laporan pendahuluan peritonitis
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peritonitis adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa
yang sering bersamaan dengan kondisi bakteremia dan sindroma
sepsis. (Harrison Textbook 8th Edition, 2011)
Sebagaimana dalam penelitian Tarigan pada tahun 2014,
peritonitis didefenisikan suatu proses inflamasi membran serosa
yang membatasi ronggaabdomen dan organ-organ yang terdapat
didalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisata,
bakterial ataupun kimiawi. Peradangan peritoneum dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan
benda asing. Kemudian disebutkan juga bahwa peritonitis
merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita
bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Peritonitis difus
sekunder yang merupakan 90% penderita peritonitis dalam
praktek bedah dan biasanya disebabkan oleh suatu perforasi
gastrointestinal ataupun kebocoran. (Tarigan, M.H, 2014)
Suatu perforasi dapat terjadi akibat trauma dan non
trauma. Non trauma misalnya akibat volvulus, spontan pada bayi
baru lahir, ingesti obat-obatan, tukak, malignansi, dan benda
asing. Sedangkan trauma dapat berupa trauma tajam maupun
2
trauma tumpul, misalnya iatrogenik akibat pemasangan pipa
nasogastrik. Sementara itu beberapa contoh lokasi kebocoran atau
perforasi gastrointestinal yang menyebabkan peritonitis sekunder
adalah kebocoran pada lambung maupun kebocoran pada usus
(duodenum, jejenum, ileum, colon, maupun appendik).
Kebocoran lambung dapat disebabkan oleh ulkus gaster atau yang
biasanya disebut tukak lambung. Tukak lambung umumnya
terjadi pada pria, orang tua, dan kelompok dengan tingkat
sosioekonomi rendah. Sementara itu tukak duodenum lebih sering
terjadi dua kali dari pada tukak lambung. (NMS Surgery 5th
Edition, 2008)
Walaupun tukak duodenum lebih sering terjadi dari pada
tukak lambung, tetapi tukak lambung yang perforasi mempunyai
mortalitas lebih tinggi daripada tukak duodenum yang perforasi.
Pada kebanyakan kasus tingkat kematiannya mencapai 15-20%
dan kebanyakan perforasi lambung tersebut terjadi pada daerah
antrum atau prepilorik. (Maingot 11th Edition, 2007)
Tukak lambung adalah penyakit yang umum ditemukan,
mempengaruhi sekitar lebih dari 6 juta penduduk di Amerika
Serikat, menjadikannya suatu penyakit yang dipertimbangkan dan
menjadi salah satu penyakit dengan pengeluaran besar. Walaupun
jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit berangsur turun pada
tahun 1980 dan 1990, laju ini masih dapat dikatakan tinggi.
3
(Feinstein, L.B., 2010). Di Amerika Serikat angka kematian tukak
lambung adalah sekitar 1 kasus per 1.000.000 orang. Angka
kematian lebih tinggi pada pasien yang lebih tua, yang dapat
disebabkan oleh tingginya tingkat penggunaan NSAID (non
steroid anti inflammation drugs) dalam kelompok usia ini.
Kelompok berisiko tinggi lainnya termasuk orang dengan
diabetes. Tukak lambung juga terkait dengan morbiditas yang
cukup berhubungan dengan nyeri epigastrium kronis, mual,
muntah, dan anemia. (Shrestha, 2009)
Di Indonesia tukak lambung ditemukan antara 6-15%
pada usia 20-50 tahun. Terutama pada lesi yang hilang timbul dan
paling sering didiagnosis pada orang dewasa usia pertengahan
sampai usia lanjut, tetapi lesi ini mungkin sudah muncul sejak
usia muda. (Nasif et al, 2008) Studi seroepidemiologik populasi
umum di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi tukak
lambung yang disebabkan oleh Helicobacter pylori pada
anakanak berumur 0-14 tahun sekitar 7,2-28%, sedangkan pada
umur diatas 15 tahun antara 36.54,3%. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin meningkatnya umur, maka prevalensinya pun
semakin tinggi. Sebuah survei di Jakarta menunjukkan bahwa
penderita tukak lambung karena H. pylori lebih banyak
ditemukan pada etnik Batak dan Cina dari pada etnik lainnya.
4
Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki data pasien peritonitis yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil data
pencatatan dan pelaporan medical record di seluruh rumah sakit se-Sumatera
Barat, tercatat sebanyak 103 orang peritonitis pada tahun 2012, pada tahun
2013 sebanyak 98 orang, sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 105 orang
(Habibie, 2014).
Masalah kesehatan sistem pencernaan yang bersifat akut seperti
peritoniti akan memberikan respon maladaptif terhadap konsep diri pasien
sehingga tingkat stress emosional dan mekanisme koping yang digunakan
berbeda-beda. Dampak psikologis pada pasien peritonitis adanya
perubahan fungsi struktur tubuh, adanya dialisis akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri, kecemasan,
ketidakpastian, ketakutan, kegagalan pengobatan, biaya yang harus
dikeluarkan dan depresi merupakan kondisi umum ditemukan pada pasien
dengan penyakit kronis. Kondisi tersebut diakibatkan oleh ketidakpastian
pasien menerima diagnosa mengenai penyakitnya. Dampak fisik dan
spiritual pasien akan merasa terganggu dengan kelemahan fisik dalam
beraktivitas karena klien mengalami kelemahan dan nyeri. Dan di dalam
kehidupan sosial dan masyarakat pasien akan menarik diri dan
mengurangi interaksi sosial. (Muttaqin, 2011).
Banyaknya kejadian peritonitis di masyarakat perlu mendapatkan
perhatian serius karena mengingat banyak permasalahan yang terjadi pada
klien dengan pritonitis. Maka upaya perawat sebagai tenaga kesehatan
5
yaitu dengan cara meningkatkan mutu pelayanan kesehatan untuk
mengatasi berbagai komplikasi yang akan timbul. Upaya perawat sebagai
promotif mampu memberikan penyuluhan dan menyampaikan akibat yang
akan timbul jika peritonitis tidak tertangani dengan baik, seperti kelebihan
volume cairan dengan memonitor intake dan output, status nutrisi, tanda-
tanda vital dan pitting edema. Upaya perawat sebagai preventif yaitu
mampu melakukan pencegahan dini dari dampak peritonitis, dengan
menganjurkan kepada keluarga agar menerapkan atau melakukan pola
hidup yang sehat. Upaya perawat sebagai kuratif bertujuan untuk
memberikan pengobatan dengan menerapkan asuhan keperawatan yang
baik. Dan upaya perawat yang terakhir yaitu rehabilitatif merupakan
upaya pemulihan kesehatan pada pasien yang mengalami peritonitis
dirumah sakit.
Berdasarkan kondisi diatas dan data-data diatas juga menunjukkan
angka kejadian penderita CKD di RSUP DR. M. Djamil Padang paling
banyak dirawat di bangsal penyakit dalam, maka penulis tertarik untuk
mengangkat kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
PERITONITIS Di Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M.
Djamil Padang sebagai kajian dalam laporan hasil evaluasi praktek
klinik.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan
permasalahannya yaitu, “Bagaimana menerapkan pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan PERITONITIS di Instalasi Rawat Inap
Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang ???”
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam
memberikan Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan peritonitis secara
komprehensif di Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil
Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian asuhan keperawatan pada klien
dengan peritonitis di Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M.
Djamil Padang.
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan
peritonitis di Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil
Padang.
c. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan
peritonitis di Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil
Padang.
7
d. Mampu melakukan tindakan untuk mengatasi masalah atau diagnosa
keperawatan pada klien dengan peritonitis di Instalasi Rawat Inap
Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang.
e. Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang
dilaksanakan rencana keperawatan pada klien dengan peritonitis di
Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang.
f. Mampu melakukan dokumentasi keperawatan terhadap asuhan
keperawatan yang sudah dievaluasi pada klien dengan peritonitis di
Instalasi Rawat Inap Bedah PriaRSUP DR. M. Djamil Padang.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi penulis
Untuk menambah wawasan dan pemahaman penulis dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada klien, khususnya pada klien dengan peritonitis.
2. Bagi Pasien
Dengan adanya studi kasus tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
peritonitis ini, diharapkan pasien mendapatkan asuhan keperawatan yang
baik dari tenaga perawat.
3. Bagi Rumah Sakit
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang
bermanfaat bagi para perawat yang berada di RSUP DR. M. Djamil
Padang, agar dapat menerapkan dan memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan peritonitis.
8
4. Bagi Institusi
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan atau
referensi akademi untuk pengembangan pembelajaran studi kasus
selanjutnya.
5. Bagi Pembaca
Dengan adanya hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan
pengertian, pengetahuan dan pengambilan keputusan yang tepat kepada
pembaca khususnya dalam menyikapi jika ada pasien dengan penyakit
peritonitis.
9
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Peritonitis
1. Pengertian
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu
membrane yang melapisi rongga abdomen. Peritonitis
biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari saluran cerna
atau organ-organ abdomen ke dalam ruang perotonium
melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ. (Corwin,
2000).
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang
biasanya di akibatkan oleh infeksi bakteri, organisme yang
berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada organ-
organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley,
2000).
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh
infeksi pada selaput organ perut (peritonieum). Peritonieum
adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut
dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan
patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis
merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai
10
dengan bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering
menular dan sering dikaitkan dengan perforasi
viskus(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan
sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori
sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2008).
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya
disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut
(peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
(Ratu dan Adwan, 2013).
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang
merupakan pembungkus visera dalam rongga perut.
Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari
peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi
bakteri. ( Sibuea dkk, 2009).
8
11
2. Anatomi Fisiologi
Gambar 2.1 Gambar Anatomi Hati(Syaifuddin, 2011)
Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga
mulut, esofagus, lambung, usus halus hingga anus. Sistem
pencernaan meliputi :
1. Rongga mulut
Rongga mulut merupakan awal saluran pencernaan,
proses pencernaan dimulai dengan aktivitas mengunyah dimana
makanan dipecah ke dalam partikel kecil dan dicampur dengan
enzim-enzim pencernaan. Di dalam mulut terdapat saliva yang
mengandung mukus yang fungsinya membantu melumasi
makanan saat dikunyah. Kemudian saat makanan ditelan epiglotis
bergerak menutup lubang trakea untuk mencegah terjadinya
aspirasi makanan ke paru-paru sehingga mengakibatkan bolus
makanan berjalan ke dalam esofagus.
12
2. Esofagus
Esofagus memiliki panjang + 25 cm dan terletak di
mediastinum rongga thorakal, anterior terhadap tulang punggung
dan posterior terhadap trakea dan jantung. Otot halus di dinding
esofagus berkontraksi dalam urutan irama dari esofagus ke arah
lambung untuk mendorong bolus makanan sepanjang saluran.
Selama proses peristaltik esofagus, sfingter esofagus bawah rileks
dan memungkinkan bolus makanan masuk ke lambung kemudian
sfingter esofagus menutup dengan rapat untuk mencegah refluks
isi lambung ke dalam esofagus.
3. Lambung
Lambung terletak di bagian atas abdomen sebelah kiri dari
garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri. Lambung
adalah suatu kantong yang dapat berdistensi dengan
kapasitas + 1.500 ml. Lambung terdiri dari 4 bagian yaitu kardia
(jalan masuk), fundus, korpus, dan pilorus. Lambung mensekresi
cairan yang sangat asam, cairan ini mempunyai pH serendah 1
dan memperoleh keasamannya dari asam hidrochlorida yang
disekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi sekresi asam untuk
memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat
diabsorbsi dan untuk membantu destruksi bakteri pencernaan.
Lambung dapat menghasilkan sekresi kira-kira 2,4 liter/hari.
4. Usus halus
13
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan
yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, memiliki
panjang 2/3 dari panjang total saluran pencernaan. Bagian
permukaan usus halus untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus
dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Duodenum
Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang
panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda dan kepalanya
mengelilingi kepala pankreas. Saluran empedu dan
saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu
lubang yang disebut ampula hepatopankreatika 10 cm dari
pilorus.
b. Yeyunum
Yeyunum menempati 2/5 sebelah atas dari usus
halus.
c. Ileum
Ileum menempati 3/5 akhir dari usus halus.
Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan yang sama dengan
lambung yaitu
a. Dinding lapisan luar adalah membran serosa, yaitu
peritoneum yang membalut usus dengan erat.
14
b. Dinding lapisan berotot terdiri atas 2 lapisan serabut
yaitu lapisan luar terdiri atas serabut longitudinal, dan di
bawahnya yaitu lapisan tebal terdiri dari atas serabut
sirkuler. Diantara kedua lapisan serabut berotot terdapat
pembuluh darah, pembuluh limfe dan plexus saraf.
c. Dinding sub mukosa, terdapat antara otot sirkuler
dan lapisan yang terdalam yang merupakan
perbatasannya. Dinding sub mukosa ini terdiri dari
jaringan areolar dan berisi banyak pembuluh darah,
saluran limfe, kelenjar dan plexus saraf yang disebut
plexus meissner. Di dalam duodenum terdapat kelenjar
bruner yang mengeluarkan sekret cairan kental alkali yang
bekerja untuk melindungi lapisan duodenum dari
pengaruh isi lambung yang asam.
Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel
termasuk banyak leukosit juga terdapat beberapa nodula jaringan
limfe yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ileum terdapat
kelompok-kelompok nodula, membentuk tumpukan kelenjar
peyer dan dapat berisi 20-30 kelenjar soliter yang panjangnya 1
cm sampai beberapa cm. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi
melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus
atau tifoid.
15
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorbsi
khime dari lambung isi duodenum yaitu alkali.
a. Empedu
Empedu diperlukan untuk pencernaan lemak yang
diemulsikan untuk membantu kerja lipase. Sifatnya alkali dan
membantu membuat makanan yang keluar dari lambung yang
asam menjadi netral. Garam Empedu mengurangi tegangan
permukaan isi usus dan membantu membentuk emulsi dari lemak
yang dimakan.
b. Pankreas
Getah pankreas berisi tiga jenis enzim pencernaan yang
memecah atas 3 jenis makanan. Amilase, mencerna hidrat karbon,
mengubah zat tepung menjadi disakharida. Lipase, ialah enzim
yang memecah lemak menjadi gliserin dan asam lemak. Tripsin,
merupakan enzim pembeku susu mengubah protein menjadi
pepton.
5. Usus Besar
Usus besar atau kolon memiliki panjang kira-kira 1,5
meter. Refleks gastrokolik terjadi ketika makanan masuk
lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar.
Refleks ini menyebabkan defekasi atau pembuangan air besar.
Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati ileum
terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proksimal kolon
16
melalui katup ileosekal. Katup ini secara normal tertutup,
membantu mencegah isi colon mengalir kembali ke usus halus.
Populasi bakteri adalah komponen utama dari isi usus besar.
Bakteri membantu menyelesaikan pemecahan materi sisa dan
garam empedu. Dua jenis sekresi kolon ditambah pada materi sisa
mukus dan larutan elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan
bikarbonat yang bekerja untuk menetralisasi. Prosedur akhir yang
terbentuk melalui kerja bakteri kolonik. Mukus ini melindungi
mukosa colon dari isi interluminal dan juga memberikan
perlekatan untuk massa fekal. Aktifitas peristaltik yang lemah
menggerakkan isi kolonik dengan perlahan sepanjang saluran.
Gelombang peristaltik kuat intermiten mendorong isi untuk jarak
tertentu. Hal ini terjadi secara umum setelah makanan lain
dimakan, bila hormon perangsang usus dilepaskan. Materi sisa
dari makanan akhirnya mencapai dan mengembangkan anus,
biasanya dalam 12 jam. sebanyak seperempat dari materi sisa dari
makanan mungkin tetap berada di rektum selama 3 hari setelah
makanan dicerna.
6. Rektum : Defekasi, Faeces dan Flatus
Rektum terletak 10 cm di bawah dari usus besar dimulai
pada kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Saluran
ini berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot internal dan
eksternal. Rektum serupa dengan kolon tetapi dindingnya yang
17
berotot lebih tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-
lipatan membujur yang disebut kolumna morgagni. Semua ini
menyambung ke dalam saluran anus. Di dalam saluran anus ini
serabut otot sirkuler menebal membentuk otot sfingter anus
internal. Sel-sel yang melapisi saluran anus berubah sifatnya
epitelium bergaris menggantikan sel-sel silinder. Sfingter
eksterna menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup.
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi.
3. ETIOLOGI
Menurut
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung / dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukan disentri amuba / colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus
alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens,
18
enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
4. Patofisiologi
Disebabkan oleh kebocoren dari organ abdomen kedalam
rongga abdomen bisanya sebagai akibat dari
inflamasi,infeksi,iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi
proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan
dalam waktu yang singkat terjadi eksudasi cairan. cairan dalam
peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan protein, sel darah
putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus
adalah hipermotilitas, diikut oleh oleh ileus pralitik, disertai
akumudasi udara dan cairan dalam usus.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik
intra abdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor activator
plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan
jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini akan
terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matrika
fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya
merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi
pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk
menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah
19
kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu
mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran
kuman dengan membentuk kompartemen yang dikenal sebagai
abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari
berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri
transien akibat penyakit visceral atau intervensi bedah yang
merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang
terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi
karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses
fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan
makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan bakteri
lain atau jamur (Clevo, 2012).
20
WOC PERITONITIS
21
6. Klasifikasi
Berdasarkan pathogenesis peritonitis dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
a. Peritonitis bacterial primer
Akibat kontaminasi bacterial secara hematogen
pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan focus infeksi
dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial,
biasanya E.coli, Streotokokus atau Pneumococus,
peritonitis ini dibagi menjadi dua yaitu:
Spesifik : Seperti Tuberculosa.
Non-spesifik : Pneumonia non tuberculosis dan
tonsillitis. Factor yang beresiko pada peritonitis ini adalah
malnutrisi, keganasan intra abdomen, imunosupresi dan
splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah dengan
sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus
sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Peritonitis bacterial akut sekunder(supurative)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akaut atau
perforasi traktus gastrointestinal atau tractus urinarius.
Pada umunya organism tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multiple organism
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob,
khususnya spesies bacteroides dapat memperbesar
22
pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Luas
dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat peritonitis. Kuman dapat berasal:
Luka trauma atau penetrasi, yang membawa
kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
Perforasi organ-organ dalam perut. Seperti di
akibatkan oleh bahan kimia. Perforasi usus sehingga feces
keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi organ-
organ intra abdominal, misalnya appendicitis.
c. Peritonitis Tersier
Peritonitis ini terjadi akibat timbulnya abses atau
flagmon dengan atau tanpa fistula. Yang disebabkan oleh
jamur, peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat
ditemukan. Seperti disebabkan oleh iritan langsung,
seperti misalnya empedu, getah lambung, getah pancreas,
dan urine(Andra & Yessie, 2013)
7. Tanda dan Gejala
Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita
peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.
b. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia
karena perpindahan cairan kedalam peritoneum.
c. Mual dan muntah.
23
d. Abdomen yang kaku.
e. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon
neurogenik atau otot terhadap trauma atau peradangan)
muncul pada awal peritonitis.
f. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam,
peningkatan sel darah putih dan takikardia.
g. Rasa sakit pada daerah abdomen
h. Dehidrasi
i. Lemas
j. Nyeri tekan pada daerah abdomen
k. Bising usus berkurang atau menghilang
l. Nafas dangkal
m. Tekanan darah menurun
n. Nadi kecil dan cepat
o. Berkeringat dingin
p. Pekak hati menghilang
8. Komplikasi
Menurut (Haryono, 2013) komplikasi potensial Peritonitis yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok hipovelmia.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat
dikontrol dengan kegagalan multi system.
24
d. Abses residual intraperitoneal
e. Eviserasi luka.
f. Obstruksi usus
g. Oliguri
9. Penatalaksanaan
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah
sebagai berikut :
a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus
utama dari penatalaksanaan medik.
b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan
muntah.
c. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan
distensi abdomen.
d. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk
memperbaiki fungsi ventilasi.
e. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan
ventilator juga diperlukan.
f. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab
kematian utama).
g. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi
( appendks ), reseksi , memperbaiki (perforasi ), dan
drainase ( abses ).
h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal
25
10. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999),
pemeriksaan diagnostic pada peritonitis adalah sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat
kadang-kadang lebih dari 20.000 /mm3.Sel darah merah
mungkin meningkat menunjukan hemokonsentrasi.
b. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan
cairan.
c. Amylase serum biasanya meningkat.
d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.
e. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari
darah, eksudat/sekret atau cairan asites.
f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi
usus ileum. Bila perforasi visera sebagai etiologi, udara
bebas akan ditemukan pada abdomen.
g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.
h. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung
darah, pus/eksudat, amilase, empedu, dan kreatinin.
26
B. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan awal dalam proses keperawatan, meliputi
identitas klien (nama, alamat, no. MR, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, data penanggung jawab dan lain lain (Muttaqin, 2011).
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh klien
sebelum masuk ke rumah sakit. Pada klien dengan peritonitis biasanya
didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai dari nyeri di bagian
perut dan di sertai dengan keluar keringat dingin (Muttaqin, 2011).
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Biasanya klien berkemungkinan memiliki riwayat
pembedahan pada perut , memeiliki riwayat penyakit gastro
intestinal seperti apendiksitis, memilki riwayat tertusuk di bagian
perut.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Biasanya klien mengalami nyeri abdomen, mual dan muntah,
abdomn terasa kaku, biasanya di sertai dengan demam, terasa
lemah, nyeri tekan pada abdomen dan berkeringat dingin.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya klien tidak mempunyai anggota keluarga yang
pernah menderita penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan Fisik
27
1) Keadaan Umum dan TTV
a. Biasanya keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit
berat.
b. Biasanya tingkat kesadaran klien composmentis
c. TTV : Biasanya RR meningkat, biasanya tekanan darah naik
2) Kepala
Mengamati bentuk kepala, tidak ada hematoma atau edema,
perlukaan (rincian luka, adanya jahitan, dan kondisi luka).
a) Mata : Biasanya simetris kiri dan kanan,
konjungtiva tidak anemis, dan sklera tidak
ikterik
b) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakan polip
dan simetris kiri dan kanan.
c) Bibir : Biasanya bibir pucat
d) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
e) Lidah : Biasanya klien tidak mengalami
pendarahan lidah
3) Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid atau kelenjar
getah bening dan pembesaran vena leher.
4) Dada / Thorak
1) Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan
2) Palpasi : Biasanya fremitus lemah kiri dan kanan
3) Perkusi : Biasanya terdengar sonor
28
4) Auskultasi : Biasanya terdapat bunyi vesicular.
5) Jantung
1) Inspeksi : Biasanya letak ictus cordis normal yang
berada pada ICS 5 pada linea
medio clavicularis sinistra selebar 1 cm.
Ictus cordis tidak terlihat.
2) Palpasi : Biasanya ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi : Biasanya tidak ada nyeri
4) Auskultasi : Biasanya terdapat irama jantung yang
cepat
6) Perut / Abdomen
1) Inspeksi : Biasanya tidak ada pembesaran pada
abdomen, simetris kiri dan kanan
2) Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar
antara 5-35 kali/menit.
3) Palpasi : Biasanya tidak adanyeri tekan, tidak ada
pembesaan hepar dan lien.
4) Perkusi : biasanya terdapat nyeri tekan.
7) Genitourinaria
Biasanya tidak terpasang kateter
8) Ekstremitas
Biasanya tidak ada gangguan pada ekstremitas
29
9) Sistem Integumen
Biasanya warnanya sawo matang, dan tidak ada gatal pada kulit
10) Sistem Neurologi
Biasanya tidak terjadi penurunan kesadaran
d. Data Pola Kebiasaan Sehari-hari
No Data Sehat Sakit
1 Nutrisi :
1. Pola Makan
a. Frekuensi
b. Komposisi
c. Jenis
d. Kebiasaan
Biasanya 3 x sehari
habis satu porsi
Biasanya seperti Nasi,
daging, tempe, tahu,
sayur.
Biasanya bersifat
padat
Biasanya klien suka
mengkonsumsi yang
mengandung protein
tinggi seperti ; ayam,
daging, udang,
Biasanya 3 x sehari
habis ¼ porsi
Biasanya seperti
Nasi, sayuran,
bubur, ikan, buah-
buahan.
Biasanya bersifat
lunak, rendah
garam dan protein.
Biasanya klien
sering makan
melebihi jumlah
kalori yang
30
2. Pola Minum
a. Frekuensi
b. Jenis
c. Kebiasaan
mengkonsumsi
makanan yang
berlebihan garam,
gorengan dan ngemil
seperti biskuit, keripik
kentang dan kue manis
lainnya.
Biasanya 6-7 gelas
(+1500-1750cc)/hari
Biasanya air putih, teh
manis dan minuman
bersoda.
Biasanya klien suka
minum teh manis dan
bersoda dibandingkan
air putih.
dibutuhkan.
Biasanya 4-
5(+1000-1500)/hari
Biasanya air putih
saja
Biasanya klien
hanya sedikit
minum akibat
pembatasan
pemasukan cairan
akibat dari
penumpukan cairan
31
dalam tubuh.
2 Pola Eliminasi
1. Miksi
a. Frekuensi
b. Jenis
c. Kebiasaan
2. Defekasi
a. Frekuensi
b. Warna
c. Konsistensi
d. Bau
e. Kebiasaan
Biasanya 7-8 x/hari
(500-750cc)
Kuning jernih
Biasanya klien BAK
teratur, 3-5 x/hari
1x sehari
Biasanya berwarna
kuning
Biasanya padat
Biasanya berbau
menyengat
Biasanya klien BAB
2xsehari
Melalui uretra 7-
8x/hari (+700-
800cc), melalui
nefrostomi ± 500-
700cc/hari
Kuning keruh
Biasanya klien
hanya sedikit BAK
dan kesulitan BAK
1x sehari
Biasanya berwarna
kuning kecoklatan
Biasanya padat
Biasanya berbau
khas dan menyengat
Biasanya klien
susah BAB, seperti
mengalami diare,
konstipasi dan
pendarahan saluran
cerna.
32
3 Istirahat dan tidur
a. Siang
b. Malam
c. Kebiasaan
Biasanya 1-2 jam
perhari
Biasanya tidur
nyenyak 7-8 jam
perhari
Biasanya klien tidak
ada mengalami
gangguan tidur
Biasanya 1-2 jam
perhari
Biasanya susah tidur
dan sering
terbangun
Biasanya klien
mengalami
kelemahan, malaise,
kelelahan ektrem,
gangguan pola tidur,
gelisah atau
somnolen.
4 Aktivitas sehari-hari
dan perawatan diri
Biasanya dilakukan
secara mandiri
Biasanya klien
mengalami
ketidakmampuan
dalam beraktivitas
karena mengalami
gangguan pada
ekstremitas, otot,
dan saraf.
e. Data Sosial Ekonomi
33
Biasanya klien tidak bisa menjalankan tugasnya sehari-hari karena
perawatan yang lama.
f. Data Psikososial
Biasanya klien mengalami faktor stress contoh: financial,
hubungan dan sebabnya, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan,
tidak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut,marah, mudah
tersinggung, perubahan kepribadian dan perilaku serta perubahan
proses kognitif.
g. Data Spritual
Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
a. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih
meningkat kadang-kadang lebih dari 20.000 /mm3.Sel
darah merah mungkin meningkat menunjukan
hemokonsentrasi.
b. Albumin serum, mungkin menurun karena
perpindaahan cairan.
c. Amylase serum biasanya meningkat.
d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.
e. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi
dari darah, eksudat/sekret atau cairan asites.
34
f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan
distensi usus ileum. Bila perforasi visera sebagai
etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.
g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.
h. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat
mengandung darah, pus/eksudat, amilase, empedu,
dan kreatinin.
(Padila, 2012)
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, data-data yang di dapatkan dalam
pengkajian tersebut dianalisa dan dapat ditegakkan diagnosa keperawatannya
sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi klien, maka kemungkinan
diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan peritonitis yaitu :
a) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jarigan
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
c) Devisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan kognitif
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan
NOC NIC
1 Resiko infeksi
berhubungan
dengan trauma
Immune Status
a. Knowledge : Infection
1. Pertahankan teknik aseptif
2. Batasi pengunjung bila perlu
(NANDA, 2013)
35
jarigan control
b. Risk control
kriteria hasil:
a) Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
b) Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
nfeksi
c) Jumlah leukosit dalam
batas normal
d) Menunjukkan perilaku
hidup sehat
e) Status imun,
gastrointestinal,
genitourinaria dalam
batas normal
3.Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah indakan
keperawatan Gunakan baju,
sarung tangan sebagai
alat pelindung
4. Ganti letak IV perifer dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
5. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
6. Tingkatkan intake nutrisi
7. Berikan terapi
8. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
9. Pertahankan teknik isolasi
k/p
10. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
36
panas, drainase
11. Monitor adanya luka
12. Dorong masukan cairan
13.Dorong istirahat
14. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
15. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap 4 jam
2 Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
cidera fisik
a. Pain Level,
b. pain control,
c. comfort level
Setelah dilakukan tinfakan
kriteria hasil:
a. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu
a. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
37
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
e. Tanda vital dalam
rentang normal
f. Tidak mengalami
gangguan tidur
menemukan dukungan
d. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
g. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
h. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri:
i. ingkatkan istirahat
j. Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
38
antisipasi ketidak nyamanan
3 Devisit
perawatan diri
berhubungan
dengan gangguan
kognitif
self care : Activity of Daily
Living (ADLs)
kriteria hasil:
a. Klien terbebas dari bau
badan
b. Menyatakan kenyamanan
terhadap kemampuan untuk
melakukan ADLs
c. Dapat melakukan ADLS
dengan bantuan
Self Care assistane : ADLs
a. Monitor kemempuan klien
untuk perawatan diri yang
mandiri.
b. Monitor kebutuhan klien
untuk alatalat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan.
c. Sediakan bantuan sampai
klien mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
d. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
e. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
39
f. Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
g. Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai kemampuan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang
telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal. Tindakan keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh pasien
itu sendiri, oleh perawat secara mandiri atau dilakukan secara bekerja
sama dengan anggota tim kesehatan lain, misalnya ahli gizi atau
fisioterapi.
Hal yang akan dilakukan ini sangat bergantung pada jenis tindakan,
pada kemampuan/ keterampilan dan keinginan pasien, serta pelaksanaan
keperawatan bukan semata-mata tugas perawat, tetapi melibatkan banyak
pihak. Namun demikian, yang memiliki tanggung jawab secara
keseluruhan adalah tenaga perawat.
40
Dalam tindakan keperawatan terdiri atas langkah-langkah yang harus
dilakukan, yaitu langkah persiapan dan langkah pelaksanaan pemberian
asuhan keperawatan.
a. Langkah persiapan
Pada langkah persiapan, tenaga perawat hendaknya :
a) Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan.
b) Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan.
c) Menyiapkan lingkungan teraupetik, sesuai dengan jenis tindakan
yang akan dilakukan.
b. Langkah pelaksanaan
Pada langkah pelaksanaan, tenaga perawat harus
mengutamakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien.
Oleh karena itu, tenaga perawat harus :
a) Menunjukkan sikap yang meyakinkan
b) Peka terhadap respons pasien dan efek samping dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
c) Melakukan sistematika kerja dengan tepat
d) Mempertimbangkan hukum dan etika
e) Bertanggung jawab dan tanggung gugat
f) Mencatat semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan
Pada waktu perawat memberikan asuhan keperawatan, proses
pengumpulan data dan analisis data berjalan terus menerus guna
perubahan dan penyesuaian tindakan keperawatan. Beberapa faktor
41
dapat mempengaruhi pelaksanaan kepearawatan, antara lain
fasilitas dan alat yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat,
serta lingkungan fisik di mana asuhan keperawatan dilakukan
(Suarli, 2012).
1. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian
ulang rencana keperawatan.
Evaluasi bertujuan untuk menentukan kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan dan menilai aktifitas rencana
keperawatan dan strategi asuhan keperawatan. Hal-hal yang perlu
dievaluasi antara lain :
a. Apakah asuhan keperawatan tersebut efektif.
b. Apakah tujuan keperawatan dapat dicapai pada tingkat tertentu.
c. Apakah perubahan pasien seperti yang diharapkan.
d. Strategi keperawatan manakah yang efektif.
Langkah-lagkah yang dilakukan dalam evaluasi adalah :
a. Mengumpulkan data perkembangan pasien.
b. Menafsirkan (menginterprestasikan) perkembangan pasien.
c. Membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan,
dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
d. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar
normal yang berlaku.
42
Ada tiga simpulan dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :
a. Tujuan tercapai
b. Tujuan tercapai sebagian
c. Tujuan sama sekali tidak tercapai
Penilaian tentang perkembangan pasien dibuat melalui observasi,
interaksi dan pemeriksaan oleh tenaga keperawatan, pasien dan keluarga
dan anggota tim kesehatan lainnya.
Apakah kemajuan tidak tercapai sesuai dengan tujuan, tenaga
keperawatan mengkaji ulang dan memperbaiki rencana keperawatan.
Evaluasi kemajuan pasien dapat juga menunjukkan masalah sarana yang
perlu dikaji dan direncanakan kembali.
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan, namun tidak
berhenti sampai disini. Evaluasi hanya menunjukkan masalah mana yang
telah dapat dipecahkan dan masalah mana yang perlu dikaji ulang,
direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi kembali. Jadi, proses
keperawatan merupakan siklus yang dinamis dan berkelanjutan (Suarli,
2012).
Istilah SOAP yang sering digunakan dalam evaluasi tersebut memilki
pengertian sebagai berikut :
S Subjektif : Keluhan-keluhan pasien (apa yang dikatakan
pasien)
O Objektif : Apa yang dilihat, dicium, diraba dan diukur
oleh perawat
43
A Assesment : Kesimpulan perawat tentang kondisi pasien
P Plan of care : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah pasien