗=1 (2.18)

Sedang MTTF dapat dirumuskan :

Page 63: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

43

𝑀𝑇𝑇𝐹𝑠 = ∫ 𝑒− ∑ 𝜆𝑗𝑡𝑘𝑗=1 𝑑𝑡

0

=1

∑ 𝜆𝑗𝑡𝑘𝑗=1

(2.19)

b. Sistem Hubungan Paralel

Block diagram sistem hubungan paralel dapat dijelaskan pada Gambar 2.18

yang menunjukkan k equipment yang terhubung paralel, dimana kegagalan

sistem hanya terjadi jika semua equipment penyusunnya gagal.

Gambar 2.18 Sistem Hubungan Paralel (Dhillon, 2002)

Kendalan pada sistem paralel (Rps) dapat dinyatakan dengan :

𝑅𝑝𝑠 = 1 − 𝐹𝑝𝑠

= 1 − 𝐹1𝐹2 … … . 𝐹𝑘 (2.20)

Dengan Fj adalah kemungkinan terjadinya kegagalan pada j equipement, j =

1, 2, 3, …, k

Pada failure rate j pada unit j konstan, maka persamaan 3.27 dapat diubah

menjadi :

𝑅𝑝𝑠(𝑡) = 1 − (1 − 𝑒−𝜆1𝑡)(1 − 𝑒−𝜆2𝑡) … … (1 − 𝑒−𝜆𝑘𝑡) (2.21)

Sedang MTTF dapat dirumuskan :

Page 64: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

44

𝑀𝑇𝑇𝐹𝑝𝑠 = ∫ [1 − (1 − 𝑒−𝜆𝑡)𝑘

] 𝑑𝑡

0

=1

𝜆∑

1

𝑗

𝑘

𝑗=1

(2.22)

c. Sistem Hubungan m-n

Hubungan ini berlaku jika terdapat n peralatan, setidaknya harus ada m

peralatan yang beroperasi. Pada PLTU, hubungan ini berlaku pada Boiler

Feed Pump (BFP) maupun coal mill. Reliability sistem m-n pada failure rate

() konstan dapat dituliskan sebagai berikut :

𝑅𝑚𝑛⁄ (𝑡) = ∑ (

𝑛𝑗 ) 𝑒−𝑗𝜆𝑡(1 − 𝑒−𝜆𝑡)

𝑛−𝑗𝑛

𝑗=𝑚

(2.23)

𝑀𝑇𝑇𝐹𝑚𝑛⁄ = ∫ [∑ (

𝑛𝑗 ) 𝑒−𝑗𝜆𝑡(1 − 𝑒−𝜆𝑡)

𝑛−𝑗𝑛𝑗=𝑚 ] 𝑑𝑡 =

1

𝜆∑

1

𝑗

𝑛𝑗=𝑚 (2.24)

0

d. Sistem Hubungan Stand by

Sistem stand by banyak ditemui di pembangkit khususnya untuk sistem

redundant. Secara sederhana, sistem stand by dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 2.19 Sistem Hubungan Stand By (Dhillon, 2002)

sistem stand by, dimana berlaku persamaan :

𝑅𝑆𝐵(𝑡) = ∑ [[∫ 𝜆(𝑡)𝑑𝑡𝑡

0

]

𝑗

𝑒− ∫ 𝜆(𝑡)𝑑𝑡𝑡

0 ] /𝑗!

𝐾

𝑗=0

(2.25)

Page 65: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

45

𝑅𝑠𝑏(𝑡) = ∑(𝜆𝑡)𝑗𝑒−𝜆𝑡

𝑗! (2.26)

𝑘

𝑗=0

𝑀𝑇𝑇𝐹𝑠𝑏 = ∫ [∑(𝜆𝑡)𝑗𝑒−𝜆𝑡/𝑗!

𝐾

𝑗=0

] 𝑑𝑡 = 𝐾 + 1

𝜆 (2.27)

0

dengan :

R : keandalan/probability of reliable

K : jumlah peralatan yang stand by

λ : failure rate

MTTF : Mean Time to Failure

Persamaan di berlaku bagi peralatan yang identik dan memiliki failure rate

(λ) yang konstan.

Aspek reliability di pembangkit listrik memegang peranan sangat krusial.

Reliability memberikan informasi yang bersifat probabilitas atas keberhasilan

pembangkit menjalankan fungsi bisnisnya. Mengingat reliability adalah fungsi

waktu, keandalan peralatan pada beberapa tahun ke depan dapat diprediksi. Begitu

juga dengan parameter yang berhubungan dengan reliability, misalnya biaya

pemeliharaan. Dalam tesis ini, reliability dimodelkan tersendiri melalui software

Minitab dimana formula hasil simulasi (kendalan fungsi waktu) dimasukkan ke

dalam model sistem dinamik.

2.8. Tata Niaga Pembangkit Listrik di Indonesia

Dalam bisnis pembangkitan tenaga listrik, dikenal dua model transaksi

yaitu transaksi berbasis kapasitas dan energi dan transaksi berbasis energi. Dua

model tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Transaksi Berbasis Kapasitas dan Energi

Pada model ini transaksi pembayaran berdasarkan kapasitas yang dapat

disediakan dan produksi energi. Tarif ditetapkan per komponen

pembayaran, yaitu komponen A, B, C, D, dan pembayaran tambahan

(ancillary services). Komponen A dan B merupakan biaya tetap sedangkan

komponen C dan D merupakan biaya variabel. Model ini diaplikasikan

Page 66: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

46

untuk pembangkit berkapasitas tetap (firm capacity), sepertu PLTU,

PLTG/U, dan PLTA besar.

2. Transaksi Berbasis Energi

Berbeda dengan yang pertama, transaksi pada model ini berdasarkan

besarnya energi yang dikirim (delivered). Semua komponen biaya

dinyatakan dengan tariff curah dan single tarif (Rp/kWh atau USD/kWh)

dan biasanya ada klausul take or pay (TOP). Model ini umum diplikasikan

untuk pembangkit berkapasitas tidak tetap (non firm capacity) dan

pembangkit energi terbarukan seperti PLTA run off river, PLTP, atau excess

power.

Pemodelan dalam tesis ini menggunakan transaksi berbasis kapasitas dan

energi karena sampel model yang digunakan adalah PLTU batu bara dengan

kapasitas 600 MW. Rincian tiap komponen tarif dapat dijelaskan sebagai berikut :

Komponen A, terdiri atas :

a. Pembayaran pokok hutang

b. Pembayaran bunga hutang

c. Pembayaran pajak

d. Amortisasi terhadap ekuitas

e. Pendapatan atas ekuitas

Pembayaran komponen A dihitung dengan formula :

𝐴𝑚 = 𝐷𝑀𝑁 𝑥 𝐸𝐴𝐹 𝑥 𝑃ℎ𝑚

𝑃ℎ𝑎 𝑥 𝐻𝑘𝑎𝑝 𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿 (2.28)

dengan :

Am : Jumlah pembayaran komponen A pada satu periode

penagihan bulanan

DMN : Daya Mampu Netto (kW)

EAF : Faktor kesiapan unit pembangkit (%)

Phm : Jumlah hari dalam bulan penagihan

Pha : Jumlah hari dalam 1 tahun (365 atau 366 hari)

H kap

total

: Tarif komponen A, merupakan penjumlahan H kap local

dan H kap foreign (Rp/kW.tahun), yang nilainya

ditentukan dalam PPA.

Page 67: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

47

Jika EAF realisasi > EAF declare maka berlaku

𝐸𝐴𝐹 = 𝐸𝐴𝐹𝑟𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 +1

2(𝐸𝐴𝐹𝑟𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 − 𝐸𝐴𝐹𝑑𝑒𝑐𝑙𝑎𝑟𝑒) (2.29)

Deklarasi EAF dilakukan bulanan

Komponen B, terdiri atas :

a. Biaya pemeliharaan

b. Biaya kepegawaian

c. Biaya administrasi dan umum

d. Asuransi aset pembangkit

Pembayaran komponen B dihitung dengan formula :

𝐵𝑚 = 𝐷𝑀𝑁 𝑥 𝐸𝐴𝐹 𝑥 𝑃ℎ𝑚

𝑃ℎ𝑎 𝑥 𝐻𝑓𝑖𝑥 𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿 (2.30)

dengan :

Bm : Jumlah pembayaran komponen B pada satu periode

penagihan bulanan

DMN : Daya Mampu Netto (kW)

EAF : Faktor kesiapan unit pembangkit (%)

Phm : Jumlah hari dalam bulan penagihan

Pha : Jumlah hari dalam 1 tahun (365 atau 366 hari)

H kap

total

: Tarif komponen B, merupakan penjumlahan H fix local

dan H fix foreign (Rp/kW.tahun), yang nilainya

ditentukan dalam PPA

Jika EAF realisasi > EAF declare maka berlaku

𝐸𝐴𝐹 = 𝐸𝐴𝐹𝑟𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 (2.31)

Deklarasi EAF dilakukan bulanan

Komponen C, terdiri atas :

a. Biaya bahan bakar

b. Biaya pengelolaan waduk (untuk PLTA)

Pembayaran komponen C dihitung dengan formula :

Page 68: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

48

Cm = E x ( SHRw / HHV ) x HBB tertimbang (2.32)

dengan :

Cm : Jumlah pembayaran komponen C pada satu periode

penagihan bulanan

E : Jumlah Energi yang dikirimkan (kWh)

SHRw : Heat rate tertimbang berdasarkan logger (kCal/kWh)

HHV : Nilai Kalor Bahan Bakar (kCal/kg atau kCal/l atau

kCal/MMBTU)

HHB

tertimbang

: Harga Bahan Bakar tertimbang (Rp/kg atau Rp/l atau

Rp/MMBTU)

HHB tertimbang mengacu ketentuan berikut :

- Batu Bara : Harga tertimbang H-45 sd H-15 bulan penagihan

- Gas : Harga tertimbang berdasarkan pemakaian gas dan harga kontrak

- Minyak : Harga tertimbang berdasarkan pemakaian minyak

Untuk pembangkit yang dimiliki PLN, pengadaan bahan bakar dilakukan

oleh PLN sehingga komponen C bersifat pass trough.

Komponen D, terdiri atas :

a. Biaya pelumas

b. Biaya bahan kimia dan material consumable

c. Biaya tenaga kerja tidak tetap

Pembayaran komponen D dihitung dengan formula :

Dm = E x Hvar (2.33)

dengan :

Dm : Jumlah pembayaran komponen D pada satu periode

penagihan bulanan

E : Jumlah Energi yang dikirimkan (kWh)

Page 69: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

49

Hvar : Harga variabel operasi (Rp/kWh) yang nilainya

ditentukan dalam PPA

Pembayaran Tambahan (Ancillary Services)

Pembayaran tambahan pada transaksi tenaga listrik meliputi : (1)

pembayaran energi reaktif terbayar, (2) pembayaran black start, (3) pembayaran

start up, dan (4) pembayaran technical minimum load. Lebih lengkap, dapat

dijelaskan sebagai berikut :

Pembayaran Energi Reaktif Terbayar

Energi reaktif dibayar untuk mengkompensasi keandalan peralatan akibat

menyerap beban kapasitif jaringan. Energi reaktif dibayar jika power factor

(cos ) antara 0,85 sampai 0,95.

Gambar 2.20 Ilustrasi Transaksi terkait Energi Reaktif

Perhitungan setelmen (transaksi) energi reaktif mengacu persamaan berikut :

Untuk lagging (batasan cos = 0,85)

22/1

jam 1/2 )85.0(1)85.0(

- OutMVar Setelmen xMW

MVARjam (2.34)

Untuk leading (batasan cos = 0,95)

22/1

jam 1/2 )95.0(1)95.0(

- InMVar Setelmen xMW

MVARjam

(2.35)

Page 70: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

50

Pembayaran Black Start

Item ini untuk mengkompensasi energi yang dikirimkan selama 4 jam

pertama saat restorasi sistem tenaga listrik saat terjadi black out. Pembayaran

black start mengacu formula berikut :

𝑃𝐵𝑆 = ∑ 𝐸𝐵𝑆 𝑥 𝐻𝐵𝑆𝑡≤4𝑗𝑎𝑚𝑡=1 (2.36)

dengan :

PBS : Pembayaran kompensasi terhadap black start (Rupiah)

EBS : Energi yang dikirimkan oleh mesin pembangkit yang

mempunyai kemampuan black start saat restorasi dari

kondisi black out (kWh).

HEBS : Harga energi yang dinggap sebagai black start – ancillary

services dari suatu mesin pembangkit yang mempunyai

kemampuan black start (Rp/kWh).

HEBS dihitung dari harga energi rata-rata komponen C bulan berjalan, sedang

untuk PLTA menggunakan marginal price sesaat sebelum terjadi gangguan

sistem.

Karena yang menjadi objek pemodelan adalah PLTU batu bara 600 MW yang

tidak memiliki fasilitas black start, maka model tarif ini tidak digunakan.

Pembayaran Start Up

Apabila start up melebihi dari ketentuan yang tercantum dalam batas teknis

di PPA, yang disebabkan permintaan PLN, maka kelebihan start up akan

diberikan kompensasi, dengan formula sebagai berikut :

Pstup = (E x HE import) + (V BBM x H BBM) (2.37)

dengan :

Pstup : Pembayaran kompensasi start up (Rupiah)

E : Jumlah tenaga listrik yang dibutuhkan oleh

pembangkit listrik untuk melakukan satu kali start up

(kWh).

HE import : Harga energi yang harus dibayar oleh PLN kepada

pembangkit yang digunakan untuk satu kali start up

Page 71: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

51

yang besarnya sama dengan harga energi impor pada

setelmen bulanan untuk masing-masing entitas

(Rupiah).

V BBM : Volume bahan bakar BBM yang diperlukan oleh

pembangkit yang besarnya seperti tercantum dalam

PPA (liter untuk HSD dan MMBTU untuk gas).

H BBM : Harga bahan bakar BBM yang digunakan untuk satu

kali start up BBM yang digunakan pada setelmen

bulanan untuk masing-masing entitas (Rupiah).

Pada pemodelan, persamaan ini perlu diperhatikan. Jika jumlah start up di

atas yang dipersyaratkan, namun bukan atas perintah dispatcher, maka biaya

start up justru akan menjadi biaya O&M.

Pembayaran Technical Minimum Load

Pada titik-titik dimana unit pembangkit dibebani pada Technical Minimum

Load (TML), maka pembangkit akan dibayar sebagai bentuk kompensasi

efisiensi termal yang rendah. Pembayaran kompensasi TML mengacu

persamaan berikut :

𝑃𝑇𝑀𝐿 =1

2𝑥 ∑ 𝑓𝑆𝑡𝑥 [∑ 𝑆𝐻𝑅𝑇𝑀𝐿 − 𝑆𝐻𝑅𝑀𝐼𝑁

𝑛

𝑡=1

] 𝑥[𝐸𝑀𝐼𝑁

𝑛

𝑡=1

− 𝐸𝑇𝑀𝐿]𝑥[(𝑘𝐺𝐴𝑆𝑥𝐻𝐺𝐴𝑆𝑅𝑥𝐸𝑟𝑅/𝐻𝐻𝑉𝐺𝐴𝑆)

+ (𝑘𝐵𝐵𝑀𝑥𝐻𝐵𝐵𝑀𝑅/𝐻𝐻𝑉𝐵𝐵𝑀)] (2.38)

dengan :

PTML : Pembayaran kompensasi karena beroperasi pada

technical minimum load (Rupiah).

SHR TML : Nilai heat rate pada beban TML sesuai kesepakatan

heat rate pada PPA.

SHR MIN : Nilai heat rate pada nilai daya minimum sesuai

kesepakatan heat rate pada PPA.

HHV : Nilai Kalor Bahan Bakar (kCal/kg atau kCal/l atau

kCal/MMBTU).

Page 72: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

52

f St : Faktor status operasi, dimana f St = 1 bila Ei < E MIN.

E min : Beban minimum sesuai kesepakatan heat rate.

E TML Beban TML sesuai kesepakatan heat rate.

K GAS : Kesepakatan konstana komposisi energi gas yang

berupa perbandingan jumlah input kalor gas terhadap

total input kalor masing-masing entitas selama kurun

waktu tertentu (%).

H GASR : Harga rata-rata gas realisasi pemakaian dalam periode

penagihan (USD/MMBTU).

Er R : Besarnya nilai tukar Rupiah per 1 USD yang

digunakan pada bulan penagihan (Rp/USD)

HHV GAS : Asumsi nilai kalor kotor gas yang digunakan pada

harga penawaran yang disampaikan atau price cap

komponen C yang diberlakukan (kCal/MMBTU)

K BBM : Kesepakatan konstanta komposisi energi BBM yang

berupa perbandingan jumlah input kalor BBM

terhadap total input kalor masing-masing entitas

selama kurun waktu tertentu (%)

H BBMR : Harga bahan bakar BBM, baik HSD dan MFO

(termasuk biaya transpor) pada bulan penagihan

(Rp/liter)

HHV BBM : Asumsi nilai kalor kotor bahan bakar BBM, baik HSD

dan MFO yang digunakan pada harga penawaran yang

disampaikan atau price cap komponen C yang

diberlakukan (kCal/liter)

: 9.598 kCal/liter untuk MFO dan 9.095 kCal/liter untuk

HSD

2.9. Pemodelan Biaya Operasi dan Efisiensi Pembangkit Listrik

Pada bagian ini, diperlukan perhitungan untuk menentukan berapa jumlah

biaya yang diperlukan untuk penyediaan bahan bakar (batu bara). Hal ini perlu

Page 73: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

53

dianalisis mengingat biaya bahan bakar cukup dominan dari total biaya O&M.

Konsumsi bahan bakar sangat ditentukan oleh efisiensi termal, yang dinyatakan

dalam % atau heat rate.

Heat rate dapat diartikan sebagai satuan Btu/kWh (kJ/kWh) yang

menunjukkan jumlah panas yang diberikan kepada sistem dibagi jumlah energi

yang dibangkitkan oleh sistem (EPRI, 1998). Efisiensi termal sangat dipengaruhi

oleh faktor peralatan namun faktor kompetensi operator juga cukup menentukan,

tentang bagaimana mereka mengoperasikan pembangkit pada batasan operasi

paling efisien.

Secara umum, terdapat dua cara untuk menghitug heat rate yaitu

menggunakan metode input-output atau melalui perhitungan loss-output. Pada

metode input/output, perhitungan memanfaatkan pengukuran flow rate dan heating

value bahan bakar pada suatu kondisi operasi tertentu. Sedangkan pada metode loss

output dilakukan pengukuran panas yang hilang di peralatan untuk kemudian

dikurangkan dengan panas yang diberikan (EPRI, 1998). Hal tersebut didasarkan

pada neraca panas pada persamaan berikut :

M coal x HHV = QT – QA + LB – Pfm (2.39)

dengan :

QT : Kecepatan perpindahan panas pada

siklus PLTU

QA : Kecepatan perpinahan panas di

dalam air pre heater

Pm : Power pada fan dan mill

LB : Lossess pada boiler, termasuk di

dalamnya flue gas, unburned carbon, dan

panas sensible pada ash.

Secara lebih detail, komponen perhitungan heat rate dapat dijelaskan pada

fault tree diagram pada Gambar 2.21.

Page 74: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

54

Gambar 2.21 Fault Tree Diagram untuk Perhitungan Loss Output PLTU (Duke,

2006)

Pada tesis ini, heat rate dihitung menggunakan metode loss output dengan

mengasumsikan panas yang hilang pada masing-masing peralatan konstan. Adapun

harga batu bara dihitung dengan pendekatan statistik dari data batu bara di pasar.

2.10. Pemodelan Biaya Pemeliharaan Pembangkit berbasis Keandalan

Pada formulasi biaya pemeliharaan, difokuskan untuk menentukan biaya

masing-masing jenis pemeliharaan, baik material maupun jasa, yang nantinya

diagregasi menjadi total biaya pemeliharaan.

Corrective Maintenance Cost

Corrective Maintenance dapat didefinisikan sebagai tindakan

perbaikan karena terjadinya kerusakan atau defisiensi yang ditemukan selama

Preventive Maintenance, dimaksudkan untuk memperbaiki peralatan pada

kondisi operasi normalnya (Dhillon, 2002).

Lebih jauh, Dhillon (2002) memberikan formula untuk menghitung

pemeliharaan korektif sebagai berikut :

Page 75: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

55

𝐴𝐿𝐶𝑐𝑚 =(𝑀𝑇𝑇𝑅)(𝐴𝑆𝑂𝐻)(𝐿𝐶𝐻

𝑀𝑇𝐵𝐹 (2.40)

dengan :

ALCcm : Biaya tenaga kerja tahunan untuk Corrective

Maintenance (Rupiah)

ASOH : Service hours dalam waktu setahun (jam)

LCH : Tarif tenaga kerja untuk Corrective Maintenance per

jam (Rupiah)

MTTR : Mean Time to Repair (jam)

MTBF : Mean Time between Failure (jam)

Untuk biaya material bisa diestimasi rerata jenis part yang sering

mengalami failure, harga, dan MTBF-nya.

Kesuksesan eksekusi corrective maintenance juga dipengaruhi faktor

kompetensi teknisi. Tidak dapat dipungkiri bahwa human error susah

dihindari. Hal ini terkait erat dengan faktor kompetensi dan tingkat stress

teknisi. Untuk itu, human reliability perlu dikalkulasi. Dhillon (2002)

memberikan formula untuk menghitung human reliability sebagai berikut :

𝑀𝑇𝑇𝐻𝐸 = ∫ 𝑅ℎ𝑝 (𝑡)𝑑𝑡∞

0

= ∫ 𝑒𝑥𝑝 [− ∫ 𝜆ℎ(𝑡)𝑑𝑡𝑡

0] 𝑑𝑡

0 (2.41)

dimana MTTHE adalah mean time to human error.

Preventive Maintenance Cost

Preventive maintenance adalah perawatan dan servis oleh individu

yang terlibat dalam pemeliharaan untuk menjaga peralatan / fasilitas dalam

kondisi operasional yang memuaskan dengan menyediakan pemeriksaan

yang sistematis, deteksi, dan koreksi atas kegagalan dini sebelum terjadi

kegagalan yang lebih besar (Dhillon, 2002).

Cakupan pekerjaan preventive maintenance yang digunakan dalam

tesis ini mengacu pada standar best practices yang dirilis oleh EPRI. Pada

Page 76: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

56

standar tersebut memuat standar material, manhour, serta frekuensi

pemeliharaan pada masing-masing peralatan. Dari situ, dapat dihitung biaya

pemeliharaan pada setiap task yang kemudian diagregasi dalam periode

setahun.

Overhaul Cost

Diantara seluruh biaya pemeliharaan, overhaul paling mendominasi,

yaitu sekitar 70-80% karena melibatkan penggantian part utama.

Sebagaimana jenis pemeliharaan lainnya, biaya overhaul juga terdiri atas

biaya material dan jasa. Pada beberapa pembangkit, overhaul biasa

dialihdayakan melalui skema Longterm Part and Service Agreement

(LTPSA), namun tidak sedikit yang dikerjakan sendiri, baik melalui teknisi

internal pembangkit tersebut maupun oleh unit pemeliharaan. Seperti halnya

PJB yang memiliki Unit Pelayanan Pemeliharaan Wilayah Timur (UPHT)

dan Barat (UPHB).

Biaya overhaul dapat diprediksi berdasarkan siklus pemeliharaanya.

Spare part yang harus diganti biasanya juga disebutkan dalam manual book

sesuai siklus overhaul. Secara umum, siklus overhaul terbagi atas empat

siklus, dimana tiap siklus biasanya terdiri atas ; 2 tahun ( Untuk PLTGU), 4

tahun (untuk PLTU) dan 6 tahun (untuk PLTA).

Siklus tersebut didasarkan pada siklus equipment sebagaimana

dijelaskan pada Tabel 2.3 sebagai berikut :

Page 77: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

57

Tabel 2.3 Siklus Overhaul pada Beberapa Jenis Pembangkit (PJB Academy,

2013)

EOH : equivalent operating hour

2.11. Pemilihan Software untuk Pemodelan Sistem Dinamik

Saat ini banyak berkembang software untuk pemodelan sistem dinamik di

pasar. Bahkan beberapa software masih terus dikembangkan untuk meningkatkan

fiturnya dan menyelesaikan permasalahan yang tersisa (bug). Software yang paling

populer digunakan dan memiliki fasilitas mencukupi, digunakan dalam tesis ini.

Tabel 2.4 menjelaskan beberapa software untuk pemodelan sistem dinamik.

SI : Simple Inspection

ME : Medium Inspection

SE : Serius Inspection

AI : Annual Inspection

GI : General Inspection

MO : Major OH

CI : Combustion Inspection

TI : Turbine Inspection

MI : Major Inspection

8.000 OH

16.000 OH

32.000 OH

8.000 OH

20.000 OH

40.000 OH

8.000 EOH

16.000 EOH

32.000 EOH

TA : Type A Inspection

TB : Type B Inspection

TC : Type C Inspection

TO : Top OH

SO : Semi OH

MO : Major OH

6.000 EOH

12.000 EOH

24.000 EOH

3.000 OH

6.000 OH

12.000 OH

Page 78: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

58

Tabel 2.4 Daftar Software untuk Pemodelan Sistem Dinamik

Nama Lisensi Versi

Terakhir

Website Harga

(USD)*

Keterangan

AnyLogic Komersial 7.0 http://anylo

gic.com

Call Tidak ada versi trial.

Cocok untuk system

dynamic, dan discrete

event modelling

Dynamo Komersial, tapi

sudah tidak

didistribusikan

N/A N/A N/A

Powersim

Studio

Komersial

dengan free

trial

9.0 http://www.

powersim.c

om

2.457 Menyajikan fungsi

yang terbatas dengan

trial 6 bulan

Stella,

iThink

Hanya

komersial

10.0 http://isees

ystems.com

2.499

Vensim Komersial

dengan

layanan bebas

untuk personal

lisence &

education

(PLE)

7.2 http://vensi

m.com

1.995 Versi PLE tersedia

gratis untuk personal

dan akademisi

Sumber : Sontamino, 2014

Sontamino (2014) membandingkan kelima software tersebut dengan

melakukan rating melalui beberapa kriteria. Hasilnya ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 2.5 Perbandingan Lima Software Sistem Dinamik

Kriteria Vensim Powersim Stella/iThink Dynamo AnyLogic

Versi trial 5 4 0 0 0

Simulasi fungsi

support

4 4 4 3 5

Harga versi komersial 5 4 4 0 0

User interface 4 4 4 1 4

Struktur model 4 5 5 2 4

Popularitas 4 5 5 1 3

Keberlangsungan

pengembangan

5 5 5 0 5

Jumlah Nilai 31 31 27 7 21

Keterangan : 5=excellent, 4 = very good, 3 = good, 2 = fair, 1 = poor, 0 = not available

Sumber : Sontamino, 2014

Page 79: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

59

Dari perbandingan di atas nampak bahwa Vensim dan Powersim

mendapatkan nilai paling tinggi. Kedua software ini menawarkan versi trial dan

gratis untuk kepentingan personal dan pendidikan. Secara struktur model juga

mirip, bahkan Powersim lebih baik dari struktur Vensim. Namun versi trial

Powersim berbatas waktu (6 bulan), jumlah variabel dalam model terbatas, dan

terdapat pembatasan fitur yang lain. Sedangkan Vensim tidak mengenal

pembatasan waktu dan jumlah variabel, namun tetap ada pembatasan fungsi. Jika

dibandingkan secara harga, Vensim lebih murah. Disamping itu, Vensim juga lebih

populer (Sontamino, 2014). Berdasar pertimbangan di atas, tesis ini menggunakan

Vensim DSS versi 6.4E

Page 80: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

60

Halaman ini dibiarkan kosong

Page 81: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

61

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metodologi Penelitian

Tahapan penelitian dalam tesis ini sesuai block diagram pada Gambar 3.1.

Penelitian dimulai dengan pengembangan model sistem dinamik. Model yang

dibangun mengacu peta teknik/ekonomi proses bisnis pembangkitan yang

dikemukakan EPRI (Gambar 2.6). Kendati demikian, beberapa proses

disederhanakan dan disesuaikan dengan proses bisnis pembangkitan yang berlaku

di PLN. Fungsi obyektif pemodelan adalah untuk memaksimalkan keuntungan dan

tingkat keandalan (reliability) minimal yang harus dicapai, dimana parameter ini

biasa menjadi salah satu acuan keberterimaan dalam kontrak jasa O&M.

Mengingat, kontrak O&M biasanya berlaku dalam jangka waktu yang

panjang, maka keuntungan dinyatakan dalam nilai uang sekarang (net present

value, NPV). Mengacu ke siklus Life Cycle Cost (LCC), maka simulasi dibatasi

hanya untuk fase O&M. Adapun biaya yang timbul pada fase akuisisi di disposal

dikeluarkan karena menjadi tanggung jawab pemilik aset dan biasanya melibatkan

penyandang dana eksternal dengan model pembiayaan tersendiri. Pada tahap ini

digunakan formula-formula terkait tata niaga ketenagalistrikan, persamaan biaya

pembangkit, persamaan reliability, dan juga teori pemodelan sistem dinamik,

sebagai dasar simulasi.

Pada tahap pertama disusun Causal Loop Diagram (CLD) untuk

memetakan hubungan sebab akibat dari beberapa parameter, yang kemudian

diterjemahkan ke dalam stock and flow diagram untuk memudahkan dalam

formulasi. Formula yang ada lalu dimasukkan ke dalam model sehingga model siap

disimulasikan.

Page 82: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

62

Gambar 3.1 Block Diagram Metodologi Penelitian

Pada tahapan analisis variabel, ditentukan variabel-variabel yang

dibutuhkan dalam simulasi. Data diambil dari beberapa referensi, diantaranya

namun tidak terbatas pada : laporan rutin pembangkit, dokumen perusahaan, tata

niaga ketenagalistrikan, standar internasional, database teknologi informasi, data

eksternal, dan justifikasi expert.

START

Pengembangan Pemodelan Sistem

Dinamik

Analisis Variabel

Verifikasi Model

Kesimpulan dan rekomendasi

Laporan Rutin Pembangkit Dokumen Perusahaan Tata Niaga Ketenagalistrikan Standar Internasional Database Teknologi Informasi Data Eksternal Justifikasi Expert

Causal Loop Diagram Stock and Flow Diagram Pemodelan System Dinamik

Pemeriksaan logika Pemeriksaan struktur

model Pemeriksaan satuan model Pemeriksaan sensitivitas

model

Variabel pada Model Keandalan dan Ketersediaan

Variabel pada Model Biaya Operasi

Variabel pada Model Biaya Pemeliharaan

Variabel pada Model Biaya Pemeliharaan

Variabel exogenous

FINISH

Deviasi < acceptance

criteria

YA

TIDAK

Simulasi model

Pengembangan Model Reliability

Simulasi model reliability

Data Downtime dari CMMS

Reliability block diagram

Konstanta distribusi Weibull

Komparasi hasil simulasi dengan data riil

Analisis hasil penelitian

Data O&M PLTU Paiton 9 Data keuangan PLTU

Paiton 9

Mengembangkan simulasi untuk skenario

yang lain

Page 83: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

63

Variabel reliability fungsi waktu, R (t), diperoleh melalui simulasi

pemodelan. Data downtime disimulasikan melalui software Minitab setelah

Reliability Block Diagram (RBD) ditentukan. Reliability yang dimaksud, adalah

keandalan pada level plant (pembangkit) yang merupakan agregasi keandalan pada

level equipment (peralatan). Pada jangka waktu yang panjang, reliability pada level

plant biasanya dinyatakan dalam availability (ketersediaan).

Model diverifikasi melalui beberapa tahapan, diantaranya : pemeriksaan

logika, pemeriksaan struktur model, pemeriksaan satuan model, dan sensitivitas

model. Terkait uji sensitivitas, pada model diberikan data pada range yang lebar,

kemudian dievaluasi apakah model memberikan respon yang sensitif. Proses

verifikasi memanfaatkan fitur yang disediakan software Vensim.

Model kemudian disimulasi dengan basis perhitungan sesuai untuk PLTU

batu bara kapasitas 600 MW. Simulasi pertama, sebagai basis perhitungan

berikutnya, diasumsikan semua aktvitas O&M dikerjakan internal oleh pemilik

aset. Hasilnya lalu dibandingkan dengan riil data pembangkit dengan pola O&M

yang sama.

Pada penelitian ini digunakan data dari PLTU Paiton unit 9 (1 x 600 MW),

meliputi data O&M dan data keuangan. Pemilihan PLTU unit 9 didasari

pertimbangan bahwa rencana pengembangan pembangkit ke depan, didominasi

kelas pembangkit ≥ 600 MW baik dengan teknologi sub critical, super critical,

maupun ultra super critical (ESDM, 2016). Apabila hasil simulasi telah sesuai

dengan data riil (memenuhi acceptance criteria yang dipersyaratkan), maka model

dinyatakan valid. Namun jika tidak lolos, model harus direvisi kembali mengikuti

langkah-langkah sebelumya. Kendati divalidasi dengan data PLTU 600 MW, model

ini bersifat generic, yang nantinya tetap bisa diaplikasikan untuk pembangkit

lainnya.

Tahap selanjutnya dilakukan simulasi untuk beberapa opsi O&M

pembangkit, yaitu : (1) aktivitas O&M dialihdayakan untuk cakupan asset manager

dan asset operator, (2) aktivitas O&M dialihdayakan untuk cakupan asset operator

untuk seluruh aset pembangkit, dan (3) aktivitas O&M dialihdayakan untuk

cakupan asset operator hanya untuk balance of plant (peralatan pendukung) saja.

Page 84: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

64

Hasil penelitian dianalisis untuk menentukan opsi O&M yang memberikan

keuntungan finansial dan reliability tertinggi. Disamping itu dapat diketahui faktor

yang paling sensitif mempengaruhi pencapaian fungsi obyektif tersebut. Ke depan,

hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan manajemen PJB untuk menentukan metode

O&M yang paling menguntungkan sekaligus mengevaluasi proses O&M yang

sedang berjalan. Tahap penelitian selanjutnya, memungkinkan untuk dibuat

interface model untuk memudahkan pengguna umum dalam memanfaatkan hasil

penelitian sebagai decision support system penentuan metode O&M PLTU batu

bara yang paling tepat. Namun pembuatan interface model di luar cakupan tesis ini.

3.2. Causal Loop Diagram dan Stock&Flow Diagram

Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pengelolaan pembangkit dapat

dinyatakan sebagai Causal Loop Diagram (CLP) seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Causal Loop Diagram Proses Bisnis Pembangkit Listrik

Model ini dikembangkan berdasarkan framework RIAM dari EPRI dengan

penyesuaian sesuai proses bisnis pembangkitan di PLN. Net cash flow pembangkit

dipengaruhi oleh revenue dan life cycle cost. Semakin tinggi revenue maka net cash

flow akan meningkat pula. Sebaliknya life cycle cost berkontribusi negatif terhadap

Net Present Value

(NPV)

Availability

Planned Outage Unplanned Outage

Derating

Fuel Cost

Thermal Efficiency

Proactive

Maintenance Cost

Reactive

Maintenance Cost

Power Produced+

+

-

-- -

Reliability

-

-

+

+

+

Machine

+

+

Discount

Rate

PPARequire

ment

LoadDispatched

+

+

+

1 -

2 +

3 -

4 +

Fuel

Price

+

Maintenance

Project Budget +

Maintenance Cost

Life Cycle Cost

Revenue

Net Cash Flow

++

++

G&A ExpenseHR Cost

+

+ +Operation Cost

+

+

+

-

+

O&M

Management

+

+

+

HHV

-

Page 85: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

65

net cash flow. Maka untuk memaksimalkan net cash flow harus dengan

memaksimalkan revenue dan meminimalkan life cycle cost. Hal ini membentuk

balance feedback loop (1).

Pendapatan pengoperasian pembangkit berasal dari faktor availability

(kesiapan) dan energi yang dibangkitkan. Energi yang dibangkitkan juga sangat

dipengaruhi oleh faktor ketersediaan, persyaratan teknik dalam PPA, dan

permintaan pembebanan dari P2B. Availability merupakan faktor yang masih dalam

kontrol, tapi untuk pembebanan P2B dan PPA bersifat exogenous (di luar kontrol)

meskipun ada faktor bidding biaya bahan bakar juga.

Availability merupakan fungsi planned outage, unplanned outage, dan

derating. Dimana availability akan berkurang oleh tiga faktor tersebut. Disamping

itu, planned outage, unplanned outage, dan derating akan berimbas pada nilai

proactive maintenance cost dan reactive maintenance cost. Reliability yang tinggi

juga berdampak positif pada availability. Hubungan antara reliability, availability,

dan outage/derating membentuk reinforce feedback loop (4).

Dari beberapa faktor di atas, pengaruh reliability (keandalan) cukup

dominan terhadap beberapa faktor lain. Jika reliability tinggi, maka availability

akan naik, yang berujung pada peningkatan revenue. Di sisi lain, keandalan yang

tinggi akan menekan reactive maintenance cost, yang juga berkontribusi positif

pada net cash flow. Reliability tidak berdampak langsung ke faktor yang lain,

melainkan ada time delay. Reliability banyak dipengaruhi oleh jenis mesin yang

bersifat exogenous dan ada faktor manajemen pengelolaan (orang, metode,

peralatan, dll). Terkait kebijakan alihdaya, manajemen O&M yang dikelola secara

baik akan meningkatkan keandalan peralatan. Sebaliknya maintenance project

budget akan memperbaiki reliability dari sisi peralatan. Kondisi ini memberikan

reinforce feedback loop (2). Karena tesis ini tidak memvariasi jenis atau kelas

pembangkit, perubahan reliability terkait sifat alami peralatan di luar cakupan

penelitian.

Life cyle cost terdiri atas biaya bahan bakar, biaya pemeliharaan, biaya

SDM (HR cost) dan General-Administration Cost. Pengelompokan item biaya yang

disebut dalam CLD, diadaptasi dari mekanisme di PJB. Berdasarkan Laporan

Keuangan PJB Tahun 2016, komponen biaya terbesar adalah biaya bahan bakar

Page 86: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

66

(64%), depresiasi (14,16%), biaya pemeliharaan (12,73%), biaya kepegawaian

(5,69%), dan biaya administrasi (3,42%) (PJB, 2017).

Biaya bahan bakar ditentukan oleh efisiensi termal, harga bahan bakar, dan

juga energi yang diproduksi sebagai faktor pengali. Harga bahan bakar merupakan

faktor exogenous, adapun efisiensi masih dalam kontrol kontraktor O&M,

meskipun faktor peralatan tidak bisa dipisahkan dari analisis. Kondisi ini

memberikan balancing feedback loop (3).

Jika kondisi finansial perusahaan sehat, diindikasikan net cash flow yang

tinggi, maka perusahaan akan memiliki kemampuan belanja modal (investasi) yang

baik pula. Investasi ini terkait dengan proses peremajaan peralatan maupun retrofit,

yang tentu akan memperbaiki keandalan dan efisiensi.

Causal loop diagram pada Gambar 3.2 dapat dimodifikasi menjadi stock

and flow diagram untuk memudahkan dalam membuat pemodelan selanjutnya.

Stock and flow diagram proses bisnis pembangkit listrik dapat dijelaskan pada

Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Stock and Flow Diagram

Pada gambar di atas, ada tiga sistem stock and flow. Pertama adalah stock

net cash flow ditentukan inputan flow/rate revenue dan outputan life cycle cost rate.

Kedua, stock energi yang dibangkitkan ditentukan rate produksi. Dan yang ketiga,

Net Cash

FlowRevenue Rate Life Cycle Cost

Rate

HR Cost

G&A ExpenseMaintenance Cost

Operation Cost

Proactive

Maintenance Cost

Reactive

Maintenance Cost

AvailabilityReliability

Planned Outage Unplanned Outage Derating

Ancillary Services

Fuel Cost

Thermal Effciency

Fuel Price

Power

ProducedProduction Rate

PPA Requirement

Load Dispatch

Machine

Net PV

Discount Rate

O&M

Management

Investment Budget

<Investment

Budget>

<Availability>

Page 87: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

67

availability yang ditentukan reliability rate. Masing-masing rate dipengaruhi

beberapa faktor sebagaimana disebutkan di atas.

Pada tahapan berikutnya, causal loop diagram dan stock-flow diagram di

atas dikembangkan menjadi sub struktur model yang lebih detail. Perilaku aktual

diterjemahkan dalam bahasa matematika. Paramater yang dibutuhkan diisi dengan

data-data yang telah diolah sebelumnya.

3.3.Pengumpulan Data

Data menjadi bagian penting dalam penelitian ini. Data diperlukan untuk

menyusun formulasi model, maupun referensi untuk validasi model. Beberapa data

yang dikategorikan berdasar sumbernya, dapat dijelaskan pada Gambar 3.4

Gambar 3.4 Data Penelitian Berdasar Sumbernya

Database Teknologi Informasi

CMMS Ellipse dan Maximo

Navitas

Web MO

Laporan RutinLaporan Pengusahaan

Bulanan

Laporan Efisiensi Bulanan

Laporan Pemakaian Bahan Bakar Bulanan

Dokumen Perusahaan RUPTL Tahun 2016-2025

Power Purchase Agreement (PPA) PLTU

Paiton 9

Laporan Keuangan

Data EksternalHarga Batubara Acuan

(HBA) Kementerian ESDM

BI Rate

Regulasi terkait

Justifikasi ExpertPerilaku model terkait

aspek teknis dan kebijakan manajemen

Model Reliability & Availability

Model Biaya Operasi

Model Biaya Pemeliharaan

Model Cash Flow

International Standard EPRI – PM Basis

EPRI - Heat Rate Reference Improvement

Manual

Page 88: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

68

Secara garis besar, data berasal dari database teknologi informasi, laporan

rutin, dokumen perusahaan, data eksternal, dan standar internasional. Justifikasi

expert (pakar) diperlukan apabila pendekatan teoretis tidak bisa dilakukan dan

terkait dengan perilaku kebijakan internal perusahaan. Penggalian informasi dari

narasumber ahli dilakukan dengan metode wawancara. Diantara data-data seperti

disebutkan pada Gambar 3.4, ada data yang langsung dipergunakan namun ada

yang perlu diolah sehingga menjadi sebuah informasi. Metode pengolahan data

menggunakan bantuan software spreadsheet (misalnya Microsoft Excel) dan

software statistik (misalnya Minitab).

3.4. Verifikasi Model

Setelah semua variabel dimasukkan, langkah selanjutnya adalah

melakukan verifikasi model. Tujuan verifikasi untuk mengetahui kelayakan suatu

model yang dibangun apakah sudah mewakili realitas yang dikaji dan dapat

menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan.

Proses verifikasi meliputi :

Pemeriksaan logika

Pemeriksaan struktur model

Pemeriksaan satuan model

Pemeriksaan sensitivitas model

3.4.1. Pemeriksaan Logika

Pemeriksaan logika bertujuan untuk melihat kesesuaian logika model

dengan kondisi aktual. Uji logika dilakukan dengan melihat dua variabel yang

saling berhubungan, serta membandingkan hasil logika aktual dengan hasil

simulasi. Pada sistem dinamik terdapat dua jenis relasi : reinforced feedback loop,

satu paramter bersifat menguatkan parameter yang lain, atau balancing feedback

loop, yaitu satu parameter melemahkan parameter yang lain. Pada uji logika,

setidaknya diambil dua set variabel yang mewakili reinforce feedback loop dan

balancing feedback loop.

Page 89: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

69

3.4.2. Pemeriksaan Struktur Model

Pemeriksaan struktur model dimaksudkan untuk mengetahui bahwa model

telah mencerminkan sistem dinamik, dimana karakter utama sistem dinamik adalah

adanya closed loop (siklus tertutup) dan semua informasi harus dimanfaatkan.

Vensim telah menyediakan fitur pemeriksaan struktur. Apabila Vensim

menyatakan struktur model telah benar, proses dapat dilanjutkan pada tahapan

selanjutnya.

3.4.3. Pemeriksaan Satuan Model

Penyusunan model sistem dinamik di Vensim mempersyaratkan

konsistensi satuan, terkait operasi perhitungan matematis di dalamnya. Vensim juga

telah menyediakan fasilitas untuk memeriksa “unit check”. Apabila Vensim

menyatakan satuan telah konsisten, maka proses dapat dilanjutkan pada tahapan

berikutnya.

3.4.4. Pemeriksaan Sensitivitas Model

Analisis sensitivitas digunakan untuk menganalisis seberapa sensitif

model merespon perubahan variabel input. Biasanya uji sensitivitas diterapkan

untuk menguji variabel yang tidak bisa dikontrol manajemen namun berpengaruh

pada variabel output. Kendati demikian, uji sensitivitas untuk variabel yang dalam

kendali manajemen harus tetap dilakukan. Hasil uji sensitivitas akan memberikan

informasi kepada manajemen agar lebih fokus terhadap variabel yang sensitif

terhadap perubahan variabel lain. Dalam hal ini perlu disiapkan langkah mitigasi

sehingga dampak negatif terhadap perubahan tersebut dapat diantisipasi

sebelumnya.

Pengujian sensitivitas dilakukan dengan cara :

1. Pemilihan variabel input

Variabel input hendaknya dipilih yang secara riil memang berpotensi

berubah, bersifat kritikal, baik yang dalam kendali manajemen maupun di

luar kendali manajemen.

Page 90: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

70

2. Pemilihan variabel output

Variabel output yang dipilih hendaknya yang mencerminkan indikator

kesuksesan perusahaan.

3. Menetapkan nilai input

Sebagai nilai dasar variabel input, diambil rerata data variabel input.

Kemudian ditambahkan simpangan yang besarnya sama, baik pada arah

positif maupun negatif. Perlu dipikirkan dalam menentukan simpangan

adalah, data tersebut masih mungkin terjadi. Jangan memberikan nilai

simpangan yang pada kondisi aktual tidak pernah terjadi.

4. Melakukan simulasi Vensim

Yaitu melakukan running model di Vensim.

5. Membandingkan deviasi perubahan nilai variabel output terhadap

perubahan variabel input

Devisasi dihitung dengan persamaan berikut

𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡𝑖 =(𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 (𝑏𝑎𝑠𝑒+𝑢𝑝 𝑠𝑒𝑡) 𝑖−𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 (𝑏𝑎𝑠𝑒−𝑑𝑜𝑤𝑛 𝑠𝑒𝑡) 𝑖

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 (𝑏𝑎𝑠𝑒)𝑥100% (3.1)

𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡𝑖 =(𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 (𝑏𝑎𝑠𝑒+𝑢𝑝 𝑠𝑒𝑡) 𝑖−𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 (𝑏𝑎𝑠𝑒−𝑑𝑜𝑤𝑛 𝑠𝑒𝑡) 𝑖

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 (𝑏𝑎𝑠𝑒)𝑥100% (3.2)

dengan :

Deviasi Inputi : Deviasi variabel input ke-i (%).

Variabel Input (base)i : Nilai rerata variabel input ke-i (sesuai satuan

variabel).

Variabel Input (base+up set)i : Nilai dasar variabel input ke-i ditambah % up

set dikalikan nilai dasar (sesuai satuan

variabel).

Variabel Input (base+down

set)i

: Nilai dasar variabel input ke-i dikurangi %

down set dikalikan nilai dasar (sesuai satuan

variabel).

Deviasi Outputi : Deviasi variabel output ke-i (%).

Variabel Output (base)i : Nilai rerata variabel output ke-i (sesuai

satuan variabel).

Page 91: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

71

Variabel Output (base+up

set)i

: Nilai dasar variabel output ke-i ditambah %

up set dikalikan nilai dasar (sesuai satuan

variabel).

Variabel Output (base+down

set)i

: Nilai dasar variabel output ke-i dikurangi %

down set dikalikan nilai dasar (sesuai satuan

variabel).

Nilai deviasi output kemudian dibandingkan satu sama lain. Variabel input

yang memberikan deviasi output yang tinggi dianggap paling sensitif terhadap

perubahan.

3.5. Simulasi Model

Pada tahapan ini dilakukan simulasi dengan 4 skenario sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya. Keempat skenario tersebut adalah :

Skenario 1 :

Pembangkit listrik dikelola langsung oleh pemilik aset.

Skenario 2 :

Pemilik aset mengalihdayakan pengelolaan pembangkitnya dengan cakupan

pekerjaan sebagai asset manager sekaligus asset operator.

Skenario 3

Pemilik aset mengalihdayakan pengelolaan pembangkitnya dengan cakupan

pekerjaan sebagai asset operator saja.

Skenario 4

Peralatan utama pembangkit langsung dikelola oleh pemilik aset, sedangkan

peralatan pendukung (balance of plant) dialihdayakan dengan cakupan

sebagai asset operator.

3.6. Validasi Hasil Simulasi

Untuk menguji keakuratan model dengan data lapangan, digunakan

metode Mean Absolute Percentage Error (MAPE). MAPE dihitung dengan

persamaan :

Page 92: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

72

𝑀𝐴𝑃𝐸 =1

𝑛∑

|𝑋𝑚−𝑋𝑑|

𝑋𝑑𝑥100% (3.3)

dengan :

MAPE : Mean Absolute Percentage Error (%)

Xm : Data hasil simulasi

Xd : Data aktual

n : Periode/banyaknya data

Kriteria ketepatan model dengan uji MAPE (Lewis, 1982) adalah :

MAPE < 10 % : Sangat tepat

10% < MAPE < 20% : Tepat

20% < MAPE < 50% : Cukup Tepat

MAPE > 50% : Tidak tepat

Dalam hal ini digunakan data PLTU Paiton 9 (1 x 600 MW) sebagai

referensi dimana PJB sebagai asset manager dan asset operator (skenario 2).

Apabila deviasi hasil pemodelan dengan data riil sudah memenuhi toleransi (<

10%), maka model dinyatakan valid.

Page 93: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

73

BAB 4

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengembangan Model Dinamik

Pada bagian ini, causal loop diagram dan stock and flow diagram yang

telah dibahas di Bab 3, dikembangkan dan didetailkan lagi untuk mengakomodasi

proses bisnis yang ada. Untuk lebih menajamkan analisis, struktur pemodelan

dibagi menjadi 4 sub struktur, meliputi :

1. Struktur Model Reliability dan Availability

2. Struktur Model Biaya Operasi

3. Struktur Model Biaya Pemeliharaan

4. Struktur Model Cash Flow

4.1.1. Struktur Model Ketersediaan dan Keandalan

Secara garis besar, struktur model ini meliputi struktur model ketersediaan,

keandalan, dan laju kegagalan.

a. Struktur Model Ketersediaan

Untuk membuat struktur model ketersediaan, sistem PLTU dikategorikan

menjadi dua bagian, yaitu peralatan utama (main equipment) dan peralatan

pendukung (balance of plant, BOP). Peralatan utama mencakup seluruh

peralatan yang terkait proses konversi energi. Adapun BOP terkait segala

peralatan pendukung dalam proses konversi energi tersebut. Di dalam analisis

ini, yang dimasukkan dalam BOP antara lain :

Coal handling system

Desalination plant/reverse osmosis plant

H2 generator plant

Circulating water system

Chlorination plant

Water treatment plant

Waste water treatment plant

Page 94: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

74

Dalam reliability block diagram, sistem peralatan utama dan peralatan

pendukung berhubungan secara serial. Struktur model keandalan untuk

peralatan utama dapat dijelaskan melalui Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Struktur Model Ketersediaan

Pada model ini, Time to Failure (TTF) atau waktu dimana peralatan berada

pada kondisi andal terdistribusi melalui persamaan Weibull. Data diambil dari

database software Navitas, yang merupakan aplikasi operasi pembangit yang

dipakai di PJB. Uji distribusi dilakukan melalui software Minitab. Jika

distribusi sesuai Weibull 2 parameter, maka terdapat 2 konstanta yaitu β

(shape) dan α (scale). Adapun untuk Weibull 3 parameter, ada tambahan γ

(locator). TTF dihitung untuk peralatan utama dan peralatan pendukung.

Vensim selanjutnya melakukan random TTF mengacu distribusi Weibull

dengan konstanta tersebut. Metode perhitungan konstanta Weibull

menggunakan software Minitab dapat dijelaskan pada Gambar 4.2.

Availability Model

Origin Alpha TTF

(Main)Origin Betha TTF

(Main)

Random Weibull

TTF (Main)

Conv 01

Corrected Alpha

TTF (Main)Corrected Betha

TTF (Main)

<Maint Project Betha

Correction>

<Maint Project Alpha

Correction>

Main Equipment

Origin Alpha TTF

(BOP)

Origin Betha TTF

(BOP)

Corrected Alpha

TTF (BOP)

Corrected Betha

TTF (BOP)

Random Weibull

TTF (BOP)

Daily Up Time

<Maint Project Alpha

Correction>

SI Cycle

ME Cycle

SE Cycle

SI Duration

ME Duration

SE Duration

OH Cycle

Gamma TTF

(BOP)

Daily Availability

Delayed

Availability

Accumulated

Availability t-1

Accumulated

Availability t

Availability

<Conv 01>

Daily Down Time

SI Std Duration

ME Std Duration

SE Std Duration

SI Correction

ME Correction

SE Correction

<PM (Main) Alpha

Correction>

<PM (BOP) Betha

Correction>

<PM (BOP) Alpha

Correction>

<PM (Main) Betha

Correction>

Time Delay for PM

Correction

Time Delay for

Project Correction

Delayed PM (Main)

Alpha Correction

Delayed Project (Main)

Alpha Correction

<Time Delay for PM

Correction>

Delayed PM (Main)

Betha Correction

<Time Delay for PM

Correction>

Delayed PM (BOP)

Betha Correction

<Time Delay for

Project Correction>

Delayed Project

Betha Correction

<Delayed Project

Betha Correction>

<Time Delay for

Project Correction>

Delayed Project

Alpha Correction

<Time Delay for PM

Correction>

Delayed PM (BOP)

Alpha Correction

BOP Equipment

Page 95: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

75

Gambar 4.2 Perhitungan Konstanta Weibull menggunakan Software Minitab

TTF dikoreksi oleh beberapa faktor, diantaranya terkait pelaksanaan

preventive maintenance (PM) dan juga oleh penggantian atau perbaikan

peralatan yang bersifat major. Dampaknya tidak bisa dirasakan langsung, tetapi

ada delay waktu. Pada model ini, delay waktu terkait PM adalah 6 bulan sedang

delay waktu setelah penggantian peralatan adalah sebulan.

Pada model juga diperhitungkan downtime yang disebabkan oleh siklus

overhaul. Sesuai manual book, siklus pemeliharaan periodik untuk PLTU

adalah serious inspection (65 hari), medium inspection (46 hari), dan simple

inspection (32 hari). Tetapi realisasi downtime yang disebabkan oleh overhaul

bisa jadi berbeda, kadang lebih cepat, kadang lebih lambat. Ketepatan durasi

overhaul dipengaruhi beberapa faktor. Namun yang dijadikan variabel pada

penelitian adalah terkait faktor kompetensi. Saat ini, overhaul pembangkit

existing PJB dikelola oleh Unit Pemeliharaan. Adapun untuk pembangkit Unit

Bisnis Jasa O&M, overhaul disubkontrakkan kepada perusahaan dengan rerata

masa kerja personil yang lebih rendah. Rerata masa kerja mencerminkan

kompetensi personil.

Mengingat seting waktu pada model adalah hari, maka TTF maupun siklus

overhaul didistribusikan harian. Pengurangan antara periode waktu yang

tersedia dengan TTF dan downtime akibat overhaul, diasumsikan sebagai

downtime akibat pemeliharaan tidak terencana. Dari situ dapat dihitung

START

Database NAVITAS

Pemisahan : Up time / Down time Main Equipment /

BOP Preventable non

Preventable

Uji distribusi menggunakan Minitab

Identifikasi konstanta distribusi yang sesuai

Konstanta Weibull (α, β, γ)

Faktor koreksi keandalan/

ketersediaan

FINISH

Page 96: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

76

availability. Karena data yang dianalisis untuk mendapatkan konstanta Weibull

sudah memperhitungkan faktor derating, maka parameter availability pada

model diasumsikan sama dengan Equivalent Availability Factor (EAF) yang

akan dipergunakan untuk perhitungan parameter lain.

b. Struktur Model Keandalan dan Laju Kegagalan

Struktur model keandalan dan laju kegagalan dijelaskan pada Gambar 4.3

Gambar 4.3 Struktur Model Keandalan dan Laju Kegagalan

Pada Gambar 4.3 di atas, keandalan peralatan utama dan peralatan

pendukung dihitung menggunakan konstanta Weibull, yang selanjutnya

dipergunakan untuk menghitung TTF. Secara reliability block diagram, antara

peralatan utama dan peralatan pendukung berhubungan secara serial, maka

keandalan level plant merupakan perkalian antara keandalan peralatan utama

dan peralatan pendukung. Selain itu dihitung pula laju kegagalan (failure rate)

yang nantinya dipergunakan untuk menentukan frekuensi munculnya

emergency maintenance.

4.1.2. Struktur Model Biaya Operasi

Sub struktur biaya operasi dapat dijelaskan pada Gambar 4.4. Biaya

operasi terdiri atas biaya bahan bakar maupun biaya non bahan bakar, yang meliputi

bahan kimia dan pelumas. Biaya non bahan bakar cenderung konstan. Adapun

untuk biaya bahan bakar dipengaruhi banyak faktor, diantaranya harga batu bara,

heat heating value (HHV) batu batu bara, net plant heat rate (NPHR), dan beban.

Reliability (Main)

<Conv 01>

Reliability Model

Cummulative ReliabilityYearly Reliability

Conv 10

Failure Rate Model

Conv 08

Conv 09

Accumulated Failure

RateFailure Rate Failure Rate Out

<Time><Conv 01>

Reliability (BOP)

<Corrected Alpha

TTF (Main)>

<Corrected Betha

TTF (Main)>

<Corrected Alpha

TTF (BOP)>

<Corrected Betha

TTF (BOP)><Conv 01>

<Time> <Time>

<Corrected Alpha

TTF (Main)>

<Corrected Betha

TTF (Main)>

Failure Rate

(Main)

Failure Rate

(BOP)

<Time>

<Corrected Alpha

TTF (BOP)><Corrected Betha

TTF (BOP)>

<Conv 08>

<Conv 09>

Page 97: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

77

Beban sendiri sangat ditentukan dispatch P2B sebagai hasil optimasi merit order

system.

Gambar 4.4 Struktur Model Biaya Operasi

Meskipun faktor peralatan paling dominan menentukan efisiensi termal,

tapi kemampuan operator cukup krusial dalam menjaga pembangkit dapat

beroperasi efisien. Begitu juga mengenai heat heating value (HHV). Meskipun

sangat dipengaruhi oleh kondisi batu bara dari tambang, tetapi kemampuan

mencampur (blending) batu bara antar stock pile akan mempengaruhi HHV secara

keseluruhan. Harga batu bara juga memegang kontrol penting dalam bisnis O&M

pembangkit, meskipun sifatnya exogenous (eksternal) tapi nilainya cukup

mendominasi komposisi biaya.

4.1.3. Struktur Model Biaya Pemeliharaan

Secara umum, biaya pemeliharaan pembangkit (yang dikelola oleh pemilik

aset) meliputi biaya material dan biaya jasa. Biaya material muncul untuk seluruh

jenis pemeliharaan, sedang biaya jasa untuk pemeliharaan rutin dianggap nol karena

gaji teknisi bersifat lumpsum (bukan fungsi jumlah pekerjaan). Biaya jasa

pemeliharaan rutin hanya muncul jika terjadi overtime (lembur) yang secara aturan

Operation Cost

Fuel Cost Non Fuel Cost

Chemical Lubricant

Coal Consumption

<Energy

Produced> Conv 04

Accumulated HHVActual HHV Monthly Actual

HHV

<Monthly Actual

HHV>

Accumulated Coal

PriceRandom Coal

PriceAverage Coal

Price

<Average Coal

Price>

Operation Cost Model

Correction Factor due to

Operator Competences

NPHR Table Konv HR

Actual NPHR

Load

<Time>

<Time>

Accumulated Load

Average Monthly

Load

<Time>

Correction Factor due toNPHR Improvement

Program

<Cost for NPHR

Improvement>

Standard Cost for

NPHR Improvement

Page 98: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

78

hanya diperbolehkan untuk pekerjaan yang bersifat emergency (menyebabkan unit

trip atau derating). Biaya jasa baru muncul terpisah untuk lingkup overhaul maupun

project yang biasanya dilalukan oleh kontraktor. Lebih jelas dapat dilihat pada

Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Struktur Model Biaya Pemeliharaaan

Selanjutnya, item penting yang perlu dimodelkan untuk menghitung biaya

pemeliharaan rutin adalah tentang ketersediaan sumber daya manusia (resources).

Setiap hari, resources teknisi yang tersedia dialokasikan untuk mengerjakan daftar

perintah kerja (workorder) pada hari tersebut. Sumber daya yang dimiliki

mencakup tenaga pada jam kerja normal maupun saat lembur (overtime). Resources

internal (dari teknisi) dialokasikan untuk mengerjakan pemeliharaan yang sifatnya

rutin : preventive (PM), corrective (CM), dan predictive maintenance (PdM).

Ketiga jenis pemeliharaan ini telah direncanakan dan dijadwalkan sebelumnya oleh

fungsi Maintenance Planner. Namun pada waktu tertentu, pekerjaan yang tidak

terencana (emergency maintenance, EM) memungkinkan terjadi.

Standar jumlah tenaga kerja dan jam per satuan pekerjaan (biasa

dinyatakan dengan satuan manhour) untuk PM dan PdM cenderung konstan dan

sudah diprogram dalam Computerized Maintenance Management System (CMMS).

Dalam model ini, job plan diadopsi dari standar EPRI. Standar manhour untuk CM

merupakan hasil perencanaan yang dilakukan Maintenance Planner. Sedangkan

waktu pengerjaan untuk emergency maintenance tidak bisa diprediksi dan bersifat

random. Pada model ini, digunakan random time to repair yang kemudian dirata-

rata memberikan parameter Mean Time to Repair (MTTR). Penjelasan model

pemeliharaan rutin dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.

Maint Cost

<Monthly CM

Material Cost>

<Monthly EM

Material Cost>

<Monthly

Overtime Cost>

<Monthly PdM

Material Cost><Monthly PM

Material Cost>

<Overhaul Cost>

<MonthlyMaintenance Project

Cost>

<Conv 01>

Page 99: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

79

Gambar 4.6 Struktur Model Pemeliharaan Rutin

Gambar 4.7 Korelasi Alokasi Sumber Daya antar Jenis Pemeliharaan

Pada Gambar 4.6 dapat dijelaskan bahwa karakteristik alokasi resources

pemeliharaan akan cenderung memprioritaskan EM karena sangat erat dengan EAF

pembangkit. Akibatnya, teknisi yang seharusnya dialokasikan untuk mengerjakan

PM akan dialihkan untuk membantu penyelesaian EM. Kendati demikian, jumlah

maksimal teknisi pada EM akan membatasi pengalihan resources ini. Diasumsikan

Routine Maintenance Model

Internal Technician

Resources

Number of

Technician

Effective

Manhour/Day

Resources Allocated for

Corrective Maintenance

Resources Allocated for

Predictive Maintenance

Resources Allocated for

Preventive Maintenance

Overtime Tariff

Accumulated Overtime

CostOvertime Cost Monthly Overtime

Cost

PM Resources

Required

Average WO PM

Raised per Day Avg PM Resources

Required per WO

Average WO PdM

Raised per Day

Avg PdM Resources

Required per WO

Average WO CM

Raised per Day

Avg CM Resources

per Day

Normally WO CM

Raised per DayAdditional WO CM due

to PM Compliance

PM Compliance

Time Delay

PdM Resources

Required

<Resources Allocated for

Emergency Maintenance>

<Add Resources

from PM>

PM Compliance

<PM

Compliance>

Maintenance

Resources Allocated

<Overtime

Resources>

Maintenance

Resources Supply

Maintenance

Resources Availability

<Time>

PM (Main) Alpha

Correction

PM (Main) Betha

Correction

PM (Main) Alpha

Correction Table

PM (Main) Betha

Correction Table

PM (BOP) Alpha

Correction

PM (BOP) Betha

Correction

PM (BOP) Alpha

Correction Table

PM (BOP) Betha

Correction Table

Alpha TTR (Main) Betha TTR (Main)

Random Weibull

TTR (Main)

<Conv 01>

EM Resources

RequiredAvg Man per

WO EM

Conv 06

<Failure Rate

Out>

Resources Allocated for

Emergency Maintenance

Normal Resources

Add Resources

from PM

Overtime

Resources

Max Resources

allocated for EM

Max additional

Resources from PM

<Internal Technician

Resources>

<PM Resources

Required>

<EM Resources

Required>

<Max Resources

allocated for EM><EM Resources

Required>

<Add Resources

from PM>

Gamma TTR

(Main)

Random Weibull TTR(BOP)

Alpha TTR (BOP)

Gamma TTR

(BOP)

Betha TTR (BOP)

Daily TTR

<Daily TTR>

Page 100: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

80

pengalihan resources menyebabkan pengurangan PM Compliance paling banyak

menjadi 60%. PM Compliance adalah perbandingan manhour aktual yang

teralokasi ke PM dibandingkan dengan manhour yang secara ideal diperlukan.

Apabila penambahan resources ini masih belum mencukupi, pekerjaan diselesaikan

melalui lembur. PM Compliance juga mencerminkan pengurangan PM ke

peralatan. Dampak pengurangan PM adalah menambah munculnya tambahan WO

CM beberapa saat ke depan (pada model diset delay 3 bulan) dan pada jangka

panjang akan mengurangi keandalan peralatan (mengoreksi konstanta α, β, dan γ

plant).

Material pemeliharaan dihitung dengan mengakumulasi jumlah material

yang diperlukan pada setiap WO, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Struktur Model Biaya Material Pemeliharaan Rutin

Accumulated CM

Material CostCM Material Cost Monthly CM

Material Cost

Accumulated EM

Material CostEM Material Cost Monthly EM

Material Cost

Accumulated PdM

Material CostPdM Material

Cost

Monthly PdM

Material Cost

Accumulated PM

Material CostPM Material Cost Monthly PM

Material Cost

<Conv 01>

<Conv 01>

<Conv 01>

<Conv 01>

Average CM Material

Cost per WO

Average EM Material

Cost per WO

Average PdM

Material Cost per WO

Average PM Material

Cost per WO

<Average WO CM

Raised per Day>

<Average WO PdM

Raised per Day>

<Average WO PM

Raised per Day>

Maintenance Material Cost Calculation

<Failure Rate

Out>

Page 101: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

81

Adapun penentuan biaya overhaul memperhitungkan siklus overhaul

sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dikalikan standar kebutuhan material

dan jasa pada tiap jenis overhaul. Hal ini dijelaskan pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Struktur Model Biaya Overhaul

Maintenance project adalah pemeliharaan yang bersifat proaktif, yaitu

untuk menyelesaikan akar permasalahan pembangkit. Jenis pemeliharaan ini

memerlukan biaya besar karena biasanya mencakup penggantian spare part utama

maupun pengadaan peralatan baru. Secara finansial, bisa menggunakan anggaran

investasi atau anggaran operasional. Maintenance project akan berkontribusi

langsung ke keandalan (mengoreksi konstanta α, β, dan γ plant). Disamping itu juga

berdampak pada penurunan NPHR yang tergantung persentase biaya yang

dialokasikan untuk penurunan NPHR tersebut. Kendati demikian, anggaran untuk

maintenance project bisa dipangkas tergantung perolehan laba rugi pada tahun

sebelumnya. Penjelasan karakteristik project maintenance lebih lengkap dijelaskan

pada Gambar 4.10.

Pendanaan maintenance project biasanya menjadi tanggung jawab pemilik

aset, meskipun kontraktor O&M juga dibebani melakukan project yang bersifat

minor. Pada kondisi pendanaan dilakukan pemilik aset, diberlakukan mekanisme

reimburse. Pertama, kontraktor O&M mengeksekusi project terlebih dahulu dengan

dana yang mereka miliki. Setelah semua pekerjaan selesai, kontraktor O&M

melakukan penagihan (reimburse) kepada pemilik aset. Adakalanya proses

penagihan ini memerlukan waktu lama terkait kendala birokrasi. Jika mundurnya

sampai menyeberang tahun, penagihan ini diberlakukan sebagai hutang disburse

Overhaul Maintenance Model

SI - Material Cost SI - Services Cost

Simple Inspection -

Budget

Simple Inspection

- Cycle

Simple Inspection

Cost

ME - Material

CostME - Services

Cost

Medium Inspection

- Budget

Medium Inspection

- Cycle

Medium

Inspection Cost

SE - Material

Cost

SE - Services

Cost

Serious Inspection

- BudgetSerious Inspection

- Cycle

Serious

Inspection Cost

Overhaul Cost

Page 102: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

82

yang akan mengurangi anggaran pemeliharaan pada tahun berikutnya. Pada model,

faktor koreksi ini dinyatakan dalam disburse correction due to birocratic barrier.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kesuksesan maintenance project akan

berkontribusi positif pada keandalan dan perbaikan NPHR. Manajemen berhak

untuk memutuskan persentase anggaran yang dialokasikan untuk perbaikan NPHR.

Gambar 4.10 Struktur Model Biaya Pemeliharaan Project

4.1.4. Struktur Model Cash Flow

Sub struktur model cash flow dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.11 Sub Struktur Model Cash Flow

Maintenance

Project Cost

Monthly Maintenance

Project Budget

Maintenance Project Cost

Maint Project Alpha

Correction Table

Maint Project Betha

Correction Table

Maint Project Alpha

CorrectionMaint Project Betha

CorrectionKonv Rp

<Konv Rp>

Budget Cut

<NCF Gain>

Cost for NPHR

Improvement

Percentage CostAllocated to NPHR

Improvement

Maintenance

Project Budget

[Corrected] Monthly

Maintenance Budget

Disburse Correction due

to Birocratic Barrier

Component based

Revenue

Ancillary Services

Revenue

Component A

Revenue

Component B

Revenue

Component C

Revenue

Component D

Revenue

H Kap

DMN

H Fix

SHR w

HHV kH BB w

Energy Produced

H Var<DMN>

Conv 02

GA Cost

HR Cost

HSE Cost

<Conv 02>

Cash FLow Model

Maintenance Cost 1/Month

<Maint Cost>

O&M Cost

Contractor

O&M Penalty

RevenueTarget Availability

<O&M Cost

Contractor>

Percentage of

Penalty

Operator

Remuneration

Technician

Remuneration

Management

Remuneration

Other Staf Remuneration

<Number of

Technician>

Avg Technician

Rate

Number of

Operator

Avg Operator

Rate

<Operation Cost>

Energy Sales

Auxiliary Power

Transfomator

Losses

Dispatch CF

Cash Inflow Cash Outflow

Net Cash Flow

(year)Cash Flow After

Tax

Power Plant NPV

Present Value

Discount Rate<Time>

<Conv 01>

Monthly NPV

<Availability>

<Availability>

BPP

<Energy

Produced>

Depreciation

Cash Flow year

(t-1)

Net Cash Flow,

year (t-1)

Yearly Net Cash

Flow

Yearly Net Cash

Flow (t-1)

NCF Gain

Cash Flow

Before Tax

Tax

Tax Rate

<Average Monthly

Load>

Cash Flow month

(m-1)

Net Cash Flow,

month (m-1)

Monthly NCF

Monthly O&M

Tarrif

<DMN>

<Availability> <Time>

Conv 03

CF @ t = 4-6

CF @ t = 6-10

Page 103: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

83

Model tersebut mengurangkan antara total revenue (pendapatan) dengan

total cost (biaya). Pemodelan di atas akan tersambung dengan struktur pemodelan

lain, yaitu struktur model ketersediaan, biaya operasi, dan biaya pemeliharaan.

Pendapatan yang diperhitungkan adalah jenis pendapatan komponen,

dimana produk pembangkit akan dibeli sesuai klasifikasi komponen A, B, C, D, dan

juga pelayanan tambahan (ancillary services). Pelayanan tambahan yang

diperhitungkan dalam model hanya energi reaktif terbayar dan kompensasi atas

start up. Kompensasi black start tidak dimasukkan karena pembangkit batu bara

tidak memiliki fasilitas black start. Kompensasi operasi pada technical minimum

load (TML) juga tidak dimasukkan karena pada prakteknya, PLTU batu bara sangat

jarang diminta beroperasi pada TML. Pada prakteknya, pembangkit sangat jarang

beroperasi pada kondisi pelayanan tambahan sebagai item yang dikompensasi,

sehingga pada model ini, pendapatan dari ancillary services dianggap nol.

Adapun life cycle cost meliputi seluruh biaya operasi, biaya pemeliharaan,

biaya K3, biaya kepegawaian, biaya administrasi, biaya kontraktor O&M, dan biaya

depresiasi. Biaya O&M muncul jika O&M pembangkit diserahkan kepada sub

kontraktor (outsourcing). Depresiasi diperhitungkan dengan metode straight line

method dengan usia ekonomis 25 tahun. Net Present Value (NPV) dihitung dengan

persamaan :

𝑁𝑃𝑉 = ∑𝐶𝑡

(1+𝑟)𝑡 − 𝐶0𝑡𝑡=1 (4.1)

dengan :

NPV : Net Present Value (Rp)

Ct : Net cash flow pada periode t tahun (Rp)

r : Discount rate (%)

t : Waktu (tahun)

Co : Total investasi awal (Rp)

Data discount rate diperoleh dari Bank Indonesia untuk menghitung Net

Present Value (NPV). Mengingat cakupan penelitian mengabaikan fase akuisisi

aset, maka Co dianggap nol.

Page 104: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

84

Pada model ini, net cash flow (NCF) pada tahun t-1 akan mempengaruhi

keputusan pendanaan pada tahun ke-t. Bila NCF negatif cenderung akan

meningkatkan pemotongan anggaran (budget cut) tahun ke-t.

Pada model ini juga diberlakukan penalti apabila kontraktor O&M gagal

memenuhi availability yang dipersyaratkan. Penalti ini tercatat sebagai pendapatan

bagi pemilik aset.

4.2.Identifikasi Variabel dan Formulasi Model

Pada tahap ini, data dikumpulkan dan diolah (jika dibutuhkan) sebagai

variabel yang akan dimasukkan dalam model. Ada yang sifatnya variabel utama

dan variabel pembantu. Variabel utama adalah variabel yang diperlukan dalam

formula di tiap model, sedang variabel pembantu berfungsi sebagai pelengkap

dalam formula, misalnya untuk konversi satuan. Sumber data meliputi data statistik

pembangkit di PJB maupun data lain yang sifatnya eksternal. Variabel yang

digunakan dalam pemodelan diklasifikasikan menjadi :

1. Variabel pada model keandalan dan ketersediaan

2. Variabel pada model biaya operasi

3. Variabel pada model biaya pemeliharaan

4. Variabel pada model cash flow

5. Variabel Exogenous

4.2.1. Variabel pada Model Keandalan dan Ketersediaan

Sebagaimana dijelaskan pada struktur model sebelumnya, variabel pada

model ini dipergunakan untuk menghitung reliability, availability (ketersediaan),

dan failure rate (laju kegagalan). Beberapa data yang diperlukan adalah time to

failure (TTF), standar durasi overhaul, penyimpangan realisasi jadwal overhaul,

waktu tunda (delay) pengaruh PM dan maintenance project ke keandalan.

4.2.1.1. Time to Failure (TTF)

TTF adalah selisih dimulainya down time pada waktu t dengan berakhirnya

down time pada waktu t-1 untuk peralatan yang sama. Karena level analisis hanya

sampai sistem, yaitu peralatan utama dan peralatan penunjang (BOP), maka data

Page 105: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

85

TTF disediakan hanya untuk level sistem saja. Pada penelitian ini, plant dianggap

down time jika mengalami trip atau derating, maka TTF mengindikasikan up time

pada level sistem. Data TTF diolah dari software Navitas. Navitas adalah aplikasi

di PJB yang dipergunakan untuk menyimpan database pengoperasian pembangkit.

Tabel 4.1 menjelaskan pengkategorian status pembangkit di Navitas untuk

menghitung TTF. Tabel ini diadaptasi dari Protap Deklarasi Pembangkit dan Indeks

Kinerja Pembangkit tahun 2017.

Karena diasumsikan bahwa PM berpengaruh ke keandalan, maka dari

cause code dianalisis apakah penyebab down time bersifat preventable atau tidak.

Preventable artinya kegagalan peralatan bisa diantisipasi dengan preventive

maintenance. Data TTF tersebut kemudian diidentifikasi distribusinya

menggunakan software Minitab dengan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.2

Tabel 4.1 Kategori Status Pembangkit di Navitas

Up Time Down Time

Normal operasi Forced outage immediately (FO1)

Reserve shutdown Forced outage delayed (FO2)

Forced outage postponed (FO3)

Planned outage (PO)

Maintenance outage (MO)

Force derating immediately (FD1)

Forced derating delayed (FD2)

Forced derating postponed (FD3)

Planned derating (PD)

Maintenance derating (MD)

Sumber : PLN, 2017

Tabel 4.2 Identifikasi Distribusi Data TTF

NO KATEGORI DISTRIBUSI β

(SHAPE)

α

(SCALE)

γ

(LOCATOR) MIN MAX

1 TTF - Main

Equipment

Weibull 2

Paramater

0.53496 7.20572 - 0.0006944 87.1174

2 TTF - BOP Weibull 3

Parameter

0.60761 16.36888 0.055 0.0555556 238.513

Page 106: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

86

4.2.1.2. Standar Durasi Overhaul dan Penyimpangan Jadwal

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa standar durasi overhaul

untuk PLTU batu bara adalah simple inspection (SI) = 32 hari, medium inspection

(ME) = 46 hari, dan serious inspection (SE) = 65 hari. Siklus ini bergilir tiap tahun

: SI – SE – SI – ME. Kendati demikian, jadwal durasi tersebut tidaklah pasti.

Overhaul kadang bisa berlangsung lebih cepat dan sebaliknya lebih lambat dari

yang dijadwalkan. Ada beberapa faktor penyebab pergeseran durasi overhaul,

diantaranya kesiapan material, jumlah pekerjaan temuan selama overhaul, dan juga

kompetensi. Kesemuanya itu terkait erat dengan kapasitas manajemen, dimana

dalam penelitian ini menjadi aspek pembeda ketika O&M pembangkit dilakukan

sendiri olah pemilik aset atau dialihdayakan.

Data pergeseran jadwal overhaul diperoleh dengan mengevaluasi waktu

penyelesaian overhaul pada beberapa pembangkit di PJB, baik yang dikerjakan oleh

sendiri oleh Unit Pelayanan Pemeliharaan (UPHAR) atau yang dikerjakan oleh PT

PJB Services (PJBS, representasi alih daya). Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menjelaskan

hal tersebut.

Tabel 4.3 – Rencana dan Realisasi Jadwal Overhaul Pembangkit Existing

(dikerjakan UPHAR)

UNIT TAHUN TIPE OH RENCANA REALISASI SELISIH PERSEN

UP Paiton 2017 ME 50 38 -12 -24%

UP Paiton 2016 ME 45 45 0 0%

UP Gresik 2012 ME 30 37 7 23%

UP Gresik 2012 ME 25 25 0 0%

UP Gresik 2013 ME 23 30 7 30%

UP Gresik 2013 ME 25 34 9 36%

UP Gresik 2014 ME 30 30 0 0%

UP Gresik 2014 ME 30 30 0 0%

UP Gresik 2016 ME 30 28 -2 -7%

UP Gresik 2017 ME 30 29 -1 -3%

UP Gresik 2017 ME 30 30 0 0%

UP Gresik 2018 ME 30 30 0 0%

UP Gresik 2012 ME 30 49 19 63%

Page 107: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

87

UNIT TAHUN TIPE OH RENCANA REALISASI SELISIH PERSEN

UP Gresik 2014 SE 42 45 3 7%

UP Gresik 2015 SE 45 38 -7 -16%

UP Gresik 2015 SE 45 44 -1 -2%

UP Gresik 2016 SE 45 45 0 0%

UP Gresik 2018 SE 45 27 -18 -40%

UP Paiton 2012 SE + 90 127 37 41%

UP Paiton 2018 SI 35 60 25 71%

UP Paiton 2014 SI 21 23 2 10%

UP Paiton 2013 SI 21 23 2 10%

UP Paiton 2012 SI 26 153 127 488%

UP Gresik 2013 SI 13 24 11 85%

UP Gresik 2013 SI 14 20 6 43%

UP Paiton 2015 SI + 45 37 -8 -18%

Tabel 4.4 – Rencana dan Realisasi Jadwal Overhaul Pembangkit UBJOM

(dikerjakan PJBS)

UNIT TAHUN TIPE OH RENCANA REALISASI SELISIH PERSEN

UBJOM Paiton 2016 ME 42 33 -9 -21%

UBJOM

Rembang 2016 ME 33 41 8 24%

UBJOM

Rembang 2015 ME 33 50 17 52%

UBJOM

Indramayu 2014 ME 42 42 0 0%

UBJOM

Indramayu 2014 ME 42 61 19 45%

UBJOM

Indramayu 2015 ME 42 40 -2 -5%

UBJOM Pacitan 2017 ME 46 59 13 28%

UBJOM Pacitan 2017 ME 46 103 57 124%

UBJOM Pacitan 2016 ME 45 45 0 0%

UBJOM Paiton 2017 SE 66 67 1 2%

UBJOM Rembang 2018 SE 54 54 0 0%

UBJOM

Rembang 2017 SE 63 50 -13 -21%

UBJOM

Indramayu 2016 SE 55 195 140 255%

UBJOM

Indramayu 2017 SE 56 56 0 0%

UBJOM Indramayu 2017 SE 63 58 -5 -8%

UBJOM Paiton 2015 SI 28 34 6 21%

Page 108: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

88

UNIT TAHUN TIPE OH RENCANA REALISASI SELISIH PERSEN

UBJOM

Rembang 2017 SI 33 36 3 9%

UBJOM

Rembang 2016 SI 26 22 -4 -15%

UBJOM

Rembang 2014 SI 26 25 -1 -4%

UBJOM

Rembang 2014 SI 26 25 -1 -4%

UBJOM Tj

Awar3 2016 SI 26 43 17 65%

UBJOM

Indramayu 2013 SI 26 32 6 23%

UBJOM

Indramayu 2013 SI 42 40 -2 -5%

UBJOM

Indramayu 2014 SI 26 32 6 23%

UBJOM

Indramayu 2015 SI 26 19 -7 -27%

UBJOM

Indramayu 2015 SI 26 52 26 100%

UBJOM

Indramayu 2016 SI 26 30 4 15%

UBJOM

Indramayu 2017 SI 26 51 25 96%

UBJOM Pacitan 2016 SI 70 117 47 67%

UBJOM Pacitan 2015 SI 26 28 2 8%

UBJOM Pacitan 2015 SI 26 70 44 169%

Atau jika dilakukan pengelompokan berdasar jenis overhaulnya, diperoleh data

seperti nampak pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Faktor Koreksi Durasi Overhaul berdasar Jenisnya

JENIS OH EXISTING UBJOM

SI 98% 34%

ME 9% 27%

SE -2% 38%

4.2.1.3. Waktu Tunda Pengaruh PM dan Maintenance Project ke Keandalan

Tidak terdapat waktu pasti yang mencermikan waktu tunda pengaruh PM

dan maintenance project ke keandalan. Namun dari justifikasi praktisi pembangkit,

pengaruh PM ke keandalan berjeda 180 hari (6 bulan) sedangkan dampak terkait

maintenance project lebih cepat , yaitu 30 hari (1 bulan).

4.2.2. Variabel pada Model Biaya Operasi

Biaya operasi mendominasi sekitar 80% dari seluruh biaya O&M

pembangkit. Penulisan data yang tepat pada model akan menentukan keakuratan

Page 109: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

89

model. Beberapa parameter penting terkait biaya operasi meliputi : korelasi antara

NPHR dan beban, faktor koreksi NPHR dalam kendali operator, pemakaian sendiri,

susut trafo, dispatch (tingkat pembebanan) P2B, dan pengaruh investasi pada

perbaikan NPHR.

4.2.2.1. Korelasi antara NPHR dan Beban

Efisiensi termal pembangkit listrik, baik dinyatakan dalam persen maupun

NPHR, merupakan fungsi beban. Hal ini bersifat spesifik tergantung jenis mesin

pembangkit. Dalam penelitian ini, disusun korelasi antara beban dan NPHR PLTU

Paiton 9 yang merepresentasikan PLTU batu bara kelas 600 MW. Data ini diambil

dari rekap data operasi PLTU Paiton 9 tahun 2012-2017. Hubungan antara beban

dan NPHR ditunjukkan pada Gambar 4.12. Mengingat hubungannya tidak selalu

linier, Vensim menggunakan fasilitas look up untuk mengakomodasi model ini.

Gambar 4.12 Korelasi antara NPHR dan Beban Pembangkit

4.2.2.2. Faktor Koreksi NPHR dalam Kendali Operator

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian NPHR, diantaranya

nampak pada pareto heat rate PLTU Paiton 9 pada Gambar 4.13.

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

3,000.00

3,500.00

4,000.00

4,500.00

88 262346405479525548556565575594603608613619620624630648

NP

HR

(kC

al/k

Wh

)

Beban Pembangkit (MW)

Page 110: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

90

Gambar 4.13 Pareto Heat Rate PLTU Paiton 9 Desember 2017 (UBJOM Paiton,

2017)

Pareto heat rate menampilkan deviasi heat rate antara saat commissioning

dengan aktual pengukuran saat ini. Kenaikan heat rate ini dikelompokkan berdasar

kategori besar, diantaranya : boiler component, turbine cycle component, plant

controllable, dan operator controllable. Pada penelitian ini, historis faktor

penambah NPHR yang termasuk operator controllable direkap. Dari data yang ada

diketahui, kontribusi operator terhadap NPHR bervariasi dari 13,23 kCal/kWh ke

217,51 kCal/kWh dengan rata-rata 45,82 kCal/kWh.

4.2.2.3. Pemakaian Sendiri dan Susut Trafo

Pemakaian sendiri (auxiliary power) adalah energi listrik yang dibutuhkan

untuk menyuplai peralatan pendukung di pembangkit. Energi ini disuplai oleh trafo

pemakaian sendiri yang berasal dari output generator. Dengan kata lain, pemakaian

sendiri akan mengurangi penjualan energi listrik. Besaran energi pemakaian sendiri

tergantung beban pembangkit. Semakin tinggi beban pembangkit, maka semakin

banyak pula auxiliary power yang diperlukan. Dari data PLTU Paiton 9 periode

tahun 2012-2017 diketahui rata-rata energi pemakaian sendiri adalah 6,34% dari

produksi.

Selain karena pemakaian sendiri, berkurangnya penjualan juga terkait

susut trafo. Nilai susut trafo tidak diketahui pasti, dan biasanya ditentukan sebagai

Page 111: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

91

selisih antara produksi, pemakaian sendiri, dan penjualan. Namun angkanya

cenderung konstan. Pada model ini, susut trafo diset 3.087.000 kWh per bulan.

4.2.2.4. Pengaruh Investasi pada Perbaikan NPHR

Ada beberapa pekerjaan yang dianggap mampu mengembalikan efisiensi

termal pembangkit, seperti retubing HPH, retubing condenser, atau penggantian

elemen air preheater. Pada masing-masing pekerjaan dapat dihitung gain

penurunan NPHR yang mampu dicapai. Jika besar investasi per pekerjaan

diketahui, maka dapat disusun hubungan antara investasi dengan perbaikan NPHR.

Pada penelitian ini, disusun tabel yang menjelaskan hubungan investasi dengan

perbaikan NPHR yang diambil dari data beberapa PLTU di PJB. Hasilnya

ditampilkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Biaya Perbaikan NPHR

NO

NAMA

PEKERJAAN/AREA

IMPROVEMENT

KONTRIBUSI

NPHR

(kCal/kWh)

BIAYA (Rp) COST NPHR

(Rp/(kCal/kWh))

1 Reheat Steam Flow 60.66 696,000,000.00 11,473,788.33

2 Air Heater Effectiveness 34.67 5,460,000,000.00 157,484,857.23

3 Un burned carbon 34.42 6,100,000,000.00 177,222,545.03

4 Outlet Gas Temperature 31.5 5,400,000,000.00 171,428,571.43

5 Main Steam Flow 10.48 696,000,000.00 66,412,213.74

6 Retubing HPH 59.55 6,420,000,000.00 107,808,564.23

7

Penggantian Elemen Air

Heater 68.36 500,000,000.00 7,314,218.84

8 Tuning Boiler 105.96 350,000,000.00 3,303,133.26

9 Perbaikan grinding roll 20.37 237,392,150.00 11,654,008.35

10

Penggantian Nozzle

service ejector 42.23 400,000,000.00 9,471,939.38

RATA-RATA 72,357,383.98

Sumber : PJB, 2017

Dari sini diketahui biaya yang diperlukan untuk menurunkan NPHR setara 1

kCal/kWh adalah Rp. 72.357.383,98

Page 112: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

92

4.2.3. Variabel pada Model Biaya Pemeliharaan

Pada model biaya pemeliharaan, variabel yang diperlukan untuk simulasi

antara lain : penentuan time to repair (TTR), variabel terkait pemeliharaan rutin,

variabel terkait overhaul, dan variabel terkait maintenance project.

4.2.3.1. Penentuan Time to Repair (TTR) dan Variabel terkait Emergency

Maintenance

Time to Repair (TTR) adalah waktu yang dipergunakan untuk

menyelesaikan sebuah pekerjaan pemeliharaan sampai peralatan kembali berfungsi

sebagaimana sebelumnya. Adapun Mean Time to Repair (MTTR) menunjukkan

rerata dari beberapa data TTR. Semakin pendek MTTR, maka semakin baik karena

artinya down time peralatan hanya sebentar. Down time terdiri atas passive

downtime dan active downtime. Waktu yang teralokasikan untuk langkah

penormalan disebut active down time, namun dikatan passive down time jika selama

down time, teknisi tidak dapat bekerja misalkan terkait ketersediaan material

maupun isu lain.

Distribusi data TTR, baik untuk peralatan utama maupun BOP, diuji

menggunakan software Minitab. Hasilnya adalah sebagaimana ditulis pada Tabel

4.7. Adapun terkait resources yang dibutuhkan untuk mengeksekusi emergency

maintenance, maka TTR tersebut dikalikan dengan rata-rata jumlah orang per

workorder. Dari pengalaman praktis di PJB, per WO EM rata-rata membutuhkan 6

orang teknisi.

Tabel 4.7 Distribusi TTR Level Plant

NO KATEGORI DISTRIBUSI β

(SHAPE)

α

(SCALE)

γ

(LOCATOR) MIN MAX

1 TTR - Main

Equipment

Weibull 3

Paramater

0.56003 1.97773 0.01856 0.01875 42.3611

2 TTR - BOP Weibull 3

Parameter

0.49884 2.51059 0.01856 0.02222 38.0417

4.2.3.2. Variabel terkait Pemeliharaan Rutin

Beberapa variabel terkait pemeliharaan rutin diambil dari database EPRI,

data PJB, maupun justifikasi sebagaimana praktek yang dijalankan di PJB.

Diantaranya direkap ke dalam Tabel 4.8

Page 113: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

93

Tabel 4.8 Variabel terkait Pemeliharaan Rutin

NO VARIABEL SATUAN NILAI

1. Rata-rata WO PM terbit

per hari

Workorder 162

2. Rata-rata resources

dibutuhkan per WO PM

Manhour/Workorder 2

3. Rata-rata WO PdM

terbit per hari

Workorder 3

4. Rata-rata resources

dibutuhkan per WO

PdM

Manhour/Workorder 4

5. Rata-rata WO CM terbit

per hari

Workorder 9

6. Rata-rata resources

dibutuhkan per WO CM

Manhour/Workorder 20

7. Jumlah teknisi Orang 50

8. Resources efektif per

hari

jam/hari 6

9. Rata-rata biaya material

CM per WO

Rp/Workoder

5.969.280,00

10. Rata-rata biaya material

EM per WO

Rp/Workoder

4.595.210,00

11. Rata-rata biaya material

PdM per WO

Rp/Workoder

2.974.270,00

12. Rata-rata biaya material

PM per WO

Rp/Workoder

908.449,00

Pemeliharaan rutin meskipun terkesan sepele, namun berkontribusi positif

terhadap keandalan. Secara langsung, penurunan PM compliance akan menginisiasi

terbitnya WO CM berselang waktu tertentu. Dari praktis di PJB, jeda waktu ini rata-

rata 90 hari (3 bulan). Dalam waktu yang lebih panjang, PM compliance ini akan

mengubah konstanta Weibull keandalan. Konteks PM tersebut, baik yang bersifat

bersihkan, kencangi, lumasi maupun dalam konteks overhaul. Dari hasil simulasi

data di Navitas, diperoleh hubungan antara PM compliance dengan pergeseran

konstanta Weibull keandalan sebagaimana Gambar 4.14. Pada model, data tersebut

dijadikan feedback loop ke fungsi keandalan dan ketersediaan.

Page 114: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

94

Gambar 4.14 Korelasi antara Konstanta Weibull pada PM Compliance Peralatan

Utama

Gambar 4.15 Korelasi antara Konstanta Weibull pada PM Compliance Peralatan

Pendukung

4.2.3.3. Variabel terkait Overhaul

Overhaul sebetulnya adalah bagian preventive maintenance yang

dilaksanakan setahun sekali. Jenis overhaul untuk PLTU adalah simple inspection

(SI), medium inspection (ME), dan serious inspection (SE) mengacu siklus SI-SE-

SI-ME. Beberapa variabel terkait pelaksanaan overhaul, baik yang bersumber dari

manual book maupun statistik data di PJB dapat dijelaskan pada Tabel 4.9. Pada

tabel tersebut, nilai biaya material lebih kecil dari jasa karena biaya material

tersebut sebatas material consumable (habis pakai), adapun spare part spesifik

y = -0.0065x + 0.5375

y = 0.3579x + 6.6728

0

2

4

6

8

10

1 2 3 4 5 6

Co

rrec

tio

n F

acto

r

PM Compliance

Betha Alpha Linear (Betha) Linear (Alpha)

y = -0.0033x + 0.6258

y = 1.5056x + 14.897

y = -8E-18x + 0.055

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6

Co

rrec

tio

n F

acto

r

PM Compliance

Betha Alpha Locator

Linear (Betha) Linear (Alpha) Linear (Locator)

Page 115: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

95

dimasukkan dalam pos biaya maintenance project. Pada prakteknya, overhaul akan

disubkan pada kontraktor lain.

Tabel 4.9 Variabel terkait Overhaul

NO VARIABEL SATUAN NILAI

1. Durasi standar SI Hari 32

2. Durasi standar ME Hari 46

3. Durasi standar SE Hari 65

4. Biaya material SI Rupiah 2.652.080.000,00

5. Biaya jasa SI Rupiah 18.859.500.000,00

6. Biaya material ME Rupiah 2.292.530.000,00

7. Biaya jasa ME Rupiah 24.475.400.000,00

8. Biaya material SE Rupiah 19.729.200.000,00

9. Biaya jasa SE Rupiah 32.582.600.000,00

4.2.3.4. Variabel terkait Maintenance Project

Beberapa variabel penting terkait maintenance project cost adalah

anggaran tahunan, persentase anggaran yang dialokasikan untuk perbaikan NPHR,

termasuk adanya faktor koreksi terkait birokrasi jika anggaran project mengacu

sistem reimburse (penggantian) oleh pemilik aset kepada kontraktor O&M.

Anggaran project pada model diset sesuai yang dilaksanakan di PLTU Paiton 9

yaitu Rp 401.384.000.000,00 per tahun yang merupakan anggaran PLN. Dari

anggaran tersebut, 20% dialokasikan untuk perbaikan NPHR.

Besarnya biaya yang dialokasikan untuk maintenance project akan

mengoreksi konstanta Weibull baik α maupun β. Nilai koreksi berdasar data yang

diolah dari Navitas dan historis nilai pengadaan untuk maintenance project

ditunjukkan pada Gambar 4.16 dan 4.17.

Page 116: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

96

Gambar 4.16 Korelasi antara Konstanta Weibull (β) dengan Anggaran Investasi

Gambar 4.17 Korelasi antara Konstanta Weibull (α) dengan Anggaran Investasi

4.2.4. Variabel pada Model Cash Flow

Untuk mengkalkulasi pendapatan, diperlukan beberapa variabel transaksi

yang merupakan kesepakatan dalam PPA. Data lain diperolej dari statistik data di

PJB. Secara lengkap, variabel terkait model pendapatan dijelaskan pada Tabel 4.10.

0

0.005

0.01

0.015

0.02

0.025

2.5 20

37.5 55

72.5 90

107.

5

125

142.

5

160

177.

5

195

212.

5

230

247.

5

265

282.

5

300

317.

5

335

352.

5

370

387.

5

405

422.

5

440

457.

5

475

492.

5

Fakt

or

Ko

reks

i Ko

nst

anta

β

Investasi (Rp Miliar)

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

2.5 20

37.5 55

72.5 90

107.

5

125

142.

5

160

177.

5

195

212.

5

230

247.

5

265

282.

5

300

317.

5

335

352.

5

370

387.

5

405

422.

5

440

457.

5

475

492.

5

Fakt

or

Ko

reks

i Ko

nst

anta

α

Investasi (Rp Miliar)

Page 117: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

97

Tabel 4.10 Variabel terkait Model Cash Flow

NO VARIABEL SATUAN NILAI

1. Target Availability % 85

2. H Kap Rp/(kW.bulan) 80.724,9

3. Daya Mampu Netto kW 615.000

4. H Fix Rp/(kW.bulan) 26.633,9

5. SHR w kCal/kWh @ 300 MW = 3011

@ 330 MW = 2850

@ 495 MW = 2643

@ 580 MW = 2597

6. HHV k kCal/kg 4306

7. Harga Batu Bara

Tertimbang

Rp/kg

793

8. CF pada tahun ke 1-4 % 100%

9. CF pada tahun ke 4-6 % 80% - 100%

10. CF pada tahun ke 6-10 % 60% - 100%

11. Biaya penyusutan Rp/bulan 19.359.400.000,-

12. Biaya kontraktor O&M Rp/bulan 0

13. Biaya LK3 Rp/bulan 1.748.770.000,-

14. Jumlah operator Orang 104

15. Rerata gaji operator Rp/bulan 17.234.400,-

16. Rerata gaji teknisi Rp/bulan 15.587.800,-

17. Total gaji staf

pendukung/administrasi

Rp/bulan

1.545.830.000,-

18. Total gaji manajemen

dan supervisor

Rp/bulan

1.024.670.000,-

4.2.5. Variabel Exogenous

Data exogenous adalah data yang berasal dari luar model dan bersifat

independen terhadap model. Beberapa data exogenous diantaranya :

4.2.5.1. Harga Batu Bara

Pada model ini, referensi harga batu bara diambil dari Harga Batubara

Acuan (HBA) yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral, untuk batu bara rendah kalori (low range coal) 4.200 kCal/kg sesuai

spesifikasi kebanyakan pembangkit FTP 1 di Indonesia. Harga batu bara ditentukan

beberapa faktor, diantaranya supply-demand (domestik dan luar negeri), faktor

geopolitik, dan kondisi cuaca yang susah diprediksi (Sinadia, 2018). Maka wajar

ketika harga batu bara tidak bisa dibuat tren fungsi waktu. Gambar 3.25

menunjukkan pergerakan HBA untuk LRC.

Page 118: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

98

Gambar 4.18 Tren Harga LRC kelas 4200 kCal/kg (Kementerian ESDM, 2017)

Karena data pada Gambar 4.19 bersifat acak, harga batu bara pada model

diperoleh sesuai random berdasar statistik harga yang pernah muncul.

Distribusi diidentifikasi menggunakan software Minitab.

4.2.5.2. Heat Heating Value (HHV)

Nilai kalori batubara bersifat random. Variansi ini bisa disebabkan oleh

suplai batu bara dari tambang yang berbeda-beda atau faktor kompetensi operator

coal handling dalam membuat campuran yang seragam, mengingat proses blending

dilakukan secara manual. Dari statistik pembangkit FTP 1 yang dikelola PJB, range

HHV batu bara LRC dengan kelas 4200 kCal/kg berkisar antara 4025 kCal/kg

sampai 4501 kCal/kg, dengan rata-rata 4287,5 kCal/kg dan standar deviasi 107,99

kCal/kg. Dalam model ini, Vensim membuat random HHV sesuai distribusi

tersebut.

4.2.5.3. Dispatch P2B

Faktor pembebanan (dispatch) P2B dikategorikan sebagai variabel

eksternal meskipun dalam merit order system terdapat proses bidding berdasar

harga komponen C dimana beberapa aspek menjadi domain pemilik aset

pembangkit. Untuk pembangkit yang saat ini sudah beroperasi, diperkirakan masih

akan dibebani 100% sampai 4 tahun ke depan. Ketika CF aktual tidak bisa

maksimal, lebih disebabkan ketidakmampuan pembangkit untuk memenuhi

0

10

20

30

40

50

60

70

Jan

-09

Jun

-09

No

v-0

9

Ap

r-1

0

Sep

-10

Feb

-11

Jul-

11

Dec

-11

May

-12

Oct

-12

Mar

-13

Au

g-1

3

Jan

-14

Jun

-14

No

v-1

4

Ap

r-1

5

Sep

-15

Feb

-16

Jul-

16

Dec

-16

May

-17

Har

ga B

atu

Bar

a (U

SD/t

on

)

Page 119: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

99

permintaan P2B. Namun setelah 4 tahun ke depan, pembebanan akan berfluktuasi

karena pada waktu itu pembangkit ultra super critical (USC) yang lebih efisien

telah masuk ke sistem Jawa Bali. Pada model ini dibuat anggapan CF sebagai

berikut :

Tabel 4.11 Variabel terkait Faktor Pembebanan oleh P2B

NO VARIABEL SATUAN NILAI

1. CF pada tahun ke 1-4 % 100%

2. CF pada tahun ke 4-6 % 80% - 100%

3. CF pada tahun ke 6-10 % 60% - 100%

4.2.5.4. BI Rate

Suku bunga bank juga termasuk faktor eksternal karena di luar kendali

pemilik aset pembangkit. Suku bunga bank dipergunakan untuk menghitung NPV.

Informasi suku bunga bank diambil dari Bank Indonesia yang dikenal dengan

sebutan BI rate. Tren BI rate ditampilkan pada Gambar 3.26. Adapun pada model

dibuat asumsi BI rate adalah 7,74% per tahun yang merupakan rerata BI rate 10

tahun ke belakang.

Gambar 4.20 Tren Suku Bunga (Bank Indonesia, 2018)

4.2.5.5. Tarif Pajak

Pajak dimaksud ini adalah Pajak Penghasilan (PPH) badan, yaitu pajak

yang dikenakan kepada perusahaan sebagai sebuah entitas wajib pajak. Sesuai

Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas

Penghasilan dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

BI R

ate

(%)

Page 120: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

100

Peredaran Bruto Tertentu, tarif PPH badan dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Mengingat pendapatan pembangkit pasti di atas Rp 50 miliar per tahun, maka tarif

pajak pada model ini mengacu nilai 25% dari penghasilan kena pajak (PKP).

Tabel 4.12 Tarif PPH Badan

Penghasilan Kotor (Rp) Tarif Pajak

< Rp 4,8 miliar 1% x Penghasilan kotor

Rp 4,8 miliar – Rp 50 miliar {0,25 – (0,6 miliar/penghasilan kotor)}

x PKP

> Rp 50 miliar 25% x PKP

Sumber : PP No 46 Tahun 2013

4.3.Verifikasi Model

Penelitian ini menggunakan 4 metode untuk memverifikasi model, yaitu :

Pemeriksaan logika

Pemeriksaan struktur model

Pemeriksaan satuan model

Pemeriksaan sensitivitas model

Selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut :

4.3.1. Pemeriksaan Logika

Uji logika dilakukan dengan melihat dua variabel yang saling

berhubungan, serta membandingkan hasil logika aktual dengan hasil simulasi.

Sebagai metode pengujian diambil 2 parameter yang saling berhubungan. Sebagai

contoh, pada kondisi aktual beban pembangkit berbalik dengan NPHR. Vensim

kemudian mensimulasi kedua paramater pada bulan ke 1-10, diperoleh grafik pada

Gambar 4.21, nampak bahwa pola logika tersebut benar. Pada Vensim, kedua

parameter tersebut memang membentuk balancing feedback loop (negatif).

Uji kedua diambil parameter NPHR dan Biaya Pokok Persediaan (BPP)

sebagaimana ditampilkan pada Gambar 4.22. Dari grafik tersebut nampak bahwa

semakin tinggi NPHR maka BPP akan semakin tinggi pula, yang hal ini sesuai

dengan realita di lapangan yang mengacu reinforce feedback loop (positif).

Page 121: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

101

Gambar 4.21 Uji Logika Balancing Feedback Loop

Gambar 4.22 Uji Logika Reinforce Feedback Loop

Dari kedua sampling tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara logika,

model yang disusun telah valid.

4.3.2. Pemeriksaan Struktur Model

Pemeriksaan struktur model dimaksudkan untuk mengetahui bahwa model

telah mencerminkan sistem dinamik, dimana karakter utama sistem dinamik adalah

adanya closed loop. Vensim telah menyediakan fitur untuk pemeriksaan struktur

model. Ketika model telah memiliki closed loop dan Vensim telah menyatakan

model telah “OK”, maka dapat dikatakan model telah valid. Gambar 4.23 dan 4.24

menunjukkan Vensim melakukan pengujian validitas struktur model.

2,200.00

2,400.00

2,600.00

2,800.00

3,000.00

-

200.00

400.00

600.00

800.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

NP

HR

(kC

al/k

Wh

)

Beb

an (

MW

)

Bulan ke

Beban NPHR

-

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

600.00

2200

2300

2400

2500

2600

2700

2800

2900

3000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Bia

ya P

oko

k P

rod

uks

i (R

p)

NP

HR

(kC

al/k

Wh

)

Bulan ke

NPHR BPP

Page 122: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

102

Gambar 4.23 Pengujian Eksistensi Closed Loop pada Model

Gambar 4.24 Pengujian Struktur Model oleh Vensim

Dari pengujian oleh Vensim tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara

logika, model yang disusun telah valid.

4.3.3. Pemeriksaan Satuan Model

Sama dengan pengujian struktur, Vensim juga menyediakan fasilitas untuk

menguji konsistensi satuan. Ketika Vensim telah menyatakan model telah “OK”,

maka dapat dikatakan model telah valid. Gambar 4.25 menunjukkan Vensim

melakukan pengujian konsistensi satuan, dimana dinyatakan unit telah konsisten.

Page 123: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

103

Gambar 4.25 Pengujian Konsistensi Satuan oleh Vensim

4.3.4. Pemeriksaan Sensitivitas Model

Analisis sensitivitas digunakan untuk menganalisis seberapa sensitif

model merespon perubahan variabel input. Biasanya uji sensitivitas diterapkan

untuk menguji variabel yang tidak bisa dikontrol manajemen namun berpengaruh

pada variabel output. Variabel yang dipilih untuk uji sensitivitas adalah :

Ketepatan Eksekusi Serious Inspection (SE)

Alokasi anggaran untuk perbaikan NPHR

Tarif Kontraktor O&M

Dispatch CF

Harga batu bara

Variabel input divariasi menjadi 3, yaitu nilai dasar (base), naik 10% dan

turun 10% dari nilai dasar, sedang variabel lain dipertahankan konstan. Selanjutnya,

respon simpangan pada variabel output atas perubahan ini, dievaluasi. Yang dipilih

menjadi variabel output antara lain :

Net Cash Flow (NCF)

Net Present Value (NPV)

Availability

Page 124: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

104

Mengingat, hasil untuk NCF dan availability bersifat naik turun, maka

yang dipilih sebagai variabel output adalah Net Present Value (NPV). Disamping

itu, NPV merepresentasikan keuntungan kumulatif perusahaan. Kondisi uji

sensitivitas direkap pada Tabel 4.13. Nilai yang ditulis pada Tabel 4.13 mengacu

data PLTU Paiton 9 yang pelaksanaan O&M saat ini dialihdayakan untuk cakupan

kewenangan asset manager dan asset operator.

Tabel 4.13 Kondisi Uji Sensitivitas Variabel Input

No Paramater Satuan Basis Basis + 10% Basis - 10%

Kompetensi Kontraktor O&M

1 Ketepatan eksekusi

Serious Inspection (SE)

Hari 65 71.5 58.5

Tata Kelola O&M

2 Alokasi anggaran untuk

perbaikan NPHR

Persen 20 22 18

Kebijakan Bisnis

3 Tarif Kontraktor O&M Rp/bulan 6,957,685,778.30 7,653,454,356.13 6,261,917,200.47

Faktor Kompetisi Pasar

4 Dispatch Capacity Factor

(CF)

Persen 80 96 64

Faktor Eksternal

5 Harga batu bara Rp/ton 594,287.04 653,715.7427 534,858.335

Hasil uji sensitivitas dapat dijelaskan sebagai berikut :

4.3.4.1. Ketepatan Eksekusi Serious Inspection (SE)

Serious Inspection (SE) dipilih sebagai variabel input mengingat overhaul

jenis ini menyebabkan down time paling lama (65 hari). Ketika terjadi perpanjangan

jadwal SE, maka efeknya ke NPV dianggap paling signifikan. Jika ditabulasikan,

uji sensitivitas tampak seperti pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Hasil Uji Sensitivitas untuk Variabel Input Faktor Koreksi SE

No Kondisi Durasi SE

(hari) NPV (Rupiah)

Deviasi

Output (%)

1. Base 65 3.750.058.524.672,00 1.50%

2. Base + 10% 71,5 3.702.388.948.992,00

3. Base – 10% 58,5 3.758.775.336.960,00

Page 125: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

105

Hasil running Vensim dapat dilihat pada Gambar 4.26

Gambar 4.26 Uji Sensitivitas terkait Ketepatan Eksekusi Serious Inspection

Dari Tabel 4.14 maupun Gambar 4.26, nampak bahwa perubahan durasi

serious inspection sebesar 20%, yaitu lebih lambat 10% maupun lebih cepat 10%

dari jadwal awal, hanya menghasilkan deviasi NPV sebesar 1,5%. Hal ini

disebabkan biaya overhaul bersifat borongan per paket pekerjaan dan belum ada

faktor penalti atas keterlambatan eksekusi. Dampak ke biaya hanya terkait

availability.

4.3.4.2. Alokasi Anggaran untuk Perbaikan NPHR

Alokasi anggaran untuk perbaikan NPHR dipilih sebagai variabel input

karena NPHR sangat signifikan mempengaruhi biaya operasi, yaitu memegang

sekitar 60% dari total biaya O&M. Variabel yang dimodifikasi adalah persentase

Monthly NCF

400 B

0

-400 B

2018 2021 2024 2027

Year

Rp

Monthly NCF : SE Schedule Compliance (-10%)

Monthly NCF : SE Schedule Compliance (+10%)

Monthly NCF : SE Schedule Compliance (base)

Power Plant NPV

4 T

2 T

0

2018 2021 2024 2027

Year

Rp

Power Plant NPV : SE Schedule Compliance (-10%)

Power Plant NPV : SE Schedule Compliance (+10%)

Power Plant NPV : SE Schedule Compliance (base)

Availability

1

.5

0

2018 2020 2022 2024 2026 2028

Year

Dm

nl

Availability : SE Schedule Compliance (-10%)

Availability : SE Schedule Compliance (+10%)

Availability : SE Schedule Compliance (base)

Page 126: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

106

jumlah anggaran maintenance project yang dialokasikan untuk program perbaikan

NPHR. Jika ditabulasikan, uji sensitivitas tampak seperti pada Tabel 4.15

Tabel 4.15 Hasil Uji Sensitivitas untuk Variabel Input Persen Alokasi Anggaran

untuk Perbaikan NPHR

No Kondisi

Alokasi

Anggaran

(%)

NPV (Rupiah) Deviasi

Output (%)

1. Base 20 3.750.058.524.672,00 2,76%

2. Base + 10% 22 3.809.747.664.896,00

3. Base – 10% 18 3.706.149.666.816,00

Hasil running Vensim dapat dilihat pada Gambar 4.27

Gambar 4.27 Uji Sensitivitas terkait Alokasi Anggaran untuk NPHR Improvement

Monthly NCF

400 B

0

-400 B

2018 2021 2024 2027

Year

Rp

Monthly NCF : Anggaran NPHR Improvement (-10%)

Monthly NCF : Anggaran NPHR Improvement (+10%)

Monthly NCF : Anggaran NPHR Improvement (base)

Power Plant NPV

4 T

2 T

0

2018 2021 2024 2027

Year

Rp

Power Plant NPV : Anggaran NPHR Improvement (-10%)

Power Plant NPV : Anggaran NPHR Improvement (+10%)

Power Plant NPV : Anggaran NPHR Improvement (base)

Availability

1

.5

0

2018 2020 2022 2024 2026 2028

Year

Dm

nl

Availability : Anggaran NPHR Improvement (-10%)

Availability : Anggaran NPHR Improvement (+10%)

Availability : Anggaran NPHR Improvement (base)

Page 127: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

107

Dari Tabel 4.15 maupun Grafik 4.27, nampak bahwa perubahan alokasi

anggaran untuk program perbaikan NPHR sebesar 20%, yaitu naik 10% maupun

turun 10% dari kondisi semula, menghasilkan deviasi NPV sebesar 2,76%. Angka

ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perubahan durasi Serious Inspection.

Meskipun NPHR cukup signifikan menentukan biaya operasi, namun dampak

terhadap peralatan bersifat delay. Disamping itu, dampak investasi ke perbaikan ke

efisiensi termal berbeda-beda antar peralatan. Kendati tidak terlalu sensitif,

manajemen harus tetap berkomitmen memperbaiki efisiensi termal, mengingat tren

bisnis ketenagalistrikan saat ini sudah tidak hanya mengacu ke keandalan, namun

juga efisien secara bisnis.

4.3.4.3. Tarif Kontraktor O&M

Komponen ini adalah biaya yang harus dibayarkan pemilik aset kepada

kontraktor O&M atas jasa yang diberikan. Meski biaya bersifat lumpsum (flat),

namun dalam menentukan tarif, kontraktor O&M pasti telah memperhitungkan

seluruh komponen biaya O&M. Jika ditabulasikan, uji sensitivitas tampak seperti

pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Hasil Uji Sensitivitas untuk Tarif Biaya Jasa O&M

No Kondisi Biaya Jasa

O&M (Rp) NPV (Rupiah)

Deviasi

Output (%)

1. Base 6.957.685.778,30 3.750.058.524.672,00 4,15%

2. Base + 10% 7.653.454.356,13 3.672.211.980.288,00

3. Base – 10% 6.261.917.200,47 3.827.905.331.200,00

Hasil running Vensim dapat dilihat pada Gambar 4.28

Page 128: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

108

Gambar 4.28 Uji Sensitivitas terkait Tarif Kontraktor O&M

Dari Tabel 4.16 maupun Grafik 4.28, tarif jasa O&M cukup signifikan

mempengaruhi NPV. Perubahan biaya jasa O&M sebesar 20%, yaitu naik 10% atau

turun 10% dari kondisi semula, memberi pengaruh deviasi 4,15% ke NPV. Variabel

ini bersifat independen, dalam arti tidak merupakan fungsi variabel yang lain,

namun cukup berpengaruh ke NPV. Analisis ini memberikan pesan ke manajemen

untuk lebih dapat mengendalikan komponen biaya ini, salah satunya dengan

menemukan mitra kerja yang mampu menawarkan tarif jasa yang kompetitif.

Kendati demikian, jangan sampai tarif yang murah mengabaikan aspek kualitas.

Untuk itu manajemen harus melakukan due diligence yang cermat untuk

menemukan kontraktor O&M yang tepat.

Power Plant NPV

4 T

2 T

0

2018 2021 2024 2027

Year

Rp

Power Plant NPV : Monthly O&M Contractor Tariff (-10%)

Power Plant NPV : Monthly O&M Contractor Tariff (+10%)

Power Plant NPV : Monthly O&M Contractor Tariff (base)

Monthly NCF

400 B

0

-400 B

2018 2021 2024 2027

Year

Rp

Monthly NCF : Monthly O&M Contractor Tariff (-10%)

Monthly NCF : Monthly O&M Contractor Tariff (+10%)

Monthly NCF : Monthly O&M Contractor Tariff (base)

Availability

1

.5

0

2018 2020 2022 2024 2026 2028

Year

Dm

nl

Availability : Monthly O&M Contractor Tariff (-10%)

Availability : Monthly O&M Contractor Tariff (+10%)

Availability : Monthly O&M Contractor Tariff (base)

Page 129: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

109

4.3.4.4. Dispatch Capacity Factor (CF)

Tingkat pembebanan pembangkit merupakan kewenangan P2B mengacu

tingkat permintaan beban puncak dibandingkan kesiapan unit pembangkit. Diantara

pembangkit yang siap, P2B juga melakukan prioritisasi unit yang dipanggil

(dispatch) beroperasi berdasar biaya komponen C dan karakteristik operasi masing-

masing jenis pembangkit. Aspek dispatch CF ini perlu diuji sensitivitasnya

mengingat faktor pembenanan ini merepresentasikan daya tarik pembangkit di

pasar. Hasil uji sensitivitas ditampilkan pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Hasil Uji Sensitivitas untuk Dispatch CF

No Kondisi Dispatch CF

(%) NPV (Rupiah)

Deviasi

Output (%)

1. Base 80 3.750.058.524.672,00 53,31%

2. Base + 10% 96 4.751.053.291.520,00

3. Base – 10% 64 2.751.862.407.168,00

Hasil running Vensim dapat dilihat pada Gambar 4.29

Gambar 4.29 Uji Sensitivitas terkait Dispatch CF

Monthly NCF

400 B

0

-400 B

2018 2021 2024 2027

Year

Rp

Monthly NCF : Dispatch CF (-10%)

Monthly NCF : Dispatch CF (+10%)

Monthly NCF : Dispatch CF (base)

Power Plant NPV

5 T

2.5 T

0

2018 2021 2024 2027

Year

Rp

Power Plant NPV : Dispatch CF (-10%)

Power Plant NPV : Dispatch CF (+10%)

Power Plant NPV : Dispatch CF (base)

Availability

1

.5

0

2018 2020 2022 2024 2026 2028

Year

Dm

nl

Availability : Dispatch CF (-10%)

Availability : Dispatch CF (+10%)

Availability : Dispatch CF (base)

Page 130: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

110

Berbeda dengan variabel-variabel sebelumnya, tingkat pembebanan P2B

sangat signifikan menentukan NPV. Dengan variasi input 20%, yaitu pembebanan

P2B meningkat 10% atau turun 10% dari kondisi semula, NPV bergerak sejauh

53,31%. Hal ini karena terkait langsung dengan energi yang diproduksi dan

penjualan. Sayangnya, dispatch CF tidak sepenuhnya dalam kontrol manajemen.

Dalam penelitian ini, posisi merit order PLTU Paiton 9 pada sistem Jawa Bali tidak

dimodelkan karena keterbatasan untuk mendapatkan data operasi seluruh

pembangkit di sistem Jawa Bali. Terkait hal tersebut, yang dapat dilakukan

manajemen terkait tingkat kompetetif tersebut adalah dengan menjaga efisiensi

pembangkit sehingga komponen harga tetap menarik bagi pasar.

4.3.4.5. Harga Batu Bara

Harga batu bara dipilih sebagai variabel input karena cukup signifikan

menentukan harga energi listrik kendati faktor penentu harga batu bara cukup

kompleks dan di luar kendali manajemen. Hasil uji sensitivitas terhadap harga batu

bara ditampilkan pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Hasil Uji Sensitivitas untuk Harga Batu Bara

No Kondisi Harga Batu

Bara (Rp/ton) NPV (Rupiah)

Deviasi

Output (%)

1. Base 594.287,04 3.750.058.524.672,00 62,36%

2. Base + 10% 653.715,74 2.579.415.433.216,00

3. Base – 10% 534.858,34 4.918.021.193.728,00

Hasil running Vensim dapat dilihat pada Gambar 4.30

Page 131: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

111

Gambar 4.30 Uji Sensitivitas terkait Harga Batu Bara

Dari Tabel 4.18 dan Gambar 4.30 di atas, terlihat bahwa harga batu bara

sangat sensitif menentukan NPV. Kenaikan maupun penurunan harga bara sebesar

10% akan berpengaruh 62,36% terhadap NPV. Hal ini menjadi faktor yang harus

diperhatikan dalam bisnis ketenagalistrikan. Salah satu mitigasi yang bisa diambil

adalah dengan menjaga keandalan pasokan. Di PLN sendiri sudah ditetapkan aturan

bahwa pembangkit harus menjaga persediaan batu bara untuk 15-22 hari operasi.

Disamping untuk menjaga kontinuitas operasi pembangkit, strategi ini juga untuk

menjaga biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan energi primer cenderung

konstan.

Apabila seluruh hasil analisis sensitivitas ditabulasikan, akan didapat hasil

seperti pada Tabel 4.19 dan 4.20. Net Present Value (NPV) mencerminkan aliran

kas masuk pada jangka waktu yang panjang. Metode NPV dipergunakan mengingat

Monthly NCF

400 B

0

-400 B

2018 2021 2024 2027

Year

Rp

Monthly NCF : Coal Price (-10%)

Monthly NCF : Coal Price (+10%)

Monthly NCF : Coal Price (base)

Power Plant NPV

5 T

2.5 T

0

2018 2021 2024 2027

Year

Rp

Power Plant NPV : Coal Price (-10%)

Power Plant NPV : Coal Price (+10%)

Power Plant NPV : Coal Price (base)

Availability

1

.5

0

2018 2020 2022 2024 2026 2028

Year

Dm

nl

Availability : Coal Price (-10%)

Availability : Coal Price (+10%)

Availability : Coal Price (base)

Page 132: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

112

adanya nilai uang yang cenderung menurun seiring discount rate. NPV yang tinggi

mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan. Semakin tinggi nilai NPV, maka

perusahaan tersebut dinilai semakin menguntungkan.

Tabel 4.19 Perbandingan Hasil Uji Sensitivitas dengan 5 Variabel Input

No Paramater Satuan NPV (+ 10%)

Rp NPV (- 10%)

Rp NPV (base)

Rp

Kompetensi Kontraktor O&M

1 Durasi Serious Inspection (SE)

Hari 3,702,388,948,992.00 3,758,775,336,960.00 3,750,058,524,672.00

Tata Kelola O&M

2 Alokasi anggaran untuk perbaikan NPHR

Rupiah 3,809,747,664,896.00 3,706,149,666,816.00 3,750,058,524,672.00

Kebijakan Bisnis

3 Tarif Kontraktor O&M

Rupiah 3,672,211,980,288.00 3,827,905,331,200.00 3,750,058,524,672.00

Faktor Kompetisi Pasar

4 Dispatch Capacity Factor (CF)

Persen 4,751,053,291,520.00 2,751,862,407,168.00 3,750,058,524,672.00

Faktor Eksternal

5 Harga batu bara Rupiah 2,579,415,433,216.00 4,918,021,193,728.00 3,750,058,524,672.00

Tabel 4.20 menampilkan perbandingan deviasi input dan output :

Tabel 4.20 Perbandingan Sensitivitas Tiap Variabel Input

No Paramater Satuan Deviasi Input Deviasi Output

Kompetensi Kontraktor O&M

1 Ketepatan eksekusi Serious Inspection (SE)

Hari 20% 1.50%

Tata Kelola O&M

2 Alokasi anggaran untuk perbaikan NPHR

Rupiah 20% 2.76%

Kebijakan Bisnis

3 Tarif Kontraktor O&M Rupiah 20% 4.15%

Faktor Kompetisi Pasar

4 Dispatch Capacity Factor (CF) Persen 20% 53.31%

Faktor Eksternal

5 Harga batu bara Rupiah 20% 62.36%

Page 133: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

113

Data Tabel 4.20 di atas menjelaskan bahwa secara berurutan NPV paling

sensitif dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

1. Harga batu bara (62,36%)

2. Dispatch oleh P2B (53,31%)

3. Tarif kontraktor O&M (4,15%)

4. Alokasi anggaran untuk perbaikan NPHR (2,76%)

5. Ketepatan eksekusi Serious Inspection (SE) (1,50%)

Karena harga batu bara paling sensitif (62,36%), maka begitu harga batu

bara naik sedikit saja, dampak yang ditimbulkan ke perusahaan cukup signifikan.

Hal ini berbeda ketika pelaksanaan overhaul yang mundur, tidak terlalu

mengganggu keuangan perusahaan.

Kendati parameter 1 dan 2 sangat sensitif, namun tidak seluruhnya dalam

kendali manajemen. Seperti dijelaskan sebelumnya, optimasi persediaan batu bara

maupun menjaga efisiensi pembangkit pada tingkat kompetitif, dipandang sebagai

meotode yang tepat.

Selanjutnya, manajemen diharapkan dapat memberikan best effort

terhadap parameter yang dalam kontrol mereka. Langkah yang bisa dilakukan

antara lain dengan memilih kontraktor O&M yang tepat, komitmen untuk

memperbaiki efisiensi termal pembangkit, dan menjaga overhaul dilaksanakan

tepat waktu. Perlu juga mengidentifikasi faktor leading yang mempengaruhi

parameter-parameter di atas, sehingga strategi yang diambil dapat tepat sasaran.

Model ini menunjukkan hubungan sebab akibat, yang diharapkan dapat membantu

manajemen melakukan causal tracing atas jika pada saat tertentu ditemukan

kelainan.

4.4.Uji Validitas

Untuk membuktikan validitas model, dilakukan pembandingan hasil

simulasi dengan data referensi di lapangan. Validasi menggunakan metode Mean

Absolute Percentage Error (MAPE). MAPE dihitung sesuai persamaan 3.3. Data

disimulasikan dengan skenario 2 (O&M pembangkit dialihdayakan untuk cakupan

kewenangan sebagai asset manager sekaligus asset operator) mengingat kontrak

Page 134: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

114

O&M PJB untuk PLTU Paiton 9, yang dijadikan sebagai referensi, sesuai dengan

skenario 2.

Beberapa data yang dibandingkan antara lain EAF, konsumsi batu bara,

NPHR. EAF dan NPHR dipilih sebagai pembanding mengingat kedua hal tersebut

menjadi ukuran kesuksesan pengelolaan pembangkit, yaitu keandalan dan efisiensi.

Konsumsi batu bara dijadikan referensi mengingat pada kondisi lapangan,

penggunaan batu bara diketahui melalui field instrument (alat ukur) sehingga lebih

bersifat independen. Adapun data biaya tidak dibandingkan karena tidak ditemukan

PLTU batu bara 600 MW (sebanding dengan PLTU Paiton 9) yang dikelola oleh

pemilik aset langsung.

Resume hasil perhitungan MAPE untuk skenario 2 dituliskan pada Tabel

4.21 :

Tabel 4.21 Resume Perhitungan MAPE

Parameter NPHR Konsumsi

Batu bara EAF

Rerata Model 2,835.36

211,661.25 0.817865

Data Aktual 2,796.88 206,601.58 0.8794

Gap 38.49 5,059.67 0.833721

Persen MAPE 1.38% 2.45% 5.48%

Karena persen MAPE ≤ 10% maka dapat disimpulkan model telah

VALID dengan tingkat akurasi sangat tepat dan siap dipergunakan untuk simulasi

berikutnya.

4.5. Simulasi

Sebagaimana dijelaskan pada metodologi penilitian, dipilih 4 skenario

untuk disimulasikan. Keempat skenario di atas dijalankan dengan beberapa asumsi

sebagai berikut :

Skenario 1

- Pemilik aset memegang kendali semua keputusan, terutama keputusan

yang terkait pendanaan.

Page 135: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

115

- Kompetensi karyawan paling tinggi di antara skenario yang lain. Aspek

kompetensi ini terkait erat dengan kemampuan pembangkit beroperasi

secara efisien dan juga ketepatan waktu dalam pengelolaan overhaul.

- Pemilik aset tidak menanggung biaya kontraktor O&M.

- Pemilik aset menanggung biaya kepegawaian, dimana biaya

kepegawaian cenderung lebih tinggi karena rerata usia karyawan yang

tinggi sehingga harus menaggung biaya aktuaria (kenaikan remunerasi

fungsi masa kerja)

Skenario 2

- Asset manager memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan

sampai pada level tertentu, namun untuk level yang lebih tinggi

(misalnya investasi) harus melalui persetujuan. Pada skenario ini

dikenal kebijakan reimburse dalam mengeksekusi maintenance project,

dimana asset manager diperbolehkan melakukan pengadaan dan

instalasi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan reimburse

(penggantian) oleh pemilik aset.

- Kompetensi karyawan pelaksana sebetulnya mirip dengan skenario 3,

namun pada model ini, tataran manajerial (GM sampai supervisor)

dipegang oleh orang-orang yang memiliki masa kerja dan kompetensi

lebih tinggi sehingga jaminan kualitas pekerjaan lebih baik. Dari sini

diharapkan, kualitas operasi dan pemeliharaan akan lebih baik.

- Pemilik menanggung biaya kontraktor O&M dengan nilai yang lebih

tinggi dari skenario ke-3.

- Pemilik aset tidak menanggung biaya kepegawaian karena sudah

dikompensasi oleh biaya kontraktor O&M.

Skenario 3

- Sebagai asset operator, kontraktor O&M hanya berperan sebagai

pelaksana. Semua keputusan dikembalikan ke pemilik aset. Dari sini

muncul isu keterlambatan pengambilan keputusan sehingga kadang

berdampak ke keandalan. Pada model ini, tidak dikenal mekanisme

reimburse. Kalaupun ada terkait case khusus yang harus mendapat

persetujuan pemilik aset.

Page 136: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

116

- Hampir semua karyawan pelaksana memiliki pengalaman kerja yang

kurang panjang, karena kadang pihak kontraktor O&M melakukan

rekrutmen lokal dengan mekanisme perjanjian kerja. Tataran

manajerial (GM sampai supervisor) dipegang oleh tim dengan

kompetensi relatif sama dengan pelaksana. Untuk itu, risiko kegagalan

operasi maupun kualitas overhaul jadi lebih tinggi.

- Pemilik menanggung biaya kontraktor O&M dengan nilai yang lebih

rendah dari skenario ke-2.

- Pemilik aset tidak menanggung biaya kepegawaian karena sudah

dikompensasi oleh biaya kontraktor O&M.

Skenario 4

- Pemilik aset memegang kendali semua keputusan, terutama keputusan

yang terkait pendanaan.

- Kompetensi karyawan paling tinggi di antara skenario yang lain khusus

untuk peralatan utama, namun untuk peralatan pendukung kompetensi

lebih rendah. Hal ini berisiko pada kegagalan peralatan pendukung dan

mungkin merembet ke peralatan utama jika secara reliability block

diagram terhubung serial.

- Pemilik aset menanggung biaya kontraktor O&M paling kecil

dibanding skenario yang lain.

- Pemilik aset menanggung biaya kepegawaian, namun lebih rendah

dibanding skenario ke-1.

Keempat skenario di atas diterjemahkan ke dalam model sebagaimana

dijelaskan pada Tabel 4.22. Komponen biaya jasa O&M pada skenario 1 adalah nol

karena semua pelaksanaan O&M pembangkit dikerjakan sendiri oleh pemilik aset.

Sebaliknya pada skenario 2 dan 3, komponen kepegawaian nol karena biaya

remunerasi pegawai sudah include dengan tarif O&M. Tarif O&M untuk skenario

3 lebih kecil dari skenario 2 karena cakupan pekerjaannya hanya sebagai asset

operator. Adapun skenario keempat lebih seperti penggabungan model-model

sebelumnya.

Page 137: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

117

Tabel 4.22 Interpretasi Asumsi dalam Model

Pada skenario 4, pemilik aset masih menanggung biaya pegawai yang

bertugas mengelola main equipment, namun masih tetap mengeluarkan biaya jasa

O&M yang diperuntukkan untuk pengelolaan peralatan pendukung (BOP). Pada

keempat skenario di atas, jumlah tenaga kerja diasumsikan sama.

Gambar 4.31 Grafik Availability versus Waktu

Gambar 4.31 menjelaskan respon dinamik availability pada keempat

skenario sesuai fungsi waktu. Pada gambar tersebut nampak, ketersediaan

berfluktuasi antara 0 sampai 1. Ketersediaan nol terjadi pada saat dilaksanakan

overhaul. Sebaliknya, angka availability 1 ketika pembangkit siap berprokdusi.

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

1 Correction Factor due to

Operator Competences

kCal/kWh 38.81 45.82 45.82 38.81

1 Maintenance Project Budget Rp 401,383,930,000.00 384,325,389,000.00 384,325,389,000.00 401,383,930,000.00

2

Disburse Correction due to

Birocratic Barrier

Dmnl - 0.20 0.3 -

3 SI Correction Persen 0.983760684 0.339313 0.339313 0.983760684

4 ME Correction Persen 0.091616499 0.274421 0.274421 0.091616499

5 SE Correction Persen -0.015873016 0.379149 0.379149 -0.015873016

1 Monthly O&M Tariff Rp/month - 15,821,306,760.94 4,209,792,144.96 841,958,428.99

1 Number of Operator Man 104 104 104 64

2 Avg Operator Rate Rp/man.month 17,234,375.00 - - 17,234,375.00

3 Number of Technician Man 50 50 50 35

4 Avg Technician Rate Rp/man.month 15,587,797.62 - - 15,587,797.62

5 Management Remuneration Rp/month 1,024,666,666.67 - - 914,250,000.00

6 Other Staf Remuneration Rp/month 1,545,833,333.33 - - 1,545,833,333.33

Contractor Services Cost Related

Human Resoures Cost

No Paramater SatuanNilai

Maintenance Cost Related

Operation Cost Related

-

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 97 101105109113117

Ava

ilab

ility

Bulan ke

Availability (Skenario 1) Availability (Skenario 2)

Availability (Skenario 3) Availability (Skenario 4)

Page 138: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

118

Secara sekilas, tidak terdapat perbedaan signifikan antara keempat skenario yang

disimulasikan. Untuk itu disusun grafik yang menunjukkan rerata availability

selama periode 10 tahun sebagai ditampilkan pada Gambar 4.32

Gambar 4.32 Perbandingan Rerata Availability pada Tiap Skenario

Mengacu Gambar 4.32, meskipun skenario 2 memberikan faktor

ketersediaan tertinggi namun availability keempat skenario dapat dikatakan sama.

Secara teori, keandalan suatu peralatan dipengaruhi oleh beberapat faktor,

diantaranya man, machine, method, money, tool, dan sebagainya. Penelitian ini

lebih banyak menganalisis keandalan dari sisi man dan method. Dan ternyata kedua

faktor tersebut tidak berpengaruh signifikan kepada keandalan. Besar

kemungkinan, availability akan berbeda jika mesin-nya berbeda pula, dimana

variasi mesin tidak menjadi fokus dalam penelitian ini. Diperlukan penelitian

lanjutan untuk mengkaji pengaruh jenis mesin terhadap keandalan dengan metode

O&M yang sama.

Jika faktor keandalan dianggap tidak dipengaruhi oleh metode O&M,

langkah selanjutnya adalah dengan menganalisis dari tinjauan biaya, baik melalui

parameter Net Cash Flow (NCF) maupun Net Present Value (NPV). Grafik 4.33

dan 4.34 menunjukkan hasil simulasi Vensim untuk parameter Net Cash Flow

(NCF) maupun Net Present Value (NPV).

0.858302 0.863288 0.863275

0.858300

0.800000

0.810000

0.820000

0.830000

0.840000

0.850000

0.860000

0.870000

0.880000

0.890000

0.900000

NP

V (

RP

MIL

IAR

)

12 3

4

Page 139: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

119

Gambar 4.33 Grafik Net Cash Flow versus Waktu

Net cash flow menjelaskan tentang aliran kas dan biaya pada periode

bulanan dimana cash flow adalah pengurangan total revenue (pendapatan) dan cost

(biaya). Nilainya berfluktuasi sesuai faktor-faktor yang berpengaruh, dan inilah

yang merupakan ciri sistem dinamik dimana ada proses yang memperkuat

(reinforce) dan ada pula proses yang memperlemah (balancing). Pada waktu-waktu

tertentu, cash flow pembangkit menyentuh angka negatif ekstrem. Hal ini

disebabkan adanya pembebanan biaya overhaul sesuai dengan siklusnya. Adapun

aktivitas overhaul menyerap sekitar 80% anggaran pemeliharaan. Prakteknya, biaya

overhaul timbul ketika terdapat pembayaran pembelian spare part (komponen

terbesar) yang waktunya berlangsung sepanjang tahun.

Jika periode NCF adalah bulanan, maka NPV sifatnya kumulatif.

Meskipun tetap ada fluktuasi naik turun, Gambar 4.34 menunjukkan tren

peningkatan NPV. Pada grafik tersebut, NPV skenario 3 paling tinggi dibanding

ketiga skenario yang lain, berurutan disusul skenario 4, 1, dan 2. Skenario 1 dan 4

hampir berhimpit yang mengartikan kebijakan alihdaya pada peralatan pendukung

(BOP) tidak secara signifikan mendongkrak NPV perusahaan. Adapun skenario 2

(alih daya dengan cakupan asset manager dan asset operator) dinilai sebagai opsi

yang paling buruk.

(300.00)

(200.00)

(100.00)

-

100.00

200.00

300.00

1 6

11

16

21

26

31

36

41

46

51

56

61

66

71

76

81

86

91

96

10

1

10

6

11

1

11

6

Net

Cas

h F

low

Rp

(x

Mili

ar)

Bulan ke

Net Cash Flow (Skenario 1) Net Cash Flow (Skenario 2)

Net Cash Flow (Skenario 3) Net Cash Flow (Skenario 4)

Page 140: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

120

Gambar 4.34 Grafik Net Present Value versus Waktu

Evaluasi NPV pada tahun ke-10 (120 bulan) ditunjukkan pada Tabel 4.23.

Tabel 4.23 Rekapitulasi NPV pada Tahun ke-10

Skenario Kondisi NPV pada Tahun

ke-10 (Rupiah)

1 O&M pembangkit dikelola penuh oleh

pemilik aset

4,262,090,768,384.00

2 O&M pembangkit dialihdayakan dengan

kewenangan sebagai asset manager dan

asset operator

3,709,838,819,328.00

3 O&M pembangkit dialihdayakan dengan

kewenangan sebagai asset operator

5,196,048,498,688.00

4 O&M pembangkit untuk peralatan utama

dikelola oleh pemilik aset, sedang untuk

peralatan pendukung (BOP) dialihdayakan

4,283,801,796,608.00

Grafik atas data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.35

-

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

1 5 9

13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 97

101

105

109

113

117

Net

Pre

sen

t V

alu

e R

p (

x M

iliar

)

Bulan ke

NPV (Skenario 1) NPV (Skenario 2) NPV (Skenario 3) NPV (Skenario 4)

Page 141: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

121

Gambar 4.35 Perbandingan Net Present Value Keempat Skenario O&M

Dari data pada Tabel 4.2, pada tingkat availability yang relatif konstan,

skenario 3 yang paling menguntungkan secara tinjauan biaya. Padahal opsi untuk

mengalihdayakan O&M pembangkit dengan cakupan asset operator, menyisakan

risiko yang cukup besar yaitu terkait kompetensi dan delay akibat sistem birokrasi.

Kelemahan ini perlu dimitigasi agar metode ini tetap memberikan revenue

maksimal bagi perusahaan.

Saat ini, PLTU Paiton 9 dikelola PJB dengan cakupan kewenangan sebagai

asset manager sekaligus asset operator (skenario 2). Pada kondisi ini, PJB sebagai

perusahaan O&M berhadapan dengan risiko bisnis, dimana pemilik aset

menganggap jasa yang ditawarkan terlalu mahal.

Mesin PLTU Paiton 9 adalah pabrikan China yang dengan failure rate

yang cenderung lebih tinggi dari pabrikan Jepang atau Eropa. Effort O&M yang

dikeluarkan tentu berbeda ketika mengelola mesin pabrikan lain yang lebih dahulu

proven. Dengan pertimbangan tersebut, tarif jasa O&M yang saat ini diterapkan

barangkali masih dianggap wajar. Artinya tingginya tarif dikompensasi dengan

layanan keandalan. Kendati demikian, evaluasi terhadap masing-masing komponen

biaya harus tetap dilakukan karena saat ini perusahaan pesaing di bidang jasa O&M

semakin banyak, yang tentunya akan membawa risiko bisnis tersendiri.

Simulasi menggunakan model sistem dinamik bersifat fleksibel. Jika

terjadi perubahan kondisi bisnis, pengambil keputusan tinggal mengubah nilai

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

NPV 4,262,090,7 3,709,838,8 5,196,048,4 4,283,801,7

-

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

NP

V (

Ru

pia

h)

Mili

ar

Page 142: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

122

variabel terkait. Hal ini disebabkan perilaku bisnis telah diterjemahkan ke dalam

bahasa matematika. Berbeda dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

yang dikembangkan Mercer (2009) dalam menentukan strategi alihdaya O&M

pembangkit, ketika terjadi perubahan kondisi bisnis, maka pengambil keputusan

harus mengumpulkan kembali expert yang dimintai pendapatnya dalam AHP.

Disamping itu, simulasi menggunakan sistem dinamik juga memungkinkan

dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Pada tesis ini, dilakukan simulasi

untuk rentang waktu 10 tahun. Adapun AHP merupakan metode pengambilan

keputusan yang hanya didekasikan pada satu waktu tertentu.

4.6. Analisis Keputusan

Dari simulasi di atas, disusun perbandingan hasil simulasi dari keempat

skenario sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.24

Tabel 4.24 Perbandingan Hasil Simulasi untuk Pengambilan Keputusan

Skenario Keterangan NPV (Rupiah) Availability Risiko

1 O&M pembangkit dikelola

penuh oleh pemilik aset

4,262,090,768,384.00 0.858302 Biaya tinggi

2 O&M pembangkit

dialihdayakan dengan

kewenangan sebagai asset

manager dan asset

operator

3,709,838,819,328.00 0.863288 Kompetensi

karyawan relatif

lebih rendah

(dari skenario 1)

Rantai birokrasi

menghambat

eksekusi

3 O&M pembangkit

dialihdayakan dengan

kewenangan sebagai asset

operator

5,196,048,498,688.00 0.863275 Kompetensi

karyawan relatif

lebih rendah

(dari skenario 2)

Rantai birokrasi

menghambat

eksekusi (lebih

lambat dari

skenario 2)

4 O&M pembangkit untuk

peralatan utama dikelola

oleh pemilik aset, sedang

untuk peralatan pendukung

(BOP) dialihdayakan

4,283,801,796,608.00 0.858300 Terganggunya

peralatan

pendukung (BOP)

terkait kompetensi

karyawan

Page 143: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

123

Dari pertimbangan Tabel 4.23 di atas, pengelolaan O&M PLTU Paiton 9,

lebih baik menggunakan skenario 3, yaitu mengalihdayakan O&M dengan

kewenangan sebagai asset operator. Selanjutnya perlu dipikirkan langkah mitigasi

untuk mengantisipasi risiko kompetensi personil dan keterlambatan eksekusi akibat

birokrasi.

Page 144: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

124

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Pada kondisi availability pembangkit tidak dipengaruhi variasi metodologi

O&M, keputusan untuk mengalihdayakan O&M PLTU batu bara 600 MW

dengan kewenangan sebagai asset operator memberikan keuntungan paling

besar bagi perusahaan. Untuk periode simulasi 10 tahun, opsi ini

memberikan Net Present Value sebesar Rp. 5,196,048,498,688.00.

2. Faktor paling sensitif yang mempengaruhi pencapaian Net Present Value

(NPV) dan ketersediaan (EAF) pengelolaan pembangkit adalah harga batu

bara (62,36%).

5.2. Saran

Saran yang bisa disampaikan berdasar penelitian ini adalah :

1. Apabila diambil keputusan untuk mengalihdayakan O&M PLTU batu bara

600 MW dengan kewenangan sebagai asset operator, perlu dipirkan

mitigasi atas risiko kompetensi personil dan keterlambatan dalam birokrasi

pengambilan keputusan sehingga tidak menimbulkan dampak lanjutan.

Rekrutmen profesional maupun penyusunan prosedur yang lean (ramping)

dipandang sebagai salah satu langkah yang tepat.

2. Manajemen pemilik aset harus memberi perhatian lebih untuk menemukan

mitra alih daya yang menawarkan harga kompetitif tanpa mengabaikan

kualitas, karena tarif jasa O&M memegang tingkat sensitivitas terhadap

NPV yang cukup tinggi (4,15%).

3. Manajemen perusahaan jasa O&M harus mengerahkan upaya untuk

mengefisienkan segala komponen biaya O&M, agar layanan jasanya tetap

kompetitif di pasar.

Page 145: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

125

4. Model sistem dinamik yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat

dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan bisnis lain di PT PJB.

5. Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan :

Penelitian sejenis dengan cakupan seluruh siklus hidup biaya (life cycle

cost) serta diintegrasikan dengan metodologi Life Cycle Cost

Management (LCCM) yang sudah diterapkan di PT PJB.

Optimasi NPV dan keandalan dengan metode O&M yang sama dengan

variasi jenis/kelas mesin pembangkit.

Page 146: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …
Page 147: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

127

DAFTAR PUSTAKA

AnyLogic, (2014), Multimethod Simulation Approach. Available:

http://www.anylogic.com/multimethod-modeling

Appelin, (2013), Keputusan Pengurus Asosiasi Perusahaan Penyedia Listrik

Nasional No. 01/X/KEP/APPELIN/2013 tentang Alur Kegiatan Proses

Pelaksanaan Pekerjaan

Campbell, J (1995), Uptime Strategies for Excellence in Maintenance

Management, 1st Edition, CRC Press, Portland, Oregon.

Chung, H.K., Son, T.W, “System Dynamics Approach for Analyzing Dynamic

Motivaton Model using Vensim”, Korean System Dynamics Society, hal 61-

86.

Coyle, R. G, (1996), System Dynamics Modelling : A Practical Approach,

Chapman and Hall.

Dhillon, B. S. (2002), Engineering Maintenance, a Modern Approach, 10th edition, CRC Press, New York.

Dhillon, B. S. (2006), Maintainability, Maintenance, and Reliability for

Engineers, 10th edition, CRC Press, New York.

Duke, Daniel, F. (2006), “Heat Rate Improvement Reference Manual”, Electric

Power Research Institute (EPRI), Technical update Product ID : TR-109546.

Dyer, J. (1997), “Effect of Interm Collaboration : How Firms Minimize

Transaction Costs and Maximize Transaction Value” Strategic Management

Journal, Vol 18, No 7, hal 104-114.

Dyson, B., Chang, N.-B. (2005). “Forecasting Municipal Solid Waste Generation

in a Fast-Growing Urban Region with System Dynamics Modeling”. Waste

Management, Vol 25, No 7. hal 669-679.

ElSawah, S., Haase, D., Delden, H. v., Pierce, S., ElMahdi, A., Voinov, A. A.,

Jakeman, A. J. (2012). “Using System Dynamics for Environmental

Modelling: Lessons Learnt from Six Case Studies 2012”, International

Congress on Environmental Modelling and Software

Managing Resources of a Limited Planet, Sixth Biennial Meeting. Leipzig,

Germany International Environmental Modelling and Software Society

(iEMSs)

Fang L., dan Zhaodong H. (2015), “System Dynamic Based Simulation Approach

on Correction Maintenance Cost of Aviation Equipments”, Procedia

Engineering, Vol 99, hal 150-155.

Page 148: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

128

Fill, C. and Visser, E (2001), “The Outsourcing Dilemma : A Composite

Approach to The Make or Buy Decision”, Management Decision, Vol 38, No

12, hal 43-50.

Forrester, J. W. 1961. Industrial Dynamics. The MIT Press.

Fuchs, H. U., (2006), “System Dynamics Modeling In Science and Engineering”.

System Dynamics Conference at the University of Puerto Rico Resource

Center for Science and Engineering, Mayaguez.

Gottfredson, M., Puryear, R., dan Philips S. (2005), “Strategic Sourcing from

Periphery to The Core”, Harvard Business Review, Vol 83, No 2, hal 132-

139.

Grace, D. (2005), “Approaches to Minimizing Risk in Combustion Turbine

Project : Costs for Self-Managed Maintenance, Long Term Maintenance

Contracts abd Insurance Update”, Electric Power Research Institute (EPRI),

Technical update Product ID : 1004239.

Guo, X, (2015), “China’s Photovoltaic Power Development under Policy

Incentives : A System Dynamics Analysis”, Energy, Vol 93, hal 589-598.

Hartwitch, F. (1999), “Weighing of Agricultural Research Results: Strength and

Limitations of the Analytical Hierarchy Process (AHP)”, Institut für

Agarökonomie und Soziologie in den Tropen und Subtropen, Universität

Hohenheim.

Holcomb, T. dan Hitt, M. (2007), “Toward a Model of Strategic Outsourcing”,

Journal of Operation Management, Vol 25, No 2, hal 464-481.

Kagiannas, A.G., Askounis, D.T., Psarras, J., (2004), “Power Generation

Planning: a Survey from Monopoly to Competition”, Electric Power Energy

System, Vol 26, hal 413–421.

Kang, K. M, Jae, M., (2004), “A Quantitative Assessment of LCOs for Operations

using System Dynamics”, Reliability Engineering and System and Safety,

Vol 87, hal 211-222.

Kementerian ESDM,(2016), Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga

Listrik (RUPTL) Tahun 2016-2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral, Jakarta

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, (2012), Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No 19 tahun 2012 tentang

Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada

Perusahaan Lain.

Kulkarni, S., Agarwal, M., Singh, A. K. (2013), “Outsourcing Operations, a New

Trend among IPPs”, Infraline Plus, Ed July 2013, hal 16-18.

Lansdowne, Z. S, (1994), “Built in Test Factors in a Life Cycle Cost Model”,

Reliability Engineering & System Safety, Vol 43, No 3, hal : 325-330.

Page 149: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

129

Lewis, C. D. (1982). “International and Business Forecasting Methods”. London:

Butterworths.

Martinez, I. J., Richardson, G. P. (2011), “Best Practices in System Dynamics

Modelling”, Proceedings of the 19th International Conference of The System

Dynamics Society, Atlanta, Georgia, USA

Mercer, W. B. (2009), Evaluation of the Outsourcing Decisions for Power Station

Operations and Maintenance Services, Tesis, Athabasca University, Canada.

Park, S., Kim, B. J., Jung, S. Y, (2013), “Simulation Methods of a System

Dynamics Model for Efficient Operations and Planning of Capacity

Expansion of Activated-Sludge Wastewater Treatment Plant”, Procedia

Enginnering, Vol 70, hal 1289-1295.

PJB, (2017), Laporan Keberlanjutan 2016, Sekretariat Perusahaan PT PJB,

Surabaya

PJB, (2013), Surat Keputusan Direksi PT PJB No 089.K/010/DIR/2013 tentang

Alur Proses Pelaksanaan Pekerjaan sebagai Pedoman Teknis Pelaksanaan

Alih Daya Pengelolaan Pembangkit Listrik.

PJB Academy (2015), Operation Management, Lecture handout : Manajemen

Aset, PJB Academy, Surabaya.

PJB Academy (2015), Outage Management, Lecture handout : Manajemen Aset,

PJB Academy, Surabaya.

PJB Academy (2015), Pengantar Manajemen Aset, Lecture handout : Manajemen

Aset, PJB Academy, Surabaya.

PLN (2013), Independent Power Producers, Divisi Pengadaan IPP PT PLN

(Persero), Jakarta

PLN, (2017), Prognosa RKAP 2017, PT PLN (Persero), Jakarta

PLN (2017), Statistik PLN 2016, No 02901-170531, Sekretariat Perusahaan PT

PLN (Persero), Jakarta.

Quinn J. B. dan Hilmer, F. (1994), “Strategic Outsourcing”, Sloan Management

Review, Vol 35, No 4, hal 43-55.

Sanchez, J.J., Centeno, E., Barquin, J., (2012), “System Dynamics Modeling for

Electricity Generation Expansion Analysis”, Universidad Pontificia

Comillas, Madrid.

Sliter, G. (2002), “Risk-Informed Asset Management (RIAM) Development

Plan”, Electric Power Research Institute (EPRI), Technical update Product

ID : 1006268.

Sontamino P. (2008), Introduction to System Dynamics (SD) & Vensim Software,

Lecture handout : Mining and Material Engineering, Prince of Songkla

University, Thailand.

Page 150: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

130

Sontamino, P. (2014), Decision Support System of Coal Mine Planning using

System Dynamics Model, Tesis Ph.D., Technische Universität Bergakademie,

Freiberg, Germany.

US Army, (1976), Engineering Design Handbook Maintainability Engineering,

Headquarters United States Army, Alexandria.

Yuan, H. (2012), “A Model for Evaluating The Social Performance of

Construction Waste Management”, Waste Management, Vol 32, Hal 1218-

1228.

Page 151: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

A. Profil PLTU Paiton 9

B. Formulasi Software Vensim

C. Penggunaan Software Minitab

D. Perhitungan Mean Absolute Percentage Error

(MAPE)

Page 152: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

A-1 Lamp A – Profil PLTU Paiton 9

LAMPIRAN A – PROFIL PLTU PAITON 9

PLTU Paiton Unit 9 berkapasitas 1 x 660 MW, berlokasi di desa Binor, Paiton,

Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, tepatnya di sisi barat komplek PLTU Paiton yang

sudah ada. Lokasi ini berjarak sekitar 140 km dari Surabaya, di pinggir jalan raya

Pantura Surabaya - Banyuwangi.

Pembangunan Proyek Percepatan Pembangkit Tenaga Listrik berbahan bakar batubara

berdasarkan pada Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2006 tanggal 05 Juli 2006

tentang penugasan kepada PT. PLN (Persero) untuk melakukan Percepatan

Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang menggunakan batubara. Perpres ini

menjadi dasar bagi pembangunan 10 PLTU di Jawa dan 25 PLTU di Luar Jawa Bali

atau yang dikenal dengan nama Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW. Pembangunan

proyek – proyek PLTU tersebut guna mengejar pasokan tenaga listrik yang akan

mengalami defisit sampai beberapa tahun mendatang, serta menunjang program

diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik ke non bahan bakar minyak (BBM)

dengan memanfaatkan batubara berkalori rendah (4200 kcal/kg.).

Kontrak EPC PLTU Unit 9 ditandatangani pada tanggal 12 Maret 2007 oleh PT PLN

(Persero) dan Konsorsium Harbin Power Engineering Co. Ltd. dari China dan

Perusahaan Lokal PT Mitra Selaras Hutama Energi.

Page 153: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

A-2 Lamp A – Profil PLTU Paiton 9

Nilai Kontrak dari proyek ini sebesar US$ 389,206,488.60 dan Rp

706,630,361,158.96 belum termasuk Value Added Tax. Pendanaan berasal dari

Anggaran PLN dan utang dari Bank of China

Fasilitas - fasilitas utama yang tersedia di PLTU Paiton 9 meliputi :

Steam Turbine and Generator & Auxiliaries.

Boiler & Auxiliaries.

Electro Static Precipitator

Coal Handling System

Ash Handling System

150 kV and 500 kV System

Instrumentation and Control System

FIRE Fighting System (Water, Foam & CO2 system)

Water Treatment Plant (WTP) and Waste Water Treatment Plant (WWTP)

Water and Fuel Tank

Powerhouse , Control Building and Administration Building

Pump House and Cooling Water System

Intake Canal & Outlet Canal

Stack and Flue Liner 275 M high

PLTU Paiton 9 telah resmi beroperasi sejak 9 Mei 2013. Energi listrik yang

dihasilkan oleh PLTU Paiton Baru disalurkan melalui gardu induk tegangan ekstra

tinggi Paiton. Kebutuhan batu bara dipasok oleh PT Bukit Asam sedangkan

transportasi laut angkutan batu bara dilaksanakan oleh PT Bahtera Adhiguna, anak

perusahaan PLN.

Operation and Maintenance (O&M) PLTU Paiton 9 dipegang oleh PT Pembangkitan

Jawa Bali dengan cakupan sebagai asset manager sekaligus asset operator. Adapun

asset owner PLTU Paiton 9 adalah PT PLN (Persero).

Page 154: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-1 Lamp B – Formulasi Vensim

LAMPIRAN B - FORMULASI SOFTWARE VENSIM

A. Formulasi Aspek Keandalan dan Ketersediaan

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

Stock/Level

1. Accumulated

reliability

Akumulasi perhitungan faktor keandalan secara

harian

Dmnl*Day Accumulated reliability = Realibility-Yearly Reliability

2. Accumulated

Availability t

Akumulasi perhitungan faktor ketersediaan secara

harian pada periode t

Dmnl*Day Accumulated Availability t = Daily Availability

3. Accumulated

Availability t-1

Akumulasi perhitungan faktor ketersediaan secara

harian pada periode t-1

Dmnl*Day Accumulated Availability t-1 = Delayed Availability

4. Accumulated

Failure rate

Akumulasi perhitungan laju kegagalan secara

harian

Workorder Accumulated Failure rate = Failure Rate-Failure Rate Out

Flow

1. Failure rate Laju kegagalan peralatan yang dihitung harian Workorder/day Failure rate = "Failure Rate (Main)"+"Failure Rate (BOP)"

2. Failure rate out Rata-rata laju kegagalan peralatan Workorder/day Failure rate out = IF THEN ELSE( Accumulated Failure

Rate<1 , 0 , integer(Accumulated Failure Rate)/Conv 01 )

Constant

1. Origin Alpha

TTF (Main)

Konstanta scale distribusi Weibull untuk peralatan

utama

Dmnl Origin Alpha TTF (Main) = 7.20572

2. Origin Betha

TTF (Main)

Konstanta shape distribusi Weibull untuk

peralatan utama

Dmnl Origin Betha TTF (Main) = 0.53496

3. Origin Alpha

TTF (BOP)

Konstanta scale distribusi Weibull untuk peralatan

utama

Dmnl Origin Alpha TTF (BOP) = 16.3689

4. Origin Betha

TTF (BOP)

Konstanta shape distribusi Weibull untuk

peralatan utama

Dmnl Origin Betha TTF (BOP) = 0.60761

5. Gamma TTF

(BOP)

Gamma TTF (BOP) = 0.055

6. SI Std Duration Durasi standar overhaul untuk jenis simple

inspection

Day SI Std Duration = 32

7. ME Std

Duration

Durasi standar overhaul untuk jenis medium

inspection

Day ME Std Duration = 46

8. SE Std Duration Durasi standar overhaul untuk jenis serious

inspection

Day SE Std Duration = 65

9. SI Correction Faktor koreksi terkait pergeseran durasi overhaul

untuk jenis serious inspection

Dmnl SI Correction = 0.983761

10. ME Correction Faktor koreksi terkait pergeseran durasi overhaul

untuk jenis medium inspection Dmnl ME Correction = 0.0916165

Page 155: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-2 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

11. SE Correction Faktor koreksi terkait pergeseran durasi overhaul

untuk jenis medium inspection Dmnl SE Correction = -0.015873

12. Time Delay for

PM Correction

Jeda waktu efek pelaksanaan preventive

maintenance terhadap peruban konstanta Weibull

Day Time Delay for PM Correction = 180

13. Time Delay for

Project

Correction

Jeda waktu efek pelaksanaan maintenance project

terhadap peruban konstanta Weibull

Day Time Delay for Project Correction = 30

Auxiliary

1. Delayed Project

(Main) Alpha

Correction

Koreksi konstanta scale distribusi Weibull

peralatan utama akibat pekerjaan project setelah

memperhitungkan jeda waktu

Dmnl Delayed Project (Main) Alpha Correction = DELAY1( Maint

Project Alpha Correction , Time Delay for Project Correction

)

2. Delayed PM

(Main) Alpha

Correction

Koreksi konstanta scale distribusi Weibull

peralatan utama akibat preventive maintenance

setelah memperhitungkan jeda waktu

Dmnl Delayed PM (Main) Alpha Correction = DELAY1( "PM

(Main) Alpha Correction" , Time Delay for PM Correction )

3. Corrected

Alpha TTF

(Main)

Konstanta scale terkoreksi distribusi Weibull pada

peralatan utama

Dmnl Corrected Alpha TTF (Main) = "Origin Alpha TTF

(Main)"+"Delayed Project (Main) Alpha

Correction"+"Delayed PM (Main) Alpha Correction"

4. PM (Main)

Betha

Correction

Koreksi konstanta shape distribusi Weibull pada

peralatan utama akibat preventive maintenance

Dmnl PM (Main) Betha Correction = LOOKUP EXTRAPOLATE(

"PM (Main) Betha Correction Table" , PM Compliance )

5. Delayed PM

(Main) Betha

Correction

Koreksi konstanta shape distribusi Weibull

peralatan utama akibat preventive maintenance

setelah memperhitungkan jeda waktu

Dmnl Delayed PM (Main) Betha Correction = DELAY1( "PM

(Main) Betha Correction" , Time Delay for PM Correction )

6. Delayed Project

Betha

Correction

Koreksi konstanta shape distribusi Weibull

peralatan utama akibat pekerjaan project setelah

memperhitungkan jeda waktu

Dmnl Delayed Project Betha Correction = DELAY1( Maint Project

Betha Correction , Time Delay for Project Correction )

7. Corrected Betha

TTF (Main)

Konstanta shape terkoreksi distribusi Weibull pada

peralatan utama

Dmnl Corrected Betha TTF (Main) = Origin Betha TTF (Main)"-

Delayed Project Betha Correction-"Delayed PM (Main)

Betha Correction

8. Random

Weibull TTF

(Main)

Time to Failure (TTF) pada peralatan utama yang

dihasilkan secara random sesuai distribusi Weibull

Dmnl Random Weibull TTF (Main) = RANDOM WEIBULL(

0.0006944 , 87.1174 , "Corrected Betha TTF (Main)" , 0 ,

"Corrected Alpha TTF (Main)" , 1 )*Conv 01

9. Delayed PM

(BOP) Betha

Correction

Koreksi konstanta shape distribusi Weibull

peralatan pendukung (BOP) akibat preventive

maintenance setelah memperhitungkan jeda waktu

Dmnl Delayed PM (BOP) Betha Correction = DELAY1("PM

(BOP) Betha Correction", Time Delay for PM Correction )

10. Delayed Project

Betha

Correction

Koreksi konstanta shape distribusi Weibull akibat

pekerjaan project setelah memperhitungkan jeda

waktu

Dmnl Delayed Project Betha Correction = DELAY1( Maint Project

Betha Correction , Time Delay for Project Correction )

Page 156: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-3 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

11. Corrected Betha

TTF (BOP)

Konstanta shape terkoreksi distribusi Weibull pada

peralatan pendukung (BOP)

Dmnl Corrected Betha TTF (BOP) = Delayed Project Betha

Correction+"Origin Betha TTF (BOP)"+"Delayed PM

(BOP) Betha Correction"

12. Delayed Project

Alpha

Correction

Koreksi konstanta scale distribusi Weibull akibat

pekerjaan project setelah memperhitungkan jeda

waktu

Dmnl Delayed Project Alpha Correction = DELAY1(Maint Project

Alpha Correction, Time Delay for Project Correction )

13. Corrected

Alpha TTF

(BOP)

Konstanta scale terkoreksi distribusi Weibull pada

peralatan pendukung (BOP)

Dmnl Corrected Alpha TTF (BOP) = "Origin Alpha TTF (BOP)"-

Delayed Project Alpha Correction-"Delayed PM (BOP)

Alpha Correction"

14. Random

Weibull TTF

(BOP)

Time to Failure (TTF) pada peralatan pendukung

(BOP) yang dihasilkan secara random sesuai

distribusi Weibull

Dmnl Random Weibull TTF (BOP) = RANDOM WEIBULL(

0.0555556 , 238.513 , "Corrected Betha TTF (BOP)" ,

"Gamma TTF (BOP)" , "Corrected Alpha TTF (BOP)" , 1

)*Conv 01

15. SI Duration Durasi pekerjaan simple inspection (SI) setelah

memperhitungkan faktor koreksi durasi

Day SI Duration = SI Correction*SI Std Duration+SI Std

Duration

16. ME Duration Durasi pekerjaan medium inspection (MI) setelah

memperhitungkan faktor koreksi durasi

Day ME Duration = ME Correction*ME Std Duration+ME Std

Duration

17. SE Duration Durasi pekerjaan srious inspection (SE) setelah

memperhitungkan faktor koreksi durasi

Day SE Duration = SE Correction*SE Std Duration+SE Std

Duration

18. SI Cycle Mekanisme untuk memunculkan downtime akibat

SI sesuai yang dijadwalkan

Day SI Cycle = PULSE TRAIN( 360 , SI Duration , 720 , 3240 )

19. ME Cycle Mekanisme untuk memunculkan downtime akibat

ME sesuai yang dijadwalkan

Day ME Cycle = PULSE TRAIN( 1440 , ME Duration , 1440 ,

2880 )

20. SE Cycle Mekanisme untuk memunculkan downtime akibat

SE sesuai yang dijadwalkan

Day SE Cycle = PULSE TRAIN( 720 , SE Duration , 1440 , 3600

)

21. OH Cycle Penjumlahan siklus OH pada model Day OH Cycle = ME Cycle+SE Cycle+SI Cycle

22. Daily Up Time Up time pembangkit yang didistribusikan harian Day Daily Up Time = IF THEN ELSE (OH Cycle=1,0,IF THEN

ELSE (("Random Weibull TTF (Main)"+"Random Weibull

TTF (BOP)")>1,1,("Random Weibull TTF

(Main)"+"Random Weibull TTF (BOP)")))

23. Daily Down

Time

Down time pembangkit yang didistribusikan

harian

Day Daily Down Time = 1-Daily Up Time

24. Daily

Availability

Availability pembangkit yang didistribusikan

harian

Dmnl Daily Availability = IF THEN ELSE( (Daily Up Time+Daily

Down Time)=0 , 0 , Daily Up Time/(Daily Up Time+Daily

Down Time) )

25. Delayed

Availability

Availability pembangkit pada periode bulan n-1 Dmnl Delayed Availability = DELAY INFORMATION (Daily

Availability , 30 , 0)

Page 157: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-4 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

26. Availability Availability pembangkit yang didistribusikan

bulanan

Dmnl Availability = PULSE TRAIN

(30,1,30,3600)*(Accumulated Availability t-"Accumulated

Availability t-1")/30/Conv 01

B. Formulasi Aspek Biaya Operasi

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

Stock/Level

1. Accumulated

Energy

Jumlah energy listrik dalam sehari MW*Day Accumulated Energy = Load-Average Monthly Load

2. Accumulated

Coal Price

Akumulasi harga batu bara yang dipergunakan

pembangkit

Rp*Day/ton Accumulated Coal Price = Random Coal Price-Average

Coal Price

3. Accumulated

HHV

Akumulasi HHV batu bara yang dipergunakan

pembangkit

kCal*Day/kg Accumulated HHV = Actual HHV-Monthly Actual HHV

Flow

1. Average

Monthly Load

Rata-rata beban pembangkit bulanan MW Average Monthly Load = IF THEN ELSE( Time=0 , 0 ,

PULSE TRAIN( 30 , 1 , 30 , 3600 )*Accumulated

Load/Time )

2. Random Coal

Price

Random harga batu bara yang dipergunakan

pembangkit

Rp/ton Random Coal Price = RANDOM WEIBULL( 417174 ,

874092 , 1.70872 , 401886 , 229896 , 1 )

3. Average Coal

Price

Harga rata-rata batu bara Rp/ton IF THEN ELSE( Time=0 , 0 , PULSE TRAIN( 30 , 1 , 30

, 3600 )*Accumulated Coal Price/Time )

4. Actual HHV Random HHV batu bara yang dipergunakan

pembangkit

kCal/kg Actual HHV = RANDOM NORMAL( 4025.35 , 4501 ,

4287.5 , 107.988 , 1 )

5. Monthly Actual

HHV

Rata-rata HHV yang dipergunakan pembangkit kCal/kg Actual HHV = IF THEN ELSE( Time=0 , 1 , PULSE

TRAIN( 30 , 1 , 30 , 3600 )*Accumulated HHV/Time )

Constant

1. Standard Cost

for NPHR

Improvement

Biaya investasi yang diperlukan untuk

menurunkan NPHR 1 kCal/kWh

Rp/(kCal/kW/Hour) Standard Cost for NPHR Improvement = 50248900

2. Correction

Factor due to

Operator

Competences

Faktor kenaikan NPHR dalam kendali operator

yang disebabkan faktor kompetensi

kCal/(Hour*kW) Correction Factor due to Operator Competences = 38.1

3. CF @ t = 4-6 Perkiraan Capacity Factor (CF) pada tahun ke-4

sampai ke-6

Dmnl CF @ t = 4-6 = 0.8

4. CF @ t = 6-10 Perkiraan Capacity Factor (CF) pada tahun ke-6

sampai ke-10

Dmnl CF @ t = 6-10 = 0.6

Page 158: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-5 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

5. Transformer

Losses

Rerata susu trafo yang diperoleh dari data

operasi

Hour*kW/month Transformer Losses = PULSE TRAIN( 30 , 1 , 30 , 3600

)*3.087e+006

6. Chemical Biaya bahan kimia yang dipergunakan dalam

operasional pembangkit. Dihitung dari rerata

biaya bahan kimia data operasional pembangkit

Rp/month Chemical = 5.77875e+007

7. Lubricant Biaya pelumas yang dipergunakan dalam

operasional pembangkit. Dihitung dari rerata

biaya pelumas data operasional pembangkit

Rp/month Lubricant = 1.08541e+008

Auxiliary

1. Load Random beban untuk menghitung NPHR MW Load = RANDOM WEIBULL( 87.9184 , 613.299 ,

91.0129 , -7102.89 , 7650.83 , 1 )*Conv 12

2. Correction

Factor due to

NPHR

Improvement

Program

Faktor koreksi konstanta Weibull sebagai

dampak program perbaikan NPHR

kCal/(Hour*kW) Correction Factor due to NPHR Improvement Program

=Cost for NPHR Improvement/Standard Cost for NPHR

Improvement

3. Actual NPHR NPHR aktual pembangkit setelah dikoreksi kCal/(Hour*kW) Actual NPHR = IF THEN ELSE( Load/Conv 12=0 , 0 ,

(LOOKUP EXTRAPOLATE( NPHR Table , Load/Conv

12 )*Konv HR)+Correction Factor due to Operator

Competences

-Correction Factor due to NPHR Improvement Program )

4. Coal

consumption

Tingkat konsumsi batu bara ton/month Coal consumption = IF THEN ELSE( Monthly Actual

HHV=0 , 0 , Energy Produced*Actual NPHR/Monthly

Actual HHV*Conv 04 )

5. Fuel Cost Biaya bahan bakar Rp/month Fuel Cost = Coal Consumption*Average Coal Price

6. Non Fuel Cost Biaya operasi non bahan bakar Rp/month Non Fuel Cost =(Lubricant+Chemical)*PULSE TRAIN(

30 , 1 , 30 , 3600 )

7. Operation Cost Biaya operasi Rp/month Operation Cost =Fuel Cost+Non Fuel Cost

8. Dispatch CF Capacity Factor (CF) pembangkit fungsi

dispatch oleh P2B

Rp/month Dispatch CF = IF THEN ELSE( Time<=1080 , 1 , IF

THEN ELSE( Time>1080:AND:Time<=2160 ,

RANDOM UNIFORM( "CF @ t = 4-6" , 1 , 1 ) ,

RANDOM UNIFORM(

"CF @ t = 6-10" , 1 , 1 ) ) )

9. Energy

Produced

Energi yang dihasilkan bulanan kW*Hour/month Energy Produced = DMN*Conv 03*Availability*Dispatch

CF

10. Auxiliary

Power

Energi listrik yang dipergunakan untuk

menggerakkan peralatan-peralatan pembangkit

Hour*kW/month Auxiliary Power = 0.076*Energy Produced

Page 159: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-6 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

11. Energy Sales Energi listrik yang djual ke P2B Hour*kW/month Energy Sales = Energy Produced-Auxiliary Power-

Transfomator Losses

C. Formulasi Aspek Biaya Pemeliharaan

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

Stock/Level

1. Accumulated

Overtime Cost

Akumulasi biaya lembur bulanan Rp Accumulated Overtime Cost = Overtime Cost-Monthly

Overtime Cost

2. Accumulated

CM Material

cost

Akumulasi biaya material corrective

maintenance bulanan

Rp Accumulated CM Material cost = CM Material Cost-

Monthly CM Material Cost

3. Accumulated

EM Material

Cost

Akumulasi biaya material emergency

maintenance bulanan Rp Accumulated EM Material Cost = EM Material Cost-

Monthly EM Material Cost

4. Accumulated

PdM Material

Cost

Akumulasi biaya material predictive

maintenance bulanan Rp Accumulated PdM Material Cost = PdM Material Cost-

Monthly PdM Material Cost

5. Accumulated

PM Material

Cost

Akumulasi biaya material preventive

maintenance bulanan Rp Accumulated PM Material Cost = PM Material Cost-

Monthly PM Material Cost

Flow

1. Overtime Cost Biaya lembur Rp/day Overtime Cost = Overtime Resources*Overtime Tariff

2. Monthly

Overtime Cost

Biaya lembur dalam periode satu bulan Rp/day Monthly Overtime Cost = IF THEN ELSE( Time=0 , 0 ,

PULSE TRAIN(30,1,30,3600)*Accumulated Overtime

Cost/Time )

3. CM Material

Cost

Biaya material corrective maintenance Rp/day CM Material Cost = Average CM Material Cost per

WO*Average WO CM Raised per Day

4. Monthly CM

Material Cost

Biaya material corrective maintenance dalam

periode satu bulan

Rp/day Monthly CM Material Cost = PULSE TRAIN( 30 , 1 , 30

, 3600 )*Accumulated CM Material Cost/Conv 01

5. EM Material

Cost

Biaya material emergency maintenance Rp/day EM Material Cost = Average EM Material Cost per

WO*Failure Rate Out

6. Monthly EM

Material Cost

Biaya material emergency maintenance

dalam periode satu bulan

Rp/day Monthly EM Material Cost = PULSE TRAIN( 30 , 1 , 30

, 3600 )*Accumulated EM Material Cost/Conv 01

7. PdM Material

Cost

Biaya material predictive maintenance Rp/day PdM Material Cost = Average PdM Material Cost per

WO*Average WO PdM Raised per Day

8. Monthly PdM

Material Cost

Biaya material predictive maintenance dalam

periode satu bulan

Rp/day Monthly PdM Material Cost = PULSE TRAIN( 30 , 1 ,

30 , 3600 )*Accumulated PdM Material Cost/Conv 01

Page 160: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-7 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

9. PM Material

Cost

Biaya preventive corrective maintenance Rp/day PM Material Cost = Average PM Material Cost per

WO*Average WO PM Raised per Day

10. Monthly PM

Material Cost

Biaya material preventive maintenance dalam

periode satu bulan

Rp/day Monthly PM Material Cost = PULSE TRAIN( 30 , 1 , 30

, 3600 )*Accumulated PM Material Cost/Conv 01

Constant

1. Number of

Technician

Jumlah seluruh teknisi yang bekerja di unit

pembangkit

Man Number of Technician = 50

2. Effective

Manhour/Day

Jumlah jam kerja efektif per hari Hour/Day Effective Manhour/Day = 6

3. Overtime Tariff Tarif lembur per satuan tenaga kerja Rp/(Man*Hour) Overtime Tariff = 125000

4. Alpha TTR

(Main)

Konstanta alpha Weibull untuk perhitungan

time to failure pada peralatan utana

Dmnl Alpha TTR (Main) = 1.97773

5. Betha TTR

(Main)

Konstanta betha Weibull untuk perhitungan

time to failure pada peralatan utana Dmnl Betha TTR (Main) = 0.56003

6. Gamma TTR

(Main)

Konstanta gamma Weibull untuk

perhitungan time to failure pada peralatan

utana

Dmnl Gamma TTR (Main) = 0.01856

7. Alpha TTR

(BOP)

Konstanta alpha Weibull untuk perhitungan

time to failure pada peralatan pendukung

Dmnl Alpha TTR (BOP) = 2.51059

8. Betha TTR

(BOP)

Konstanta betha Weibull untuk perhitungan

time to failure pada peralatan pendukung Dmnl Betha TTR (BOP) = 0.49884

9. Gamma TTR

(BOP)

Konstanta gamma Weibull untuk

perhitungan time to failure pada peralatan

pendukung

Dmnl Gamma TTR (BOP) = 0.01856

10. Avg Man per

WO EM

Rerata kebutuhan orang untuk menyelesaikan

1 WO emergency maintenance

Man/Workorder Avg Man per WO EM = 6

11. Average WO

PM Raised per

Day

Rerata jumlah WO PM terbit per hari Workorder/Day Average WO PM Raised per Day = 162

12. Average PM

Resources

Required per

WO

Rerata kebutuhan tenaga kerja pemeliharaan

untuk menyelesaikan 1 WO preventive

maintenance

Man*Hour/Workorder Average PM Resources Required per WO = 2

13. PM (Main)

Alpha

Correction

Table

Tabel koreksi konstanta Weibull (alpha)

terkait pelaksanaan preventive maintenance

pada peralatan utama

Dmnl PM (Main) Alpha Correction Table = GET XLS

LOOKUPS( 'D:\06 S2 Manajemen Energi ITS\07 Thesis

Project\! Rumah Pertolongan\Tabel Reliability PM.xlsx'

, 'main_alpha' , 'A' , 'B1' )

Page 161: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-8 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

14. PM (Main)

Betha

Correction

Table

Tabel koreksi konstanta Weibull (betha)

terkait pelaksanaan preventive maintenance

pada peralatan utama

Dmnl PM (Main) Betha Correction Table = GET XLS

LOOKUPS( 'D:\06 S2 Manajemen Energi ITS\07 Thesis

Project\! Rumah Pertolongan\Tabel Reliability PM.xlsx'

, 'main_betha' , 'A' , 'B1' )

15. PM (BOP)

Alpha

Correction

Table

Tabel koreksi konstanta Weibull (alpha)

terkait pelaksanaan preventive maintenance

pada peralatan pendukung

Dmnl PM (BOP) Alpha Correction Table = GET XLS

LOOKUPS( 'D:\06 S2 Manajemen Energi ITS\07 Thesis

Project\! Rumah Pertolongan\Tabel Reliability PM.xlsx'

, 'BOP_alpha' , 'A' , 'B1' )

16. PM (BOP)

Betha

Correction

Table

Tabel koreksi konstanta Weibull (betha)

terkait pelaksanaan preventive maintenance

pada peralatan pendukung

Dmnl PM (BOP) Betha Correction Table = GET XLS

LOOKUPS( 'D:\06 S2 Manajemen Energi ITS\07 Thesis

Project\! Rumah Pertolongan\Tabel Reliability PM.xlsx'

, 'BOP_betha' , 'A' , 'B1' )

17. Average WO

PdM Raised per

Day

Rerata jumlah WO predictive maintenance

terbit per hari

Workorder/Day Average WO PdM Raised per Day = 3

18. Avg PdM

Resources

Required per

WO

Rerata kebutuhan tenaga kerja pemeliharaan

untuk menyelesaikan 1 WO predictive

maintenance

Man*Hour/Workorder Avg PdM Resources Required per WO = 4

19. Normally WO

CM Raised per

Day

Rerata jumlah WO corrective maintenance

per hari dalam kondisi normal

Workorder/Day Normally WO CM Raised per Day = 9

20. Avg CM

Resources per

Day

Rerata jumlah tenaga kerja yang dialokaiskan

untuk menyelesaikan WO corrective

maintenance per hari

Man*Hour/Workorder Avg CM Resources per Day = 20

21. PM

Compliance

Time Delay

Waktu tunda pengaruh ketepatan pelaksanaan

preventive maintenance terhadap

bertambahnya WO corrective maintenance

Day PM Compliance Time Delay = 90

22. Average CM

Material Cost

per WO

Rerata biaya material yang dibutuhkan untuk

corrective maintenance per WO

Rp/Workorder Average CM Material Cost per WO = 5.96928e+006

23. Average EM

Material Cost

per WO

Rerata biaya material yang dibutuhkan untuk

emergency maintenance per WO Rp/Workorder Average EM Material Cost per WO = 4.59521e+006

24. Average PdM

Material Cost

per WO

Rerata biaya material yang dibutuhkan untuk

predictive maintenance per WO Rp/Workorder Average PdM Material Cost per WO = 2.97427e+006

Page 162: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-9 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

25. Average PM

Material Cost

per WO

Rerata biaya material yang dibutuhkan untuk

preventive maintenance per WO Rp/Workorder Average PM Material Cost per WO = 908449

26. SI – Material

Cost

Rerata biaya material untuk paket pekerjaan

overhaul berjenis simple inspection

Rp SI – Material Cost = 2.65208e+009

27. SI – Services

Cost

Rerata biaya jasa untuk paket pekerjaan

overhaul berjenis simple inspection

Rp SI – Services Cost = 1.88595e+010

28. Simple

Inspection -

Cycle

Siklus waktu overhaul berjenis simple

inspection

Dmnl Simple Inspection - Cycle = PULSE TRAIN( 360 , 1 ,

720 , 3240 )

29. ME – Material

Cost

Rerata biaya material untuk paket pekerjaan

overhaul berjenis medium inspection

Rp ME – Material Cost = 2.29253e+009

30. ME – Services

Cost

Rerata biaya jasa untuk paket pekerjaan

overhaul berjenis medium inspection

Rp ME – Services Cost = 2.44754e+010

31. Medium

Inspection -

Cycle

Siklus waktu overhaul berjenis medium

inspection

Dmnl Medium Inspection - Cycle = PULSE TRAIN( 1440 , 1 ,

1440 , 2880 )

32. SE – Material

Cost

Rerata biaya material untuk paket pekerjaan

overhaul berjenis serious inspection

Rp SE – Material Cost = 1.97292e+010

33. SE – Services

Cost

Rerata biaya jasa untuk paket pekerjaan

overhaul berjenis serious inspection

Rp SE – Services Cost = 3.25826e+010

34. Serious

Inspection –

Cycle

Siklus waktu overhaul berjenis serious

inspection

Dmnl Serious Inspection – Cycle = PULSE TRAIN( 720 , 1 ,

1440 , 3600 )

35. Maintenance

Project Budget

Jumlah anggaran untuk project pemeliharaan

per tahun

Rp Maintenance Project Budget = 4.01384e+011

36. Percentage

Cost Allocated

to NPHR

Improvement

Persen alokasi anggaran project pemeliharaan

tahunan untuk program perbaikan NPHR

Dmnl Percentage Cost Allocated to NPHR Improvement = 0.2

37. Main Project

Alpha

Correction

Table

Tabel koreksi konstanta Weibull (alpha)

terkait pelaksanaan proyek pemeliharaan

pada peralatan utama

Dmnl Main Project Alpha Correction Table = GET XLS

LOOKUPS( 'D:\06 S2 Manajemen Energi ITS\07 Thesis

Project\! Rumah Pertolongan\Tabel Reliability Investasi

Alpha.xlsx' , 'Sheet1' , 'A' , 'B1' )

38. Main Project

Betha

Correction

Table

Tabel koreksi konstanta Weibull (betha)

terkait pelaksanaan proyek pemeliharaan

pada peralatan utama

Dmnl Main Project Betha Correction Table = GET XLS

LOOKUPS( 'D:\06 S2 Manajemen Energi ITS\07 Thesis

Project\! Rumah Pertolongan\Tabel Reliability Investasi

Betha.xlsx' , 'Sheet1' , 'A' , 'B1' )

Page 163: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-10 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

39. Disburse

Correction due

to Birocratic

Barrier

Faktor koreksi penyerapan anggaran

pemeliharaan terkait birokrasi

Dmnl Disburse Correction due to Birocratic Barrier = 0

Auxiliary

1. Internal

Technician

Resources

Jumlah tenaga kerja tersedia per hari pada jam

kerja normal per hari

Hour*Man/Day Internal Technician Resources = "Effective

Manhour/Day"*Number of Technician

2. Maintenance

Resources

Supply

Jumlah keseluruhan tenaga kerja tersedia per

hari baik pada jam kerja normal maupun

lembur per hari

Man*Hour/Day Maintenance Resources Supply = Internal Technician

Resources+Overtime Resources

3. Maintenance

Resources

Availability

Jumlah sisa tenaga kerja yang tersedia setelah

dialokasikan untuk menyelesaikan pekerjaan

per hari

Man*Hour/Day Maintenance Resources Availability = Maintenance

Resources Supply-Maintenance Resources Allocated

4. Maintenance

Resources

Allocated

Jumlah tenaga kerja yang teralokasi untuk

menyelesaikan pekerjaan per hari

Man*Hour/Day Maintenance Resources Allocated = Resources Allocated

for Corrective Maintenance+Resources Allocated for

Emergency Maintenance+Resources Allocated for

Predictive Maintenance+Resources Allocated for

Preventive Maintenance

5. Resources

Allocated for

Preventive

Maintenance

Jumlah tenaga kerja pemeliharaan yang

teralokasi untuk menyelesaikan preventive

maintenance per hari

Man*Hour/Day Resources Allocated for Preventive Maintenance = PM

Resources Required-Add Resources from PM

6. PM Resources

Required

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan WO preventive maintenance

per hari

Man*Hour/Day PM Resources Required = Average WO PM Raised per

Day*Avg PM Resources Required per WO

7. PM

Compliance

Ketepatan eksekusi WO preventive

maintenance

Dmnl PM Compliance = Resources Allocated for Preventive

Maintenance/PM Resources Required

8. PM (Main)

Alpha

Correction

Faktor koreksi konstanta Weibull (alpha)

terkait preventive maintenance untuk

peralatan utama

Dmnl PM (Main) Alpha Correction = LOOKUP

EXTRAPOLATE( "PM (Main) Alpha Correction Table"

, PM Compliance )

9. PM (Main)

Betha

Correction

Faktor koreksi konstanta Weibull (betha)

terkait preventive maintenance untuk

peralatan utama

Dmnl PM (Main) Betha Correction = GET XLS LOOKUPS(

'D:\06 S2 Manajemen Energi ITS\07 Thesis Project\!

Rumah Pertolongan\Tabel Reliability PM.xlsx' ,

'main_betha' , 'A' , 'B1' )

10. PM (BOP)

Alpha

Correction

Faktor koreksi konstanta Weibull (alpha)

terkait preventive maintenance untuk

peralatan pendukung

Dmnl PM (BOP) Alpha Correction = GET XLS LOOKUPS(

'D:\06 S2 Manajemen Energi ITS\07 Thesis Project\!

Rumah Pertolongan\Tabel Reliability PM.xlsx' ,

'BOP_alpha' , 'A' , 'B1' )

Page 164: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-11 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

11. PM (BOP)

Betha

Correction

Faktor koreksi konstanta Weibull (betha)

terkait preventive maintenance untuk

peralatan pendukung

Dmnl PM (BOP) Betha Correction = GET XLS LOOKUPS(

'D:\06 S2 Manajemen Energi ITS\07 Thesis Project\!

Rumah Pertolongan\Tabel Reliability PM.xlsx' ,

'BOP_betha' , 'A' , 'B1' )

12. Resources

Allocated for

Predictive

Maintenance

Jumlah tenaga kerja yang teralokasi untuk

menyelesaikan predictive maintenance per

hari

Man*Hour/Day Resources Allocated for Predictive Maintenance = PdM

Resources Required

13. PdM Resources

Required

Jumlah kebutuhan tenaga kerja untuk

menyelesaikan WO predictive maintenance

Man*Hour/Day PdM Resources Required = Average WO PdM Raised

per Day*Avg PdM Resources Required per WO

14. Average WO

CM Raised per

Day

Rerata jumlah WO corrective maintenance

per hari, meliputi WO CM murni maupun

tambahan WO CM akibat kurang disiplin

dalam melaksanakan preventive maintenance

Workorder/Day Average WO CM Raised per Day = Additional WO CM

due to PM Compliance+Normally WO CM Raised per

Day

15. Additional WO

CM due to PM

Compliance

Tambahan WO CM terkait konsistensi

pelaksanaan preventive maintenance

Workorder/Day Additional WO CM due to PM Compliance = IF THEN

ELSE( PM Compliance=1 , 0 , integer(DELAY1(

0.2*Normally WO CM Raised per Day , PM Compliance

Time Delay ) ))

16. Random

Weibull TTR

(Main)

Random time to repair pada peralatan utama Dmnl Random Weibull TTR (Main) = RANDOM WEIBULL(

0.01875 , 42.3611 , "Betha TTR (Main)" , "Gamma TTR

(Main)" , "Alpha TTR (Main)" , 1 )*Conv 01

17. Random

Weibull TTR

(BOP)

Random time to repair pada peralatan

pendukung

Day Random Weibull TTR (BOP) = RANDOM WEIBULL(

0.0222222 , 38.0417 , "Betha TTR (BOP)" , "Gamma

TTR (BOP)" , "Alpha TTR (BOP)" , 1 )*Conv 01

18. Daily TTR Konversi time to repair ke satuan hari Day Daily TTR = "Random Weibull TTR (BOP)"+"Random

Weibull TTR (Main)"

19. Overtime

Resources

Jumlah tenaga kerja yang bekerja lembur Man*Hour/Day Overtime Resources = IF THEN ELSE((Normal

Resources+Add Resources from PM)>=EM Resources

Required,0,EM Resources Required-(Normal

Resources+Add Resources from PM))

20. Max Resources

Allocated for

EM

Jumlah maksimal tenaga kerja yang

teralokasi untuk emergency meaintenance

Man*Hour/Day Max Resources Allocated for EM = 0.2*Internal

Technician Resources

21. Normal

Resources

Jumlah tenaga kerja yang bekerja pada jam

kerja normal

Man*Hour/Day Normal Resources = IF THEN ELSE(EM Resources

Required<=Max Resources allocated for EM,EM

Resources Required,Max Resources allocated for EM)

22. Resources

Allocated for

Jumlah tenaga kerja yang teralokasi untuk

menyelesaikan emergency maintenance per

hari

Man*Hour/Day Resources Allocated for Emergency Maintenance = Add

Resources from PM+Normal Resources+Overtime

Resources

Page 165: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-12 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

Emergency

Maintenance

23. Add Resources

from PM

Jumlah tambahan tenaga kerja untuk

menyelesaikan emergency maintenance yang

seharusnya untuk mengerjakan preventive

maintenance

Man*Hour/Day Add Resources from PM = IF THEN ELSE(Normal

Resources<Max Resources allocated for EM,0,IF THEN

ELSE((EM Resources Required-Max Resources

allocated for EM)<=Max additional Resources from

PM,(EM Resources Required-Max Resources allocated

for EM),Max additional Resources from PM))

24. Max Additional

Resources from

PM

Jumlah maksimal tenaga kerja yang bisa

dialihkan dari preventive maintenance untuk

menyelesaikan pekerjaan emergency

maintenance

Man*Hour/Day Max Additional Resources from PM = 0.4*PM

Resources Required

25. EM Resources

Required

Jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk

menyelesaikan WO emergency maintenance

Man*Hour/Day EM Resources Required = Avg Man per WO EM*Conv

06*Failure Rate Out*Daily TTR

26. Simple

Inspection -

Budget

Total biaya overhaul berjenis simple

inspection

Rp Simple Inspection - Budget = "SI - Material Cost"+"SI -

Services Cost"

27. Simple

Inspection Cost

Total biaya overhaul berjenis simple

inspection per tahun

Rp Simple Inspection Cost = "Simple Inspection -

Budget"*"Simple Inspection - Cycle"

28. Medium

Inspection -

Budget

Total biaya overhaul berjenis medium

inspection

Rp Medium Inspection - Budget = "ME - Material

Cost"+"ME - Services Cost"

29. Medium

Inspection Cost

Total biaya overhaul berjenis medium

inspection per tahun

Rp Medium Inspection Cost = "Medium Inspection -

Budget"*"Medium Inspection - Cycle"

30. Serious

Inspection –

Budget

Total biaya overhaul berjenis serious

inspection

Rp Serious Inspection – Budget = "SE - Material Cost"+"SE

- Services Cost"

31. Serious

Inspection Cost

Total biaya overhaul berjenis serious

inspection per tahun

Rp Serious Inspection Cost = "Serious Inspection -

Budget"*"Serious Inspection - Cycle"

32. Overhaul Cost Total biaya overhaul per tahun Rp Overhaul Cost = Medium Inspection Cost+Serious

Inspection Cost+Simple Inspection Cost

33. Cost for NPHR

Improvement

Anggaran yang teralokasi untuk program

perbaikan NPHR

Rp Cost for NPHR Improvement = Maintenance Project

Cost*Percentage Cost Allocated to NPHR Improvement

34. Monthly

Maintenance

Projcet Budget

Anggaran pemeliharaan project per bulan Rp Monthly Maintenance Projcet Budget = Maintenance

Project Budget*PULSE TRAIN( 360 , 1 , 360 , 3600 )

35. Budget Cut Faktor pengurangan anggaran pemeliharaan

yang dipengaruhi net cash flow pada tahun

sebelumnya

Dmnl Budget Cut = IF THEN ELSE( NCF Gain>=0 , 0 , IF

THEN ELSE( NCF Gain<0:AND:NCF Gain>=-0.1 ,

0.05 , IF THEN ELSE( NCF Gain<-0.1:AND:NCF

Page 166: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-13 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

Gain>=-0.2 , 0.1 , IF THEN ELSE( NCF Gain<-

0.2:AND:NCF Gain>=-0.3 , 0.15 , IF THEN ELSE(NCF

Gain<-0.3:AND:NCF Gain>=-0.4, 0.2 , 0.25 ) ) ) ) )

36. [Corrected]

Monthly

Maintenance

Budget

Jumlah pengurangan anggaran pemeliharaan Rp [Corrected] Monthly Maintenance Budget = Monthly

Maintenance Project Budget-Budget Cut*Monthly

Maintenance Project Budget

37. Maintenance

Project Cost

Jumlah anggaran pemeliharaan setelah

dilakukan pengurangan

Rp Maintenance Project Cost = "[Corrected] Monthly

Maintenance Budget"-Disburse Correction due to

Birocratic Barrier*"[Corrected] Monthly Maintenance

Budget"

38. Maint Project

Alpha

Correction

Faktor koreksi konstanta Weibull (alpha)

terkait pelaksanaan proyek pemeliharaan

Dmnl Maint Project Alpha Correction = LOOKUP

EXTRAPOLATE( Maint Project Alpha Correction Table

, Maintenance Project Cost*Konv Rp )

39. Maint Project

Betha

Correction

Faktor koreksi konstanta Weibull (betha)

terkait pelaksanaan proyek pemeliharaan

Dmnl Maint Project Betha Correction = LOOKUP

EXTRAPOLATE( Maint Project Betha Correction Table

, Maintenance Project Cost*Konv Rp )

40. Maintenance

Cost

Total biaya pemeliharaan Rp Maintenance Cost = Conv 01*(Monthly CM Material

Cost+Monthly EM Material Cost+Monthly Overtime

Cost+Monthly PdM Material Cost +Monthly

PM Material Cost

)+Overhaul Cost+Maintenance Project Cost

D. Formulasi Aspek Cash Flow

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

Stock/Level

1. Power Plant

NPV

Menyatakan NPV pembangkit yang telah

memperhitungkan nilai waktu uang

Rp Power Plant NPV = Present Value

2. "Net Cash Flow

(year)"

Net cash flow tahunan pembangkit pada

tahun ke-t

Rp "Net Cash Flow (year)" = Cash Flow After Tax

3. "Net Cash

Flow, year (t-

1)"

Net cash flow tahunan pembangkit pada

tahun ke- (t-1)

Rp "Net Cash Flow, year (t-1)" = "Cash Flow year (t-1)"

4. "Net Cash

Flow, month

(m-1)"

Net cash flow bulanan pembangkit pada

tahun bulan ke n-1

Rp "Net Cash Flow, month (m-1)"

= "Cash Flow month (m-1)"

Page 167: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-14 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

Flow

1. Present Value Present value cash flow Rp/Day Present Value = Cash Flow After Tax/((1+Discount

Rate)^(Time/Conv 01))

2. Cash Flow

After Tax

Cash flow setelah dikurangi pajak Rp/Day Cash Flow After Tax = Cash Flow Before Tax-Tax

Constant

1. Discount Rate Suku bunga Bank Indonesia Dmnl Discount Rate = 1.66667e-005

2. Tax Rate Tarif pajak sesuai peraturan pemerintah Dmnl Tax Rate = 0.0208333

3. Target

Availability

Target ketersediaan (EAF) yang harus dicapai

oleh pembangkit

Dmnl Target Availability = 0.85

4. H Kap Tarif komponen A (pengembalian investasi) Rp/kW/month H Kap = 80724.9

5. DMN Daya mampu netto kW DMN = 615000

6. H Fix Tarif komponen B (biaya tetap) Rp/kW/month H Fix = 26633.9

7. H BB w Tarif komponen C (biaya bahan bakar) Rp/kg H BB w = 793

8. "Monthly

O&M Tarrif"

Biaya jasa O&M yang harus dibayarkan

pemilik aset kepada kontraktor O&M

Rp/month "Monthly O&M Tarrif" = 0

9. GA Cost Biaya administrasi dan umum Rp/month GA Cost = 3.84134e+008*PULSE TRAIN( 30 , 1 , 30 ,

3600 )

10. Management

Remuneration

Gaji GM, manajer, dan supervisor Rp/month Management Remuneration = 1.02467e+009

11. Number of

Operator

Jumlah operator Man Number of Operator = 104

12. Avg Operator

Rate

Rerata gaji bulanan operator Rp/(Man*month) Avg Operator Rate = 1.72344e+007

13. Avg Technician

Rate

Rerata gaji bulanan teknisi Rp/(month*Man) Avg Technician Rate = 1.55878e+007

14. Other Staf

Remuneration

Gaji karyawan supporting (non O&M) Rp/month Other Staf Remuneration = 1.54583e+009

15. HSE Cost Biaya K3 Rp/month HSE Cost = 1.74877e+009*PULSE TRAIN( 30 , 1 , 30 ,

3600 )

16. Depreciation Nilai penyusutan pembangkit per bulan yang

dinyatakan sebagai biaya

Rp/month Depreciation = 1.93594e+010*PULSE TRAIN( 30 , 1 ,

30 , 3600 )

Auxiliary

1. Percentage of

Penalty

Persen penalty yang dibebankan kepada

kontraktor O&M jika tidak bisa mencapai

target availability.

Dmnl Percentage of Penalty = IF THEN ELSE(

(Availability/Target Availability)>=1,0 ,IF THEN ELSE(

(Availability/Target

Availability)>=0.95:OR:(Availability

Page 168: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-15 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

/Target Availability)<1 , 0.02 , IF THEN

ELSE((Availability/Target

Availability)>=0.9:OR:(Availability/Target Availability

2.)<0.95, 0.04 , IF THEN ELSE((Availability/Target

Availability)>=0.85:OR:(Availability/Target

Availability)<0.9, 0.06 ,

IF THEN ELSE((Availability/Target

Availability)>=0.8:OR:(Availability/Target

Availability)<0.85, 0.08 , 0.1 ) ) ) ) )

2. "O&M Penalty

Revenue"

Pendapatan yang diperoleh dari penalty

kontraktor O&M yang gagal mencapai target

Rp/month "O&M Penalty Revenue" = "O&M Cost

Contractor"*Percentage of Penalty

3. Component A

Revenue

Pendapatan komponan A Rp/month Component A Revenue = Availability*DMN*H Kap

4. Component B

Revenue

Pendapatan komponan B Rp/month Component B Revenue = DMN*Availability*H Fix

5. Component C

Revenue

Pendapatan komponan C Rp/month Component C Revenue = (Energy Sales*SHR w*H BB

w)/HHV k

6. Component D

Revenue

Pendapatan komponan D Rp/month Component D Revenue = Energy Sales*H Var

7. Component

based Revenue

Total pendapatan komponen Rp/month Component based Revenue = Component A

Revenue+Component B Revenue+Component C

Revenue+Component D Revenue

8. Ancillary

Services

Revenue

Pendapatan dari ancillary services Rp/month Ancillary Services Revenue = 5000*PULSE TRAIN( 30

, 1 , 30 , 3600 )

9. Cash Inflow Total aliran kas masuk dari pendatan Rp/Day Cash Inflow = (Ancillary Services Revenue+Component

based Revenue+"O&M Penalty Revenue")*Conv 02

10. HR Cost Biaya kepegawaian pembangkit Rp/month HR Cost = (Management Remuneration+Operator

Remuneration+Technician Remuneration+Other Staf

Remuneration)*PULSE TRAIN( 30 , 1 , 30 , 3600 )

11. Cash Outflow Aliran kas keluar berasal dari seluruh total

biaya

Rp/Day Cash Outflow = IF THEN ELSE ("Net Cash Flow

(year)">0,(Operation Cost+HSE Cost+HR Cost+GA

Cost+Maintenance Cost+"O&M Cost

Contractor"+Depreciation)*Conv 02,

0)

12. Cash Flow

Before Tax

Aliran kas keluar berasal dari seluruh total

biaya (sebelum pajak)

Rp/Day Cash Flow Before Tax = Cash Inflow-Cash Outflow

13. Monthly NPV Pencapain NPV bulanan Rp Monthly NPV = PULSE TRAIN( 30 , 1 , 30 , 3600

)*Power Plant NPV

Page 169: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

B-16 Lamp B – Formulasi Vensim

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

14. "Cash Flow

year (t-1)"

Cash flow tahunan pada tahun t-1 Rp/Day "Cash Flow year (t-1)" = DELAY INFORMATION

(Cash Flow After Tax , 360 , 0)

15. "Cash Flow

month (m-1)"

Cash flow tahunan pada tahun t-1 Rp/Day "Cash Flow month (m-1)" = DELAY INFORMATION

(Cash Flow After Tax , 30 , 0)

16. Monthly NCF Net cash flow bulanan Rp ("Net Cash Flow (year)"-"Net Cash Flow, month (m-

1)")

17. Yearly Net

Cash Flow

Net cash flow tahunan Rp Monthly NCF = PULSE TRAIN( 360 , 1 , 360 , 3600

)*("Net Cash Flow (year)"-"Net Cash Flow, year (t-1)")

18. "Yearly Net

Cash Flow (t-

1)"

Net cash flow tahunan pada tahun t-1 Rp "Yearly Net Cash Flow (t-1)" = DELAY

INFORMATION (Yearly Net Cash Flow, 360 , 0)

19. NCF Gain Perbandingan NCF pada tahun ke t dan

setahun sebelumnya

Dmnl NCF Gain = IF THEN ELSE( "Yearly Net Cash Flow

(t-1)"=0 , 0 , (Yearly Net Cash Flow-"Yearly Net Cash

Flow (t-1)")/"Yearly Net Cash Flow (t-1)" )

E. Variabel Pendukung/Konversi

No Parameter Keterangan Satuan Nilai/Formula

1. Conv 01 Konversi untuk mendefinisikan waktu 1 hari Day 1

2. Conv 02 Konversi waktu dari bulan ke hari Month/Day 1/30

3. Conv 03 Konversi waktu dari bulan ke jam Hour/month 720

4. Conv 04 Konversi massa dari ton ke kg Ton/kg 1/1000

5. Conv 06 Konversi waktu dari hari ke jam jam/hari 24

6. Conv 08 Konversi untuk mengkonversi failure rate 1/day 1

7. Conv 09 Konversi untuk mendefinisikan WO EM Workorder/day 1

8. Conv 10 Konversi untuk mendefinisikan 360 hari day 360

9. Conv 12 Konversi untuk definisikan 1 MW MW 1

10. Konv HR Konversi untuk meendefinisikan heat ra kCal/(Hour*kW) 1

11. Konv Rp Konversi untuk menormalisasi satuan Rupiah 1/Rp 1

12. Time Variabel default Vensim untuk

mendefinisikan waktu

day 1, 2, 3, dst

13. Year

Conversion

Variabel untuk mengkonversi satuan default

hari menjadi tahun

Year TIME BASE (2018 , 0.00277778)

14. Time

Conversion

Variabel untuk mengkonversi satuan default

hari menjadi bulan

month TIME BASE (0 , 0.0333333)

Page 170: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

C-1 Lamp C – Penggunaan Software Minitab

LAMPIRAN C – PENGGUNAAN SOFTWARE MINITAB

Software Minitab dipergunakan untuk menentukan distribusi data dan konstanta yang

diperlukan, antara lain :

1. Penentuan Distribusi Time to Failure (TTF) Peralatan Utama

2. Penentuan Distribusi Time to Failure (TTF) Peralatan Pendukung

3. Penentuan Distribusi Time to Repair (TTR) Peralatan Utama

4. Penentuan Distribusi Time to Repair (TTR) Peralatan Pendukung

C.1. Penentuan Distribusi Time to Failure (TTF) Peralatan Utama

Data Time to Failure (TTF) peralatan utama diperoleh dari Software

Navitas sebagai berikut :

Data ke TTF (hari) Data ke TTF (hari) Data ke TTF (hari) Data ke TTF (hari)

1 58.28125 31 64.60347 61 9.0625 91 0.695833

2 22.38403 32 4.75625 62 13.31875 92 0.779861

3 0.211806 33 0.478472 63 0.259722 93 8.958333

4 20.70069 34 29.67778 64 56.88403 94 0.248611

5 11.98056 35 1.8875 65 0.465278 95 32.12153

6 0.485417 36 0.354167 66 1.036806 96 0.333333

7 3.117361 37 0.000694 67 3.082639 97 0.413194

8 2.635417 38 2.269444 68 0.000694 98 1.097222

9 13.34236 39 1.577778 69 18.20903 99 21.68333

10 0.275694 40 32.15278 70 10.66458 100 0.440972

11 0.000694 41 12.6625 71 2.280556 101 85.29653

12 0.108333 42 9.039583 72 34.875 102 38.93403

13 66.37222 43 3.004861 73 0.083333 103 0.122222

14 4.964583 44 0.235417 74 15.70903 104 12.96944

15 28.79444 45 20.59653 75 72.94792 105 0.082639

16 0.454861 46 9.405556 76 11.11458 106 12.0125

17 0.021528 47 5.675694 77 5.05 107 0.529861

18 5.027778 48 6.952083 78 0.18125 108 1.504861

19 0.322222 49 0.682639 79 14.17292 109 4.970139

20 7.610417 50 9.395833 80 9.25

21 0.690278 51 3.574306 81 0.202778

22 1.584722 52 0.243056 82 0.233333

23 3.500694 53 1.381944 83 14.90972

24 0.571528 54 3.854861 84 0.190278

25 3.700694 55 7.127083 85 66.33333

26 0.496528 56 41.65417 86 0.169444

27 7.745833 57 28.51389 87 8.329861

28 1.379167 58 2.229167 88 0.216667

29 3.107639 59 20.87014 89 87.11736

30 73.22917 60 0.169444 90 5.095833

Page 171: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

C-2 Lamp C – Penggunaan Software Minitab

Selanjutnya data dimasukkan ke dalam Minitab untuk diidentifikasi distribusi

dan konstanta terkait. Hasil running Minitab adalah sebagai berikut :

Distribution ID Plot for TTF Main (day)

Descriptive Statistics

N N* Mean StDev Median Minimum Maximum Skewness

Kurtosis

109 0 12.4107 19.9553 3.57431 0.0006944 87.1174 2.24289

4.46098

Goodness of Fit Test

Distribution AD P LRT P

Normal 13.979 <0.005

Lognormal 1.427 <0.005

3-Parameter Lognormal 1.097 * 0.049

Exponential 26.881 <0.003

2-Parameter Exponential 22.932 <0.010 0.913

Weibull 0.663 0.084

3-Parameter Weibull 0.741 0.057 0.000

Smallest Extreme Value 17.343 <0.010

Largest Extreme Value 9.885 <0.010

Gamma 1.016 0.017

3-Parameter Gamma 0.917 * 0.000

Logistic 10.568 <0.005

Loglogistic 1.220 <0.005

3-Parameter Loglogistic 1.417 * 0.008

ML Estimates of Distribution Parameters

Distribution Location Shape Scale Threshold

Normal* 12.41070 19.95526

Lognormal* 0.88915 2.39670

3-Parameter Lognormal 0.97403 2.15303 -0.00835

Exponential 12.41070

2-Parameter Exponential 12.41002 0.00068

Weibull 0.53496 7.20572

3-Parameter Weibull 0.51416 6.98263 0.00068

Smallest Extreme Value 24.06300 27.92659

Largest Extreme Value 5.14737 9.77527

Page 172: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

C-3 Lamp C – Penggunaan Software Minitab

Gamma 0.40331 30.77184

3-Parameter Gamma 0.37977 32.67760 0.00068

Logistic 8.11252 8.80484

Loglogistic 1.06115 1.32357

3-Parameter Loglogistic 1.05254 1.40448 0.00068

* Scale: Adjusted ML estimate

Dari running Minitab tersebut, diketahui distribusi yang sesuai adalah Weibull

2 parameter dengan β (shape) = 0.53496 dan α (scale) = 7.20572

C.2. Penentuan Distribusi Time to Failure (TTF) Peralatan Pendukung

Data Time to Failure (TTF) peralatan pendukung diperoleh dari Software

Navitas sebagai berikut :

Selanjutnya data dimasukkan ke dalam Minitab untuk diidentifikasi distribusi

dan konstanta terkait. Hasil running Minitab adalah sebagai berikut :

Descriptive Statistics

N N* Mean StDev Median Minimum Maximum Skewness

Kurtosis

Data ke TTF (hari) Data ke TTF (hari) Data ke TTF (hari) Data ke TTF (hari)

1 8.625 21 19.5 41 27.71319 61 30.14097

2 35.375 22 28.18194 42 20.16597 62 1.147222

3 109.4931 23 5.78125 43 14.09931 63 36.89861

4 117.266 24 66.49653 44 54.82222 64 12.52222

5 0.251389 25 6.60625 45 10.45833 65 0.604861

6 3.281944 26 0.7375 46 2.534028 66 4.689583

7 2.072917 27 5.716667 47 0.334722 67 5.800694

8 9.214583 28 11.95833 48 9.472917 68 1.874306

9 36.77431 29 3.7875 49 0.322222 69 9.231944

10 1.369444 30 0.070833 50 2.877083 70 60.18681

11 238.5132 31 3.897917 51 1.052778 71 8.653472

12 35.22986 32 17.17917 52 18.9

13 1.638194 33 6.038194 53 2.14375

14 0.413889 34 43.59722 54 1.509722

15 3.816667 35 3.18125 55 15.425

16 21.65347 36 103.0535 56 0.055556

17 3.370139 37 5.511806 57 118.9882

18 0.315972 38 4.25 58 21.82361

19 6.890278 39 25.30903 59 65.54306

20 1.827083 40 26.6125 60 152.5271

Page 173: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

C-4 Lamp C – Penggunaan Software Minitab

71 0 24.4701 41.1416 8.625 0.0555556 238.513 3.05734

11.1521

Goodness of Fit Test

Distribution AD P LRT P

Normal 9.344 <0.005

Lognormal 0.305 0.560

3-Parameter Lognormal 0.270 * 0.760

Exponential 9.530 <0.003

2-Parameter Exponential 8.243 <0.010 0.572

Weibull 0.286 >0.250

3-Parameter Weibull 0.215 >0.500 0.011

Smallest Extreme Value 12.738 <0.010

Largest Extreme Value 5.860 <0.010

Gamma 0.835 0.041

3-Parameter Gamma 0.611 * 0.004

Logistic 6.514 <0.005

Loglogistic 0.270 >0.250

3-Parameter Loglogistic 0.356 * 0.146

ML Estimates of Distribution Parameters

Distribution Location Shape Scale Threshold

Normal* 24.47013 41.14163

Lognormal* 1.96486 1.82234

3-Parameter Lognormal 1.98442 1.77325 -0.02455

Exponential 24.47013

2-Parameter Exponential 24.41513 0.05500

Weibull 0.63430 16.97963

3-Parameter Weibull 0.60761 16.36888 0.05500

Smallest Extreme Value 49.38631 67.49392

Largest Extreme Value 10.61821 18.42858

Gamma 0.51324 47.67740

3-Parameter Gamma 0.47708 51.17619 0.05500

Logistic 15.96263 16.56983

Loglogistic 2.04483 1.03483

3-Parameter Loglogistic 2.02304 1.11338 0.05500

* Scale: Adjusted ML estimate

Dari running Minitab tersebut, diketahui distribusi yang sesuai adalah Weibull

3 parameter dengan β (shape) = 0.60761, α (scale) = 16.36888, dan γ (locator)

= 0.05500

Page 174: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

C-5 Lamp C – Penggunaan Software Minitab

C.3. Penentuan Distribusi Time to Repair (TTR) untuk Peralatan Utama

Data Time to Repair (TTR) peralatan utama diperoleh dari Software Navitas

yang menunjukkan waktu recovery atas terjadinya gangguan. Selanjutnya

setelah disimulasikan di Minitab diperoleh data sebagai berikut :

Distribution ID Plot for TTR Main (excld PO)

Descriptive Statistics

N N* Mean StDev Median Minimum Maximum Skewness

Kurtosis

105 0 3.49440 6.68255 0.670139 0.01875 42.3611 3.60804

16.3165

Goodness of Fit Test

Distribution AD P LRT P

Normal 15.373 <0.005

Lognormal 1.314 <0.005

3-Parameter Lognormal 0.989 * 0.073

Exponential 29.634 <0.003

2-Parameter Exponential 28.508 <0.010 0.290

Weibull 2.820 <0.010

3-Parameter Weibull 2.242 <0.005 0.000

Smallest Extreme Value 20.942 <0.010

Largest Extreme Value 13.640 <0.010

Gamma 4.609 <0.005

3-Parameter Gamma 3.849 * 0.000

Logistic 12.933 <0.005

Loglogistic 1.372 <0.005

3-Parameter Loglogistic 1.014 * 0.010

ML Estimates of Distribution Parameters

Distribution Location Shape Scale Threshold

Normal* 3.49440 6.68255

Lognormal* -0.15834 1.74996

3-Parameter Lognormal -0.22852 1.83979 0.01515

Exponential 3.49440

2-Parameter Exponential 3.47584 0.01856

Weibull 0.58288 2.08140

3-Parameter Weibull 0.56003 1.97773 0.01856

Smallest Extreme Value 7.67624 11.88832

Largest Extreme Value 1.32665 2.84497

Gamma 0.45703 7.64593

Page 175: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

C-6 Lamp C – Penggunaan Software Minitab

3-Parameter Gamma 0.42906 8.10099 0.01856

Logistic 2.15907 2.64662

Loglogistic -0.24287 1.03105

3-Parameter Loglogistic -0.29112 1.10514 0.01856

* Scale: Adjusted ML estimate

Dari running Minitab tersebut, diketahui distribusi yang sesuai adalah Weibull

3 parameter dengan β (shape) = 0.56003, α (scale) = 1.97773, dan γ (locator)

= 0.01856

C.4. Penentuan Distribusi Time to Repair (TTR) untuk Peralatan Pendukung

Data Time to Repair (TTR) peralatan pendukung diperoleh dari Software

Navitas yang menunjukkan waktu recovery atas terjadinya gangguan.

Selanjutnya setelah disimulasikan di Minitab diperoleh data sebagai berikut :

Distribution ID Plot for MTTR (BOP)

Descriptive Statistics

N N* Mean StDev Median Minimum Maximum Skewness

Kurtosis

71 0 1.84267 6.62163 0.166667 0.0222222 38.0417 4.64134

21.6698

Goodness of Fit Test

Distribution AD P LRT P

Normal 21.320 <0.005

Lognormal 1.821 <0.005

3-Parameter Lognormal 0.670 * 0.000

Exponential 58.189 <0.003

2-Parameter Exponential 57.147 <0.010 0.192

Weibull 4.939 <0.010

3-Parameter Weibull 2.789 <0.005 0.000

Smallest Extreme Value 21.636 <0.010

Largest Extreme Value 19.186 <0.010

Gamma 9.897 <0.005

3-Parameter Gamma 7.536 * 0.000

Logistic 17.727 <0.005

Loglogistic 1.053 <0.005

3-Parameter Loglogistic 0.336 * 0.000

ML Estimates of Distribution Parameters

Page 176: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

C-7 Lamp C – Penggunaan Software Minitab

Distribution Location Shape Scale Threshold

Normal* 1.84267 6.62163

Lognormal* -1.55465 1.66949

3-Parameter Lognormal -1.92418 2.06259 0.02175

Exponential 1.84267

2-Parameter Exponential 1.82067 0.02200

Weibull 0.48128 0.52878

3-Parameter Weibull 0.43796 0.42239 0.02200

Smallest Extreme Value 6.16214 12.20474

Largest Extreme Value 0.37429 1.61166

Gamma 0.31573 5.83618

3-Parameter Gamma 0.27517 6.61654 0.02200

Logistic 0.52837 1.57427

Loglogistic -1.74308 0.88189

3-Parameter Loglogistic -1.99625 1.12936 0.02200

* Scale: Adjusted ML estimate

Dari running Minitab tersebut, diketahui distribusi yang sesuai adalah Weibull

3 parameter dengan β (shape) = 0.43796, α (scale) = 0.42239, dan γ (locator)

= 0.022

Page 177: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

D-1 Lamp D – Perhitungan MAPE

LAMPIRAN D

PERHITUNGAN MEAN ABSOLUTE PERCENTAGE ERROR

(MAPE)

Mean Absolute Percetage Error (MAPE) dihitung dengan persamaan :

𝑀𝐴𝑃𝐸 =1

𝑛∑|𝑋𝑚−𝑋𝑑|

𝑋𝑑𝑥100%

dengan :

MAPE : Mean Absolute Percentage Error (%)

Xm : Data hasil simulasi

Xd : Data aktual

n : Periode/banyaknya data

Kriteria ketepatan model dengan uji MAPE (Lewis, 1982) adalah :

MAPE < 10 % : Sangat tepat

10% < MAPE < 20% : Tepat

20% < MAPE < 50% : Cukup Tepat

MAPE > 50% : Tidak tepat

Perhitungan MAPE adalah sebagai berikut :

Waktu (Bulan ke-) NPHR

(kCal/kWh) Konsumsi Batu bara

(ton/bulan) EAF

1 2,825.06 200,820.81 0

2 3,301.65 262,254.71 0.805649

3 2,725.15 207,431.26 0.930376

4 2,800.95 212,609.19 0.906109

5 3,260.46 244,898.66 0.927225

6 2,886.97 219,095.37 0.902285

7 2,692.04 201,677.47 0.916524

8 2,681.36 201,595.02 0.868138

9 2,848.16 211,431.24 0.904912

10 2,897.53 215,818.63 0.7812

Page 178: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

D-2 Lamp D – Perhitungan MAPE

Waktu (Bulan ke-) NPHR

(kCal/kWh) Konsumsi Batu bara

(ton/bulan) EAF

11 2,823.19 208,311.35 0.859214

12 2,718.40 201,622.70 0.890963

13 2,904.58 219,276.58 0.92652

14 2,658.64 198,244.28 0.910157

15 2,921.01 220,261.52 0.8583

16 2,676.27 199,030.22 0.892501

17 3,368.23 251,296.65 0.911581

18 2,901.38 213,380.05 0.941121

19 2,795.46 204,644.77 0.894064

20 2,838.59 209,000.25 0.876674

21 2,835.68 208,911.89 0.885873

22 2,693.82 198,500.04 0.8942

23 2,699.98 198,716.84 0.876274

24 2,803.62 208,337.85 0.860812

25 2,884.91 216,129.86 0.957815

26 2,771.79 207,588.74 0.840096

27 2,760.33 205,409.27 0.945447

28 2,804.42 209,071.69 0.809792

29 2,596.15 191,481.23 0.934936

30 2,723.16 202,942.33 0.826128

31 2,712.20 201,876.92 0.917818

32 2,754.21 205,812.74 0.832297

33 2,642.28 197,147.99 0.855285

34 2,756.19 206,059.25 0.945683

35 2,569.71 190,674.56 0.970053

36 2,806.45 210,272.83 0.905453

37 2,913.01 219,506.39 0.981275

38 2,801.83 210,536.39 0.872231

39 2,659.92 199,624.59 0.895173

40 2,977.66 224,515.98 0.905173

41 2,830.73 211,981.67 0.963951

42 2,839.16 212,371.36 0.874005

43 3,007.64 225,806.01 0.745024

44 2,768.96 205,273.11 0.812189

45 2,754.91 203,255.28 0.944468

46 2,991.83 222,644.71 0.880899

47 2,931.62 218,324.33 0.884835

Page 179: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

D-3 Lamp D – Perhitungan MAPE

Waktu (Bulan ke-) NPHR

(kCal/kWh) Konsumsi Batu bara

(ton/bulan) EAF

48 3,224.59 242,367.24 0.748783

49 2,807.76 208,541.62 0.895852

50 2,692.33 198,810.42 0.912144

51 2,819.77 209,458.36 0.867182

52 2,678.40 198,403.38 0.827805

53 2,849.80 212,296.03 0.872025

54 2,839.98 210,969.82 0.871306

55 2,890.42 214,658.58 0.884471

56 2,917.79 216,986.88 0.92467

57 2,752.19 203,661.98 0.933812

58 2,676.90 197,142.23 0.917287

59 2,676.87 197,473.45 0.874941

60 2,828.97 210,303.71 0.766934

61 2,773.89 205,970.89 0.899596

62 3,523.19 267,309.76 0.838088

63 3,297.13 248,581.16 0.8028

64 2,965.98 221,715.76 0.90177

65 2,677.12 197,887.68 0.88496

66 2,912.77 217,520.94 0.856621

67 3,016.62 225,645.28 0.907083

68 2,799.19 208,509.62 0.873083

69 2,708.88 201,267.75 0.914247

70 3,183.78 240,173.09 0.937652

71 2,640.05 195,523.19 0.955718

72 2,782.95 207,385.81 0.850875

73 2,904.08 217,379.31 0.91002

74 2,948.77 221,414.64 0.892703

75 2,872.02 215,429.61 0.947937

76 2,889.15 216,930.77 0.91256

77 2,769.99 207,462.87 0.897843

78 2,828.28 212,329.67 0.903294

79 2,679.94 200,001.19 0.945687

80 2,886.66 216,898.71 0.843481

81 2,698.34 201,466.85 0.908054

82 3,500.58 267,937.79 0.959336

83 3,042.33 230,078.32 0.803731

84 2,779.38 208,451.56 0.85674

Page 180: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

D-4 Lamp D – Perhitungan MAPE

Waktu (Bulan ke-) NPHR

(kCal/kWh) Konsumsi Batu bara

(ton/bulan) EAF

85 2,804.10 210,362.55 0.890526

86 2,911.66 218,901.43 0.931898

87 2,802.00 209,655.01 0.881379

88 2,714.09 202,268.39 0.920699

89 2,618.84 194,257.01 0.938288

90 2,785.13 207,937.66 0.750858

91 2,915.42 218,722.43 0.93751

92 2,863.30 214,232.51 0.878438

93 2,805.60 209,605.35 0.903654

94 2,605.56 192,675.14 0.866623

95 2,849.16 212,600.09 0.878151

96 2,803.85 208,800.08 0.923508

97 2,800.81 208,683.94 0.911661

98 2,849.20 212,739.71 0.897761

99 2,763.89 205,857.03 0.928705

100 2,564.47 189,421.49 0.8369

101 2,759.43 205,484.11 0.983571

102 2,753.43 205,135.81 0.969474

103 2,777.67 207,071.76 0.842287

104 2,675.88 198,735.19 0.851904

105 2,715.54 202,047.72 0.876033

106 2,820.60 210,666.73 0.8193

107 2,803.21 209,290.08 0.944143

108 2,690.76 200,200.77 0.915747

109 2,735.57 203,681.82 0.902651

110 3,180.17 240,052.74 0.928355

111 2,760.79 205,372.76 0.890096

112 2,684.03 198,870.17 0.865668

113 3,437.35 260,523.19 0.803417

114 2,718.97 201,577.27 0.858842

115 2,878.95 214,495.01 0.86887

116 2,784.02 206,835.71 0.901568

117 2,850.73 212,428.43 0.786297

118 2,596.35 191,964.21 0.914853

119 2,802.27 208,953.88 0.907277

120 2,806.43 209,422.01 0.860796

Page 181: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

D-5 Lamp D – Perhitungan MAPE

Rerata Model 2,835.36 211,661.25 0.817865

Data Aktual 2,796.88 206,601.58 0.8794

Gap 38.49 5,059.67 0.833721

Persen MAPE 1.38% 2.45% 5.48%

Karena persen MAPE ≤ 10% maka dapat disimpulkan model telah VALID dengan

tingkat akurasi sangat tepat.

Page 182: PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPERATION AND …

BIOGRAFI PENULIS

Penulis tesis ini bernama lengkap Muhammad Furqon Akhsani,

biasa dipanggil Furqon. Pria kelahiran Ngawi, 30 Juli 1981 ini

menamatkan pendidikan S1 Teknik Kimia di Universitas Sebelas

Maret (UNS) Surakarta pada tahun 2005. Selanjutnya

berkesempatan melanjutkan S2 Manajemen Energi di

Departemen Teknik Mesin ITS yang merupakan kerja sama

antara ITS dan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) pada 2016.

Sempat menjadi wartawan Jawa Pos dan pada 2006 bergabung

ke PJB hingga saat ini. Selama bekerja di PJB, penulis pernah

berkarir di bidang Lingkungan dan K3 (LK3), Perencanaan dan Pengendalian Operasi,

Perencanaan dan Pengendalian Pemeliharaan, Supervisor Senior Manajemen Mutu

Risiko dan Kepatuhan, dan terakhir diamanahi sebagai Manajer Kinerja Kantor Pusat

dan Unit pada Bidang Kinerja Korporat. Tiga kali mutasi unit kerja, yaitu UP Brantas

(PLTA), UP Gresik (PLTG/PLTU/PLTGU), dan Kantor Pusat cukup memperkaya

wawasan penulis di bidang Operation and Maintenance (O&M) pembangkit. Penulis

pernah memegang sertifikat kompetensi CMPM (di bidang Project Management) dan

CRMP (di bidang Risk Management). Di sela-sela tugas rutin, penulis juga aktif

mengajar di PJB Academy untuk materi pembelajaran Asset Management, Work

Planning and Control (WPC), dan Risk Management. Saat ini penulis tinggal bersama

istri dan kedua anaknya di kota Gresik. Untuk diskusi lebih lanjut bisa

berkorespondensi via email ke [email protected] atau [email protected].