disfungsi ereksi pada diabetes melitus aspek patofisiologi dan diagnosis

27
DISFUNGSI EREKSI PADA DIABETES MELITUS ASPEK PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS Rahmawati, Dharma Lindarto, Chairul Bahri, O.K. Alfen Syukron, Sjafii Piliang, Nur Aisyah PENDAHULUAN Disfungsi Ereksi (DE) merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk sanggama yang memuaskan. 1 DE merupakan istilah yang lebih tepat untuk disfungsi seksual daripada istilah impotensi yang dapat memberikan konotasi negatif. 2 DE dapat disebabkan oleh faktor psikogenik, organik, maupun iatrogenik 1,3 Pada masa lalu, faktor psikogenik dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya DE, sekarang ternyata faktor organik lebih sering sebagai penyebab DE terutama pada laki-laki usia pertengahan dan udia lanjut, 1,4 sedangkan DE akibat psikogenik lebih sering dijumpai pada usia di bawah 40 tahun. 5 Penyebab organik terletak pada kelainan neurogenik, vaskulogenik, dan endokrinologik. 1,3,5,6 di antara penyakit-penyakit yang menyebabkan DE organik, diabetes menempati urutan tertinggi 2-5 kali lebih besar disbanding bukan diabetes. 7 DE organik juga dapat terjadi bersama-sama dengan penyebab psikogenik. Diperkirakan lebih dari 20 juta laki-laki di Amerika Serikat, 4 dan sekitar 2-3 juta laki-laki di Inggris mengalami

Upload: sirin-namirah

Post on 05-Dec-2014

136 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

DISFUNGSI EREKSI PADA DIABETES MELITUS ASPEK PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS

Rahmawati, Dharma Lindarto, Chairul Bahri, O.K. Alfen Syukron, Sjafii Piliang, Nur Aisyah

PENDAHULUAN

Disfungsi Ereksi (DE) merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau

mempertahankan ereksi yang cukup untuk sanggama yang memuaskan.1 DE merupakan istilah

yang lebih tepat untuk disfungsi seksual daripada istilah impotensi yang dapat memberikan

konotasi negatif. 2

DE dapat disebabkan oleh faktor psikogenik, organik, maupun iatrogenik 1,3 Pada masa

lalu, faktor psikogenik dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya DE, sekarang ternyata

faktor organik lebih sering sebagai penyebab DE terutama pada laki-laki usia pertengahan dan

udia lanjut, 1,4 sedangkan DE akibat psikogenik lebih sering dijumpai pada usia di bawah 40

tahun. 5 Penyebab organik terletak pada kelainan neurogenik, vaskulogenik, dan endokrinologik. 1,3,5,6 di antara penyakit-penyakit yang menyebabkan DE organik, diabetes menempati urutan

tertinggi 2-5 kali lebih besar disbanding bukan diabetes. 7 DE organik juga dapat terjadi bersama-

sama dengan penyebab psikogenik.

Diperkirakan lebih dari 20 juta laki-laki di Amerika Serikat, 4 dan sekitar 2-3 juta laki-

laki di Inggris mengalami DE. 1 Prevalensi DE meningkat sesuai dengan pertambahan usia. 1,2,4,7,8

Massachussetts Male Aging Study (MMAS) melakukan penelitian terhadap laki-laki yang

berumur 40-70 tahun ternyata 52% mengalami DEdalam berbagai peningkatan, 9 sedangkan

laporan MMAS mengenai insidensi DE pada laki-laki yang mengunjungi klinik diabetes berkisar

antara 27-59%. 1 Khor dkk pada penelitian terhadap laki-laki berumur 40 tahun di rumah sakit

umum Penang bulan Mei 1999 mendapatkan hasil sebagian besar DE diakibatkan kelainan

organik yaitu akibat diabetes 42% dan hipertensi 20%. 10 Tan J dkk (Singapore, 1999) faktor

psikogenik (depresi) menempati urutan tertinggi terjadinya DE yaitu 83,7%, diikuti diabetes

sebanyak 74,8%. 11 Laporan mengenai DE di Indonesia masih jarang 5 Tjokoprawiro. A di

Page 2: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

Surabaya tahun 1993 melaporkan prevalensi DE pada diabetes cukup tinggi yaitu 50,9%. 12

Prajono JN di Manado tahun 1998 melaporkan kejadian DE pada penderita diabetes sebesar

60,6%. 13

Untuk mengevaluasi fungsi ereksi, rosen dkk telah merancang suatu kuesioner indeks

fungsi ereksi (International Index of Erectile Function = IIEF). 14 IIEF ditujukan untuk menilai

fungsi seksual pada laki-laki yang mencakup fungsi, ereksi, orgasmus, hasrat seksual, kepuasan

dalam sanggama, dan kepuasan secara keseluruhan. IIEF-5 memiliki tingkan sensitifitas dan

spesifisitasyang tinggi dalam penilaian DE, utamanya dalam menilai kemajuan pengobatan. 14,15

Skor 22-25 dinyatakan sebagai fungsi ereksi yang normal, sedangkan skor 21 atau kurang

digunakan untuk mengidentifikasi berbagai tingkatan DE, apakah tergolong ringan, sedang, atau

berat. 2,15

ANATOMI DAN FISIOLOGI EREKSI 1

Ereksi merupakan hasil dari interaksi yang kompleks dari faktor psikologik, neuro-

endokrin dan mekanisme vaskuler yang bekerja pada jaringan ereksi penis.

Organ erektil penis terdiri dari sepasang kopora kavernosa dan pada bagian bawahnya

terdapat corpora spongiosa. Pada bagian dorsal penis dijumpai vena dorsalis interna dengan di

sisi lateralnya dijumpai arteri dorsalis penis dan nervus dorsalis penis. Jaringan erektil diliputi

oleh tunika albugenia, selanjutnya dibungkus oleh selaput kolagen yang disebut fasia Buck.

Page 3: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

Pada keadaan flaccid (lemas), di dalam corpora kavernosa terlihat sinusoid mengecil,

arteri, dan arteriol berkontraksi dan venula dilatasi. Sebaliknya pada ereksi rongga sinusoid

dalam keadaan distensi, arteri, dan arteriol berdilatasi dan venula mengecil seperti terjepit di

antara dinding-dinding sinusoid dan tunika albugenia.

System perdarahan ke penis berasal dari arteri pudenda interna yang kemudian menjadi

arteri penis komunis dan kemudian bercabang menjadi arteri kavernosa, arteri dorsalis penis, dan

arteri bulbo uretralis. Arteri kavernosa memasuli korpora kavernosa dan membagi diri menjadi

arteriole-arteriole helisin yang bentuknya seperti spiral bila penis dalam keadaan lemas. Pada

keadaan ereksi arteriole-arteriole helisin berelaksasi sehingga menyebabkan aliran darah arteri

bertambahcepat dan mengisi rongga-rongga lakunar (gambar 2).

Pengaliran darah vena dari rongga lakunar melalui suatu pleksus yang terletak di bawah

tunika albugenia. Pleksus ini dapat terkompresi dan teregang akibat relaksasi otot polos. Venula

subtunika bergabung membentuk venula emisaria yang keluar dari corpora kavernosa dengan

menembus tunika albugenia dan bermuara ke vena yang lebih besar. Pengembalian darah dari

penis berjalan melalui vena superficial, vena intermedia, dan vena profunda (gambar 3).

Page 4: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

Keadaan relaksasi atau kontraksi otot-otot polos trabekel dan arteriole menentukan penis

dalam keadaan ereksi atau lemas. Beberapa neurotransmitter berperan dalam memulai serta

mengakhiri ereksi penis dalam keadaan normal. Mekanisme ereksi dimediasi oleh oksida nitrit

(NO) via second messenger system melibatkan cGMP. Detumesensi adalah akibat dari

terganggunya cGMP oleh phospodiesterase tipe 5 (PDE-5). 1,4,5 Jadi neurotransmitter NO

memegang peranan penting dalam proses relaksasi otot polos dan ereksi penis.

Penis disarafi oleh sistem persarafan otonom (simpatik dan parasimpatik) serta

persarafan somatic (sensoris dan motoris). Serabut saraf parasimpatik yang menuju ke

penis timbul dari neuron pada kolumna intermediolateral segmen kolumna vertebralis S2-

S4. Saraf preganglioniknya memasuki pleksus pelviskus tempat bergabungnya dengan

saraf simpatik yang berasal dari pleksus hipogastrik dan membentuk nervus kavernosus.

Saraf simpatik berasal dari kolumna vertebrasil segmen T11-L2 dan turun ke pleksus

hipogastrik. Nervus kavernosus memasuki penis pada pangkalnya dan mensarafi otot-otot

polos trebekel. Saraf sensoris pada penis yang berasal dari reseptor sensoris pada kulit dan

glans penis bersatu membentuk nervus dorsalis penis yang bergabung dengan saraf-saraf

perineal lain membentuk nervus pudendus. Nervus pudendus ini naik ke radiks dorsalis

kolumna vertebralis S2-S4.

Page 5: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

Proses ereksi mencakup beberapa keadaan hemodinamik yang berurutan dan terkoordinir

termasuk relaksasi otot polos trebekel, aliran arteri, serta oklusi vena. Sistem persarafan otonom

mengontrol komponen vaskuler dan sistem persarafan somatik mengontrol komponen otot

skelet.

Proses ereksi dapat dibagi ke dalam 8 fase : 1

1. Fase 0 : Fase flaccid (lemas). Dalam keadaan istirahat ini otot polos trebekel berkontraksi

dan akibatnya aliran darah arteri menjadi sedikit dan aliran vena menjadi cepat.

Page 6: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

2. Fase 1 : Fase pengisian. Dalam fase ini terjadi stimulasi saraf parasimpatik yang

mengakibatkan relaksasi otot polos arteriole dan meningkatkan secara cepat aliran darah

arteri. Volume penis bertambah tetapi tekanan intrakavernosal belum terlalu menonjol.

3. Fase 2 : Fase tumensi. Volume penis terus bertambah dan tekanan intrakorporal mulai

meningkat serta oklusi vena terus bertambah akibat terkompresinya vena subtunika. Penis

mengalami elongasi.

4. Fase 3 : Fase ereksi penuh. Pada fase ini aliran darah arteri hamper tidak ada dan penis

menjadi kaku. Tekanan intrakavernosal terus meningkat kurang lebih sama dengan

tekanan darah sistolik.

5. Fase 4 : Fase ereksi rigid. Di bawah pengaruh nervus pudendus, otot ishiokavernosus

berkontraksi mengakibatkan tekanan intrakavernosal ereksi. Aliran arteri berhenti

6. Fase 5 : Fase detumesensi insial. Disini terjadi peningkatan tekanan intrakavernosal,

kemungkinan akibat stimulasi simpatik melawan aliran darah vena.

7. Fase 6 : Fase detumesensi lambat. Pada fase ini otot polos trabekula berkontraksi.

Arteriole helisin mengalami konstriksi dan tekanan intrakavernosalmenurun

menyebabkan meningkatnya aliran darah vena.

8. Fase 7 :Fase detumesensi cepat. Stimulasi simaptik menyebabkan penurunan yang cepat

aliran darah arteri dan tekanan intrakavernosal. Aliran darah vena dengan cepat pulih

kembali dan terjadi fase flaccid lagi.

Page 7: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

ETIOLOGI DISFUNGSI EREKSI

Berdasarkan faktor penyebab DE dibagi ke dalam psikogenik, organic, dan iatrogenik. 1,3

1. Psikogenik :

- Ansietas

- Depresi

2. Organik :

a. Vaskulogenik

- Diabetes Melitus

- Hipertensi

- Hiperlipidemia

- Merokok

- Disfungsi mekanisme oklusi vena (Veno Occlusive Dysfunction)

b. Neurogenik

- Trauma

- Diabetes Melitus

- Multiple Sklerosis

- Operasi Pelvik

- Lesi diskus intervertebralis

c. Endokrinologik

- Hiperprolaktinemia

- Hipogonad

Page 8: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

- Penyakit tiroid

3. Iatrogenik :

a. Obat-obatan :

- Golongan mayor Tranquilizer

- Antikolinergik

- Anti Androgen

- Beberapa golongan Anti Hipertensi

- Anti Depresan

- Ansiolitik

- Obat-obat Psikotropik

- Lain-lain : simetidin, digoksin, indometasin, klofibrat, dan lain-lain

b. Operasi

c. Radioterapi

Page 9: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

ETIOLOGI DISFUNGSI EREKSI PADA DIABETES (DE-D)

a. Psikogenik

b. Organik :

- Neurogenik (neuropati)

- Vaskulogenik (angiopati)

c. Kombinasi

Mekanisme tejadinya DE akibat psikogenik belum jelas diketahui, namun pada keadaan

tertentu seperti ansietas yang menyolok kelihatannya terjadi aktifitas saraf simpatis yang

berlebihan mengakibatkan meningkatnya tonus otot polos kavernosus yang akhirnya

menyebabkan penis menjadi flaccid.

Untuk membedakan antara penyebab psikogenik dengan organik dapat dilihat bagan berikut ini : 4,16

Psikogenik Organik -Onset tiba-tiba -Onset perlahan-lahan -Situasi tertentu -Semua keadaan -Ereksi Nokturnal dan pagi hari normal -Ereksi Nokturnal dan pagi hari tidak ada -Libido menurun -Libido normal -Masalah selama perkembangan seksual -Perkembangan seksual normal

PATOFISIOLOGI DE - D

Patofisiologi DE-D diduga disebabkan mulifaktor, faktor neuropati dan arteriopati

dipercaya memegang peranan penting. 1,16

Patofisiologi DE-D adalah sebagai berikut : 1

1. Neurogik :

Page 10: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

- Neuropati autogenik

- Neuropati perifer

2. Arteriogenik :

- peningkatan resiko aterosklerosis

- mikroangiopati

3. Endotel :

- Gangguan relaksasi otot polos tergantung endotel

4. Miogenik :

- Gangguan funsi otot polos

Ad. 1. Faktor Neurogenik

Patogenesis neuropati diabetik sampai saat ini belum seluruhnya jelas, neuropati

autonomic diabetic dapat melibatkan berbagai organ termasuk didalamnya system urogenital,

gastrointestinal, kardiovaskuler, dan lain-lain. Berbagai teori dijelaskan dalam hal terjadinya

neuropati diabetik diantaranya : 16

Teori Hormon

Dijumpai tiga hormone yang mempengaruhi fungsi saraf perifer yaitu tiroksin,

testosterone, dan insulin. Ternyata pemberian tiroksin dapat memperbaiki kecepatan hantaran

saraf motorik dan memperbaiki konsentrasi dan inositol pada tikus diabetes. Kastrasi pada tikus

diabetes akan mencegah berkurangnya collagen solubility dan bertambahnya permeabilitas

vaskuler tetapi tentunya cara ini tidak dapat dilakukan pada manusia. 3 Insulin di samping

berperan sebagai regulator gula darah juga berperan sebagai growth faktor pada sejumlah

jaringan saraf pusat maupun perifer. Dengan berkurangnya growth faktor tersebut maka terjadi

penurunan kemampuan proses regenerasi saraf sehingga mengakibatkan gangguan fungsi dari sel

saraf. Namun demikian pengalaman telah membuktikan bahwa tidak ada hubungan langsung

Page 11: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

antara terjadinya DE dengan insulin. Pemberian insulin saja ternyata tidak dapat memperbaiki

gangguan DE pada penderita diabetes. 17

Teori Hipoksia

Pemeriksaan terhadap saraf perifer dari tikus diabetes tampak adanya pengurangan aliran

darah di saraf perifer yang disebabkan oleh hiperviskositas dan mikroangiopati. Tekanan oksigen

endoneural akan berkurang dan akhirnya akan menyebabkan berkurangnya kecepatan hantaran

pada saraf motorik. 16

Teori Glikosilasi

Diketahui bahwa molekul glukosa akan melekat pada protein sesuai dengan konsentrasi

glukosanya. Kolekul glukosa yang melekat ini akan membentuk fluorescent cross linked protein.

Ikatan ini menyebabkan jumlah glikosilasi mielin meningkat 5 kali. Glikosilasi mielin ini

mempunyai reseptor yang spesifik dan dimakan oleh makrofag. Dengan demikian serangan

makrofag ini akan menambah hilangnya mielin pada saraf perifer.

Teori Vaskuler

Pada otopsi yang dilakukan diperoleh adanya iskemia dari saraf perifer yang

menyebabkan neuropati diabetic. Iskemia dapat terjadi akibat :

1. Kerusakan Vasa Vasorum akibat hiperglikemia

2. Edema neural diserat-serat saraf sensoris

Teori Edema Saraf (Teori Osmotik)

Saat ini banyak penulis menganut teori osmotik dalam hal terjadinya neuropati diabetik. 16

Spektroskopi resonansi magnetic sangant sensitive terhadap keadaan hidrasi dari jaringan

dan oleh karena itu dipakai untuk menentukan kadar air di saraf perifer. Pada pemeriksaan in

vivo menunjukkan bahwa hidrasi saraf lebih tinggi pada neuropati diabetik daripada nilai yang

Page 12: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

didapatkan pada penderita control. Untuk menjelaskan teori edema saraf ini dikenal ada dua

teori: 16

1. Teori Inositol. Hiperglikemia diduga dapat menurunkan konsentrasi dari mioinositol

melalui dua jalan yaitu glukosa bersaing menghambat transport aktif dari mioinositol, dan

aktifitas polyol pathway di dalam sel-sel saraf merangsang hilangnya mioinositol dari sel

tersebut.

2. Teori Sorbitol. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa terjadinya penambahan kadar

glukosa, fruktosa, dan sorbitol di saraf perifer penderita diabetes. Bila terjadi

penambahan dari endoneural sorbitol ini maka osmotik gradient menyebabkan edema

saraf.

Ad. 2. Faktor Arteriogenik 1

Aterosklerosis pada arteri besar dan mikroangiopati lebih sering dan lebih cepat

muncul pada penderita diabetes disbanding bukan diabetes. Mikroangiopati ditandai

dengan penebalan kapiler basement membrane. Bila dilakukan arteiografi terlihat stenosis

di arteri pudenda interna. Dengan pemeriksaan ultrasound dupleks akan tampak diameter

arteri penis yang lebig kecil dan aliran darah lebih lambat. Banyak penelitian

membuktikan adanya hubungan yang erat antara DE-D dengan manifestasi vaskuler lain

pada diabetes seperti retinopati, penyakit jantung iskemik, klaudikasio intermiten, dan

resiko amputasi. 1,8 Penurunan aliran darah ke penis akan mengakibatkan iskemik dalam

corpora.

Ad. 3. Faktor Endotel dan Miogenik

Pada tahun 1992 Sanzes dan Tejadin menemukan secara rinci mekanisme

terjadinya ereksi, dimana peran endotel sel pembuluh darah dan sel otot polos

kavernosummemegang peranan penting. 17 Penderita dengan diabetes menunjukkan

perubahan-perubahan yang nyata pada fungsi endotel. Endotel mempunyai peranan

penentu dalam mengatur kontraktilitas dinding pembuluh darah dengan mensekresi

bahan-bahan vasoaktif. Sel-sel endotel yang rusak mula-mula mengurangi pelepasan

neurotransmitter yang menyebabkan vasorelaksasi terutama NO. Produksi prostasiklin

Page 13: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

juga berkurang pada sel-sel endotel penderita diabetes. Glukosa mempunyai efek

langsung pada sel-sel endotel. Kadar glukosa yang tinggi dapat menghambat proliferasi

sel-sel endotel dan meningkatkan permiabelitas lapisan sel endotel sehingga

menyebabkan influks lebih besar bahan-bahan dari darah yang beredar ke dalam tunika

interna dan media. 18 Jadi gangguan relaksasi otot polos tergantung endotel dan gangguan

neurogenikdapat disebabkan oleh : 1

1. Hiperglikemia

2. Produksi radikal bebas yang berlebihan

3. Produksi sorbitol yang meningkat

4. Pembentukan Advance Glycation End Products (AGEs)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar berikut :

Page 14: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

Saat ini teori AGEs merupakan yang paling popular. AGEs adalah hasil reaksi

non enzimatik antara glukosa dan asam amino dari protein jaringan. Peningkatan AGEs

tidak hanya berhubungan dengan diabetes tetapi juga berhubungan dengan usia.

DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis DE-D terlebih dahulu harus dibuktikan bahwa

penderita mengidap diabetes dengan memakai criteria baru hasil konsensus pengelolaan

diabetes mellitus di Indonesia tahun 1998. 19

Adapun pemeriksaaan yang harus dilakukan adalah :

1. Anamnesis

Setelah dilakukan anamnesis secara umum, terhadap penderita disampaikan

beberapa pertanyaan sederhana dan bersifat hari-hati mengenai masalah yang

berhubungan dengan fungsi seksual. Anamnesis mengenai cara terjadinya DE, libido

dan ereksi pagi hari sangat penting ditanyakan untuk membedakan apakah kelainan

organic atau psikogenik.

Rosen dkk telah merancang suatu kuisoner tentang indeks fungsi ereksi yang

terdiri dari 5 pertanyaan yang dikenal dengan International Index of Erectile Function

(IIEF-5). IIEF-5 telah digunakan secara luas di seluruh dunia dalam meneliti

terjadinya DE, dan penelitian membuktikan bahwa IIEF begitu mudah digunakan

dalam klinik. 2 IIEF-5 digunakan untuk menilai fungsi seksual pada laki-lakiyang

mencakup fungsi ereksi, orgasmus, hasrat seksual, kepuasaan dalam sanggama dan

kepuasaan secara keseluruhan.IIEF-5 memiliki tingakat sensitifitas dan spesifisitas

yang tinggi dalam penilaian DE, disamping itu juga sangat membantu pasien dan

dokter dalam proses komunikasi. 2,14,15 Untuk setiap pertanyaan telah tersedia pilihan

jawaban. Skor 22-25 menandakan fungsi ereksi normal, sedangkan skor kurang atau

sama dengan 21 menunjukkan adanya gejala-gejala DE yang dibagi dalam DE ringan

(12-21). DE sedang (8-11), dan DE berat (5-7).

Page 15: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

2. Pemeriksaan Fisik meliputi : 1,3

- Pemeriksaan umum seperti berat badan, tinggi badan, tekanan darah, pemeriksaan

organ tiroid, kardiovaskuler, traktus respiratorius, gastrointestinal, refleks

neurologis, ciri-ciri seks sekunder maupun tanda-tanda hipogonad.

- Pemeriksaan neurologik : kepekaan terhadap rasa di daerah general dan perianal,

kepekaan rasa fibrasi ujung-ujung jari tangan dan kaki serta genital. Beberapa tes

tertemtu dapat dilakukan untuk mendiagnosis terjadinya neuropati autonom

kardiovaskuler seperti tes valsava, respon frekuensi jantung pada waktu berdiri,

variasi detik jantung dan respon tekanan darah pada waktu berdiri.

- Pemeriksaan Urogenitalis :

Penis : ukuran, fimosis, hipospadia

Testis : jumlas, konsistensi

Epididimis : besar, konsistensi

Vas Deferens : teraba / tidak, pengerasan

Skrotum : hidrokel, hernia

Vesika Seminalis : teraba / tidak

Prostat : teraba / tidak

3. Pemeriksaan Laboratorium

Perlu dilakukan untuk menunjang pemeriksaan lainnya diantaranya pemeriksaan

urin, darah rutin, kadar gula darah, profil lemak, faal hati dan ginjal, pemeriksaan

hormone FSH/LH, prolaktin, testosterone maupun T3/T4.

Page 16: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

4. Pemeriksaan Khusus : 3,4

1. Nocturnal Penile Tumescence (NPT) Testing : pemeriksaan ini menggunakan

snap-gauge band dan rigiscan device untuk membuktikan adanya ereksi malam

hari guna membedakan antara DE psikogenik dengan organik.

2. Colour Doppler Imaging : pemeriksaan ini membantu memberikan petunjuk

mengenai hemodinamik penis setelah relaksasi otot polos maksimal yang di

induksi oleh obat vasoaktif. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya

insufisiensi arterial guna membedakan dengan DE psikogenik. Kecepatan aliran

darah dari arteri kavernosa dapat diukur selama sistilok dan diastolik.

3. Pharmacocavernosography. Pemeriksaan ini untuk mengukur aliran darah vena

keluar dari penis dengan melakukan injeksi zat kontras ke dalam corpora.

KESIMPULAN

Diabetes menenmpati urutan tertinggi dalam menyebabkan DE organik.

Patofisiologi DE-D dapat diterangkan sebagai akibat kelainan neurogenik,

arteriogenik, kerusakan endotel, dan miogenik.

Kuesioner IIEF-5 mempunyai tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi

dalam penilaian DE.

Perlu anamnesis yang teliti untuk membedakan apakah DE organic atau

psikogenik, walaupun DE organik dapat terjadi bersama-sama dengan DE

psikogenik.

Pemeriksaan khusus dapat menentukan DE akibat kelainan organik atau

psikogenik.

Page 17: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

KEPUSTAKAAN

1. Eardley I, Sethia K. Erectile Disfunction : Current Investigation and Management, London,

Mosby-Wolfe, 1998 : 1-38

2. Asian-Edact. The International Index for Erectile Function 5 (IIEF-5). Understanding The

Development and Clinical use of the IIEF-5, 1998

3. Arsyad KM. Penatalaksanaan Impotensi Dexa Media, 1997, 3(10) : 4-13

4. Holmes S, Kirby R, Carson C. Male Erectile Dysfunction. Oxford, Health Press, 1997 : 5-24

5. Ikatan Dokter Indonesia. Penatalaksanaan Disfungsi Ereksi. Materi Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan, 1999

6. Fabberi A, Aversa A, Isodori A. Erectile Dysfunction ; An Overview. Hum Reprod Update

(Abstract), 1997 ; 3 (5) : 455-466

7. Adimoelja A.Terobosan Baru Pengelolaan Impotensi Diabetik. Dalam : Tjokoprawiro A,

Hendromartono, Ari S dkk (ed). Naskah Lengkap Surabaya Diabetes Update III, Surabaya,

1997 : 153-158

8. Alexander WD, Cummings M. Erectile Dysfunction and Its Treatment, In : Shaw KM.

Diabetic Complications, New York, John Wiley & Sons, 1990 : 67-100

9. Fieldman HA, Goldstein I, Hatzichristou DG, Krane RJ. Impotence and Its Medical and

Psychosocial Correlates : Result of the Massachusetts Male Aging Study. J Urology

(Abstract), 1994 ; 151 (1) : 54-61

10. Khor TG, Khaw PG. result of Slidenafil Citrate in The Treatment of Erectile Dysfunction at

Penang General Hospital (Abstract), Malaysian Urological Conference, Penang, December

1999

Page 18: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

11. Tan JKN, Hong CY. Erectile Dysfunction : a Study on the Knowledge. Health Belief and

Health Seeking Behavior of Elderly Males in Singapore (Abstract), Malaysian Urological

Conference, Penang, December 1999

12. Tjokoprawiro A. Diabetes Mellitus : Kapita Selekta 1998-D. Dalam : Kumpulan Makalah

Kongres Nasional IV Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADI), Denpasar, 1998 : 29 -39

13. Prajogo JN, Sumual AR. Disfungsi Ereksi pada Pasien Diabetea Mellitus di RSUP Manado.

Kumpulan Makalah Kongres Nasional IV Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADI),

Denpasar, 1998 : 215-220

14. Rosen RC, Riley A, Wagner G, Osterloh IH, Kirkpatrick J, Mishra A. The International

Index of Erectile Function (IIEF) : a multidimensional scale for assement of erectile

dysfunction. Urology (Abstract), 1997, 49 : 822-830

15. Rosen RC, Capellery JC, Smith MD, Lipsky J, Pena BM. Development and Evaluation of an

Abriged, 5 – item version of the International Index of Erectile Function (IIEF-5) as a

diagnostic tool for erectile dysfunction. Int J Impot Res (Abstract), 1999, 11 : 319-326

16. Poewardi T. Neuropati Diabetik. Dalam : Tjokoprawiro A, Sukahatya M, Budhianto FX,

Sutjahyo A, Tandra H. (ed) Kongres Nasional II Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

(PERKENI), Surabaya, 1989 : 192-212

17. Adimoelja A. Pengobatan Disfungsi Seksual pada DM dengan suntikan obat vasoaktif dan

oral dengan Protodioscin. Dalam : Adam JF, Sanusi H, Tandean P, Lawrence G, Aman M.

Kumpulan Naskah Lengkap Kongres Nasional II Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

(PERKENI), Ujung Pandang, 1997 : 7-11

18. Piliang S. Perananan Diabetes Mellitus pada Disfungsi Endotel. Dalam : Buletin PAPDI

Cabang Sumatera Utara, 1999, 1 :4-9

19. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia 1998

Page 19: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

Lampiran : EVALUASI FUNGSI SEKSUAL PRIA

International Index of Erectile Function – 5 (IIEF-5)

Selama lebih dari 6 bulan terakhir :

1. Bagaimana derajat keyakinan Anda bahwa Anda dapat ereksi serta terus bertahan untuk

melakukan ssanggama ?

[1] sangat rendah

[2] rendah

[3] cukup

[4] tinggi

[5] sangat tinggi

2. Pada saat Anda ereksi setelah mengalami perangsangan seksual, seberapa sering penis

Anda cukup keras untuk dapat masuk ke dalam vagina pasangan Anda?

[0] tidak melakukan sanggama

[1] tidak pernah atau hampir tidak pernah

[2] sesekali (kurang dari 50%)

[3] kadang-kadang (sekitar 50%)

[4] sering (lebih dari 50%)

[5] selalu atau hamper selalu

3. Setelah penis masuk ke dalam vagina pasangan Anda, seberapa sering Anda mampu

mempertahankan penis tetap keras?

[0] tidak melakukan sanggama

[1] tidak pernah atau hampir tidak pernah

Page 20: Disfungsi Ereksi Pada Diabetes Melitus Aspek Patofisiologi Dan Diagnosis

[2] sesekali (kurang dari 50%)

[3] kadang-kadang (sekitar 50%)

[4] sering (lebih dari 50%)

[5] selalu atau hampir selalu

4. Ketika melakukan sanggama, seberapa sulitkah mempertahankan ereksi sampai

ejakulasi?

[0] tidak mencoba melakukan sanggama

[1] sangat sulit sekali

[2] sangat sulit

[3] sulit

[4] sedikit sulit

[5] tidak sulit

5. Ketika Anda melakukan sanggama, seberapa sering Anda merasa puas?

[0] tidak melakukan sanggama

[1] tidak pernah atau hampir tidak pernah

[2] sesekali (kurang dari 50%)

[3] kadang-kadang (sekitar 50%)

[4] sering (lebih dari 50%)

[5] selalu atau hampir selalu