mivi fix

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awalnya antibiotika diisolasi dari mikroorganisme, tetapi sekarang beberapa antibiotika telah didapatkan dari tanaman tinggi atau binatang. Suatu zat antibiotik kemoterapeutik yang idealnya hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut: harus mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat mikroorganisme patogen spesifik. Makin besar jumlah dan macam mikroorganisme yang dipengaruhi makin baik. Tidak mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten parasit. Sehingga memungkinkan mikroba yang biasanya nonpatogenik atau bentuk-bentuk patogenik yang semula dikendalikan oleh flora normal, untuk menimbulkan infeksi baru (Pelczar, 1988). Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929, yang secara kebetulan menemukan suatu zat antibakteri yang sangat efektif yaitu penisilin. Penisilin ini pertama kali dipakai dalam ilmu kedokteran tahun 1939 oleh Chain dan Florey. Antibiotika ialah suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh jasad renik atau hasil sintesis semi-sintesis yang mempunyai struktur

Upload: david

Post on 11-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

mivi fix

TRANSCRIPT

Page 1: mivi fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awalnya antibiotika diisolasi dari mikroorganisme, tetapi

sekarang beberapa antibiotika telah didapatkan dari tanaman tinggi atau

binatang. Suatu zat antibiotik kemoterapeutik yang idealnya hendaknya

memiliki sifat-sifat sebagai berikut: harus mempunyai kemampuan untuk

merusak atau menghambat mikroorganisme patogen spesifik. Makin besar

jumlah dan macam mikroorganisme yang dipengaruhi makin baik. Tidak

mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten parasit. Sehingga

memungkinkan mikroba yang biasanya nonpatogenik atau bentuk-bentuk

patogenik yang semula dikendalikan oleh flora normal, untuk menimbulkan

infeksi baru (Pelczar, 1988).

Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada

tahun 1929, yang secara kebetulan menemukan suatu zat antibakteri yang

sangat efektif yaitu penisilin. Penisilin ini pertama kali dipakai dalam ilmu

kedokteran tahun 1939 oleh Chain dan Florey. Antibiotika ialah suatu bahan

kimia yang dikeluarkan oleh jasad renik atau hasil sintesis semi-sintesis yang

mempunyai struktur yang sama dan zat ini dapat merintangi atau

memusnahkan jasad renik lainnya (Dwidjoseputro, 2003).

Beberapa tanaman juga memiliki aktivitas yang sama seperti antibiotik

dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme, salah satunya adalah

rimpang jahe. Tanaman tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan

struktur molekul dan aktivitas biologi yang beraneka ragam. Rimpang jahe

adalah tanaman obat yang telah lama dikenal. Khasiat rimpang jahe adalah

sebagai pelega perut, obat batuk, obat rematik, penawar racun, antitusif,

laksatif, antasida dan antioksidan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan

aktif jahe (gingerol) mampu menghambat bakteri. Efek jahe mempunyai efek

antibakteri baik terhadap Gram positif maupun Gram negatif (Wiryawan dkk.,

Page 2: mivi fix

2005). Penyakit yang umum disebabkan oleh bakteri seperti faringitis

bakterial (radang tenggorokan) dan impetigo (infeksi kulit) dapat diobati

dengan memanfaatkan jahe (Dwidjoseputro, 2003).

Salah satu cara terbaru dalam memproduksi senyawa metabolit

sekunder yang terdapat dalam tanaman adalah dengna memanfaatkan mikroba

endofit yang hidup dalam jaringan tanaman. Mikroba endofit adalah suatu

mikroba yang hidup berasosiasi di dalam jaringan tanaman inang. Asosiasi

yang terjadi umumnya bersifat simbiosis mutualisme, namun ada beberapa

diantaranya yang bersifat patogenetik. Mikroba endofit diisolasi dari jaringan

tanaman ditumbuhkan pada medium fermentasi dengan komposisi tertentu. Di

dalam medium fermentasi, mikroba endofit menghasilkan senyawa metabolit

sekunder seperti yang terkandung pada tanaman dengan bantuan aktivitas

enzim (Lutfi, 2004).

Pada makalah ini akan membahas bagaimana daya hambat berbagai

jenis rimpang terhadap beberapa bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus,

Escherichia coli, dan Candida albicans.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah :

1 Bagaimanakah pengaruh daya hambat dari berbagai jenis rimpang

terhadap bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

dan Candida albicans ?

2 Bagaimana metode yang digunakan untuk menguji daya hambat bakteri

patogen yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida

albicans ?

3 Bagaimanakah keefektifan rimpang dalam menghambat pertumbuhan

bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan

Candida albicans ?

Page 3: mivi fix

1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah:

1 Untuk mengetahui pengaruh daya hambat dari berbagai jenis rimpang

terhadap bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

dan Candida albicans.

2 Untuk mengetahui metode yang digunakan untuk menguji daya hambat

bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan

Candida albicans.

3 Untuk mengetahui keefektifan rimpang dalam menghambat

pertumbuhan bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia

coli, dan Candida albicans.

Page 4: mivi fix

BAB II

PEMBAHASAN

Tanaman jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), yang

satu famili dengan temu-temuan lainnya seperti temulawak, temu hitam, kunyit,

kencur, lengkuas dan lain-lain. pada umumnya rasa jahe pedas, karena

mengandung senyawa gingerol. Kandungan gingerol dipengaruhi oleh umur

tanaman dan agroklimat setempat dimana tanaman jahe tumbuh. Sedangkan

aroma jahe disebabkan oleh adanya minyak atsiri yang umumnya berwarna

kuning dan sedikit kental (Santoso, 1994). Kandungan senyawa metabolit

sekunder pada tanaman jahe terutama golongan flavonoid, fenol, terpenoid dan

minyak atsiri umumnya dapat menghambat pertumbuhan patogen yang merugikan

kehidupan manusia diantaranya Escherichia coli, Bacillus subtilis,

Staphylococcus aureus, jamur Neurospora sp, Rhizopus sp, dan Penicillium sp

(Sari, dkk., 2013).

Pada studi pustaka ini digunakan beberapa rimpang yang akan diuji

aktivitas antimikrobanya. Rimpang yang digunakan adalah jahe gajah (Z.

officinale var. Roscoe), jahe merah (Z. officinale var. Rubru), jahe emprit (Z.

officinale var. Amarum), lengkuas merah (Alpinia purpurata), lengkuas putih

(Alpinia galanga), lempuyang gajah (Z. zerumbet) dan bangle (Z. cassumanar).

Medium yang digunakan adalah Nutrient Agar (NA), medium Meuller Hinton

(MHA) dan medium Sabouraud Dekstrosa Agar (SDA). Biakan murni yang

digunakan adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida albicans.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, tersusun dalam

kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob,

tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (Jawetz et al., 1995). S. aureus yang

patogen bersifat invasive dan menyebabkan hemolisis (Warsa, 1994). Infeksi oleh

S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah.

Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat,

impetigo, dan infeksi luka (Ryan, et al., 1994). Bakteri Escherichia coli dan

Bacillus subtilis merupakan kelompok bakteri enterobacteriaceae yang hidup di

Page 5: mivi fix

dalam saluran pencernaan manusia sebagai penghuni usus (enteron) dan bersifat

patogen. Bakteri E. coli dapat menyebabkan gastroenteritis pada manusia (Nursal,

dkk., 2006). Escherichia coli digolongkn ke dalam bakteri Gram negatif yang

berbentuk batang pendek. (Smith-Keary, 1988; Jawetz et al., 1995). Candida

adalah anggota flora normal terutama saluran pencernaan, juga selaput mukosa

saluran pernafasan, vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari kuku tangan dan

kaki (Brooks, 2007). Candida albicans sering menyebabkan infeksi, salah satunya

adalah infeksi superficial dari permukaan mukosa (orofaring, genitalia) yang

ditemukan pada individu yang sehat, infeksi yang lebih berat dapat ditemukan

pada orang yang mengalami penurunan sistem kekebalan.

Infeksi yang tak

tertangani bisa berakibat fatal, menyebabkan kecacatan bahkan kematian.

Candida albicans dapat menyebabkan berbagai jenis infeksi pada manusia sehat

maupun pada penderita dengan penurunan sistem kekebalan tubuh (Jawetz et al.,

1995).

Gambar 1.Gambar mikroskopik masing-masing bakteri; (a) Staphylococcus

aureus (b) Escherichia coli, dan (c) Candida albicans (Yuwono,

2011; Smith-Keary, 1988; Jawetz, dkk., 1995)

Kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar 2,58-2,72% dihitung

berdasarkan berat kering. Kandungan minyak atsiri atau jenis jahe yang lain jauh

berada di bawahnya. Pada jahe besar atau jahe gajah berkisar 0,82-1,68% dan jahe

kecil atau jahe emprit berkisar 1,5-3,3%. Minyak atsiri umumnya berwarna

(a)(c)(b)

Page 6: mivi fix

kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa yang memberikan aroma yang

khas pada jahe. kandungan minyak atsiri dipengaruhi oleh umur tanaman, artinya

semakin tua umur jahe tersebut, semakin tinggi kandungan minyak atsirinya (Tim

Lentera, 2002).

Jahe yang diambil adalah pada bagian rimpang yang masih segar sebanyak

100 gr. Rimpang jahe selanjutnya dibersihkan dan dilakukan sterilisasi permukaan

dengan pemberian alkohol 70%. Alkohol 70% digunakan karena efektif untuk

membunuh hampir 90% bakteri karena bisa menembus dinding sel (Staf Pengajar,

2004). Rimpang jahe kemudian dikupas lalu dicuci dengan aquadest steril,

digerus, diperas lalu disaring untuk mendapat ekstrak dari rimpang jahe. Ekstrak

jahe tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf dan disentrifus

dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Medium MHA, MHB dan NA

digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antimikroba dari suatu ekstrak alkaloid

(Villas, 2012). Sedangkan sabouraud agar merupakan medium selektif untuk

pertumbuhan jamur dan menghambat pertumbuhan bakteri (Gupta, dkk., 2013).

Medium-medium tersebut dibuat sesuai dengan komposisi yang ditetapkan.

Kertas cakram yang digunakan dibuat dari kertas saring Whatman no.42 dan

dibentuk dengan menggunakan pelobang kertas yang berukuran 6 mm kemudian

disterilkan dalam autoclave pada suhu 121oC dan tekanan 15 lbs selama 15 menit.

Biakan murni S. aureus, E. coli dan C. albicans selanjutnya diambil masing-

masing 1 ose dan diinokulasi pada akuades steril.

Penentuan daerah bebas mikroba dilakukan dengan menggunakan metode

difusi. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona bening yang

terbentuk di sekitar cakram. Cakram yang telah mengandung ekstrak rimpang jahe

tersebut sebelumnya diletakkan pada pelat agar yang mengandung organism yang

diuji. Konsentrasi menurun sebanding dengan luas bidang difusi. Pada jarak

tertentu pada masing-masing cakram, ekstrak terdifusi sampai pada titik ekstrak

tersebut tidak lagi menghambat pertumbuhan mikroba. Efek aktivitas ekstrak jahe

ditunjukkan oleh zona hambatan. Zona hambatan tampak sebagai area jernih atau

bersih yang mengelilingi cakram tempat zat dengan aktivitas antimikroba

terdifusi. Diameter zona selanjutnya diukur dengan penggaris (Harmita dan Radji,

Page 7: mivi fix

2008). Berikut adalah hasil aktivitas beberapa rimpang jahe sebagai antimikroba

terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur:

Gambar 2. Daerah bebas mikroba ekstrak segar rimpang tujuh jenis jahe-jahean

terhadap pertumbuhan S. aureus; (a) jahe gajah (b) jahe merah (c)

jahe emprit (d) lengkuas (e) lengkuas putih (f) lempuyang (g) bangle.

Gambar 3. Daerah bebas mikroba ekstrak segar rimpang tujuh jenis jahe-jahean

terhadap pertumbuhan E. coli; (a) jahe gajah (b) jahe merah (c) jahe

emprit (d) lengkuas (e) lengkuas putih (f) lempuyang (g) bangle.

Gambar 4. Daerah bebas mikroba ekstrak segar rimpang tujuh jenis jahe-jahean

terhadap pertumbuhan C. albicans; (a) jahe gajah (b) jahe merah (c)

jahe emprit (d) lengkuas (e) lengkuas putih (f) lempuyang (g) bangle.

Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa beberapa ekstrak segar

rimpang jahe-jahean mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji dengan

Page 8: mivi fix

bervariasinya rata-rata diameter daerah bebas mikroba yang terbentuk. Hal ini

disebabkan karena ekstrak segar rimpang jahe-jahean mengandung senyawa

antimikroba. Ekstrak segar rimpang jahe-jahean mengandung beberapa komponen

minyak atsiri yang tersususn dari α-pinena, kamfena, kariofilena, β-pinena, α-

farnesena, sineol, isokariofilena, kariofilena-oksida dan germakon yang dapat

menghasilkan antimikroba untuk menghambat pertumbuhan mikroba (Mulyani,

2010). Selain itu, pada literatur juga disebutkan bahwa rimpang jahe mengandung

senyawa kimia berupa ginger oil, minyak terbang, limonene, α-linolenat, dan

tepung kanji yang salah satunya berkhasiat sebagai antimikroba (Melcher dan

Subroto, 2006).

Ekstrak segar rimpang jahe-jahean memperlihatkan pengaruh yang

berbeda terhadap masing-masing mikroba uji. Ekstrak rimpang jahe merah

mempunyai diameter zona hambat paling besar terhadap dua mikroba uji, masing-

masing S. aureus (15,83 mm) dan E. coli (15,33 mm). Ekstrak segar rimpang jahe

gajah membentuk diameter terbesar terhadap mikroba uji C.albicans (10,7 mm)

dan berbeda nyata dibandingkan dengan ekstrak segar rimpang jahe lainnya yang

memiliki diameter zona hambat terhadap ketiga mikroba uji berkisar 7-14 mm.

Hal ini diduga karena komponen kimia utama penyusun minyak atsiri pada jahe

adalah zingiberene yang memiliki senyawa aktif yang bersifat antimikroba,

dengan jumlah yang bervariasi dari beberapa jenis-jenis jahe (Wulandari 2010).

Rimpang jahe-jahean mengandung senyawa antimikroba golongan fenol,

flavonoid, terpenoid dan minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak jahe merupakan

golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

Terhambatnya pertumbuhan mikroba oleh ekstrak segar rimpang jahe-jahean (Z.

officinale) dapat dilihat dari daerah bebas mikroba yang terbentuk di sekitar kertas

cakram yang mengandung ekstrak segar rimpang jahe-jahean disebabkan karena

adanya senyawa bioaktif yang terkandung di dalam ekstrak (Nursal, dkk., 2006).

Adanya senyawa fenol mengakibatkan terjadinya penghambatan pada sintesis

dinding sel. Penghambatan pertumbuhan sel mikroba oleh komponen fenol atau

alcohol dari rempah-rempah disebabkan kemampuan fenol untuk mendenaturasi

protein dan merusak membrane sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat

Page 9: mivi fix

pada dinding sel, karena senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase cair ke

fase lemak (Purwani, dkk., 2009).

Proses perakitan dinding sel mikroba diawali dengan pembentukan rantai

peptide yang akan membentuk jembatan silang peptide yang menggabungkan

rantai glikan dari peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan

dinding sel terakit sempurna. Jika ada kerusakan pada dinding sel atau ada

hambatan dalam pembentukannya dapat terjadi lisis pada sel mikroba sehingga

mikroba segera kehilangan kemampuan membentuk koloni dan diikuti dengan

kematian sel mikroba. Pemberian antimikroba dari ekstrak jahe dapat

mengahambat perakitan dinding sel dan mengakibatkan penggabungan rantai

glikan tidak terhubung ke dalam peptidoglikan dinding sel menuju suatu struktur

yang lemah dan menyebabkan kematian mikroba (Ajizah, dkk., 2007). Adapun

zona hambat masing-masing ekstrak segar rimpang jahe terhadap ketiga mikro uji

sebagai berikut:

Tabel 1. Rata-rata diameter daerah bebas mikroba ekstrak segar tujuh rimpang

tanaman jahe-jahean terhadap mikroba uji S. aureus, E. coli dan C.

albicans.

Page 10: mivi fix

Adanya aktivitas antimikroba dimungkinkan adanya senyawa antimikroba

yang dapat merusak dinding sel sehingga terjadi lisis (pecah), mengubah

kemampuan penyerapan membran sitoplasma sehingga sel bocor, menyebabkan

kerusakan protein sel, menghamabt kerja enzim dalam sel, merusak molekul

protein dan asam nukleat, serta menghambat sintesis asam nukleat sehingga

bakteri mati (Utami dan Puspaningtyas, 2013).

Hasil yang didapat dari tujuh ekstrak segar rimpang jahe-jahean terhadap

mikroba uji memperlihatkan pengaruh yang berbeda-beda. Hal ini dapat

disebabkan oleh kandungan ekstrak jahe yang berbeda. Kandungan gingerols dan

zingiberen dalam rimpang jahe termasuk dalam golongan minyak atsiri. Minyak

atsiri dapat menggangu proses pembentukan membrane atau dinding sel bakteri,

sehingga dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Minyak atsiri

yang aktif sebagai anti bakteri pada umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil

(-OH) dan karbonil (Juliantina, dkk., 2008).

Gingerol merupakan senyawa turunan fenol yang berinteraksi dengan sel

bakteri melalui proses adsorpsi dengan melibatkan ikatan hidrogen. Fenol pada

kadar rendah berinteraksi dengan protein membentuk kompleks protein fenol.

Ikatan antara protein dan fenol adalah ikatan yang lemah dan segera mengalami

peruraian. Fenol yang bebas akan berpentrasi ke dalam sel, menyebabkan

presipitasi dan denaturasi protein. Pada kadartinggi fenol menyebabkan koagulasi

protein sehingga membrane sel mengalami lisis (Juliantina, dkk., 2008). Ekstrak

rimpang jahe gajah mengandung senyawa gingerol, gingerdiol dan zingerone yang

memilikii efek anti jamur dengan spektrum luas. Itulah sebabnya jahe gajah dapat

menghamabt pertumbuhan mikroba uji C. albicans (Aprilia, 2010).

Pada studi pustaka ini, respon daya hambat ekstrak segar rimpang jahe

terhadap mikroba uji berdasarkan kategori daya hambat adalah sebagai berikut:

diameter zona hambat 10 mm dikatakan tidak menghambat pertumbuhan

mikroba uji (T), diameter 11-15 mm dikategorikan lemah (L), diameter 16-20 mm

dikategorikan sedang (S) dan diameter > 20 mm dikategorikan kuat (K).

berdasarkan klasifikasi tersebut ekstrak segar rimpang jahe merah dikategorikan

Page 11: mivi fix

sedang (S) dalam menghamabt pertumbuhan S. aureus dan E. coli. Sedangkan

ekstrak segar rimpang jahe gajah dikategorikan lemah (L) dalam menghambat

pertumbuhan C. albicans.

Ukuran zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan atau viskositas

media biakan, kecepatan difusi antibiotic atau ekstrak, konsentrasi antibiotic atau

ekstrak pada cakram filter, sensitivitas organism terhadap ekstrak, dan interaksi

ekstrak dengan media (Harmita dan Radji, 2008).

Page 12: mivi fix

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Page 13: mivi fix

DAFTAR PUSTAKA

Ajizah, A., Thihana., Mirhanuddin. 2007. Potensi Ekstrak Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T et B) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Jurnal Bioscientiae. Vol 4(1) : 37-42

Aprilia, F. 2010. Efektifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc.) 3,13% dibandingkan Ketokonazol 2% Terhadap Pertumbuhan Malassezia sp. pada Ketombe. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang

Brooks, G. F., K. C. Carroll., J. S. Butel., S. A. Morse. 2007. Medical Microbioogy. 24th ed. Mc Graw Hill Medical. United State of America

Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta

Gupta, V. K. dan M. G. Tuohy. 2013. Laboratory Protocols in Fungal Biology Current Methods in Fungal Biology. Springer. New York

Harmita dan M. Radji. 2008. Buku Ajar Analisis Hayati. Cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Jawetz, E., J. L. Melnick., E. A. Adelberg., G. F. Brooks., J. S. Butel., dan L. N. Ornston. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20 (Alih bahasa : Nugroho & R.F.Maulany). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Juliantina, F., D. A. Citra., B. Nirwani., T. Nurmasitoh., E. T. Bowo. 2008. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran Kesehatan Indonesia.

Melcher, H. dan M. A. Subroto. 2006. Gempur Penyakit dengan Minyak Herbal Papua. Agro Media Pustaka. Jakarta

Mulyani, S. 2010. Komponen dan Anti-Bakteri dari Fraksi Kristal Minyak Zingiber zerumbet. Majalah Farmasi Indonesia. Vol 21(3) : 178-184

Nursal, S. Wulandari., W. S. Juwita. 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roxb) dalam Mengahambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Jurnal Biogenesis. Vol 2(2) : 64-66. ISSN: 1829-5460

Pelczar, M. J. & Chn, E. C. S., 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Page 14: mivi fix

Purwani, E. S. W. N. Hapsari., R. Rauf. 2009. Respon Hambatan Bakteri Gram Positif dan Negatif Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diawetkan Dengan Ekstrak Jahe (Zingiber officinale). Jurnal Kesehatan. Vol 2(1) : 61-70: ISSN 1979-7621

Ryan, K. J., J. J. Champoux, S. Falkow., J. J. Plonde., W. L. Drew., F. C. Neidhardt., C. G. Roy. 1994. Medical Microbiology An Introduction to Infectious Diseases. 3rd ed. Appleton & Lange. Connecticut

Santoso, H. B. 1994. Jahe. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Sari, K. I. P., Periadnadi., N. Nasir. 2013. Uji Antimikroba Ekstrak Segar Jahe-jahean (Zingiberaceae) Terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida albicans. Jurnal Biologi U niversitas Andalas. Vol (2)1 : 20-24. ISSN: 2303-2162

Smith-Keary P. F., 1988. Genetic Elements in Escherichia coli. Macmillan Molecular biology series. London

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta

Tim Lentera. 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah Si Rimpang Ajaib. Agro Media Pustaka. Jakarta

Utami, P. dan D. E. Puspaningtyas. 2013. The Miracle of Herbs. Agro Media Pustaka. Jakarta

Vilas, A. M. 2012. Microbes in Applied Research Current Advances and Challenges. World Scientific Publishing. Singapore

Warsa, U.C. 1994. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta

Wiryawan, K. G., S. Suharti dan M. Bintang. 2005. Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe dan Bawang Putih terhadap Salmonella typhimurium Serta Pengaruh Bawang Putih Terhadap Performans dan Respon Imun Ayam Pedaging. Jurnal Media Peternakan, 28(2): 52-62.

Wolff, K., R. A. Johnson., Suurmond D. 2005. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. edisi 5. McGraw-Hill. New York

Wulandari, Y. M. 2011. Karakteristik Minyak Atsiri Beberapa Varietas Jahe (Zingiber Officinale) Teknologi Pertanian. Jurnal Kimia dan Teknologi

Page 15: mivi fix

Yuwono. 2011. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA): Ancaman Serius Pada Penatalaksanaan Pasien Infeksi. Syifa’ Medika. Vol 1(2): 117-123

Page 16: mivi fix

LAMPIRAN PRESENTASI