laporan pendahuluan peritonitis

65
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peritonitis adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering bersamaan dengan kondisi bakteremia dan sindroma sepsis. (Harrison Textbook 8th Edition, 2011) Sebagaimana dalam penelitian Tarigan pada tahun 2014, peritonitis didefenisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi ronggaabdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisata, bakterial ataupun kimiawi. Peradangan peritoneum dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan benda asing. Kemudian disebutkan juga bahwa peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita bedah

Upload: firman002

Post on 12-Apr-2017

814 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan pendahuluan peritonitis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peritonitis adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa

yang sering bersamaan dengan kondisi bakteremia dan sindroma

sepsis. (Harrison Textbook 8th Edition, 2011)

Sebagaimana dalam penelitian Tarigan pada tahun 2014,

peritonitis didefenisikan suatu proses inflamasi membran serosa

yang membatasi ronggaabdomen dan organ-organ yang terdapat

didalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisata,

bakterial ataupun kimiawi. Peradangan peritoneum dapat

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan

benda asing. Kemudian disebutkan juga bahwa peritonitis

merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita

bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Peritonitis difus

sekunder yang merupakan 90% penderita peritonitis dalam

praktek bedah dan biasanya disebabkan oleh suatu perforasi

gastrointestinal ataupun kebocoran. (Tarigan, M.H, 2014)

Suatu perforasi dapat terjadi akibat trauma dan non

trauma. Non trauma misalnya akibat volvulus, spontan pada bayi

baru lahir, ingesti obat-obatan, tukak, malignansi, dan benda

asing. Sedangkan trauma dapat berupa trauma tajam maupun

Page 2: Laporan pendahuluan peritonitis

2

trauma tumpul, misalnya iatrogenik akibat pemasangan pipa

nasogastrik. Sementara itu beberapa contoh lokasi kebocoran atau

perforasi gastrointestinal yang menyebabkan peritonitis sekunder

adalah kebocoran pada lambung maupun kebocoran pada usus

(duodenum, jejenum, ileum, colon, maupun appendik).

Kebocoran lambung dapat disebabkan oleh ulkus gaster atau yang

biasanya disebut tukak lambung. Tukak lambung umumnya

terjadi pada pria, orang tua, dan kelompok dengan tingkat

sosioekonomi rendah. Sementara itu tukak duodenum lebih sering

terjadi dua kali dari pada tukak lambung. (NMS Surgery 5th

Edition, 2008)

Walaupun tukak duodenum lebih sering terjadi dari pada

tukak lambung, tetapi tukak lambung yang perforasi mempunyai

mortalitas lebih tinggi daripada tukak duodenum yang perforasi.

Pada kebanyakan kasus tingkat kematiannya mencapai 15-20%

dan kebanyakan perforasi lambung tersebut terjadi pada daerah

antrum atau prepilorik. (Maingot 11th Edition, 2007)

Tukak lambung adalah penyakit yang umum ditemukan,

mempengaruhi sekitar lebih dari 6 juta penduduk di Amerika

Serikat, menjadikannya suatu penyakit yang dipertimbangkan dan

menjadi salah satu penyakit dengan pengeluaran besar. Walaupun

jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit berangsur turun pada

tahun 1980 dan 1990, laju ini masih dapat dikatakan tinggi.

Page 3: Laporan pendahuluan peritonitis

3

(Feinstein, L.B., 2010). Di Amerika Serikat angka kematian tukak

lambung adalah sekitar 1 kasus per 1.000.000 orang. Angka

kematian lebih tinggi pada pasien yang lebih tua, yang dapat

disebabkan oleh tingginya tingkat penggunaan NSAID (non

steroid anti inflammation drugs) dalam kelompok usia ini.

Kelompok berisiko tinggi lainnya termasuk orang dengan

diabetes. Tukak lambung juga terkait dengan morbiditas yang

cukup berhubungan dengan nyeri epigastrium kronis, mual,

muntah, dan anemia. (Shrestha, 2009)

Di Indonesia tukak lambung ditemukan antara 6-15%

pada usia 20-50 tahun. Terutama pada lesi yang hilang timbul dan

paling sering didiagnosis pada orang dewasa usia pertengahan

sampai usia lanjut, tetapi lesi ini mungkin sudah muncul sejak

usia muda. (Nasif et al, 2008) Studi seroepidemiologik populasi

umum di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi tukak

lambung yang disebabkan oleh Helicobacter pylori pada

anakanak berumur 0-14 tahun sekitar 7,2-28%, sedangkan pada

umur diatas 15 tahun antara 36.54,3%. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin meningkatnya umur, maka prevalensinya pun

semakin tinggi. Sebuah survei di Jakarta menunjukkan bahwa

penderita tukak lambung karena H. pylori lebih banyak

ditemukan pada etnik Batak dan Cina dari pada etnik lainnya.

Page 4: Laporan pendahuluan peritonitis

4

Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang

memiliki data pasien peritonitis yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil data

pencatatan dan pelaporan medical record di seluruh rumah sakit se-Sumatera

Barat, tercatat sebanyak 103 orang peritonitis pada tahun 2012, pada tahun

2013 sebanyak 98 orang, sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 105 orang

(Habibie, 2014).

Masalah kesehatan sistem pencernaan yang bersifat akut seperti

peritoniti akan memberikan respon maladaptif terhadap konsep diri pasien

sehingga tingkat stress emosional dan mekanisme koping yang digunakan

berbeda-beda. Dampak psikologis pada pasien peritonitis adanya

perubahan fungsi struktur tubuh, adanya dialisis akan menyebabkan

penderita mengalami gangguan pada gambaran diri, kecemasan,

ketidakpastian, ketakutan, kegagalan pengobatan, biaya yang harus

dikeluarkan dan depresi merupakan kondisi umum ditemukan pada pasien

dengan penyakit kronis. Kondisi tersebut diakibatkan oleh ketidakpastian

pasien menerima diagnosa mengenai penyakitnya. Dampak fisik dan

spiritual pasien akan merasa terganggu dengan kelemahan fisik dalam

beraktivitas karena klien mengalami kelemahan dan nyeri. Dan di dalam

kehidupan sosial dan masyarakat pasien akan menarik diri dan

mengurangi interaksi sosial. (Muttaqin, 2011).

Banyaknya kejadian peritonitis di masyarakat perlu mendapatkan

perhatian serius karena mengingat banyak permasalahan yang terjadi pada

klien dengan pritonitis. Maka upaya perawat sebagai tenaga kesehatan

Page 5: Laporan pendahuluan peritonitis

5

yaitu dengan cara meningkatkan mutu pelayanan kesehatan untuk

mengatasi berbagai komplikasi yang akan timbul. Upaya perawat sebagai

promotif mampu memberikan penyuluhan dan menyampaikan akibat yang

akan timbul jika peritonitis tidak tertangani dengan baik, seperti kelebihan

volume cairan dengan memonitor intake dan output, status nutrisi, tanda-

tanda vital dan pitting edema. Upaya perawat sebagai preventif yaitu

mampu melakukan pencegahan dini dari dampak peritonitis, dengan

menganjurkan kepada keluarga agar menerapkan atau melakukan pola

hidup yang sehat. Upaya perawat sebagai kuratif bertujuan untuk

memberikan pengobatan dengan menerapkan asuhan keperawatan yang

baik. Dan upaya perawat yang terakhir yaitu rehabilitatif merupakan

upaya pemulihan kesehatan pada pasien yang mengalami peritonitis

dirumah sakit.

Berdasarkan kondisi diatas dan data-data diatas juga menunjukkan

angka kejadian penderita CKD di RSUP DR. M. Djamil Padang paling

banyak dirawat di bangsal penyakit dalam, maka penulis tertarik untuk

mengangkat kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

PERITONITIS Di Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M.

Djamil Padang sebagai kajian dalam laporan hasil evaluasi praktek

klinik.

Page 6: Laporan pendahuluan peritonitis

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan

permasalahannya yaitu, “Bagaimana menerapkan pelaksanaan Asuhan

Keperawatan pada Klien dengan PERITONITIS di Instalasi Rawat Inap

Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang ???”

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam

memberikan Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan peritonitis secara

komprehensif di Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil

Padang.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian asuhan keperawatan pada klien

dengan peritonitis di Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M.

Djamil Padang.

b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan

peritonitis di Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil

Padang.

c. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan

peritonitis di Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil

Padang.

Page 7: Laporan pendahuluan peritonitis

7

d. Mampu melakukan tindakan untuk mengatasi masalah atau diagnosa

keperawatan pada klien dengan peritonitis di Instalasi Rawat Inap

Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang.

e. Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang

dilaksanakan rencana keperawatan pada klien dengan peritonitis di

Instalasi Rawat Inap Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang.

f. Mampu melakukan dokumentasi keperawatan terhadap asuhan

keperawatan yang sudah dievaluasi pada klien dengan peritonitis di

Instalasi Rawat Inap Bedah PriaRSUP DR. M. Djamil Padang.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi penulis

Untuk menambah wawasan dan pemahaman penulis dalam menerapkan

asuhan keperawatan pada klien, khususnya pada klien dengan peritonitis.

2. Bagi Pasien

Dengan adanya studi kasus tentang asuhan keperawatan pada klien dengan

peritonitis ini, diharapkan pasien mendapatkan asuhan keperawatan yang

baik dari tenaga perawat.

3. Bagi Rumah Sakit

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang

bermanfaat bagi para perawat yang berada di RSUP DR. M. Djamil

Padang, agar dapat menerapkan dan memberikan asuhan keperawatan

pada klien dengan peritonitis.

Page 8: Laporan pendahuluan peritonitis

8

4. Bagi Institusi

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan atau

referensi akademi untuk pengembangan pembelajaran studi kasus

selanjutnya.

5. Bagi Pembaca

Dengan adanya hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan

pengertian, pengetahuan dan pengambilan keputusan yang tepat kepada

pembaca khususnya dalam menyikapi jika ada pasien dengan penyakit

peritonitis.

Page 9: Laporan pendahuluan peritonitis

9

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Peritonitis

1. Pengertian

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu

membrane yang melapisi rongga abdomen. Peritonitis

biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari saluran cerna

atau organ-organ abdomen ke dalam ruang perotonium

melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ. (Corwin,

2000).

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang

biasanya di akibatkan oleh infeksi bakteri, organisme yang

berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada organ-

organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley,

2000).

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh

infeksi pada selaput organ perut (peritonieum). Peritonieum

adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut

dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa

terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan

patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis

merupakan suatu kegawat daruratan  yang biasanya disertai

Page 10: Laporan pendahuluan peritonitis

10

dengan bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering

menular dan sering dikaitkan dengan perforasi

viskus(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan

sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori

sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2008).

Peritonitis adalah peradangan yang biasanya

disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut

(peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang

membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.

(Ratu dan Adwan, 2013).

Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang

merupakan pembungkus visera dalam rongga perut.

Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari

peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi

bakteri. ( Sibuea dkk, 2009).

8

Page 11: Laporan pendahuluan peritonitis

11

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Gambar Anatomi Hati(Syaifuddin, 2011)

Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga

mulut, esofagus, lambung, usus halus hingga anus. Sistem

pencernaan meliputi :

1.      Rongga mulut

Rongga mulut merupakan awal saluran pencernaan,

proses pencernaan dimulai dengan aktivitas mengunyah dimana

makanan dipecah ke dalam partikel kecil dan dicampur dengan

enzim-enzim pencernaan. Di dalam mulut terdapat saliva yang

mengandung mukus yang fungsinya membantu melumasi

makanan saat dikunyah. Kemudian saat makanan ditelan epiglotis

bergerak menutup lubang trakea untuk mencegah terjadinya

aspirasi makanan ke paru-paru sehingga mengakibatkan bolus

makanan berjalan ke dalam esofagus.

Page 12: Laporan pendahuluan peritonitis

12

2.      Esofagus

Esofagus memiliki panjang + 25 cm dan terletak di

mediastinum rongga thorakal, anterior terhadap tulang punggung

dan posterior terhadap trakea dan jantung. Otot halus di dinding

esofagus berkontraksi dalam urutan irama dari esofagus ke arah

lambung untuk mendorong bolus makanan sepanjang saluran.

Selama proses peristaltik esofagus, sfingter esofagus bawah rileks

dan memungkinkan bolus makanan masuk ke lambung kemudian

sfingter esofagus menutup dengan rapat untuk mencegah refluks

isi lambung ke dalam esofagus.

3.      Lambung

Lambung terletak di bagian atas abdomen sebelah kiri dari

garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri. Lambung

adalah suatu kantong yang dapat berdistensi dengan

kapasitas + 1.500 ml. Lambung terdiri dari  4 bagian yaitu kardia

(jalan masuk), fundus, korpus, dan pilorus. Lambung mensekresi

cairan yang sangat asam, cairan ini mempunyai pH serendah 1

dan memperoleh keasamannya dari asam hidrochlorida yang

disekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi sekresi asam untuk

memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat

diabsorbsi dan untuk membantu destruksi bakteri pencernaan.

Lambung dapat menghasilkan sekresi kira-kira 2,4 liter/hari.

4.      Usus halus

Page 13: Laporan pendahuluan peritonitis

13

Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan

yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, memiliki

panjang 2/3 dari panjang total saluran pencernaan. Bagian

permukaan usus halus untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus

dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

a.       Duodenum

Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang

panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda dan kepalanya

mengelilingi kepala pankreas. Saluran empedu dan

saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu

lubang yang disebut ampula hepatopankreatika 10 cm dari

pilorus.

b.      Yeyunum

Yeyunum menempati 2/5 sebelah atas dari usus

halus.

c.       Ileum

Ileum menempati 3/5 akhir dari usus halus.

Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan yang sama dengan

lambung yaitu

a.       Dinding lapisan luar adalah membran serosa, yaitu

peritoneum yang membalut usus dengan erat.

Page 14: Laporan pendahuluan peritonitis

14

b.      Dinding lapisan berotot terdiri atas 2 lapisan serabut

yaitu lapisan luar terdiri atas serabut longitudinal, dan di

bawahnya yaitu lapisan tebal terdiri dari atas serabut

sirkuler. Diantara kedua lapisan serabut berotot terdapat

pembuluh darah, pembuluh limfe dan plexus saraf.

c.       Dinding sub mukosa, terdapat antara otot sirkuler

dan lapisan yang terdalam yang merupakan

perbatasannya. Dinding sub mukosa ini terdiri dari

jaringan areolar dan berisi banyak pembuluh darah,

saluran limfe, kelenjar dan plexus saraf yang disebut

plexus meissner. Di dalam duodenum terdapat kelenjar

bruner yang mengeluarkan sekret cairan kental alkali yang

bekerja untuk melindungi lapisan duodenum dari

pengaruh isi lambung yang asam.

Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel

termasuk banyak leukosit juga terdapat beberapa nodula jaringan

limfe yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ileum terdapat

kelompok-kelompok nodula, membentuk tumpukan kelenjar

peyer dan dapat berisi 20-30 kelenjar soliter yang panjangnya 1

cm sampai beberapa cm. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi

melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus

atau tifoid.

Page 15: Laporan pendahuluan peritonitis

15

Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorbsi

khime dari lambung isi duodenum yaitu alkali.

a. Empedu  

Empedu diperlukan untuk pencernaan lemak yang

diemulsikan untuk membantu kerja lipase. Sifatnya alkali dan

membantu membuat makanan yang keluar dari lambung yang

asam menjadi netral. Garam Empedu mengurangi tegangan

permukaan isi usus dan membantu membentuk emulsi dari lemak

yang dimakan.

b. Pankreas

Getah pankreas berisi tiga jenis enzim pencernaan yang

memecah atas 3 jenis makanan. Amilase, mencerna hidrat karbon,

mengubah zat tepung menjadi disakharida. Lipase, ialah enzim

yang memecah lemak menjadi gliserin dan asam lemak. Tripsin,

merupakan enzim pembeku susu mengubah protein menjadi

pepton.

5.     Usus Besar

Usus besar atau kolon memiliki panjang kira-kira 1,5

meter. Refleks gastrokolik terjadi ketika makanan masuk

lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar.

Refleks ini menyebabkan defekasi atau pembuangan air besar.

Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati ileum

terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proksimal kolon

Page 16: Laporan pendahuluan peritonitis

16

melalui katup ileosekal. Katup ini secara normal tertutup,

membantu mencegah isi colon mengalir kembali ke usus halus.

Populasi bakteri adalah komponen utama dari isi usus besar.

Bakteri membantu menyelesaikan pemecahan materi sisa dan

garam empedu. Dua jenis sekresi kolon ditambah pada materi sisa

mukus dan larutan elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan

bikarbonat yang bekerja untuk menetralisasi. Prosedur akhir yang

terbentuk melalui kerja bakteri kolonik. Mukus ini melindungi

mukosa colon dari isi interluminal dan juga memberikan

perlekatan untuk massa fekal. Aktifitas peristaltik yang lemah

menggerakkan isi kolonik dengan perlahan sepanjang saluran.

Gelombang peristaltik kuat intermiten mendorong isi untuk jarak

tertentu. Hal ini terjadi secara umum setelah makanan lain

dimakan, bila hormon perangsang usus dilepaskan. Materi sisa

dari makanan akhirnya mencapai dan mengembangkan anus,

biasanya dalam 12 jam. sebanyak seperempat dari materi sisa dari

makanan mungkin tetap berada di rektum selama 3 hari setelah

makanan dicerna. 

6.       Rektum : Defekasi, Faeces dan Flatus

Rektum terletak 10 cm di bawah dari usus besar dimulai

pada kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Saluran

ini berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot internal dan

eksternal. Rektum serupa dengan kolon tetapi dindingnya yang

Page 17: Laporan pendahuluan peritonitis

17

berotot lebih tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-

lipatan membujur yang disebut kolumna morgagni. Semua ini

menyambung ke dalam saluran anus. Di dalam saluran anus ini

serabut otot sirkuler menebal membentuk otot sfingter anus

internal. Sel-sel yang melapisi saluran anus berubah sifatnya

epitelium bergaris menggantikan sel-sel silinder. Sfingter

eksterna menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup.

Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi.

3. ETIOLOGI

Menurut

1. Infeksi bakteri

a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

b. Appendisitis yang meradang dan perforasi

c. Tukak peptik (lambung / dudenum)

d. Tukak thypoid

e. Tukan disentri amuba / colitis

f. Tukak pada tumor

g. Salpingitis

h. Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus

alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens,

Page 18: Laporan pendahuluan peritonitis

18

enterokokus dan yang paling berbahaya adalah

clostridium wechii.

4. Patofisiologi

Disebabkan oleh kebocoren dari  organ abdomen kedalam

rongga abdomen bisanya sebagai akibat dari

inflamasi,infeksi,iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi

proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan

dalam waktu yang singkat terjadi eksudasi cairan. cairan dalam

peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan protein, sel darah

putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus

adalah hipermotilitas, diikut oleh oleh ileus pralitik, disertai

akumudasi udara dan cairan dalam usus.

Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik

intra abdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor activator

plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan

jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme

terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini akan

terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matrika

fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya

merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi

pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk

menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah

Page 19: Laporan pendahuluan peritonitis

19

kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu

mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran

kuman dengan membentuk kompartemen yang dikenal sebagai

abses.

Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari

berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri

transien akibat penyakit visceral atau intervensi bedah yang

merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang

terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi

karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses

fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan

makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan bakteri

lain atau jamur (Clevo, 2012).

Page 20: Laporan pendahuluan peritonitis

20

WOC PERITONITIS

Page 21: Laporan pendahuluan peritonitis

21

6. Klasifikasi

Berdasarkan pathogenesis peritonitis dapat di

klasifikasikan sebagai berikut:

a.       Peritonitis bacterial primer

Akibat kontaminasi bacterial secara hematogen

pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan focus infeksi

dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial,

biasanya E.coli, Streotokokus atau Pneumococus,

peritonitis ini dibagi menjadi dua yaitu:

          Spesifik : Seperti Tuberculosa.

Non-spesifik : Pneumonia non tuberculosis dan

tonsillitis. Factor yang beresiko pada peritonitis ini adalah

malnutrisi, keganasan intra abdomen, imunosupresi dan

splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah dengan

sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus

sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

b.      Peritonitis bacterial akut sekunder(supurative)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akaut atau

perforasi traktus gastrointestinal atau tractus urinarius.

Pada umunya organism tunggal tidak akan menyebabkan

peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multiple organism

dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob,

khususnya spesies bacteroides dapat memperbesar

Page 22: Laporan pendahuluan peritonitis

22

pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Luas

dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat

memperberat peritonitis. Kuman dapat berasal:

Luka trauma atau penetrasi, yang membawa

kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.

Perforasi organ-organ dalam perut. Seperti di

akibatkan oleh bahan kimia. Perforasi usus sehingga feces

keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi organ-

organ  intra abdominal, misalnya appendicitis.

c.       Peritonitis Tersier

Peritonitis ini terjadi akibat timbulnya abses atau

flagmon dengan atau tanpa fistula. Yang disebabkan oleh

jamur, peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat

ditemukan. Seperti disebabkan oleh iritan langsung,

seperti misalnya empedu, getah lambung, getah pancreas,

dan urine(Andra & Yessie, 2013)

7. Tanda dan Gejala

Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita

peritonitis adalah sebagai berikut :

a. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.

b. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia

karena perpindahan cairan kedalam peritoneum.

c. Mual dan muntah.

Page 23: Laporan pendahuluan peritonitis

23

d. Abdomen yang kaku.

e. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon

neurogenik atau otot terhadap trauma atau peradangan)

muncul pada awal peritonitis.

f. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam,

peningkatan sel darah putih dan takikardia.

g. Rasa sakit pada daerah abdomen

h. Dehidrasi

i. Lemas

j. Nyeri tekan pada daerah abdomen

k. Bising usus berkurang atau menghilang

l. Nafas dangkal

m. Tekanan darah menurun

n. Nadi kecil dan cepat

o. Berkeringat dingin

p. Pekak hati menghilang

8. Komplikasi

Menurut (Haryono, 2013) komplikasi potensial Peritonitis yang

memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :

a. Septikemia dan syok septic.

b. Syok hipovelmia.

c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat

dikontrol dengan kegagalan multi system.

Page 24: Laporan pendahuluan peritonitis

24

d. Abses residual intraperitoneal

e. Eviserasi luka.

f. Obstruksi usus

g. Oliguri

9. Penatalaksanaan

Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah

sebagai berikut :

a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus

utama dari penatalaksanaan medik.

b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan

muntah.

c. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan

distensi abdomen.

d. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk

memperbaiki fungsi ventilasi.

e. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan

ventilator juga diperlukan.

f. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab

kematian utama).

g. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi

( appendks  ), reseksi , memperbaiki  (perforasi ), dan

drainase ( abses ).

h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal

Page 25: Laporan pendahuluan peritonitis

25

10. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999),

pemeriksaan diagnostic pada peritonitis adalah sebagai

berikut :

a. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat

kadang-kadang lebih dari 20.000 /mm3.Sel darah merah

mungkin meningkat menunjukan hemokonsentrasi.

b. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan

cairan.

c. Amylase serum biasanya meningkat.

d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.

e. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari

darah, eksudat/sekret atau cairan asites.

f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi

usus ileum. Bila perforasi visera sebagai etiologi, udara

bebas akan ditemukan pada abdomen.

g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.

h. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung

darah, pus/eksudat, amilase, empedu, dan kreatinin.

Page 26: Laporan pendahuluan peritonitis

26

B. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan awal dalam proses keperawatan, meliputi

identitas klien (nama, alamat, no. MR, umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, data penanggung jawab dan lain lain (Muttaqin, 2011).

a. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh klien

sebelum masuk ke rumah sakit. Pada klien dengan peritonitis biasanya

didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai dari nyeri di bagian

perut dan di sertai dengan keluar keringat dingin (Muttaqin, 2011).

b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)

Biasanya klien berkemungkinan memiliki riwayat

pembedahan pada perut , memeiliki riwayat penyakit gastro

intestinal seperti apendiksitis, memilki riwayat tertusuk di bagian

perut.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)

Biasanya klien mengalami nyeri abdomen, mual dan muntah,

abdomn terasa kaku, biasanya di sertai dengan demam, terasa

lemah, nyeri tekan pada abdomen dan berkeringat dingin.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)

Biasanya klien tidak mempunyai anggota keluarga yang

pernah menderita penyakit yang sama.

c. Pemeriksaan Fisik

Page 27: Laporan pendahuluan peritonitis

27

1) Keadaan Umum dan TTV

a. Biasanya keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit

berat.

b. Biasanya tingkat kesadaran klien composmentis

c. TTV : Biasanya RR meningkat, biasanya tekanan darah naik

2) Kepala

Mengamati bentuk kepala, tidak ada hematoma atau edema,

perlukaan (rincian luka, adanya jahitan, dan kondisi luka).

a) Mata : Biasanya simetris kiri dan kanan,

konjungtiva tidak anemis, dan sklera tidak

ikterik

b) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakan polip

dan simetris kiri dan kanan.

c) Bibir : Biasanya bibir pucat

d) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.

e) Lidah : Biasanya klien tidak mengalami

pendarahan lidah

3) Leher

Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid atau kelenjar

getah bening dan pembesaran vena leher.

4) Dada / Thorak

1) Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan

2) Palpasi : Biasanya fremitus lemah kiri dan kanan

3) Perkusi : Biasanya terdengar sonor

Page 28: Laporan pendahuluan peritonitis

28

4) Auskultasi : Biasanya terdapat bunyi vesicular.

5) Jantung

1) Inspeksi : Biasanya letak ictus cordis normal yang

berada pada ICS 5 pada linea

medio clavicularis sinistra selebar 1 cm.

Ictus cordis tidak terlihat.

2) Palpasi : Biasanya ictus cordis tidak teraba

3) Perkusi : Biasanya tidak ada nyeri

4) Auskultasi : Biasanya terdapat irama jantung yang

cepat

6) Perut / Abdomen

1) Inspeksi : Biasanya tidak ada pembesaran pada

abdomen, simetris kiri dan kanan

2) Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar

antara 5-35 kali/menit.

3) Palpasi : Biasanya tidak adanyeri tekan, tidak ada

pembesaan hepar dan lien.

4) Perkusi : biasanya terdapat nyeri tekan.

7) Genitourinaria

Biasanya tidak terpasang kateter

8) Ekstremitas

Biasanya tidak ada gangguan pada ekstremitas

Page 29: Laporan pendahuluan peritonitis

29

9) Sistem Integumen

Biasanya warnanya sawo matang, dan tidak ada gatal pada kulit

10) Sistem Neurologi

Biasanya tidak terjadi penurunan kesadaran

d. Data Pola Kebiasaan Sehari-hari

No Data Sehat Sakit

1 Nutrisi :

1. Pola Makan

a. Frekuensi

b. Komposisi

c. Jenis

d. Kebiasaan

Biasanya 3 x sehari

habis satu porsi

Biasanya seperti Nasi,

daging, tempe, tahu,

sayur.

Biasanya bersifat

padat

Biasanya klien suka

mengkonsumsi yang

mengandung protein

tinggi seperti ; ayam,

daging, udang,

Biasanya 3 x sehari

habis ¼ porsi

Biasanya seperti

Nasi, sayuran,

bubur, ikan, buah-

buahan.

Biasanya bersifat

lunak, rendah

garam dan protein.

Biasanya klien

sering makan

melebihi jumlah

kalori yang

Page 30: Laporan pendahuluan peritonitis

30

2. Pola Minum

a. Frekuensi

b. Jenis

c. Kebiasaan

mengkonsumsi

makanan yang

berlebihan garam,

gorengan dan ngemil

seperti biskuit, keripik

kentang dan kue manis

lainnya.

Biasanya 6-7 gelas

(+1500-1750cc)/hari

Biasanya air putih, teh

manis dan minuman

bersoda.

Biasanya klien suka

minum teh manis dan

bersoda dibandingkan

air putih.

dibutuhkan.

Biasanya 4-

5(+1000-1500)/hari

Biasanya air putih

saja

Biasanya klien

hanya sedikit

minum akibat

pembatasan

pemasukan cairan

akibat dari

penumpukan cairan

Page 31: Laporan pendahuluan peritonitis

31

dalam tubuh.

2 Pola Eliminasi

1. Miksi

a. Frekuensi

b. Jenis

c. Kebiasaan

2. Defekasi

a. Frekuensi

b. Warna

c. Konsistensi

d. Bau

e. Kebiasaan

Biasanya 7-8 x/hari

(500-750cc)

Kuning jernih

Biasanya klien BAK

teratur, 3-5 x/hari

1x sehari

Biasanya berwarna

kuning

Biasanya padat

Biasanya berbau

menyengat

Biasanya klien BAB

2xsehari

Melalui uretra 7-

8x/hari (+700-

800cc), melalui

nefrostomi ± 500-

700cc/hari

Kuning keruh

Biasanya klien

hanya sedikit BAK

dan kesulitan BAK

1x sehari

Biasanya berwarna

kuning kecoklatan

Biasanya padat

Biasanya berbau

khas dan menyengat

Biasanya klien

susah BAB, seperti

mengalami diare,

konstipasi dan

pendarahan saluran

cerna.

Page 32: Laporan pendahuluan peritonitis

32

3 Istirahat dan tidur

a. Siang

b. Malam

c. Kebiasaan

Biasanya 1-2 jam

perhari

Biasanya tidur

nyenyak 7-8 jam

perhari

Biasanya klien tidak

ada mengalami

gangguan tidur

Biasanya 1-2 jam

perhari

Biasanya susah tidur

dan sering

terbangun

Biasanya klien

mengalami

kelemahan, malaise,

kelelahan ektrem,

gangguan pola tidur,

gelisah atau

somnolen.

4 Aktivitas sehari-hari

dan perawatan diri

Biasanya dilakukan

secara mandiri

Biasanya klien

mengalami

ketidakmampuan

dalam beraktivitas

karena mengalami

gangguan pada

ekstremitas, otot,

dan saraf.

e. Data Sosial Ekonomi

Page 33: Laporan pendahuluan peritonitis

33

Biasanya klien tidak bisa menjalankan tugasnya sehari-hari karena

perawatan yang lama.

f. Data Psikososial

Biasanya klien mengalami faktor stress contoh: financial,

hubungan dan sebabnya, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan,

tidak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut,marah, mudah

tersinggung, perubahan kepribadian dan perilaku serta perubahan

proses kognitif.

g. Data Spritual

Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.

h. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :

a. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih

meningkat kadang-kadang lebih dari 20.000 /mm3.Sel

darah merah mungkin meningkat menunjukan

hemokonsentrasi.

b. Albumin serum, mungkin menurun karena

perpindaahan cairan.

c. Amylase serum biasanya meningkat.

d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.

e. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi

dari darah, eksudat/sekret atau cairan asites.

Page 34: Laporan pendahuluan peritonitis

34

f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan

distensi usus ileum. Bila perforasi visera sebagai

etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.

g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.

h. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat

mengandung darah, pus/eksudat, amilase, empedu,

dan kreatinin.

(Padila, 2012)

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian, data-data yang di dapatkan dalam

pengkajian tersebut dianalisa dan dapat ditegakkan diagnosa keperawatannya

sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi klien, maka kemungkinan

diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan peritonitis yaitu :

a) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jarigan

b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

c) Devisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan kognitif

3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa

Keperawatan

NOC NIC

1 Resiko infeksi

berhubungan

dengan trauma

Immune Status

a. Knowledge : Infection

1. Pertahankan teknik aseptif

2. Batasi pengunjung bila perlu

(NANDA, 2013)

Page 35: Laporan pendahuluan peritonitis

35

jarigan control

b. Risk control

kriteria hasil:

a) Klien bebas dari tanda

dan gejala infeksi

b) Menunjukkan

kemampuan untuk

mencegah timbulnya

nfeksi

c) Jumlah leukosit dalam

batas normal

d) Menunjukkan perilaku

hidup sehat

e) Status imun,

gastrointestinal,

genitourinaria dalam

batas normal

3.Cuci tangan setiap sebelum

dan sesudah indakan

keperawatan Gunakan baju,

sarung tangan sebagai

alat pelindung

4. Ganti letak IV perifer dan

dressing sesuai dengan

petunjuk umum

5. Gunakan kateter intermiten

untuk menurunkan infeksi

kandung kencing

6. Tingkatkan intake nutrisi

7. Berikan terapi

8.  Monitor tanda dan gejala

infeksi sistemik dan lokal

9. Pertahankan teknik isolasi

k/p

10. Inspeksi kulit dan membran

mukosa terhadap kemerahan,

Page 36: Laporan pendahuluan peritonitis

36

panas, drainase

11. Monitor adanya luka

12. Dorong masukan cairan

13.Dorong istirahat

14. Ajarkan pasien dan

keluarga tanda dan gejala

infeksi

15. Kaji suhu badan pada

pasien neutropenia setiap 4 jam

2 Nyeri akut

berhubungan

dengan agen

cidera fisik

a. Pain Level,

b. pain control,

c. comfort level

Setelah dilakukan tinfakan

kriteria hasil:

a. Mampu mengontrol

nyeri (tahu penyebab

nyeri, mampu

a. Lakukan pengkajian nyeri

secara komprehensif

termasuk lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan

faktor presipitasi

b. Observasi reaksi nonverbal

dari ketidaknyamanan

c. Bantu pasien dan keluarga

untuk mencari dan

Page 37: Laporan pendahuluan peritonitis

37

menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

b. Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan

manajemen nyeri

c. Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas,

frekuensi dan tanda

nyeri)

d.  Menyatakan rasa

nyaman setelah nyeri

berkurang

e. Tanda vital dalam

rentang normal

f. Tidak mengalami

gangguan tidur

menemukan dukungan

d. Kontrol lingkungan yang

dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan

kebisingan

e.  Kurangi faktor presipitasi

nyeri

f. Kaji tipe dan sumber nyeri

untuk menentukan

intervensi

g. Ajarkan tentang teknik non

farmakologi: napas dala,

relaksasi, distraksi, kompres

hangat/ dingin

h. Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri:

i. ingkatkan istirahat

j. Berikan informasi tentang

nyeri seperti penyebab

nyeri, berapa lama nyeri

akan berkurang dan

Page 38: Laporan pendahuluan peritonitis

38

antisipasi ketidak nyamanan

3 Devisit

perawatan diri

berhubungan

dengan gangguan

kognitif

self care : Activity of Daily

Living (ADLs)

kriteria hasil:

a. Klien terbebas dari bau

badan

b. Menyatakan kenyamanan

terhadap kemampuan untuk

melakukan ADLs

c. Dapat melakukan ADLS

dengan bantuan

Self Care assistane : ADLs

a. Monitor kemempuan klien

untuk perawatan diri yang

mandiri.

b. Monitor kebutuhan klien

untuk alatalat bantu untuk

kebersihan diri, berpakaian,

berhias, toileting dan makan.

c.  Sediakan bantuan sampai

klien mampu secara utuh untuk

melakukan self-care.

d.  Dorong klien untuk

melakukan aktivitas sehari-hari

yang normal sesuai

kemampuan yang dimiliki.

e. Dorong untuk melakukan

secara mandiri, tapi beri

bantuan ketika klien tidak

mampu melakukannya.

Page 39: Laporan pendahuluan peritonitis

39

f.  Ajarkan klien/ keluarga

untuk mendorong kemandirian,

untuk memberikan bantuan

hanya jika pasien tidak mampu

untuk melakukannya.

g.  Berikan aktivitas rutin

sehari- hari sesuai kemampuan

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang

telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara

optimal. Tindakan keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh pasien

itu sendiri, oleh perawat secara mandiri atau dilakukan secara bekerja

sama dengan anggota tim kesehatan lain, misalnya ahli gizi atau

fisioterapi.

Hal yang akan dilakukan ini sangat bergantung pada jenis tindakan,

pada kemampuan/ keterampilan dan keinginan pasien, serta pelaksanaan

keperawatan bukan semata-mata tugas perawat, tetapi melibatkan banyak

pihak. Namun demikian, yang memiliki tanggung jawab secara

keseluruhan adalah tenaga perawat.

Page 40: Laporan pendahuluan peritonitis

40

Dalam tindakan keperawatan terdiri atas langkah-langkah yang harus

dilakukan, yaitu langkah persiapan dan langkah pelaksanaan pemberian

asuhan keperawatan.

a. Langkah persiapan

Pada langkah persiapan, tenaga perawat hendaknya :

a) Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan.

b) Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan.

c) Menyiapkan lingkungan teraupetik, sesuai dengan jenis tindakan

yang akan dilakukan.

b. Langkah pelaksanaan

Pada langkah pelaksanaan, tenaga perawat harus

mengutamakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien.

Oleh karena itu, tenaga perawat harus :

a) Menunjukkan sikap yang meyakinkan

b) Peka terhadap respons pasien dan efek samping dari tindakan

keperawatan yang dilakukan.

c) Melakukan sistematika kerja dengan tepat

d) Mempertimbangkan hukum dan etika

e) Bertanggung jawab dan tanggung gugat

f) Mencatat semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan

Pada waktu perawat memberikan asuhan keperawatan, proses

pengumpulan data dan analisis data berjalan terus menerus guna

perubahan dan penyesuaian tindakan keperawatan. Beberapa faktor

Page 41: Laporan pendahuluan peritonitis

41

dapat mempengaruhi pelaksanaan kepearawatan, antara lain

fasilitas dan alat yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat,

serta lingkungan fisik di mana asuhan keperawatan dilakukan

(Suarli, 2012).

1. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian

ulang rencana keperawatan.

Evaluasi bertujuan untuk menentukan kemampuan pasien dalam

mencapai tujuan yang telah ditentukan dan menilai aktifitas rencana

keperawatan dan strategi asuhan keperawatan. Hal-hal yang perlu

dievaluasi antara lain :

a. Apakah asuhan keperawatan tersebut efektif.

b. Apakah tujuan keperawatan dapat dicapai pada tingkat tertentu.

c. Apakah perubahan pasien seperti yang diharapkan.

d. Strategi keperawatan manakah yang efektif.

Langkah-lagkah yang dilakukan dalam evaluasi adalah :

a. Mengumpulkan data perkembangan pasien.

b. Menafsirkan (menginterprestasikan) perkembangan pasien.

c. Membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan,

dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan.

d. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar

normal yang berlaku.

Page 42: Laporan pendahuluan peritonitis

42

Ada tiga simpulan dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :

a. Tujuan tercapai

b. Tujuan tercapai sebagian

c. Tujuan sama sekali tidak tercapai

Penilaian tentang perkembangan pasien dibuat melalui observasi,

interaksi dan pemeriksaan oleh tenaga keperawatan, pasien dan keluarga

dan anggota tim kesehatan lainnya.

Apakah kemajuan tidak tercapai sesuai dengan tujuan, tenaga

keperawatan mengkaji ulang dan memperbaiki rencana keperawatan.

Evaluasi kemajuan pasien dapat juga menunjukkan masalah sarana yang

perlu dikaji dan direncanakan kembali.

Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan, namun tidak

berhenti sampai disini. Evaluasi hanya menunjukkan masalah mana yang

telah dapat dipecahkan dan masalah mana yang perlu dikaji ulang,

direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi kembali. Jadi, proses

keperawatan merupakan siklus yang dinamis dan berkelanjutan (Suarli,

2012).

Istilah SOAP yang sering digunakan dalam evaluasi tersebut memilki

pengertian sebagai berikut :

S Subjektif : Keluhan-keluhan pasien (apa yang dikatakan

pasien)

O Objektif : Apa yang dilihat, dicium, diraba dan diukur

oleh perawat

Page 43: Laporan pendahuluan peritonitis

43

A Assesment : Kesimpulan perawat tentang kondisi pasien

P Plan of care : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah pasien