genetika mikroba

8
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan artropoda lainnya, serta bagian dari dinding sel kebanyakan fungi dan alga. Setiap tahun dari perairan (laut) dihasilkan sekitar 1011ton kitin, namun kurang dari 0.1% yangdimanfaatkan kembali. Kitin memiliki struktur yang mirip selulosa. Bila selulosa tersusun atas monomer glukosa, maka kitin tersusun dari monomer N- asetilglukosamin (Gambar 1). Keduanya memiliki kelarutan sangat rendah dalam air serta mengalami biodegradasi melalui mekanisme yang hampir serupa dengan melibatkan komplek enzim. Kitinase (EC 3.2.1.14) merupakan enzim yang mampu menghidrolisa  polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Enzim ini dihasilkan oleh bakteri, fungi, tanaman, dan hewan. Atas dasar cara kerjanya dalam mendegradasi substrat, kitinase dibedakan kedalam 2 kelompok utama: endokitinase dan eksokitinase. Endokitinase memotong polimer kitin secara acak menghasilkan dimer, trimer, tetramer dan atau oligomer gula. Eksokitinase memotong kitin hanya dari ujung non reduksi. Bila hasil protongan  berupa monomer maka enzim tersebut dinamakan Nacetylheksosaminidase, namun bila potongan yang dihasilkan berupa dimer maka enzim tersebut disebut sitobiosidase (Cohen-Kupiec and Chet, 1998). Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim kinolitik dalam proses degradasi kitin di alam. Secara alamiah, enzim kinolitik pada bakteri berperan penting dalam pengambilan nutrisi dan  paratisitisme Patil ddk.2000:43, dalam Lisda Apriani). Produksi enzim kinolitik  banyak dilakukan dengan memanfaatkan bakteri kinolitik karena medium  pemeliharaan yang dibutuhkan tidak mahal. Sehingga dapat mengurangi biaya  produksi enzim. Kemudahan dalam pemeliharaan dan pengembangan strain melalui rekayasa genetika juga menjadi alasan digunakannua bakteri dalam menghasilkan enzim kinolitik Suhartono 1989 : 1, dalam Lisda Apriani).

Upload: vivi-yunisa

Post on 15-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mikrobiologi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan artropoda lainnya, serta bagian dari dinding sel kebanyakan fungi dan alga. Setiap tahun dari perairan (laut) dihasilkan sekitar 10P11 P ton kitin, namun kurang dari 0.1% yang dimanfaatkan kembali. Kitin memiliki struktur yang mirip selulosa. Bila selulosa tersusun atas monomer glukosa, maka kitin tersusun dari monomer N-asetilglukosamin (Gambar 1). Keduanya memiliki kelarutan sangat rendah dalam air serta mengalami biodegradasi melalui mekanisme yang hampir serupa dengan melibatkan komplek enzim.Kitinase (EC 3.2.1.14) merupakan enzim yang mampu menghidrolisa polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Enzim ini dihasilkan oleh bakteri, fungi, tanaman, dan hewan. Atas dasar cara kerjanya dalam mendegradasi substrat, kitinase dibedakan kedalam 2 kelompok utama: endokitinase dan eksokitinase. Endokitinase memotong polimer kitin secara acak menghasilkan dimer, trimer, tetramer dan atau oligomer gula. Eksokitinase memotong kitin hanya dari ujung non reduksi. Bila hasil protongan berupa monomer maka enzim tersebut dinamakan Nacetylheksosaminidase, namun bila potongan yang dihasilkan berupa dimer maka enzim tersebut disebut sitobiosidase (Cohen-Kupiec and Chet, 1998).Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim kinolitik dalam proses degradasi kitin di alam. Secara alamiah, enzim kinolitik pada bakteri berperan penting dalam pengambilan nutrisi dan paratisitisme Patil ddk.2000:43, dalam Lisda Apriani). Produksi enzim kinolitik banyak dilakukan dengan memanfaatkan bakteri kinolitik karena medium pemeliharaan yang dibutuhkan tidak mahal. Sehingga dapat mengurangi biaya produksi enzim. Kemudahan dalam pemeliharaan dan pengembangan strain melalui rekayasa genetika juga menjadi alasan digunakannua bakteri dalam menghasilkan enzim kinolitik Suhartono 1989 : 1, dalam Lisda Apriani). Berbagai organisme menghasilkan aneka jenis kitinase, dengan spesifitas terhadap substrat yang bervariasi, juga karakteristik yang berlainan. Bakteri mengeluarkan kitinase sebagai sarana memperoleh nutrisi dan agen parasitisme, sementara fungi, protozoa dan invertebrata mengeluarkan enzim tersebut untuk proses morfogenesis. Tanaman mengeluarkan kitinase untuk mempertahankan diri dari serangan patogen. Baculovirus, yang biasa dimanfaatkan untuk kontrol hama serangga, juga menghasilkan kitinase bagi patogenesitas. Baru-baru ini kitinase dilaporkan juga dihasilkan oleh darah manusia, dan diduga terlibat dalam pertahanan diri terhadap patogen fungi. Kitinase dari organisme laut berperan dalam proses daur ulang kitin. Banyak bakteri dan fungi mengeluarkan kitinase untuk menguraikan kitin menjadi karbon dan nitrogen. Dua senyawa terakhir ini selanjutnya dipakai sebagai sumber enersi biota lainnya. Dengan adanya kitinase penguraian kitin berlangsung kontinyu sehingga tidak terjadi akumulasi kitin dari sisa cangkang udang, kepiting, cumi dan organisme laut lainnya.1.2. Batasan MasalahBatasan masalah dalam makalah ini adalah:1. Pengertian kitin, enzim kitanase 2. Bakteri penghasil kitinase 2. peran enzim kitinase dalam degradasi kitin melalui jalur kimia.

1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian, degradasi kitin oleh enzim kitinase yang dihasilkan oleh bakteri.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Kitin

Kitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi yang pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan fungi. Kemudian pada tahun 1823 Odiers mengisolasi suatu zat dari sari kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama kitin. (Rudall,1973) Kitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoksi--(14)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C8H13NO5)n yang tersusun atas 47% C, 6% H, 7% N, dan 40% O. Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang terikat di posisi atom C-2. Gugus pada C-2 selulosa adalah gugus hidroksil, sedangkan pada C-2 kitin adalah gugus N-asetil (-NHOCH3, asetamida) ( Hirano,1986).

Gambar .2.1 Chitin, chitosan dan selulosa

Struktur kitin hampir sama dengan selulosa hanya berbeda pada gugus yang terikat pada atom karbon nomor-2 dan hal ini menyebabkan sifat kimia kitin berbedadengan selulosa dimana secara umum kitin kurang reaktif dibandingkan selulosa, sehingga dalam pemanfaatannya kitin biasanya terlebih dahulu dilakukan modifikasi kimia misalnya, deasetilasi, asilasi karboksimetilasi, sulfasi dan lain-lain. (McNelly, 1959) Kitin tersebar luas di alam dan merupakan senyawa organik kedua yang sangat melimpah di bumi. Kitin adalah bagian konstituen organik yang sangat penting pada kerangka hewan golongan Antropoda, Annelida, Molusca, Coelentrata, Nematoda, beberapa kelas serangga dan jamur. Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral, dan berbagai acam pigmen. Sebagai contoh, kulit udang mengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO3, dan 15-20% kitin, tetapi besarnya komponen tersebut masih bergantung pada jenis udangnya. (Altschul, 1976) Sedangkan kulit kepiting mengandung protein (15,60-23,90%), kalsium karbonat (53,70-78,40%) dan kitin (18,70-32,20%), hal ini tergantung pada jenis kepiting tempat hidupnya. Kandungan kitin dalam kulit udang lebih sedikit dari kulit kepiting tetapi kulit udang lebih mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang lebih banyak sebagai limbah. (Focher, 1992) Sebagian besar kelompok Crustacea seperti, udang dan lobster, merupakan sumber utama kitin komersial. Di dunia, kitin yang di produksi secara komersial 120 ribu ton pertahun. Kitin yang berasal dari kepiting dan udang sebesar 39 ribu ton (32,5%) dan dari jamur 32 ribu ton (26,7%). (Knorr, 1991)Dari semua polisakarida yang terdapat melimpah di alam, hanya kitin yang telah digunakan secara meluas dalam kuantitas yang besar. Kitin menempati urutan kedua terbanyak sebagai biopolimer alami yang diperoleh dari eksoskeleton crustacean dan juga dinding sel dari fungi dan serangga. Setiap tahun, sekitar 5 hingga 1oo miliar ton kitin dihasilkan dari crustaceans, mollusca, serangga dan fungi. Kitin merupakan sumber daya biologis yang paling diskplitasi di bumi, meskipun setelah USDFA mengumumkan kitin sebagai zat adiktif makanan pada tahun 1983. (Warrand,J., 2006) Kitin adalah polisakarida struktural yang digunakan untuk menyusun eksokleton dari artropoda (serangga, laba-laba, krustase, dan hewan-hewan lain sejenis). Kitin tergolong homopolisakarida linear yang tersusun atas residu N-asetilglukosamin pada rantai beta dan memiliki monomer berupa molekul glukosa dengan cabang yang mengandung nitrogen. Kitin murni mirip dengan kulit, namun akan mengeras ketika dilapisi dengan garam kalsium karbonat. Kitin membentuk serat mirip selulosa yang tidak dapat dicerna oleh vertebrata. Pada umumnya kitin di alam tidak terdapat dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral dan berbagai macam pigmen. Keterikatannya untuk berbagai jenis hewan berbeda, meskipun keterikatannya berbeda tetapi struktur kitin yang dihasilkan umumnya sama. (Carroad, 1978) Kitin dapat dibuat dari kulit udang atau kulit kepiting atau bahkan dari kulit insekta.

2.2 sumber sumber kitinKitin di alam dapat ditemui pada alga, nematoda, kelompok arthropoda, crustaceae, mollusca, protozoa, dan fungi. (Harman, 1993). Sumber kitin terbanyak diperoleh dari kelas Crustacea seperti udang, rajungan, dan kepiting. Sebagian limbah udang yang dihasilkan oleh pengusaha pengolahan udang berasal dari kepala, kulit, dan ekornya. Kulit udang mengandung protein (25-40%), kitin (15-20%) dan kalsium karbonat (45-50%) (Muzzarelli, 1985). Kandungan kitin dari kulit udang lebih sedikit dibandingkan berasal dari kulit atau cangkang kepiting. Kandungan kitin pada limbah kepiting mencapai 50- 60%, sedangkan limbah udang menghasilkan 42-57%, sedangkan cumi-cumi dan kerang masing-masing 40% dan 14-35%. Namun karena bahan baku yang diperoleh yang mudah diperoleh adalah udang, maka proses untuk mendapatkan kitin dan kitosan biasanya lebih memanfaatkan limbah udang ( Marganof, 2003). Pada serangga mengandung 80% komponen kutikulannya merupakan kitin. Pada Crustaceae, kitin melekat pada suatu matriks dari CaCO3 dan fosfat. Kitin pada alga terutama ditemukan diatom laut dengan kandungan 10-15% berat kering. Lebih dari 80.000 ton kitin per tahun dihasilkan di perairan. Kitin pada jamur berbentuk mikrofibril yang memiliki panjang yang berbeda bergantung 10 pada spesies dan lokasi selnya. Kandungan kitin pada jamur bervariasi antara 4-9% berat kering sel ( Rajarathanam et al., 1998).

2.3 Enzim Kitinase Kitinase merupakan enzim yang mampu menghidrolisa polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer n-asetilglukosamin. Enzim ini dihasilkan oleh bakteri, tanaman, dan hewan (Cohen-Kupiec and Chet, 1998). Kitinase tersebar mulai dari bakteri, serangga, virus, tumbuhan, dan hewan (Ohno et al., 1996). Kitinase memainkan peranan yang penting dalam fisiologi dan ekologi (Saito et al., 1998).Enzim kitinase berdasarkan cara kerjanya dalam mendegradasi substrat dikelompokan kedalam dua tipe yaitu :1) Endokitinase, yaitu kitinase yang memotong secara acak ikatan -1,4 bagian internal mikrofibril kitin. Produk akhir yang terbentuk bersifat mudah larut berupa oligomer pendek N-asetilglukosamin (GlcNAc) yang memiliki berat molekul rendah seperti kitotetraose.2) Eksokitinase dinamakan juga kitobiosidase atau kitin 1,4--kitobiosidase, yaitu enzim yang mengkatalisis secara aktif pembebasan unit-unit diasetilkitibiodase tanpa ada unit-unit monosakarida atau oligosakarida yang dibentuk. Pemotongan hanya terjadi pada ujung non reduksi mikrofibril kitin dan tidak secara acak.Enzim kitinase berdasarkan homolog sekuen asam aminonya dibedakan atas dua famili, yaitu :1. Famili 18Famili 18 dibagi menjadi dalam tiga sub famili yaitu A, B, dan C. Famili 18 meliputi kitinase dari virus, bakteri, jamur, dan hewan, serta kelas III dan V merupakan kitinase dari tumbuhan (Gijzen et al., 2001).2. Famili 19Famili 19 mencakup kelas I, II, dan IV yang berasal dari tumbuhan. Tanaman mengeluarkan kitinase untuk mempertahankan diri dari serangan patogen. (Gooday, 1994). Kitinase kelas IV famili 19 selain tersebar pada tanaman juga ditemukan tersebar pada Streptomyces sp (Ohno et al., 1996). Kitinasetanaman kelas I dengan kitinase tanaman kelas II secara struktural homolog, tetapi kitinase kelas II tidak memiliki domain kaya cystein seperti kitinase kelas I. Sementara, kitinase kelas III dan V tidak memiliki homologi dengan kitinase kelas I, II, dan IV (Fukamizo, 2000).2.4 Bakteri Penghasil Enzim Kinolitik Bakteri kitinolitik dapat menghasilkan berbagai enzim kitinase, walaupun konstribusi enzim untuk degradasi kitin belum diketahui secara menyuluruh. Bakteri dan jamur merupakan organisme yang mampu memanfaatkan kitin sebagai sumber karbon dan nitrogen. Genus bakteri yang sudah banyak dilaporkan memiliki kitinase antara lain Aeromonas, Alteromonas, Chromobacterium, Enterobacter, Ewingella, Pseudoalteromonas, Pseudomonas, Seratia, Vibrio (Gooday, 1994), Bacillus, dan Pyrococcus (Harman et al.,1993). Bakteri mengeluarkan kitinase sebagai sarana memperoleh nutrisi dan agen parasit, sementara fungi, protozoa dan invertebrata mengeluarkan enzim tersebut untuk proses morfogenesis (Gooday, 1994). Kitinase dari organisme laut berperan dalam proses daur ulang kitin. Banyak bakteri dan fungi mengeluarkan kitinase untuk menguraikan kitin menjadi karbon dan nitrogen. Dua senyawa terakhir ini selanjutnya dipakai sebagai sumber energi biota lainnya. Dengan adanya kitinase penguraian kitin berlangsung kontinyu sehingga tidak terjadi akumulasi kitin dari sisa cangkang udang, kepiting, cumi-cumi dan organisme laut lainnya. Secara alami, kitinase dihasilkan serangga untuk proses morfogenesis. Dalam perkembangan pertumbuhan serangga, kitin pada kutikel tua didegradasi kitinase, kemudian diganti kitin baru hasil enzim kitin sintase. Proses ini terus berlangsung selama siklus pertumbuhan serangga (Gooday, 1994).

2.4 Degradasi Kitin

Gambar. 2.2 Jalur degradasi kitin secara enzimatis (Good Day, 1994)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Kitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoksi--(14)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C8H13NO5)n yang tersusun atas 47% C, 6% H, 7% N, dan 40% O. Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang terikat di posisi atom C-2. Gugus pada C-2 selulosa adalah gugus hidroksil, sedangkan pada C-2 kitin adalah gugus N-asetil (-NHOCH3, asetamida)2. Kitinase merupakan enzim yang mampu menghidrolisa polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer n-asetilglukosamin3. Bakteri kitinolitik dapat menghasilkan berbagai enzim kitinase, walaupun konstribusi enzim untuk degradasi kitin belum diketahui secara menyuluruh4. Degradasi kitin dilakukan oleh enzim kitinase 1