laporan biokim hi

31
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN BLOK HEMATO-IMMUNOLOGY Pemeriksaan Resistensi Osmotik Darah Secara Visual Kelompok : B3 Anggota kelompok : Sofia Kusumadewi G1A010006 Liliana Yeni Safira G1A010019 Ning Maunah G1A010031 Mona Fadhila G1A010043 Febrillia Mutiara S G1A010056 Atep Lutpia P G1A010069 Sania Nadianisa G1A010083 Aria Yusti Kusuma G1A010095 Gretta Ayudha G1A010107 Asisten : Yuditya Dwi Cahya L G1A008024 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: abamvc-muhammad-akbar

Post on 11-Dec-2014

168 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

biokimia darah

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Biokim HI

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERANBLOK HEMATO-IMMUNOLOGY

Pemeriksaan Resistensi Osmotik Darah Secara Visual

Kelompok : B3

Anggota kelompok :

Sofia Kusumadewi G1A010006

Liliana Yeni Safira G1A010019

Ning Maunah G1A010031

Mona Fadhila G1A010043

Febrillia Mutiara S G1A010056

Atep Lutpia P G1A010069

Sania Nadianisa G1A010083

Aria Yusti Kusuma G1A010095

Gretta Ayudha G1A010107

Asisten :Yuditya Dwi Cahya L

G1A008024

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2011

Page 2: Laporan Biokim HI

LEMBAR PENGESAHAN

Pemeriksaan Resistensi Osmotik Darah Cara Visual

Kelompok : B3

Sofia Kusumadewi G1A010006

Liliana Yeni Safira G1A010019

Ning Maunah G1A010031

Mona Fadhila G1A010043

Febrillia Mutiara S G1A010056

Atep Lutpia P G1A010069

Sania Nadianisa G1A010083

Aria Yusti Kusuma G1A010095

Gretta Ayudha G1A010107

Disusun untuk memenuhi persyaratan nilai praktikum biokimia blok HI pada Jurusan Kedokteran FKIK Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Diterima dan disahkanPurwokerto, September 2011

Asisten

Yuditya Dwi Cahya L.G1A008024

Page 3: Laporan Biokim HI

BAB I

PENDAHULUAN

A. JUDUL PRAKTIKUM

Pemeriksaan Resistensi Osmotik Darah Secara Visual

B. TANGGAL PRAKTIKUM

Selasa, 13 September 2011

C. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mahasiswa mampu menyimpulkan hasil pemeriksaan fragilitas eritrosit pada saat

praktikum setelah membandingkannya dengan nilai normal.

2. Mahasiswa memiliki kemampuan untuk memeriksa resistensi osmotik darah

secara visual.

Page 4: Laporan Biokim HI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Teori

A. Bentuk dan ukuran sel-sel darah merah

Sel darah normal, yang tampak pada gambar 1, berbentuk lempeng bikonkaf

dengan diameter rata-rata kira-kira 7,8 mikrometer dan dengan ketebalan 2,5

mikrometer pada bagian yang paling tebal serta1 mikrometer atau kurang di

bagian tengahnya. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 sampai 95

mikrometer kubik (Guyton dan Hall, 2008).

Pada hakikatnya sel darah merah merupakan suatu membran yang

membungkus hemoglobin (protein ini membentuk sekitar 95% protein intrasel sel

darah merah) dan tidak memiliki organel sel misalnya mitokondria, lisosom atau

apparatus golgi. Sel darah merah manusia, seperti sebagian sel darah merah

hewan, tidak berinti(Murray dkk, 2009).

Bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah ketika sel berjalan melalui

kapiler. Sesungguhnya, sel darah merah merupakan suatu ‘kantung’ yang dapat

berubah menjadi berbagai bentuk. Selanjutnya, karena sel yang normal

mempunyai kelebihan membran sel untuk menampung banyak zat di dalamnya,

maka perubahan bentuk tadi tidak akan meregangkan membran secara hebat, dan

sebagai akibatnya, sel tidak akan mengalami rupture, seperti yang terjadi pada

banyak sel lainnya. (Guyton dan Hall, 2008)

Page 5: Laporan Biokim HI

Gambar 1. Bentuk sel darah merah

Sumber : http://ramditaa.blogspot.com/2011/04/sel-darah-merah-eritrosit.html

B.Membran Sel Darah Merah

Membran eritrosit terdiri atas lipid (lipid bilayer), protein membrane integral

dan suatu rangka membran. Sekitar 50 % membrane adalah protein, 40% lemak

dan 10% karbohidrat. Karbohidrat hanya terdapat pada permukaan luar sedangkan

protein dapat di perifer atau integral menembus lipid dua lapis. (Hoffbrand dkk,

2005)

Page 6: Laporan Biokim HI

http://www.msc.univ-paris-diderot.fr/~frgallet/Research_Activities/Research.html

Sel darah merah harus mampu melewati bagian-bagian yang sempit dari

mikrosirkulasi dalam perjalanannya mengelilingi tubuh, terutama saat melewati

sinusoid limpa. Berbagai lipid membrane membantu menentukkan fluiditas

membrane tersebut. Terdapat sejumlah protein sitoskeleton perifer yang melekat

pada bagian dalam membrane sel darah merah. Dan berperan penting dalam

mempertahankan bentuk dan kelenturannya. (Murray dkk, 2009)

Spektrin merupakan protein utama sitoskeleton. Protein ini terdiri dari dua

polipeptida, yaitu spektrin 1 rantai alfa dan spektrin 2 rantai beta. Keduanya

tersususn atas segmen-segmen sebesar 106 asam amino yang tampak melipat dan

membentuk kumparan-kumparan alfa helix untai triple yang disatukan oleh

segmen-segmen non helix. Satu dimer berinteraksi dengan dimer-dimer yang lain

membentuk tetramer pangkal ke pangkal. Brntuk ini akan menghasilkan

fleksibilitas bagi protein. (Murray dkk, 2009)

Ankirin adalah suatu protein berbentuk pyramid yang mengikat spektrin.

Ankirin kemudian berikatan dengan pita 3 yang memperkuat ikatan spektrin pada

membrane. (Murray dkk, 2009)

Page 7: Laporan Biokim HI

Aktin (pita 5) terdapat pada sel darah merah sebagai filament pendek helix

ganda F-aktin. Ekor dimer spektrin berikatan dengan aktin, aktin juga berikatan

dengan protein 4.1 (Murray dkk, 2009)

Protein 4.1 adalah suatu protein globular yang berikatan erat dengan ekor

spektrin di tempat yang dekat dengan lokasi terikatnya aktin, karena itu protein ini

adalah bagian dari komplek triple protein 4.1-spektrin-aktin. Protein 4.1 juga

berikatan dengan protein integral glikoforin a dan c, sehingga melekatkan

kompleks triple pada membrane. Protein 4.1 dapat berinteraksi dengan fosfolipid

sehingga lapisan ganda lipid terhubung dengan sitoskeleton. (Murray dkk, 2009)

http://www.chem.purdue.edu/low/Blood%20Group/Red%20Blood%20Cell

%20Home.htm

C.Daur hidup sel darah merah

Ketika sel darah merah dihantarkan dari sumsum tulang masuk ke dalam

sistem sirkulasi, sel tersebut normalnya akan bersirkulasi rata-rata 120 hari

sebelum dihancurkan. Sistem metabolic dalam sel darah merah yang tua secara

progresif makin kurang aktif, dan sel menjadi semakin rapuh, diduga karena

Page 8: Laporan Biokim HI

proses kehidupannya sudah banyak yang terpakai. Begitu membrane sel darah

merah menjadi rapuh, sel tersebut bisa robek sewaktu melewati tempat-tempat

yang sempit di sirkulasi. (Guyton dan Hall, 2008)

Jika sel darah merah yang mengandung hemoglobin ini pecah, maka akan

segera difagosit oleh sel-sel makrofag di banyak bagian tubuh namun terutama

oleh sel-sel Kupffer hati, makrofag limpa dan makropaf sumsum tulang. Selama

beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi

yang di dapat dari hemoglobin dan menghantarkannya kembali ke dalam darah

dan diangkut oleh transferin ke sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah

baru. (Guyton dan Hall, 2008)

D. Metabolisme Eritrosit

Eritrosit adalah cakram bikonkaf yang fleksibel dengan kemampuan

menghasilkan energi sebagai adenosin trifosfat (ATP) melalui jalur gikolisis

anaerob(Embden Meyerhof) dan menghasilkan kekuatan pereduksi sebagai

NADH melalui jalur ini serta sebagai nikotamida adenine dinukleotida fosfat

tereduksi (NADPH) melalui jalur pintas heksosa monofosfat (hexsose

monophosphate shunt) (Hoffbrand et al, 2005).

Jalur Embden-Meyerhof juga menghasilkan NADH yang diperlukan oleh

enzim methemoglobin reduktase untuk mereduksi methemoglobin (hemoglobin

teroksidasi) yang tidak berfungsi, yang mengandung besi ferri (dihasilkan oleh

oksidasi sekitar 3% hemoglobin setiap hari) menjadi hemoglobin tereduksi yang

aktif berfungsi. 2,3-DPG yang dihasilkan pada pintas Luebering-Rapoport

(Luebering-Rapoport Shunt), atau jalur samping pada jalur ini membentuk suatu

kompleks 1:1 dengan hemoglobin, dan seperti telah disebutkan di atas, penting

dalam regulasi afinitas hemoglobin terhadap oksigen (Hoffbrand et al, 2005).

Jalur Heksosa Monofosfat (pentosa fosfat). Sekitar 5% glikolisis terjadi

melalui jalur oksidatif ini, dengan perubahan glukosa-6-fosfat menjadi 6-fosfo-

glukonat dan kemudian menjadi ribulosa-5-fosfat. NADPH dihasilkan dan

berkaitan dengan glutation yang mempertahankan gugus sulfhidril (SH) tetap utuh

dalam sel, termasuk SH dalam hemoglobin dan membran eritrosit. NADPH juga

Page 9: Laporan Biokim HI

digunakan oleh methemoglobin reduktase lain untuk mempertahankan besi

hemoglobin dalam keadaan Fe2+ yang aktif secara fungsional. Pada salah satu

kelainan eritrosit diturunkan yang sering ditemukan (yaitu defisiensi glukosa-6-

fosfat dehidrogenase (G6PD)), eritrosit sangat rentan terhadap stres oksidasi

(Hoffbrand et al, 2005).

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fragilitas Eritrosit

Ada 2 macam hemolisa, yaitu hemolisa osmotik dan hemolisa kimiawi.

Hemolisa osmotik terjadi karena adanya perubahan yang besar antara tekanan

osmosa cairan di dalam sel darah merah dengan cairan di sekeliling sel darah

merah. Dalam hal ini tekanan osmosa sel darh merah jauh lebih besar daripada

tekanan osmosa di luar sel. Tekanan osmosa di dalam sel darah merah sama

dengan tekanan osmosa larutan NaCl 0.9%. Bila sel darah merah dimasukkan ke

dalam larutan 0.8% belum terlihat adanya hemolisa, tetapi sel darah merah yang

dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0.4% hanya sebagian saja yang megalami

hemolisa, sedangkan sebagian sel darah merah yang lainnya masih utuh.

Perbedaan ini disebabkan karena umur sel darah merah, SDM yang sudah tua,

membran selnya mudah pecah sedangkan SDM muda membran selnya masih

kuat. Bila SDM dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0.3% semua SDM akan

mengalami hemolisa. Hal ini disebut hemolisa sempurna. Larutan yang

mempunyai tekanan osmosa lebih kecil daripada tekanan osmosa ini SDM disebut

larutan hipotonis, sedangkan larutan yang mempunyai tekanan osmosa lebih besar

dari tekanan osmosa isi SDM disebut larutan hipertonis. Suatu larutan yang

mempunyai tekanan osmosa yang sama besar dengan tekanan osmosa isi SDM

disebut larutan isotonis. Sedangkan pada jenis hemolisa kimiawi, SDM dirusak

oleh macam-macam substansi kimia. Dinding SDM terutama terdiri dari lipid dan

protein, membentuk suatu lapisan lipoprotein. Jadi, setiap substansi kimia yang

dapat melarutkan lemak (pelarut lemak) dapat merusak atau melarutkan membran

SDM. Kita mengenal bermacam-macam pelarut lemak, yaitu kloroform, aseton,

alkohol benzen, dan eter. Substansi lain yang dapat merusak membran SDM

Page 10: Laporan Biokim HI

diantaranya adalah bisa ular, bisa kalajengking, garam empedu, saponin,

nitrobenzen, pirogalol, asam karbon, resin, dan senyawa arsen (Asscalbiass, 2011)

Sel penyusun suatu organisme pasti berada dalam suatu cairan yang

mengandung berbagai zat yang diperlukan oleh sel. Cairan tersebut berupa cairan

ekstraseluler yang dapat dibedakan menjadi cairan interstitial dan/atau plasma

darah. Sel pada umumnya berada dalam cairan interstitial, sedangkan eritrosit

berada dalam plasma darah. Membran sel eritrosit seperti hanya membran sel

lainnya tersusun atas lipid bilyer, dan bersifat semipermeabel. Pada kondisi cairan

hipertonis, maka air akan berpindah dari dalam eritrosit ke luar sehingga eritrosit

akan mengalami penyusutan (krenasi). Sebaliknya pada kondisi larutan hipotonis,

maka air akan masuk ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit akan

menggembung yang kemudian pecah (lisis). Kecepatan hemolisis dan krenasi

eritrosit diperngaruhi oleh konsentrasi larutan (Syamsuri 2000).

Page 11: Laporan Biokim HI

BAB III

METODE PRAKTIKUM

Data probandus

Nama : Atep Lutpia Pahlepi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 19 tahun

A. ALAT DAN BAHAN

3. Alat

- Tabung reaksi

- Rak tabung reaksi

- Pipet

- Cavum med

- Spuit

- Kapas

4. Bahan

- Larutan NaCl 0,5%

- Aquades

- Alkohol

Page 12: Laporan Biokim HI

- EDTA

B. TATA URUTAN KERJA

5. Disusun 12 tabung reaksi, dibagi menjadi 2 baris.

6. Diberi nomor urut dari nomor 25,24,23,22,21,20,19,18,17,16,15,14.

7. Dimasukkan NaCl 0,5% dengan jumlah tetes sesuai nomor tabung.

8. Ditambahkan aquades sehingga tiap tabung berjumlah 25 tetes, misalnya : 22 tetes

NaCl 0,5% + 3 tetes aquades.

9. Dihomogenkan larutan sehingga konsentrasi NaCl berubah menghitung dengan

rumus V1M1 = V2M2, konsentrasi tabung menjadi 0,5%, 0,48%, 0,46%, 0,44%,

0,42%, 0,40%, 0,38%, 0,36%, 0,34%, 0,32%, 0,30%, 0,28%.

10. Diambil sampel darah, kemudian ditambah EDTA (whole blood) tiap tabung

diberi 1 tetes darah.

C. NILAI NORMAL

Permulaan lisis : 0,42% - 0,46%

Hemolisis sempurna : 0,32% - 0,36%

V1M1 = V2M2 16 tetes nacl+9 akua. Brp % larutan?

16. 0,6=25.?

Page 13: Laporan Biokim HI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Hasil pengamatan:

a. Konsentrasi permulaan lisis : 0,44 %

b. Konsentrasi hemolisis sempurna : 0,36%

Gambar Hasil Praktikum

Page 14: Laporan Biokim HI

Interpretasi :

a. Konsentrasi permulaan lisis : normal

b. Konsentrasi hemolisis sempurna : normal

B. PEMBAHASAN

Praktikum biokimia pada blok Hemato-Imunologi (HI) melakukan

pemeriksaan fragilitas eritrosit dengan menggunakan metode daya tahan osmotik

cara visual. Secara sederhana fragilitas bisa berarti kerapuhan. Uji fragilitas osmotic

eritrosit (juga disebut resistensi osmotik eritrosit) dilakukan untuk mengukur

kemampuan eritrosit menahan terjadinya hemolisis (destruksi eritrosit) dalam larutan

yang hipotonis.

Sampel darah yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel whole blood atau

darah penuh. Sampel darah yang sudah diambil dari probandus sebanyak 3 cc

menggunakan spuit dimasukkan ke dalam vacum med yang sudah diberi

antikoagulan agar sampel darah tidak mengalami pembekuan.

Tekanan osmosa isi cairan di dalam sel darah merah sama dengan tekanan

osmosa larutan NaCl 0,9%. Apabila SDM dimasukkan ke dalam larutan yang

isotonis maka membrane SDM tetap utuh atau tidak mengalami kerusakan. Secara

teori membran sel darah merah akan mengalami hemolisis atau pemecahan pada

Page 15: Laporan Biokim HI

larutan yang bersifat hipotonis daripada membran sel darah merah. Hemolisis akan

terjadi apabila tekanan osmosa isi cairan di dalam sel darah merah lebih besar

daripada tekanan osmosa cairan di sekeliling sel. Praktikum ini menggunakan larutan

NaCl 0,5%, untuk itu agar diperoleh konsentrasi NaCl yang lebih hipotenis

diperlukan pengenceran dengan menggunakan aquades. Pengenceran larutan NaCl

ini supaya ditemukan konsentrasi NaCl yang menyebabkan permulaan lisis dan

hemolisis sempurna.

Berdasarkan hasil pengamatan, permulaan lisis terjadi pada tabung dengan

konsentrasi 0,44%. Oleh karena itu, permulaan lisis dapat dikatakan normal karena

berada dalam rentang konsentrasi yang normal yaitu pada konsentrasi NaCl 0,42%-

0,46%.

Sedangkan untuk pengamatan hemolisis sempurna terjadi pada konsentrasi

0,36% karena sel darah merah terlihat tersebar atau mengalami fragilitas pada

konsentrasi tersebut. Apabila dibandingkan dengan nilai normal, hemolisis sempurna

dapat dikatakan normal karena nilai normal hemolisis sempurna adalah pada

konsentrasi NaCl 0,32%-0,36%.

Walaupun hasil praktikum yang menunjukkan bahwa permulaan lisis dan

hemolisis sempurna dinyatakan normal tetapi ketika praktikum masih ditemukan

beberapa kesalahan sehingga hasil praktikum belum bisa dinyatakan valid.

Kesalahan yang mungkin terjadi diantaranya :

1. Kurang telitinya praktikan dalam mengukur bahan-bahan. Ketika praktikann

mengambil larutan NaCl sesuai tetes nomor tabung dan aquades sehingga volumenya

menjadi 25 tetes dilakukan oleh tiga orang yang berbeda dan pipet yang berpeda pula

sehingga dirasa kurang valid jumlah volume pada tabung, hal ini juga dibuktikan

ketika tabung diletakkan di rak tabung reaksi dan dilihat dengan mata tinggi volume

larutan tidak sama.

2. Praktikan kurang berhati-hati dalam meneteskan sampel whole blood, karena pada

tabung nomor 22 tetesan darah mengenai dinding tabung. Sehingga pada tabung

nomor 22 eritrosit tidak mengalami fragilitas.

3. Kesalahan dalam penyimpanan tabung, karena praktikan banyak berjumlah

sembilan mungkinrak tabung reaksi sedikit bergoyang.

Page 16: Laporan Biokim HI

Kesalahan dalam penafsiran pada tabung reaksi, hal ini terjadi karena

praktikan baru pertama kali melakukan praktikum fragilitas eritrosit dan belum dirasa

matang dalam menafsirkan.

C. APLIKASI KLINIS

Fragilitas eritrosit bisa meningkat dan menurun. Hal tersebut terjadi karena

adanya gangguan pada eritrosit baik dari struktur maupun membran . Pada kasus

penurunan fragilitas bisa terjadi :

a. Polisitemia vera (PV)

Adalah suatu penyakit kelainan pada sistem mielopoliferatif di mana terjadi

klon abnormal pada hemopoietik sel induk dengan peningkatan sensitivitas pada

growth factor yang berbeda untuk terjadinya maturasi yang berakibat

meningkatnya banyak sel (Sudoyo,2009).

Sel darah yang abnormal ini tidak memerlukan eritopoietin untuk proses

pematangannya. Di dalam sirkulasi darah tepi PV didapati peningkatan

hematokrit yang manggambarkan peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap

plasma >49% pada wanita dan >52% pada pria serta peningkatan eritrosit

total(Sudoyo,2009) (Sudoyo,2009).

Permasalahan muncul berkaitan dengan masa eritrsit,basofil, dan trombosit

yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sum-

sum tulang(Sudoyo,2009).

Gejala awal penyakit adalah pusing, telinga berdenging, mudah lelah,

gangguan daya ingat, pengelihatan, dan sesak nafas. Gejala akhir nya pasien PV

mengalami perdarahan atau trombosis. Komplikasi lain peningkatan asam urat

dalam darah. Sekitar 30% gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali.

Pada fase ini terjadi kegagalan sumsum tulangdan pasien menjadi anemia berat,

kebutuhan transfusi meningkat, liver dan limpa membesar(Sudoyo,2009).

Pengobatan yang dapat dilakukan adalah Flebotomi untuk mempertahankan

jumlah hematokrit agar mencegah timbulnya hiperviskositas, selain itu

Page 17: Laporan Biokim HI

kemoterapi biologi (sitokin) yang bertujuan untuk mengontrol trombositopenia

(Sudoyo,2009).

b. Post splenektomi

Splenoktomi adalah operasi pengangkatan limpa yang menjadi pengobatan

utama ada pasien hipersplenisme primer. Tindakan ini diambil bila pada

pemeriksaan sumsum tulang hasilnya normal atau hiperseluler. Selain karena

trauma, tumor limpa, atau penyakit kimpa primer, tindakan splenektomi biasanya

dilakukan pada pasien anemia karena kelaian bentuk eritrosit, kelainan

hemoglobin dan pada keadaan trombositopeni sehingga penghancuran eritrosit

dan dan trombosit berkurang atau terhambat. Karena itu tinadakan splenektomi

dapat dilakukan sebagai pilihan terkahir pengobatan penyakit-penyakit hipertensi

portal, leukimia, dan limfoma (Sudoyo,2009).

Pengangkatan limpa dapat menyebabkan terjadinya infeksi bakteri atau sepsis

terutama 1 sampai 3 bulan setelah operasi. Setelah pengangkatan limpa terjadi

kenaikan cepat jumlah trombosit yang disertai jumlah eritrosit (Sudoyo,2009).

Kemudian untuk kasus peningkatan fragilitas dapat mengakibatkan :

a. Anemia Hemolitik Autoimun

Anemia hemolitik autoimun (Autoimmune Hemolytic Anemia, AIHA)

merupakan kelainan darah yang didapat, dimana autoantibodi IgG yang dibentuk

terikat pada membran sel darah merah (SDM). Antibodi ini biasanya berhadapan

langsung dengan komponen dasar dari sistem Rh dan sebenarnya dapat terlihat

pada sel darah merah semua orang.

Klasifikasi AIHA adalah sebagai berikut :

1. Warm-antibody immunohemolytic anemia

- Idiopatik : > 50% kasus

- Limfoma : leukimia limfositik kronik, limfoma nonHodgkin, dan penyakit

Hodgkin

- Lupus eritematosus sistemik (LES) dan penyakit kolagen vaskuler lainnya

Page 18: Laporan Biokim HI

- Obat-obatan

a. Tipe α metildopa (autoantibodi pada antigen Rh)

b. Tipe penisilin (hapten stabil)

c. Tipe kuinidin (hapten tak stabil)

- Pasca infeksi virus

- Tumor-tumor lainnya (jarang)

2. Cold-antibody immunohemolytic anemia

- Penyakit cold-aglutinin

a. Akut : infeksi mikoplasma, infeksi mononukleosis

b. Kronik : idopatik, limfoma

- Paroxymal cold hemoglobinuria

Manifestasi Klinis

Anemia ini bervariasi dari yang ringan sampai berat (mengancam jiwa).

Pasien mengelu fatig dan keluhan ini dapat terlihat bersama dengan angina atau

gagal jantung kongestif. Pada pemeriksaan fisik, biasanya dapat ditemukan

ikterus dan splenomegali. Apabila pasien mempunyai penyakit dasar seperti LES

atau leukimia limfositik kronik, gambaran klinis penyakit tersebut dapat terlihat.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dapat menemukan kadar Hb yang bervariasi dari

ringan sampai berat (Ht<10%). Retikulositosis dan sferositosis biasanya dapat

terlihat pada pemeriksaan apusan darah tepi. Pada kasus dengan hemolisis berat,

penekanan oada sumsum tulang dapat mengakibatkan sel darah merah yang

terpecah-pecah. Sekitar 10% dari seluruh pasien AIHA terjadi bersama-sama

dengan immune trombositopenia (sindrom Evan). Tes Coombs langsung positif

dan tes Coombs tak langsung dapat positif atau negatif.

Penatalaksanaan

Page 19: Laporan Biokim HI

Terapi inisial dengan menggunakan prednison 1-2 mg/kgBB/hari dalam dosis

terbagi. Jika terjadi anemia yang mengancam hidup, transfusi darah harus

diberikan dengan hati-hati. Keputusan untuk melakukan transfusi harus melalui

konsultasi dengan ahli hematologi terlebih dahulu.

Apabila prednison tidak efektif dalam menanggulangi kelainan ini, atau

penyakit mengalami kekambuhan dalam periode taperingoff (penurunan dosisi

secara bertahap) dari prednison, maka dianjurkan untuk melakukan splenektomi.

Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan

berbagai jenis obat imunosupresif.

Imunoglobulin dosis tinggi intravena (500 mg/kgBB/hari selama 1-4 hari)

mungkin mempunyai efektifitas tinggidalam mengontrol hemolisis. Namun efek

pengobatan ini hanya sebentar (1-3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan

demikian pengobatan ini hanya digunakan pada situasi gawat darurat dan bila

pengobatan dengan prednison merupakan kontraindikasi.

Prognosis

Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik. Splenektomi

seringkali dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya.

Page 20: Laporan Biokim HI

BAB V

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil pengamatan, permulaan lisis terjadi pada tabung dengan

konsentrasi 0,44%. Oleh karena itu, permulaan lisis dapat dikatakan normal

karena berada dalam rentang konsentrasi yang normal yaitu pada konsentrasi

NaCl 0,42%-0,46%.

2. Sedangkan untuk pengamatan hemolisis sempurna terjadi pada konsentrasi

0,36% karena sel darah merah terlihat tersebar atau mengalami fragilitas pada

konsentrasi tersebut. Apabila dibandingkan dengan nilai normal, hemolisis

sempurna dapat dikatakan normal karena nilai normal hemolisis sempurna

adalah pada konsentrasi NaCl 0,32%-0,36%.

3. Kelainan pada sel darah merah dapat mengakibatkan berbagai macam

penyakit. Pada kasus penurunan fragilitas sel darah merah bisa terjadi

Polisitermia vera (PV) dan Post splenektomi, sedangkan peningkatan fragilitas

eritrosit dapat mengakibatkan AIHA (Autoimmune Hemolytic Anemia).

Page 21: Laporan Biokim HI

DAFTAR PUSTAKA

Asscalbiass. 2011. Buku Panduan Praktikum Biokimia Kedokteran Blok Hemato

Immunology. Purwokerto. Hlm. 10-12

Bahasoan, Yusuf. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Guyton, Arthur C, dan Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :

EGC.

Hoffbrand, AV, Pettit JE, Moss PAH. 2002. Kapita selekta hematologi Edisi empat

Jakarta: EGC. Hlm 1,15-17.

Murray, Robert K., Daryl K. Granner, dan Victor W. Rodwell. 2009. Biokimia Harper

Edisi 27. Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralle.2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC

Sudoyo Aru, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti

Setiati.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Syamsuri, Istamar, dkk.2000. Biologi 2000 2B SMU Kelas 2. Jakarta: Erlangga

Page 22: Laporan Biokim HI
Page 23: Laporan Biokim HI