makalah gingivitis
DESCRIPTION
ginggivitisTRANSCRIPT
Gingivitis Akut
Gingivitis akut merupakan gingivitis dapat disebabkan oleh jejas yang muncul tiba-
tiba, durasinya pendek, serta disertai rasa sakit. Luka pada gingival yang diakibatkan oleh
bulu sikat gigi selama penyikatan gigi yang terlalu keras atau oleh potongan tajam dari
makanan keras, dapat menyebabkan pendarahan gingiva. Gingiva yang terkena makanan
panas ataupun bahan kimia dapat mengurangi pendarahan gingiva. Pendarahan spontan
atau pendarahan ringan dapat terjadi pada gingivitis ulseratif nekrotik. Pada kondisi ini,
pembuluh darah pada jaringan konektif inflamasi terekspose oleh ulserasi epithelium
permukaan nekrotik.
1. Primary herpetic gingivostomatitis
Herpetic gingivostomatitis merupakan penyakit gingivitis akut yang disebabkan oleh
herpesvirus hominis. Infeksi primer biasa terjadi pada anak-anak umur 2 sampai dengan 5
tahun, walaupun anak-anak dengan umur di atas itu juga dapat terkena. Transmisi
penyakit ini dilakukan oleh virus melalui droplet dengan periode inkubasinya selama 1
minggu. Gejala yang dapat dialami oleh penderita di antaranya adalah febrile illness yang
disertai kenaikan suhu badan mencapai 100-102 oF (37.8–38.9 oC). Selain itu penderita
juga akan mengalami sakit kepala, malaise, nyeri dalam mulut (oral pain), dysphagia
ringan, dan cervical lymphadenopathy sebagai gejala lainnya selain demam.
(a)
(b)
Gambar 2.14: Tahap ulseratif Primary herpetic gingivostomatitis: (a) palatal gingiva; (b) mukosa bibir
bawah.
Penyakit ini memiliki karakteristik di antaranya adalah terdapatnya vesikel yang berisi
cairan pada gingiva dan daerah lainnya seperti lidah, bibir, bukal, dan mukosa palatal.
Vesikel tersebut berwarna abu-abu, terbungkus oleh suatu membran, dapat pecah secara
spontan setelah beberapa jam yang dapat meninggalkan rasa nyeri dan luka bernanah yang
berwarna kekuning-kuningan dengan sedikit warna merah, sebagai batasan inflamasi.
Sebagai komplikasi dari penyakit ini dapat berupa aseptic meningitis dan encephalitis,
walaupun sangat jarang.
Herpetic gingivostomatitis tidak memberikan respon yang baik terhadap tindakan
perawatan aktif. Salah satu tindakan yang dapat direkomendasikan yang dapat dilakukan
ketika demam adalah bed rest atau istirahat yang cukup dan pemberian makanan yang
lembut, dengan catatan anak harus terjaga betul cairan tubuhnya. Demam juga dapat
dihilangkan dengan menggunakan paracetamol, sedangkan infeksi sekunder dari luka
bernanah dapat dicegah dengan menggunakan chlorhexidine. Obat kumur (0.2%, dua sampai
tiga kali sehari) dapat digunakan bagi anak-anak di atas usia 6 tahun, tetapi bagi anak-anak
di bawah usia 6 tahun dapat diberikan chlorhexidine dengan menggunakan botol semprotan
(dua kali sehari) atau dengan spon. Pada kasus yang parah dapat digunakan acyclovir (200
mg), lima kali selama lima hari. Pada anak di bawah 2 tahun dosis yang diberikan hanya
setengahnya saja. Acyclovir aktif melawan herpesvirus tapi tidak dapat membasmi penyakit
secara keseluruhan.
Setelah infeksi primer, herpesvirus dapat tersisa secara tidak aktif di dalam sel
epitelial pada host. Reaktivasi atau reinfeksi dari virus yang tersembunyi ini dapat terjadi di
dalam subjek yang terkait dengan imunitas yang muncul pada orang dewasa. Penyakit ini
dapat terjadi lagi sebagai herpes labialis yang memberikan gambaran yang lebih tipis
dibanding dengan infeksi primer, sebagai contoh ‘cold sore’ pada tepi macocutaneous bibir.
Perawatan yang dapat dilakukan untuk dapat mengatasi ‘cold sore’ dengan menggunakan
krim acyclovir (5%, 5 kali sehari selama 5 hari).
2. Acute necrotizing ulcerative gingivitis
Gambar 2.16: Acute necrotizing ulcerative gingivitis
Acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG) merupakan penyakit gingivitis akut
yang paling sering terjadi. ANUG dapat menjadi sangat agresif sehingga dapat menyebabkan
kerusakan yang parah pada jaringan halus dan jaringan keras dalam mulut.
Penyebab penyakit ANUG ini adalah bakteri fusiform dan spirochaetes. Kompleks
fusospirochaetal dapat dilibatkan sebagai organism penyebab ANUG. Bakteri gram-negatif
lainnya yang dapat menyebabkan ANUG adalah Porphyromonas gingivalis, Veillonella sp.,
dan Selenomonas sp. sehingga ANUG disebut juga sebagai infeksi anaerobik. Selain bakteri,
virus juga dianggap sebagai penyebab ANUG, salah satunya adalah herpesvirus.
Gejala Klinis dari ANUG, karakteristik yang paling khas dari ANUG adalah dengan
adanya nekrosis dan ulserasi, yang dapat mempengaruhi papilla interdental dan kemudian
menyebar ke batas marginal labial dan lingual gingiva. Terdapat luka bernanah yang
memberikan gambaran ‘punched out’, yang dibungkus oleh pseudomembran kekuning-
kuningan – abu-abu, dan sangat nyeri ketika disentuh. Perdarahan jaringan yang berlebihan
dapat terjadinya ketika probing. Penyakit ini sering terjadi pada orang dengan kesehatan
mulut yang sangat buruk. Halitosis sering terjadi pada penderita yang mengalami ANUG ini,
walaupun demam dan lymphadenopathy lebih sedikit kemungkinan terjadinya dibandingkan
pada herpetic gingivostomatitis.
Penyakit ini dapat berubah dari fase akut menjadi fase kronis setelah mengalami
remisi 5 sampai 7 hari. Jika siklus akut-kronis terus berlanjut maka akibatnya jaringan
marginal gingiva dapat kehilangan kontur yang normal dan menjadi bulat. Terkadang,
inflamasi dan nekrosis juga terjadi pada tulang alveolar dan menyebabkan resorpsi tulang
alveolar yang berlebihan.
Faktor predisposisi
Kebersihan mulut yang buruk dan gingivitis yang sudah ada sebelumnya merupakan
salah satu faktor predisposisi ANUG. Rokok juga salah satu faktor predisposisi yang paling
berpengaruh pada penyakit ini. Efek rokok pada gingiva dapat timbul melalui iritasi lokal
atau melalui aksi vasokonstriktif nikotin, yang dapat mengurangi resistensi jaringan mulut
dan menjadikan host lebih tinggi resiko terkena infeksi anaerobik ini. Tetapi, rokok biasanya
bukan faktor predisposisi gingivitis pada anak-anak.
Yang termasuk ke dalam faktor predisposisi ANUG pada anak-anak biasanya adalah
kekurangan gizi, sehingga daya tahan tubuh anak tersebut menjadi lemah. Selain itu, kondisi
stres juga menjadi faktor predisposisi ANUG. Hal ini dikarenakan ketika kita mengalami
stres, maka kandungan corticosteroid dalam plasma meningkat sebagai respon terhadap
emosi. Semua faktor predisposisi dapat menginisiasi perubahan spesifik pada host seperti
menurunkan respon sel terhadap inflamasi. Sehingga penderita ANUG mengalami penurunan
aktivitas fagositosis dan respon khemotaktik dari leukosit polymorphonuclear.
Perawatan
Sangat penting untuk mengetahui bahwa ANUG dapat terjadi lagi apabila proses
penyembuhan atau perawatan tidak dilakukan dengan komplit. Obat kumur dapat
direkomendasikan sebagai obat dari ANUG, tetapi hanya untuk pemakaian sementara (7-10
hari). Berkumur dengan chlorhexidine (0.2% selama 1 menit) juga dapat dilakukan untuk
menghilangkan pembentukan plak, dimana penggunaan hydrogen peroksida atau sodium
hydroxyperborate mouthrinse oxygenates dapat membersihkan jaringan yang mengalami
nekrosis.
Pengangkatan debris secara mekanik juga perlu dilakukan sedini mungkin. Seperti
dengan menggunakan scaler ultrasonik yang disertai dengan adanya semprotan air yang dapat
lebih efektif dengan ketidaknyamanan pasien yang minimal. Jika ANUG terdapat hanya pada
satu bagian mulut saja, anastesi lokal terhadap jaringan lunak dapat memudahkan scaling
subgingival.
Pada kasus ANUG yang lebih parah, pemberian metronidazole diperlukan (200 mg, 3
kali sehari) untuk dapat mengurangi gejala. Sebenarnya diperlukan untuk dapat dilakukan
pembedahan kontur tepi gingiva (gingivoplasty) untuk dapat memperbaiki dan membersihkan
struktur jaringan gingiva.
Gingivitis Kronis
Gingivitis kronis menunjukkan gingivitis yang muncul perlahan, durasinya panjang,
dan tanpa disertai rasa sakit. Pembesaran gingiva radang kronis disebabkan oleh penumpukan
plak yang lama, oral hygien yang buruk dan iritasi dari alat-alat ortodontik dan restorasi.
Penyebab pendarahan gingiva yang paling sering adalah inflamasi kronis. Pendarahan
bersifat kronis atau dapat terulang kembali dan didukung oleh trauma mekanis seperti
penyikatan gigi, atau karena menggigit makanan yang keras.
Gambaran Klinis
Pembesaran gingiva radang kronis berasal dari pembengkakan kecil pada papilla
interdental atau gingiva marginal. Pada tahap awal, menghasilkan penonjolan di sekeliling
gigi yang terlibat. Tonjolan ini meningkat dalam ukuran sampai menutupi bagian dari
mahkota. Pembesaran ini secara umum bersifat papillary atau marginal dan terlokalisasi atau
bersifat umum. Perkembangannya sangat lambat dan tanpa sakit kecuali ditambah dengan
infeksi atau trauma yang akut.
Pembesaran radang gingiva yang kronis sebagai sebuah sessile yang berbeda sendiri
atau massa pedunculated yang menyerupai tumor. Pembesaran ini mungkin terdapat pada
interpoximal atau gingiva marginal atau perlekatan gingiva. Luka ini lambat untuk tumbuh
dan biasanya tanpa rasa nyeri. Pembesaran bisa secara spontan berkurang dalam ukuran,
diikuti dengan pembusukan dan kemudian membesar kembali. Pembusukan dengan rasa sakit
kadang-kadang terjadi pada lipatan di antara massa dan batasan gingiva.
Pembesaran gingiva radang kronis menunjukkan sifat eksudatif dan proliferatif pada
peradangan kronis. Luka yang secara klinis berwarna merah gelap atau merah kebiru-biruan,
bersifat lunak dan rapuh dengan permukaan berkilauan yang lembut, dan mudah berdarah
yang memiliki sel radang yang melimpah dan mengalir dengan penelanan pembuluh darah,
dan berkaitan dengan perubahan degeneratif. Luka yang relatif keras, leathery, dan berwarna
merah muda memiliki komponen serat yang lebih besar, dengan melimpahnya fibroblast dan
serat kolagen.
1. Gingivitis Marginal Kronis
Gambar 2.18: Gingivitis Marginal Kronis
Merupakan salah satu peradangan gusi pada derah marginal yang banyak dijumpai
pada anak. Ditandai dengan perubahan warna, ukuran konsistensi, dan bentuk permukaan
gusi. Penyebab peradangan gusi pada anak-anak sama seperti pada dewasa, pada umumnya
disebabkan oleh penimbunan baketri plak. Perubahan warna dan pembengkakan gusi
merupakan gambaran umum terjadinya gingivitis kronis. Pembentukan plak gigi tampak
lebih cepat pada anak berusia 8 sampai 12 tahun dibanding dewasa. Gingivitis pada anak
disebabkan oleh kebersihan mulut yang kurang baik. Iritasi lain pada gusi pada umunya
timbul karena adanya pinggiran karies atau adanya tambalan yang berlebih. Gingivitis
marginal disebabkan oleh iritasi lokal, yaitu plak, kalkulus, dan materi alba. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya penumpukan plak. Inflamasi yang bersamaan dengan marginal
gingivitis pada anak juga sering terjadi pada dewasa yang merupakan tahap awal dari
inflamasi gingiva. Ditemukan sel dominan seperti limfosit, termasuk sel plasma, makrofag,
dan netrofil.
2. Gingivitis Artefacta
Gingivitis artefacta terdiri dari minor dan major. Minor berasal dari gesekan atau
mengorek gusi dengan kuku, atau mungkin dari sisa makanan, dan kebiasaan buruk yang
biasanya menimbulkan locus dari iritasi seperti pada daerah bekas sisa makan atau sudah
mengalami inflamasi pada papilla. Bila kebiasaan buruk dan penyebab dari iritasi dihilangkan
maka gusi akan kembali pada keadaan normal.
Gambar 2.19: Gingivitis Artefacta
Cedera pada gingivitis artefacta mayor lebih parah dan meluas hingga ke jaringan
periodontal. Daerah lain dari mulut seperti bibir dan lidah juga bisa terkena dan cedera
extraoral dapat ditemukan di sekitar kulit kepala, atau wajah.
3. Eruption Gingivitis
Gambar 2.20: Eruption Gingivitis (sumber: www.google.com, diakses tanggal 4/3/2012)
Merupakan gingivitis yang terjadi di sekitar gigi yang sedang erupsi dan berkurang
setelah gigi tumbuh sempurna dalam rongga mulut. Peradangan disebabkan adanya
akumulasi plak disekitar gigi yang sedang erupsi. Eruption gingivitis tampak lebih
berkaitan dengan akumulasi plak daripada dengan perubahan jaringan.
Eruption gingivitis paling sering terjadi pada anak berusia 6 sampai 7 tahun ketika
gigi permanen mulai erupsi. Goldman dan Cohen mengatakan bahwa gingivitis dapat
berkembang karena pada tahap awal erupsi gigi, margin gusi tidak mendapat
perlindungan dari mahkota sehingga terjadi penekanan makanan di daerah tersebut yang
dapat menyebabkan terjadinya peradangan. Selain itu, sisa makanan dan bakteri plak
sering terdapat di sekitar dan di bawah jaringan bebas, sebagian meliputi mahkota gigi
yang sedang erupsi. Peradangan ini sering terjadi pada saat gigi molar satu dan dua
permanen erupsi, yang dapat menimbulkan rasa sakit, dan dapat menimbulkan
perikronitis.
Eruption gingivitis akan hilang apabila posisi oklusi telah normal. Eruption gingivitis
tidak memerlukan perawatan melainkan hanya dengan meningkatkan kebersihan mulut,
sehingga jaringan yang mengalami inflamasi akan kembali normal dan hal ini akan diikuti
dengan pertumbuhan gigi yang sempurna. Apabila telah terjadi perikronitis yang diikuti
adanya pembengkakan nodus limfatikus sebaiknya dilakukan terapi antibiotik.
4. Gingivitis pada Maloklusi dan Malposisi Gigi
Maloklusi disebabkan oleh faktor herediter, ketidaksesuaian antara rahang dan ukuran
gigi, dan kebiasaan (habits) seperti menghisap ibu jari dan bernafas lewat mulut (Finn,
1991). Gingivitis lebih parah dan lebih sering terjadi disekitar malposisi gigi, disebabkan
adanya peningkatan akumulasi plak dan materi alba pada daerah tersebut. gingivitis dapat
disertai dengan perubahan warna gusi menjadi merah kebiruan, pembesaran gusi, ulserasi,
dan bentuk poket dalam yang dapat menyebabkan terjadinya pus. gingivitis dapat
meningkat pada anak-anak yang memiliki overjet dan overbite yang besar, dan kebiasaan
bernafas dengan mulut. Anak-anak yang memiliki openbite, edge to edge, protusif gigi
rahang atas anterior, mengalami ketidaksesuaian antara lengkung rahang atas dan rahang
bawah, yang dapat mengakibatkan penumpukan sisa makanan di sekitar gigi sehingga
terbentuk gingivitis (Carranza, 1984). Perawatannya dengan memperbaiki maloklusi dan
malposisi gigi, pembersihan iritasi lokal seperti plak dan kalkulus dan apabila diperlukan
dapat dilakukan tindakan pembedahan jika , pembesaran gusi.