documentdm
DESCRIPTION
fjhdjhsjkjdhfjksTRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Melitus
2.1.1. Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau dua-duanya.2
Selain itu, DM juga didefinisikan sebagai penyakit dengan kelainan-
kelainan metabolik yang memberikan fenotipe hiperglikemia yang disebabkan
oleh interaksi kompleks faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup.6
2.1.2. Epidemiologi
Diabetes melitus mengalami pertumbuhan yang pesat. Prevalensi DM tahun
2008 menyebutkan bahwa sebanyak 150 juta orang menderita DM di dunia dan
akan meningkat menjadi 300 juta pada tahun 2025.16 Diabetes Melitus tipe 2
merupakan penyakit endokrin yang paling umum dan bentuk diabetes yang paling
umum.17
Prevalensi DM di Amerika Serikat 6% sampai 7% pada orang berusia 45
sampai 65 tahun dan 10% sampai 12% pada orang berusia lebih dari 65 tahun;
sekitar 16 juta orang di Amerika Serikat terdiagnosis diabetes; 90% diantara
mereka menderita DM tipe 2.17
Prevalensi nasional DM menurut laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional
tahun 2007 cukup tinggi (berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk
umur > 15 tahun bertempat tinggal di perkotaan) yaitu 5,7%. Sebanyak 13
provinsi mempunyai prevalensi DM diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe
Aceh Darussalam, Riau, Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Gorontalo, dan Maluku Utara.3 Di Kalimantan Barat sendiri prevalensi DM
5
6
sebesar 0,8% (kisaran 0,1 - 3,1%), tertinggi di kota Pontianak dan terdapat di
semua kabupaten/kota.5
Diabetes melitus merupakan penyebab utama kebutaan, penyakit ginjal
tahap akhir, dan amputasi ekstrimitas bawah serta meningkatkan risiko penyakit
koroner dan stroke sebesar 2 sampai 5 kali lipat.18
2.1.3. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus
Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau Langerhans
akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan
kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.18
2.1.4. Klasifikasi
Penyakit DM dapat diklasifikasi menjadi beberapa tipe, tergantung dari
penyebab dan perjalanan penyakitnya. Terdapat dua tipe utama DM yaitu DM tipe
I, yang juga disebut diabetes melitus tergantung insulin, disebabkan kurangnya
sekresi insulin dan DM tipe II, yang juga disebut diabetes melitus tidak tergantung
insulin, disebabkan oleh penurunan sensitivitas jaringan target terhadap efek
metabolik insulin. Penurunan sensitivitas terhadap insulin ini seringkali disebut
sebagai resistensi insulin.18, 19
Diabetes melitus dibagi menjadi tipe spesifik lain misalnya defek genetik
pada fungsi sel beta, defek genetik terhadap fungsi insulin, penyakit pada
pankreas eksokrin, obat-obatan misalnya glukokortikoid, infeksi misalnya
destruksi sel beta pankreas karena cytomegalovirus atau rubella kongenital. Selain
itu, terdapat juga tipe Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) yaitu DM yang
terjadi selama kehamilan.1
2.1.5. Patofisiologi
7
Pada kedua jenis DM, metabolisme semua bahan makanan terganggu.
Meskipun demikian, mekanisme timbulnya DM pada kedua tipe terdapat adalah
berbeda.
a. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 timbul karena kerusakan sel beta pankreas atau penyakit-
penyakit yang mengganggu produksi insulin. Infeksi virus atau kelainan autoimun
dapat menyebabkan kerusakan sel beta pankreas pada banyak pasien diabetes tipe
1, meskipun faktor herediter juga berperan penting untuk menentukan kerentanan
sel-sel beta pankreas. Pada diabetes tipe 1 ini, pulau pankreas diinfiltrasi oleh
limfosit T dan dapat ditemukan autoantibodi terhadap jaringan pulau
(autoantibodi sel pulau, ICA) dan insulin (autoantibodi insulin, IAA).19, 20
Kurangnya insulin mengurangi efisiensi penggunaan glukosa di perifer dan
akan menambah produksi glukosa, sehingga glukosa plasma dapat meningkat
menjadi 300 sampai 1200 mg/100ml. Peningkatan kadar glukosa plasma
selanjutnya menimbulkan berbagai pengaruh di seluruh tubuh.19
Tingginya kadar glukosa darah dapat menyebabkan dehidrasi berat pada sel
di seluruh tubuh. Hal ini terjadi sebagian karena glukosa tidak dapat dengan
mudah berdifusi melewati pori-pori membran sel, dan naiknya tekanan osmotik
dalam cairan ekstrasel menyebabkan timbulnya perpindahan air secara osmosis
keluar dari sel. Selain efek dehidrasi sel langsung akibat glukosa yang berlebihan,
keluarnya glukosa ke dalam urin akan menimbulkan keadaan diuresis osmotik
yaitu efek osmotik dari glukosa dalam tubulus ginjal yang sangat mengurangi
reabsorbsi cairan tubulus. Efek keseluruhannya adalah kehilangan cairan yang
sangat besar dalam urin sehingga menyebabkan dehidrasi cairan ekstrasel, yang
selanjutnya menimbulkan dehidrasi kompensatorik cairan intrasel. Keadaan ini
akan menyebabkan gambaran klinis pada DM berupa poliuria, dehidrasi intrasel
dan ektrasel, dan bertambahnya rasa haus.19
Bila kadar glukosa darah tidak terkontrol baik dalam jangka waktu yang
lama pada DM, pembuluh darah di berbagai jaringan di seluruh tubuh mulai
mengalami gangguan fungsi dan perubahan struktur yang berakibat
8
ketidakcukupan suplai darah ke jaringan. Hal selanjutnya akan meningkatkan
risiko untuk terkena serangan jantung, stroke, penyakit ginjal stadium akhir,
retinopati dan kebutaan, dan iskemi dan gangren di tungkai.19
Pergeseran metabolisme karbohidrat ke metabolisme lemak pada pasien
diabetes akan meningkatkan pelepasan asam-asam asetoasetat dan asam -
hidroksibutirat ke dalam plasma melebihi kecepatan ambilan dan oksidasinya oleh
sel-sel jaringan. Akibatnya pasien mengalami asidosis metabolik berat akibat
asam keto yang berlebih. Hal ini dapat berkembang menjadi koma diabetikum dan
kematian kecuali pasien diobati dengan sejumlah besar insulin.20 Kegagalan untuk
menggunakan glukosa sebagai sumber energi berakibat peningkatan mobilisasi
protein dan lemak. Oleh karena itu, DM berat yang tidak diobati akan
menyebabkan penurunan berat badan yang cepat dan astenia (kurangnya energi).19
b. Diabetes Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 dikaitkan dengan konsentrasi insulin plasma
(hiperinsulinemia). Hal ini terjadi sebagai upaya kompensasi oleh sel beta
pankreas terhadap penurunan sensitivitas jaringan terhadap efek metabolisme
insulin yaitu yang dikenal sebagai resistensi insulin, seperti yang diperlihatkan
pada gambar 1. Penurunan sensitivitas insulin mengganggu penggunaan dan
penyimpanan karbohidrat, yang akan meningkatkan kadar gula darah dan
merangsang peningkatan sekresi insulin sebagai upaya kompensasi.19
Sebagian besar pasien DM tipe 2 memiliki berat badan lebih. Obesitas
terutama terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak
dan aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan
pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini
selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak,
akibatnya terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan
insulin.20
Perkembangan resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa
biasanya terjadi bertahap, yang dimulai dengan peningkatan berat badan dan
obesitas. Mekanisme yang menghubungkan obesitas dengan resistensi insulin
9
belum pasti. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa jumlah reseptor insulin di
otot rangka, hati, jaringan adiposa pada orang obesitas lebih sedikit daripada
jumlah reseptor pada orang kurus. Namun kebanyakan resistensi insulin agaknya
disebabkan kelainan jaras sinyal yang menghubungkan reseptor yang teraktivasi
dengan efek selular. Gangguan sinyal insulin agaknya disebabkan efek toksik dari
akumulasi lipid di jaringan seperti otot rangka dan hari akibat kelebihan berat
badan.20
Meskipun kebanyakan pasien DM tipe 2 mengalami kelebihan berat badan
atau memiliki timbunan lemak visera, resistensi insulin yang berat dan DM tipe 2
dapat terjadi akibat keadaan yang didapat atau genetik yang mengganggu sinyal
insulin di jaringan perifer.20
2.1.6. Penatalaksanaan
Pilar penatalaksaan DM dimulai dengan pendekatan non-farmakologi, yaitu
berupa pemberian edukasi, perencanaan makanan/terapi nutrisi medik, kegiatan
jasmani dan penurunan berat badan bila terdapat berat badan lebih atau obesitas.
Bila dengan pendekatan non-farmakologi tersebut belum mencapai target
Gambar 1 Mekanisme terjadinya DM tipe 2.1
10
pengobatan DM yang diinginkan, maka diperlukan terapi medikamentosa
disamping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai.2
a. Terapi non-farmakologi pada diabetes melitus
Terapi non-farmakologis meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal dengan terapi gizi medis, meningkatkan
aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit
DM.17
Terapi gizi medis pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan
yang didasarkan pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat yang telah terbukti dari
terapi gizi medis antara lain: 1). Menurunkan berat badan; 2). Menurunkan
tekanan darah sistolik dan diastolik; 3). Menurunkan kadar glukosa darah; 4).
Memperbaiki profil lipid; 5). Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin; 6).
Memperbaiki sistem koagulasi darah.17
Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan:17
1) Kadar glukosa darah mendekati normal: Glukosa puasa berkisar 90-110
mg/dl dan glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl.
2) Tekanan darah < 130/80 mmHg.
3) Profil lipid: kolesterol LDL < 100 mg/dl; kolesterol HDL > 40 mg/dl dan
trigliserida < 150 mg/dl.
4) Berat badan senormal mungkin
Terapi non farmakologis DM dengan pendekatan latihan jasmani. Prinsip
latihan jasmani bagi diabetesi, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara
umum, yaitu dengan memenuhi beberapa hal seperti: frekuensi, intensitas, durasi
dan jenis.
1) Frekuensi: jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur
3 - 5 kali per minggu.
2) Intensitas: ringan atau sedang (60 - 70% Maximum Heart Rate).
3) Durasi: 30 - 60 menit.
11
4) Jenis: latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.
b. Terapi farmakologis pada diabetes melitus
1) Hipoglikemi Oral
Ada lima kategori obat hipoglikemi oral:17
i. Sulfonilurea
1) Secara primer menstimulasi pelepasan insulin dari sel beta
pankreas.
2) Sulfonilurea sering berhasil jika digunakan secara tunggal.
3) Efek samping meliputi penambahan berat badan dan
hipoglikemia.
4) Contoh obat: tolbutamid, asetoheksamid, klorpropamid,
gliburid dan glipizid.
ii. Biguanid
1) Menurunkan glukosa darah dengan menurunkan absorbs
glukosa usus, peningkatan sensitivitas insulin dan ambilan
perifer, dan menghambat produksi glukosa hepar.
2) Contoh obat: metformin.
iii. Derivat asam benzoat
1) Menstimulasi sekresi insulin.
2) Contoh obat: meglitinida, repaglinida
iv. Penghambat alfa glukosidase
1) Mempengaruhi enzim di dalam usus yang memecah gula
kompleks: memperlambat kecepatan pencernaan
polisakarida, mengakibatkan keterbatasan glukosa yang
diserap melalui usus.
2) Contoh obat: akarbose, voglibose, miglitol.
12
v. Tiazolindinedion
1) Meningkatkan sensitivitas hepar dan menurunkan resistensi
insulin.
2) Contoh obat: rosiglitazon, pioglitazon.
2) Insulin
Insulin eksogen mengganti defek sel beta dengan menurunkan kadar
glukosa, menekan produksi glukosa hepar, dan meningkatkan ambilan glukosa ke
dalam sel. Penanganan insulin dimulai bila pengontrolan metabolik tidak
memadai meskipun sudah diberikan obat hipoglikemi oral dosis maksimal. Efek
samping pemberian insulin meliputi penambahan berat badan, hipoglikemia dan
hiperinsulinemia.17
2.2. Hipertensi
2.2.1. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan yang persisten tekanan darah arteri diatas
normal. The Seventh Joint National Committee menyebutkan bahwa tekanan
darah normal < 120 untuk sistolik dan < 80 untuk diastolik.7, 21
2.2.2. Epidemiologi
Angka kejadian hipertensi meningkat sejalan dengan bertambahnya usia,
baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik timbul
lebih dari 50% pada orang yang berusia > 50 tahun. Di Amerika, hipertensi terjadi
pada 29 - 31% orang dewasa yang berarti bahwa terdapat 58 - 65 juta orang
dewasa yang menderita hipertensi.2
Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balai Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan RI tahun 2007
menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%. Dalam hal ini,
sebanyak 10 provinsi mempunyai prevalensi hipertensi pada penduduk umur > 18
tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Riau, Bangka Belitung, Jawa Tengah, DI
13
Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat.3, 7
Hasil Riset Balitbangkes Departemen Kesehatan RI dalam laporan provinsi
Kalimantan Barat tahun 2007 menunjukan bahwa prevalensi hipertensi adalah
29,8%. Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan, angka prevalensi hipertensi
adalah 8,1%, sementara berdasarkan diagnosis dan atau riwayat minum obat
hipertensi adalah 8,4%. Menurut kabupaten/kota, prevalensi hipertensi
berdasarkan pengukuran tekanan darah berkisar antara 23,3 - 37,5%, dan
prevalensi tertinggi ditemukan di Kapuas Hulu, diikuti Singkawang dan Melawi.
Sementara prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan
atau minum obat hipertensi berkisar antara 7,1 - 15,1%, dengan prevalensi
tertinggi di kota Pontianak.3
2.2.3. Etiologi
a. Hipertensi Primer
Hipertensi primer ditujukan untuk hipertensi yang tidak diketahui dengan
pasti penyebabnya dan merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor meliputi
genetik dan lingkungan. Berbagai mekanisme patofisiologis dapat menyebabkan
naiknya tekanan darah, meliputi peran dari sistem saraf simpatik, sistem renin
angiotensin-aldosteron, defek dalam ekresi natrium, inflamasi, disfungsi endotel,
obesitas dan resistensi insulin. Mekanisme-mekanisme tersebut dapat
menyebabkan peningkatan resistensi perifer dan peningkatan volume darah.1
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit tertentu atau obat-obatan
yang dapat meningkatkan resistensi vaskular perifer dan cardiac output. Berbagai
penyakit yang mendasari terjadinya hipertensi misalnya gangguan ginjal,
gangguan endokrin, gangguan vaskular, kehamilan, gangguan neurologis dan
obat-obatan.1
14
2.2.4. Klasifikasi
Menurut The Seventh Joint National Commitee on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat
1 dan derajat 2 (tabel 1).7
Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 7
Keterangan:
TDS = Tekanan Darah Sistolik
TDD = Tekanan Darah Diastolik
2.2.5. Patofisiologi
Hasil curah jantung dan resistensi perifer total (Total Peripheral Resistance,
TPR) menentukan tekanan darah, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.
Hipertensi dapat terjadi bila terjadi peningkatan curah jantung atau TPR atau
keduanya. Hipertensi yang terjadi karena peningkatan curah jantung juga disebut
sebagai hipertensi hiperdinamik yang ditandai dengan peningkatan tekanan
sistolik (PS) yang jauh lebih besar daripada tekanan diastolik (PD). Pada hipertensi
resistensi, PS dan PD meningkat dalam jumlah yang sama atau (lebih sering), PD
lebih dari PS.20
a. Hipertensi Hiperdinamik
Klasifikasi
Tekanan Darah
TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prahipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
15
Peningkatan curah jantung pada hipertensi hiperdinamik disebabkan oleh
peningkatan frekuensi denyut jantung atau volume ekstrasel yang menyebabkan
peningkatan aliran balik vena sehingga meningkatkan volume sekuncup
(mekanisme Frank-Starling). Begitu pula peningkatan aktivitas simpatis dari
sistem saraf pusat dan atau peningkatan respon terhadap katekolamin (misalnya,
akibat hormon kortisol atau tiroid) dapat menyebabkan peningkatan curah
jantung).20
b. Hipertensi Resistensi
Hipertensi resistensi terutama disebabkan oleh vasokontriksi perifer yang
tinggi (arterior) atau beberapa penyumbatan pembuluh darah perifer lain, tetapi
dapat juga akibat peningkatan viskositas darah (peningkatan hematokrit).
Vasokontriksi terutama berasal dari peningkatan aktivitas simpatis, peningkatan
respon terhadap katekolamin atau peningkatan konsentrasi angiotensin II.19,22
c. Gambar 2 Patofisiologi terjadinya hipertensi.1
16
2.2. Tatalaksana
Pendekatan dalam terapi hipertensi bisa dalam bentuk terapi non-
farmakologi dan terapi farmakologi. Pendekatan dengan terapi farmakologi
bertujuan untuk memodifikasi gaya hidup yang dapat berupa: (1) menurunkan
berat badan jika berlebih, (2) Melakukan diet makanan, (3) mengurangi asupan
natrium hingga lebih kecil atau sama dengan 2,4 g/hari, (4) melakukan aktivitas
fisik, misalnya dengan berolahraga, (5) mengurangi konsumsi alkohol dan (6)
menghentikan kebiasaan merokok.21
Terapi farmakologi dengan mengunakan obat-obat antihipertensi, terdapat 6
golongan obat antihipertensi yang biasa digunakan, yaitu: 21
a. Diuretik, misalnya Thiazide dan diuretik hemat kalium.
b. Beta Blocker,misalnya propanolol, atenolol dan metoprolol.
c. Inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme (ACE), misalnya
kaptopril dan benazepril.
d. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), misalnya lozartan dan
valsartan.
e. Calcium Channel Blocker (CCB), misalnya verapamil dan
diltiazem.
17
2.3. Hubungan antara DM dengan Hipertensi
Gambar 4 memperlihatkan secara umum bagaimana mekanisme terjadinya
hipertensi pada DM. Sel endotel bertanggung jawab mengatur fungsi dan struktur
pembuluh darah. Pada sel endotel dalam keadaan normal, bahan biologis aktif
disintesis dan dilepaskan untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah
untuk memastikan aliran darah yang adekuat dan proses distribusi nutrisi ke
dalam jaringan tubuh. Salah satu molekul penting yang disintesis oleh sel endotel
adalah Nitric Oxide (NO) yang dihasilkan oleh endothelial NO synthase (eNOS)
melalui oksidasi 5 elektron pada gugus terminal guanidin nitrogen dari L-arginin.
Bioaviabilitas NO merupakan petanda (marker) kualitas vaskular. NO
menyebabkan vasodilatasi dengan mengaktifkan guanylyl cyclase pada sel otot
polos pembuluh darah. Selanjutnya, NO melindungi pembuluh darah dari cedera
endogen yaitu dengan memediasi signal molekular yang mencegah interaksi
antara platelet dan leukosit dengan dinding pembuluh darah, serta menghambat
proliferasi dan migrasi sel otot polos pembuluh darah. Berbagai penelitian klinis
menemukan bahwa terdapat abnormalitas dari endothelium dependent
Gambar 3 Algoritma penanganan hipertensi.21
18
vasodilation pada pasien dengan DM tipe 1 dan tipe 2. Bioaviabilitas NO
menggambarkan keseimbangan antara produksinya melalui NOS dan proses
degradasinya, terutama melalui oxygen-derived free radicals.14, 15
Stimulasi reseptor insulin pada pembuluh darah akan meningkatkan aktivasi
jalur phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K)/Akt patway, dan jalur mitogen-
activated protein (MAP) kinase (misalnya extracellular signaling-regulated
kinase, ERK1/2). Reseptor insulin yang memediasi stimulasi PI3K/Akt
menyebabkan terjadinya fosforilasi endothelial nitric oxide (NO) syntase (eNOS)
yang akan menghasilkan produksi NO dan menyebabkan terjadinya vasorelaksasi,
sedangkan insulin yang memediasi aktivasi ERK1/2 menyebabkan produksi
endotelin (ET)-1, kemudian menghambat fosforilasi eNOS sehingga
menyebabkan terjadinya vasokontriksi. ET-1 merupakan vasokontriktor kuat
turunan dari prekursor 203-asam amino dan memiliki tempat perlekatan reseptor
terutama di ginjal dan paru-paru. Pada keadaan resistensi insulin, terjadi gangguan
proses mediasi insulin terhadap PI3K/Akt, akan tetapi jalur ERK1/2 tetap berjalan
atau bahkan diperbesar.23, 24
Terdapat banyak kelainan metabolik yang dijumpai pada DM yaitu
hiperglikemia, pembebasan asam lemak bebas berlebihan dan resistensi insulin,
keadaan-keadaan tersebut akan memperantarai abnormalitas pada fungsi sel
endotel yaitu dengan mempengaruhi sintesis atau degradasi NO tersebut.23
19
2.3.1. Hiperglikemia dan NO
Berbagai penelitian mendukung teori bahwa hiperglikemia menurunkan
endothelium derived NO. Ketika pembuluh darah dalam keadaan hiperglikemia,
endothelium dependent vasodilatation mengalami penurunan. Hiperglikemia
sendiri menginduksi berbagai aktivitas selular yang meningkatkan produksi
sejumlah oksigen reaktif misalnya superoxide anion yang nantinya
menginaktifkan NO, sehingga terbentuk peroxynitrite.14
Hiperglikemia mengawali proses ini dengan meningkatkan produksi
superoxide anion yang kemudian menimbulkan serangkaian proses endotelial
yang diikuti peningkatan jumlah unsur seluler untuk menghasilkan oxygen-
derived free radicals. Misalnya, superoxide anion mengaktifkan protein kinase C
(PKC) atau sebaliknya pengaktifan PKC turut berkonstribusi dalam membentuk
superoxide anion. Aktivasi PKC ini akan mempengaruhi pengaturan dan aktivasi
Gambar 4 Pengaruh diabetes melitus terhadap perubahan fungsi dan struktur
pembuluh darah.14
20
membrane-associated NAD(P)H-dependent oxidases yang selanjutnya
menghasilkan superoxide anion.14
Produksi superoxide anion juga meningkatkan terbentuknya advanced
glycation end products (AGEs) intraseluler. Protein terglikasi ini akan
mempengaruhi fungsi seluler baik dengan pengaruhnya pada fungsi protein
ataupun dengan aktivasi reseptor AGEs (RAGE). AGEs dengan sendirinya akan
meningkatkan produksi oxygen derives free radicals dan aktivasi RAGE
meningkatkan produksi superoxide anion intraseluler. Selain itu, meningkatnya
jumlah superoxide anion akan mengaktifkan jalur hexosamine yang akan
mengurangi aktivasi NOS oleh protein kinase Akt.14
Hiperglikemia juga meningkatkan produksi lipid second messenger
diacylglycerol sehingga menyebabkan aktivasi PKC yang akan menghambat
aktivitas jalur phosphatidylinositol 3 kinase. Penghambatan jalur ini akan
membatasi aktivasi Akt kinase dan fosforilasi NOS, sehingga menurunkan jumlah
NO yang dihasilkan. Mekanisme hiperglikemia menurunkan fungsi NO
diperlihatkan pada gambar 5.14, 15
Gambar 5 Mekanisme hiperglikemia menyebabkan kerusakan pembuluh darah.14
21
2.3.2. Pembebasan Berlebihan Asam Lemak Bebas dan Fungsi Endotelial
Meningkatnya asam lemak bebas di sirkulasi pada DM terjadi karena
pembebasan berlebihan dari jaringan adiposa dan berkurangnya ambilan oleh otot
rangka. Terdapat beberapa mekanisme yang menyebabkan asam lemak bebas
dapat merusak fungsi endotel, yaitu peningkatan produksi oxygen-derived free
radicals dan aktivasi PKC. Peningkatan konsentrasi asam lemak bebas
mengaktivasi PKC dan menurunkan aktivitas insulin reseptor substrate-1-
associated phosphatidylinositol-3 kinase. Akibat dari transduksi sinyal ini akan
menurunkan aktivitas NOS dan pada akhirnya menurunkan pembentukan NO.14
2.3.3. Resistensi Insulin dan NO
Diabetes melitus tipe 2 dicirikan dengan terjadinya resistensi insulin. Insulin
merangsang produksi NO dengan meningkatkan aktivitas NOS melalui aktivasi
phosphatidylinositol-3 kinase dan Akt kinase. Jika terjadi gangguan transduksi
sinyal insulin melalui jalur phosphatidylinositol-3 kinase ini, maka insulin tidak
akan dapat mengaktifkan NOS sehingga mengganggu sintesis NO.23
Pada DM, disfungsi endotel tidak hanya disebabkan oleh penurunan NO
tetapi juga karena peningkatan sintesis vasokonstriktor prostanoid dan endotelin.
Endotelin terutama berkaitan dengan patofisiologi penyakit vaskular pada DM,
karena endotelin mendorong terjadinya inflamasi dan menyebabkan pertumbuhan
dan kontraksi sel otot polos pembuluh darah.23,25
22
2.4. Kerangka Teori
Gambar 6 Kerangka Teori.14
23
2.5. Kerangka Konsep
Gambar 7. Kerangka Konsep
2.6. Hipotesis
Dengan meningkatnya prevalensi DM maka akan meningkatkan kejadian
hipertensi.