diabetes melitus jurnal

20
JURNAL EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR “EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELITUS” OLEH : KELOMPOK 12 AJ FKM 2B 1. Shylvi Indah (101311123036) 2. Amen Desina Sari (101311123038) 3. Noor Ardiansyah (101311123058) 4. Senjayani (101311123082) 5. Rizky Prihandari (101311123108) 6. Nuri Pina (101311123125) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Upload: senjayani-syaher-gumay

Post on 28-Dec-2015

70 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diabetes Melitus Jurnal

JURNAL EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

“EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELITUS”

OLEH :

KELOMPOK 12

AJ FKM 2B

1. Shylvi Indah (101311123036)

2. Amen Desina Sari (101311123038)

3. Noor Ardiansyah (101311123058)

4. Senjayani (101311123082)

5. Rizky Prihandari (101311123108)

6. Nuri Pina (101311123125)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2014

Page 2: Diabetes Melitus Jurnal

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELITUSEPIDEMIOLOGY OF DIABETES MELITUS

Shylvi Indah (101311123036); Amen Desina Sari (101311123038); Noor Ardiansyah (101311123058); Senjayani (101311123082); Rizky Prihandari (101311123108); Nuri Pina (101311123125)

AJ-B2 FKM UA

ABSTRAK

Diabetes melitus adalah suatu keadaan disebabkan karena adanya gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah dan penggunaan karbohidrat yang tidak efektif karena kekurangan insulin secara relative maupun absolut. Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah melibihi batas normal. Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali maka akan menimbulkan komplikasi-komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit jantung, ginjal, kebutaan, dan mudah terkena ateroskelosis. Gejala khas diabetes mellitus berupa pliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun (meskipun nafsu makan meningkat), hiperglekimia, dan glukosuria. Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impoten pada pasien pria serta pruritus vulvae pada pasien wanita, biasanya diabetes muncul pada usia diatas 40 tahun dan anak-anak yang masing-masing berlainan sifatnya. Jika tidak diobati secara tepat DM bisa mengakibatkan komplikasi gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), pembuuh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).Pengobatan DM dapat dilakukan dengan cara melakukan diet, yakni mengurangi kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin, melakukan olah raga secara teratur, mengonsumsi obat-obatan hipoglekimia oral, dan melakukan terapi insulin.

Kata Kunci: Diabetes mellitus , Gejala , Komplikasi , Pengobatan

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a condition caused by a metabolic disorder characterized by increased levels of blood sugar and carbohydrate utilization are not as effective as insulin deficiency relative or absolute. Diabetes mellitus is a chronic disease characterized by blood glucose levels more than normal limits . If the disease is left unchecked it will cause complications which can be denied , including heart disease , kidney , blindness , and susceptible ateroskelosis . The typical symptoms of diabetes mellitus such as pliuria , polydipsia , weakness , and weight loss ( despite increased appetite ) , hiperglekimia , and glucosuria . Other symptoms that may be carrying patient was tingling , itching , blurred eyes , and impotence in male patients and pruritus vulvae in female patients , diabetes usually appears at the age above 40 years and the kids were each different in character . If its not treated well, the DM can cause vascular disorders of the brain ( stroke ) , blood vessels of the eye ( visual impairment ) , coronary arteries ( coronary heart disease ) , vascular renal ( kidney failure ) , coronary artery legs ( which are difficult to heal wound / gangrene ) . treatment DM can be done by means of a diet , which reduces calories and increases vitamin intake , exercise regularly, consume hipoglekimia oral medications , and insulin therapy .

Key Words: Diabetes mellitus, Symptomps, Complications, Treatment

PENDAHULUANDiabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). Ada pula diabetes dalam kehamilan, dan diabetes akibat malnutrisi. Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa pertengahan (40-50 tahun). Kasus diabetes dilaporkan mengalami peningkatan di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.[1]

Page 3: Diabetes Melitus Jurnal

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003, jumlah penderita DM mencapai 194 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa di tahun 2025 mendatang, dan setengah dari angka tersebut terjadi di negara berkembang, termasuk negara Indonesia. Angka kejadian DM di Indonesia menempati urutan keempat tertinggi di dunia yaitu 8,4 juta jiwa. DM perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Distribusi penyakit ini juga menyebar pada semua tingkatan masyarakat dari tingkat sosial ekonomi rendah sampai tinggi, pada setiap ras, golongan etnis dan daerah geografis. Gejala DM yang bervariasi yang dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun, gejala tersebut berlangsung lama tanpa memperhatikan diet, olah raga, pengobatan sampai orang tersebut memeriksakan kadar gula darahnya. [2]Komplikasi menahun DM di Indonesia terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus diabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1%. Matematika sebagai salah satu dasar ilmu pengetahuan telah banyak memberikan gambaran terhadap masalah-masalah dunia nyata, misalnya di bidang ilmu kesehatan. Model matematika tentang penyakit telah dibahas pada beberapa tugas akhir sebelumnya seperti penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan DBD (Demam Berdarah Dengue). Pada tugas akhir ini dikaji model 3 matematika populasi penderita DM dengan memperhatikan perkembangan diabetes dari taraf tanpa komplikasi ke taraf komplikasi dengan tidak disebabkan oleh faktor dari luar. [2]

Berdasarkan Riskesdas  2007 , Prevalensi penyakit DM di Indonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,7% sedangkan prevalensi DM (D/G) sebesar 1,1%. Data ini menunjukkan cakupan diagnosis DM oleh tenaga kesehatan mencapai 63,6%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun penyakit jantung. Prevalensi nasional Penyakit Diabetes Melitus adalah 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Menurut konsensus Pengelolaan Diabetes melitus di Indonesia penyuluhan dan perencanaan makan merupakan pilar utama penatalaksanaan DM. Oleh karena itu perencanaan makan dan penyuluhannya kepada pasien DM haruslah mendapat perhatian yang besar . [3]

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELLITUSDiabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada 2 tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu diabetes yang didapat setelah dewasa. [4]Gejala diabetes antara lain: rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari, sering merasa lapar (poliphagi), berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, keputihan, penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi besar dengan berat badan >4 kg. Didefinisikan sebagai DM jika pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala: sering lapar dan sering haus dan sering buang air kecil & jumlah banyak dan berat badan turun. [4]Pada DM tipe I, pankreas tidak bisa menghasilkan insulin secara absolut sehingga seumur hidup tergantung insulin dari luar , kebanyakan terjadi pada usia <40 tahun dan kasus di dunia hanya 10% dari populasi penderita DM.Pada DM tipe II, pankreas masih bisa menghasilkan insulin secara relatif, kebanyakan terjadi pada usia >40 tahun, kasus di dunia 90% dari populasi DM dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berimbas pada gaya hidup.

Klasifikasi diabetes mellitus:1. Diabetes mellitus Tipe I Diabetes tipe ini adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin. Penyakit disebut insulin dependent diabetes mellitus (IDDM). Pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes mellitus tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk dan berusia kurang dari 30tahun.2. Diabetes mellitus Tipe IIDiabetes mellitus tipe II adalah hiperglikemi akibat insensitivitas sel tehadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka sering disebut sebagai non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe II biasanya timbul pada orang berusia lebih dari 30tahun.

Page 4: Diabetes Melitus Jurnal

Provinsi Diabetes Hipertiroid

Hipertensi

Wawancara Pengukuran D D/G D D D/O U

Aceh 1,8 2,6 0,3 9,7 9,8 21,5 Sumatera Utara 1,8 2,3 0,3 6,6 6,7 24,7 Sumatera Barat 1,3 1,8 0,3 7,8 7,9 22,6 Riau 1,0 1,2 0,1 6,0 6,1 20,9 Jambi 1,1 1,2 0,2 7,4 7,4 24,6 Sumatera Selatan 0,9 1,3 0,1 7,0 7,0 26,1 Bengkulu 0,9 1,0 0,2 7,8 7,9 21,6 Lampung 0,7 0,8 0,2 7,4 7,4 24,7 Bangka Belitung 2,1 2,5 0,4 9,9 10,0 30,9 Kepulauan Riau 1,3 1,5 0,2 8,8 8,8 22,4 DKI Jakarta 2,5 3,0 0,7 10,0 10,1 20,0 Jawa Barat 1,3 2,0 0,5 10,5 10,6 29,4 Jawa Tengah 1,6 1,9 0,5 9,5 9,5 26,4 DI Yogyakarta 2,6 3,0 0,7 12,8 12,9 25,7 Jawa Timur 2,1 2,5 0,6 10,7 10,8 26,2 Banten 1,3 1,6 0,4 8,6 8,6 23,0 Bali 1,3 1,5 0,4 8,7 8,8 19,9

Page 5: Diabetes Melitus Jurnal

Nusa Tenggara Barat 0,9 1,3 0,2 6,7 6,8 24,3 Nusa Tenggara Timur 1,2 3,3 0,4 7,2 7,4 23,3 Kalimantan Barat 0,8 1,0 0,1 8,0 8,1 28,3 Kalimantan Tengah 1,2 1,6 0,2 10,6 10,7 26,7 Kalimantan Selatan 1,4 2,0 0,2 13,1 13,3 30,8 Kalimantan Timur 2,3 2,7 0,3 10,3 10,4 29,6 Sulawesi Utara 2,4 3,6 0,5 15,0 15,2 27,1 Sulawesi Tengah 1,6 3,7 0,4 11,6 11,9 28,7 Sulawesi Selatan 1,6 3,4 0,5 10,3 10,5 28,1 Sulawesi Tenggara 1,1 1,9 0,3 7,6 7,8 22,5 Gorontalo 1,5 2,8 0,3 11,1 11,3 29,0 Sulawesi Barat 0,8 2,2 0,3 9,5 9,6 22,5 Maluku 1,0 2,1 0,2 6,6 6,8 24,1 Maluku Utara 1,2 2,2 0,2 6,9 7,0 21,2 Papua Barat 1,0 1,2 0,2 5,0 5,2 20,5 Papua 0,8 2,3 0,2 3,2 3,3 16,8 Indonesia 1,5 2,1 0,4 9,4 9,5 25,8

Tabel 1. Prevalensi diabetes, hipertiroid pada umur ≥15 tahun dan hipertensi pada umur ≥18 tahun menurut provinsi, Indonesia 2013

dikutip dari [4]Dari tabel 1 terlihat prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥65 tahun cenderung menurun. Prevalensi hipertiroid cenderung meningkat seiring bertambahnya umur dan menetap mulai umur ≥45 tahun. Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran terlihat meningkat dengan bertambahnya umur. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada perdesaan. Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat ketidaktahuan tentang pola makan yang baik. Pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC VII 2003 didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3 persen (laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%). [4]

Kelompok umur (tahun) 15-24 0,1 0,6 0,4 1,2 1,2 8,7 25-34 0,3 0,8 0,3 3,4 3,4 14,7 35-44 1,1 1,7 0,4 8,1 8,2 24,8 45-54 3,3 3,9 0,5 14,8 15,0 35,6 55-64 4,8 5,5 0,5 20,5 20,7 45,9 65-74 4,2 4,8 0,5 26,4 26,7 57,6 75+ 2,8 3,5 0,5 27,7 27,9 63,8 Jenis Kelamin Laki-Laki 1,4 2,0 0,2 6,5 6,6 22,8 Perempuan 1,7 2,3 0,6 12,2 12,3 28,8 Pendidikan Tidak Sekolah 1,8 2,7 0,4 17,4 17,6 42,0 Tidak Tamat SD 1,9 2,8 0,4 13,9 14,1 34,7 Tamat SD 1,6 2,3 0,4 11,3 11,5 29,7 Tamat SMP 1,0 1,5 0,4 6,8 6,9 20,6 Tamat SMA 1,4 1,8 0,4 5,7 5,8 18,6

Karakteristik Diabetes * Hipertiroid* Hipertensi**Wawancara Pengukuran

D D/G D D D/O U

Page 6: Diabetes Melitus Jurnal

Tamat D1-D3/PT 2,5 2,8 0,6 7,3 7,5 22,1 Status Pekerjaan Tidak Bekerja 1,8 2,4 0,5 12,4 12,5 29,2 Pegawai 1,7 2,1 0,5 6,3 6,4 20,6 Wiraswasta 2,0 2,4 0,4 8,5 8,6 24,7 Petani/Nelayan/Buruh 0,8 1,6 0,3 7,8 7,8 25,0 Lainnya 1,8 2,4 0,4 8,8 8,9 24,1 Tempat Tinggal Perkotaan 2,0 2,5 0,5 9,9 10,0 26,1

Menengah bawah 0,9 1,6 0,4 Menengah 1,2 1,8 0,4 Menengah atas 1,9 2,4 0,5

Tabel 1. Prevalensi

diabetes, hipertiroid, hipertensi menurut karakteristik, Indonesia 2013dikutip dari [4]

RIWAYAT ALAMI PENYAKIT DIABETES MELITUS1. Periode prediabetesPre-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Penderita pradiabetes diperkirakan cukup banyak, di Amerika diperkirakan ada sekitar 41 juta orang yang tergolong pra-diabetes, disamping 18,2 orang penderita diabetes (perkiraan untuk tahun 2000). Di Indonesia, angkanya belum pernah dilaporkan, namun diperkirakan cukup tinggi, jauh lebih tinggi dari pada penderita diabetes. Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun. Namun pengaturan diet dan olahraga yang baik dapat mencegah atau menunda timbulnya diabetes.

Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu:a. Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal: <100 mg/dl), ataub. Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau ToleransiGlukosa Terganggu (TGT), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam kondisi diabetes.

Pada masa pre-diabetes ini belum terdapat abnormalitas dari metabolisme, tapi sudah membawa faktor genetik ( carriers).2. Periode diabetes kimiawi

a. Pasien masih bersifat asimptomatik ( belum timbul gejala-gejala)b. Tapi sudah ada abnormalitas metabolisme pada pemeriksaan laboratoris

3. Periode klinisFase dimana penderita sudah menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit DM. Gejala-gejala diabetes mellitus antara lain, [5]

1. Trias DM :a. Poliuria karena glukosa di urin menimbulkan efek osmotic yang menarik H2O bersamanya sehingga

menimbulkan dieresis osmotic. Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun mencolok.Polidipsia yang disebakan karena sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotic air dari dalam sel ke cairan

b. ekstrasel yang hipertonik. Sel-sel otak sangat peka tehadap penciutan, sehingga timbul gangguan fungsi system sarat dengan rasa haus yang berlebihan pada pasien.

c. Polifagia, karena terjadi defisiensi glukosa intrasel, maka nafsu makan meningkat sehingga pemasukan makanan berlebihan.

2. 80 % kelebihan berat badan.3. 20 % datang dengan komplikasi, misalnya penyakit jantung iskemik, penyakit cerebrovascular, gagal

ginjal, ulkus pada kaki dan gangguan pada penglihatan.4. Asthenia

Perdesaan 1,0 1,7 0,4 8,8 ,89 25,5Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 05, ,61 3,0 84, 58, ,255,96 9,7 ,22769, 7,9 25,969, ,97 25,1

Teratas 2,6 0,3 5,0 ,49 5,9 25,4 *Umur >15 tahun **Umur ≥ 18 tahun

Page 7: Diabetes Melitus Jurnal

5. Visus menurun6. Gigi mudah goyah7. Disertai keluhan sering kesemutan terutama jari-jari tangan, badan lemas, gatal-gatal dan bila ada luka

sukar sembuh.8. Kadang berat badan turun secara drastis.9. Kadar gula darah normal yaitu:10. puasa: 80 - < 110 gr/dl11. setelah makan: 110 - < 160gr/dl12. Penyulit atau komplikasi adalah penyakit jantung kronis, hipertensi. [6]

Menurut Price (1995) manifestasi klinis dari DM adalah sebagai berikut:a. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (IDDM)/ DM Tipe 1

Memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, polifagia, turunnya BB, lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau beberapa minggu, penderita menjadi sakit berat dan timbul ketosidosis dan dapat meninggal kalau mendapatkan pengobatan dengan segera, biasanya diperlukan terapi insulin untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.

b. Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (NIDDM) / DM Tipe 2Penderita mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, pada hiperglikemia yang lebih berat, mungkin memperlihatkan polidipsi, poliuri, lemah, dan somnolen, biasanya tidak mengalami ketoasidosis, kalau hiperglikemia berat dan tidak respon terhadap terapi diet mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Kadar insulin sendiri mungkin berkurang normal atau mungkin meninggi tetapi tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen. [7]

Tergantung insulin (IDDM, Tipe I) Tidak tergantung insulin (NIDDM, tipe II)10-15 & penderita diabetes masuk golongan ini Bentuk lazim: sekitar 85% dari diabetes

Biasanya pada anak dan remaja Umur biasanya 40 tahunBerat badan normal atau kurus Penderita sering gemukGejala secara mendadak Gejala lambat laun atau asimptomatik

Ketoasidosis sering terjadi karena tak terkontrol Ketoasidosis jarang kecuali bila ada penyakit lain yang berat

Sindrom nonketonik 7yperosmolar tidak dijumpai Sindroma 7yperosmolar nonketonik diawali oleh gangguan ginjal atau kardovaskular

Insulin yang beredar tidak dapat di ukur Kadar insulin rendah, normal atau bahkan tinggiResptor insulin tidak terganggu Reseptor berkurang atau tidak efektifSering didapat antibody terhadap sel pulau Antibody terhadap sel pualu tidak adaJumlah sel beta berkuarang banyak Jumlah sel beta berkurang sedikitTidak ada respons terhadap obat hipoglikemik oral Obat hipoglikemik oral sering efektifAda hubungan dengan fenotipe HLA antigen DR3 dan DR4 (juga B8, B15); heterozigot DR3/DR4 merupakan risiko khusus

Tidak ada hubungan dengan fenotipe HLA    

Tabel 3. Perbedaan DM Tipe I dan DM tipe Idikutip dari [7]

FAKTOR RESIKO PENYAKIT DIABETES MELLITUS1. Riwayat KeluargaRisiko menderita DM bila salah satu orang tuanya menderita DM adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki DM maka risiko untuk menderita DM adalah 75% (Diabates UK, 2010). Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu.Jika saudara kandung menderita DM maka risiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang menderita adalah saudara kembar identik (Diabetes UK, 2010).Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa diremehkan untuk seseorang terserang penyakit diabetes. Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa

Page 8: Diabetes Melitus Jurnal

dilakukan untuk seseorang bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus karena sebab genetik adalah dengan memperbaiki pola hidup dan pola makan.2. Obesitas atau Kegemukan Indeks masa tubuh secara bersama-sama dengan variable lainnya mempunyai hubungan yang signifikan dengan diabetes mellitus. Hasil perhitungan OR menunjukan seseorang yang obesitas mempunyai risiko untuk menderita diabetes. Kelompok dengan risiko diabetes terbesar adalah kelompok obesitas, dengan odds 7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok IMT normal. Penelitian menurut Sunjaya (2009) menemukan bahwa individu yang mengalami obesitas mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes mellitus dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami obesitas. Adanya pengaruh indek masa tubuh terhadap diabetes mellitus ini disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat, protein dan lemak yang merupakan factor risiko dari obesitas. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya Asam Lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulinpada jaringan otot dan adipose (Teixeria-Lemos dkk,2011).Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan dan akhirnya rusak.3. UsiaPeningkatan diabetes risiko diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intolenransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pancreas dalam memproduksi insulin (Sunjaya, 2009). Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak diotot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin. Bahkan pada wanita yang sudah mengalami monopause punya kecenderungan untuk lebih tidak peka terhadap hormon insulin.4. Aktivitas Fisik  Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM (Kemenkes,2010).Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung, liver, ginjal dan juga pankreas.5. Merokok Terpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di dekat perokok. Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit DM Tipe 2. Asap rokok dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok (nikotin) merangsang kelenjar adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa (Latu, 1983).Asam rokok ternyata menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan dan sifatnya sangat komplek. Termasuk terhadap resiko seseorang mudah terserang penyakit diabetes melitus.6. KolesterolKadar kolestrol yang tinggi berisiko terhadap penyakit DM Tipe 2. Kadar kolestrol tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas sehingga terjadi lipotoksisity. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta pankreas yang akhirnya mengakibatkan DM Tipe 2 (Kemenkes, 2010).7. StressKondisi stres berat bisa mengganggu keseimbangan berbagai hormon dalam tubuh termasuk produksi hormon insulin. Adanya peningkatan risiko diabetes pada kondisi stres disebabkan oleh produksi hormone kortisol secara berlebihan saat seseorang mengalami stres. Produksi kortisol yang berlebih ini akan mengakibatkan sulit tidur, depresi, tekanan darah merosot, yang kemudian akan membuat individu tersebut menjadi lemas, dan nafsu makan berlebih. Oleh karena itu, ahli nutrisi biologis Shawn Talbott menjelaskan bahwa pada umumnya orang yang mengalami stres panjang juga akan mempunyai kecenderungan berat badan yang berlebih, yang merupakan salah satu faktor risiko diabetes melitus (Siagian,2012).8. HipertensiAda hubungan yang bermakna antara tekanan darah dengan diabetes melitus. Hasil penelitian menunjukan bahwa orang yang terkena hipertensi berisiko lebih besar untuk menderita diabetes, dengan odds 6,85 kali lebih besar dibanding orang yang tidak hipertensi. Penelitian menurut Sunjaya (2009) menemukan bahwa individu yang mengalami hipertensi mempunyai risiko 1,5 kali lebih besar untuk mengalami diabetes dibanding individu yang tidak hipertensi.

Page 9: Diabetes Melitus Jurnal

Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh hipertensi terhadap kejadian diabetes melitus disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu.Tekanan darah yang beresiko adalah di atas 140/90 mmHg. Jangan terlalu banyak konsumsi makanan yang asin-asin. Garam yang berlebih memicu untuk seseorang teridap penyakit darah tinggi yang pada akhirnya berperan dalam meningkatkan resiko untuk Anda terserang penyakit diabetes melitus.  9. KehamilanPada saat hamil, plasenta memproduksi hormon yang mengganggu keseimbangan hormon insulin dan pada kasus tertentu memicu untuk sel tubuh menjadi resisten terhadap hormon insuline. Kondisi ini biasanya kembali normal selah masa kehamilan atau pasca melahirkan. Namun demikian menjadi sangat beriso terhadap bayi yang dilahirkan untuk kedepan punya potensi diabetes melitus.10. RasAda beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk terserang diabetes melitus. Peningkatan penderita diabetes di wilawah Asia jauh lebih tinggi dibanding di benua lainnya. Bahkan diperkirakan lebih 60% penderita berasal dari11. Obat-obatan KimiaKonsumsi obatan kimia dalam jangka waktu yang lama diyakini akan memberika efek negatif yang tidak ringan. Obat kimia ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi mengobati di sisi yang lain mengganggu kesehatan. Bahkan tidak sedikit kasus penyakit berat seperti jantung dan liver serta diabetes diakibatkan oleh terlalu seringnya mengkomsumsi obat kimia yang dapat merusak pankreas. Salah satu obat kimia yang sangat berpotensi sebagai penyebab diabetes adalah THIAZIDE DIURETIK dan BETA BLOKER. [8]

Variabel

Penyakit DM p value OR 95% CI

DM Non DM Total

n(%) n(%) n(%)

Jenis kelamin Perempuan

18(62,1) 11(37,9) 29(100) 1 1,007 0,317-3,202

Laki-laki 13(61,9) 8(38,0) 21(100)

Umur < 45 tahun 7(38,9) 11(61,1) 18(100) 0,026* 0,212 0,61 –0,733

≥ 45 tahun 24(75,0) 8(25,0) 32(100)

Pendidikan Rendah 19(67,9) 9(32,1) 28(100) 0,503 1,759 0,554-5,582

Tinggi 12(54,5) 10(45,5) 22(100)

Pekerjaan Tidak Bekerja 23(69,7) 10(30,3) 33(100) 0,21 2,588 0,773-8,656

Bekerja 8(47,1) 9(52,9) 17(100)

Riwayat DM Ada 22(75,9) 7(24,1) 29(100) 0,038* 4,19 1,246-14,08

Tidak Ada 9(42,9) 12(57,1) 21(100)

Aktifitas Fisik Berat 9(42,9) 12(57,1) 21(100) 0,038* 0,239 0,071-0,802

Page 10: Diabetes Melitus Jurnal

Ringan 22(75,9) 7(24,1) 29(100)

Page 11: Diabetes Melitus Jurnal

Tabel 4. Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan DM Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat 2012

dikutip dari [9]

Dari hasil analisis di atas dapat diketahui bahwa 6 dari 11 variabel yang diamati memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng, yaitu variabel umur OR 0,212 (0,61-0,733), riwayat DM OR 4,19 (95%CI 1,246-14,08), aktifitas fisik OR 0,239 (95%CI 0,071-0,802), Indeks Massa Tubuh OR 0,14 (95%CI 0,037-0,524), tekanan darah OR 0,146 (95%CI 0,041-0,527), stress OR 4,43 (95%CI 1,269-15,48) dan kadar kolesterol OR 4,19 (95%CI 1,246-14,08). [9]Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic ovary sindrome (PCOS), penderita sindrom metabolik memiliki riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau PAD (peripheral rrterial Diseases), konsumsi alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin, konsumsi kopi dan kafein.[10]

PENCEGAHAN PRIMER PENYAKIT DIABETES MELLITUSPencegahan diabetes mellitus secara primer bertujuan untuk mencegah terjadinya diabetes mellitus. Pencegahan primer diabetes mellitus dapat dilakukan dengan metode “penyuluhan”. Metode penyuluhan pencegahan primer perlu dilakukan pada masyarakat untuk meningkatkan kepeduliannya (awarness) bahwa diabetes mellitus merupakan satu problem kesehatan masyarakat dan dapat dicegah dengan mengontrol kegemukan dan meningkatkan kegiatan jasmani, terutama pada individu dengan risiko tinggi. [11]Perencanaan kebijaksanaan bidang kesehatan harus mengerti implikasi sosio-ekonomik penyakit ini dan betapa vitalnya kedudukan penyuluhan dan edukasi dalam penatalaksanaan diabetes, agar kemudian dapat dimotivasi untuk

Terpapar Asap Rokok Terpapar 19(76,0) 6(24,0) 25(100) 0,08 3,431 1,026-11,47

Tidak Terpapar 12(48,0) 13(52,0) 25(100)

IMT Normal 5(31,3) 11(68,8) 16(100) 0,006* 0,14 0,037-0,524

Obesitas 26(76,5) 8(23,5) 34(100)

Tekanan Darah Normal 9(39,1) 14(60,9) 23(100) 0,005* 0,146 0,041-0,527

Hipertensi 22(81,5) 5(18,5) 27(100)

Stres Stres 19(79,2) 5(20,8) 24(100) 0,035* 4,43 1,269-15,48

Tidak Stres 12(46,2) 14(53,8) 26(100)

Kadar Kolestrol Kolestrol Tinggi 22 (75,9) 7 (24,1) 29(100) 0,038* 4,19 1,246-14,08

Normal 9(42,9) 12(57,1) 21(100)

Page 12: Diabetes Melitus Jurnal

meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan bagi pasien diabetes. Pada penyuluhan tingkat primer ini yang menjadi sasaran adalah otang sehat yang belum terdiagnosa diabetes melitus, tetapi berisiko tinggi untuk terkena diabetes, misalnya anak-anak penderita diabetes, sindroma metabolik (obesitas, hipertensi, diplipedimia) dan sebagainya. Adapun materi penyuluhan yang perlu disampaikan yaitu megenai faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya diabetes dan usaha untuk mengurangi faktor-faktor risiko tersebut. [11]Pencegahan diabetes mellitus secara primer memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan diabetes mellitus terjadi, baik secara genetik ataupun lingkungan. Berikut beberapa hal yang harus dilakukan dalam pencegahan penyakit diabetes mellitus secara primer:1. Pola makan sehari-hari harus seimbang dan tidak berlebihan, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh2. Olahraga secara teratur, usahakan agar tubuh kita lebih banyak bergerak jangan banyak berdiam diri.3. Usahakan berat badan dalam batas normal4. Tidur yang cukup5. Hindari stres6. Hindari obat-obatan yang dapat menimbulkan diabetes (diabetogenik) [11]Pencegahan primer ditunjukkan pada faktor-faktor risiko terhadap patogenesis dasar diabetes mellitus yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Usaha ini lebih tepat ditunjukkan pada golongan yang mempunyai risiko tinggi diabetes mellitus. Usaha-usaha untuk menurunkan resistensi insulin antara lain mencegah atau memperbaiki adanya obesitas, menghindari diet tinggi lemak, mengkonsumsi sumber karbohidrat yang diolah tidak terlalu bersih (unrefined), menghindari obat-obat yang bersifat diabetogenik dan meningkatkan aktivitas fisik yang berpengaruh menurunkan resistensi insulin terlepas dari penurunan berat badan . Usaha-usaha tersebut tidak lain adalah perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup tersebut dapat menurunkan berat badan, memperbaiki distribusi lemak tubuh (menurunkan lingkar pinggang) dan dengan demikian dapat mencegah atau menunda manifstasi dari diabetes mellitus. [12]Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan primer meliputi pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan cara memberikan pedoman:1. Mempertahankan perilaku makan sehari-hari yang sehat dan seimbang dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana.2. Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi badan.3. Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemapuan Bila sudah terlanjur menderita diabetes jangan patah semangat, lakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi yang dapat memperburuk. Namun agar proses pencegahan penyakit diabetes berjalan dengan sempurna harus ada dukungan dari keluarga, kerabat, dan teman. Sulit melakukan pencegahan tanpa adanya dukungan. [12]

PENCEGAHAN SEKUNDER PENYAKIT DIABETES MELLITUSPencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Pengobatan penyakit sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyakit menahun. Edukasi mengenai diabetes melitus dan pengelolaannya, akan mempengaruhi peningkatan kepatuhan pasien untuk berobat.

Variabel Kategori f %

Usia Mean 51,87 Minimum 25,00 Maximum 64,00

Jenis kelamin Laki-laki 21 27,30 Perempuan 56 72,70

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 30 39,00

Page 13: Diabetes Melitus Jurnal

Petani 14 18,20 Buruh 4 5,20 Wiraswasta 19 24,70 PNS 7 9,10 Pensiunan 3 3,90

Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD 15 19,50 Tamat SD 41 53,20 Tamat SMP 8 10,40 Tamat SMA 5 6,50 D2/D3/S1 8 10,40

Tahun Terdiagnosis DM <tahun 2000 6 7,80 2001-2010 51 66,20 >2011 20 26,00

Kadar Glukosa Darah Tidak Normal 52 67,50

Normal 25 32,50

Tabel 5. Penelitian Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon

Dikutip dari [13]

Perilaku keteraturan konsumsi obat anti diabetes responden menjadi salah satu upaya untuk pengontrolan dalam pengendalian glukosa darah ataupun komplikasi yang dapat ditimbulkan. Berdasarkan hasil penelitian ini dengan menggunakan uji chi square (p=0,509) pada tabel 6menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara perilaku keteraturan pemeriksaan glukosa darah di pelayanan kesehatan dengan kondisi glukosa darah responden. Meskipun sebagian besar responden melakukan pemeriksaan rutin ke RSUD atau pelayanan kesehatan terdekat setiap 1-2 kali dalam sebulan yang disesuaikan dengan masa habis OAD, namun hal tersebut tidak bermakna secara signifikan dalam hubungannya dengan keterkendalian glukosa darah responden. [13]Hal tersebut bisa dimungkinkan karena berbagai faktor seperti responden kurang mendapat informasi tentang upaya pengendalian glukosa darah yang lengkap dan kepatuhan responden dalam melaksanakan anjuran yang diberikan oleh dokter. Keteraturan pemeriksaan gula darah di pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh responden seringkali hanya sebatas untuk mengetahui perkembangan dari diabetes yang dialami dan pemberian obat tanpa ada sikap atau langkah berkelanjutan untuk mengendalikannya. Selain itu juga kurangnya informasi atau konseling pada saat pemeriksaan bisa menjadi salah satu faktor belum efektifnya proses pemeriksaan teratur terhadap pengaruhnya dalam pengendalian glukosa darah. Karena salah satu tujuan dari dianjurkannya pemeriksaan teratur yang dilakukan oleh penderita diabetes mellitus adalah sebagai upaya dalam deteksi dini terjadinya komplikasi serta upaya penanganan klinis yang baik [13]

Hubungan Asupan Karbohidrat denganGlukosa Darah PuasaAsupan karbohidrat responden tergolong Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak baik (96,7%) dengan kadar glukosa kenaikan glukosa darah adalah kandungan darah puasa terkendaLI sebesar 36,7% dan serat dalam makanan, proses pencernaan, kadar glukosa darah puasa tidak terkendali cara pemasakannya, ada atau tidaknya zat sebesar 60%. Hasil uji statistik dengan anti terhadap penyerapan makanan sebagai menggunakan uji Rank Spearman diperoleh zat anti nutrien, perbedaan interprandial, nilai p=0,346 (<0,05) yang berarti bahwa waktu makan dengan lambat atau cepat, tidak ada hubungan asupan karbohidrat pengaruhnya intoleransi glukosa dan pekat dengan kadar glukosa darah puasa. [14]

Page 14: Diabetes Melitus Jurnal

Hubungan Asupan Serat dengan Glukosa Darah PuasaAsuan serat semua responden tergolong tidak baik dengan kadar glukosa darah puasa terkendali sebesar 40% dan kadar glukosa darah tidak terkendali sebesar 60%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Rank Spearman, diperoleh nilai p=0,561 (>0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan asupan serat dengan kadar glukosa darah puasa.

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kadar Glukosa Darah 2 jam Post Prandial (GD2jpp)Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan sebagian besar responden termasuk kategori tinggi (86,66%) dengan kadar glukosa darah 2 jam post prandial terkendali sebesar 50%, kadar glukosa darah 2 jam post prandial tidak terkendali sebesar 36,7% dan 13,3% mempunyai tingkat pengetahuan sedang dengan kadar glukosa darah 2 jam post prandial tidak terkendali. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Pearson Product Moment, diperoleh nilai p=0,025 (<0,05) yang berarti bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang pengelolaan Diabetes Melitus dengan kadar GD2jpp. Menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan denganmetode diskusi dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan sikap serta menurunkan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2. [14]

Hubungan Asupan Karbohidrat dan Serat dengan GD2jppAsupan karbohidrat sebagian besar responden tergolong tidak baik (96,7%) dengan kadar glukosa darah 2 jam post prandial terkendali sebesar 46,7% dan kadar glukosa darah 2 jam post prandial tidak terkendali yaitu 50%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Pearson Product Moment, diperoleh nilai p= 0,579 (>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan asupan karbohidrat dengan kadar glukosa darah 2 jam post prandial. tidak ada hubungan asupan karbohidrat dengan pengendalian kadar glukosa darah. [14]Semua asupan serat responden tergolong tidak baik (100%) dengan kadar glukosa darah 2 jam post prandial terkendali dan kadar glukosa darah 2 jam post prandial mempunyai nilai yang sama yaitu 50%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Pearson Product Moment, diperoleh nilai p=0,620 (>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan asupan serat dengan kadar glukosa darah 2 jam post prandial. Tidak ada hubungan asupan serat dengan pengendalian kadar glukosa darah. [14]

PENCEGAHAN TERSIER PENYAKIT DIABETES MELLITUSPencegahan tersier ini bertujuan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut dari komplikasi yang sudah terjadi, seperti komplikasi pembuluh darah pada mata (pemeriksaan funduskopi setiap 6-12 bulan), otak, tungkai. Faktor lain yang perlu mendapat perhatian pada pasien diabetes adalah faktor stress dan keadaan emosinya, seperti sikap menyangkal, marah, takut dan depresi.

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier [15]

KESIMPULANDiabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada 2 tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu diabetes yang didapat setelah dewasa.Terdapat beberapa fase tahapan terjadinya diabetes yakni fase pre diabetes, diabetes kimia dan diabetes klinis. Faktor risiko terjadinya diabetes mellitus diantaranya adalah riwayat keluarga, obesitas atau kegemukan, usia, aktivitas fisik, merokok, kolesterol, stress, hipertensi, kehamilan, ras dan obat-obatan kimia.Pencegahan penyakit diabetes mellitus secara primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer diabetes mellitus dapat dilakukan dengan metode “penyuluhan”. Metode penyuluhan pencegahan primer perlu dilakukan pada masyarakat untuk meningkatkan kepeduliannya (awarness) bahwa diabetes mellitus merupakan satu problem kesehatan

Page 15: Diabetes Melitus Jurnal

masyarakat dan dapat dicegah dengan mengontrol kegemukan dan meningkatkan kegiatan jasmani, terutama pada individu dengan risiko tinggi. Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Pencegahan tersier ini bertujuan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut dari komplikasi yang sudah terjadi, seperti komplikasi pembuluh darah pada mata (pemeriksaan funduskopi setiap 6-12 bulan), otak, tungkai. Faktor lain yang perlu mendapat perhatian pada pasien diabetes adalah faktor stress dan keadaan emosinya, seperti sikap menyangkal, marah, takut dan depresi.

SARANUntuk mencegah terjadinya penyakit diabetes melllitus secara dini kita dapat melakukan olahraga ,menghentikan merokok dan mengubah pola gaya hidup serta mulai menerapkan gaya hidup sehat agar dapat meminimalisasi adanya faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit ini. Faktor risiko diantaranya obesitas, kolesterol, hipertensi, merokok dan lain sebagainya. Pasien dengan obesitas khususnya yang disertai dengan hipertensi dan dislipidemia sebaiknya dianjurkan untuk segera melakukan upaya pencegahan dengan menurunkan berat badan dan olahraga teratur untuk mengurangi risiko penyakit diabetes melitus.Perlunya melakukan pemeriksaan panel lipid kolestrol total, trigliserida, LDL dan HDL, kadar glukosa dalam darah dan tekanan darah secara rutin terutama pada kelompok risiko tinggi.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Rakhmadany, dkk. 2010. Makalah Diabetes Melitus. Jakarta : Universitas Islam Negeri2. WHO 20033. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007. Riskesdas 2013. Jakarta: s.n.4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riskesdas 2013. Jakarta: s.n.5. Utami, Prapti.2009.Solusi Sehat MengatasiDiabetes.Jakarta:Agromedia Pustaka.6. Adhi , Bayu.T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An Early Detection Method of Type-2 Diabetes Mellitus in Public Hospital. Telkomnika, Vol.9, No.2, August 2011, pp. 287~294.7. Shahab, Alwi,2006.Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (Disarikan Dari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia : Perkeni 2006).Subbagian Endokrinologi Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.8. Andi, Sulilowati et al. 2008. Faktor Risiko Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar. Jurnal Ilmiah Nasional.[http://perpustakaan.litbang.depkes.go.id/otomasi/indekx.php?=show_detail&id=14113] Diakses tangal 19 Mei 2014. 9. Shara ,dkk. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat 2012. Jurnal Imliah kesehatan, 5 (1)10 American Diabetes Association. Classification and Diagnosis. Diabetes Care 2013; 36(Suppl.1): S13.11 Hasnah. 2009. Pencegahan penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2.Media Gizi Pangan, Volume VII, Edisi 113. Sri Anani; Ari Udiyono; Praba Ginanjar, 2012. Hubungan antara Perilaku Pengendalian Diabetes dan Kadar Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, pp. 466-478.14. Ucik Witasari; Setyaningrum Rahmawaty; Siti Zulaekah, t.thn. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Asupan Karbohidrat, dan Serat dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. 15. Slamet Suyono, Diabetes Melitus Di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.