laporan pbl iii blok repro 2010-unfinished yet
TRANSCRIPT
LAPORAN PBL III
Tutor Pembimbing:
dr. Ika Murti Harini
Kelompok 11
1. Syifa'u Rakhmi G1A008037
2. Ai Irma Siti Rahmah G1A008038
3. Anggi Anggian D G1A008072
4. Noni Frista Al- Azhari G1A008088
5. Agha Chandra Sari G1A008089
6. Muhammad Taufiqurrahman G1A008093
7. Rizki Zakiah G1A008094
8. Angga Aswi Yanda G1A008095
9. Margareta G R I S G1A008113
10. Rifka Fathnina G1A008133
DEPATEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2010
INFORMASI –I :
Ny Luna usia 29 tahun, akhir-akhir ini merasakan kecemasan dan depresi yang cukup
berat, karena menurut pemeriksaan dokter yang terakhir yaitu 2 bulan yang lalu dinyatakan
menderita tumor di kandungannya. Masalah ini sudah disampaikan kepada suaminya, yaitu
Tn. Jono (30 tahun). Ny Luna juga merasa khawatir dan takut jika dioperasi, karena
mereka selama berumah tangga 2 tahun belum juga dikaruniai momongan. Yang dipikirkan
apakah dengan dioperasi nanti, justru akan bertambah sulit untuk mempunyai anak. Oleh
karena itu, selama 2 bulan ini Ny Luna berusaha mendatangi pengobatan Alternatif yang
dijanjikan bisa sembuh tanpa operasi, namun sampai sekarang belum membuahkan hasil,
malah tumornya dirasakan semakin bertambah besar.
Kemudian pada akhirnya, Ny Luna dengan ditemani suaminya mendatangi RS
Margono untuk konsultasi dan menjalani pemeriksaan lagi.
Dari hasil anamnesa di poliklinik Obstetri dan Ginekologi didapatkan informasi
sebagai berikut :
Keluhan utama: jika menstruasi nyeri; riwayat menstruasi terakhir: HPHT: 25
Oktober 2009; Pola siklus haid 3 bulan terakhir adalah teratur, siklus mens 28–30 hari;
lama haid: rata-rata 5-7 hari, volume darah mens: normal,
Disamping nyeri saat haid, nyeri juga dirasakan saat koitus.
I. Batasan Masalah
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. Karin
b. Usia : 29 tahun
2. Keluhan utama : Nyeri Haid
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Onset : -
Gejala Penyerta : Nyeri Koitus
4. Riwayat Sosial : merasa cemas dan depresi setelah didiagnosis
terkena tumor kandungan oleh dokter
5. Riwayat Obstetri : Infertil primer
II. Analisis Masalah
III.Pembahasan Masalah
Informasi II:
Pemeriksaan fisik :
Keadaan Umum : baik, kompos mentis, tidak anemis, tidak sesak
nafas, status gizi cukup
Berat badan : 45 kg, Tinggi badan : 152 cm
Vital Sign : dalam batas normal.
Status internus (praesens) : tidak ada kelainan
Status Ginekologis :
Inspeksi : perut buncit di bawah, tidak ada jaringan parut
bekas operasi sebelumnya
Palpasi : teraba massa tumor dengan ukuran
Batas atas : 2 jari di bawah umbilicus
Batas kanan dan kiri : linea medioklavikularis kanan dan kiri
Batas bawah : kesan pole bawah masuk dalam rongga panggul
Konsistensi tumor. Lunak, kistik, permukaan rata
Mobilitas tumor cukup, kesan tidak ada perlengketan
Tidak nyeri tekan pada adneksa kanan atau kiri
Perkusi : tes undulasi (-), pekak alih pekak sisi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal; methalic sound (-)
Interpretasi informasi II :
Intepretasi informasi 2 menunjukkan bahwa pada hasil pemeriksaan pada pasien
tidak menunjukkan adanya kelainan. Pemeriksaan status ginekologis pada pasien
menunjukkan adanya beberapa kelainan. Hasil inspeksi terlihat perut buncit di abdomen
bawah yang menunukkan adanya massa sehingga menyebabkan perut membesar. Hasil
palpasi teraba massa tumor dengan konsistensi tumor lunak, kistik, permukaan teraba rata,
mobilitas tumor cukup, dan tidak ada perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Hasil
palpasi ini menunjukkan bahwa tumor tersebut bersifat jinak. Hasil perkusi dan auskultasi
tidak menunjukkan adanya kelainan.
Informasi III:
1. Pemeriksaan dalam
Inspekulo:
a. Vulva, uretra, dan vagina tidak ada kelainan
b. Serviks: ukuran sejempol kaki orang dewasa, tidak ada lesi seperti erosion, tumor,
polip
c. OUE tertutup, fluor albus (-), fluksus (-)
d. Dinding mukosa vagina licin, tidak ada infiltrate di mukosa vagina, ruggae
dbn
2. Pemeriksaan bimanual
a. Uterus teraba ukuran sebesar telur ayam, posisi antefleksi
b. Teraba massa tumor, konsistensi kistik, permukaan rata, tidak berlobus-lobus
c. Ukuran batas atas 2 jari bawah umbilicus, batas kanan-kiri linea medioklavikularis
kanan-kiri, batas bawah: pole bawah tumor kesan rongga panggul, mobilitas cukup
d. Nyeri tekan parametrium kanan-kiri tidak ada
e. Nyeri goyang porsio (-); forniks posterior vagina tidak menonjol
Interpretasi Info III
Pada pemeriksaan inspekulo didapatkan vulva, uretra, dan vagina tidak ada kelainan
atau normal. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat infeksi, laserasi, dan massa di
ketiga daerah tersebut. Ukuran serviks yang sejempol kaki orang dewasa, dan tidak
ditemukannya lesi seperti erosi, tumor, atu polip menunjukkan bahwa serviks dalam
keadaan normal. OUE tertutup menandakan tidak ada gangguan seperti tumor atau
inflamasi di sana. Fluor albus (keputihan) dan fluksus (aliran) didapatkn negative. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien sedang tidak mengalami keputihan dan menstruasi (Dorland,
2002; Wiknjosastro, 2005).
Uterus dalam keadaan normal karena masih teraba sebesar telur ayam dengan posisi
antefleksi menunjukkan bahwa kista tersebut tidak berada di uterus. Massa tumor yang
teraba mempunyai konsistensi kistik, permukaan rata, dan tidak berlobus-lobus. Keterangan
tersebut menunjukkan bahwa massa adalah tumor jinak yang berbentuk kista yang tidak
unikolular atau tidak berlobus-lobus. Batas-batas kista tersebut yaitu batas atas: 2 jari
bawah umbilicus, batas kanan-kiri: linea medioklavikularis kanan-kiri, batas bawah: pole
bawah tumor kesan rongga panggul. Berdasarkan keterangan batas-batas tersebut dapat
diketahui bahwa kista tersebut besar dan unilokuler. Kista tersebut juga mempunyai
mobilitas yang cukup, sehingga semakin membantu mengarahkan bahwa tumor ini
merupakan tumor jinak. Tidak adanya nyeri parametrium kanan-kiri menunjukkan bahwa
kista ini tidak mengganggu kedua tuba uterina. Tidak adanya nyeri goyang porsio dan
penonjolan forniks posterior vagina menunjukkan bahwa kista tersebut tidak berada di
uterus (Wiknjosastro, 2005).
Informasi IV:
Hasil laboratorium darah :
Hb : 11 gr%; Ht : 28%; Thrombosit : 300.000/mm3; Leukosit : 10.000/mm3;
CT dan BT dalam batas normal, APTT : 10 menit, PTT : 3 menit, Ureum darah : 20/mm3;
Creatinin darah : 0,7/mm3; SGOT : 12; SGPT : 20
AF : normal
Diagnosis Kerja :
1. Kistoma Ovarii
2. Infertilitas Primer 2 tahun
Interpretasi informasi IV :
Hasil interpretasi informasi 4 tentang pemeriksaan lab menunjukkan bahwa terdapat
beberapa kelainan. Pasien tersebut mengalami anemia sesuai dengan kadar Hb dan Ht yang
turun. APTT dan PTT memanjang menunjukkan factor koagulasi memanjang. Pemeriksaan
lab yang lain tidak menunjukkan adanya kelainan.
Informasi V:
Laporan operasi :
Pasien dilakukan laparotomi kistektomi sinistra dengan adhesiolisis pada ovarium sinistra
dan tuba sinistra. Durante operasi : kista ovarium kiri rupture saat dilakukan diseksi kapsul
kista keluar cairan konsistensi kental berwarna coklat kehitaman, mengotori seluruh
lapangan operasi di kavum peritoneum. Sebagian massa tumor melekat dengan salping kiri
dan sisi uterus. Ukuran uterus 8x8x6 cm3 antefleksi. Ovarium dan tuba faloppi kanan dalam
batas normal.
Tes patensi tuba : tuba kiri nonpatent; tuba kanan patent
Interpretasi informasi V :
Hasil intepretasi info 5 tentang laporan operasi menujukkan bahwa pasien dilakukan
adhesiolisis (melepas perlengketan antara uterus dan ovarium dengan jaringan kista).
Terjadi rupture pada saat dilakukan diseksi kista sehingga keluar cairan cairan sehingga
mengotori seluruh lapangan operasi kavum peritoneum, dan terlihat massa dengan ukuran
uterus 8x8x6 cm3 antefleksi.
Tuba kiri non patent: bisa disebabkan karena komplikasi dari operasi pengankatan
kista yang dilakukan. Hal ini berarti tuba uterine pars sinistra mengalami infertilitas.
Tuba kanan paten: hal ini berkaitan dengan fertilitas pasien, ini menunjukkan kalau
pasien masih bisa mempunyai anak. Karen atuba kanan masi bisa berovulasi.
I. Analisis Masalah
1. Gambaran radiologi dan USG pada pemeriksaan tumor
2. Klasifikasi neoplasma secara umum
3. Kista ovarium
4. Tumor marker atau penanda tumor
5. Tes fungsi patensi tuba
6. Tujuan Laparotomy, indikasi dan komplikasinya
7. Komplikasi Laparotomy
8. Histerecopy beserta indikasi dan kontraindikasinya
9. Salphingoophorocystectomy
10. Penatalaksanaan kista ovarium
II. Pembahasan Masalah
1. Gambaran radiologi dan USG pada pemeriksaan tumor
Gambaran Radiologi Kista Ovarium
Gambaran radiologis kista ovarium dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos pelvis,
ultrasonografi, nuclear medicine, CT-Scan, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Foto Polos Pelvis
Ultrasonografi Kista Ovarium
1. Dapat membantu untuk mengetahui karakteristik dari kista ovarium
2. Kista unilokuler dan memiliki dinding tipis yang mengelilingi suatu kavitas
yang terdiri dari terlihat bintik-bintik echo yang halus-halus (internal echoes) di dalam
kista yang berasal dari elemen-elemen darah di dalam kista . Kista ini tidak mungkin
menjadi suatu kanker. Sebagian besar kista tersebut adalah folikular fungsional atau
kista luteal kistadenoma serosa atau kista inklusi.
3. Kista kompleks memiliki lebih dari satu ruangan/septa (multiokular) , dinding
tebal, proyeksi ke dalam lumen atau pada permukaan atau kondisi abnormal dalam isi
kista. Kista maligna biasanya termasuk dalam kategori ini.
4. Kista hemoragik, endometrioma dan dermoid pada pemeriksaan sonogram
memiliki karakteristik yang dapat membantu untuk membedakannya dari kista maligna
kompleks.
5. Sonogram tidak dapat membantu untuk membedakan hidrosalpin, paraovarian,
dan kista tuba dari kista ovarium.
6. Ultrasonografi endovaginal dapat menguraikan secara rinci struktur morfologi
pelvis.
7. Ultrasonografi transabdominal lebih baik daripada endovaginal ultrasonografi
untuk evaluasi besarnya massa dan menilai struktur intraabdominal lain seperti ginjal,
hati, dan asites. Syarat pemeriksaan transabdominal sonogram dilakukan dalam
keadaan vesica urinaria terisi/penuh.
Patologi Anatomi Kista Ovarium
Kista ovarium yaitu suatu kantong abnormal yang berisi cairan atau setengah cair yang
tumbuh dalam indung telur. Kista termasuk tumor jinak yang terbungkus oleh selaput
semacam jaringan. Bentuknya kistik dan ada pula yang berbentuk seperti anggur.
Kumpulan sel-sel tumor itu terpisah dengan jaringan normal di sekitarnya dan tidak
dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Ini adalah kista benigna ovarium. Kemungkinan kista ini adalah kista folikuler.
Kadang-kadang kista dapat mencapai ukuran tertentu dalam sentimeter dan, jika terjadi
ruptur dapat menyebabkan nyeri pada perut.
Teratoma ovarium atau dermoid cyst terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak
dibuahi kemudian tumbuh menjadi beberapa jaringan seperti rambut, tulang, lemak.
Kista dapat terjadi pada kedua indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala
rasa sakit bila kista terpuntir/pecah.
2. Kista ovarium dan Klasifikasi pembagian kista
Klasifikasi Tumor Jinak pada Ovarium
A. Tumor nonneoplastik
1. Tumor akibat radang
2. Tumor lain
a. Kista folikel
b. Kista korpus luteum
c. Kista lutein
d. Kista inklusi germinal
e. Kista endometrium
f. Kista Stein-Leventhal
B. Tumor Neoplastik Jinak
1. Kistik
a. Kistoma ovarii simpleks
b. Kistadenoma ovarii serosum
c. Kistadenoma ovarii musinosum
d. Kista endometroid
e. Kista dermoid
2. Solid
a. Fibroma, leiomioma, fibroadenoma, papiloma, angioma,
limfangioma.
b. Tumor Brenner.
c. Tumor sisa adrenal.
3. Kista ovarium
Neoplastik Ovarium Jinak
1. Kista
Tabel 1. Jenis-jenis kista neoplastik jinak dan karakteristiknya
Jenis kista Karakteristik
Kistadenoma
ovarii simpleks
Permukaan licin, rata, mobilitas +, tidak
bernodul
Kistadenoma
ovarii serosum
Kista uni- atau parvilokular, bilateral, ukuran
sedang
Permukaan berbenjol (papil), halus, putih-
kelabu
Isi cairan serous, dibatasi epitel kuboid
simpleks
Bila ada ≥ 2 lapis inti hiperkromatik =
borderline malignancy (lesi borderline), yaitu
lesi yang berpotensi keganasan
Kistadenoma
ovarii
musinosum
Kista unilateral, multilokular
Dibatasi epitel kolumner tinggi, inti di basal
Dapat tumbuh besar sehingga dindingnya
tegang, tidak tumbuh papil
Pembesaran akibat cairan mucous yang
diproduksi kista terus-menerus
Dinding kista menonjol ke luar dan
membentuk lekukan leher penonjolan; leher
ini mengalami oklusi
Kista dapat ruptur, melepaskan sel yang
melekat pada peritonitis maupun omentum
Kista
endometriosis
Tumor padat atau kistik; berasal dari
endometriosis
Massa menonjol pada dinding kista berisi
cairan coklat
Jaringan pelapis rongga kistik adalah kelenjar
tubuler
Memiliki lesi borderline
Cenderung ganas
Kista dermoid Berasal dari sel germinal
Mengandung epitel, mesoderm, dan endotel
Kista berisi rambut, gigi, sekret glandula
sebacea
Pada wanita usia 20 – 40 tahun
2. Solid
Tabel 1. Jenis-jenis neoplastik jinak solid dan karakteristiknya
Jenis kista Karakteristik
Fibroma ovarii Terdiri ats jaringan ikat dan mesenkim
ovarium (fibrotekoma)
Konsistensi kenyal-keras, warna putih
Bertangkai
Bila terjadi sumbatan tidak total pembuluh
darah atau limfe = ascites disertai hidrothoraks
Bila terjadi sumbatan total = infark massif
Fibroma + ascites + hidrothoraks = Sindroma
Meigs
Tumor Brenner Tumor ovarium unilateral padat
Terdiri atas stroma dengan sarang epitel
transisional; sarang tersebut bersifat kistik dan
dilapisi sel silindris mukoid
Tumor berkapsul licin, warna putih abu-abu
Ukuran diameter hingga 20 cm
Berasal dari epitel permukaan atau epitel
urogenital
Tumor berbentuk nodus
4. Tumor marker
Petanda tumor (tumor marker) merupakan berbagai substansi yang disekresikan
oleh sel kanker atau sel jinak ke dalam cairan ekstraseluler sebagai respons terhadap
adanya kanker (Bigbee, 2003).
A. Petanda Tumor Serologik.
Substansi yang diproduksi oleh sel kanker dan dilepaskan oleh sel
jinak sebagai respons terhadap adanya kanker pada umumnya berupa
makromolekul atau protein dengan komponen karbohidrat atau lipid
sehingga dapat dikelompokkan sebagai antigen, yang kadarnya dalam
darah atau cairan tubuh lain dapat diukur secara kuantitatif. Kadar yang
meningkat ini dalam batas-batas tertentu menunjukkan korelasi dengan
pertumbuhan tumor (Bigbee, 2003).
1. Petanda respons penderita (host response marker)
Petanda respons penderita pada umumnya dikaitkan dengan adanya
inflamasi, baik sebagai respons terhadap keberadaan tumor itu
sendiri, sebagai respons terhadap proses destruksi jaringan normal
akibat invasi kankler maupun respons terhadap infeksi yang
berkaitan dengan kanker. Petanda tumor yang sering digunakan
dalam klinik adalah fosfatase alkali, γ GT, CRP, α2-makroglobulin
dan lain-lain (Bigbee, 2003).
2. Petanda pertumbuhan dan destruksi sel (cell turnover marker)
Cell turnover marker yang sudah lama dikenal adalah LDH,
fosfatase alkali plasenta dan asam sialat (scialic acid) yang
merupakan produk sel yang mengalami destruksi, misalnya
sitokeratin CK8, CK18 dan CK19 atau Cyfra21.1. (Bigbee, 2003).
3. Petanda proliferasi (proliferation marker)
Petanda proliferasi dilepaskan oleh sel-sel yang sedang membelah
diri secara aktif dan merupakan indikator aktivitas pertumbuhan
kanker. Beberapa contoh petanda tumor golongan ini adalah Ki67,
PCNA (proliferating cell nuclear antigen) dan TPS (tissue
polypeptide specific antigen (Bigbee, 2003).
4. Petanda diferensiasi (differentiation marker)
Petanda diferensiasi adalah substansi yang diproduksi oleh sel atau
jaringan tertentu, termasuk di antaranya berbagai jenis protein,
enzim, isoenzim dan hormon. Tumor yang berasal dari sel
bersangkutan biasanya memproduksi substansi secara berlebihan.
Peran terpenting pengukuran kadar petanda diferensiasi adalah
menentukan etiologi tumor atau jenis tumor primer pada penderita
dengan metastasis yang asalusul tumor primernya tidak jelas.
Beberapa di antaranya adalah PSA (prostate specific antigen) yang
digunakan untuk mendeteksi kanker prostat, β-HCG (human
choriogonadotropin) yang digunakan untuk memantau penderita
pasca mola hidatidosa dan deteksi dini koriokarsinoma serta tumor
sel germinal yang lain. Protein lain yang banyak digunakan adalah
AFP (alfafetoprotein) yaitu protein onkofetal yang hingga saat ini
dianggap sebagai petanda tumor yang relatif spesifik untuk kanker
hati, CA15.3 dan MUC-1 untuk kanker payudara, SCC (squamous
cell carcinoma antigen) untuk kanker leher rahim dan kanker lain
yang berasal dari sel skuamosa, CA125 untuk kanker ovarium
CA19.9 untuk kanker pankreas dan kolorektal, dan CEA
(carcinoembryonic antigen) untuk jenis kanker yang berasal dari
jaringan embrional. Perkembangan terakhir mengungkapkan bahwa
berbagai jenis sitokin dan reseptornya yang terlarut juga dapat
digunakan sebagai petanda tumor, misalnya IL-2 dan sIL-2R, IL-6
dan sIL-6R, TNF-α dan beberapa jenis sitokin lain. Seperti halnya
petanda tumor serologik yang lain, dinamika perubahan kadar
sitokin dalam serum juga sesuai dengan progresi dan regresi tumor
(Bigbee, 2003).
B. Petanda Tumor Seluler
Sel yang berubah menjadi ganas mengalami transformasi secara biologis dan
biasanya hal itu mengakibatkan perubahan sifat dan fungsi yang menetap.
Walaupun belum ada petanda morfologis yang hanya terdapat pada sel
kanker dan tidak terdapat pada sel normal, ada beberapa ciri yang sering
dijumpai pada populasi sel ganas. Transformasi ini dapat diidentifikasi
sebagai perubahan struktur berbagai komponen seluler dan atau perubahan
sifat dan kecepatan pertumbuhan, dan hal-hal inilah yang diidentifikasi
sebagai petanda keganasan / petanda tumor seluler (Bigbee, 2003).
Penanda tumor yang berhubungan dengan kanker ovarium
Penanda Tumor Tipe Tumor Ovarium
CA-125
CA-19-9
Alfa-fetoprotein
hCG
Laktat
dehidrogenase
\
Carcinoembrionic
antigen
Adenokarsinoma epithelium
nonmusinosum
Adenokarsinoma epithelium musinosum
Tumor sinus endodermal Karsinoma sel embrional
Karsinoma sel embrional
Koriokarsinoma
Disgerminoma
Adenokarsinoma epithelium
musinosum
(Rayburn, 2001).
Klasifikasi lain dari petanda tumor berdasarkan :
a. Produk yang dihasilkan oleh sel tumor itu sendiri (tumor – derived
product).
Berupa antigen onkofetal, yang terdiri dari senyawa-senyawa yang
dihasilkan oleh sel embrio dan sel tumor. Senyawa ini juga dihasilkan oleh
sel normal yang ”undifferentiated” tetapi dalam jumlah yang sangat kecil.
Dan kadar senyawa ini akan meningkat secara bermakna pada penderita
kanker. Contoh : - Carcinoembryonic Antigen (CEA) - Alfa –
Fetoprotein (AFP).
b. Produk yang menyertai proses keganasan (tumor – associated product).
Produk ini merupakan senyawa yang dibentuk secara sekunder sebagai
akibat dari proses keganasan, dan kadarnya juga akan meningkat secara
bermakna pada penderita kanker.Contoh: - Carbohydrate Antigen 19 – 9
(CA 19 – 9)- Cancer Antigen 125 (CA 125)- Ferritin- B2
MicroglobulinNILAI “CUT - OFF values “
NILAI NORMAL
CEA : 0 – 5 ng/mL (CMIA)
AFP : < 13.4 ng/mL (CMIA)
Ca 15-3 : < 31.3 U/mL (MEIA)
Ca 125 : 0 – 35 U/mL (ELFA)
Ca 19-9 : < 37 U/mL (ELFA)
PSA : <= 4 ng/mL (MEIA)
5. Tes patensi tuba
Tes patensi tuba, yaitu tes untuk membuktikan apakah saluran tuba lancar atau
tersumbat sehingga bila tersumbat sekalian dapat dilakukan perbaikan. Dalam
kondisi menstruasi tidak bisa dilakukan tes patensi tuba ini. Pertubasi ( Uji
Rubin ) untuk memeriksa patensi tuba dengan jalan meniupkan gas CO2
melalui kanula / kateter Foley yang dipasang pada kanalis servikalis. Apabila
terdapat patensi tuba : gas akan mengalir bebas ke dalam cavum peritonei,
tekanan gas naik dan bertahan sampai 200 mmHg (sumbatan), tekanan gas 80 –
100 mmHg (patensi tuba).
Pd auskultasi : tiupan gas msk kedlm cavum peritonei spt “bunyi jet”
Nyeri bahu setelah pemeriksaan (pengumpulan gas di bawah diafragma)
Kontra indikasi :
a. Kehamilan
b. Peradangan alat kelamin
c. Perdarahan uterus
d. Kuretase baru dilakukan
Saat pemeriksaan : setelah haid bersih & sebelum ovulasi (hr ke-10 siklus haid).
6. Tujuan Laparotomy, indikasi dan metode-metode operasinya
Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral
yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan
diagnosa.
Indikasi laparoptomy :
Semua kelainan intraabdomen yang memerlukan operasi baik darurat maupun
elektif, seperti Hernia diafragmatika, aneurisma aorta torakolis dan aorta
abdominalis, kelainan oesofagus, kelainan liver, dan kelainan pada alat reproduksi
wanita.
Insisi laparotomy :
a. Midline Epigastric Insision (irisan median atas)
Insisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc.
Xiphoideus hingga 1 cm diatas umbilikus. Kulit, fat subcutan, linea alba, fat
extraperitoneal, dan peritoneum dipisahkan satu persatu. Membuka
peritoneum dari bawah.
b. Midline Subumbilical Insision (irisan median bawah)
Irisan dari umbilikus sampai simfisis, membuka peritoneum dari sisi atas.
Irisan median atas dan bawah dapat disambung dengan melingkari
umbilikus. Peritoneum harus dibuka dengan sangat hati-hati. Cara yang
paling aman adalah membukany adengan menggunakan dua klem artery,
yang dijepitkan dengan sangat hati-hati pada peritoneum. Kemudian
peritoneum diangkat dan sedikit diggoyang-goyang untuk memastikan tidak
adanya struktur dibawahnya yang ikut terjepit. Kemudian peritoneum
diinsisi dengan menggunakan gunting. Insisi diperlebar dengan memasukkan
2 jari kita yang akan dipergunakan untuk melindungi struktur dibawahnya
sewaktu kita membuka seluruh peritoneum. Bila penderita pernah
mengalami laparotomi dengan irisan median, sebaiknya irisan ditambahkan
keatas atau bawah dan membuka peritoneum diatas atau dibawah irisan
lama. Setelah peritoneum terbuka organ abdomen dipisahkan dengan hati-
hati dari peritoneum. Pada kasus emerjensi, lebih baik melakukan irisan
median.
c. Paramedian Insision ”trapp door” (konvensional)
Insisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-
kira 2,5-5 cm dari garis tengah. Insisi dilakukan vertical, diatas sampai
bawah umbilkikus, m.rectus abdominis didorng ke lateral dan peritoneum
dibuka juga 2.5 cm lateral dari garis tengah. Pada irisan dibawah umbilikus
diperhatikan epigastrica inferior yang harus dipisahkan dan diikat.
d. Lateral Paramedian Insision
Adalah modifikasi dari Paramedian Insision yang dikenalkan oleh Guillou et
al. Dimana fascia diiris lebih lateral dari yang konvensional Secara teoritis,
teknik ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan
insisional hernia dan lebih baik dari yang konvensional.
e. Vertical Muscle Splitting Insision (paramedian transrect)
Insisi ini sama dengan paramedian insision konvensional, hanya otot rectus
pada insisi ini dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally) pada 1/3
tengahnya, atau jika mungkin pada 1/6 tengahnya. Insisi ini berguna untuk
membuka scar yang berasal dari insisi paramedian sebelumnya.
Kemungkinan hernia sikatrikalis lebih besar.
f. Kocher Subcostal Insision
Insisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk pembedahan empedu
dan saluran empedu. Insisi dilakukan mulai dari garis tengah, 2,5-5 cm di
bawah Proc. Xiphoideus dan diperluas menyusuri batas costa kira-kira 2,5
cm dibawahnya, dengan memotong muskulus rektus dan otot dinding
abdomen lateral.
g. Irisan McBurney Gridiron – Irisan oblique
Dilakukan untuk kasus Apendisitis Akut Dan diperkenalkan oleh Charles
McBurney pada tahun 1894, otot-otot dipisahkan secara tumpul.
h. Irisan Rocky Davis
Insisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease, irisan ini
lebih kosmetik.
i. Pfannenstiel Insision
Insisi yang popular dalam bidang gynecologi dan juga dapat memberikan
akses pada ruang retropubic pada laki-laki untuk melakukan extraperitoneal
retropubic prostatectomy. Insisi dilakukan kira-kira 5 cm diatas symphisis
Pubis skin crease sepanjang ± 12 cm. Fascia diiris transversal, muskulus
rektus dipisahkan ke lateral dan peritoneum dibuka secara vertikal.
j. Insisi Thoracoabdominal
Insisi Thoracoabdominal, baik kanan maupun kiri, akan membuat cavum
pleura dan cavum abdomen menjadi satu. Dimana insisi ini akan membuat
akses operasi yang sangat baik. Insisi thorakoabdominal kanan biasanya
dilakukan untuk melakukan emergensi ataupun elektif reseksi hepar Insisi
thorakoabdominal kiri efektif jika dilakukan untuk melakukan reseksi dari
bagian bawah esophagus dan bagian proximal dari lambung.
Penderita berada dalam posisi “cork-screw”. Abdomen diposisikan kira-kira
45° dari garis horizontal, sedangkan thorax berada dalam posisi yang
sepenuhnya lateral. Insisi pada bagian abdomen dapat merupakan midline
insision ataupun upper paramedian insision. Insisi ini dilanjutkan dengan
insisi oke spasi interkostal VIII sampai ujung scapula.
Setelah abdomen dibuka, insisi pada dada diperdalam dengan menembus
m.latissimus dorsi, serratus anterior, dan obliquus externus dan
aponeurosisnya. Insisi pada abdomen tadi dilanjutkan hingga mencapai batas
costa
M.Intercostal 8 dipisahkan untuk mencapai cavum pleura. Finochietto chest
retractor dimasukkan pada intercostal 8 dan pelan-pelan di buka. Dan
biasanya kita tidak perlu untuk memotong costa.
Diphragma dipotong melingkar 2 – 3 cm dari tepi dinding lateral toraks
sampai hiatus esofagus untuk menghindari perlukaan n.phrenicus. Pada
akhir operasi dipasang drain toraks lewat irisan lain.
Penutupan dari insisi ini adalah dimulai dengan menjahit diaphragma secara
matras 2 lapis dengan benang non absorbabel, otot dada dan dinding
abdomen dijahit lapis demi lapis.
7. Komplikasi Laparotomy
8. Histerekopi beserta indikasi dan kontraindikasinya
Definisi
Histeroskopi adalah prosedur yang memungkinkan dokter untuk melihat ke dalam
rahim pasien untuk mendiagnosa dan mengobati penyebab perdarahan abnormal.
Histeroskopi dilakukan dengan menggunakan histeroskop, sebuah tabung tipis
bercahaya yang dimasukkan ke dalam vagina untuk memeriksa serviks dan dalam
uterus. Histeroskopi dapat berupa diagnostik maupun operatif.
Klasifikasi
1. Histeroskopi diagnostik
Diagnostik histeroskopi digunakan untuk mendiagnosa masalah rahim. Diagnostik
histeroskopi juga digunakan untuk mengkonfirmasi hasil tes lain, seperti
hysterosalpingography (HSG). HSG adalah pewarna sinar-X uji yang digunakan
untuk memeriksa rahim dan saluran tuba.
Selain itu, histeroskopi dapat digunakan dengan prosedur lainnya, seperti
laparoskopi, atau sebelum prosedur seperti dilatasi dan kuretase (D & C). Dalam
laparoskopi, dokter akan memasukkan endoskop (tabung ramping dilengkapi
dengan kamera serat optik) ke dalam perut pasien untuk melihat bagian uterus,
ovarium dan saluran tuba. Endoskopi yang dimasukkan melalui sayatan dilakukan
melalui atau di bawah pusar Anda.
2. Histeroskopi operatif / terapeutik
Histeroskopi operatif digunakan untuk memperbaiki kondisi abnormal yang telah
terdeteksi selama histeroskopi diagnostik. Jika kondisi abnormal terdeteksi selama
histeroskopi diagnostik, sebuah histeroskopi operasi seringkali dapat dilakukan pada
saat yang sama, menghindari kebutuhan untuk operasi kedua.
Indikasi
1. Diagnostik
a. Evaluasi infertilitas
b. Polip endometrium
c. Leiomyoma uteri
d. Adhesi intraunterin
2. Operatif/ terapeutik
a. Sterilisasi
b. Anomali uteri lainnya
Kontra indikasi
a. Penyakit radang panggul : dapat menyebabkan penyebaran infeksi
b. Profuse uterine bleeding
c. Penyakit jantung
d. Asidosis metabolic
e. Kehamilan
f. Kanker serviks
g. Servikal stenosis
h. Operator yang kurang pengalaman melakukan histeroskopi.
Prinsip Kerja
Prinsip kerja memasukkan alat histeroskopi melalui vagina, leher rahim dan rongga
rahim. Dengan aliran ’’infus normal saline’’ maka rongga rahim akan terbuka,
sehingga histeroskopi melihat isi rongga dan gambar ini disalurkan ke monitor.
Dengan penggunaan infus sebagai media maka organ-organ rahim tidak akan
bersentuhan dengan histerokopi. Sehingga kerusakan akan sangat minimal dan
dokter akan dapat lebih mudah melihat kelainan seperti tumor, polip atau
perdarahan yang menyebabkan sumbatan pada saluran telur yang menyebabkan
kemandulan. Biasanya, pasien perlu diberikan NSAID sebagai penghilang rasa nyeri
yang diminum sebelum dan sesudah histeroskopi, ini untuk mengurangi spasme
atau kontraksi rahim.
9. Salpingoophorocystectomy
Penanganan kista ovarium (salpingo-ooforektomi)
Penanganan terdiri atas pengangkatan tumor. Jika ada operasi tumor sudah
cukup besar sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang normal,
biasanya dilakukan pengangkatan ovarium beserta tuba (salpingo-
ooforektomi). Pada watu pengangkatan kista sedapat-dapatnya diusahakan
mengangkatnya tanpa mengadakan pungsi dahulu, untuk mencegah
timbulnya pseudomiksoma peritonei karena tercecernya isi kista. Jika
berhubung dengan besarnya kista perlu dilakukan pungsi untuk mengecilkan
tumor, lubang pungsi harus ditutup dengan rapi sebelum mengeluarkan
tumor dari rongga perut. Setelah kista diangkat, harus dilakukan
pemeriksaan histologik ditempat-tempat yang mencurigakan terhadap
kemungkinan keganasan. Waktu operasi, ovarium yang lain perlu diperiksa
pula.
10. Penatalaksanaan kista ovarium
Umumnya kista ovarium pada wanita usia subur akan menghilang dengan
sendirinya dalam 1 sampai 3 bulan. Meskipun ada diantaranya yang pecah namun
tidak akan menimbulkan gejala yang berarti. Kista jenis ini termasuk jinak dan tidak
memerlukan penanganan medis.
Kista biasanya ditemukan secara tidak sengaja saat dokter melakukan pemeriksaan
USG. Kebanyakan pasien dengan kista ovarium simple berdasarkan hasil
pemeriksaan USG tidak dibutuhkan pengobatan. Meskipun demikian, pengawasan
tetap harus dilakukan terhadap perkembangan kists ampai dengan beberapa siklus
menstruasi. Bila memang ternyata tidak terlalu bermakna maka kista dapat
diabaikan karena akan mengecil sendiri.
Pendekatan
Jika wanita usia reproduksi yang masih ingin hamil, berovulasi teratur dan tanpa
gejala, dan hasil USG menunjukkan kista berisi cairan, dokter tidak memberikan
pengobatan apapun dan menyarankan untuk pemeriksaan USG ulangan secara
periodic untuk melihat apakah ukuran kista membesar. Pendekatan ini juga menjadi
pilihan bagi wanita pascamenopouse jika kista berisi cairan dan diameternya kurang
dari 5 cm.
Pil Kontrasepsi
Jika terdapat kista fungsional, pil kontrasepsi yang digunakan untuk mengecilkan
ukuran kista. Pemakaian pil kontrasepsi juga mengurangi peluang pertumbuhan
kista.
Pembedahan
Jika kista ovarium tidak menghilang setelah beberapa episode menstruasi, semakin
besar, lakukan pemeriksaan ultrasound, nyeri, pada masa postmenopouse, dokter
harus segera mengangkatnya. Ada 2 tindakan bedah yang utama, yaitu: Laparoskopi
dan Laparatomy.
Pembedahan dimulai dengan teknik pembedahan atau operasi yang dilakukan
dengan membuat lubang kecil 3 buah lubang (berdiameter 5-10 milimeter) di sekitar
perut pasien. Satu lubang pada pusar digunakan untuk memasukkan sebuah alat
yang dilengkapi kamera untuk memindahkan gambar dalam rongga perut ke layar
monitor, sementara dua lubang yang lain untuk peralatan bedah yang lain, misalnya
laser yang akan mengangkat kista ovarium.
DAFTAR PUSAKA
Bigbee W, Herberman RB. Tumor markers and immunodiagnosis. In: Bast RC Jr., Kufe
DW, Pollock RE, et al., editors. Cancer Medicine. 6th ed. Hamilton, Ontario, Canada:
BC Decker Inc., 2003.
De Jong, W., Tumor Ovarium dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
2003:729-730
http://my.clevelandclinic.org/services/hysteroscopy/hic_what_is_hysteroscopy.aspx diakses
pada 1 november 2010
(http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?
fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=22318
Kumar, Robins. Ovarium dalam Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta: EGC.2002 : 390-
393
Kumar, Vinay, Ramzi S. Coltran, et all. Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara. Dalam:
Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC. 2007;19:778-781
Llewellyn-Jones, Derek. Tumor Jinak, Kista, dan Malformasi Traktus Genitalis. Dalam:
Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates. 2001;38:266-268
Mochtar R, 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi ke-2, EGC : Jakarta
Oxorn Harry, 1996. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan, yayasan Essentia
Medica : Yogyakarta
Prawihardjo, sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
prawirado. Hal: 357
Rayburn William F, Carey John C. 2001. Obsetri & Ginekologi.Jakarta: Widya Medika.
Wiknjosastro H. Tumor Jinak Pada Alat Genital Dalam Buku Ilmu Kandungan Edisi 2.,
editor: Saifuddin A.B,dkk. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2005: 345-346
Noni.. aku baru ngedit segini..
Masi banyak yg kurang, sasbel kamu yg komlikasi
laparotomy jg belom terus sama yg kamu ketik wktu
PBL III tut. 1 (analisis masalah dan pembahasan
masalah) jg belom.
Mohon dikoreksi lagi yaa…
Makasi^^