hi per bilirubin
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hiperbilirubinemia adalah salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada bayi baru
lahir yang ditandai dengan peningkatan total serum bilirubin dalam darah diatas 5mg/dl.6
Istilah hiperbilirubinemia digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi terjadinya
akumulasi jumlah bilirubin yang berlebih didalam darah dan ditandai dengan adanya
jaundice atau ikterus yang merupakan warna kekuningan pada kulit, sclera dan kuku.9
Bilirubin pada bayi baru lahir meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.
Billirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam dan puncaknya pada hari ke 3-5.
Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati normal dalam beberapa minggu.9
miningkatnya bilirubin pada bayi baru lahir dapat tejadi karena jumlah sel darah merah
lebih banyak dan berumur lebih pendek, fungsi hepar yang belum sempurna serta
meningkatnya siklus enterohepatikus.
Pada hiperbilirubinemia fisiologis, terjadi peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi
>2 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi itu biasanya
meningkat menjadi 6 sampai 8 mg/dL pada umur 3 hari, dan akan mengalami penurunan.
Pada bayi kurang bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat menjadi 10
sampai 12 mg/dL pada umur 5 hari.12,13
Kadar bilirubin yang terus meningkat melebihi batas normal dapat menyebabkan
kerusakan pada sel otak (kernikterus) sehingga peningkatan kadar bilirubin melebihi batas
normal harus segera dicegah. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk membantu
mengurangi kadar bilirubin pada bayi baru lahir antara lain pemberian ASI sedini mungkin,
menjemur bayi dibawah sinar matahari pagi, fototerapi serta pemberian transfuse tukar.10
1
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan hiperbilirubin
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya hiperbilirubin.
2. Untuk mengetahui hal – hal yang dapat menegakkan diagnosis.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan hiperbilirubin pada bayi.
1.3 Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang
patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan hiperbilirubin.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah keadaan nilai bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dL
ditunjukkan dengan gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin.11 Hiperbilirubinemia
adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya
kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.1
Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non
patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai
hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin
terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani. 2
Gambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram
Bhutani
3
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.3 Pada orang dewasa, ikterus akan
tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dl(>17μmol/L) sedangkan pada neonatus baru
tampak apabila serum bilirubin > 5mg/dl(86μmol/L).2 Ikterus lebih mengacu pada
gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih
mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sebagian besar disebabkan oleh bilirubin
Indirek yang dapat memberikan efek toksik pada otak dan dapat menimbulkan kematian
atau cacat seumur hidup, oleh sebab itulah maka setiap bayi yang mengalami ikterus harus
mendapat perhatian, meskipun tidak semuanya memerlukan pemeriksaan atau pengobatan
yang khusus
2.2 Klasifikasi
Terdapat dua jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
2.2.1 Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta
tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena
ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
d. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
4
2.2.2 Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-
tandanya sebagai berikut :
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada
neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
b. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
c. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
d. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
e. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.4
2.3 Etiologi
Hiperbilirubin pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih
belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah.
Hiperbilirubin juga bisa terjadi karena beberapa kondisi klinis, di antaranya adalah:
a. Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir.
Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin
tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati
bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah
dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum
mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi
peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning
pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor ini maka disebut
sebagai ikterus fisiologis
b. Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapa air susu ibu (ASI)
eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau
ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
c. Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang
ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung
5
pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa
dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis
yaitu 3-12 minggu.
d. Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan golongan darah
(inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu
akan memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga
akan menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan
bilirubin dari sel darah merah.
e. Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul dalam
proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah kulit
kepala. Secara alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga
akan keluar yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati
sehingga timbul kuning
f. Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi Kuning.
Bilirubin indirek yang larut dalam lemak bila menembus sawar darah otak akan
terikat oleh sel otak yang kemudian rusak sehingga bayi menderita kenikterus, anak
bertumbuh tetapi tidak berkembang. Bilirubin direk apabila bertumpuk di hati akan
menyebabkan sirosis hepatis. Penyebab lainnya ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri
sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus
neonatarum dapat dibagi:
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
6
tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake
bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan
di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.14
2.4 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin.
Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah
dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme
sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam
air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh
dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk).5
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri
kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan
diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
7
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini
umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian
dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut
air bersama urin.5 Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul
pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl.15
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena
rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa
adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika
konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.16
8
2.5 Manifestasi klinis
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-
kira 6mg/dl.1 Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi
9
(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini
hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat.17 Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a. Tampak pada hari 3 dan 4
b. Bayi tampak sehat (normal)
c. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
d. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
e. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
f. Menghilang paling lambat 10-14 hari pertama
g. Tak ada faktor resiko
h. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
Gambaran klinik ikterus patologis:
a. Timbul pada umur <36 jam
b. Cepat berkembang
c. Bisa disertai anemia
d. Menghilang lebih dari 2 minggu
e. Ada faktor resiko
f. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
g. Kadar billirubin 10 mg% pada neonates cukup bulan atau melebihi 12,5% pada
neonatus kurang bulan
h. Penigkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
i. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
j. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
k. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu
dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi : Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat :Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan
darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
10
3. Trauma lahir : Bruising, cephalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup
lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah) : Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh
keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit) : Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis
atau eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) : Sering berkaitan dengan anemia
hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
a. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c. Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d. Riwayat inkompatibilitas darah
e. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.2
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat
dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap.
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi
sinar.2
11
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis,
mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya
dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak
pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut
disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.1
Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer1
Deraja
tDaerah ikterus Perkiraan kadar bilirubin
I Kepala leher 5 mg/dl
IISampai badan atas (diatas
umbilicus )9 mg/dl
III
Samapai badan bawah
(dibawah umbilicus) hingga
tungkai atas (diatas lutut)
11,4 mg/dl
IVSampai lengan tungkai
bawah lutut12,4 mg/dl
V Sampai telapak kaki 16 mg/dl
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat
dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.2
12
Gambar 2.2 : Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan dan prematur
Gambar 2.3 : Kadar bilirubin serum pada Hiperbilirubinemia fisiologis dan non
fisiologis
2.6.3 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang
tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar
serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya
valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan tidak ‘reliable’
pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.
13
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain :
• Golongan darah dan ‘Coombs test’
• Darah lengkap dan hapusan darah
• Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc
• Bilirubin direk
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia
bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.2
Tabel 2.2 Diagnosa banding ikterus pada neonatus
Penegakan diagnosis ikterus
neonatarum berdasarkan
waktu kejadiannya: Waktu
Diagnosis banding Anjuran Pemeriksaan
Hari ke-1
*Penyakit hemolitik
Inkompatibilitas darah
(Rh,ABO)
Sferositosis.
Anemia hemolitik
Nonsferositosis
(defisiensi G6PD)
Kadar bilirubin serum berkala
Hb, Ht, retikulosit, sediaan
hapus darah golongan darah
ibu/bayi, uji Coomb
Hari ke-2 s.d ke-5
Kuning pada bayi
prematur
Kuning fisiologik,
Sepsis
Darah ekstravaskular,
Polisitemia
Sferositosis kongenital
Hitung jenis darah lengkap
Urin mikroskopik dan biakan
urin, Pemeriksaan terhadap
infeksi bakteri, golongan
darah ibu/bayi, uji Coomb
Hari ke-5 s.d ke-10 Sepsis, Uji fingsi tiroid, Uji tapis
14
Kuning karena ASI
Def G6PD,
Hipotiroidisme
Galaktosemia,
Obat-obatan
enzim G6PD, Gula dalam
urin
Pemeriksaan terhadap sepsis
Hari ke-10 atau lebih
Atresia biliaris,
Hepatitis neonatal
Kista koledokusm,
Sepsis (terutama Infeksi
saluran kemih),
Stenosis pilorik
Urin mikroskopik dan biakan
Uji serologi TORCH, Alfa
fetoprotein, alfa1antitripsin,
Kolesistografi, Uji Rose-
Bengal
2.7 Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang
terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma
meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan
albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun
sesudah terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan
mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar.1 Pada umunya, transfusi
tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :
15
Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
Bayi dengan hemoglobin tali pusat < 14mg% dan uji Coombs direct positif.14
Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan competitor
inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum
digunakan secara rutin
Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena(500-
1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level
bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum
diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel
retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang
dilapisi oleh antibody.15
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan
agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan
kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi.
Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi
bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang
terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal). Pemberian
substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin),
mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi
tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan
Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan
konjugasi dan ekskresi bilirubin.
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit. Dalam
perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
16
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena
cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
Tabel. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin
Usia
Terapi sinar Transfusi tukar
Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko*
mg/dL µmol/L mg/
dL µmol/L mg/dL µmol/L
mg/
dL µmol/L
Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220
Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260
Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340
Hari 4
dst
20 340 17 290 30 510 20 340
(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on
Hyperbilirubinemia.Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more
weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294).
Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak
1958.Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut.Teori
17
terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi
bilirubin.Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin
menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk
isomernya.Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah
diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer
dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke
dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat
meninggalkan usus halus.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua
penderita dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan
proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama
kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar
dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan.
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah
lampu neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang
berfentilasi.Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm)
lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang
pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak
bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah
penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi
atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada
untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat
seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya
diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat
menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama
penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan
terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 µmol/L). Lamanya
penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.
18
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila
ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu
diperhatikan antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit,
gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat
sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan
yang menyertainya diperbaiki.
Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan
dengan cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam
mengganti eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang
menimbulkan hemolisis.Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi
efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan
karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria
melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai
rasio bilirubin terhadap albumin.
Tabel. Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi
Berat Bayi
(gram)
Tidak
Komplikasi
(mg/dL)
Rasio
Bili/Alb
Ada Komplikasi
(mg/dL)
Rasio
Bili/Alb
< 1250 13 5.2 10 4
1250 – 1499 15 6 13 5.2
1500 – 1999 17 6.8 15 6
2000 – 2499 18 7.2 17 6.8
≥ 2500 20 8 18 7.2
(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on
Hyperbilirubinemia.Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more
weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294).
Yang dimaksud ada komplikasi apabila :
1) Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5
19
2) PaO2 < 40 torr selama 1 jam
3) pH < 7,15 selama 1 jam
4) Suhu rektal ≤ 35 O C
5) Serum Albumin < 2,5 g/dL
6) Gejala neurologis yang memburuk terbukti
7) Terbukti sepsis atau terbukti meningitis
8) Anemia hemolitik
9) Berat bayi ≤1000 g
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan
diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang
terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah
darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses
aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila
keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel
dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan
titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar
berkisar antara 140-180 cc/kgBB.
Macam Transfusi Tukar:
1) ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat
mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb
bayi.
2) ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat
mengganti 65 % Hb bayi.
3) ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus
polisitemia atau darah pada anemia.
Tabel. Volume Darah pada Transfusi Tukar
Kebutuhan Rumus*
‘Double Volume’ BB x volume darah x 2
‘Single Volume’ BB x volume darah
20
Polisitemia BB x volume darah x (Hct sekarang –Hct yang
diinginkan)
Hct sekarang
Anemia BB x volume darah x (Hb yang diinginkan – Hb
sekarang)
(Hb donor – Hb sekarang)
BB x volume darah x (PCV yang diinginkan –
PCV sekarang)
(PCV donor)
* Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB
* Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB
Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus
dipersiapkan dengan teliti.Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang
dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang
dapat mengatur suhu lingkungan.Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya
komplikasi transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.
Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan
tenaga tidak memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar, penderita dapat
dirujuk ke pusat rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil (‘transportable’) dengan
memperhatikan syarat-syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.
2.8 Komplikasi
Terjadi kernikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak. Pada kernikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu,
kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang
selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
21
22
BAB III
KESIMPULAN
Hiperbilirubinemia adalah keadaan nilai bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dL
ditunjukkan dengan gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Terdapat dua jenis ikterus yaitu
yang fisiologis dan patologis.
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi: Produksi yang berlebihan ,
Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar , Gangguan transportasi dan gangguan
dalam sekresi.
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer.
Penatalaksaan pada bayi dengan hiperbilirubinemia adalah sebagai berikut : Mengurangi
peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini , Menambahkan bahan yang
kurang pada proses metabolisme bilirubin misalnya menambahkan albumin untuk memperbaiki
transportasi bilirubin, Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang
tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air. Mengeluarkan
bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar dan perawatan dirumah sakit dengan fototerapi
23