diabetes melitus bab i

45
1 BAB I PENDAHULUAN Perubahan gaya hidup orang Indonesia sekarang yang lebih banyak gemar makan makanan siap santap yang banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan sedikit mengandung serat membuat penyakit degeneratif semakin meningkat, contohnya penyakit diabetes melitus yang semakin meningkat insidensnya. Di samping itu gaya hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai sore bahkan kadang-kadang sampai malam hari duduk di belakang meja menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga. Sehingga hal ini menyebabkan tingginya insidens penyakit degeneratif (diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner dan dislipidemia). Diabetes melitus adalah penyakit degeneratif yang dapat dicegah dengan pola dan perilaku hidup sehat. Diabetes melitus merupakan penyakit yang dapat mengganggu fungsi sistem tubuh yang lain (kardiovaskuler, ginjal, saraf dan mata). Diabetes melitus menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas. Menurut penelitian epidemiologi Indonesia menduduki peringkat keempat jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Organisasi

Upload: andimasni

Post on 29-Jan-2016

264 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

Page 1: Diabetes melitus Bab I

1

BAB I

PENDAHULUAN

Perubahan gaya hidup orang Indonesia sekarang yang lebih banyak gemar

makan makanan siap santap yang banyak mengandung protein, lemak, gula, garam

dan sedikit mengandung serat membuat penyakit degeneratif semakin meningkat,

contohnya penyakit diabetes melitus yang semakin meningkat insidensnya.

Di samping itu gaya hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi

sampai sore bahkan kadang-kadang sampai malam hari duduk di belakang meja

menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga. Sehingga

hal ini menyebabkan tingginya insidens penyakit degeneratif (diabetes melitus,

hipertensi, penyakit jantung koroner dan dislipidemia).

Diabetes melitus adalah penyakit degeneratif yang dapat dicegah dengan pola

dan perilaku hidup sehat. Diabetes melitus merupakan penyakit yang dapat

mengganggu fungsi sistem tubuh yang lain (kardiovaskuler, ginjal, saraf dan mata).

Diabetes melitus menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas.

Menurut penelitian epidemiologi Indonesia menduduki peringkat keempat

jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang

diabetes mellitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta

pada tahun 2030.

Page 2: Diabetes melitus Bab I

2

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Definisi diabetes melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit sindrom metabolik yang ditandai

dengan hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-keduanya.1,2,3,4

2.1.2. Epidemiologi

Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang

diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari

Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak

13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030

akan ada 20,1 juta penyandang diabetes dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk

daerah urban dan 7,2 persen di rural.5,6

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah

penyandang diabetes mellitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi

sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Sedangkan Badan Federasi Diabetes Internasional

(IDF) pada tahun 2009 memperkirakan kenaikan jumlah penyandang diabetes

mellitus dari 7,0 juta tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Penderita DM di

Indonesia tidak hanya orang tua, namun remaja dan dewasa muda pun juga terkena

DM.5,6

2.1.3. Etiologi diabetes melitus

Diabetes melitus terjadi karena sekresi atau kerja hormon insulin atau

keduanya terganggu. Hormon insulin dihasilkan oleh sel beta pancreas. Sel beta

pancreas jika mengalami kerusakan karena berbagai penyebab, maka sekresi atau

kerja hormon insulin atau keduanya akan terganggu.7 etiologi berdasarkan klasifikasi

diabetes melitus sebagai berikut:

Page 3: Diabetes melitus Bab I

3

Jenis DM Etiologi

DM tipe 1Dekstruksi sel-β pancreas (penyakit

autoimun)

DM tipe 2 Resistensi insulin

DM tipe lain

Gangguan fungsi sel-β karena mutasi

genetik (HNF-4α(MODY1), kelainan

eksokrine (pancreas), kelainan endokrine,

infeksi, obat, penyakit syndrome genetik

(syndrome down) dan sebagainya.

DM gestasi Resistensi insulin dengan disfungsi sel- β

2.1.4. Patofisiologi

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan

oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta,

insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh

untuk keperluan regulasi glukosa darah.8

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon

insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. dengan bantuan enzim peptidase,

preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian

dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di

sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin, diurai menjadi insulin

dan peptida-C yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan

melalui membran sel.8

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh

normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Sekresi

biphasic akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa dari makanan atau

minuman.8

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion response = AIR) adalah sekresi insulin

yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan

Page 4: Diabetes melitus Bab I

4

berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi

untuk mengantipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera

setelah makan.AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya

hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah posprandial.8

Selanjutnya, sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase) terjadi setelah

sekresi fase 1 berakhir. Sekresi fase 2 berlangsung relatif lebih lama, kadar

puncaknya ditentukan oleh seberapa besar glukosa darah di akhir fase 1, disamping

faktor resitensi insulin. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, maka akan terjadi

kompensasi pada fase 2, yaitu sekresi insulin meningkat pada fase 2 agar kadar

glukosa (postprandial) tetap dalam batas normal di dalam tubuh.8

Insulin berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-

batas fisiologi, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Pada saat mendapat

beban/makanan, hormon insulin akan disekresikan untuk mengatur glukosa darah

dengan cara bekerja di jaringan adiposa (uptake glukosa meningkat, lipogenesis

meningkat dan lipolisis berkurang), otot (uptake glukosa meningkat, sintesis glikogen

dan sintesis protein meningkat) dan di hati (sintesis glikogen dan lipogenesis

meningkat dan proses glukoneogenesis berkurang). tetapi pada saat puasa, hormon

insulin tidak disekresikan, sehingga jaringan adiposa, otot dan hati akan merespon

untuk menghasilkan glukosa, agar kadar glukosa tetap dalam batas normal dalam

tubuh melalui proses glikogenesis (mengubah glikogen menjadi glukosa dengan

bantuan hormon glukagon) dan proses glukoneogenesis (lemak dan protein dipecah

menjadi glukosa).7,8

Page 5: Diabetes melitus Bab I

5

Gambar 1. Aksi metabolik insulin7

Defisiensi insulin atau resistensi insulin atau keduanya menyebabkan uptake

glukosa ke sel otot menurun, sehingga tubuh akan lemah karena tidak ada glukosa

yang dimetabolisme untuk menjadi energi. Jika hal ini terjadi. Maka, tubuh akan

merespon (hati dan jaringan lemak) dengan memecah lemak dan protein untuk

menghasilkan glukosa, sehingga terjadi proses glikogenolisis dan glukoneogenesis

yang meningkat untuk memenuhi kebutuhan glukosa tubuh. Meskipun, glukosa

banyak dibentuk tetapi terjadi defisiensi/resistensi insulin, maka glukosa tetap tidak

bisa digunakan oleh sel otot sebagai energi. Akibatnya, glukosa dalam darah menjadi

meningkat atau terjadi hiperglikemia.7,9 (gambar 2)

Page 6: Diabetes melitus Bab I

6

Gambar 2. Patofisiologi DM9

2.1.5. Manifestasi klinik

Manifestasi klinik diabetes melitus sebagai berikut:3,4,7,8,10

1. Poliuria: banyak kencing. Hal ini disebabkan karena pada pasien DM terjadi

hiperglikemia, sehingga ginjal tidak mampu untuk mengabsorbsi glukosa.

Akibatnya, terjadi glukosuria yang mengakibatkan diuresis osmotik yang

meningkatkan pengeluaran urin (poliuria). (gambar 3 dan 4)

2. Polidipsia: banyak minum. Hal ini terjadi karena pada pasien DM terjadi

poliuria. Maka, tubuh akan merespon tubuh kekurangan cairan (dehidrasi).

Sehingga, kompensasi tubuh adalah timbul rasa haus (polidipsia). (gambar 3

dan 4)

3. Polifagia: banyak makan. Hal ini terjadi karena glukosa keluar bersama urin,

maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga tubuh akan

merasa lapar yang semakin besar. (gambar 3 dan 4)

Page 7: Diabetes melitus Bab I

7

4. Berat badan menurun karena glukosuria (kalori keluar bersama urin) dan

uptake glukosa ke sel-sel otot berkurang/tidak ada, maka akan terjadi proses

lipolisis (pemecahan lemak menjadi glukosa). (gambar 3)

5. Lemas dan mudah cape karena uptake glukosa ke sel otot berkurang/tidak ada,

sehingga tidak ada energi.

6. Mudah mengantuk

7. Kesemutan; kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di

kulit dan kram.

8. Luka sulit sembuh

9. Gatal

10. Mata kabur

11. Disfungsi ereksi pada pria

12. Keputihan (flouralbus) pada wanita

Page 8: Diabetes melitus Bab I

8

Gambar 3. Patofisiologi manifestasi klinik DM4

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis dari Diabetes Melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar

glukosa darah. Penegakan diagnosis Diabetes Melitus harus memperhatikan asal

bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Penegakan diagnosis

berdasarkan pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole

blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-

Page 9: Diabetes melitus Bab I

9

angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO, sedangkan

untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan

pemeriksaan glukosa darah kapiler.5

Tabel 1. Interpretasi Tes Glukosa Darah5

Tes SampelBukan DM Belum Pasti DM DM

mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L

GDS Plasma

vena

Darah

kapiler

< 110

< 90

< 6,1

< 5,0

110–199

90–199

6,1–11,0

5,0–11,0

> 200

> 200

> 11,1

> 11,1

GDP Plasma

vena

Darah

kapiler

< 110

< 90

< 6,1

< 5,0

110–125

90–109

6,1–7,0

5,0–6,1

> 126

> 110

> 7,0

> 6,1

GD2

PP

Plasma

vena

Darah

kapiler

< 140

< 120

< 7,8

< 6,7

140–200

120–200

7,8–11,1

6,7–11,1

> 200

> 200

> 11,1

> 11,1

Tabel 2. Interpretasi TTGO (WHO)5

Kriteri

a

GDP

0 jam 2 jam

(mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L)

GDPT > 110 serta < 126 6,1 > serta < 7,0 < 140 < 7,8

TGT < 126 < 7,0 > 140 serta <

200

7,8 > serta <

11,1

DM > 126 > 7,0 > 200 > 11,1

Page 10: Diabetes melitus Bab I

10

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien diabetes. Kecurigaan adanya

Diabetes Melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik Diabetes Melitus

seperti tersebut di bawah ini:5

1. Keluhan klasik DiabetesMelitus berupa : poliuria, polidipsi, polifagia dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis Diabetes Melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu:

1. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma >

200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus.

2. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan,

mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan

untuk diagnosis Diabetes Melitus.

3. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 gram, glukosa lebih

sensitif dan spesifik di banding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,

namun memiliki keterbatasan sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar berikut.

Page 11: Diabetes melitus Bab I

11

Gambar 4. Langkah-langkah diagnostik DM dan TGT

2.7. Penatalaksanaan

a. Non farmakologis

Penatalaksanaan non farmakologis meliputi:

1. Edukasi5,8

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi karena pola gaya hidup dan perilaku yang

tidak sehat (kurang aktivitas dan pola makan yang tidak seimbang). Edukasi

pada pasien diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan

masyarakat dan tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju

perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,

dibutuhkan edukasi.

2. Terapi gizi medis

Page 12: Diabetes melitus Bab I

12

Terapi gizi medis sangat direkomendasikan pada pasien DM. terapi

gizi medis prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang

didasarkan pada status gizi pasien dan melakukan modifikasi diet

berdasarkan kebutuhan individual. 5,8

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara

lain: 1) menurunkan berat badan; 20 menurunkan tekanan darah sistolik dan

diastolik; 3) menurunkan kadar glukosa darah; 4) memperbaiki profil lipid;

5) meningkatkan sensitivitas reseptor insulin; 6) memperbaiki sistem

koagulasi darah. 5,8

Menurut penelitian, bahwa penurunan 5% berat badan dapat

mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% dan setiap kilogram penurunan

berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian di luar negeri bahwa diet tinggi

karbohidrat bentuk kompleks (bukan disakarida atau monoakarida) dan dalam

dosis terbagi dapat meningkatkan atau memperbaiki pembakaran glukosa di

jaringan perifer dan memperbaiki kepekaan sel beta di pankreas.11

Tujuan terapi gizi medis adalah untuk mencapai dan

mempertahankan: 5,8

1) Kadar glukosa darah mendekati normal (GDP berkisar 90-130 mg/dl,

GD2PP < 180 mg/dl, kadar A1c < 7%)

2) Tekanan darah <130/80 mmHg

3) Profil lipid (LDL < 100 mg/dl, HDL > 40 mg/dl, Trigliserid < 150 mg/dl)

4) Berat badan senormal mungkin

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan

perubahan pola makan pasien diabetes antara lain: tinggi badan, berat badan,

status gizi, status kesehatan, aktivitas fisik dan usia. Selain itu juga terdapat

beberap faktor fisiologisn seperti masa kehamilan, pertumbuhan, gangguan

pencernaan pada masa tua. Masalah lain yang perlu diperhatikan juga adalah

status ekonomi, kebiasaan/tradisi serta kemampuan tenaga kesehatan. 5,8

Page 13: Diabetes melitus Bab I

13

Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien (karbohidrat,

protein dan lemak) dan mikronutrien (vitamin dan mineral). Komposisi

makanan yang direkomendasikan untuk pasien DM adalah karbohidrat 60-

70%, protein sekitar 10-15% dan lemak 20-25% dari total kebutuhan

energi/hari. 5,8

Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada

tidaknya stres akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi bisa

menggunakan indeks massa tubuh (IMT) atau rumus brocca. 5,8

1) Penentuan status gizi berdasarkan IMT5,8

Status gizi: BB (kg)/TB2 (m)

Tabel 3. Interpretasi status gizi berdasarkan IMT

IMT Status Gizi

< 18,5 Kurang

18,5 -22,9 Normal

23 - 24,9 Overweight

25 - 29,9 Obes 1

> 30 Obes 2

2) Penentuan status gizi berdasarkanrmus Brocca8

Berat badan ideal (BBI): (TB (cm) -100) x 90%

Tabel 4. Interpretasi status gizi berdasarkan rumus Brocca

BBI Status Gizi

< 90% BB Kurang

Page 14: Diabetes melitus Bab I

14

90-110% BB Normal

110-120% BB lebih

>120% Gemuk

Untuk kebutuhan praktis dalam praktek di lapangan, digunakan rumus

Brocca. Setelah menentukan kebutuhan kalori per hari (tabel 5). Makanan

tersebut dibagi dalam porsi ringan dan 3 porsi besar sebagai berikut:

a. Porsi ringan : 10-15% di antara makan besar

b. Makan pagi : 20%

c. Makan siang : 30%

d. Makan malam :25%

Tabel 5. Penentuan kebutuhan kalori per hari8

Kebutuhan basal:

Laki-laki: BBI x 30 kalori/kg = … kalori

Perempuan: BBI x 25 kalori/kg = … kalori

Koreksi penyesuaian:

Umur > 40 thn : -5% x kalori basal = - … kalori

Aktivitas:

Ringan (duduk-duduk,

nonton TV dll)

: + 10% x kalori basal = + … kalori

Sedang (kerja kantoran,

IRT, perawat, dokter dll)

: + 20% x kalori basal = + … kalori

Berat (olahragawan,

tukang becak dll)

: + 30% x kalori basal = + … kalori

Berat badan:

BB gemuk :- 20% x kalori basal = - … kalori

BB lebih : -10% x kalori basal = - … kalori

BB kurang :+ 20% x kalori basal = + … kalori

Page 15: Diabetes melitus Bab I

15

Stres metabolik (infeksi,

stroke, operasi dll)

:+ (10-30%) x kalori basal = + … kalori

Hamil trimester I & II: = + 300 kalori

Hamil trimester III dan laktasi: = + 500 kalori

Total kebutuhan = … kalori

3. Latihan jasmani5,8

Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan, memberikan respon

baik pada lemak tubuh, tekanan darah arteriil, sensitivitas barorefleks,

vasodilatasi pembuluh yang endothelium-dependent, aliran darah pada kulit

dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali

glukosa darah.

Prinsip latihan jasmani bagi penderita DM, persis sama dengan latihan

jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti:

a) Frekuensi: 3-5 kali/minggu secara teratur

b) Intensitas: ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate (MHR)).

Rumus MHR: 220-umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan

Target Heart Rate (THR). Contoh: seorang pasien DM berumur 50 tahun

disasarkan sebesar 75%, maka THR: 75% x (220-50) = 120. Jadi, sasaran

denyut jantung 120x/menit.

c) Durasi: 30-60 menit

d) Jenis: Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan

berenang.

Untuk melakukan latihan jasmani, perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

Page 16: Diabetes melitus Bab I

16

a) Pemanasan (warm-up): tujuannya untuk mempersiapkan berbagai sistem

tubuh, meningkatkan denyut jantung dan menghindari cedera. Pemanasan

cukup dilakukan 5-10 menit.

b) Latihan inti (conditioning): pada tahap ini, diusahakan denyut nadi

mencapai THR, agar mendapatkan manfaat latihan. Jika, denyut jantung

melebihi THR, mungkin malah bisa mendapatkan risiko yang tidak

diinginkan.

c) Pendinginan (cooling-down): untuk mencegah penimbunan asam laktat.

d) Peregangan (stretching): untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot

yang masih tegang dan menjadikan lebih elastis. Tahapan ini lebih

bermanfaat pada mereka yang berusia lanjut.

b. Farmakologis

Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang

benar,olah raga yang teratur, dan obat - obatan yang diminum atau suntikan

insulin. Indikasi penggunaan obat hiperglikemia oral (OHO) dan suntikan

insulin sebagai berikut.

a) Indikasi obat hiperglikemia oral (OHO)

1) DM tipe 2

2) Usia > 40 tahun

3) BB normal/gemuk

4) Menderita DM < 5 tahun

5) Belum pernah mendapat insulin atau pernah tapi < 40 UI

b) Indikasi suntikan insulin

1) DM tipe 1

2) Pasien kurus

Page 17: Diabetes melitus Bab I

17

3) Penurunan BB secara drastis tanpa diketahui penyebabnya

4) Hiperglikemia disertai asidosis

5) Ketoasidosis diabetik

6) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

7) Hiperglikemia dengan asidosis laktat

8) Gagal dengan kombinasi OHO yang dosisnya hampir maksimal

9) Stres berat (infeksi sistemik, operasi, IMA, dan stroke)

10) Kehamilan dengan DM gestasi yang tidak terkendali dengan diet

11) Gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat

12) Infeksi akut (kaki diabetik)

Obat hiperglikemia oral terdiri dari beberapa golongan sebagai

berikut:

1) Golongan Biguanid8,12

Farmakodinamik dan farmakokinetik adalah metformin terdapat dalam

konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi

secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Metformin mencapai kadar tinggi

dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh

dengan waktu paruh 2 jam. Dosis maksimal metformin 3 gram dan dibagi

dalam 2 atau 3 kali pemberian.

Mekanisme kerja metformin adalah menurunkan produksi glukosa di

hati, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin di oto dan adiposa, dan

menghambat absorpsi glukosa di usus.

Metformin dapat digunakan sebagai terapi monoterapi atau kombinasi

dengan sulfonylurea atau kombinasi dengan insulin (SU). Pada

pemakaian monoterapi dapat menurunkan kadar glukosa plasma sampai

20% dan HbA1c 1-2%. Metformin yang dikombinasi dengan SU dapat

Page 18: Diabetes melitus Bab I

18

menurunkan HbA1c 3-5%. Kombinasi dengan insulin dipertimbangkan

pada pasien gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan.

Efek samping metformin adalah mual, muntah, diare, dan kecap logam

(metalic taste) pada 20% pasien. Keluhan-keluhan tersebut segera hilang

jika dosis dikurangi. Metformin juga dapat mengganggu absorpsi vitamin

B12.

Kontraindikasi metformin adalah pada pasien gangguan hati, ginjal,

kehamilan, infeksi berat, dan gangguan jantung yang memerlukan terapi.

2) Golongan Sulfonilurea (SU)

Farmakokinetik dan farmakodinamik. Berbagai SU mempunyai sifat

kinetik yang berbeda. Tetapi absorbsi di saluran cerna sangat efektif.

Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi.

Sehingga, SU baik diberikan 30 menit sebelum makan. Masa paruh SU

singkat (glibenklamid 4 jam pada pemakaian akut, tetapi pemakaian lama

> 12 minggu, masa paruhnya mencapai 12 jam atau bahkan sampai > 20

jam pada pemakaian kronik dengan dosis maksimal). Semua jenis SU

dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal. 8,12

Mekanisme kerja SU adalah merangsang sel beta ppancreas untuk

menghasilkan insulin, sehingga obat ini tidak dapat digunakan untuk DM

tipe 1. SU disebut juga sebagai sekretagonik insulin.8,12

Memilih SU yang tepat untuk terapi harus berdasarkan umur pasien

pada saat menderita DM. pada umumnya hasil baik akan diperoleh pada

pasien yang menderita DM > 40 tahun. Dosis awal SU tergantung kadar

glukosa darah. Bila, GDP < 200 mg/dl, sebaiknya berikan dosis kecil dan

dititrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai GDP 90-130

mg/dl. Bila, GDP > 200 mg/dl dapat diberikan dosis awal yang besar

dengan perhatian khusus bahwa dalam beberapa hari sudah dapt diperoleh

efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar

Page 19: Diabetes melitus Bab I

19

glukosa darah yang cukup bermakna. Segeralah periksa kadar glukosa

darah dan sesuaikan dosisnya.8

Efek samping SU adalah terjadi hipoglikemia, bahkan sampai koma.

Reaksi ini sering terjadi pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi hati

dan ginjal. Efek samping lain yang jarang terjadi adalah reaksi alergi,

mual, muntah, diare, gejala hematologik, SSP, mata, dan sebagainya.8,12

Kontraindikasi SU adalah pada pasien DM tipe 1, gangguan fungsi

hati dan ginjal, hipersensitif terhadap sulfa, hamil dan menyusui.8

3) Golongan Thiazolidinediones

Golongan ini merupakan agonist peroxime proliferator-activated

receptor gamma yang sangat selektif dan poten. Reseptor ini terdapat di

jaringan terget insulin seperti jaringan otot, hati, dan adiposa. Glitazon

menurunkan produksi glukosa di hepar, menurunkan asam lemak bebas di

plasma dan remodeling jaringan adiposa.giltazon juga dapat menurunkan

sedikit TD, meningkatkan fibrinolisis dan memperbaiki fungsi endotel.8,12

Absorpsi Glitazone tidak dipengaruhi oleh makanan, berlangsung

+ 2 jam. Glitazone di absorpsi di hepar dan disekresi di ginjal.

Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi respon

dengan diet dan latihan fisik, sebagai monoterapi atau kombinasi dengan

metformin atau SU atau insulin.12

Efek sampingnya adalah peningkatan berat badan, menambah volume

plasma, memperburuk gagal jantung kengestif, ISPA (16%), sakit kepala

(7,1%), anemia dilusional (penurunan Hb sekitar 1 gr/dl). Edema sering

terjaid pada penggunaanya bersama insulin. Kontraindikasi pada

penyakit hepar.8,12

4) Penghambat alfa glukosidase

Farmakodinamik dan farmokokinetik acarbose hampir tidak diabsorbsi

dan bekerja lokal pada saluran cerna. Acarbose mengalami metabolisme

terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktifitas enzim

Page 20: Diabetes melitus Bab I

20

pencernaan. Waktu paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang

sehat dan sebagian besar dieksresi melalui feses. Obat ini bekerja secara

kompentatif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran

cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa

dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen

usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan tidak berpengaruh terhadap

kadar insulin.12

Mekanisme kerja acarbose adalah memperlambat pemecahan dan

penyerapan karbohidrat kompleks dengan menghambat enzim alpha

glukosidase yang terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada

bagian proksimal usus.8

Efek sampingnya adalah meteorismus, flatulence dan diare.

Kontraindikasi pada pasien Inflamasi bowel syndrome, obstruksi saluran

cerna, sirosis hati dan gangguan fungsi ginjal.8

Selain OHO, terapi farmakologis adalah dengan suntikan insulin.

Insulin dapat diberikan secara intravena, intramuskular, atau subcutan. Pada

umumya, untuk jangka panjang sering diberikan secara subcutan. Preparat

insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerja (kerja cepat, sedang, dan

panjang) seperti pada tabel 6 atau dibedakan berdasarkan spesiesnya (human

dan porcine). Human insulin merupakan hasil teknologi rekombinasi DNA,

dalam larutan yang cair lebih larut dari porcine insulin. Efek samping insulin

adalah hipoglikemia dan reaksi alergi.8,12

Tabel 6. Sifat berbagai sedian insulin8

Jenis sedian BuferMula

kerjaPuncak

Masa

kerja

Kombinasi

dengan

kerja cepat

reguler soluble - 0.1-0.7 1.5-4 5-8 semua jenis

lispro fosfat 0.25 0.5-1.5 2-5 lente

Page 21: Diabetes melitus Bab I

21

kerja sedang

HPH (isophan) fosfat 1-2 6-12 18-24 reguler

lente asetat 1-2 6-12 18-24 semilente

kerja panjang

protamin zinc fosfat

asetat4-6 14-20 24-36 reguler

ultralente - 4-6 16-18 20-36

glargin 2-5 5-24 18-24

Awal intervensi

Page 22: Diabetes melitus Bab I

22

Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan DM tipe 211

Edukasi/nutrisi/olahraga

Page 23: Diabetes melitus Bab I

23

Gambar 6. Pengelolaan DM di Indonesia13

2.8. Komplikasi

Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.

Komplikasi pada Diabetes Melitus dibagi menjadi dua yaitu:

1. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik,

dan hipoglikemia. (gambar 7)

2. komplikasi kronik adalah makroangiopati dan mikroangiopati. (tabel 7 dan

gambar 8)

Page 24: Diabetes melitus Bab I

24

Tabel 7. Komplikasi kronik DM beserta tanda patologisnya

komplikasi sistem tubuh tanda patologis

Mikroangiopati

Neuropati neurologi baal, nyeri parah

Nefropati ginjal gagal ginjal

Retinopati mata penglihatan kabut

Makroangiopati

kardiovaskuler infark miokard

vaskuler periferluka sukar

sembuh, gangrene

Page 25: Diabetes melitus Bab I

25

Gambar 7. Mekanisme ketoacidosis diabetik2

Page 26: Diabetes melitus Bab I

26

Gambar 8. Komplikasi kronik DM2

Page 27: Diabetes melitus Bab I

27

2.9. Pencegahan diabetes melitus

Menurut WHO, upaya pencegahan pada diabetes melitus ada tiga jenis atau

tiga tahap, yaitu:

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer ditujukan pada orang-orang yang belum sakit atau

belum menderita DM. Semua pihak harus bertanggung jawab (petugas

kesehatan, pemerintahan dan masyarakat) untuk mempromosikan pola hidup

sehat dan menghindari hidup yang berisiko.8

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah menemukan penderita DM sedini

mungkin dengan melakukan tes skrining pada kelompok yang berisiko.

Sehingga, dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun

sudah ada komplikasi reversibel.8 Kelompok yang berisiko terhadap DM

tipe 2 sebagai berikut:5

a. Tidak mempunyai aktivitas fisik

b. Keturunan dari ras yang mempunyai risiko tinggi seperti Afrika

c. Amerika, Latin, Asia Amerika

d. Berat badan lebih : BB > 120% BB idaman atau IMT ≥ 25 kg/m2

e. Hipertensi ( ≥140/90 mmHg)

f. Riwayat Diabetes Melitus dalam garis keturunan

g. Riwayat Diabetes dalam kehamilan, riwayat abortus berulang,

h. melahirkan bayi cacat atau berat badan lahir bayi > 4000 gram

i. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium

j. A1C ≥ 5,7 % atau Riwayat gangguan toleransi glukosa

k. Riwayat atau penderita PJK.

l. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥200 mg/dl

3. Pencegahan tersier

Semua upaya yang dilakukan untuk mencegah komplikasi atau

kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi:8

Page 28: Diabetes melitus Bab I

28

a. Mencegah timbulnya komplikasi

b. Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi

kegagalan organ

c. Mencegah kecacatan tubuh

2.2. Kaki Diabetik

2.2.1 Definisi kaki diabetik

Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari diabetes

melitus yang ditandai dengan infeksi, ulkus, dan atau kerusakan pada

jaringan yang berhubungan dengan gangguan pada saraf dan aliran darah

pada kaki. Gangguan pada saraf dan aliran darah ini disebabkan karena

hiperglikemia.8,14

2.2.2. Tanda dan Gejala Kaki Diabetik

Tanda dan gejala kaki diabetik yaitu sering kesemutan, nyeri kaki saat

istirahat, rasa terbakar, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan

(nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,

kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal, kulit kering.5, 14

2.2.3. Patofisiologi kaki diabetik

Page 29: Diabetes melitus Bab I

29

Kaki diabetik terjadi karena gangguan pada saraf dan pembuluh darah

yang disebabkan oleh hiperglikemia.

1. Neuropati Diabetik

Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering

ditemukan pada pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik adalah

gangguan metabolisme syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia kronis

(Smeltzer et al, 2008). Angka kejadian neuropati ini meningkat

bersamaan dengan lamanya menderita penyakit Diabetes Melitus dan

bertambahnya usia penderita.

Ada tiga tipe neuropati yaitu neuropati sensorik, neuropati

motorik dan neuropati otonom. Kondisi pada neuropati sensorik yang

terjadi adalah kerusakan saraf sensoris pertama kali mengenai serabut

akson yang paling panjang, yang menyebabkan distribusi stocking dan

gloves.

Kerusakan pada serabut saraf tipe A akan menyebabkan

kelainan propiseptif, sensasi pada sentuhan ringan, tekanan, vibrasi dan

persarafan motorik pada otot. Secara klinis akan timbul gejala seperti

kejang dan kelemahan otot kaki.

Serabut saraf tipe C berperan dalamn analisis sensari nyeri dan

suhu. Kerusakan pada saraf ini akan menyebabkan kehilangan sensasi

protektif. Ambang nyeri akan meningkat dan menyebabkan trauma

berulang pada kaki. Neuropati perifer dapat dideteksi dengan hilagnya

sensasi terhadap 10 g nylon monofilament pada 2-3 tempat pada kaki.

Selain dengan 10 g nylon monofilament, dapat juga menggunakan

biothesiometer dan Tunning Fork untuk mengukur getaran.

Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan

kerusakan motor end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang

paling sering terkena dan menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik

kaki. Atropi dari otot intraosseus menyebabkan kolaps dari arcus kaki.

Page 30: Diabetes melitus Bab I

30

Metatarsal-phalangeal joint kehilangan stabilitas saat melangkah. Hal

ini menyebabkan gangguan distribusi tekanan kaki saat melangkah dan

dapat menyebabkan kallus pada bagian-bagian kaki dengan tekanan

terbesar. Jaringan di bawah kallus akan mengalami iskemia dan

nekrosis yang selanjutnya akan menyebabkan ulkus. Neuropati motorik

menyebabkan kelainan anatomi kaki berupa claw toe, hammer toe, dan

lesi pada nervus peroneus lateral yang menyebabkan foot drop.

Neuropati motorik ini dapat diukur dengan menggunakan pressure Mat

atau Platform untuk mengukur tekanan pada plantar kaki.

Neuropati otonom menyebabkan keringat berkurang

sehinggakaki menjadi kering. Kaki yang kering sangat beresiko untuk

pecah dan terbentuk fisura pada kallus. Neuropati otonom juga

menyebabkan gangguan pada saraf-saraf yang mengontrol distribusi

arteri-vena sehingga menimbulkan arteriolar-venular shunting. Hal ini

menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun sehingga terjadi iskemi

pada kaki. Keadaan ini mudah dikenali dengan terlihatnya distensi vena-

vena pada kaki.

2. Kelainan vaskular

Penyakit arteri perifer (PAP) adalah salah satu komplikasi

makrovaskular dari Diabetes Melitus. Penyakit arteri perifer ini

disebabkan karena dinding arteri banyak menumpuk plaque yang terdiri

dari deposit platelet, sel-sel otot polos, lemak, kolesterol dan kalsium.

PAP pada penderita diabetes berbeda dari yang bukan Diabetes Melitus.

PAP pada pasien Diabetes Melitus terjadi lebih dini dan cepat

mengalami perburukan. Pembuluh darah yang sering terkena adalah

arteri Tibialis dan Arteri Peroneus serta percabangannya. Resiko untuk

terjadinya kelainan vaskuler pada penderita diabetes adalah usia, lama

menderita diabetes, genetik, merokok, hipertensi, dislipidemia,

hiperglikemia, obesitas.

Page 31: Diabetes melitus Bab I

31

Pasien Diabetes Melitus yang mengalami penyempitan

pembuluh darah biasanya ada gejala, tetapi kadang juga tanpa gejala.

Sebagian lain dengan gejala iskemik, yaitu :

a. Intermitten Caudication adalah nyeri dan kram pada betis yang

timbul saat berjalan dan hilang dengan berhenti berjalan, tanpa harus

duduk. Gejala ini muncul jika Ankle-Brankhial Index < 0,75.

b. Kaki dingin

c. Nyeri : terjadi karena iskemi dari serabut saraf, diperberat dengan

panas, aktivitas, dan elevasi tungkai dan berkurang dengan berdiri

atau kaki menggantung

d. Nyeri iskemia nokturnal : terjadi malam hari karena perfusi ke

tungkai bawah berkurang sehingga terjadi neuritis iskemik

e. Pulsasi arteri tidak teraba

f. Pengisian vena yang terlambat setelah elevasi tungkai dan capillary

refilling time (CRT) yang memanjang

g. Atropi jaringan subkutan

h. Kulit terlihat licin dan berkilat

i. Rambut di kaki dan ibu jari menghilang

j. Kuku menebal, rapuh, sering dengan infeksi jamur

Untuk memastikan adanya iskemia pada kaki diabetik perlu

dilakukan beberapa pemeriksaan lanjutan, terutama jika diperlukan

rekonstruksi vaskuler. Pemeriksaan penunjang lanjutan yang noninvasif

antara lain:

a. Palpasi dari denyut perifer. Apabila denyut kaki bisa di palpasi, maka

PAP tidak ada. Jika denyut dorsalis pedis dan tibial posterial tidak

teraba maka dibutuhkan pemeriksaan yang lebih lanjut.

b. Doppler flowmeter : dapat mengukur derajat stenosis secara kualitatif

dan semikuantitatif melalui analisis gelombang Doppler. Frekuensi

Page 32: Diabetes melitus Bab I

32

sistolik dopler distal dari arteri yang mengalami oklusi menjadi

rendah dan gelombangnya menjadi monofasik.

c. Ankle-branchial index (ABI) : tekanan diukur di beberapa tempat di

ekstremitas menggunakan manset pneumatik dan flow sensor,

biasanya Doppler ultrasound sensor. Tekanan sistolik akan

meningkat dari sentral ke perifer dan sebaliknya tekanan diastolik

akan turun. Karena itu, tekanan sistolik pada pergelangan kaki lebih

tinggi dibanding A. Brachium. Jika terjadi penyumbatan, tekanan

sistolik akan turun walaupun penyumbatan masih minimal. Rasio

antara tekanan sistolik di pergelangan kaki dengan tekanan sistolik di

arteri brachialis (ankle-branchial index) merupakan indikator sensitif

untuk menentukan adanya penyumbatan atau tidak.

Tabel 8. Interpretasi ankle-brachial index

Nilai Interpretasi

>90 normal

0.71 – 0.90 iskemia ringan

0.41 – 0.70 iskemia sedang

0.00 – 0.40 iskemia berat

d. Transcutaneous Oxymetri (tCPO2) : berhubungan dengan saturasi

O2 pada arteri yang mengalami oklusi sangat rendah. Pengukuran ini

sering digunakan untuk mengukur kesembuhan ulkus maupun luka

amputasi.

e. Magnetic Resonance Angiography (MRA) : merupakan teknik yang

baru, menggunakan magnetic resonance, lebih sensitif dibanding

Page 33: Diabetes melitus Bab I

33

angiografi standar. Arteriografi dengan kontras adalah pemeriksaan

yang invasif, merupakan standar baku emas sebelum rekonstruksi

arteri. Namun, pasien-pasien diabetes memiliki resiko yang tinggi

untuk terjadinya gagal ginjal akut akibat kontras meskipun kadar

kreatinin normal.