laporan penahuluan miastenia gravis

Upload: erlanyudistira

Post on 02-Jun-2018

299 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    1/20

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    2/20

    1. Definisi

    Myasthenia gravis merupakan penyakit dengan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya

    penyakit neuromuscular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot

    volunteer dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari

    normal), (Price dan Wilson, 1995). Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic

    transmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi

    transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang

    (volunter).

    Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi

    kelelahan pada otot-otot volunteer dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner

    dan Suddarth, 2002). Myasthenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan

    transmisi neuromoskular yang disebabkan oleh hambatan destruksi reseptor asetilkolin oleh

    autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, myasthenia gravis merupakan penyakit autoimun yang

    spesifik organ. Antibodi reseptor asetilkolin terdapat di dalam serum pada hampir semua

    pasien. Antibodi ini merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan

    (Chandrasoma dan Taylor, 2005).

    Myasthenia Grafis adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuscular yang

    menghasilkan kelemahan otot. Istilah myasthenia berasal dari bahasa Latin yang berartikelemahan otot, dan gravis yang berarti berat atau serius.

    Myasthenia gravis merupakan salah satu penyakit autoimun. Dimana penyakir autoimun

    menurut kamus kedokteran merupakan suatu jenis penyakit ketika antibodi menyerang

    jaringan-jaringannya sendiri.

    2. Etiologi

    Penyebab pasti masih belum diketahui. Akan tetapi, penyakit ini diyakini karena:

    1. Respon autoimun.

    2. Pelepasan asetilkolin yang tidak efektif.

    3. Respon serabut otot yang tidak adekuat terhadap asetilkolin.

    Myasthenia gravis disebabkan oleh gangguan transimisi impuls saraf ke otot. Hal ini terjadi

    ketika komunikasi normal antara saraf dan otot terganggu di persimpangan neuromuskuler

    dimana sel-sel saraf terhubung dengan otot-otot yang dikontrol. Biasanya bila impuls menuju

    saraf, ujung saraf akan melepaskan zat neurotransmitter yang disebut asetilkolin. Asetilkolin

    berjalan dari sambungan neuromuskuler dan mengikat reseptor asetilkolin yang diaktifkan

    dan menghasilkan kontraksi otot.

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    3/20

    Pada myasthenia gravis antibodi blok mengubah atau menghancurkan reseptor untuk

    asetilkolin pada sambungan neuromuskuler yang mencegah terjadinya kontraksi otot.

    Antibodi ini diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh.

    3. Manifestasi Klinis

    Miasthenia Gravisdapat terjadi secara berangsur atau mendadak. Tanda dan gejala:

    1. Pengatupan kelopak mata yang lemah, ptosis, dan diplopia akibat kerusakan

    transmisi neuromuskuler pada nervus kranialis yang mempersarafi otot-otot

    bola mata (mungkin menjadi satu-satunya gejala yang ada).

    2. Kelemahan otot skeletal dan keluhan mudah lelah yang akan bertambah ketika

    hari semakin siang, tetapi akan berkurang setelah pasien beristirahat (pada

    stadium awal MG dapat terjadi keadaan mudah lelah pada otot-otot tertentu

    tanpa ada gejala lain. Kemudian, keadaan ini bisa menjadi cukup berat dan

    menyebabkan paralisis).

    3. Kelemahan otot yang progresif dan kehilangan fungsi yang menyertai menurut

    kelompok otot yang terkena; keadaan ini menjadi semakin parah pada saat

    haid dan sesudah mengalami stress emosi, terkena cahaya matahari dalam

    waktu lama, serta pada saat menderita demam atau infeksi.

    4. Tampilan wajah yang kosong serta tanpa ekspresi dan nada vocal hidung, yang

    semua terjadi sekunder karena kerusakan transmisi pada nervus kranialis yang

    mempersarafi otot-otot wajah.

    5. Regurgitasi cairan yang sering ke dalam hidung dan kesulitan mengunyah

    serta menelan akibat terkenanya nervus kranialis.

    6. Kelopak mata yang jatuh akibat kelemahan otot-otot wajah dan ekstraokuler.

    7. Kelemahan otot-otot leher dengan kepala yang miring ke belakang untuk

    melihat (otot-otot leher terlalu lemah untuk menyangga kepala tanpa gerakan

    menyentak).

    8. Kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan volume tidal serta kapasitas vital

    akibat kerusakan transmisi pada diafragma yang menimbulkan kesulitan

    bernapas. Keadaan ini merupakan faktor predisposisi pneumonia dan infeksi

    saluran napas lain pada pasien myasthenia gravis.

    9. Kelemahan otot pernapasan (krisis miastenik) mungkin cukup berat sehingga

    diperlukan penanganan kedaruratan jalan napas dan pemasangan ventilator

    mekanis.

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    4/20

    4. Patofisiologi/WOC

    Myasthenia gravis merupakan gangguan neuromuskular junction yang disebabkan oleh

    gangguan transmisi asetilkolin (Ach) untuk berikatan dengan reseptornya di permukaan

    membran sel otot. Kelainan ini disebabkan oleh terbentuknya antibodi berupa IgG yang

    nantinya akan berikatan secara inhibitor kompetitif pada reseptor asetilkolin (AchR). Adanyaantibodi yang terikat ini nantinya akan menyebabkan lisis fokal yang ditandai dengan

    rusaknya reseptor. Reseptor yang rusak akan mempercepat proses turn over dan mengurangi

    jumlahnya pada permukaan membran sel. Mekanisme pembentukan antibodi terhadap

    reseptor Ach ini masih belum dimengerti. Namun, mekanisme ini tergolong dalam proses

    autoantibodi tipe II (reaksi kompleks imun). Selain itu, antibodi yang terbentuk (IgG) dapat

    melewati plasenta. Sehingga, kelainan myasthenia gravis dapat ditularkan secara kongenital

    dari ibu yang menderita myasthenia gravis.

    Pada myasthenia gravis, gangguan yang terjadi terletak pada bagian membran post sinaptik.

    Gangguan ini menyebabkan asetilkolin tidak akan berikatan dengan reseptor sehingga

    asetilkolin akan terlihat berenang didalam celah sinaptik. Kondisi asetilkolin bebas ini akan

    memudahkan asetilkolin dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase. Sehingga, jumlah

    asetilkolin yang terikat reseptor akan semakin sedikit dan hal ini menimbulkan depolarisasi

    membran sel otot yang sifatnya tidak sekuat normal. Depolarisasi berjenjang sel otot akan

    semakin menurun jumlahnya sehingga nantinya akan bermanifes pada kelemahan otot dalam

    kontraksi.

    Kelainan myasthenia gravis ditandai pada kelemahan otot-otot volunter. Pada awalnya gejala

    ini timbul pada serat otot dengan satuan motorik terkecil seperti otot-otot penggerak bola

    mata. Dan seringkali kelainan ini menyerang otot yang dipersarafi nervus kranial. Pada

    skenario, penderita mengalami keluhan berupa kelopak mata sulit dibuka serta bila melihatcepat capai dan tampak double. Hal ini disebabkan oleh kelemahan otot-otot pada kelopak

    mata yaitu m. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah,

    dan terletak di bawah kulit kelopak, yang berfungsi dalam menutup bola mata yang

    dipersarafi n. VII. Sedangkan m. levator palpebra yang dipersarafi oleh n. III berfungsi untuk

    mengangkat kelopak mata atau membuka mata.

    Selain itu, kelemahan akibat gangguan neurotransmiter ini juga terjadi di berbagai otot

    volunter tubuh. Kelemahan otot penyangga leher, nantinya akan bermanifes pada kesulitan

    menegakkan kepala, gangguan pada otot menelan bulbair ditandai dengan kesulitan menelan

    dan suara yang makin melemah. Sedangkan kelemahan otot-otot ekstremitas ditandai dengan

    kelemahan yang bersifat layuh (misalnya bila mengangkat tangan selama 2-3 menit, tangan

    akan semakin menurun).

    Keluhan pada myasthenia gravis ini semakin memburuk pada sore hari dan membaik setelah

    istirahat karena hal ini terkait dengan penggunaan ATP dan perangsangan yang timbul.

    Myasthenia gravis merupakan kelainan yang bermanifes pada otot volunter/ otot skelet. Dan

    otot skelet ini diinervasi pada persarafan somatik yang timbul oleh adanya rangsangan

    eksitatorik di otak. Pada keadaan istirahat dan tidur, tidak ada rangsangan yang timbul

    sehingga produksi asetilkolin berjumlah banyak tersimpan dalam vesikel. Dan pada saat

    memulai aktivitas (rangsangan aksi awal), asetilkolin yang berikatan dengan reseptornya

    masih dalam kadar yang cukup banyak sehingga mampu menimbulkan depolarisasi membrandalam jumlah cukup. Namun, lama kelamaan keadaan ini tidak akan terkompensasi dengan

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    5/20

    semakin lamanya aktivitas yang dicetuskan karena terkait pada jumlah reseptor Ach yang

    semakin sedikit dan Ach yang banyak dihidrolisis.

    Myasthenia gravis merupakan penyakit yang bersifat progresif. Baik progresif lambat

    ataupun cepat, tergantung pada kondisi autoimun yang diderita. Akibatnya, keluhan yang

    dialami semakin lama akan makin berat. Pada kasus di skenario, penderita belum mengalamisesak nafas/ perasaan tidak enak di dada. Dalam hal ini, penderita masih belum mengalami

    gangguan pernafasan yang nantinya dapat menimbulkan krisis miastenik. Dan bila sudah

    timbul kondisi ini, maka penderita sudah berada dalam kondisi kritis yang memerlukan

    penanganan secepat mungkin.

    Dalam myasthenia gravis, pemeriksaan darah menunjukkan hasil normal karena tidak terjadi

    kenaikan kadar kreatin kinase. Kadar kreatin kinase ini biasanya timbul bila terjadi kerusakan

    otot sedangkan pada myasthenia, tidak timbul kerusakan otot melainkan gangguan pada

    neurotransmiternya. Sehingga, otot pada pasien myasthenia tampak normal. Akan tetapi, bila

    otot pasien yang mengalami kelemahan tidak digunakan, lama kelamaan akan timbul disuse

    atrophy.

    Sebenarnya, gangguan pada neurotransmiter dapat ditemukan pada myathenia gravis dan

    sindrom Eaton-Lambert. Pada myasthenia gravis, asetilkolin tidak dapat diterima oleh

    reseptor pada membran postsinaptik karena antibodi telah menduduki reseptor itu. Pada

    sindrom Eaton-Lambert, asetilkolin di dalam gelembung presinaptik tidak dapat dituangkan

    (eksositosis) di celah sinaptik karena membran presinaptiknya terganggu oleh adanya

    antibodi pada kanal kalsium.

    Penanganan myasthenia gravis dapat dilakukan dengan terapi farmakologik berupa

    pemberian obat imunosupresif, kortikosteroid ataupun obat antikolinesterase. Selain itu, dapat

    pula dilakukan operasi pengangkatan timus karean sekitar 15% penderita myasthenia gravis

    mengalami hiperplasia kelenjar timus (timoma). Obat antikolinesterase memiliki spektrum

    kerja dalam menghambat efek kerja enzim asetilkolinesterase (enzim yang terlibat dalam

    penguraian asetilkolin/ Ach). Obat ini akan secara efektif meningkatkan konsentrasi Ach

    pada motor end plate dan memperpanjang masa kerjanya. Telah diketahui bahwa kerusakan

    reseptor karena antibodi bersifat reversibel, sehingga terjadi pengurangan jumlah reseptor

    dalam satu permukaan membran sel otot. Namun, dengan penggunaan obat antikolinesterase,

    Ach akan tidak langsung dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterae. Sehingga, Ach yang

    berada dalam celah sinaps akan memiliki waktu paruh panjang dalam menemukan reseptor

    yang sehat (tidak terikat antibodi) dan nantinya menimbulkan pembukaan saluran Na-K.

    Komplikasi yang dapat terjadi pada pada penderita myasthenia gravis sesudah mendapat

    pengobatan antikolinesterase yaitu krisis miastenik yang timbul karena underdose obat

    antiasetilkolinesterase sehingga gejala-gejala lebih memburuk, biasanya terjadi karena

    gangguan resorpsi obat antiasetilkolinesterase atau karena infeksi berat. Selain itu, dapat juga

    terjadi krisis kolinergik yang timbul karena obat antikolinesterase yang merusak sinaps

    sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja lagi sebagai neurotransmiter.

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    6/20

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    7/20

    5. Pemeriksaan Diagnostik

    1.

    Tensilon tes/endrofonium

    Yaitu tes dengan pemberian obat antikolinesterase kerja singkat yang menghasilkan

    perbaikan segera pada kelemahan otot bila diberikan secara intravena. Injeksi ini merupakan

    medikasi yang memudahkan transmisi impuls sambungan mioneural (NMJ), yang digunakan

    untuk emnetukan diagnose (Brunner dan Suddarth, 2002). Dalam waktu 30 detik setelah

    injeksi intravena endrofonium tes, pada banyak pasien akan mengalami peningkatan namun

    hanya sementara waktu. Peningkatan kekuatan otot muncul setelah agen-agen menunjukkan

    hasil tes yang positif. Antibody anti-AChR muncul dalam serum pasien mendekati 90%

    pasien dengan sebagian besar myasthenia dan sekitar 70% dari gejala-gejala terbatas pada

    otot mata (bentuk okular).

    2.

    Uji Klinin

    Merupakan uji dimana diberikan 3 tablet kinina msing-masing 200 mg. 3 jam kemudian

    diberikan tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Pada myasthenia gravis, gejala

    seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya

    disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.

    3. EMG (elektromiografi)

    Merupakan alat tes uji dengan mempelajari aktivitas listrik yang timbul pada otot sewaktu

    istirahat dan sewaktu kontraksi. Pada penderita myasthenia gravis terlihat penurunan

    progresif amplitude potensial aksi otot ketika pasien melakukan kontraksi volunter berulang.

    Pemeriksaan ini tidak menunjukkan diagnostic khusus untuk myasthenia gravis (Brunner dan

    Suddarth, 2002).4. Pemeriksaan serum

    Pemeriksaan untuk antibody reseptor asetilkolin, merupakan pemeriksaan yang sangat baik

    karena bersifat spesifik terhadap 80% pada pasien myasthenia gravis. Ujinyang positif

    bersifat diagnostic untuk penyakit myasthenia gravis. Dan titer antibody yang tinggi tidak

    berhubungan dengan beratnya penyakit (Chandrasoma dan Taylor, 2005).

    5. CT chest

    Sekitar 15% pasien myasthenia gravis memiliki thymoma (pembengkakan kelenjar thymus)

    CT scan pada dada bagian atas biasanya dilakukan untuk memeriksa apakah anda terkenamyasthenia gravis atau tidak.

    6. Tes Wartenberg

    Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg. Penderita

    diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata beberapa

    lamanya. Pada myasthenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.

    7. Tes prostigmin

    Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan intramuskular atau

    subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik.

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    8/20

    6. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan myasthenia gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi pengobatan padaobat antikolinesterase dan menurunkan serta mengeluarkan sirkulasi antibodi. Terapi

    mencakup agen-agen antikolinesterase dan terapi imunosupresif, yang terdiri dari

    plasmeferesis dan timektomi.

    1. Agen-agen antikolinesterase

    Obat ini beraksi dengan meningkatkan konsentrasi asetilkolin yang relative tersedia pada

    persimpangan neuromuscular. Mereka diberikan untuk meningkatkan respon otot-otot

    terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot. Kadang-kadang mereka diberikan

    hanya mengurangi simtomatik.

    2.

    Obat-obatan

    Dalam pengobatan digunakan piridostigmin bromide (Mestinon), ambenonium khlorida

    (Mytelase), dan neostigmin (Prostigmine).

    Banyak pasien lebih suka pada piridostigmin karena obat ini menghasilkan efrk samping

    yang sedikit. Dosis ditingkatkan berangsur-angsur sampai tercapai hasil maksimal yang

    diinginkan (bertambahnya kekuatan, berkurangnya kelelahan), walaupun kekuatan otot

    normal tidak tercapai dan pasien akan mempunyai kekuatan beradaptasi terhadap beberapa

    ketidakmampuan.

    Obat-obat antikolenesterase diberikan dengan susu, krekers, atau substansi penyanggamakanan lainnya. Efek samping mencakup kram abdominal, mual, muntah dan diare. Dosis

    kecil atrofin, diberikan satu atau dua kali sehari, dapat menurunkan atau mencegah efek

    samping. Efek samping lain dari terapi antikolenesterase mencakup efek samping pada otot-

    otot skelet, seperti adanya fasikulasi (kedutan halus), spasme otot dan kelemahan. Oengaruh

    terhadap system saraf terdiri dari pasien cepat marah, cemas, insomnia (tidak dapat tidur),

    sakit kepala, disartria (gangguan pengucapan), sinkope, atau pusing, kejang dan koma.

    Peningkatan eksresi saliva dan keringat, meningkatnya sekresi bronchial dan kulit lembab,

    dan gejala-gejala ini sebaiknya juga dicatat.

    Perawat (dan pasien) memprioritaskan untuk member obat-obat yang ditentukan menururtjadwal waktu pemberian, hal ini untuk mengontrol gejala-gejala pasien. Penundaan

    pemberian obat-obatan dapat menyebabkan pasien tidak mampu untuk menelan obat-obat

    oral dan ini menjadi masalah. Meningkatnya kekuatan otot dalam satu jam setelah pemberian

    obat antikolinesterase merupakan hasil yang diharapkan.

    Setelah dosis medikasi telah ditetapkan, pasien mempelajari untuk mengambil obat sesuai

    dengan kebutuhan individu dan rencana waktu yang ditetapkan. Penyesuaian lebih lanjut

    diperlukan dalam stress fisik atau emosionla dan terhadap infeksi baru yang muncul

    sepanjang perjalanan penyakit.

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    9/20

    3. Terapi imunosupresif

    Ditentukan untuk tujuan menurunkan produksi antibodi anti reseptor atau mengeluarkan

    langsung melalui perubahan plasma (digambarkan di bawah ini). Terapi imunosupresif

    mencakup kortikosteroid, plasmaferesis dan timektomi. Terapi kortikosteroid dapat

    menguntungkan pasien dengan myasthenia yang pada umumnya berat. Kortikosteroiddigunakan dengan efek terjadinya penekanan respon imun pasien, sehingga menurunkan

    jumlah penghambatan antibodi. Dosis antikolinesterase diturunkan sambil kemampuam

    pasien untuk mempertahankan respirasi efektif dan kemampuan menelan dipantau. Dosis

    steroid berangsur-angsur ditingkatkan dan obat antikolinesterasae diturunkan dengan lambat.

    4. Prednisone

    Digunakan dalam beberapa hari untuk menurnkan insiden efek samping, dan terlihat dengan

    sukses adanya penekanan penyakit. Kadang-kadang pasien memperlihatkan adanya

    penurunan kekuatan otot setelah terapi dimulai, tetapi ini biasanya hanya sementara.

    5.

    Obat Sitotoksik

    Obat sitotoksikjuga diberikan. Walaupun mekanisme aksi yang sepenuhnya muncul tidak

    dimengerti, namun obat-obat seperti azatioprin (imuran) dan siklofosfamid (Cytoxan)

    menurunkan titer sirkulasi asetilkolin pada reseptor antibodi. Efek samping yang muncul

    kadang-kadang terjadi dan hanya pasien dengan penyakit berat saja yang diobati dengan obat-

    obatan ini.

    6.

    Pertukaran plasma (plasmaferesis)

    Plasmaferesis adalah teknik yang memungkinkan pembuangan selektif plasma dan komponen

    plasma pasien. Sel-sel yang sisa kembali dimasukkan. Penukaran plasma menghasilkanreduksi sementara dalam titer sirkulasi antibodi. Proses ini mempunyai pengaruh yang hebat

    pada pasien tetapi tidak mengobati keadaan abnormal (meghasilkan antireseptor antibodi)

    sampai waktu yang panjang.

    7. Penatalaksanaan pembedahan

    Pada pasien myasthenia gravis timus tampak terlibat dalam proses produksi antibodi AChR.

    Timektomi (pembedahan mengangkat timus) menyebabkan pengurangan penyakit

    substansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hyperplasia kelenjar timus. Timektomi

    yaitu membuka sternum karena seluruh timus harus dibuang.

    Hal ini dianggap bahwa timektomi pada awal perjalanan penyakit adalah terapi spesifik,

    sehingga tindakan ini mencegah pembentukan antireseptor antibodi. Setelah pembedahan,

    pasien dipantau di ruang perawatan intensif untuk memberikan perhatian khusus dalam

    fungsi pernapasan.

    7. Komplikasi

    Krisis miasnetik, yang ditandai dengan perburukan beratfungsi otot rangka yang memncak

    pada gawat napas dan kematian karena diafragma dan otot interkostal menjadi lumpuh, dapat

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    10/20

    terjadi setelah pengalaman yang menimbulkan stress seperti penyakit, gangguan emosiaonal,

    pembedahan, atau selama kehamilan.

    Krisis kolinergik adalah respon toksisk yang kadang dijumpai pada penggunaan obat

    antikolinesterase yang terlalu banyak. Status hiperkolinergik dapat terjadi yang ditandai

    dengan peningkatan motilitas usus, kontrisksi pupil, dan bradikardi. Individu dapatmengalami mual muntah, berkeringat, dan diare.

    Gawat napas dapat terjadi:

    1. Gagal nafas

    2.

    Disfagia

    3. Krisis miastenik

    4. Krisis cholinergic

    5.

    Komplikasi sekunder dari terapi obat

    Penggunaan steroid yang lama:

    1. Osteoporosis, katarak, hiperglikemi

    2.

    Gastritis, penyakit peptic ulcer

    3. Pneumocystis carinii

    8. Pengkajian

    1. Anamnesa

    1. Identitas klien:

    Nama (X), umur (th), alamat, pekerjaan, jenis kelamin (laki-laki)

    2. Keluhan utama:

    Sesak, kelopak mata kiri sulit terbuka, kedua kaki terasa lemah saat berjalan jauh.

    3. Riwayat penyakit saat ini:

    Myasthenia garvis menyerang otot-otot wajah dalam hal ini di daerah mata sehinggakelopak mata kiri sulit terbuka. Penyakit ini menyerang otot-otot pernapasan yang ditandai

    dengan dispnea yang dialami pasien. Kemudian terjadi serangan pada otot ekstremitas

    bawah yang mengakibatkan kedua ekstremitas bawah sulit untuk digerakkan.

    4. Riwayat penyakit dahulu:

    Mengkaji faktor yang memperberat myasthenia gravis seperti hipertensi dan diabetes

    mellitus.

    5.

    Riwayat penyakit keluarga:

    Mengkaji adanya riwayat myasthenia gravis pada keluarga pasien.

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    11/20

    6. Sosio psikospiritual

    Klien dengan penyakit myasthenia gravis sering mengalami gangguan emosi dan

    kelemahan otot apabila berada dalam situasi tegang. Adanya kelemahan pada kelopak

    mata (ptosis), dilopia, dan kesulitan dalam komunikasi verbal menyebabkan klien sering

    mengalami gangguan citra diri.

    2. Pemeriksaan Fisik

    1. Review of system:

    B1 (Breathing) :Sesak napas, takipnea

    B2 (Blood) :Hipertensi ringan

    B3 (Brain) :Kelemahan otot ekstraokuler yang menyebabkan mata sebelah kiri klien sulit

    terbuka

    B4 (Bladder) :Penurunan fungsi kandung kemih, retensi urin, dan hilangnya sensasi saat

    berkemih

    B5 (Bowel) :Kesulitan mengunyah, menelan, disfagia, penurunan peristaltic usus,

    hipersalivasi dan hipersekresi.

    B6 (Bone) :Gangguan aktivitas/mobilitas fisik dan kelemahan otot yang berlebih kedua

    extremitas bawah semakin sulit digerakkan.

    1.

    Tingkat kesadaran: Komposmentis

    2. Fungsi serebral: Aktivitas motorik mengalami perubahan yaitu kedua ekstremitas sulit

    digerakkan.

    3.

    Pemeriksaan saraf cranial:

    1. Saraf I: tidak ada kelainan

    2. Saraf II: penurunan pada tes tajam penglihatan dan sering megeluh adanya

    penglihatan ganda

    3. Saraf III, IV dan VI: adanya ptosis. Adanya oftalmoplegia, mimic dari

    pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan motoirik pada saraf VI.

    4.

    Saraf V: didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada otot-

    otot wajah

    5. Saraf VII: persepsi pengecapan terganggu akibat adanya gangguan motorik lidah

    6. Saraf VII: persepsi pengecapa ternganggu

    7.

    Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduksi dan tuli persepsi

    8. Saraf IX dan X: ketidakmampuan menelan

    9.

    Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    12/20

    10.Saraf XII: lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat kelemahan otot

    motorik pada lidah.

    4. System motorik: Adanya kelemahan pada otot rangka yaitu otot ekstremitas bawah yang

    memberikan manifestasi pada hembatan mobilitas (berjalan).

    3.

    Pengkajian Diagnostik

    1. Tes serum antibodi reseptor AChR bernilai positif pada 90 % pasien

    2. Tes tensilon: injeksi IV dapat memperbaiki respon motorik sementara dan

    menurunkan gejala pada krisis miasteni untuk sementara waktu namun efeknya

    dapat memperburuk gejala-gejala pada krisis kolinergik.

    3. Tes elketrofisiologis yang digunakan untuk menunjukkan penurunan respon

    rangsangan saraf berulang

    4.

    CT scan dada dapat menunjukkan hyperplasia timus (timoma) yang dianggap

    menyebabkan respon autoimun.

    9. Analisa Data

    DATA ETIOLOGI MASALAH

    DS : klien

    mengeluh

    sesak

    DO : takipnea,

    RR 35x/mnt

    Penurunan

    hubungan

    neuromusku

    ler yang

    mengakibatkan

    kelemahan

    otot

    pernafasan

    Ketidak efektifan

    pola nafas

    DS : klien sukar

    berkomunik

    asi verbal

    Terjadi

    kelemahan

    pada otot

    wajah,

    laring,

    Resiko aspirasi

    Ketidakseimbangan

    nutrisi kurang

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    13/20

    DS : klien tidak

    mampu

    makan

    melalui oral,

    menunjukkan

    ketidakmam

    puan

    berkata-kata

    faring yang

    menyebabka

    n regursitasi

    makan ke

    hidung saatmenelan dan

    ketidakmam

    puan

    menutup

    rahang

    dari kebutuhan

    hambatan

    komunikasiverbal

    DS : klien

    mengeluh

    mata kiri

    sulit dibuka

    DO : asimetris

    pada

    palpebra,

    Kelemahan otot

    terjadi pada

    otot

    palpebrasehingga

    menyebabka

    n otot

    elevator

    terganggu

    dan

    menyebabka

    n ptiosis

    Gangguan citra

    tubuh

    DS : kaki terasa

    lemah saat

    berjalan

    jauh, kedua

    ekstremitas

    bawah

    semakin

    sulit

    digerakkan

    DO : klien tidak

    mampu

    berjalan,

    Tes

    elketrofisiol

    ogis

    menunjukka

    n kelemahan

    saraf

    Penurunan

    hubungan

    neuromosku

    ler

    menyebabka

    n kelemahan

    otot

    volunteer,

    rangka

    Hambatan

    mobilitas fisik

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    14/20

    10. Diagnosa Keperawatan

    1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan.

    2.

    Resiko aspisrasi berhubungan dengan penurunan kontrol tersedak.

    3.

    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

    ketidakmampuan menelan makanan.

    4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

    5.

    Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan pelemahan sistem

    musculoskeletal.

    6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan komunikasi verbal.

    11. Intervensi dan Rasional

    Diagnosa Tujuan, Kriteria

    Hasil

    Intervensi Rasional

    Ketidak efektifan pola

    nafas berhubungan

    dengan keletihan otot

    pernafasan

    Tujuan : klien

    menunjukkan

    frekuensi

    pernapasan yang

    efektif dan

    mengalami

    perbaikan

    pertukaran gas pada

    paru

    KH : irama,

    frekuensi dan

    kedalamanpernapasan dalam

    batas normal, bunyi

    napas terdengar

    dengan jelas,

    respiratori terpasang

    dengan optimal

    Kaji kemampuan

    ventilasi

    Kaji kualitas,frekuensi, dan

    kedalaman

    pernapasan,

    laporkan setiap

    perubahan yang

    terjadi

    Baringkan klien

    dalam posisi yang

    Untuk klien dengan

    penurunan kapasitas

    ventilasi, perawat

    mengkaji frekuensi

    pernapasan, kedalaman

    dan bungi napas,

    pantau tes hasil fungsi

    paru dengan interval

    yang sering dalam

    mendeteksi masalah

    paru-paru sebelum

    perubahan gas darah

    arteri dan sebelum

    tampak gejala klinik

    Dengan mengkaji

    kualitas , frekuensi,

    dan kedalaman

    pernapasan kita dapat

    mengetahui sejauh

    mana perubahan

    kondisi klien

    Penurunan diafragma

    memperluas daerahdada sehingga ekspansi

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    15/20

    nyaman atau

    dalam posisi

    duduk

    Observasi TTV

    Beri alat bantunapas

    paru bisa maksimal

    Peningkatan RR dan

    takikardi merupakan

    indikasi adanya

    penurunan fungsi paru

    Dengan bantuan alat

    bantu napas

    diharapkan suplay

    oksigen akan membaik

    Resiko aspisrasi

    berhubungan dengan

    penurunan control

    tersedak

    Tujuan : tidak

    terjadinya aspirasi

    KH : klien tidak

    mengalami aspirasi,

    klien menunjukkan

    sikap mengerti pada

    instruksi untuk

    menghindari

    aspirasi

    Pertahankan posisi

    miring jika tidak

    ada kontra

    indikasi

    Kaji posisi lidah,

    pastikan jika lidah

    tidak jatuh ke

    belakang

    menyumbat jalan

    nafas

    Jaga bagian kepala

    tempat tidur tetap

    tinggiBersihkan sekresi

    dari mulut dan

    tenggorokan

    dengan tissue atau

    penghisap secara

    perlahan

    Kaji kembali

    dengan

    seringadanyaobstruksi benda

    Bila klien

    memposisikan

    tubuhnya secara miring

    otomatis akan

    mencegah masuknya

    benda asing dari mulut

    ke tenggorokan

    Sekresi air liur yang

    berlebih bias masuk ke

    tenggorokan dan

    menyebabkan aspirasi

    akibat menurunnya

    reflek epiglottis

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    16/20

    dalam mulut dan

    tenggorokan

    Ketidakseimbangan

    nutrisi kurang darikebutuhan tubuh

    berhubungan dengan

    ketudakmampuan

    menelan makanan

    Tujuan : Masukan

    kalori akan adekuatuntuk memenuhi

    kebutuhan

    metabolic

    KH : kebutuhan

    nutrisi klien

    terpenuhi, klien

    tidak mengalami

    penurunan beratbadan signifikan,

    klien kooperatif

    dengan pemberian

    makanan melalui

    NGT

    Kaji reflek

    gangguanmenelan dan refek

    batuk sebelum

    pemberian peroral

    Hentikan

    pemberian makan

    per oral jika

    pasien tidak dapat

    mengatasi sekresi

    oral atau jikareflek gangguan

    menelan atau

    batuk tertekan

    Pasang selang

    makan kecil dan

    berikan makan

    per-selang jika

    terdapat dysfagia.

    Catat intake danoutput

    Lakukan

    konsultasi gizi

    untuk

    mengevaluasi

    kalori

    Timbang pasien

    setiap hari.

    Untuk mengkaji sejauh

    mana tingkat reflekagar memberikan

    patokan pada

    intervensi selanjutnya

    Agar pasien tidak

    teersedak

    Memberikan nutrisi

    yang adekuat sesuai

    jumlah kebutuhan

    pasien

    Hambatan mobilitas

    fisik berhubungan

    dengan penurunan

    kekuatan otot

    Tujuan : terjadi

    peningkatan

    kekuatan dan

    ketahanan anggota

    gerak

    KH : klien mampu

    Ajarkan untuk

    melakukan latihan

    rentang gerak

    aktif pada anggota

    gerak yang sehat

    Posisi dalam

    kesejajaran tubuh

    untuk mencegah

    Menjaga ketahanan

    dan kekuatan anggota

    gerak sehat

    Posisi sejajar akan

    meninbulkan titik berat

    tepat berpusat di

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    17/20

    menggunakan alat-

    alat adaktif untuk

    menunjang

    mobilitas, mampu

    menggunakantindakan keamanan

    untuk

    meminimalkan

    kemungkinan

    cidera, menguraikan

    rasional intervensi,

    menunjukkan

    tindakan untuk

    meningkatkan

    mobilitas

    komplikasi

    Beri mobilisasi

    progresif

    Ajarkan

    kewaspadaan

    keamanan

    tengah sehingga

    diharapkan tidak

    terjadi komplikasi

    berkelanjutan

    Tingkatkan

    mobilisasiklien secara

    bertahab agar klien

    mampu melakukan

    aktifitas minimmal,

    bila perlu ajarkan klien

    menggunakan alat

    bantu gerak

    Mencegah cidera

    tambahan yang

    mungkin dialami klien

    Hambatan komunikasi

    verbal berhubungan

    dengan

    gangguanpelemahan

    neuromuscular

    Tujuan : klien dapat

    menunjukkan

    pengertian terhadap

    masalah komunikasi

    untuk

    mengungkapkanperasaannya

    menggunakan

    bahasa isyarat

    Kaji Kemampuan

    komunikasi klien

    Lakukan metode

    komunikasi yang

    ideal sesuai

    dengan kondisi

    klien

    Beri peringatan

    bahwa klien di

    ruang ini

    Kelemahan otot-otot

    bicara pada klien krisis

    miastenia gravis dapat

    berakibat pada

    komunikasi

    Teknik untuk

    meningkatkan

    komunikasi meliputi

    mendengarkan klien,

    mengulangi apa yang

    mereka coba

    komunikasikan dengan

    jelas dan membuktikan

    yang diinformasikan,

    berbicara dengan

    kedipan mata mereka

    atau goyangan jari

    untuk menjawab ya

    atau tidak. Setelah

    periode krisis

    miastenik dipecahkan,

    klien selalu mampu

    mengenal kebutuhan

    mereka

    Untuk kenyamanan

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    18/20

    mengalami

    gangguan

    berbicara,

    sediakan bel bila

    perlu

    Antisipasi dan

    bantu kebutuhan

    klien

    Ucapkan langsung

    kepada klien

    berbicara pelan

    dan tenang,

    gunakan

    pertanyaan

    dengan jawaban

    ya atau tidak dan

    perhatikan respon

    klien

    Kolaborasikankonsultasi ke ahli

    terapi bicara

    yang berhubungan

    dengan

    ketidakmampuan

    berkomunikasi

    Membantu

    menurunkan frustasi

    oleh karena

    ketergantungan atau

    ketidakmampuan

    berkomunikasi

    Mengurangi

    kebingungan atau

    kecemasan terhadap

    banyaknya informasi.Memajukan stimulus

    komunikasi ingatan

    dan kata-kata

    Mengkaji kemampuan

    verbal individu,

    sensorik, dan motorik,

    serta fungsi kognitif

    untuk mengidentifikasi

    deficit dan kebutuhan

    terapi

    Gangguan citra tubuh

    berhubungan dengan

    ketidakmampuan

    komunikasi verbal

    Tujuan : citra diri

    klien meningkat

    KH : klien mampu

    menyatakan atau

    mengkomunikasika

    n dengan orang

    terdekat tentang

    situasi dan

    perubahan yang

    sedang terjadi,

    mampu menyatakan

    penerimaan diri

    terhadap situaswi,

    mengakul dan

    menggabungkan

    Kaji perubahan

    dari gangguan

    persepsi dan

    hubungan dengan

    derajat

    ketidakmampuan

    Menentukan bantuan

    individual dalam

    menyusun rencana

    perawatan atau

    pemilihan intervensi

    Beberapa klien dapatmenerima dan

    mengatur perubahan

    fungsi secara efektif

    dengan sedikit

    penyesuaian diri,

    sedangkan yang

    lainnya mempunyai

    kesulitan

    membandingkan,

    mengenal dan

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    19/20

    perubahan ke dalam

    konsep dirir dengan

    cara yang akurat

    tanpa harga diri

    negatif

    Identifikasi arti

    dari kehilangan

    atau disfungsi

    pada klien

    Bantu dan

    anjurkan

    perawatan yang

    baik dan

    memperbaiki

    kebiasaan

    Anjurkan orang

    terdekat untuk

    mengizinkan klien

    melakukan haluntuk dirinya

    sendiri sebanyak-

    banyaknyaDukun

    g perilaku atau

    usaha seperti

    peningkatan minat

    atau partisipasi

    dalam aktivitas

    rehabilitasi

    Monitor gangguan

    tidur, peningkatan

    kesuliatan

    konsentrasi,

    lelargi, dan

    withdrawal

    Kolaborasi : rujuk

    pada ahli

    neuopsikologi dan

    konseling bila adaindikasi

    mengatur kekurangan

    Membantu

    meningkatkan perasaan

    harga diri dan

    mengontrol lebih dari

    satu area kehidupan

    Menghidupkan

    kembali rasa

    kemandirian dan

    membantu

    perkembangan harga

    diri serta memengaruhi

    proses rehabilitasi

    Klien dapat beradaptasi

    terhadap perubahan

    dan pengertian tentang

    peran individu masa

    mendatang

    Dapat mengindikasi

    terjadinya depresi

    umumnya terjadi

    sebagai pengaruh dari

    stroke dimana

    memerlukan intervensi

    lebih lanjutDapat memfasilitasi

    perubahan peran yang

    penting untuk

    perkembangan

    perasaan

  • 8/10/2019 Laporan Penahuluan Miastenia Gravis

    20/20

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Corwin, E. J. (2009).Patofisiologi : buku saku.Jakarta: EGC.

    2. Devin Mackay, M. a. (2011). Ocular Myasthenia Gravis.North American: Division

    of Neuro-Ophthalmology Brigham and Womens Hospital Harvard Medical School.3. Dewanto, G. e. (2009). Panduan praktis diagnosa dan tatalaksana penyakit saraf.

    Jakarta: EGC.

    4. Dochtermar, J. M., & Bulechek, G. M. (2004). Nursing Intervention Classification

    (NIC).Missouri: Mosby.

    5. Howard, J. (2013, May Friday). Myasthenia gravis, a summary. Retrieved March

    2008, from ninds.nih.gov/disorders/myasthenia_gravis/detail_myathenia gravis.htm:

    ninds.nih.gov

    6. M.F. YAZDI1, M. B. (2012). Response to Plasmapheresis in Myasthenia Gravis

    Patients: 22 Cases Report.ROM. J. INTERN. MED, 245-247.

    7. Mills, E. J. (2006). Handbook Of Medical-surgical Nursing. USA: Lippincott

    Williams & Wilkins.8.

    Ngoerah, I. (1991). Dasar-dasar ilmu penyakit saraf.Surabaya: Airlangga University

    Press.

    9.

    Putra, S. (2009).Miastenia gravis.Jember: Universitas Jember.

    10.Rosyid, F. N. (2010). Health sciene myasthenia gravis, and management.Surabaya:

    University Muhammadiyah Surabaya.

    11.Rubenstein, D. e. (2007).Lecture notes: kedokteran klinis.Jakarta: Erlangga.

    12.Smeltzer, S. C., & Bare, G. B. (2001). Suzanne.Jakarta: EGC.

    13.Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku Ajar MedikalKeperawatanBedah Brunner

    &Suddarth.Jakarta: EGC.