kti lengkap - for merge.pdf
TRANSCRIPT
i
i
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN TERMOREGULASI:
PENINGKATAN SUHU TUBUH PADA PASIEN TYPHOID
DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD GENTENG
BANYUWANGI
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH : DIAN PRASTIWI
14.401.11.023
AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2014
ii
ii
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN TERMOREGULASI:
PENINGKATAN SUHU TUBUH PADA PASIEN TYPHOID
DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD GENTENG
BANYUWANGI
Diajukan kepada
Program Studi Diploma III Keperawatan
Akademi Kesehatan Rustida
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
Dalam menyelesaikan program Ahli Madya Keperawatan
OLEH :
DIAN PRASTIWI
14.401.11.023
AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2014
iii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Oleh : Dian Prastiwi
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN
TERMOREGULASI : PENINGKATAN SUHU
TUBUH PADA PASIEN TYPHOID DI RUANG
PENYAKIT DALAM RSUD GENTENG
BANYUWANGI
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah pada
Tanggal : 28 Juni 2014.
Oleh :
Pembimbing
Sayektiningsih, SST.,MM.
NIK : 200603.02
Mengetahui
AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
Direktur,
Anis Yuliastutik, S. Kep., Ns., M.Kes.
NIK : 200603.01
iv
iv
v
v
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul: “ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN TERMOREGULASI : PENINGKATAN SUHU TUBUH PADA
PASIEN TYPHOID DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD GENTENG
BANYUWANGI ” ini adalah Karya Tulis Ilmiah saya sendiri dan bebas plagiat,
serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan orang lain untuk
memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai
acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya tulis ilmiah ini,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan
(Permendiknas No. 17 tahun 2010).
Krikilan, 28 Juni 2014
Yang menyatakan,
Dian Prastiwi
14.401.11.023
Mengetahui,
Pembimbing
Sayektiningsih SST.,MM
NIK: 200603.02
vi
vi
Motto :
Orang hebat tidak
dihasilkan melalui
kemudahan, kesenangan
atau kenyamanan. Tapi
mereka dibentuk melalui
kesukaran, tantangan dan
air mata
vii
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T berkat rahmat, taufik dan
hidayahnya Karya Tulis ilmiah ini dapat saya selesaikan dengan baik. Karya Tulis
Ilmiah ini saya persembahkan untuk :
1. Kedua orang tuaku Pak Timbul dan Ibu Kusmiati yang telah memberikan
dukungan baik materi maupun moril yang tidak akan terganti oleh apapun,
serta do’a yang selalu beliau panjatkan untukku selama penyelesaian
Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Kakakku Kusuma Danu yang telah memberikan dukungan dan Do’a dalam
penyelesaian Karya Tulis Ilmiah.
3. Semua keluarga besarku yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang
telah memberikan do’a dan support dalam penyelesaian Karya Tulis
Ilmiah.
4. Sahabat-sahabat ku yang selama ini menemaniku selama 3 tahun dan
melewati susah senang selama penyelesaian Karya Tulis Ilmiah Linur,
Fina, Eka, Mbk Sofi.
5. Teman – teman seperjuangan dan semua pihak yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan memberi dorongan dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Almamater ku AKPER RUSTIDA.
viii
viii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena hanya
dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah penelitian dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN TERMOREGULASI : PENINGKATAN SUHU TUBUH
PADA PASIEN TYPHOID DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD
GENTENG BANYUWANGI ” dapat terselesaikan dengan baik sebagai
persyaratan Akademik untuk menyusun KTI dalam rangka menyelesaikan
Program Studi DIII Keperawatan di Akademi Kesehatan Rustida.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, baik materi, moral maupun spiritual. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Anis Yuliastutik S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Direktur Akademi
Kesehatan Rustida
2. Bapak Aripin S.Kep.,Ns Selaku Kepala Prodi D-III Keperawatan Akademi
Keshatan Rustida
3. Ibu Sayektiningsih SST.,MM dan selaku Pembimbing Karya Tulis Ilmiah
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tekun dan
sabar dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Ibu Firdawsyi Nuzula S.Kp selaku Pembimbing Asuhan Keperawatan
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tekun dan
sabar dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
ix
ix
5. Ibu Sri Widodo Yuliati, S.Kep.,Ns beserta staf perawat di Ruang Penyakit
Dalam RSUD Genteng yang memberikan ijin kepada penulis untuk
melalukan studi kasus dan telah memberikan bimbingan serta pengarahan
dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
6. Semua Dosen Program Studi D-III Keperawatan Akademi Kesehatan
Rustida yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis sebagai bekal
dalam pembuatan KaryaTulis Ilmiah ini.
7. Bapak, ibu, kakak ku dan seluruh keluarga yang telah memberikan
dorongan dan do’a untuk keberhasilan ini.
8. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan Rustida yang
telah banyak memberikan ilmu kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu saran dan kritik demi perbaikan sangat penulis harapkan. Dan
semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca
serta perkembangan ilmu keperawatan pada umumnya.
Krikilan, 28 Juni 2014
Dian Prastiwi
14.401.11.023
x
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN ORISINALITAS ......................................................................... v
MOTTO............................................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan
1. Tujuan umum ..................................................................................... 3
2. Tujuan khusus .................................................................................... 3
D. Sistematika penulisan ............................................................................... 4
E. Pengumpulan data .................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Typhoid
1. Definisi Typhoid ................................................................................ 5
2. Etiologi Typhoid ................................................................................ 5
3. Patofisiologi Typhoid ......................................................................... 6
4. Pathway ............................................................................................... 8
5. Manifestasi Klinis Typhoid ................................................................ 9
6. Pemeriksaan penunjang....................................................................... 10
7. Penatalaksanaan .................................................................................. 11
8. Komplikasi Typhoid ........................................................................... 13
B. Konsep hipetermi
1. Definisi hipetermi ............................................................................... 14
2. Tipe demam ........................................................................................ 15
xi
xi
C. Konsep Asuhan keperawatan
1. Pengkajian .......................................................................................... 16
2. Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 17
3. Pemeriksaan penunjang....................................................................... 22
4. Penatalaksanaan .................................................................................. 23
5. Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 24
6. Intervensi Keperawatan....................................................................... 28
7. Implementasi keperawatan .................................................................. 35
8. Evaluasi keperawatan .......................................................................... 36
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian ................................................................................................. 37
B. Diagnosa ................................................................................................... 48
C. Intervensi ................................................................................................... 52
D. Implementasi ............................................................................................. 56
E. Evaluasi ..................................................................................................... 59
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian ................................................................................................. 80
B. Diagnosa keperawatan .............................................................................. 81
C. Intervensi ................................................................................................... 82
D. Implementasi ............................................................................................. 83
E. Evaluasi ..................................................................................................... 84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 86
B. Saran ......................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 89
LAMPIRAN
xii
xii
LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Persetujuan Menjadi pasien
Lampiran 2: Informed Consen
Lampiran 3: Lembar Pengesahan
Lampiran 4: Lembar Konsultasi
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Angka kejadian demam typhoid diketahui lebih tinggi pada Negara
berkembang khususnya didaerah tropis sehingga tak heran jika demam
typhoid banyak ditemukan di Indonesia (Smeltzer, 2001). Di daerah endemic,
transmisi terjadi melalui air yang tercemar salmonella typhi sedangkan
makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering di
daerah nonendemik (Mansjoer, 2000). Salmonella typhi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang menyebabkan peningkatan suhu tubuh (demam) yang
berkepanjangan (Haryono, 2012).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 16-33
juta kasus demam typhoid di seluruh dunia dengan kejadian 500-600 ribu per
kasus kematian tiap tahun (R, Aden, 2010). Berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2010 demam typhoid juga menempati urutan ke-3 dari 10
penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu
sebanyak 41.081 kasus, yang meninggal 274 orang dengan Case Fatality Rate
sebesar 0,67 %. Berdasarkan sumber dari RSUD Genteng Kabupaten
Banyuwangi penderita demam typhoid pada tahun 2009 sebanyak 458, pada
2
tahun 2010 sebanyak 601 dan tahun 2011 sebanyak 301 (Dinkes Banyuwangi
2011).
Kuman Salmonella thypi masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi akan masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid
kuman salmonella typhi berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,
kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu
(Haryono,2012). Pada minggu pertama terjadi hyperplasia (pembesaran sel-
sel) plak player, disusul minggu kedua terjadi nekrosis dalam minggu ketiga
terjadi ulserasi plak player selanjutnya minggu keempat terjadi penyembuhan
dengan menimbulkan jaringan parut (Suratun, 2012). Ulkus dapat
menyebabkan perdarahan sampai perforasi usus. Hepar, kelenjar mesenterikal
dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan
gejala saluran cerna karena kelainan pada usus halus (Dermawan, 2010 ).
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam typhoid
pemberiaan antibiotic, istirahat/bedrest untuk mencegah komplikasi dan diet
pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai tingkat kesembuhan (Mansjoer, 2000).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya adalah
bagaimanakah Asuhan Keperawatan Gangguan Termoregulasi : Peningkatan
3
Suhu Tubuh Pada Pasien Dengan Thypoid Di Ruang Penyakit Dalam Di
RSUD Genteng Tahun 2014.
C. Tujuan :
a. Tujuan umum : Mahasiswa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan
Dengan Peningkatan Suhu Tubuh Pada Pasien Typhoid Di Ruang Penyakit
Dalam RSUD Genteng tahun 2014.
b. Tujuan khusus :
Mahasiswa mampu:
1) Melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan Dengan Peningkatan
Suhu Tubuh Pada Pasien Typhoid Di Ruang Penyakit Dalam Di RSUD
Genteng Tahun 2014
2) Merumuskan diagnosa Asuhan Keperawatan Dengan Peningkatan
Suhu Tubuh Pada Pasien Typhoid Di Ruang Penyakit Dalam Di RSUD
Genteng Tahun 2014
3) Merencanakan tindakan keperawatan Asuhan Keperawatan Dengan
Peningkatan Suhu Tubuh Pada Pasien Typhoid Di Ruang Penyakit
Dalam Di RSUD Genteng Tahun 2014
4) Mengimplementasikan rencana Asuhan Keperawatan Dengan
Peningkatan Suhu Tubuh Pada Pasien Typhoid Di Ruang Penyakit
Dalam Di RSUD Genteng Tahun 2014
5) Mengevaluasi Asuhan Keperawatan Dengan Peningkatan Suhu Tubuh
Pada Pasien Typhoid Di Ruang Penyakit Dalam Di RSUD Genteng
Tahun 2014
4
D. Sistematika Penulisan
Meliputi :
1. Bagian awal terdiri : halaman sampul, kata pengantar, daftar isi
2. Bagian inti terdiri :
Bab 1 pendahuluan : latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sistematika
penulisan, pengumpulan data.
Bab 2 Tinjauan kepustakaan : konsep medis typhoid abdominalis , konsep
asuhan keperawatan typhoid abdominalis, dan kebutuhan dasar manusia
tentang termoregulasi (hipetermi).
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Yaitu dengan cara mengamati langsung keadaan klien melalui
pemeriksaan fisik secara inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi pada
pasien typhoid untuk mendapatkan data objektif.
2. Wawancara
Yaitu pengumpulan data dengan melakukan komunikasi lisan yang
didapat secara langsung dari klien (autonamnesa) dan keluaraga
(alloanamnesa) untuk mendapatkan data subjektif.
3. Studi dokumentasi
Yaitu pengumpulakan data yang didapatkan dari buku status kesehatan
klien yaitu meliputi catatan medic yang berhungan dengan klien.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep typhoid abdominalis
1. Definisi typhoid abdominalis
Typhoid fever (typhus abdominalis, enteric fever) adalah infeksi
yang disebabkan salmonella enteric, khususnya turunannya yaitu
salmonella typhi, paratyphi A, paratyphi B and paratyphi C pada saluran
pencernaan terutama menyerang bagian saluran pencernaan
(Suratun,2012).
Typhoid adalah penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Padila, 2013).
2. Etiologi typhoid abdominalis
Etiologi menurut Haryono, 2012. Demam typhoid timbul akibat dari
infeksi oleh bakteri golongan salmonella yang memasuki tubuh melalui
saluran pencernaan.
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam
antigen:
1) Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida)
2) Antigen H (flagella)
6
3) Antigen V1 dan protein membrane healin
b. Salmonella parathypi A
c. Salmonella parathypi B
d. Salmonella parathypi C
e. Feces dan urine dari penderita typhoid
3. Patofisiologi typhoid abdominalis
Penularan salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu: food (makanan), fingers (jari tangan/kuku),
fomitus (muntah), fly (lalat) dan melalui feses. Feses dan muntah pada
penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella tyhpi kepada orang
lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang dikonsumsi oleh orang sehat (Dermawan,
2010). Apabila orang kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan tercemar kuman salmonella thypi masuk ke
tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman salmonella thypi
masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi akan masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid (Haryono, 2012). Jika respon imunitas humoral
mukosa (IgA) usus berkurang baik maka basil salmonella typhi akan
menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya ke lamina propia dan
berkembang biak di jaringan limfoid plak payeri di ileum distal dan
kelenjar getah bening mesenterika jaringan limfoid plak payeri dan getah
bening mesenterika mengalami hyperplasia (Suratun, 2010). Di dalam
7
jaringan limpoid kuman salmonella typhi berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial (Haryono, 2012). Hati
membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfoid, zat plasma dan sel
mononuclear, serta terdapat nekrosis fokal dan pembesaran limpa
(splenomegali). Di organ ini kuman salmonella typhi berkembang biak dan
masuk sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia kedua disertai tanda
dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental dan koagulasi)
(Suratun,2010). Endotoksin salmonella typhi berperan dalam proses
inflamasi local pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak.
Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan
zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi
demam (Mansjoer, 2000).
8
4. PATHWAY
air dan makanan yang mengandung kuman salmonella typhi
Lambung
Usus halus Peradangan pada usus
Masuk ke saluran pencernaan
Respon imunitas humoral mukosa
(IgA) usus kurang baik
S. typhi menembus sel-sel epitel
S. typhi berkembang biak di limfoid
Plak payeri mengalami hiperplasia
Hepatomegali dan splenomegali
nyeri
bakterimia
reaksi peradangan
pelepasan zat pirogen
pusat termogulasi tubuh
Hepetermi
Mual muntah
Demam
Anoreksia
Intake tidak adekuat
Resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Diare
Output berlebihan
Resiko deficit volume
cairan
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
9
5. Manifestasi Klinis typhoid abdominalis
Masa inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya
adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit
tidaklah khas, berupa:
a. Anoreksia
b. Rasa malas
c. Sakit kepala bagian depan
d. Nyeri otot
e. Lidah kotor
f. Gangguan perut (perut meragam dan sakit) (Haryono, 2012)
Tanda dan gejala menurut Dermawan, 2010.
Tanda :
a. Demam : khas (pelana kuda); demam 3 minggu, sifat febris remitten
dan suhu tidak seberapa tinggi. Minggu I : suhu meningkat setiap hari,
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam
hari. Minggu II pasien terus berada dalam keadaan demam. Minggu III
suhu tubuh berangsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan saluran pencernaan : mulut nafas berbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih (coated tongue),
ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, anoreksia, mual dan
perasaan tidak enak diperut. Abdomen kembung (meteorism),
10
hepatomegali dan splenomegali disertai nyeri tekan perabaan. Biasa
disertai konstipasi, kadang normal, dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran: kesadaran menurun yaitu apatis sampai
samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
d. Nyeri otot dan kepala.
e. Bintik merah pada kulit (reseola) akibat emboli basil dalam kapiler
kulit.
f. Epistaksis.
Gejala :
Prodormal : tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing tidak
bersemangat.
6. Pemeriksaan Penunjang typhoid abdominalis
Pemeriksaan laboratorium meliputi:
a. Pemeriksaan darah tepi: dapat ditemukan leucopenia, limfositosis
relative, aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b. Biakan empedu: basil salmonella typhii ditemukan dalam darah
penderita biasanya dalam minggu pertama sakit.
c. Pemeriksaan SGOT dan SGPT pada demam typhoid sering kali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid
(Haryono, 2012).
11
d. Pemeriksaan widal
Hasil pemeriksaan test widal dianggap positif mempunyai arti klinis
sebagai berikut menurut Harti, 2010 :
a. Titer antigen O sampai 1/80 pada awal penyakit berarti suspek
demam typhoid, kecuali pasien yang telah mendapat vaksinasi.
b. Titer antigen O diatas 1/160 berarti indikasi kuat terhadap demam
typhoid.
c. Titer antigen H sampai 1/40 berarti suspek terhadap demam
typhoid kecuali pada, pasien yang divaksinasi jauh lebih tinggi.
d. Titer antigen H diatas 1/80 memberi indikasi adanya demam
typhoid.
e. Pemeriksaan urine, didapatkan proteinurine ringan (<2 gr/liter) dan
leukosit dalam urine.
f. Pemeriksaan tinja, kemungkinan terdapat lendir dan darah karena
terjadi pendarahan usus dan perforasi. Biakan tinja untuk menemukan
salmonella typhi dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan
urine pada minggu ketiga dan keempat.
g. Pemeriksaan radiologi, pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada
kelainan atau komplikasi akibat demam typhoid (Suratun, 2010).
7. Penatalaksanaan typhoid abdominalis
Pengobatan atau penatalaksanaan pada penderita typhoid menurut
Suratun,2010:
12
a. Bed rest untuk mencegah komplikasi dan mempercepat kesembuhan.
Minimal 7 hari bebas demam/±14 hari. Mobilisasi bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. Tingkatkan hygiene perseorangan,
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh
pasien. Ubah posisi minimal 2 jam untuk menurunkan resiko terjadi
decubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil
perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi
urine, isolasi penderita dan desinfeksi pakaian.
b. Diet dan terapi penunjang. Diet makanan harus mengandung cukup
cairan dan tinggi protein, serta rendah serat. Diet bertahap mulai dari
bubur saring, bubur kasar hingga nasi. Diet tinggi serat akan
meningkatkan kerja usus sehingga resiko perforasi usus lebih tinggi.
c. Pemberian anti biotik, anti radang, anti inflamai dan anti piretik
1) Pemberian anti biotik
a) Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari, oral selama 10 hari.
b) Kotrimoksazol 6 mg/kgbb/hari, IV atau IM sekali sehari selama
5 hari.
c) Seftriakson 80 mg/kgbb/hari, oral dibagi dalam 2 dosis selama
10 hari.
d) Untuk anak pilihan antibiotik yang utama adalah kloramfenikol
selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan kuman
serta waktu perawatan dipersingkat.
13
2) Anti radang (anti inflamasi). Kortikosteroid diberikan pada kasus
berat dengan gangguan kesadaran. Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari
IV, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
3) Anti piretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol.
4) Anti emetic untuk menurunkan keluhan mual dan muntah pasien.
8. Komplikasi typhoid abdominalis
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien typhoid menurut Suratun, 2010:
a. Komplikasi intestinal meliputi perdarahan usus, perforasi usus, ileus
paralitik intestinal:
1) Perdarahan usus. Bila perdarahan yang terjadi banyak dan berat
dapat terjadi melena disertai nyeri perut dengan gejala-gejala
rejatan.
2) Perforasi usus. Biasanya dapat timbul pada ileus di minggu ketiga
atau lebih. Merupakan komplikasi yang sangat serius terjadi 1-3%
pada pasien terhospitalisasi.
3) Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi atau tanpa perforasi usus
dengan ditemukannya gejala akut abdomen, yaitu nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
b. Komplikasi ekstraintestinal meliputi:
1) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,
sepsis), miokarditis, thrombosis dan tromboflebotis.
2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau
koagulasi intravascular diseminata, dan sindrom uremia hemilitik
14
3) Komplikasi paru-paru: pneumonia, empiema dan pleuritis
4) Komplikasi hepar: hepatitis
5) Komplikasi ginjal: glomerolonefritis, pielonefritis dan perinefritis
6) Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artilitis
7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningitis, polyneuritis
perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia.
B. Konsep Hipertermi
Pemenuhan kebutuhan dasar manusia ada beberapa macam, diantaranya
yaitu kebutuhan keamanan atau perlindungan salah satunya yaitu hipertermi
atau demam. Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
normal (NANDA, 2012). Menurut Maryunani (2010), demam (hipertermi)
adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya, dan
merupakan gejala dari suatu penyakit. Sebagian besar demam berhubungan
dengan infeksi yang dapat berupa infeksi lokal atau sistemik.
Tanda klinis dari demam
1. Denyut jantung meningkat
2. Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat
3. Menggigil
4. Pucat, kulit dingin (selama fase menggigil)
5. Kulit kemerahan dan hangat
6. Mengeluh merasa dingin (selama fase menggigil)
7. Bulu roma berdiri pada kulit (selama fase menggigil)
15
Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain:
1. Demam septic
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari
dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai
keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun
ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septic.
3. Demam intermiten
Suhu baan dapat turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam
satu hari. Bila demam seperti ini terjadi selama dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan
demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula.
16
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan
toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan
pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya
untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain:
ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan
fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium
serta penunjang lain yang tepat. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada
demam adalah cara timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan
dan gejala lain yang menyertai demam (NANDA, 2012).
C. Konsep Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis
1. Pengkajian typhoid abdominalis
a. Pengkajian
1) Identitas
Typhoid lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun (70-
80%), pada usia 30-40 tahun (10-20%) dan diatas usia pada anak
12-13 tahun sebanyak (5-10%) (Mansjoer, 2000). Demam typhoid
pada umumnya terjadi pada masyarakat dengan standar hidup dan
kebersihan rendah. Angka kejadian tinggi pada daerah tropik
dibandingkan daerah berhawa dingin (Smeltzer, 2001).
2) Alasan utama MRS
Pasien mengalami demam bersifat remiten suhu meningkat setiap
hari menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore serta malam
hari (Dermawan, 2010). Nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
17
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
di perut, batuk, dan epistaksis (Mansjoer, 2000).
3) Keluhan utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh panas/demam, perut
merasa mual dan kembung serta nafsu makan menurun (Haryono,
2012).
4) Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengalami demam bersifat remiten suhu meningkat setiap
hari menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam
hari (Dermawan, 2010).
5) Riwayat kesehatan lalu
Sebelumnya pasien pernah mengalami sakit typhoid dan apakah
menderita penyakit lainnya (Haryono, 2012).
6) Riwayat penyakit keluarga
Dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita typhoid atau
sakit yang lainnya (Haryono, 2012).
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas,
pucat, mual, perut tidak enak, anoreksia (Haryono, 2012).
Penurunan Kesadaran biasanya terjadi pada keadaan yang lebih
berat yaitu apatis sampai samnolen jarang sampai sopor atau koma
(NANDA, 2012).
18
2) Tanda-tanda vital
Pada pasien typhoid mengalami demam tinggi yang
berkepanjangan yaitu 39o
C hingga 40oC, nadi diantara 80-100 kali
permenit, denyut nadi lemah, pernapasan semakin cepat
(Haryono,2012).
3) Pemeriksaan persystem
a) System pernafasan
I: Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
P: Tidak ada nyeri tekan
P: Sonor
A: Terkadang terdapat bunyi napas tambahan seperti ronchi
(Suratun, 2010).
b) System kardiovaskuler
I : Bentuk dada
P: Peningkatan denyut jantung Ictus cordis teraba pada ics 5-6
P: Peka’
A: S1 S2 tunggal (Suratun, 2010).
c) System syaraf
Penurunan Kesadaran biasanya terjadi pada keadaan yang lebih
berat yaitu apatis sampai samnolen jarang sampai koma
(NANDA, 2012).
19
d) System eliminasi
Pada pasien typhoid kadang-kadang mengalami diare atau
konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan
(kurang dari normal) normal 1/2 – 1 cc/kgbb/jam (Haryono,
2012).
e) System pencernaan
I: Bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih
kotor (coated tongue) ditepi dan ujung kemerahan, nafas
berbau tidak enak.
A: Bising usus menurun < 6-12x/menit jika pasien mengalami
konstipasi. Bising usus akan meningkat pada pasien yang
mengalami diare.
P: Terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan bawah dan daerah
abdomen
P: Hipertimpani (kembung) (Dermawan, 2010).
f) System integument
Turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat
(Haryono, 2012). Bintik merah pada kulit (roseola) akibat
emboli basil dalam kapiler kulit (Dermawan, 2010).
g) System musculukeletal
Biasanya pada pasien tyhpoid mengalami badan lemah
(Haryono, 2012).
20
h) System endokrin
Pada kasus typhoid jarang ditemukan kelainan pada system
endokrin (Suratun, 2010).
4) Pola kebutuhan sehari-hari
a) Pola aktivitas
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan
fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya (Haryono, 2012).
b) Pola istirahat tidur
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan
yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu
tidur (Haryono, 2012).
c) Pola nutrisi
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama
sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi berubah ( Haryono, 2012).
d) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi
karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan ( Haryono, 2012).
e) Pola psikologis
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis
pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dialami, apakah
21
pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya
(Haryono,2012).
f) Pola persepsi dan konsep diri
Adakah gangguan konsep diri ( Haryono, 2012).
g) Pola peran dan hubungan
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan mengalami hambatan dalam menjalankan
perannya selama sakit ( Haryono, 2012).
h) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari
(Haryono, 2012).
i) Pola reproduksi dan seksual
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau
sudah menikah akan terjadi perubahan ( Haryono, 2012).
j) Pola persepsi dan pengetahuan
Persepsi terhadap status kesehatan saat ini dan sampai sejauh
mana pasien memahami penyakit dan perawatanya
(Haryono,2012).
k) Pola penanggulangan stress
Kaji apakah yang biasa dilakukan pasien dalam menghadapi
setiap stressor ( Haryono, 2012).
22
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1) Pemeriksaan darah tepi: dapat ditemukan leucopenia, limfositosis
relative, aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
2) Biakan empedu: basil salmonella typhii ditemukan dalam darah
penderita biasanya dalam minggu pertama sakit.
3) Uji widal
Hasil pemeriksaan test widal dianggap positif mempunyai arti
klinis sebagai berikut menurut Harti, 2010 :
a) Titer antigen O sampai 1/80 pada awal penyakit berarti
suspek demam tifoid, kecuali pasien yang telah mendapat
vaksinasi.
b) Titer antigen O diatas 1/160 berarti indikasi kuat terhadap
demam tifoid.
c) Titer antigen H sampai 1/40 berarti suspek terhadap demam
tifoid kecuali pada, pasien yang divaksinasi jauh lebih
tinggi.
d) Titer antigen H diatas 1/80 memberi indikasi adanya
demam tifoid.
4) Pemeriksaan SGOT dan SGPT pada demam typhoid sering kali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid
(Haryono, 2012).
23
5) Pemeriksaan urine, didapatkan proteinurine ringan (<2 gr/liter) dan
leukosit dalam urine.
6) Pemriksaan tinja, kemungkinan terdapat lender dan darah karena
terjadi pendarahan usus dan perforasi. Biakan tinja untuk
menemukan salmonella typhi dilakukan pada minggu kedua dan
ketiga serta biakan urine pada minggu ketiga dan keempat.
7) Pemeriksaan radiologi, pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah
ada kelainan atau komplikasi akibat demam typhoid
(Suratun,2010).
d. Penatalaksanaan
Pengobatan atau penatalaksanaan pada penderita typhoid menurut
Suratun, 2010:
1) Bed rest untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
kesembuhan. Minimal 7 hari bebas demam/±14 hari. Mobilisasi
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Tingkatkan
hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
peralatan yang dipakai oleh pasien. Ubah posisi minimal 2 jam
untuk menurunkan resiko terjadi decubitus dan pneumonia
hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena
kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urine, isolasi penderita
dan desinfeksi pakaian.
2) Diet dan terapi penunjang. Diet makanan harus mengandung cukup
cairan dan tinggi protein, serta rendah serat. Diet bertahap mulai
24
dari bubur saring, bubur kasar hingga nasi. Diet tinggi serat akan
meningkatkan kerja usus sehingga resiko perforasi usus lebih
tinggi.
3) Pemberian anti biotika
a) Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari, oral selama 10 hari.
b) Kotrimoksazol 6 mg/kgbb/hari, IV atau IM sekali sehari selama
5 hari.
c) Seftriakson 80 mg/kgbb/hari, oral dibagi dalam 2 dosis selama
10 hari.
d) Untuk anak pilihan antibiotik yang utama adalah kloramfenikol
selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan kuman
serta waktu perawatan dipersingkat.
4) Anti radang (anti inflamasi). Kortikosteroid diberikan pada kasus
berat dengan gangguan kesadaran. Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari
IV, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
5) Anti piretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol.
6) Anti emetic untuk menurunkan keluhan mual dan muntah pasien.
2. Diagnose keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan infeksi salmonella typhi
(NANDA,2012).
Batasan karakteristik:
25
Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, serangan atau konvulsi
(kejang), kulit kemerahan, pertambahan RR dan saat disentuh tangan
terasa hangat.
Factor yang berhubungan:
Penyakit/trauma, peningkatan metabolisme, aktivitas yang berlebih,
pengaruh medikasi/anastesi, ketidakmampuan/penurunan kemampuan
untuk berkeringat, terpapar dilingkungan panas, dehidrasi dan pakaian
yang tidak tepat.
b. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia,
atau output yang berlebihan akibat diare (NANDA, 2012).
Batasan karakteristik :
Berat badan 20% atau lebih di bawah ideal, dilaporkan adanya intake
makanan yang kurang RDA (Recommended Daily Allowance),
membran mukosa dan konjungtiva pucat, kelemahan otot yang
digunakan untuk menelan/mengunyah, luka, inflamasi pada rongga
mulut, mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan,
dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan, dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa, perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah
makanan, kehilangan BB dengan makanan cukup, keengganan untuk
makan, kram pada abdomen, tonus otot jelek, nyeri abdominal dengan
atau tanpa patologi, kurang berminat terhadap makanan, pembuluh
26
kapiler mulai rapuh, diare , kehilangan rambut yang cukup banyak
(rapuh) dan kurangnya informasi.
Faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau
mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan factor biologis,
psikologis atau ekonomi.
c. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang
kurang, mual, muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh
(NANDA, 2012).
Factor resiko :
Penyimpangan yang mempengaruhi akses cairan, penyimpangan yang
mempengaruhi asupan cairan, penyimpangan yang mempengaruhi
absorbs cairan, kehilangan berlebih melalui rute normal (mis.diare),
usia lanjut, berat badan ekstrim, factor yang mempengaruhi kebutuhan
cairan, kehilangan cairan melalui rute abnormal, kurang pengetahuan.
d. Gangguan rasa nyaman (Nyeri akut) berhubunngan dengan
peradangan lambung dan usus
Definisi: Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau
digambarkan dengan istilah seperti (International association for the
study of pain); awitan dengan tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
27
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Batasan karakteristik:
Mengucapakan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat,
posisi untuk menghindari nyeri, perubahan tonus otot (dengan rentang
dari lemas tidak bertenaga sampai kaku), respon autonomik (misalnya:
perubahan tekanan darah, pernapasan, nadi, dilatasi pupil, pucat),
perubahan selera makan, perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir,
mencari orang dan/atau aktivitas lain, aktivitas berulang), perilaku
ekspresif (misalnya: gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang),
wajah topeng (nyeri), perilaku menjaga atau sikap melindungi, fokus
menyempit (gangguan persepsi waktu, gangguan proses pikir,
interaksi dengan orang lain atau lingkungan menurun), bukti nyeri
yang dapat diamati, berfokus pada diri sendiri, ganguan tidur (mata
terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan
menyeringai).
Faktor yang berhubungan:
Agen-agen penyebab cidera (biologis, kimia, fisik, dan psikologis)
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan
nutrisi (mual,muntah), pembatasan aktifitas (Suratun, 2010).
Batasan karakteristik
28
Ketidaknyamanan saat beraktivitas, melaporkan keletihan atau
kelemahan saat beraktivitas. Tekanan darah tidak normal sebagai
respon terhadap aktivitas.
Faktor yang berhubungan
Tirah baring atau imobilitas, kelemahan umum, gaya hidup kurang
bergerak dan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(Wilkinson, 2013).
3. Intervensi
a. Hipertermi berhubungan dengan infeksi salmonella typhi
(NANDA,2012).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
hipertermi teratasi.
Kriteria hasil (NOC) : Suhu tubuh dalam rentang normal (36-37oC/),
Nadi dan RR dalam rentang normal, Tidak ada perubahan warna kulit,
tidak ada pusing dan merasa nyaman.
Intervensi (NIC) :
1) Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2 jam atau 4 jam.
Rasional: sebagai dasar untuk menentukan intervensi
2) Observasi membran mukosa, pengisian kapiler, turgor kulit.
Rasional : untuk mengidentifikasi tanda-tanda dehidrasi akibat
panas.
3) Berikan minum 2-2,5 liter sehari/24 jam
29
Rasional : kebutuhan cairan dalam tubuh cukup mencegah
terjadinya panas.
4) Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak dan lipat paha.
Rasional : kompres hangat memberi efek vasodilatasi pembuluh
darah sehingga mempercepat penguapan panas tubuh.
5) Anjurkan klien untuk tirah baring/pembatasan aktifitas selama fase
akut
Rasional : menurunkan kebutuhan metabolisme tubuh sehingga
menurunkan panas.
6) Anjurkan klien menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap
keringat
Rasional : pakaian tipis memudahkan penguapan panas, saat
penurunan panas klien akan banyak mengeluarkan keringat.
7) Berikan terapi anti piretik sesuai program medic dan evaluasi
keefektifannya.
Rasional : untuk menurunkan/mengontrol panas.
8) Pemberian antibiotic sesuai program medic
Rasional : untuk mengatasi infeksi dan mencegah penyebaran
infeksi
b. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia,
atau output yang berlebihan akibat diare (NANDA, 2012).
30
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil (NOC) :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
2) Tidak ada mual dan muntah
3) Nafsu makan meningkat
4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi (NIC) :
1) Kaji pola makan dan status nutrisi klien
Rasional : sebagai dasar menentukan intervensi
2) Berikan makan yang tidak merangsang (pedas, asam dan
mengandung gas)
Rasional : mencegah iritasi usus dan distensi abdomen
3) Berikan makan lunak selama fase akut (masih ada panas/ suhu
lebih dari normal)
Rasional : mencegah terjadinya iritasi usus dan komplikasi
perforasi usus
4) Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : mencegah rangsangan mual/muntah
5) Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat
Rasional : agar klien kooperatif dalam pemenuhan nutrisi
6) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian bubur tinggi protein
dan rendah serat
31
Rasional : diet tinggi serat akan meningkatkan kerja usus sehingga
akan terjadi resiko perforasi usus
7) Berikan terapi antiemetic sesuai program medic
Rasional : untuk mengontrol mual dan muntah hingga dapat
meningkatkan masukan makanan.
c. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang
kurang, mual, muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh
(NANDA, 2012).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
keseimbangan cairan adekuat.
Kriteria hasil (NOC)
1) Intake dan output seimbang
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
3) Membrane mukosa lembab
4) Pengisian kapiler baik (kurang dari tiga detik)
5) Produksi urine normal
6) Berat badan normal
7) Hematokrit dalam batas normal
Intervensi (NIC):
1) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
Rasional : hipotensi, takikardi, demam menunjukkan respon
terhadap kehilangan cairan
32
2) Monitor tanda-tanda kekurangan cairan (turgor kulit elastic,
produksi urine menurun, membrane mukosa kering, bibir pecah-
pecah)
Rasional : tanda tersebut menunjukkan kehilangan cairan
berlebihan/dehidrasi
3) Observasi dan catat intake dan output cairan setiap 8 jam
Rasional : untuk mendeteksi keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Berikan cairan peroral 2-2,5 liter perhari, jika klien tidak muntah
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan cairan tubuh
5) Timbang berat badan (BB) setiap hari dengan alat ukur yang sama
Rasional : BB merupakan indicator kekurangan cairan dan status
6) Berikan cairan parental sesuai program medic
Rasional : untuk memperbaiki kekurangan volume cairan
7) Awasi data laboratorium (hematokrit)
Rasional : indicator status cairan klien evaluasi adanya
hemokonsentrasi
d. Gangguan rasa nyaman (Nyeri akut) berhubunngan dengan Peradangan
pada gaster dan usus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan
tingkat nyeri berkurang, dapat mengontrol nyeri.
Kriteria Hasil (NOC) : Melaporkan nyeri dapat dikendalikan,
Menggunakan tindakan pencegahan, Mengenali awitan nyeri, Wajah
tampak tenang, Tidak gelisah dan Tidak merintih.
33
Intervensi (NOC):
1) Kaji nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, durasi, frekuensi,
kualitas, dan faktor presipitasi
Rasional: Perubahan karakteristik nyeri menunjukkan penyebaran
penyakit atau terjadi komplikasi
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Rasional: Reaksi non verbal menunjukkan tingkat nyeri yang
dirasakan
3) Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri, seperti suhu
ruangan dan kebisingan
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat meminimalkan stresor
yang dirasakan
4) Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi relaksasi
Rasional: Relaksasi dapat melepaskan ketegangan emosional dan
meningkatkan koping
5) Ajarkan tehnik distraksi
Rasional: Distraksi merupakan pengalihan perhatian dalam
membantu menurunkan rasa nyeri
6) Pantau keefektifan kontrol nyeri
Rasional: Mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan
7) Bantu pasien dalam mengatur posisi yang nyaman untuk
mengurangi rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan
34
Rasional: Posisi yang nyaman dapat membantu pasien untuk
beristirahat dan mengurangi nyeri yang dirasakan
8) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian analgetik jika perlu
Rasional: Analgetik terapi farmakologi untuk menghilangkan nyeri
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan
nutrisi (mual, muntah), pembatasan aktifitas (Suratun,2010).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
toleran terhadap aktifitas.
Kriteria hasil (NOC) :
1) Tidak ada keluhan lelah
2) Tidak ada takikardi dan takipnea bila melakukan aktifitas
3) Kebutuhan aktifitas klien terpenuhi
Intervensi (NIC):
1) Kaji tingkat toleransi klien terhadap aktifitasnya
Rasional : sebagai dasar untuk menentukan masalah
2) Kaji jumlah makanan yang dikonsumsi klien setiap hari
Rasional : untuk identifikasi intake nutrisi klien
3) Anjurkan klien untuk tirah baring selama fase akut
Rasional : untuk menurunkan metabolisme tubuh dan mencegah
iritasi usus
4) Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas sehari-hari sesuai
kebutuhan
35
Rasional : untuk mengurangi peristaltic usus, sehingga mencegah
iritasi usus
5) Bantu klien melakukan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan
Rasional : kebutuhan aktifitas klien terpenuhi dengan energy
minimal sehingga mengurangi peristaltic usus
6) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-
hari
Rasional : partisipasi keluarga meningkatkan kooperatif klien
dalam perawatan
7) Berikan kesempatan pada klien melakukan aktifitas sesuai kondisi
klien (jika telah bebas panas beberapa hari, hasil laboratorium
menunjukkan perbaikan)
Rasional : meningkatkan partisipasi klien dapat meningkatkan
harga diri klien dan meningkatkan toleransi aktifitas
8) Berikan terapi multivitamin sesuai program terapi medic
Rasional : meningkatkan daya tahan tubuh sehingga meningkatkan
aktifitas klien.
4. Implementasi
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan,
selama fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses
keperawatan (Basford, 2006). Implementasi sesuai dengan rencana
intervensi keperawatan yang telah ditetapkan dengan mempertahankan
kondisi pasien. Tindakan kompres hangat merupakan tindakan yang cukup
36
efektif dalam menurunkan demam. Oleh karena itu, sebaiknya penggunaan
antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap keadaan demam
(Muhammad, 2011).
5. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang dilakukan, maka evaluasi yang
diharapkan untuk klien dengan diagnose keperawatan hipetermi pada
pasien typhoid adalah
S :
a. Pasien dan keluarga akan menunjukkan metode yang tepat untuk
mengukur suhu
b. Pasien dan keluarga akan menjelaskan tindakan untuk mencegah
atau meminimalkan peningkatan suhu tubuh
c. Pasien dan keluarga akan melaporkan tanda dan gejala dini
hipetermi
O :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal (36-37oC)
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit
d. Tidak ada pusing dan klien merasa nyaman
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan (Wilkinson, 2013)
37
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas
1. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Umur : 55 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sumbergondo RT 3 RW 1 Glenmore
Suku bangsa : Madura
Status pernikahan : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan :IRT
No. Register : 230271
Diagnosa medis : Abdominal Pain dd Melena
Typoid fever
Tanggal masuk : 2 Juni 2014 jam : 19.30 WIB
Tanggal pengkajian :2 Juni 2014 jam :20.00 WIB
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. R
Umur : 35 th
38
Hub. Dengan pasien : Adik
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sumbergondo RT III RW I Glenmore
Pekerjaan : Dagang
Suku bangsa : Madura
Status pernikahan : Nikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
3. Alasan masuk rumah sakit
Pasien datang via UGD pukul 19.30 WIB dengan keluhan sejak ±1
minggu demam naik turun , nyeri perut sejak 1 minggu, mual, muntah 1
x, BAB hitam seperti petis.
4. Keluhan utama
Demam
5. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan ± 1 minggu demam naik turun, nyeri perut,
mual, muntah. Oleh keluarga dibawa ke petugas kesehatan terdekat
tanggal 29 mei 2014 dan diberi obat selama 3 hari. Namun, pasien
tidak kunjung sembuh dan perutnya semakin sakit. Oleh keluarga
pasien dibawa di RSUD Genteng.
Pada saat pengkajian tanggal 2 Juni 2014 jam 20.00 klien
mengeluh demam/panas. Demam dirasakan naik turun dan demam
39
meningkat pada malam hari serta pagi hari turun. Bila demam
dirasakan pasien mengeluarkan keringat. Klien mengatakan sudah
berobat di petugas kesehatan tetapi tidak kunjung sembuh. Suhu
tubuh pasien 38,8 ˚C.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti ini
sejak dahulu
c. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit
seperti ini
d. Riwayat lingkungan
Pasien mengatakan tinggal di daerah pedesaan
6. Genogram
Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
40
= Laki-laki meninggal
= Perempuan meninggal
= Tinggal serumah
7. Pola fungsi tatalaksana kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Setiap pasien merasa sakit selalu memeriksakan di petugas
kesehatan terdekat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, mual-mual, muntah 1
kali.
c. Pola eliminasi
1) Eliminasi urine
Pasien mengatakan BAK lancar warna kuning jernih
2) Eliminasi alvi
Pasien mengatakan BAB hitam seperti petis.Pasien
mengatakan di rumah sudah 2 kali BAB seperti ini.
d. Pola aktivitas dan kebersihan diri
Pasien mengatakan aktivitas terganggu akibat kelemahan
fisik.Tetapi untuk makan, minum, duduk pasien bisa memenuhi
kebutuhannya sendiri.Kebersihan pasien terganggu sehingga untuk
mandi tidak bisa.
41
e. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan terjadi gangguan tidur dan istirahat jika nyeri
yang dirasakan timbul.Sebelum sakit pasien tidur malam 8
jam.Selama sakit pasien mengatakan sering terbangun karena nyeri
dan panas yang dirasakan pasien.
f. Pola psikologis
Pasien menerima keadaan sakit seperti ini dengan tabah dan sabar.
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri
Pasien berjenis kelamin perempuan.Klien adalah seorang
istri dan ibu rumah tangga.
2) Peran diri
Peran diri pasien sebagai ibu rumah tangga dan sebagai istri
3) Gambaran diri
Pasien menerima penyakitnya ini dengan tabah dan
sabar.Pasien merasa ini hanya cobaan dari Tuhan.
4) Ideal diri
Pasien merasa sebagai seorang yang berharga walaupun
keadaannya seperti ini dan mengatakan ingin cepat sembuh.
5) Harga diri
Pasien tidak merasa minder dengan penyakit yang
dideritanya.
42
h. Pola hubungan peran
Sebelum sakit pasien tinggal satu rumah dengan suami dan anak
terakhir, komunikasi dengan keluarga lancar.Selama sakit di RS
pasien dirawat oleh adiknya.
i. Pola seksual reproduksi
Pasien mengatakan sudah menikah ±25 tahun dan mempunyai anak
4.
j. Pola mekanisme koping
Untuk menanggulangi stress pasien bercerita dengan keluarga.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari pasien mengatakan
terganggu karena sakit yang dialami.
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1. K/u lemah
2. Terpasang infuse RL 20 tpm di tangan kiri
3. Kesadaran composmetis GCS 4-5-6
4. Pasien bedrest
5. Klien tampak pucat
6. Berkeringat banyak
b. Tanda tanda vital
TD : 110/70 mmhg
N : 110 x/menit
43
S : 38,8˚C
RR : 20 x/menit
c. Antropometri
BB sebelum sakit : 53 kg
BB saat sakit : 52 kg
d. Pemeriksaan review of system
1) Sistem pernafasan
Inspeksi :Tidak menggunakan otot bantu pernapasan, tidak
ada cuping hidung, tidak ada edema/ memar pada
dada, bentuk dada simetris.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba massa
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronchi (-), whezzing (-)
2) Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tampakICS 4,5mid
clavikula
Palpaasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba massa
Perkusi : Peka’
Auskultasi : S1 S2 tunggal
3) Sistem persarafan
Pada system persyarafan tidak mengalami gangguan
44
4) Sistem perkemihan
Tidak ada nyeri saat berkemih, tidak ada jejas, pasien
mengatakan dalam BAK lancar warna kuning
5) Sistem pencernaan
Inspeksi : Mukosa bibir kering, pecah-pecah tampak kotor,
perut tampak distensi, tidak ada jejas, tidak ada
massa, klien tampak menyeringai kesakitan dan
memegangi perut
Aukultasi : Bising usus 16 kali/ menit
Palpasi :Pasien mengeluh nyeri pada epigastrik, tidak teraba
pembesaran hati dan limpa, tidak ada massa pada
abdomen
Perkusi : Hipertimpani (kembung)
6) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe.
7) Sistem reproduksi
Pasien mengatakan masih menstruasi tetapi tidak rutin.
8) Sistem muskuluskeletal
Pengkajian tanggal 2 Juni 2014
Tidak terjadi perubahan, kulit tampak pucat, warna kulit
kemerahan, tidak ada odem, akral hangat, gerakan terbatas
karena terdapat infuse di tangan kiri, turgor kulit menurun
kembali >2detik, kekuatan otot 5555 5555
555 555
45
Pengkajian tanggal 4 Juni 2014
Klien mengatakan nyeri menjalar di kaki kiri, terutama pada
persendian terasa nyeri, nyeri pada saat digerakkan, skala nyeri
4 dan Area persendian bengkak.
46
9. Pemeriksaan penunjang
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Hemoglobin
Leukosit
Hitung jenis
- Eosinofil
- Basofil
- Netrofil
- Lymfosit
- Monosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Total kolestrol
Glukosa acak
Asam urat
Fungsi hati
- SGOT
- SGPT
Widal
- Typi O
- Typi H
13,9 g/dl
15.930
0
0
74
20
6
4,4 juta
36
378.000
179
157
7,3
95
65
1/320
1/160
15,0-16,00 g/dl
4.000-11.000/uL
0-4 %
0-1 %
46-73 %
18-44 %
3-9 %
3,0-6,0 juta/UL
37-47 %
150.000-400.000/UL
150-230 mg%
<135 mg %
2,4-5,7 (mg/dl)
<32 U/L
<31 U/L
10. Terapi
Terapi UGD tanggal 2 Juni 2014
1. IVFD : RL 20 tpm
2. Cefotaxim 1gr/IV
3. Tramadol 1 amp/IV
4. Ranitidine 1 amp/IV
5. Kalnex 500 mg/IV
6. Plantacyd 3x1 sdm/oral
7. Lanzoprazole 1-0-1/oral
Terapi tanggal 3 Juni 2014
1. Cefriaxone 3x1 gr/IV
47
2. Plantacyd 3 x 1 sdm /oral
3. Domperidone 3x1 /oral
4. Ranitidin 3x1 /oral
5. Paracetamol 3x1/oral
Terapi tanggal 4 Juni 2014
1. Ceftriaxone 3x1 gr/IV
2. Ketorolax 3x30 mg/IV
3. Dexametason 2x5 mg/IV
48
A. ANALISA DATA
Nama klien : Ny. S
No. rgister : 230271
Rawat hari ke : I
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Ds :
- Klien mengatakan
± I minggu panas
naik turun
- Saat pengkajian
pasien mengeluh
badan panas
Do:
- TTV
TD: 110/70 mmhg
N: 110 x/menit
S: 38,8 ˚C
- Akral hangat
- Turgor kulit
menurun >2dtk
- Berkeringat banyak
- Mukosa bibir
pecah-pecah
- Kulit kemerahan
- Typi O : 1/320
- Typi H : 1/160
Makanan yang
mengandung Salmonella
typhi
Masuk lambung (usus
halus)
Respon imunitas humoral
mukosa (IgA) usus
kurang baik
S. typhi berkembang biak
di limfosit
Bakterimia
Reaksi peradangan
Mempengaruhi
termoregulasi tubuh
Demam
Hipetermi
Hipetermi
2. Ds:
- Klien mengatakan
nyeri pada perut,
nyeri dirasakan
seperti ditusuk-
tusuk
Do:
- TTV
TD : 110/70 mmhg
N : 110 x/menit
Makanan yang
mengandung Salmonella
typhi
Masuk lambung (usus
halus)
S. typhi berkembang biak
di limfosit
plak payeri mengalami
hiperplasia
nyeri (perut)
Nyeri (perut)
49
S: 38,8 ˚C
- Pasien tampak
menyeringai
- K/u lemah
- Skala nyeri 5
- Pasien tampak
memegangi perut
yang terasa sakit
3. Ds :
- Klien mengatakan
mual-mual
- Klien mengatakan
nafsu makan
menurun
Do :
- TTV
TD : 110/70 mmhg
N : 110 x/menit
S : 38,8 ˚C
- Bising usus 16
x/menit
- Perkusi Abdomen:
hipertympani
- Pasien tampak
mual-mual ingin
muntah
- Pasien muntah 1
kali
- BB sebelum sakit
53kg, BB saat sakit
52 kg
Makanan yang
mengandung Salmonella
typhi
Masuk lambung (usus
halus)
Perdarahan usus
Mual muntah
Anoreksia
Gangguan Pola Nutrisi
Gangguan
Pola Nutrisi
4. Ds :
- Pasien mengatakan
BAB hitam seperti
petis
- Pasien mengatakan
di rumah sudah 2
kali BAB hitam
seperti petis
Do :
- BAB hitam seperti
petis
Makanan yang
mengandung Salmonella
typhi
Masuk lambung (usus
halus)
S. typhi berkembang biak
di limfosit
Plak payeri mengalami
Resiko
Perdarahan
Gastrointestin
al
50
- Skala nyeri (perut)
5
- Leukosit 15.930
- S: 38,8 ˚C
- Hb : 13,9 g/dl
hiperplasia
Perforasi usus
BAB darah/hitam
Resiko Perdarahan
Gastrointestinal
51
B. DAFTAR MASALAH
Nama Klien : Ny. S
No. Reg : 230271
Rawat Hari Ke : 1
No. Tgl Muncul Diagnosa Keperawatan
1 02 – 06 –
2014
Hipetermi berhubungan dengan infeksi salmonella typhi
ditandai dengan Klien mengatakan ± I minggu panas
naik turun, Saat pengkajian pasien mengeluh badan
panas, TTVTD: 110/70 mmhg, N: 110 x/menit, S: 38,8
˚C, Akral hangat,Turgor kulit menurun >2dtk,
Berkeringat banyak, Mukosa bibir pecah-pecah, Kulit
kemerahan, Typi O : 1/320, Typi H : 1/160.
2 02 – 06 –
2014
Nyeri (perut) berhubungan dengan plak payeri
mengalami hyperplasiaditandai dengan Klien
mengatakan nyeri pada perut, nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk, TTVTD : 110/70 mmhg, N : 110
x/menit, S: 38,8 ˚C, Pasien tampak menyeringai, k/u
lemah, skala nyeri 5, pasien tampak gelisah, pasien
tampak memegangi perut yang terasa sakit.
3 02 – 06 –
2014
Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan mual
muntah ditandai dengan Klien mengatakan mual-mual,
Klien mengatakan nafsu makan menurun, TTVTD :
110/70 mmhg, N : 110 x/menit, S : 38,8 ˚C, Bising usus
16 x/menit, Perkusi Abdomen: hipertympani, Pasien
tampak mual-mual ingin muntah, Pasien muntah 1 kali,
BB sebelum sakit 53kg, BB saat sakit 52 kg
4 02- 06- 2014 Resiko Perdarahan Gastrointestinal berhubungan
dengan BAB darah/hitam
52
C. NURSING CARE PLAN
Nama Klien : Ny.S
No. Reg : 230271
Rawat Inap Hari Ke : 1
No. Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan
hipetermi teratasi
KH:
1. Suhu tubuh
dalam rentang
normal (36-
37˚C)
2. Pasien merasa
nyaman
3. TTV dalam
rentang normal
(TD: 110/70-
120/80 mmhg
N: 60-100
x/menit
RR: 16-20
x/menit)
4. Tidak ada
perubahan
warna kulit
1. Kaji dan catat
suhu tubuh
setiap 2 jam
atau 4 jam.
2. Observasi
membrane
mukosa,
pengisian
kapiler, turgor
kulit.
3. Berikan minum
2-2,5 liter
sehari/24 jam
4. Berikan
kompres hangat
pada dahi,
ketiak dan lipat
paha.
5. Anjurkan klien
untuk tirah
baring/pembata
san aktifitas
selama fase
akut
6. Anjurkan klien
menggunakan
pakaian yang
tipis dan
menyerap
keringat
1. Sebagai dasar untuk
menentukan
intervensi.
2. Untuk
mengidentifikasi
tanda-tanda
dehidrasi akibat
panas.
3. Kebutuhan cairan
dalam tubuh cukup
mencegah terjadinya
panas.
4. Kompres hangat
memberi efek
vasodilatasi
pembuluh darah
sehingga
mempercepat
penguapan panas
tubuh.
5. Menurunkan
kebutuhan
metabolisme tubuh
sehingga
menurunkan panas
6. Pakaian tipis
memudahkan
penguapan panas,
saat penurunan panas
klien akan banyak
mengeluarkan
keringat.
53
7. Berikan terapi
anti piretik
sesuai program
medic dan
evaluasi
keefektifannya
8. Kolaborasi
dalam
Pemberian
antibiotic
sesuai program
medic
7. Untuk
menurunkan/mengon
trol panas.
8. Untuk mengatasi
infeksi dan
mencegah
penyebaran infeksi
2 Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1 x 24jam
di harapkan tingkat
nyeri berkurang/
hilang, pasien dapat
mengontrol nyeri
dengan kriteria
hasil:
1. wajah tampak
rileks (tampak
tenang)
2. pasien tidak
meringtih
kesakitan
3. melaporkan
nyeri
berkurang/hila
ng
1. Kaji nyeri secara
komperhensif
termasuk lokasi,
durasi, frekuensi,
kualitas, dan faktor
presipitasi
2. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Kontrol lingkungan
yang mempengaruhi
nyeri, seperti suhu
ruangan dan
kebisingan
4. Ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi
relaksasi
5. Ajarkan tehnik
distraksi
6. Pantau keefektifan
kontrol nyeri
1. Perubahan
karakteristik nyeri
menunjukkan
penyebaran penyakit
atau terjadi
komplikasi
2. Reaksi non verbal
menunjukkan tingkat
nyeri yang dirasakan
3. Lingkungan yang
nyaman dapat
meminimalkan stresor
yang dirasakan
4. Relaksasi dapat
melepaskan
ketegangan emosional
dan meningkatkan
koping
5. Distraksi merupakan
pengalihan perhatian
dalam membantu
menurunkan rasa
nyeri
6. Mengevaluasi
tindakan yang sudah
dilakukan
54
7. Bantu pasien dalam
mengatur posisi
yang nyaman untuk
mengurangi rasa
tidak nyaman atau
nyeri yang
dirasakan
8. Kolaborasi dengan
tim dokter dalam
pemberian analgetik
jika perlu
7. Posisi yang nyaman
dapat membantu
pasien untuk
beristirahat dan
mengurangi nyeri
yang dirasakan
8. Analgetik terapi
farmakologi untuk
menghilangkan nyeri
3 Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan tidak
ada gangguan pada
pola nutrisi dengan
KH:
1. Tidak ada
mual
muntah
2. Nafsu
makan
meningkat
3. Porsi makan
dihabiskan
1. Kaji pola makan
dan status nutrisi
klien
2. Berikan makan
yang tidak
merangsang (pedas,
asam dan
mengandung gas)
3. Berikan makan
lunak selama fase
akut (masih ada
panas/ suhu lebih
dari normal)
4. Berikan makan
dalam porsi kecil
tapi sering
5. Jelaskan pentingnya
intake nutrisi yang
adekuat
6. Kolaborasi dengan
tim gizi dalam
pemberian bubur
tinggi protein dan
rendah serat
7. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
terapisesuai
program medic
1. Sebagai dasar
menentukan intervensi
2. Mencegah iritasi usus
dan distensi abdomen
3. Mencegah terjadinya
iritasi usus dan
komplikasi perforasi
usus
4. Mencegah rangsangan
mual/muntah
5. Agar klien kooperatif
dalam pemenuhan
nutrisi
6. Diet tinggi serat akan
meningkatkan kerja
usus sehingga resiko
terjadi perforasi usus
7. Untuk mengontrol
mual dan muntah
hingga dapat
meningkatkan
masukan makanan.
55
4. Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan tidak
terjadi perdarahan
pada
gastrointestinal
KH:
1. BAB
normal
2. Leukosit
dalam
rentang
normal
1. Kaji keparahan
perdarahan
2. Anjurkan pasien
untuk
istirahat/bedrest
3. Lakukan
penggantian cairan
intravena : RL atau
Ns
4. Kaji tanda-tanda
vital
5. Observasi BAB
(warna dan
konsistensi)
6. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian anti
koagulan
1. Mengatahui tingkat
keparahan klien dan
sebagai dasar
menentukan
intervensi
2. Karena gerakan
batuk, mengejan
dapat meningkatkan
tekanan intra
abdomen sehingga
dapat terjadi
perdarahan lanjut
3. Penggantian cairan
intravena dapat
menggantikan
cairan yang hilang
4. Sebagai dasar
menentukan
intervensi
5. Mengatahui tingkat
keparahan klien dan
sebagai dasar
meneentukan
intervensi.
6. Anti koagulan dapat
mencegah
penggumpalan
darah
56
D. IMPLEMENTASI
Nama Klien : Ny. S
No. Reg : 230271
Rawat Inap Hari Ke : 1
No.Dx Tanggal / Jam IMPLEMENTASI TTD
1. 2 Juni 2014
20.00
20.05
20.10
20.15
20.20
20.25
20.30
20.40
21.00
1. Menjelaskan kepada klien dan keluarga
tentang tindakan yang akan dilakukan
Respon : Klien dan keluarga mengerti dan
kooperatif
2. Menjelaskan tentang penyebab hipetermi
dengan menjelaskan tentang proses
peningkatan suhu tubuh yang terjadi
karena adanya infeksi dalam usus halus
Respon : Pasien mengerti dengan
penjelasan perawat, pasien dapat
menjelaskan kembali peningkatan suhu
tubuh disebabkan oleh infeksi
3. Mengkaji TTV klien
Respon : TD : 110/70 mmhg, N:110
x/menit, S: 38,8 ˚C
4. Mengobservasi membran mukosa, turgor
kulit,
Respon : Mukosa bibir klien kering pecah-
pecah, turgor kulit menurun >2 detik
5. Memberikan minum air putih
Respon : Klien meminum air putih I gelas
6. Menganjurkan klien menggunakan pakaian
yang tipis dan menyerap keringat
Respon : Klien dan keluarga mengerti dan
akan menerapkannya
7. Memberikan kompres hangat pada dahi,
ketiak
Respon : Keluarga tampak melakukan
kompres hangat pada dahi dan ketiak
8. Memberikan terapi antipiretik Paracetamol
500 mg
Respon : Obat Paracetamol diminum
setelah 30 menit observasi panas menurun
9. Mengobservasi suhu tubuh klien
Respon : Suhu tubuh klien 37,7˚C
57
2. 2 Juni 2014
20.03
20.15
20.23
20.28
20.33
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga
tentang penyebab nyeri yang dirasakan.
Respon: Pasien mengerti tentang
penjelasan perawat dan menerima kondisi
yang dirasakan
2. Mengkaji nyeri secara komperhensif lokasi
dan skala nyeri yang dirasakan klien
Respon : Nyeri yang dirasakan di ulu hati
dengan skala nyeri 5
3. Mengajarkan teknik relaksasi dengan nafas
dalam dan dihembuskan secara perlahan-
lahan saat nyeri dirasakan
Respon : Klien tampak melakukan teknik
relaksasi dengan nafas dalam dan
dihembuskan secara perlahan-lahan
4. Menganjurkan pasien untuk mendengarkan
musik atau istirahat untuk mengalihkan
perhatian nyeri yang dirasakan
Respon : Pasien mengatakan akan mencoba
melakukan anjuran perawat
5. Membantu pasien dalam mengatur posisi
yang nyaman untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan
Respon : Pasien mengatakan dengan posisi
30˚ merasa nyaman
3. 2 Juni 2014
20.00
20.20
20.25
1. Mengkaji mual yang dirasakan klien
Respon : Pasien mengatakan mual-mual
muntah 1 kali
2. Menjelaskan pentingnya intake adekuat
Respon : Klien dan keluarga mengerti dan
memahami intake yang adekuat
3. Menganjurkan pasien untuk makan
makanan yang tinggi protein rendah serat
seperti roti
Respon : Klien dan keluarga mengerti dan
memahami anjuran dari perawat
4. 2 Juni 2014
20.00
20.05
1. Mengkaji perdarahan yang dialami klien
Respon : Klien mengatakan BAB hitam
seperti petis dirumah sudah 2 kali BAB
seperti ini
2. Mengobservasi BAB (warna dan
konsistensi)
Respon : BAB warna hitam dengan
konsistensi lembek
58
20.10
20.22
22.00
3. Mengkaji TTV klien
Respon : TD : 110/70 mmhg, N:110
x/menit, S: 38,8 ˚C
4. Menganjurkan pasien untuk istirahat (tidak
mengejan saat BAB) karena dapat
meningkatkan tekanan intra abdomen
sehingga dapat terjadi perdarahan lanjut
Respon : Klien dan keluaarga mengerti,
memahami dan mengatakan tidak akan
mengedan saat BAB
5. Memberikan cairan intravena RL
Respon : cairan RL masuk melalui selang
infuse 20 tpm dengan lancar
59
E. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : Ny.S
No. Reg : 230271
Rawat Inap Hari Ke : 1
No. Tanggal /
Jam
EVALUASI
1 2 Juni
2014
21.00 WIB
S:Klien mengatakan badan terasa panas
O:
1. TTV
TD: 110/70 mmhg
N : 110 x/menit
S : 37,7 ˚C
RR : 20 x/menit
2. Akral hangat
3. Pasien minum air putih ±100 cc
4. Mukosa bibir kering
5. Turgor kulit menurun >2 detik
A:
Hipetermi masih berlanjut
P:
Lanjutkan intervensi
1. Pertahankan kompres hangat pada dahi dan ketiak
2. Pantau suhu tubuh setiap 4 jam
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum
4. Anjurkan pasien untuk mengunakan baju tipis dan
menyerap keringat
5. Pantau/ observasi tanda-tanda vital
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antipiretik jika perlu
7. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
2 2 Juni
2014
21.00 WIB
S : Pasien mengeluh nyeri pada perut
O:
1. TTV
TD : 110/70 mmhg
N : 110 x/menit
S :37,7 ˚C
RR : 20 x/menit
2. Klien tampak menyeringai
3. Skala nyeri 5
4. Klien tampak memegangi perut
5. K/u lemah
A : Nyeri berlanjut
60
P : Lanjutkan intervensi
1. Observasi tanda-tanda Vital
2. Kaji nyeri secara komperhensif termasuk nyeri,
lokasi, durasi, skala
3. Ajarkan teknik distraksi
4. Ajarkan teknik relaksasi
5. Bantu pasien dalam mengatur posisi yang nyaman
untuk mengurangi nyeri
6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
analgesic jika perlu
3 2 Juni
2014
23.00 WIB
S :Klien mengatakan mual-mual.
O :
1. K/u lemah
2. Mukosa bibir kering
3. Perkusi abdomen hipertimpani
4. Pasien muntah 1 kali
5. TTV
TD : 110/70 mmhg
N : 110 x/menit
S : 37,7 ˚C
RR : 20 x/menit
A :Gangguan pola nutrisi berlanjut
P : Lanjutkan intervensi.
1. Jelaskan kembali pentingnya asupan nutrisi dalam
proses penyembuhan penyakit
2. Anjurkan kembali untuk memberi makanan sedikit
tapi sering
3. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit
bubur TKTP Rendah Serat
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antiemetic
4. 2 Juni
2014
21.00 WIB
S: Klien mengatakan BAB hitam seperti petis
O:
1. TD : 110/70 mmhg, N:110 x/menit, S: 38,8 ˚C
2. Cairan RL masuk melalui selang infuse 20 tpm
3. BAB hitam dengan konsistensi lembek
A: Perdarahan gastrointestinal berlanjut
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji perdarahan yang dialami klien
2. Observasi TTV klien
3. Berikan cairan intravena RL
4. Kolaborasi dengan dokter pemberian anti koagulan
61
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : Ny.S
No. Reg : 230271
Rawat Inap Hari Ke : 2
No. Tanggal /
Jam
EVALUASI
1 3 Juni 2014
07.00 WIB
07.05 WIB
08.00 WIB
08.05 WIB
S :Pasien mengatakan setelah dilakukan kompres hangat
panas menurun.
O:
1. K/u lemah
2. TTV
TD : 120/80 mmhg
N : 100 x/menit
S : 37,5 ˚C
RR : 18 x/menit
3. Kulit kemerahan
4. Akral hangat
5. Turgor kulit menurun kembali > 2 detik
A:Hipetermi teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
1. Pertahankan kompres hangat pada dahi dan ketiak
2. Pantau suhu tubuh setiap 4 jam
3. Observasi membran mukosa, warna kulit, turgor
kulit
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum
5. Anjurkan pasien untuk mengunakan baju tipis dan
menyerap keringat
6. Pantau/ observasi tanda-tanda vital
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antipiretik jika perlu
8. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
I :
1. Melakukan advice dokter dalam pemberian
Paracetamol 500 mg.
Respon : Obat Paracetamol diminum setelah
observasi 30 menit tidak ada tanda-tanda alergi.
2. Melakukan advice dokter dalam pemberian
antibiotic Ceftriaxone 1 gr/IV.
Respon : Ceftiaxone masuk secara IV dan tidak
ada tanda-tanda alergi muncul.
3. Mengobservasi membran mukosa, warna kulit,
62
08.30 WIB
12.30 WIB
12.32 WIB
12.35 WIB
13.00 WIB
16.00 WIB
16.30 WIB
20.00WIB
21.00 WIB
23.00 WIB
turgor kulit
Respon : Membran mukosa kering , bibir pecah-
pecah, warna kulit kemerahan, turgor kulit
menurun kembali >2 detik
4. Menganjurkan pasien untuk mempertahankan
banyak minum air putih untuk membantu
mengembalikan suhu tubuh normal dan
mencegah dehidrasi.
Respon :Klien minum air putih 1 gelas.
5. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/90 mmhg N: 96 x/menit
S: 37,3˚ C RR : 20 x/menit
6. Menganjurkan pasien untuk menggunakan baju
tipis dan menyerap keringat
Respon : Pasien mengerti dan akan melakukan
anjuran dari perawat
7. Menganjurkan untuk mengkompres hangat pada
ketiak dan dahi
Respon : Pasien tampak mengkompres hangat
pada dahi
8. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Paracetamol 500mg.
Respon : Obat Paracetamol diminum setelah
observasi 30 menit panas menurun.
9. Melakukan advise dokter dalam pemberian
antibiotic Ceftriaxone 1gr/IV.
Respon :Ceftiaxone masuk secara IV dan tidak
ada tanda alergi muncul.
10. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S: 36,8˚ C RR : 20 x/menit
11. Melakukan advise dokter dalam pemberian
antibiotic Ceftriaxone 1gr/IV.
Respon : Ceftiaxone masuk secara IV dan tidak
ada tanda alergi muncul
12. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 20 x/menit
E :
S :Pasien mengatakan badan tidak panas
O :
1. K/u lemah
2. TTV
TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 20 x/menit
63
3. Akral hangat
4. Membran mukosa kering
5. Bibir pecah-pecah
6. Warna kulit kemerahan
7. Turgor kulit mmenurun kembali >2 detik
R : Tujuan tercapai sebagian.
2 3 Juni 2014
07.00 WIB
08.00 WIB
08.05 WIB
08.10 WIB
08.20 WIB
S :Pasien mengeluh nyeri pada perut.
O:
1. Klien tampak menyeringai
2. Skala nyeri 5
3. K/u lemah
4. Klien tampak memegangi perut
5. TTV
TD : 120/80 mmhg
N : 100 x/menit
S : 37,5 ˚C
RR : 18 x/menit
A:Nyeri (perut) berlanjut.
P : Lanjutkan intervensi.
1. Observasi tanda-tanda Vital
2. Kaji nyeri secara komperhensif termasuk nyeri,
lokasi, durasi, skala
3. Ajarkan teknik distraksi
4. Ajarkan teknik relaksasi
5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
analgesic jika perlu
I :
1. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Cefriaxone 1 gr/IV
Respon : Ceftiaxone masuk secara IV dan tidak
ada tanda-tanda alergi muncul
2. Mengkaji nyeri (lokasi dan skala).
Respon :Skala nyeri 5, nyeri dirasakan pada
epigastrik nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk.
3. Mengajarkan teknik relaksasi dengan melakukan
nafas dalam dan menghembuskan secara perlahan-
lahan.
Respon :Pasien melakukan teknik relaksasi
dengan nafas dalam dan menghembuskan secara
perlahan-lahan saat nyeri dirasakan.
4. Menganjurkan pasien untuk mendengarkan music
atau melakukan sesuatu serta beristirahat untuk
mengalihkan perhatian dari focus nyeri.
Respon :Pasien mengatakan akan mencoba
anjuran dari perawat.
64
12.30 WIB
16.00 WIB
16.30 WIB
20.00 WIB
21.00 WIB
23.00 WIB
5. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/90 mmhg N: 96 x/menit
S : 37,3˚ C RR : 20 x/menit
6. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Cefriaxone 1 gr/IV
Respon : Ceftiaxone masuk secara IV dan tidak
ada tanda-tanda alergi muncul
7. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,8˚ C RR : 20 x/menit
8. Melakukan advise dokter dalam pemberian
cefriaxone 1 gr/IV
Respon : Ceftiaxone masuk secara IV dan tidak
ada tanda-tanda alergi muncul
9. Mengobservasi TTV.
Respon: TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S: 36,4˚ C RR : 20 x/menit
E :
S :Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk dan
tidak berkurang.
O :
1. TTV
TD : 120/80 mmhg N: 98 x/m
S : 36,4˚ C RR : 20 x/m
2. Skala nyeri 5
3. Klien tampak menyeringai kesakitan
4. Klien tampak memegangi perut
R : Tujuan belum tercapai intervensi dilanjutkan .
3 3 Juni 2014
07.00 WIB
S :Pasien mengatakan mual-mual tetapi tidak muntah.
O:
1. K/u lemah
2. Mukosa bibir kering
3. Perkusi hipertimpani (kembung)
4. Bising usus 15 x/menit
5. Diit yang diberikan tidak diberikan hanya 3
sendok saja yang dimakan.
A:Gangguan pola nutrisi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi.
1. Kaji mual yang dirasakan klien
2. Anjurkan kembali untuk memberi makanan
sedikit tapi sering
3. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit
bubur TKTP Rendah Serat
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antiemetic
65
07.10 WIB
07.55 WIB
08.00 WIB
08.05 WIB
10.00 WIB
10.10 WIB
12.00 WIB
12.10 WIB
12.30 WIB
13.00 WIB
16.30 WIB
I :
1. Melakukan advise dokter pemberian Plantacyd 1
sdm.
Respon : Obat Plantacyd diminum sebelum
makan setelah 30 menit observasi pasien tidak
muntah.
2. Memberikan diit BTKTP Rendah Serat pada
pasien .
Respon : Pasien memakan diit yang diberikan
hanya 3 sendok.
3. Menganjurkan keluarga untuk memberi makan
sedikit tapi sering.
Respon : Keluarga mengerti dan akan memberi
makanan sedikit tapi sering kepada klien.
4. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Domperidone10mg/oraldan Ranitidine 150 mg
oral
Respon : Obat domperidone dan Ranitidin
diminum setelah 30 menit observasi pasien tidak
muntah.
5. Memberikan makan ringan berupa kue dari tim
gizi
Respon : Kue hanya dimakan ½ .
6. Menanyakan tingkat mual yang dirasakan klien.
Respon : Klien mengatakan masih merasa mual
tetapi sudah tidak muntah.
7. Memberikan obat Plantacyd 1 sdm/oral sebelum
makan
Respon : Obat Plantacyd diminum sebelum
makan setelah 30 menit observasi pasien tidak
muntah.
8. Memberikan diit BTKTP Rendah Serat pada
pasien
Respon : Pasien memakan diit yang diberikan
hanya 5 sendok.
9. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/90 mmhg N: 96 x/menit
S: 37,3˚ C RR : 20 x/menit
10. Melakukan advise dokter dalam
pemberianDomperidone 10mg/oral dan Ranitidine
150 mg oral
Respon : Obat Domperidone dan Ranitidin
diminum setelah 30 menit observasi pasien tidak
muntah.
11. Memberikan obat Plantacyd 1 sdm/oral sebelum
makan
66
17.00 WIB
21.00 WIB
23.00 WIB
Respon : Obat Plantacyd diminum sebelum
makan setelah 30 menit observasi pasien tidak
muntah.
12. Memberikan diit BTKTP Rendah Serat
Respon : Pasien hanya memakan ¼ porsi
makanan yang diberikan.
10. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S :36,4˚ C RR : 20 x/menit
E :
S :Pasien mengatakan masih merasa mual tetapi tidak
muntah.
O :
1. TTV
TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 20 x/menit
2. K/u lemah
3. Diit dihabiskan hanya ¼ porsi makanan yang
diberikan
4. Obat masuk tidak ada tanda-tanda alergi
R : Tujuan tercapai sebagian lanjutkan intervensi.
4. 3 Juni 2014
07.00 WIB
07.30 WIB
08.00 WIB
09.00 WIB
S: Klien mengatakan BAB hitam 1 kali
O :
1. TTV
TD : 120/80 mmhg
N : 100 x/menit
S : 37,5 ˚C
RR : 18 x/menit
2. Pasien BAB darah 1 kali
3. Warna BAB hitam konsistensi lembek
A : Perdarahan gastrointestinal berlanjut
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji perdarahan yang dialami klien
2. Observasi TTV klien
3. Berikan cairan intravena RL
4. Kolaborasi dengan dokter pemberian anti
koagulan
I :
1. Mengkaji perdarahan yang dialami klien
Respon : Klien mengatakan BAB hitam seperti
petis 1 kali
2. Melakukan advise dokter pemberian Ranitidin150
mg/oral
Respon : Obat Ranitidin diminum setelah 30
menit observasi pasien tidak muntah
3. Mengganti cairan intravena RL
67
12.30 WIB
12.50 WIB
16.30 WIB
17.30 WIB
17.30 WIB
21.00 WIB
21.30 WIB
23.00 WIB
Respon : Cairan RL masuk melalui selang infuse
20 tpm
4. Mengkaji TTV klien
Respon : TD : 120/90 mmhg N: 96 x/menit
S : 37,3˚ C RR : 20 x/menit
5. Melakukan advise dokter pemberian Ranitidin150
mg/oral
Respon : Obat Ranitidin diminum setelah 30
menit observasi pasien tidak muntah
6. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,8˚ C RR : 20 x/menit
7. Mengganti cairan intravena RL
Respon : cairan RL masuk melalui selang infuse
20 tpm
8. Melakukan advise dokter pemberian Ranitidin oral
Respon : Obat Ranitidin diminum setelah 30
menit observasi pasien tidak muntah
9. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S: 36,4˚ C RR : 20 x/menit
10. Mengkaji BAB klien
Respon : BAB warna hitam konsistensi lembek
E :
S : Klien mengatakan BAB hitam seperti petis 1 kali
I:
1. TTV
TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 20 x/menit
2. Obat oral masuk
3. Cairan RL masuk
4. K/u lemah
5. BAB warna hitam dan konsistensi lembek
R : Tujuan tercapai sebagian lanjutkan intervensi
68
EVALUASI (CATATAN PERKEMBANGAN)
Nama Klien : Ny. S
No. Reg : 230271
Rawat Inap Hari Ke : 3
No. Tanggal /
Jam
EVALUASI
1 4 Juni 2014
07.00 WIB
08.00 WIB
08.20 WIB
08.25 WIB
S : Pasien mengatakan panas menurun.
O:
1. K/u lemah
2. TTV
TD : 120/80 mmhg
N : 100 x/menit
S : 36,5 ˚C
RR : 18 x/menit
3. Kulit tidak kemerahan
4. Akral hangat
5. Turgor kulit kembali > 2 detik
A: Hipetermi teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
1. Pantau suhu tubuh setiap 4 jam
2. Observasi membran mukosa, warna kulit, turgor
kulit
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum
4. Pantau/ observasi tanda-tanda vital
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antipiretik jika perlu
6. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
I :
1. Melakukan advice dokter dalam pemberian
antibiotic Ceftriaxone 1 gr/IV.
Respon : Ceftriaxone masuk secara IV dan tidak
ada tanda-tanda alergi muncul.
2. Mengobservasi membran mukosa, warna kulit,
turgor kulit
Respon : Membran mukosa kering , bibir pecah-
pecah, warna kulit tidak kemerahan, turgor kulit
menurun kembali >2 detik
3. Menganjurkan pasien untuk mempertahankan
banyak minum air putih untuk membantu
mengembalikan suhu tubuh normal dan mencegah
dehidrasi.
69
12.30 WIB
16.00 WIB
16.30 WIB
20.00 WIB
21.00 WIB
23.00 WIB
Respon :Klien minum air putih 1 gelas.
4. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/90 mmhg N: 100 x/menit
S: 36,6˚ C RR : 20 x/menit
5. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Antibiotik Ceftriaxone 1gr/IV.
Respon : Ceftriaxone masuk secara IV dan tidak
ada tanda alergi muncul.
6. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S: 36,8˚ C RR : 20 x/menit
7. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Antibiotik Ceftriaxone 1gr/IV.
Respon : Ceftriaxone masuk secara IV dan tidak
ada tanda alergi muncul
8. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 18x/menit
E :
S : Pasien mengatakan badan tidak panas
O :
1. K/u lemah
2. TTV
TD : 120/80 mmhg N: 98 x/m
S: 36,4˚ C RR : 18 x/m
3. Akral hangat
4. Membran mukosa kering
5. Bibir pecah-pecah
6. Warna kulit tidak kemerahan
7. Turgor kulit kembali <2 detik
R : Tujuan tercapai .
2 4 Juni 2014
07.00 WIB
S : Pasien mengeluh nyeri pada perut hilang timbul nyeri
dirasakan menjalar di kaki kiri. Nyeri dirasakan di daerah
persendian.
O:
1. Klien tampak menyeringai
2. Skala nyeri 3
3. K/u lemah
4. TTV
TD : 120/80 mmhg
N : 100 x/menit
S : 36,5 ˚C
RR : 18 x/menit
A: Nyeri (perut) berlanjut muncul diagnosa nyeri (sendi)
berhubungan dengan kadar asam urat tinggi.
P : Lanjutkan intervensi.
70
08.00 WIB
08.10 WIB
12.30 WIB
16.00 WIB
16.30 WIB
20.00 WIB
21.00 WIB
23.00 WIB
1. Observasi tanda-tanda Vital
2. Kaji nyeri secara komperhensif termasuk nyeri,
lokasi, durasi, skala
3. Ajarkan teknik distraksi
4. Ajarkan teknik relaksasi
5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
analgesic jika perlu
I :
1. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Analgesik Ketorolax 30 mg/IV,Antibiotic
Ceftriaxone 1 gr/IV, dan Dexametason 5 mg/IV
Respon :Ketorolax, Ceftriaxone, Dexametason
masuk secara IV dan tidak ada tanda-tanda alergi
muncul
2. Mengkaji nyeri (lokasi dan skala).
Respon :Skala nyeri 3, nyeri dirasakan pada
epigastrik nyeri menjalar di kaki kiri dirasakan
pada persendian.
3. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/90 mmhg N: 100 x/menit
S : 36,6˚ C RR : 20 x/menit
4. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Analgesic Ketorolax 30 mg/IV,Antibiotic
Ceftriaxone 1 gr/IV, dan Dexametason 5 mg/IV
Respon : Ketorolax, Ceftriaxone, Dexametason
masuk secara IV dan tidak ada tanda-tanda alergi
muncul
5. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,8˚ C RR : 20 x/menit
6. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Analgesic Ketorolax 30 mg/IV,Antibiotic
Ceftriaxone 1 gr/IV, dan Dexametason 5 mg/IV
Respon : Ketorolax, Ceftriaxone, Dexametason
masuk secara IV dan tidak ada tanda-tanda alergi
muncul
7. Mengobservasi TTV.
Respon: TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 18x/menit
E :
S : Pasien mengatakan nyeri pada perut dan menjalar di
kaki kiri. Nyeri dirasakan pada persendian.
O :
1. TTV
TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S: 36,4˚ C RR : 18x/menit
71
2. Skala nyeri 3
3. Klien tampak menyeringai kesakitan
R : Tujuan belum tercapai intervensi dilanjutkan .
3 4 Juni 2014
07.00 WIB
07.10 WIB
07.15WIB
08.10 WIB
10.00 WIB
10.20 WIB
11.50 WIB
12.00 WIB
S : Pasien mengatakan mual yang dirasakan berkurang.
O:
1. K/u lemah
2. Mukosa bibir kering
3. Diit yang diberikan belum dimakan.
A: Gangguan pola nutrisi belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.
1. Kaji mual yang dirasakan klien
2. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit
bubur TKTP Rendah Serat
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
Antiemetic
I :
1. Melakukan advise dokter pemberian Plantacyd 1
sdm/oral sebelum makan.
Respon : Obat Plantacyd diminum sebelum
makan setelah 30 menit observasi pasien tidak
muntah.
2. Memberikan diit BTKTP Rendah Serat pada
pasien .
Respon : Diit yang diberikan tidak dihabiskan
sisa ½ porsi.
3. Melakukan advise dokter dalam pemberiam
Domperidone 10 mg/oral dan Ranitidin 150
mg/oral
Respon : Obat Domperidone dan Ranitidin
diminun setelah 30 menit observasi pasien tidak
muntah
4. Memberikan makan ringan berupa kue dari tim
gizi
Respon : Kue hanya dimakan ½ .
5. Menanyakan tingkat mual yang dirasakan klien.
Respon : Klien mengatakan mual berkurang tetapi
sudah tidak muntah.
6. Memberikan obat Plantacyd 1 sdm/oral sebelum
makan
Respon : Obat Plantacyd diminum sebelum
makan setelah 30 menit observasi pasien tidak
muntah.
7. Memberikan diit BTKTP Rendah Serat pada
pasien .
Respon : Pasien memakan diit yang diberikan
hanya ½ porsi.
72
12.30 WIB
12.40 WIB
16.30 WIB
17.00 WIB
21.00 WIB
23.00 WIB
8. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmh N: 98 x/menit
S : 36,8˚ C RR : 20 x/menit
9. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Domperidone 10 mg/oral dan Ranitidin150
mg/oral
Respon : Obat Domperidone dan Ranitidin
diminun setelah 30 menit observasi pasien tidak
muntah
10. Memberikan obat Plantacyd 1 sdm/oral sebelum
makan
Respon : Obat Plantacyd diminum sebelum
makan setelah 30 menit observasi pasien tidak
muntah.
11. Memberikan diit BTKTP Rendah Serat
Respon : Pasien hanya memakan ½ porsi
makanan yang diberikan.
12. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 18x/menit
E :
S :Pasien mengatakan mual berkurang tetapi sudah tidak
muntah.
O :
1. TTV
TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S: 36,4˚ C RR : 18x/menit
2. K/u lemah
3. Diit dihabiskan hanya ½ porsi makanan yang
diberikan
4. Obat masuk tidak ada tanda-tanda alergi
R : Tujuan tercapai sebagian, lanjutkan intervensi.
4. 4 juni 2014
07.00
S: Klien mengatakan BAB 1 kali warna kecoklatan
O :
1. TTV
TD : 120/80 mmhg
N : 100 x/menit
S : 36,5 ˚C
RR : 18 x/menit
2. Pasien BAB darah 1 kali warna kecoklatan
konsistensi lembek
A : Perdarahan gastrointestinal berkurang
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji perdarahan yang dialami klien
2. Observasi TTV klien
3. Berikan cairan intravena RL
73
07.20 WIB
08.10 WIB
11.00 WIB
12.30 WIB
12.50 WIB
16.30 WIB
17.30 WIB
19.10 WIB
21.00 WIB
21.20 WIB
22.00 WIB
4. Kolaborasi dengan dokter pemberian anti
koagulan
I :
1. Mengkaji perdarahan yang dialami klien
Respon : Klien mengatakan BAB 1 kali warna
kecoklatan
2. Melakukan advise dokter pemberian Ranitidin
150 mg/oral
Respon : Obat Ranitidin diminum setelah 30
menit observasi pasien tidak muntah.
3. Mengganti cairan intravena RL
Respon : cairan RL masuk melalui selang infuse
20 tpm
4. Mengkaji TTV klien
Respon : TD : 120/90 mmhg N: 100 x/menit
S: 36,6˚ C RR : 20 x/menit
5. Melakukan advise dokter pemberian Ranitidine
150 mg/oral
Respon :Obat Ranitidin diminum setelah 30
menit observasi pasien tidak muntah.
6. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S: 36,8˚ C RR : 20 x/menit
7. Melakukan advise dokter pemberian Ranitidine
150 mg/oral
Respon :Obat Ranitidin diminum setelah 30
menit observasi pasien tidak muntah.
8. Mengganti cairan intravena RL
Respon : Cairan RL masuk melalui selang infuse
20 tpm
9. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 18x/menit
10. Mengkaji BAB
Respon : Klien mengatakan BAB 2 kali warna
kecoklatan dengan konsistensi padat
E :
S : Klien mengatakan BAB 2 kali warna kecoklatan
O : 1. TTV
TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 18x/menit
2. Obat oral masuk
3. Cairan RL masuk
4. K/u lemah
5. BAB warna coklat konsisitensi padat
R : Tujuan tercapai
74
ANALISA DATA (Tanggal 4 Juni 2014)
Nama : Ny. S
No. Register : 230271
Rawat hari ke : 3
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
5. Ds :
1. Klien mengatakan
nyeri menjalar di kaki
kiri, terutama pada
persendian terasa
nyeri,
2. Klien mengatakan
nyeri pada saat
digerakkan
Do :
1. Area persendian
bengkak.
2. Skala nyeri 3
3. Asam urat 7,3 (2,4-
5,7)
Faktor usia/ konsumsi
makanan yang
mengandung purin
berlebih
Kadar asam urat
meningkat
Asam urat mengumpul di
persendian
Bengkak pada persendian
Nyeri (sendi)
Nyeri (sendi)
75
DIAGNOSA KEPERAWATAN (4 Juni 2014)
Nama : Ny. S
No. Reg : 230271
Rawat hari ke : 3
No. Tgl Muncul Diagnosa Keperawatan
1 04 – 06 –
2014 Nyeri (sendi) berhubungan dengan kadar asam urat
yang meningkat ditandai dengan Klien mengatakan
nyeri menjalar di kaki kiri, terutama pada persendian
terasa nyeri, Klien mengatakan nyeri pada saat
digerakkan, Area persendian bengkak, Skala nyeri 3 dan
Asam urat 7,3 (2,4-5,7).
76
NURSING CARE PLAN
Nama Klien : Ny.S
No. Reg : 230271
Rawat Inap Hari Ke : 3 (4 Juni 2014)
No. Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x
24jam diharapkan tingkat
nyeri berkurang/ hilang,
pasien dapat mengontrol
nyeri dengan criteria hasil:
1. Wajah tampak
rileks (tampak
tenang)
2. Pasien tidak
merintih kesakitan
3. Melaporkan nyeri
berkurang/hilang
4. Mengerti dan
memahami
penyebab dari
nyeri (sendi)
5. Keluarga dapat
menyebutkan
kembali makanan
yang harus
dihindari
1. Kaji nyeri
2. Beri HE tentang
makanan yang
harus dihindari
pada pasien
dengan nyeri
(sendi) seperti
bayam, emping,
nangka, jeroan,
otak, lemak
3. Anjurkan klien
untuk melakukan
kompres hangat
pada daerah
persendian
4. Observasi TTV
5. Kolaborasi
dengan dokter
pemberian
analgesik
1. Perubahan
karakteristik
nyeri
menunjukkan
penyebaran
penyakit
2. Makanan yang
mengandung
purin dapat
meningkatkan
kadar asam urat
3. Kompres hangat
dapat
mengurangi
nyeri yang
dirasakan
4. Mengetahui
tingkat
kesembuhan
klien
5. Analgesic terapi
farmakologi
untuk
menghilangkan
nyeri
77
EVALUASI (CATATAN PERKEMBANGAN)
Nama Klien : Ny. S
No. Reg : 230271
Rawat Inap Hari Ke : 3
No. Tanggal /
Jam
EVALUASI
5. 4 Juni 2014
07.00 WIB
08.00 WIB
08.20 WIB
S : Pasien mengeluh nyeri pada perut hilang timbul
nyeri dirasakan menjalar di kaki kiri. Nyeri dirasakan di
daerah persendian. Pasien mengatakan nyeri saat
digerakkan
O:
1. Area persendian bengkak.
2. Skala nyeri 3
3. Asam urat 7,3 (2,4-5,7)
A: Nyeri sendi berlanjut
P : Lanjutkan intervensi.
1. Jelaskan pada klien dan keluarga akibat nyeri
sendi yang di rasakan klien
2. Lakukan Kompres hangat pada daerah sendi
yang nyeri
3. Berikan penjelasan tentang makanan yang harus
dihindari pada pasien dengan asam urat
4. Kaji skala nyeri
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgesik
I :
1. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Analgesic Ketorolax 30 mg/IV, Antibiotic
Cefriaxone 1 gr/IV, dan Dexametason 5 mg/IV
Respon : Ketorolax, Ceftiaxone, Dexametason
masuk secara IV dan tidak ada tanda-tanda
alergi muncul
2. Mengkaji nyeri (lokasi dan skala).
Respon : Skala nyeri 3, nyeri dirasakan pada
epigastrik nyeri menjalar di kaki kiri dirasakan
pada persendian.
78
08.25 WIB
08.40 WIB
09.00 WIB
12.30 WIB
16.00 WIB
16.30 WIB
20.00 WIB
21.00 WIB
23.00 WIB
3. Menjelaskan pada klien dan keluarga akibat
nyeri sendi yang dirasakan klien (nyeri sendi
dirasakan karena kadar asam urat yang
meningkat)
Respon : Klien dan keluarga mengerti dan
memahami penjelasan dari perawat
4. Menganjurkan klien untuk melakukan kompres
hangat pada daerah sendi yang nyeri
Respon : Klien mengerti dan akan menerapkan
anjuran perawat
5. Memberikan penjelasan tentang makanan yang
harus dihindari pada pasien dengan asam urat
(Bayam, emping, nangka, jeroan, otak, lemak,
kacang)
respon : Klien dan keluarga mengerti dan
mampu menyebutkan kembali makanan yang
harus dihindari
6. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/90 mmhg N: 100 x/menit
S : 36,6˚ C RR : 20 x/mrnit
7. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Analgesic Ketorolax 30 mg/IV, Antibiotic
Cefriaxone 1 gr/IV, dan Dexametason 5 mg/IV
Respon : Ketorolax, Ceftiaxone, Dexametason
masuk secara IV dan tidak ada tanda-tanda
alergi muncul
8. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/m
S : 36,8˚ C RR : 20 x/m
9. Melakukan advise dokter dalam pemberian
Analgesic Ketorolax 30 mg/IV, Antibiotic
Cefriaxone 1 gr/IV, dan Dexametason 5 mg/IV
Respon : Ketorolax, Ceftiaxone, dexametason
masuk secara IV dan tidak ada tanda-tanda
alergi muncul
10. Mengobservasi TTV.
Respon : TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 18x/menit
E :
S : Pasien mengatakan nyeri pada perut dan menjalar di
kaki kiri. Nyeri dirasakan pada persendian.Pasien
mengatakan nyeri sendi jika digerakkan
O :
79
1. TTV
TD : 120/80 mmhg N: 98 x/menit
S : 36,4˚ C RR : 18x/menit
2. Skala nyeri 3
3. Klien dan keluarga dapat menjelaskan kembali
anjuran dari perawat
R : Tujuan belum tercapai intervensi dilanjutkan .
80
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas apakah asuhan keperawatan yang
telah diberikan pada kasus Asuhan Keperawatan Gangguan Termoregulasi :
Peningkatan Suhu Pada Pasien Ny. S dengan Typhoid Di Ruang Penyakit Dalam
RSUD Genteng – Banyuwangi 2014 yang dilakukan mulai tanggal 2 Juni – 4 Juni
2014 apakah sesuai dengan tinjauan pustaka. Pembahasan ini dibuat menurut
teori, fakta yang ada pada tinjauan kasus yang penulis lakukan dan opini dari
penulis sendiri yang didukung oleh teori.
1. Pengkajian
Pada pengkajian Asuhan Keperawatan Gangguan Termoregulasi :
Peningkatan Suhu Tubuh Pada Ny. S Dengan Typhoid Di Ruang
Penyakit Dalam RSUD Genteng – Banyuwangi 2014 didapatkan
kesenjangan antara fakta dan teori menurut tinjauan kasus Ny.S
dengan Typhoid didapatkan pengkajian fisik pada sistem
musculuskeletal sebagai berikut :
Klien mengatakan nyeri menjalar di kaki kiri, terutama pada
persendian terasa nyeri, nyeri pada saat digerakkan, pada area
persendian bengkak.
Pada tinjauan pustaka pada sistem musculusketal pada pasien
typhoid mengalami badan lemah (Haryono, 2012).
81
Menurut penulis pasien mengalami nyeri pada persendian
dikarenakan kadar asam urat yang tinggi. Dari data penunjang
pemeriksaan darah lengkap diketahui kadar asam urat pasien 7,3 mg/dl
dengan nilai normal dari asam urat 2,4-5,7 mg/dl.
2. Diagnosa keperawatan
Pada perumusan diagnosa Asuhan Keperawatan Gangguan
Termoregulasi : Peningkatan Suhu Tubuh Pada Ny. S dengan Typhoid
Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Genteng – Banyuwangi 2014
didapatkan 5 diagnosa yaituHipetermi, Nyeri (perut), Gangguan pola
nutrisi, Resiko perdarahan gastrointestinal dan nyeri (sendi).
Pada tinjauan kasus diagnosa yang muncul pada pasien Typhoid
ada 5 diagnosa Hipertermi berhubungan dengan infeksi salmonella
typhi (NANDA,2012), Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual,
muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare
(NANDA,2012), Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan
pemasukan yang kurang, mual, muntah/pengeluaran yang berlebihan,
diare, panas tubuh (NANDA,2012), Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual,muntah), pembatasan
aktifitas (Suratun,2010) dan Kurangnya perawatan diri berhubungan
dengan istirahat total (Suratun,2010).
Menurut penulis diagnosa keperawatan resiko defisit volume
cairan tidak ditegakkan karena pasien tidak mengalami diare dan
82
pasien tidak mengalami kehilangan cairan yang berlebih. Untuk
diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak
ditegakkan karena pasien mengalami gangguan pada pola nutrisi
seperti pasien mual-mual dan porsi makan tidak dihabiskan.
Sedangkan untuk diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas tidak
ditegakkan pada pasien Ny. S karena pada Ny. S bisa memenuhi
aktivitas sendiri seperti makan, minum, duduk. Setiap pasien Typhoid
tidak dianjurkan untuk melakukan aktivitas berlebih. Pada Ny.S
muncul diagnosa resiko perdarahan gastrointestinal dan nyeri (sendi).
Menurut penullis diagnosa resiko perdarahan gastrointestinal itu
muncul karena keadaan klien yang mengalami komplikasi intestinal
meliputi perdarahan usus. Bila perdarahan yang terjadi banyak dan
berat dapat terjadi melena. Sehingga muncul masalah keperawatan
resiko perdarahan gastrointestinal. Sedangkan diagnose nyeri (sendi)
muncul karena Ny. S kadar asam urat yang tinggi sehingga pasien akan
mengalami nyeri sendi dan bengkak pada persendian.
3. Intervensi
Pada tinjauan kasus Asuhan Keperawatan Gangguan
Termoregulasi : Peningkatan Suhu Tubuh Pada Ny. S dengan Typhoid
Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Genteng – Banyuwangi 2014
didapatkan intervensi Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2 jam atau 4
jam, Observasi membran mukosa, pengisian kapiler, turgor kulit,
Berikan minum 2-2,5 liter sehari/24 jam, Berikan kompres hangat pada
83
dahi, ketiak dan lipat paha, Anjurkan klien untuk tirah
baring/pembatasan aktifitas selama fase akut, Anjurkan klien
menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, Berikan
terapi anti piretik sesuai program medic dan evaluasi keefektifannya
Kolaborasi dalam Pemberian antibiotic sesuai program medic.
Pada tinjauan teoriKaji dan catat suhu tubuh setiap 2 jam atau 4
jam, Observasi membran mukosa, pengisian kapiler, turgor kulit,
Berikan minum 2-2,5 liter sehari/24 jam, Berikan kompres hangat pada
dahi, ketiak dan lipat paha, Anjurkan klien untuk tirah
baring/pembatasan aktifitas selama fase akut, Anjurkan klien
menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, Berikan
terapi antipiretik sesuai program medic dan evaluasi keefektifannya,
Kolaborasi dalam Pemberian antibiotic sesuai program medic
(NANDA, 2012).
Menurut penulis pada pasien Ny.S tidak ada kesenjangan antara
fakta dan teori. Pada pasien Ny. S direncanakan melakukan kompres
hangat, menganjurkan memakai pakaian tipis yang dapat menyerap
keringat, pemberian antipiretik, pemberian antibiotik. Rencana
tindakan tersebut untuk menurunkan demam/panas yang dirasakan
klien.
4. Implementasi
Pada tinjauan kasus Asuhan Keperawatan Gangguan
Termoregulasi : Peningkatan Suhu Tubuh Pada Ny. S dengan Typhoid
Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Genteng – Banyuwangi 2014
84
didapatkan implementasi Menjelaskan kepada klien dan keluarga
tentang tindakan yang akan dilakukan, Menjelaskan tentang penyebab
hipertermi dengan menjelaskan tentang proses peningkatan suhu tubuh
yang terjadi karena adanya infeksi dalam usus halus, Mengkaji TTV
klien, Mengobservasi membrane mukosa, turgor kulit, Memberikan
minum air putih, Menganjurkan klien menggunakan pakaian yang tipis
dan menyerap keringat, Memberikan kompres hangat pada dahi,
ketiak, Memberikan terapi antipiretik Paracetamol 500 mg,
Mengobservasi suhu tubuh klien
Pada tinjauan teori tindakan kompres hangat merupakan
tindakan yang cukup efektif dalam menurukan panas. Oleh karena itu,
sebaiknya penggunaan antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada
setiap keadaan demam. Dalam hasil penelitian Purwanti (2008)
ditekankan bahwa, obat penurun panas hanya diberikan dengan suhu di
atas 38,5˚C atau merasa tidaknyaman (uncomfortable), selain dari itu
sebaiknya jangan dulu dilakukan pemberian antipiretik.
Menurut penulis tidak ada kesenjangan antara fakta dan teori.
Pada Ny. S dilakukan kompres hangat pada dahi dan ketiak. Ny. S juga
diberikan terapi antipiretik Paracetamol 500 mg oral karena suhu tubuh
klien 38,8 ˚ C.
5. Evaluasi
Pada tinjauan kasus Asuhan Keperawatan Gangguan
Termoregulasi : Peningkatan Suhu Tubuh Pada Ny. S dengan Typhoid
85
Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Genteng – Banyuwangi 2014
didapatkan evaluasi tanggal 4 Juni 2014 diagnosa hipetermi tujuan
tercapai dengan Pasien mengatakan badan tidak panas, K/u lemah,
TTV TD : 120/80 mmhg, N: 98 x/menit, S: 36,4˚ C, RR : 18 x/menit,
Akral hangat, Membran mukosa kering, Bibir pecah-pecah, Warna
kulit tidak kemerahan, Turgor kulit kembali <2 detik. Untuk evaluasi
diagnose nyeri (perut) teratasi sebagian dan nyeri (sendi) belum
tercapai dengan pasien mengatakan nyeri pada perut dan menjalar di
kaki kiri. Nyeri dirasakan pada persendian, kadar asam urat yang tinggi
dan bengkak pada persendian
Menurut penulis nyeri (perut) tidak dapat teratasi karena proses
inflamasi. Nyeri (sendi) tidak teratasi dikarenakan focus implementasi
pada Typhoid sehingga tidak dapat mengurangi kadar asam urat yang
tinggi.
85
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dari hasil studi kasus dan
saran yang dapat diberikan penulis tentang Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
Asuhan Keperawatan Gangguan Termoregulasi : Peningkatan Suhu Tubuh Pada
Ny. S Dengan Typhoid di Ruang Penyakit Dalam RSUD Genteng – Banyuwangi
2014
A. Kesimpulan
1. Pada pemeriksaan fisik musculuskeletal pada tinjauan kasus Ny.S
didaptkan Klien mengatakan nyeri menjalar di kaki kiri, terutama pada
persendian terasa nyeri, nyeri pada saat digerakkan, pada area persendian
bengkak. Pemeriksaan penunjang pada tinjauan kasus Ny. S ditemukan
SGPT 65, SGOT 95 dan widal (typhi O 1/320 dan typhi H 1/160).
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan kasus Ny. S adalah
hipetermi, gangguan pola nutrisi, nyeri (perut), resiko perdarahan
gastrointestinal dan nyeri (sendi).
3. Untuk intervensi yang dilakukan pada pasien hipetermi dengan typhoid
direncanakan tindakan kompres hangat dan pemberian antipiretik untuk
menurunkan hipetermi.
4. Implementasi sesuai dengan rencana intervensi keperawatan yang telah
ditetapkan dengan mempertahankan kondisi pasien. Untuk tindakan yang
86
tepat pada pasien hipetermi dengan typhoid yaitu dengan mengkompres
hangat pada dahi, ketiak dan mengkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antipiretik.
5. Evaluasi merupakan hasil respon dari implementasi yang dibuat
menggunakan SOAPIER dan tujuan belum tercapai implementasi
dilanjutkan sesuai intervensi sampai tujuan tercapai atau keadaan pasien
yang membaik. Pada tinjauan kasus Ny. S tujuan hipetermi dapat teratasi
untuk diagnosa nyeri tidak dapat teratasi dengan pasien mengatakan nyeri
pada perut dan menjalar di kaki kiri. Nyeri dirasakan pada persendian. K/u
lemah, skala nyeri 3, klien tampak menyeringai kesakitan.
B. Saran
1. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan dari studi kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan
terutama untuk menerapkan Asuhan Keperawatan Gangguan
Termoregulasi : Peningkatan Suhu Tubuh Pada Pasien Typhoid. Pada
pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan , intervensi, implementasi,
evaluasi, dan dokumentasi.
2. Bagi Institusi
a) Diharapkan dari studi kasus ini sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dalam hal memberikan Asuhan Keperawatan Gangguan
Termoregulasi : Peningkatan Suhu Tubuh Pada Pasien Typhoid dan
sebagai referensi dalam studi kasus selanjutnya yang berkaitan dengan
judul studi kasus.
87
b) Diharapkan untuk memperbaiki fasilitas seperti wi-fi untuk kelancaran
mahasiswa dalam mencari bahan kuliah.
c) Diharapkan untuk menambah referensi / buku keperawatan lebih
lengkap dan terbaru.
3. Bagi Responden / Klien
Diharapkan dari studi kasus ini dapat digunakan sebagai
pengetahuan tambahan bagi klien dan keluarga untuk tetap hidup sehat dan
bersih. Selalu mencuci tangan sebelum makan untuk meminimalkan
bakteri masuk ke dalam tubuh kita.
4. Bagi Instansi Kesehatan / RS.
1. Diharapkan dari hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai
pendokumentasian Gangguan Termoregulasi : Peningkatan Suhu
Tubuh Pada Pasien Typhoid sehingga dapat meningkatkan mutu bagi
keperawatan.
2. Diharapkan untuk membatasi pengunjung dalam menjenguk pasien
dan mambatasi jam kunjung agar pasien dapat beristirahat dengan
tenang.
3. Menyediakan ruangan bagi pasien yang menderita penyakit menular
sehingga tidak menular kepada pasien yang lain.
88
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (Sistem
Pencernaan), Yogyakarta : Goysen Publising
Harti, Agnes Sri. (2010). Pemeriksaan Widal Slide Untuk Diagnosa
Demam Tifoid
Haryono, Rudi. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan,
Yogyakarta : Gosyen Publishing
Mansjoer, Arief. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media
Aeskulapiu
Maryunani, Anik. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan.TIM,
Jakarta
Muhammad, Fatmawati. (2011). Efektifitas Kompres Hangat Dalam
Menurunkan Demam Pada Pasien Thypoid Abdominalis Di Ruang G1
Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Nanda. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan Edisi Revisi, Yogyakarta:
Media Hardy
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam, Yogyakarta : Nuha
Medika
Pramitasari, Okky Purnia. (2013). Faktor Risiko Kejadian Penyakit
Demam Tifoid Pada Penderita Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum
Daerah Ungaran
89
R, Aden. (2010). Seputar Penyakit dan Gangguan Lain Pada Anak.
SIKLUS, Jogjakarta
Suratun. (2010). Asuhan keperawatan klien gangguan system
gastrointestinal. Jakarta : Trans Info Media
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan
edisi 3. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. (2013), Buku Saku Diagnosis Keperawatan :
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9.
Jakarta:EGC
90
Dian Prastiwi
91
92
93
94
95
96
97
98