pembahasan jurnal whina

Upload: whina-r-ayma

Post on 12-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

JURNAL

TRANSCRIPT

Pembahasan Mengenai Jurnal FAKTOR RISIKO WANITA PADA PRODUKSI, DISTRIBUSI, DAN KONSUMSI DARI BENTUK-BENTUK MAKANAN DI JAYAWIJAYA, PAPUA1. PendahuluanDi Desa Baliem, ada empat penyakit yang sering terjadi dan memperburuk kondisi kesehatan di desa tersebut, khususnya bagi anak-anak dan wanita, yaitu penyakit malaria, pneumonia, diare dan malnutrisi. Kondisi kesehatan yang dimiliki relatif sama pada wilayah dimana wanita memiliki posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki. Kesehatan yang buruk pada Orang Papua (termasuk suku Dani) pada umumnya berhubungan dengan tingkat masyarakat yang masih jauh tertinggal dari perkembangan beberapa aspek, seperti pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, kurangnya informasi pada pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Masalah yang penting yang menjadi permasalahan pada wanita dan terjadinya krisis di Desa Baliem adalah status gizi yang buruk. Khususnya pada wanita, beberapa faktor khusus yang mempengaruhi malnutrisi adalah kelaparan kronis, bekerja yang terlalu berat, masalah dengan makanan pokok, frekuensi yang sedikit, kekurangan variasi dan kualitas makanan. Kondisi yang begitu serius selama dan setelah krisis di Indonesia mengakibatkan dampak yang memperburuk kondisi dari kesehatan wanita. Di sisi lain, ketidakamanan lingkungan adalah penyebab buruk yang mendasar pada kesehatan manusia. Dalam hubungannya dengan kehidupan, aktivitas sehari-hari dan konsumsi pada Suku Dani di Desa Baliem memiliki hubungan yang kuat dengan definisi budaya mengenai status, peran, dan posisi dari wanita di dalam keluarganya. Jurnal ini menjelaskan mengenai bagaimana para wanita di Desa Baliem menggunakan taktik tertentu selama krisis. Mereka telah mengalami krisis sejak dahulu kala sebagai krisis yang tersembunyi sebelum Indonesia mengalami krisis. Krisis ini menjadi sangat penting pada saat krisis dan setelah krisis di Indonesia. Kenyataannya, beberapa dari mereka dapat terus bertahan hidup walaupun kondisi kesehatan mereka menjadi lebih buruk.

2. Lingkungan, Perumahan, Pakaian dan Makna KehidupanDesa Baliem terletak pada wilayah Pegunungan Jayawijaya di Irian Jaya, Papua, Indonesia, provinsi paling timur dari Indonesia. Suhu disana bervariasi terletak di antara 14,4 sampai 25,6 derajat Celcius. Karena terletak pada ketinggian yang sangat tinggi, daerah ini lebih dingin daripada area tropis. Curah hujan sedang dan hampir sama sepanjang tahun, kecuali pada kondisi tertentu di bulan Februari dan Maret. Secara umum, mayoritas dari Suku Dani masih tinggal di desa, dan terisolasi. Kebanyakan dari populasi orang non-Irian tinggal di ibukota di Wamena. Pemukiman Suku Dani terletak terpusat dan menonjol dengan jumlah keluarga yang besar. Suku Dani tinggal dalam kubah gubuk akar yang berbentuk bulat (honay). Unit terkecil terdiri dari rumah laki-laki, dimana terdiri dari sepuluh sampai dua puluh laki-laki yang tinggal, dan gubuk dimana istri, anak-anak dan anggota keluarga wanita dari laki-laki tinggal. Terdapat juga gubuk panjang dimana makanan dimasak. Gubuk dikelilingi oleh pagar. Suku Dani secara tradisional tidak menggunakan pakaian. Wanita mengenakan pakaian, sedangkan laki-laki hanya mengenakan tanah kuning yang dikeringkan disebut dengan koteka. Suku Dani merupakan petani yang membakar dan memotong hutan, dan karena faktor iklim, dimungkinkan untuk menanam dan memanen ubi jalar sepanjang tahun. Ubi jalar merupakan bahan makanan pokok dari Suku Dani. Selain itu, untuk pendapatan per kapita, para wanita membuat rompi dan baju sebagai usaha untuk mendapatkan pendapatan ekstra. Seringkali mereka membuatnya untuk digunakan sendiri.

3. Populasi, Pendidikan dan Status GiziSuku Dani yang tinggal di Desa Wauma dibagi ke dalam dua desa, yaitu Wauma dan Maplima. Ada 40 kampung yang terdiri dari unit tempat tinggal dalam keluarga besar. Total populasi terdiri dari 1268, mereka memiliki pendidikan yang rendah bahkan tak berpendidikan, khususnya pada kelompok usia tua. Kebanyakan murid di sekolah awal keluar. Alasan yang paling mendasar adalah karena kemiskinan. Malnutrisi semakin tinggi diantara ibu dan anak. Orang-orang memberikan beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya malnutrisi, yaitu laki-laki makan duluan, kemudian anak-anak, dan yang terakhir adalah wanita. Ini menjadi hal yang biasa bagi Suku Dani dan mungkin pada budaya lain di Indonesia dimana laki-laki makan duluan karena seorang ayah merupakan kepala rumah tangga. Nilai dan norma pada budaya patrilinear yang berorientasi pada laki-laki seperti Suku Dani bahwa seorang laki-laki memiliki nilai lebih untuk mendapat kedudukan dan kekuasaan tertinggi dalam sebuah keluarga. Sebagai contoh, ketika mereka mempunyai pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama untuk membuat ladang baru, mereka bersama-sama mengerjakan upacara bakar batu. Sekitar dua jam saat upacara bakar batu selesai, kemudian laki-laki dan wanita membuka oven tradisional secara bersama-sama. Wanita bertanggung jawab untuk mendistribusikan makanan. Pertama, para tamu yang akan menerima makanan, kedua para laki-laki, ketiga anak-anak, dan yang terakhir adalah wanita. Wanita selalu menerima makanan yang tersisa karena mereka merupakan orang terakhir yang menerima makanan sebagai rutinitas harian dan upacara pendistribusian makanan yang dipengaruhi oleh tradisi. Seperti yang disebutkan oleh Levelink yang mengukur keliling lengan wanita menunjukkan bahwa malnutrisi semakin parah selama kehamilan dan ketika wanita memiliki lebih dari satu anak. Faktor-faktor yang dapat membawa pengaruh negatif pada gizi ibu adalah faktor pekerjaan. Selanjutnya, Levelink menyatakan bahwa wanita, khususnya wanita hamil tidak mengkonsumsi kalori yang cukup. Mereka kehilangan 100 sampai 400 kilokalori sehari. Terdapat juga kekurangan protein sebesar 10 sampai 40 gram. Penelitian yang tak terpublikasi mengenai Masalah Malnutrisi di Daerah Jayawijaya II melaporkan bahwa survey yang dilakukan mengindikasikan bahwa rata-rata malnutrisi untuk anak di bawah lima tahun dan para ibu di Pegunungan Jayawijaya semakin buruk. Ini memiliki dampak negatif pada status kesehatan dan menghalangi pengembangan sumber daya manusia di Jayawijaya. Beberapa faktor spesifik yang mempengaruhi malnutrisi di Jayawijaya adalah krisis latent dari produksi makanan, kondisi tanah yang tak subur, dan beban kerja yang melampaui batas. Kondisi-kondisi ini sangat rumit karena frekuensi makanan, jumlah makanan serta asupan makanan yang kurang dimana hanya ada dua kali waktu makan dalam sehari dengan kualitas makanan yang buruk dan tak memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh.

4. Produksi Makanan, Distribusi dan KonsumsiUbi jalar, menjadi umbi sayuran seperti biji-bijian, yang dibudidayakan oleh orang-orang Dani. Ubi jalar merupakan makanan pokok bagi masyarakat di dataran tinggi Jayawijaya, Papua. Hanya ada satu jenis tanaman, dibangun menggunakan keahlian dan peralatan lokal sederhana. Selain itu, tenaga kerja masih berlatih anggota keluarga inti, terutama perempuan (ibu-ibu dan wanita muda). Kadang-kadang dalam pekerjaan khusus, misalnya, untuk membuka lahan baru atau untuk terlibat dalam penanaman lahan baru, mereka bekerja sama dan laki-laki yang mengerjakannya.Ada perbedaan yang menonjol pada distribusi pekerjaan dalam perspektif gender sebagaimana dimaksud dalam petani yang menebang dan membakar serta teknik budidaya. Menebang dan membakar adalah pekerjaan laki laki dan budidaya adalah murni pekerjaan wanita. Ini merupakan sumber dari sistem pendapatan awal di masa lalu dan di daerah pegunungan. Wanita bawahan budaya memiliki akar di divisi gender pekerjaan kerja. Pembagian ini didasarkan pada asosiasi simbolik antara perempuan dengan alam dan manusia dengan budaya. Pada kenyataannya, di daerah penelitian, pembagian peran berdasarkan gender mengungkapkan suatu ketidaksamaan karena wanita adalah subordinasi oleh manusia, sebagai ketidakseimbangan gender. Manifestasi ketidakseimbangan gender adalah persepsi yang memberikan nilai dan keputusan kerja antara pria dan wanita. Namun demikian analisis gender pada kegiatan ekonomi tidak bisa dipisahkan dari analisis keluarga. Keluarga dan ekonomi adalah dua lembaga yang saling berhubungan dalam sistem tradisional seperti di Lembah Baliem. Dalam distribusi pekerjaan mereka, wanita memiliki tanggung jawab penuh pekerjaan di bidang pertanian dan rumah tangga. Para wanita Dani memiliki tanggung jawab yang berat. Seperti juga dijelaskan oleh Hartati, kesedihan perempuan di lembah Baliem sangat dramatis. Namun, dalam kenyataannya mereka tidak pernah mengatakan mati. Mereka selalu tertentu dalam melakukan kegiatan mereka. Wanita bekerja hari panjang dan setengah hari waktu mereka digunakan untuk bekerja di lapangan.Dalam produksi pangan, beban kerja fisik wanita sangat berat. Tugas mereka yaitu penanaman, penyiangan dan panen makanan harian di lapangan. Perempuan mengurus anak-anak dan kadang-kadang bersama-sama dengan suaminya dan babi. Mereka mengumpulkan air minum dan memasak makanan. Sebaliknya, suami memiliki pekerjaan tidak teratur mengumpulkan kayu bakar, membangun atau memperbaiki rumah dan pagar dan menumbuhkan lapangan. Salah satu tugas manusia adalah untuk membersihkan lapangan. Pria bekerja sama dan biasanya membersihkan lebih dari satu bidang pada suatu waktu.Sehari-hari perempuan bekerja di lapangan untuk menanam dan memanen ubi jalar. Ubi jalar tidak dapat disimpan lebih dari dua hari, sehingga hasil panen dikumpulkan untuk dijual dan konsumsi keluarga dengan keluarga mereka di rumah. Ubi jalar dikelompokkan dalam tiga jenis (1) ubi jalar besar untuk dijual. (2) ukuran yang besar digunakan untuk makan sehari-hari (3) ukuran kecil digunakan untuk makanan hewan, terutama babi. Para wanita juga mempunyai kewajiban menyediakan makanan bagi keluarga mereka. Jika kesehatan mereka lebih buruk, hal itu akan mempengaruhi seluruh keluarga, terutama anak-anak. Hal ini diperlukan bahwa hubungan wanita akan membantu wanita yang sakit untuk membawa makanan dari bidang pertanian untuk keluarganya. Namun demikian, pria yang pernah melakukan hal ini. Dalam hal ini, ketika peneliti bertanya kepada kader kesehatan: katanya bahwa "hal itu adalah tabu jika pekerjaan wanita dilakukan atau didelegasikan oleh manusia" mengapa anda tidak membantu atau menggantikan istri anda tidak bisa pergi ke ladang?". Alasan lain adalah bahwa pria tidak dapat menemukan yang tepat kentang sebaik wanita". Demikian pula, dengan Levelink (1991) menjelaskan bahwa laki laki, yang diwawancarai, mengatakan bahwa "jika istri saya tidak pergi ke lapangan, saya tidak akan makan hari itu. Dan saya tidak pergi lapangan sendiri, karena saya tidak dapat menemukan kentang yang tepat sebaik dan secepat seperti yang dilakukannya. Saya agak malas".Para wanita Dani menceritakan bahwa secara tradisional mereka makan dan minum dua kali sehari. Makanan sehari-hari tidak memperbaiki situasi. Makanan pokok hanya betatas atau hapire (ubi jalar). Biasanya mereka menambahkan tanaman kentang untuk dimakan sehari hari. Wanita dani makan rata-rata tiga ubi jalar per hari. Suku Dani makan di pagi hari sebelum perempuan meninggalkan ke lapangan dan di sore hari setelah mereka pulang. Kadang-kadang, ladang mereka jauh dari rumah.

5. Krisis Makanan LatentPada musim kering di bulan Mei- Juni, terdapat kekurangan makanan dimana hampir tidak ada kentang yang dijual di pasar. Hanya beberapa laki-laki yang mulai membersihkan ladangnya. Di bulan-bulan tertentu bahkan kecukupan makanan dari ladang tidak tersedia. Hal ini dikarenakan suku Dani tidak memiliki kebiasaan untuk menyimpan makanan mereka, ubi jalar pun tidak dapat disimpan dalam jangka waktu lama sehingga kelaparan melanda pada musim ini. Situasi yang selalu berlangsung di musim kering ini adalah krisis lokal yang tersembunyi.Krisis tersembunyi ini dibarengi dengan bencana berkepanjangan sepanjang tahun 1997/ 1998 dimana orang-orang yang tinggal di dataran tinggi Gunung Jayawijaya dilanda krisis makanan. Mereka tidak dapat menanam ubi jalar dan dilanda kelaparan. Beberapa di antara mereka meninggal karena kelaparan, namun mereka tidak tahu cara mengatasinya. Belajar dari kejadian tersebut, para petani mulai berhati-hati dalam manajemen dan sangat efisien pada distribusi makanan dan konsumsi. Mereka hanya makan satu kali sehari. Para wanita pun menyusun strategi untuk mengatur konsumsi makanan yang mereka miliki secara teliti.Krisis ini diselingi dengan krisis nasional yang makin mempersulit keadaan orang-orang yang kelaparan. Pemerintah mengatasi masalah ini dengan memberikan bantuan bahan makanan berbahan dasar singkong yang disebut gugik (bahasa Jawa), sejenis tepung singkong mentah sebagai pengganti makanan pokok masyarakat yang tinggal di Gunung Jayawijaya. Program ini dilaporkan sukses dan berhasil merubah sistem pola pangan yang ada.Lembaga Swadaya Masyarakat (WATCH Project) juga memberikan solusi untuk mengatasi masalah angka mortalitas dan morbiditas di Gunung Jayawijaya dengan fokus pada program gizi yang berkaitan dengan program kesehatan. Program LSM ini telah berlangsung sampai sekarang untuk meningkatkan pembangunan di daerah Gunung Jayawijaya.

6. DiskusiPandangan tradisional dari diskriminasi gender di lembah Baliem berhubungan dengan semua struktur sosial: keluarga, ekonomi, pendidikan dan sistem budaya. Bagaimanapun, sangat mudah menunjukkan diskriminasi pada kaum wanita. meskipun, sebagian besar benar, ada soek yang terjadi pada masyarakat suku dani yang mendorong kelanjutan dari tradisi budaya ini. Mereka hidup sederhana bergantung pada lingkungan alam.Beberapa faktor spesifik mempengaruhi malnutrisi di Jayawijaya. Satu hal yang menyebabkan kelaparan kronis sebagan konsekuensi dari krisis produksi makanan karena tanah yang tidak subur dan sistem bercocok tanam yang sederhana, beban kerja yang berat dan masalah pada bahan baku termasuk pada jenis umbi- umbian seperti ubi jalar, yang juga berkurang, jenis dan kuantitas dari makanan yang tidak cukup.Pengaruh yang kuat dari krisis ini terjadi pada malnutrisi wanita karena wanita (1) makannya terlambat (2) seringnya pergi ke ladang setiap hari tanpa makan, (3) bekerja kerja, (4) mereka kehilangan sumber vitamin, lemak dan rendahnya kalori protein. Itu karena ubi jalar dan kentang sebagai makanan sehari hari. Kehidupan yang diatur oleh perempuan, dimana penambahan pola konsumsi untuk mengatasi krisis laten. Pengaruh dari strategi ini terutama pada kesehatan wanita yang buruk karena kuantitas dan kualitas konsumsi yang sangat kurang bergizi.Sejak dahulu hingga sekarang, wanita suku Dani masih khawatir mengenai kondisi dari kelompok tertinggal dalam dimensi perbedaan jenis kelamin. Walaupun mereka masih berada dalam situasi tersebut, umumnya mereka tidak peduli mengenai perbedaan itu, karena hal itu merupakan suatu sistem di dalam tradisi mereka.Penggantian makanan sehari-hari dengan singkong oleh pemerintah dilaporkan cukup sukses. Walaupun kita mengetahui bahwa terdapat perbedaan dalam memasak singkong dan ubi jalar. Tidaklah mudah bagi wanita suku Dani dalam melakukan proses memasak singkong. Sebelumnya mereka selalu menggunakan cara yang sederhana dalam memasak ubi jalar; cukup dibakar atau terkadang direbus. Walaupun demikian, wanita suku Dani harus secepatnya mengubah kebiasaan dan pola makan mereka dengan cara yang berbeda. Berdasarkan berita yang diperoleh, perencana mengatakan bahwa perubahan sistem itu berjalan dengan sukses. Saya penasaran dengan program yang berjalan sukses dalam mengubah kebiasaan dan pola makan makanan pokok telah memperoleh rasa dari makanan secara sosial dan proses budaya. Penelitian mengenai sosial dan pengaruh budaya dalam kebiasaan makan dan pola konsumsi keluarga di Indonesia (Tim Peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Institut Nutrisi Bidang Penelitian dan Pengembangan Departement Kesehatan dan BAPPENAS, 1986:25) mengatakan bahwa berdasarkan sejarah komunitas khusus tersebut memiliki kebiasaan makan yang mereka pelihara sejak lama. Pertanyaannya adalah Apa strategi yang tepat dalam meningkatkan pola makan masyarakat Dani? Tiga alasan yang paling penting oleh wanita suku Dani untuk dapat bertahan hidup adalah (1) mereka tidak peduli dan bersikap patuh, (2) mereka tidak dapat berbut lebih dan tidak acuh, (3) berulangkali mendapat konsekuensi secara ekonomi. Jadi, krisis yang terjadi tidaklah terlalu penting. Apakah ini dapat dibenarkan? Kepada siapa mereka akan protes? Mungkin saja mereka tidak mengetahui dan bagaimana caranya?

7. KesimpulanHal yang penting terkait dengan isu-isu mengenai perempuan dan krisis di Lembah Baliem bahwa status gizi yang buruk disana. Khusus untuk perempuan, beberapa faktor spesifik yang mempengaruhi kekurangan gizi adalah kelaparan kronis, overloading kerja, masalah dengan makanan pokok, kurang dari kurangnya frekuensi berbagai dan kualitas makanan. Kondisi yang serius selama dan setelah krisis Indonesia dan dampaknya memperburuk kondisi kesehatan perempuan. Di sisi lain ketidakamanan mata pencaharian adalah akar penyebab buruknya kesehatan wanita.Memperbaiki program gizi dan tingkah laku untuk mengubah bentuk makanan harus dilakukan untuk meningkatkan kesehatan wanita di pegunungan Jayawijaya. Sebagai perbaikan, makanan bernutrisi seharusnya ditambahkan sebagai suplemen ke dalam kentang atau ubi sebagai kelompok umbi. Konsekuensi lain adalah perubahan dari petani yang membakar dan memotong hutan menjadi sistem budidaya non-irigasi. Perilaku dan teknik memproduksi dan memasak makanan perlu diubah berkaitan dengan pengembangan program pembangunan. Untuk meningkatkan program, maka perlu untuk mempelajari lingkungan dan kelayakan sosial budaya dalam rangka meningkatkan potensi regional dalam kaitannya dengan penurunan ekonomi, khususnya krisis ekonomi dan krisis politik yang menyebabkan memburuknya ketimpangan sosial dan ancaman disintegrasi.

PembahasanBerdasarkan Kerangka Kluckhohn Mengenai Lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai budaya manusia. Kerangka teori yang telah dibuat oleh Kluckhon dapat dipakai para ahli antropologi untuk menganalisa secara universal tiap variasi dalam sistem nilai budaya dari semua macam kebudayaan di dunia. Menurut C.Kluckhohn, kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah :a. Masalah mengenai hakikat dari hidup manusia (MH)b. Masalah mengenai hakikat dari karya manusia (MK)c. Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (MW)d. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (MA)e. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM) Dari beberapa kasus yang terdapat kebudayaan diatas apabila mengacu pada kerangka kluckhohn mengenai lima masalah universal dalam hidup yang menentukan orientasi nilai-budaya manusia yang berbeda-beda, dan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Masalah dasar dalam hidup terkait dengan Hakekat Hidup (MH)Orientasi Nilai Budaya : Hidup itu buruk, tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi lebih baik. Anggapan masyarakat di Lembah Baliem bahwa hidup itu buruk dapat dilihat dari fakta yang ada bahwa dijelaskan secara umum mayoritas dari Suku Dani di Lembah Baliem masih tinggal di desa dan terisolasi. Pemukiman Suku Dani terletak terpusat dan menonjol dengan jumlah keluarga yang besar dimana terdapat tingkat kepadatan penduduk yang tinggi yang merupakan potensi dalam penularan penyakit khususnya ISPA Pneumonia. Ada empat penyakit yang sering terjadi dan memperburuk kondisi kesehatan di desa tersebut, khususnya bagi anak-anak dan wanita, yaitu penyakit malaria, pneumonia, diare, dan malnutrisi. Kondisi kesehatan yang dimiliki relatif sama pada wilayah dimana wanita memiliki posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki. Kesehatan yang buruk pada Orang Papua (termasuk suku Dani) pada umumnya berhubungan dengan tingkat masyarakat yang masih jauh tertinggal dari perkembangan beberapa aspek, seperti pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, kurangnya informasi pada pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Masalah yang penting yang menjadi permasalahan pada wanita dan terjadinya krisis di Desa Baliem adalah status gizi yang buruk. Khususnya pada wanita, beberapa faktor khusus yang mempengaruhi malnutrisi adalah kelaparan kronis, bekerja yang terlalu berat, masalah dengan makanan pokok, frekuensi yang sedikit, kekurangan variasi dan kualitas makanan. Kondisi yang begitu serius selama dan setelah krisis di Indonesia engakibatkan dampak yang memperburuk kondisi dari kesehatan wanita. Di sisi lain, ketidakamanan lingkungan adalah penyebab buruk yang mendasar pada kesehatan manusia. Dalam hal hakekat hidup manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi lebih baik. Wanita di lembah baliem ini lebih banyak bekerja dibandingkan para pria. Pembagian ini didasarkan pada asosiasi simbolik antara perempuan dengan alam dan manusia dengan budaya. Wanita memiliki tanggung jawab penuh terhadap pekerjaan dan rumah tangga. Jam kerja wanita sangat panjang, bahkan setengah hari dapat untuk bekerja di ladang. Misalnya pekerjaan laki laki adalah menebang dan membakar ladang, sedangkan untuk budidaya pertanian dilakukan oleh pihak wanita. Dalam produksi pangan, beban kerja fisik wanita sangat berat, mereka menanam, menyiangi, dan memanen bahan makanan di ladang sehingga kehidupan mereka bisa lebih baik.Beberapa faktor spesifik yang mempengaruhi malnutrisi di Jayawijaya adalah krisis latent dari produksi makanan, kondisi tanah yang tak subur, dan beban kerja yang melampaui batas. Kondisi-kondisi ini sangat rumit karena frekuensi makanan, jumlah makanan serta asupan makanan yang kurang dimana hanya ada dua kali waktu makan dalam sehari dengan kualitas makanan yang buruk dan tak memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh. Pengaruh yang kuat dari krisis ini terjadi pada malnutrisi wanita karena wanita makannya terlambat, seringnya pergi ke ladang seiap hari tanpa makan, bekerja keras, mereka kehilangan sumber vitamin, lemak dan rendahnya kalori protein. Kurangnya jaminan ekonomi bagi wanita di Lembah Baliem akan menjadikan kondisi yang serius selama musim kemarau panjang, penduduk menjadi kelaparan. Krisis itu tampak pada dimensi gender. Bila dihubungkan dengan mata pencaharian, kegiatan sehari-hari dan konsumsi sangat ditentukan secara kultural berdasarkan status, peranan dan posisi wanita dalam keluarga.Sebelum krisis nasional mereka sudah mengalami krisis yang laten dan lebih parah setelah dipicu oleh krisis nasional. Kenyataannya, mereka tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, namun kondisi kesehatannya sangat buruk. Beberapa di antara mereka meninggal karena kelaparan, namun mereka tidak tahu cara mengatasinya. Belajar dari kejadian tersebut, para petani mulai berhati-hati dalam manajemen dan sangat efisien pada distribusi makanan dan konsumsi. Mereka hanya makan satu kali sehari. Para wanita pun menyusun strategi untuk mengatur konsumsi makanan yang mereka miliki secara teliti.

2. Masalah dasar dalam hidup terkait dengan Hakekat Karya (MK)Orientasi Nilai Budaya: Karya itu untuk nafkah hidup Ditinjau dari hakekat karya, selain bekerja di ladang hakikat karya para wanita lembah baliem yaitu untuk menghasilkan banyak karya lagi untuk meningkatkan pendapatan per kapita yaitu dengan membuat rompi dan baju sebagai usaha untuk mendapatkan pendapatan tambahan, Kadang kala hasil karya yang mereka buat digunakan untuk sendiri. Mengurus anak anak, terkadang memelihara babi bersama suami. Mengumpulkan air minum dan memesak makanan. Sementara pihak pria mempunyai pekerjaan yang tidak teratur seperti mengumpulkan kayu bakar, membangun atau memperbaiki rumah dan pagar dan menumbuhkan ladang. Sehari-hari perempuan bekerja di lapangan untuk menanam dan memanen ubi jalar. Ubi jalar tidak dapat disimpan lebih dari dua hari, sehingga hasil panen dikumpulkan untuk dijual dan konsumsi keluarga dengan keluarga mereka di rumah. Ubi jalar dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu: ubi jalar besar untuk dijual, ukuran yang besar digunakan untuk makan sehari-hari , ukuran kecil digunakan untuk makanan hewan terutama babi.

3. Masalah dasar dalam hidup terkait Persepsi Manusia Tetang Waktu (MW)Orientasi Bilai Budaya: Menunjukkan Orientasi ke masa kini.Suku Dani yang tinggal di Desa Wauma dibagi ke dalam dua desa, yaitu Wauma dan Maplima. Ada 40 kampung yang terdiri dari unit tempat tinggal dalam keluarga besar. Total populasi terdiri dari 1268, mereka memiliki pendidikan yang rendah bahkan tak berpendidikan, khususnya pada kelompok usia tua. Kebanyakan murid di sekolah awal keluar. Alasan yang paling mendasar adalah karena kemiskinan. Hakekatnya dalam hubungan dengan persepsi masyarakat lembah Baliem tentang waktu adalah sebuah kegiatan yang mengandung orientasi waktu pada masa lalu. Masyarakat Baliem masih menggunakan cara cara yang dilakukan oleh nenek moyang. Nilai dan norma pada budaya patrilinear yang berorientasi pada laki-laki seperti Suku Dani di lembah Baliem bahwa seorang laki-laki memiliki nilai lebih untuk mendapat kedudukan dan kekuasaan tertinggi dalam sebuah keluarga.Mengenai kehidupan sehari hari terutama masalah pangan, para wanita Dani menceritakan bahwa secara tradisional mereka makan dan minum dua kali sehari. Makanan sehari-hari tidak memperbaiki situasi yang ada. Untuk makanan sehari hari mereka hanya memakan kentang, sedangkan wanita suku Dani makan rata-rata tiga ubi jalar per hari. Kebiasaan makan yang hanya dua kali sehari yaitu pada saat pagi ketika akan bekerja di ladang dan sore hari setelah pulang dari ladang. Hal ini di perparah pada musim kering bulan Mei dan Juni, hampir tidak ada bahan makanan yang bisa djual di pasar. Hal ini dikarenakan masyarakat suku Dani tidak mempunyai kebiasaan menyimpan makanan mereka. Bahan bahan makanan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Situasi inilah yang hampir di musim kering selalu terjadi yaitu krisis makanan.

4. Masalah dasar dalam hidup terkait Pandangan Manusia Terhadap Alam (MA)Orientasi Nilai Budaya: Menunjukkan Manusia berusaha menjaga keselarasan dengan alam. Dalam kaitannya dengan hakekat hubungan manusia dengan alam, Hal ini dapat diamati dari pola budidaya tanam masyarakat suku Dani. Desa Baliem yang terletak pada wilayah Pegunungan Jayawijaya dan mempunyai suhu antara 14,4 sampai 25,6oC. Masyarakat suku Dani sangat bergantung pada iklim, mereka hidup sederhana bergantung pada lingkungan alam. Suku Dani merupakan petani yang membakar dan memotong hutan, dan karena faktor iklim, dimungkinkan untuk menanam dan memanen ubi jalar sepanjang tahun. Ubi jalar merupakan bahan makanan pokok dari Suku Dani.Berdasarkan hal yang dianalisis di atas, masyarakat suku Dani tidak menunjukkan upaya eksploitasi terhadap hutan seperti penjarahan dan illegal loging. Mereka hanya melakukan kegiatan berladang dimana sebelumnya melakukan pembakaran hutan dan pembukaan lahan untuk ladang sebagai tempat untuk bercocok tanam.

5. Masalah dasar dalam hidup terkait Hakekat Hubungan antara manusia dengan sesamanya (MM)Orientasi Nilai Budaya: Menunjukkan orientasi kolateral (horizontal), rasa ketergantungan kepada sesamanya (berjiwa gotong royong).Meskipun dalam hal pekerjaan wanita Suku Dani di Lembah Daliem menunjukkan dominasi yang besar seperti bercocok tanam, menyiangi, memanen hasil ladang, mengurus anak, dll, tetapi tidak dapat dipungkiri terjadi hubungan rasa ketergantungan kepada sesamanya (gotong royong) dalam hal ini laki-laki yang pada umumnya bekerja untuk membuka lahan perkebunan atau ladang. Yaitu ketika mereka mempunyai pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama untuk membuat ladang baru, mereka bersama-sama mengerjakan upacara bakar batu. Budaya Suku Dani dalam menjalani hubungan bermasyarakat terbagi dalam beberapa system kekerabatan atau kekeluargaan , berikut system kekerabatan suku dani :a. Hubungan kekeluargaan yang paling kecil meliputi sebuah perkumpulan yang terdiri dari dua sampai tiga keluarga yang secara bersama-sama tinggal disebuah komplek yang ditutup dengan menggunakan pagar bambu atau tanaman tanaman kering. System ini biasa dinamakan ukul atau klan yang kecilb. Hubungan antar suku dani yang didalamnya terdapat beberapa kelompok ukul. Kelompok atau system ini biasa disebut ukul oak atau ukul besar.c. Hubungan territorial , yaitu suatu bentuk hubungan antar kekeluargaan disuku dani, yang kesatuannya terdiri dari terirorial yang paling kecil suku dani. Merupakan gabungan dari ukul besar / ukul oak yang diberi nama uma kelompok atau kesatuan ini selalu dipimpin oleh laki lakiSistem kekerabatan masyarakat Dani ada tiga yaitu kelompok kekerabatan, paroh masyarakat, dan kelompok teritorial.a. Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri atas tiga atau dua keluarga inti bersama sama menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup pagar (lima).b. Pernikahan orang Dani bersifat poligami diantaranya poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu satuan tempat tinggal yang disebut siimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 & ndash; 4 slimo yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Menurut mitologi suku Dani berasal dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Woita dan Waro. Orang Dani dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga perkawinannya berprinsip eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di luar Moety).c. Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul (klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar)d. Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).Dari sistem kekerabatan diatas dapat dilihat bahwa masyarakat suku Dani lebih mementingkan hubungan horizontal yaitu hubungan rasa ketergantungan kepada sesamanya dan berjiwa gotong royong. Dimana untuk kepentingan umum, ataupun untuk kepentingan pribadi seperti pembangunan rumah dan dalam menghadapi kesulitan hidup diatasi dengan cara tolong menolong. Masyarakat hidup dalam kondisi penuh keprihatinan dan perjuangan, dimana hidupnya sama sama bergantung pada kemurahan alam.

1