216320286 crs skizofrenia paranoid tinjauan pustaka

59
BAB I PENDAHULUAN Skizofrenia merupakan suatu deskirpsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. 1 Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran composmentis dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat terjadi dikemudian hari. 1 Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanitausia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang. 3

Upload: portges-d-ace

Post on 11-Jan-2016

58 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sk

TRANSCRIPT

Page 1: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu deskirpsi sindrom dengan variasi penyebab

(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis) yang

luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik,

fisik, dan sosial budaya.1

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan

karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta afek yang tidak wajar (inappropriate)

atau tumpul (blunted). Kesadaran composmentis dan kemampuan intelektual biasanya

tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat terjadi dikemudian

hari.1

Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita.

Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan

perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia

puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanitausia puncak

adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50

tahun adalah sangat jarang.3

Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun,

berbagai teori telah berkembang seperti model diastasis-stes dan hipotesis dopamine.

Model diastasis stress merupakan satu model yang mengintegrasikan faktor biologis,

psikososial, dan lingkungan.4

Gangguan skizofrenia berdasarkan PPDGJ III yaitu skizofrenia paranoid,

skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pasca

skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia lainnya,

skizofrenia ytt. Beberapa kriteria diagnostic untuk subtype skizofrenia menurut DSM-

Page 2: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

IV yaitu tipe paranoid, tipe terdisorganisasi, tipe katatonik, tipe tak tergolongkan, dan

tipe residual.3,4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut PPDGJ-III, Skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi

penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung

pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.1 Ciri gejala skizofrenia

adalah psikosis, seperti halusinasi auditorik (suara) dan delusi (keyakinan yang

salah). Gangguan kognisi atau gangguan dalam pengolahan informasi adalah gejala

yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Orang dengan skizofrenia memiliki

penurunan fungsi dalam pekerjaan, pernikahan, dan hidup mandiri dibandingkan

dengan orang normal lainnya.2

Page 3: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Klasifikasi skizofrenia menurut DSM-IV, ada 5 yakni subtipe paranoid,

terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan residual. Untuk

istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan deteriorative sederhana.

Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)

di Indonesia yang ke-III skizofrenia dibagi ke dalam 6 subtipe yaitu katatonik,

paranoid, hebefrenik, tak terinci (undifferentiated), simpleks, residual dan depresi

pasca skizofrenia. 3,4

2.2 Epidemiologi

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mencari penyebab skizofrenia

dan diketahui bahwa faktor genetik memegang peranan penting dalam terjadinya

skizofrenia. Bukti adanya peran genetik tersebut dapat dilihat dari beberapa penelitian

seperti studi keluarga, studi anak kembar, dan anak angkat. Dari hasil penelitian

didapatkan bahwa resiko menderita skizofrenia pada saudara kandung (full siblings)

14,2%; saudara sepupu (half siblings) 7,1%; orang tua 9,2%; anak-anak 16,4%;

kembar dizigot 14,5%; kembar monozigot 46,1%; dan pada anak-anak yang kedua

orang tuanya menderita skizofrenia, risiko sebesar 39,2%.4

Skizofrenia adalah sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua

jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit.

Laki-laki mempunyai onset skizofrenia yang lebih awal dibandingkan wanita. Usia

puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, untuk wanita usia puncak

adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50

tahun adalah sangat jarang. Kira-kira 90 persen pasien dalam pengobatan skizofrenia

adalah antara usia 15 dan 55 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa

laki-laki adalah lebih mungkin dari pada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif

dan bahwa wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada

laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenia wanita lebih baik

daripada hasil akhir untuk skizofrenia laki-laki.3

Page 4: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara

historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat lebih tinggi

dibandingkan daerah lainnya.3

Penelitian insiden pada gangguan yang relative jarang terjadi, seperti

skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan diberbagai Negara, namun dan

hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang

dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini

merupakan temuan utama dari penelitian di 10 negara yang dilakukan oleh WHO.

Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai

sekarang, begitu juga untuk setiap subtipe skizofrenia.3

2.3 Etiologi

2.3.1 Stress – Diathesis Model

Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan.

Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik

(diathesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan

stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia. Semakin besar kerentanan

seseorang, maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofrenia. Semakin

kecil kerentanan, maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi

penderita skizofrenia. Sehingga secara teoritis, seseorang tanpa diathesis tidak akan

berkembang menjadi skizofrenia, walaupun sebesar apapun stressornya.

2.3.2 Neurobiologi

Penelitian menunjukan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya

kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun, sampai kini belum diketahui bagaimana

hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya symptomp

skizofrenia.

Terdapat beberapa area tertentu dalam otak, yang berperan dalam membuat

seseorang menjadi patologis, yaitu: sistem limbik, korteks frontal, cerebellum, dan

Page 5: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada

satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. 2 hal yang

menjadi sasaran penelitian, waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada

otak, dan interaksi pada kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.

2.3.3 Dopamin – Hypothesis

Menurut hipotesa ini, Schizophrenia terjadi akibat dari peningkatan aktifitas

neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari

meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin, turunnya

nilai ambang, atau hipersensitifitas reseptor dopamin, atau kombinasi dari faktor-

faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :

- Ada korelasi antara efektivitaas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan

kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamin D2.

- Obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik seperti amfetamin dapat

menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.4

Jalur-Jalur Dopamin

a. Nigrostriatal pathway

Jalur nigrostriatal adalah jalur saraf yang menghubungkan substansia nigra

dengan striatum. Jalur ini merupakan salah satu dari empat jalur dopamin yang

utama didalam otak.Kehilangan neuron-neuron dopamin dalam substansia nigra

adalah salah satu dari penyebab penyakit Parkinson. Gejala penyakit biasa belum

muncul sampai terjadi kehilangan 70-80% fungsi dopamin.

Jalur ini juga terlibat dalam terjadi diskinesia Tardif, yng merupakan salah satu

efek samping obat-obat antipsikotik. Obat-obat ini (terutama obat-obat antipsikotik

lama) menghalangi reseptor dopamin D2 pada banyak jalur di otak.

Page 6: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

b. Mesocortical pathway

Jalur mesokortikal adalah suatu jalur saraf yang menghubungkan tegmentum

ventra ke korteks, terutama lobus frontalis.

Fungsi kognif normal dari korteks prefrontal dorsolateral (bagian dari lobus

frontalis) dan diperkirakan terlibat dalam respon motivasi dan emosional. Jalur ini

diperkirakan berhubungan dengan gejala-gejala negatif dari skizofrenia

c. Tuberoinfundibular pathway

Jalur tuberoinfundibular mengarah kepada neurodopamin pada nukleus

arquatus dari hipotalamus dari mediobasal yang menghubungkan eminensia

media. Kerja antipsikotik bekerja dengan cara menghalangi dopamin di jalur ini

sehingga menyebabkan hormon prolaktin meningkat di dalam darah

(hiperprolaktinemia).

d. Mesolimbic pathway

Jalur mesolimbik menghubungkan tegmentum sentral di otak tengah dengan

nukleus arquatus. Jalur ini diduga terlibat di dalam terbentuknya perasaan-

perasaan yang berhubungan dengan kenikmatan dan nafsu. Jalur ini merupakan

salah satu target utama dari pengobatan antipsikotik.

Pada penyakit parkinson kehilanagan neuron-neuron dopamin terjadi lebih

cepat di jalur nigrostriatal dan karena defisit neuron belum menimbulkan gejala

sampai terjadi kehilangan 80-90%, angka kehilangan neuron pada jalur ini bersifat

asimptomatik.5

2.3.4 Neurotransmiter

a. Serotonin

Page 7: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Serotonin telah banyak perhatian dalam penelitian skizofrenia sejak penelitian

yang membuat bahwa serotonin-dopamin antagonists (SDA) contohnya: clozopine,

risperidone, sertindole mempunyai hubungan aktivitas serotonin yang poten.

Secara khusus antagonis dari serotonin 5-HT2 reseptor telah dianggap penting

dalam mengurangi gejalah-gejala psikotik dan mengurangi pertumbuhan kelainan-

kelainan yang berhubungan dengan D2 antagonis.

b. Norepinephrine

Peningkatan jumlah data mengatakan bahwa sistem noradrenegic memodulasi

sistem dopaminegik dengan cara sistem noradrenegic yang abnormal

mempredisposisikan pasien untuk relaps lebih sering.

c. GABA

Beberapa data secara konsisten dengan hipotesis bahwa beberapa pasien

dengan skizofrenia mempunyai kekurangan neuron GABA pada hipokampus.

d. Glutamate

Memproduksi sindrom akut yang mirip dengan skizofrenia.

e. Neuropeptida

Dua neuropeptida, cholecystokinin dan neurotensin ditemukan didaerah otak

yang berimplikasi pada skizofrenia.5,6

2.3.5Neuropathologi

a. Sistem Limbik

Karena perannya dalam mengontrol emosi, sistem limbik telah dihipotesiskan

terlibat dalam dasar patologi terjadinya skizofrenia.

Page 8: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

b. Ganglia basalis dan serebelum

Penelitian neuropatologis pada ganglia basalis telah menghasilkan berbagai

laporan yang tidak meyakinkan tentang hilangnya sel atau penurunan volume

globus palidus dan substansia nigra. Sebaliknya banyak penelitian telah

menunjukkan suatu peningkatan jumlah reseptor D2 di dalam kaudatus putamen,

dan nukleus accumbens, tetapi pertanyaan adalah apakah peningkatan tersebut

sekunder karena pasien telah mendapatkan medikasi antipsikotik.4,7

2.3.6 Psikoneuroimunologi

Sejumlah kelainan imunologis telah dihubungkan pada pasien skizofrenik.

Kelainan tersebut adalah penurunan produksi Interleukin-2 sel T, penurunan jumlah

dan responsivitas limfosit perifer, kelainan pada reaktivitas seluler dan humoral

terhadap neuron, dan adanya antibody yang diarahkan ke otak (antibrain antibodies).

Data dapat diinterpretasikan secara bervariasi mewakili suatu virus neurotoksik atau

suatu gangguan autoimun endogen. Penelitian yang dilakukan dengan sangat cermat

yang mencari adanya bukti – bukti infeksi neurotoksik pada skizofrenia telah

menghasilkan hasil yang negative, walaupun data epidemiologis menunjukkan

tingginya insidensi skizofrenia setelah pemaparan prenatal dengan influenza selama

beberapa episode penyakit. Data lain yang mendukung suatu hipotesis viral adalah

peningkatan jumlah anomali fisik saat lahir, peningkatan angka kehamilan dan

komplikasi kelahiran, musiman kelahiran yang konsisten dengan infeksi viral,

kumpulan geografis kasus dewasa, dan musiman perawatan dirumah sakit. Namun

demikian, ketidakmampuan untuk mendeteksi bukti – bukti genetik infeksi virus

menurunkan kepentingan dari semua data secara tidak langsung tersebut.

Kemungkinan adanya antibody otak autoimun memiliki beberapa data yang

menunjangnya; tetapi, proses patofisiologisnya, jika ada, kemungkinan menjelaskan

hanya sekumpulan kecil populasi skizofrenik.4,8

2.3.7 Psikoneuroendokrinologi

Page 9: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Banyak laporan menggambarkan perbedaan neuroendokrin antara kelompok

pasien dan kelompok subjek kontrol normal. Sebagai contohnya, tes supresi

deksametason telah dilaporkan abnormal pada berbagai subkelompok pasien

skizofrenik, walaupun nilai praktis atau nilai prediktif dari tes ini pada skizofrenik

telah dipertanyakan. Tetapi, satu laporan yang dilakukan secara cermat telah

menghubungkan nonsupresi persisten pada tes supresi deksametason pada skizofrenia

dengan hasil jangka panjang yang buruk.

Beberapa data menunjukkan penurunan konsentrasi leutinizing hormone-

follicle stimulating hormone (LH/FSH), kemungkinan dihubungkan dengan onset

usia dan lamanya penyakit. Dua kelainan tambahan yang dilaporkan adalah

penumpulan pelepasan prolaktin dan hormone pertumbuhan terhadap stimulasi

gonadotropin-relasing hormone (GnRH) atau thyrotropin-releasing hormone (TRH)

dan suatu penumpulan pelepasan hormone pertumbuhan terhadap stimulasi

apomorfin yang mungkin dikorelasikan dengan adanya gejala negatif. 4,5

2.3.8 Faktor Genetika

Berbagai macam penelitian telah dengan kuat menyatakan suatu komponen

genetik terhadap penurunan skizofrenia. Penelitian klasik awal tentang genetika dari

skizofrenia, dilakukan pada tahun 1930-an, menemukan bahwa seseorang

kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita

skizofrenia dan kemungkinan seseorang menderita skizofrenia adalah berhubungan

dengan dekatnya hubungan persaudaraan tersebut (sebagai contohnya, sanak saudara

derajat pertama atau derajat kedua). Kembar monozigot memiliki angka kesesuaian

yang tertinggi. Penelitian pada kembar monozigot yang diadopsi menunjukkan bahwa

kembar yang diasuh oleh orangtua angkat mempunyai skizofrenia dengan

kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara kembarnya yang dibesarkan oleh

orangtua kandungnya. Temuan tersebut menyatakan bahwa pengaruh genetik

melebihi pengaruh lingkungan. Untuk mendukung lebih lanjut dasar genetika adalah

pengamatan bahwa semakin parah skizofrenia, semakin mungkin kembar adalah

Page 10: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

sama – sama menderita gangguan. satu penelitian yang mendukung stress-diathesis

model menunjukkan bahwa kembar monozigot yang diadopsi yang kemudian

menderita skizofrenia kemungkinan telah diadopsi oleh keluarga yang telah

mengalami gangguan psikis.4

Banyak hubungan antara tempat kromosom tertentu dan skizofrenia telah

dilaporkan didalam literatur sejak penerapan luas teknik biologi molekuler. Lebih dari

setengah kromosom telah dihubungkan dengan skizofrenia dalam berbagai laporan

tersebut, tetapi lengan panjang kromosom 5,11, dan 18; lengan pendek kromosom 19;

dan kromosom X adalah yang paling banyak dilibatkan. Kromosom 6,8, dan 22 juga

telah dilibatkan. Literatur adalah pedoman terbaik sebagai dasar genetic heterogen

yang potensial untuk skizofrenia.4

Populasi Prevalensi (%)

Populasi umum 1,0

Bukan saudara kembar pasien skizofrenik 8,0

Anak dengan satu orang tua skizofrenik 12,0

Kembar dizigot pasien skizofrenik 12,0

Anak dari kedua orang tua skizofrenik 40,0

Kembar monozigot pasien skizofrenik 47,0

2.3.9 Faktor Psikososial

Jika skizofrenia merupakan penyakit otak maka kemungkinan penyakit ini

sejalan dengan penyakit dari organ lain (misalnya infark miokard dan diabetes) yang

perjalanannya dipengaruhi oleh stress psikososial. Juga sejalan dengan penyakit

kronis lain (misal PPOK), terapi obat saja jarang mendapat perbaikan klinis yang

maksimal.

Page 11: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Teori tentang pasien individual

1. Teori psikoanalitis

Sigmund Freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan karena

fiksasi dalam perkembangan yang terjadi lebih awal yang menyebabkan

perkembangan neurosis. Freud juga mendalilkan bahwa adanya defek ego

juga berperan dalam gejala skizofrenia. Disintegrasi ego merupakan suatu

pengembalian ke waktu dimana ego masih belum ditegakkan atau baru mulai

ditegakkan. Jadi, konflik intrapsikis yang disebabkan yang disebabkan dari

fiksasi awal dan defek ego, yang mungkin telah disebabkan oleh hubungan

objek awal yang buruk, merupakan bahan bakar gejala psikotik.

Pusat teori Freud adalah suatu “decanthexis” objek dan suatu regresi

dalam respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain. Banyak

gagasan Freud tentang skizofrenia diwarnai oleh tidak adanya keterlibatan

dirinya secara intensif dengan pasien skizofrenik.

Pandangan psikoanalisis umum tentang skizofrenia menghipotesiskan

bahwa defek ego mempengaruhi interpretasi kenyataan dan pengendalian

dorongan – dorongan dari dalam (inner drives), seperti seks dan agresi.

Gangguan terjadi akibat penyimpangan hubungan timbal balik antara bayi dan

ibunya. Seperti yang dijelaskan oleh Margaret Mahler, anak – anak tidak

mampu untuk berpisah dan berkembang melebihi kedekatan dan

ketergantungan lengkap yang menandai hubungan ibu-anak dalam fase oral

perkembangan.

Orang skizofrenik tidak pernah mencapai ketetapan objek, yang

ditandai oleh suatu perasaan identitas yang pasti dan yang disebabkan

perlekatan erat dengan ibunya selama masa bayi. Paul Fedem menyimpulkan

bahwa gangguan mendasar pada skizofrenia adalah ketidakmampuan awal

pasien untuk mencapai perbedaan diri dan objek. Beberapa ahli psikoanalisis

Page 12: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

menghipotesiskan bahwa defek dalam fungsi ego yang belum sempurna

memungkinkan permusuhan dan agresi yang hebat sehingga menganggu

hubungan ibu-bayi, yang menyebabkan suatu organisasi kepribadian menjadi

rentan terhadap stress. Onset gejala selama masa remaja terjadi pada suatu

saat jika orang memerlukan suatu ego yang kuat untuk berfungsi secara

mandiri, untuk berpisah dari orang tua, untuk mengidentifikasi kewajiban,

untuk mengendalikan dorongan intermal yang meningkat dan untuk mengatasi

stimulasi eksternal yang kuat.

Teori psioanalitik juga mendalilkan bahwa berbagai gejala skizofrenia

mempunyai arti simbolik bagi pasien individual. Sebagai contohnya, fantasi

tentang dunia yang akan berakhir mungkin menyatakan suatu perasaan bahwa

dunia internal seseorang telah mengalami kerusakan. Perasaan kebesaran dapat

mencerminkan narsisme yang direaktivasi, dimana orang percaya bahwa

mereka adalah maha kuasa. Halusinasi mungkin menggantikan

ketidakmampuan pasien untuk menghadap kenyataan objektif dan mungkin

mencerminkan harapan atau ketakutan dari dalam diri manusia. Waham,

serupa dengan halusinasi adalah usaha regresi dan pengganti untuk

menciptakan suatu kenyataan baru atau untuk mengekspresikan rasa takut atau

dorongan yang tersembunyi.

2. Teori psikodinamika

Pandangan psikodinamika cenderung menganggap hipersensitivitas terhadap

stimulus persepsi yang didasarkan secara konstitusional sebagai suatu defisit.4

3. Teori belajar

Anak-anak yang menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir

yang irasional dengan meniru orang tuanya yang mungkin memiliki masalah

emosionalnya sendiri yang bermakna.4

Teori tentang keluarga

Page 13: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Perilaku keluarga yang patologis bermakna meningkatkan stress emosional

yang harus dihadapi pasien skizofrenik yang rentan.4

Jadi, klinisi harus mempertimbangkan faktor psikologis yang mempengaruhi

skizofrenia. Walaupun, secara historis, telah diperdebatkan bahwa faktor psikososial

secara langsung dan kausatif berhubungan dengan perkembangan skizofrenia,

pandangan awal tersebut tidak boleh menghalangi klinis modern untuk menggunakan

teori dan pedoman relevan dari pengamatan dan hipotesis masa lalu.7,8

2.4 Patogenesis

Pada skizofrenia terdapat penururnan aliran darah dan ambilan glukosa,

terutama di korteks prefrontalis (pada pasien dengan gejala positif) dan juga terdapat

penurunan jumlah neuron (penurunana jumlah substansi grisea). Selain itu, migrasi

neuron yang abnormal selama perkembangan otak secara patofisiologis sangat

bermakna. (A2).9

Atrofi penonjolan dendrit dari sel pyramidal telah ditemukan di korteks

prefrontalis dan girus singulata. Penonjolan dendrit mengandung sinaps

glutamatergik, sehingga transmisi glutamatergiknya terganggu (A1). Selain itu,

pada area yang terkena, pembentukan GABA dan/jumlah neuron GABAergik

tampaknya berkurang sehingga penghambatan sel pyramidal menjadi berkurang. 9

Makna patofisiologis yang khusus dikaitkan dengan dopamine, avaibilitas

dpamin atau agonis dopamine yang berlebihan dapat menimbulkan gejala

skizofrenia, dan penghambat reseptor dopamine-D2 telah sukses digunakan dalam

penatalaksanaan skizofrenia. Disisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan di

korteks prefrontalis (A1), dan penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan

gejala negatif skizofrenia, seperti kurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamine

mungkin terjadi akibat pelepasan dopamine meningkat dan hal ini tidak memiliki

efek patogenetik.9

Dopamin berperan sebagai transmitter melalui bebrapa jalur (B) :

Page 14: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

1. Jalur nigrostriatal : dari substantia nigrake basal

gangliafungsigerakan, EPS.

2. Jalur mesolimbik : dari tegmentalarea menuju ke sistem limbik

memori, sikap, kesadaran, proses stimulus.

3. Jalur mesocortical : dari tegmentalarea menujuke frontal

cortexkognisi, fungsi.

sosial, komunikasi, respons terhadap stress

4. Jalurtuberoinfendibular: dari hipotalamus ke kelenjar pituitary

pelepasanprolaktin.

Serotonin mungkin juga berperan dalam menimbulkan gejala skizofrenia.

Kerja serotonin yang berlebihan dapat menyebabkan halusinasi, dan banyak obat

antipsikosik akan menghambat reseptor 5 HT2A (A1). 9

Page 15: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Gambar. Patogenesis Skizofrenia

Hipotesis/teori tentang patofisiologiskizofrenia :9

- Hiperdopaminergia pada sistem mesolimbikberkaitan dengan

gejalapositif

- Hipodopaminergia padasistemmesocortis dan nigrostriatal

bertanggungjawab terhadapgejalanegatif dan gejalaekstrapiramidal

- Reseptor dopamine yang terlibat adalah reseptor dopamine-2 (D2)

dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien

skizoprenia

Page 16: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

- Peningkatan aktivitas sistem dopaminergik pada sistem mesolimbik

bertanggungjawab terhadap gejalapositif

- Peningkatan aktivitas serotonergikmenurunkan aktivitas dopaminergik

pada sistem mesocortis bertanggung-jawab terhadap gejala negatif

2.5 Gejala dan Diagnosis

Penampilan dan perilaku umum

Pasien dengan skizofrenia kronis cenderung menelantarkan penampilannya.

Kerapian dan higienis pribadi juga terabaikan. Mereka juga cenderung

menarik diri secara sosial.4

Gangguan pembicaraan

Intinya terdapat gangguan pada proses pikir :

o Yang terganggu terutama adalah asosiasi. Asosiasi longgar berarti tidak

adanya hubungan antar ide. Kalimat-kalimatnya tidak saling berhubungan.

Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah ditemukan ide

lainnya.

o Inkoherensiasi

o Clang association : asosiasi bunyi: misalnya piring, miring

o Neologisme : membentuk kata baru untuk menyatakan arti yang hanya

dipahami oleh dirinya sendiri

o Mutisme : sering tampak pada pasein skizofrenia katatonik

o Blocking : kadang-kadang fikiran terhenti, tidak timbul ide lagi 4

Gangguan perilaku

o Gejala katatonik yang dapat berupa stupor atau gaduh dan gelisah

o Stereotipi : berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau mengambil

sikap badan tertentu misalnya menarik-narik rambut dapat berlangsung

beberapa hari atau beberapa tahun

o Manerisme : stereotipi tertentu pada skizofrenia yang dapat dilihat dalam

bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan

Page 17: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

o Negativism : melakukan hal yang berlawanan dengan apa yang disuruh

o Otomatisme komando : menentang atau justru melakukan; semua perintah

justru dituruti secara otomatis.4

Gangguan afek

o Kedangkalan respon emosi : pasien acuh tak acuh

o Anhedonia : perasaan halus juga hilang

o Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira,

pada penderita timbul rasa sedih atau marah

o Paramimi : penderita merasa senang dan gembira akan tetapi ia menangis

o Ambivalensi : karena terpecah-pecahnya kepribadian, maka dua hal yang

berlawanan mungkin timbul bersama-sama

o Sensitivitas emosi : menunjukan hipersensitivitas pada penolakan sering

menimbulkan isolasi social untuk menghindari penolakan.4

Gangguan persepsi

o Halusinasi

Halusinasi paling sering adalah auditorik dalam bentuk suara manusia,

halusinasi penciuman, halusinasi pengecapan, dan halusinasi rabaan jarang

dijumpai4

Gangguan pikiran

o Waham : waham sering tidak logis sama sekali.mayer gross membagi

waham dalam 2 kelompok : waham primer dan waham sekunder

Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab

apa-apa dari luar

Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan

merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala

skizofrenia lain.4

Kriteria Diagnosis menurut PPDGJ-III, adalah:

Page 18: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

I. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya

dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :

(a) “Thought echo” : Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya

sama, namun kulitasnya berbeda; atau

“Thought insertion or withdrawal” : Isi pikiran yang asing dari luar

masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar

oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan

“Thought broadcasting” : Isi pikirannya tersiar keluar sehingga

orang lain atau umum mengetahuinya;

(b) “Delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dati luar; atau

“Delusion of influence” : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau

“Delusion of passivity” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;(tentang ‘dirinya”: secara jelas

merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan

atau penginderaan khusus);

“Delusional perception” : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau

mukjizat;

(c) Halusinasi auditorik :

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien, atau

Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara), atau

Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan

Page 19: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

II. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan

(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme;

(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,

dan stupor;

(h) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,

dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya

kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

III. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

prodromal).

IV. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal

behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,

tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude),

dan penarikan diri secara sosial.

Kri t etria penegakkan diagnosa berdasarkan DSM-IV (Kriteria resmi dari American

Psychiatric Association), antara lain :

Page 20: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

A. Gejala karakteristik : Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk

bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati

dengan berhasil)

1) Waham

2) Halusinasi

3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)

4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas

5) Gejala negatif, yaitu :

Afek datar

Alogia

Tidak ada kemauan (avolition)

Catatan : Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham

adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus

mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara

yang saling bercakap-cakap satu sama lainnya.

B. Disfungsi sosial/pekerjaan : Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset

gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan

interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bwah tingkat yang dicapai

sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan

untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan

yang diharapkan)

C. Durasi : Tanda ganguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan.

Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang

jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase

aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau residual. Selama

periode prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan

hanya oleh gejala negative atau 2 atau lebih gejala yang dituliskan dalam

kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh,

pengalaman persepsi yang tidak lazim)

Page 21: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gannguan mood. Gangguan

skizoafektif dan ganggaun mood dengan cirri psikotik telah disingkirkan

karena:

(1) Tidak ada episode depresif berat, manic, atau campuran yang telah terjadi

bersama-sama dengan gejala fase aktif, atau

(2) Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya

adalah relative singakat dibandingkan durasi periode aktif dan residual

E. Penyingkiran zat / kondisi medis umum. Gangguan tidak disebabkan oleh efek

fisiologis lansung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu

medikasi) atau suatu kondisi medis umum

F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive. Jika terdapat riwayat

adanya gangguan autistic atau gangguan perkembangan pervasive lainnya,

diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang

menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika

diobati secara berhasil)

2.6 Subtipe Skizofrenia

Tipe Paranoid :

1. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang

berulang kali.

2. Gejala berikut tidak menonjol : bicara yang kacau, perilaku yang kacau atau

katatonik, afek yang mendatar atau tidak wajar (inappropriate).

Tipe Disorganisasi / Kacau

Semua gejala berikut menonjol :Bicara kacau

a. Perilaku kacau

b. Afek tidak memadai/wajar atau mendatar

2. Tidak memenuhi kriteria untuk type katatonik

Page 22: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Tipe Katatonik : Didominasi oleh sedikitnya dua gejala berikut

1. Immobilitas motorik : sebagai katapleksi (termasuk waxy flexibility) atau

stupor.

2. Aktivitas motorik yang berlebihan, tak bertujuan dan tidak berkaitan dengan

stimuli external.

3. Negativisme yang mencolok (resistensi tanpa motif terhadap semua instruksi,

atau mempertahankan posisi tubuh secara kaku terhadap usaha untuk

mengubahnya), atau mutisme (diam seribu bahasa).

4. Kejanggalan dalam gerakan-gerakan sadar, misalnya posturing (secara sadar

mengambil posisi tubuh yang tidak wajar atau bizarre), gerakan-gerakan

stereotipik, mannerisme yang mencolok, atau senyum yang tak wajar

(prominent grimacing).

5. Ekolalia (latah) atau ekopraksia (latah gerakan)

Tipe Tak Tergolongkan

Ada gejala-gejala A tetapi tidak memenuhi kritera untuk tipe paranoid,

disorganisasi maupun katatonik.

Tipe Residual

Tidak dijumpai delusi, halusinasi, bicara yang kacau, dan perilaku yang amat

kacau atau katatonia.Secara kontinu menunjukkan adanya gangguan, misal :

gejala-gejala negatif, atau adanya 2-3 gejala type A dalam derajat lebih lemah,

misal odd beliefs, unusual perceptual experiences.

Akut Delusional Psikosis

1. Latent Skizofrenia : bila pasien tidak memenuhi kritera yang jelas untuk

skizofrenia; mencakup misalnya kasus-kasus borderline skizoid dan gangguan

kepribadian skizotipal. Pasien-pasien ini sekali-sekali menunjukkan perilaku

yang ganjil, atau kelainan pikiran, tapi tidak secara konsisten menunjukkan

Page 23: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

gejala-gejala psikotik. Pada waktu yang lalu sindroma ini disebut juga

Borderline skizofrenia.

2. Oneiroid : individu berada seolah dalam mimpi, tidak sepenuhnya sadar akan

waktu dan tempat (disorientasi waktu dan tempat). Istilah ini digunakan dalam

oneiroid schizophrenia dalam mana pasien sangat asyik terlibat dalam

halusinasinya sehingga seolah terlepas dari keterlibatan dengan dunia nyata.

Bila terjadi keadaan ini, dokter harus hati-hati sekali memeriksa pasien untuk

kemungkinan sebab-sebab medis-fisik atau kondisi neurologis sebagai

penyebab gejala tersebut.

3. Paraphrenia : digunakan untuk menggambarkan salah satu gejala skizofrenia

tipe paranoid, atau untuk menunjukkan perjalanan penyakit yang deterioratif

(makin parah) atau adanya sistem waham yang sistematis. Istilah yang

dianjurkan tidak digunakan lagi.

Pseudoneurotic Schizophrenia :

Kadang-kadang pasien yang biasanya menunjukkan gejala-gejala

ansietas, fobia, obsesi dan kompulsi kemudian mengembangkan gejala

kelainan pikiran dan psikosis. Secara khas pasien menunjukkan pananxiety,

panphobia, panambivalence dan kadang2 sexualitas yang kacau. Berbeda

dengan pasien gangguan cemas, pasien pseudoneurotic menunjukkan free-

floating anxiety yang jarang berkurang. Dalam klinik pasien jarang menjadi

amat parah atau amat psikotik. Kondisi ini dalam DSM-IV-TR akan

didiagnosis sebagai gangguan kepribadian ambang.

Simple Schizophrenia (Skizofrenia simplex; simple deteriorative

Disorder) :

Tanda khas : hilangnya secara lambat laun ambisi dan dorongan

kehendak pasien. Pasien tidak psikotik secara overt, juga tidak menunjukkan

gejala delusi dan halusinasi yang menetap. Gejala utama adalah penarikan

diri dari situasi terkait lingkungan sosial dan kerja.

Page 24: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Depresi Pasca-Skizofrenia.

Gejalanya dapat mirip dengan gejala-gejala tahap residual skizofrenia

atau efek samping daripada obat-obat antipsikotik yang umum digunakan,

istilah lain :post schizophrenic depression (ICD-X), merupakan hasil akhir

episode skizofrenia. Ini terjadi pada sekitar 25 % pasien dengan skizofrenia

dan makin sering berhubungan dengan risiko bunuh diri.

Skizofrenia Onset Dini (Early-Onset)

Sebagian pasien mulai mendapat skizofrenia pada masa kanak-kanak,

kadang-kadang sulit dibedakan dengan retardasi mental atau gangguan

autistik. Diagnosis berdasarkan gejala-gejala yang sama dengan skizofrenia

pada orang dewasa. Mulanya biasanya perlahan (insidious), cenderung

berjalan kronis dan prognosisnya tidak baik.

Skizofrenia Onset Lanjut (Late-Onset).

Mulanya sesudah usia 45 tahun. Lebih sering menyerang wanita dan

biasanya gejala paranoid lebih menonjol. Prognosis biasanya baik dan

respons baik terhadap antipsikotika.

2.1 Diagnosis Banding

1. Gangguan psikotik sekunder

Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam zat. Saat

memeriksa seseorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman

umum tentang pemeriksan keadaan nonpsikiatri. (1) klinisi harus cukup

agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatri jika pasien menunjukkan

adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat

kesadaran. (2) klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga

yang lengkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologis, dan psikiatri. (3)

klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis

Page 25: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

nonpsikiatri, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya.

Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama untuk

menderita tumor otak yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan

dengan seorang pasien nonskizofrenik. Anamnesis lengkap dan pemeriksaan

penunjang diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding.4

2. Gangguan psikotik lain

Gangguan psikotik yang mirip dengan skizofrenia adalah skizofrenoform,

gangguan psikotik singkat dan gangguan skizoafektif. Perbedaan skizofrenia

dengan skizofreniform dilihat dari durasi gejalanya. Pada skizofrenifom

gejalanya sekurangnya 1 bulan tetapi kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik

singkat bila gejala hanya berlangsung sekurangnya satu hari tetapi tidak lebih

dari satu bulan. Gangguan skizoafektif jika sindrom manik atau depresif

berkembang bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.4

2.8 Penatalaksanaan

Psikofarmakoterapi

Medikasi antipsikotik diindikasikan untuk hampir semua episode psikosis akut

dari skizofrenia. Terapi harus dimulai sesegera mungkin karena penderita skizofrenia

mempunyai resiko mencelakai diri sendiri (atau bunuh diri) dan orang disekitarnya. 1,10

Bila memungkinkan, sebelum pasien mulai mendapat medikasi antipsikotik

sebaiknya dilakukan pemeriksaan fisik, neurologis dan status mental serta

pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,

glukosa darah, fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid, skrining umum terhadap

penyalahgunaan zat, tes kehamilan pada pasien wanita, tes sipilis dan HIV bila

relevan. Pemeriksaan EKG dilakukan bila dicurigai adanya penyakit jantung dan pada

semua pasien yang berumur lebih dari 40 tahun. Perlu dinilai adanya gangguan

pergerakan, khususnya yang disebabkan diskinesia tardif untuk pedoman di dalam

memilih obat antipsikotik.1,11

Page 26: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Pada kondisi gawat darurat dimana pasien tidak kooperatif untuk

pemeriksaan, medikasi antipsikotik dapat diberikan mendahului evaluasi medis. Obat

antipsikotik bersifat relatif aman sehingga umumnya medikasi antipsikotik dapat

dimulai sebelum hasil tes laboratorium diketahui, kecuali terapi dengan clozapine,

dimana pemberiannya hanya dimulai setelah pasien diketahui mempunyai hasil

pemeriksaan jumlah dan hitung lekosit yang normal. 1,4

Prinsip-prinsip Terapetik

Medikasi antipsikotik pada skizofrenia harus mengikuti prinsip-prinsip terapetik

sebagai berikut:1,10,11

1. Pastikan diagnosis, singkirkan kemungkinan gangguan mental organik dan

penyalahgunaan zat (keadaan intoksikasi atau lepas zat).

2. Klinisi harus secara cermat menentukan gejala sasaran (targetsymtoms) yang

akan diobati.

3. Suatu antipsikotik yang telah terbukti efektif dan dapat ditolelir dengan baik

efek sampingnya oleh pasien, harus dipilih kembali untuk pemakaian

sekarang. Apabila tidak ada informasi tersebut, pemilihan antipsikotik

umumnya berdasarkan pertimbangan efek samping obat karena pada dasarnya

semua antipsikotik mempunyai efek klinis yang sama pada dosis ekivalen.

4. Lama minimal percobaan suatu antipsikotik adalah 4 – 6 minggu pada dosis

adekuat. Bila tidak memberikan respons klinis, dapat diganti dengan

antipsikotik lain (sebaiknya dari golongan yang berbeda) sesuai dosis

ekivalennya. Bila ditemukan efek samping yang parah (misalnya distonia

akut) yang mempengaruhi atau mengurangi kepatuhan berobat pasien,

pergantian obat dapat dipertimbangkan dalam waktu kurang dari 4 minggu.

5. Pada umumnya jarang diindikasikan penggunaan lebih dari satu medikasi

antipsikotik pada waktu bersamaan karena tidak terbukti lebih efektif (tidak

ada efek sinergis antara 2 obat antipsikotik) dan meningkatkan potensiasi efek

samping obat.

Page 27: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

6. Harus dipertahankan dosis efektif serendah mungkin, yang diperlukan untuk

mengendalikan gejala selama episode psikotik.

7. Lakukan pemilihan obat antipsikotik berdasarkan pertimbangan: umur,

kondisi medis lain yang menyertai, kemungkinan interaksi obat, respons

pemakaian obat sebelumnya, profil efek samping obat, dan

kesukaan/kesenangan pasien.

Fase-Fase Pengobatan

Fase Akut

Fase akut umumnya ditandai oleh simtom psikotik yang memerlukan

penanganan klinis segera. Fase akut skizofrenia dapat muncul sebagai episode

pertama atau suatu relaps/eksaserbasi akut dari episode-episode multiple. Tujuan

pengobatan fase akut adalah untuk mengurangi/meredakan simtom-simtom akut dan

memperbaiki peran fungsional kehidupan pasien. Fase akut umumnya berlangsung

selama 4 – 8 minggu. 1,10,11

Kebanyakan simtom akut psikosis dapat diatasi dalam 1 – 2 hari sesudah

dimulai medikasi antipsikotik, dan mencapai respons maksimal dalam 6 minggu

setelah terapi dimulai (dari dosis awal sampai mencapai dosis optimal). Biasanya fase

akut dapat diatasi dengan dosis sedang obat antipsikotik tertentu, misalnya

klorpromazin 600 – 1200 mg atau antipsikotik lain dengan dosis ekivalen. 1,11

Pada pemberian peroral, dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis

anjuran, umumnya untuk pasien dewasa diberikan klorpromazid 3 x 100 mg atau

antipsikotik lain dengan dosis ekivalennya. Dosis awal dapat dinaikan setiap 5 – 7

hari (2 – 3 hari bila ingin diperoleh respons yang cepat) sebesar 30 – 50% dosis awal

sampai mencapai dosisefektif (mulai timbul peredaan simtom target psikotik). Dosis

ini kemudian dievaluasi setiap 2 minggu (bila perlu dinaikan sebesar 30 – 50%)

sampai mencapai dosisoptimal (keadaan dimana semua simtom target psikotik sudah

dapat diatasi atau hanya memperlihatkan gejala minimal). Dosis optimal ini

dipertahankan minimal 6 bulan (fase stabilisasi). 1,11

Page 28: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Jika remisi simptom akut psikotik tidak tercapai dengan dosis adekuat suatu

antipsikotik tipikal dalam waktu 6 minggu, perlu dipertimbangkan penggantian obat

ke obat antipsikotik atipikal. Pada kebanyakan kasus, pasien yang kurang berespons

terhadap suatu antipsikotik tipikal biasanya juga kurang berespons terhadap

antipsikotik tipikal lainnya. 1,11

Pada pasien non-kooperatif dengan simtom akut yang berat dan kecenderungan

melukai diri sediri atau orang lain disekitarnya (agitasi, hiperaktivitas psikomotor,

impulsif, menyerang, gaduh gelisah, destruktif dan lain-lain), dapat diberikan

neurelptisasi cepat. Neuroleptisasi cepat (Rapid Neuroleptization/Psikotolisis/

Digitalisasi) adalah pemberian dosis berulang suatu medikasi antipsikotik secara

intramuskular (IM) dalam waktu singkat (setiap 30 – 60 menit) sampai dicapai sedasi

yang jelas. 1,11

Cara umum tindakan neuroleptisasi cepat adalah dengan pemberian injeksi

haloperidol 5 – 10 mg per kali, dapat diulang tiap 30 – 60 menit samapi dicapai sedasi

yang jelas atau simtom akut psikotik dapat diatasi (pasien menjadi tenang/tertidur),

dengan dosis maksimal 100 mg dalam 24 jam. Perlu diingat bahwa sebelum

dilakukan pemberian dosis ulangan perlu dilakukan pemantauan vitalsign. Umumnya

sebagian besar pasien sudah berespons sebelum mencapai dosis kumulatif 50 mg. 3,10,11

Pilihan utama obat pada neuroleptisasi cepat adalah antipsikotik berpotensi

tinggi seperti haloperidol atau serenace, walaupun dapat menimbulkan efek samping

simtom ekstrapiramidal. Simtom ekstrapiramidal yang muncul cenderung mudah

diatasi dengan pemberian antikolinegik, misalnya difenhidramin 50 mg IM atau IV,

benzodiazepine (cogentin) 2 mg peroral atau IM, diazepam 5 – 10 mg peroral/IV/IM.

Pada pasien yang lebih tenang dan kooferatif, neuroleptisasi cepat dengan pemberian

IM dapat diganti dengan pemberian oral haloperidol 5 – 10 mg. 1,4

Untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif dalam pengendalian perilaku,

neuroleptisasi cepat dapat dikombinasi dengan pemberian golongan benzodiazepin,

Page 29: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

misalnya lorazepam (ativan) 2 mg IM atau diazepam 5 – 10 mg IM. Kombinasi ini

adalah aman dan bahkan lebih efektif dibanding dengan pemberian masing-masing

obat secara sendiri-sendiri. 1,3

Fase Stabilisasi

Pada umumnya terjadi setelah 4 – 12 minggu setelah fase akut dikontrol.

Terdapat perbaikan gejala positif dengan regimen antipsikotik tertentu (sudah

mencapai dosis optimal), pada pasien mungkin terdapat gejala bingung, kekacauan

dan disfori. 10

Pada fase ini simtom akut sudah dapat dikendalikan tetapi pasien masih

mempunyai resiko relaps jika pengobatan dihentikan atau dosis obat diturunkan

terlalu dini atau pasien berhadapan dengan stres yang berlebihan. Tujuan pengobatan

fase stabilisasi adalah untuk memfasilitasi kelanjutan pengurangan simtom yang telah

diperoleh dari pengobatan fase akut, mencegah relaps, mempertinggi adaptasi pasien

terhadap kehidupan di masyarakat dan konsolidasi menuju remisi.

Pengobatan dengan jenis dan dosis optimal obat yang sama pada fase akut harus

dipertahankan minimal 6 bulan. Penurunan dosis dan penghentian obat yang terlalu

dini akan memicu terjadinya relaps dalam waktu relatif singkat, biasanya 1 bulan

setelah penghentian obat. 10,12

Setelah 6 bulan, dosis obat dapat diturunkan perlahan-lahan setiap 2 minggu

sebesar 30 – 50% sampai mencapai dosispemeliharaan (dosis efektif terkecil yang

mampu mencegah repals). Dengan mencapai dosis pemeliharaan, pasien memasuki

fase stabil. 3,12

Salah satu strategi menurunkan dosis yaitu dengan cara medikasi intermiten,

dimana antipsikotik hanya diberikan apabila pasien memerlukannya. Strategi ini

mengharuskan keluarga dan pasien mampu mengenali gejala dan tanda eksaserbasi

awal dari suatu relaps (misalnya ansietas, iritabilitas, gangguan tidur, tingkah laku

aneh, ide paranoid, gangguan persepsi). Bila hal ini dijumpai medikasi antipsikotik

harus mulai diberikan kembali untuk periode tertentu, biasanya 1 – 3 bulan.

Page 30: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Walaupun pendekatan ini dapat meningkatkan rehospitalisasi, pendekatan terapi ini

aman dan efektif untuk beberapa pasien.Banyak studi melaporkan bahwa terapi

intermiten kurang efektif dalam mengurangi kejadian relaps dibanding dengan

pemberian dosis pemeliharaan terus-menerus. 3

Strategi lain adalah dengan cara pemberian intermiten medikasi depot dalam

dosis yang sama dengan pemberian oral. Bila ditemukan gejala prodormal dini dari

kejadian relaps, dapat ditambahkan medikasi oral. Pendekatan ini merupakan strategi

efektif yang membuat terapi dengan dosis kecil menjadi lebih aman. 12

Tujuan Intervensi dalam fase ini adalah meningkatkan keterampilan orang

dengan skizofrenia dan keluarga dalam mengelola gejala. Mengajak pasien untuk

mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat diri,

mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik intervensi perilaku

bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.12

Fase Pemeliharaan

Pada fase ini sudah dicapai remisi relatif. Tujuan pengobatan fase stabil adalah

untuk meminimalkan resiko dan konsekuensi relaps serta mengoptimalkan peran

fungsional dan kualitas hidup pasien.3,10

Pada fase stabil/pemeliharaan, diberi antipsikotik dengan dosis efektif terendah

yang dapat mencegah relaps (dosispemeliharaan/maintenancedose). Dosis ini

dipertahankan selama 1 tahun sampai dengan sumur hidup tergantung episode

seangan skizofernia pasien, umunya dipertahankan 1 – 2 tahun untuk episode

pertama, 5 tahun untuk episode kedua, dan seumur hidup untuk episode ketiga atau

lebih. 10,11,12

Dalam medikasi, bila ditemukan pasien yang tidak mematuhi regimen

antipsikotik oral atau tidak efektif untuk medikasi oral dapat diberikan medikasi

depot. Tersedia dua macam preparat depot, yaitu haloperidol dekanoat (haldol

dekanoat) 50 mg/ml dan fluphenazine decanoat (modecate) 25 mg/ml, dapat

diberikan setiap 2 – 4 minggu secara IM. Bila ditemukan gejala eksaserbasi awal

Page 31: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

pada pasien yang mendapat medikasi depot, penggunaan medikasi depot diteruskan

tetapi ditambah dengan pemberian medikasi oral atau tambahkan suntikan kecil depot

tambahan. 3,10,12

Psikoedukasi dalam fase ini bertujuan untuk mempersiapkan pasien kembali

pada kehidupan masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi

kognitif, pelatihan keterampilan sosial dan terapi vokasional, cocok diterapkan pada

fase ini. Pada fase ini pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan mengelola

gejala prodromal, sehingga mereka mampu mencegah kekambuhan berikutnya.13

Obat Antipsikotik

Kepustakaan sekarang membagi obat antipsikotik menjadi antipsikotiktipikal

(antipsikotik konvensional/antipsikotik klasik) dan antipsikotikatipikal

(novelantipsychotics), dimana terdapat perbedaan mekanisme kerja dan profil efek

samping di antara kedua golongan tersebut. 10,12

Tabel di bawah ini memperlihatkan klasifikasi antipsikotik yang umum

dipergunakan beserta dosis pemakaiannya. 12

Antipsikotik Group Kimia Dose Anjuran

(mg/hari p.o.)

Typical

Chlorpromazine (Largactil)

Thioridazine (Melleril)

Trifluoperazine (Stelazine)

Haloperidol (Serenace)

Pimozide (Orap Forte)

Phenothiazine (aliphatic)

Phenothiazine (piperidine)

Phenothiazine (piperazine)

Butyrophenone

Diphenilbutylpiperidine

150 – 600

150 – 600

10 – 15

5 – 15

2 – 4

Atypical

Page 32: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Clozapine (Clozaril)

Olazapine (Zyprexa)

Quetiapine (Seroquel)

Risperidone (Risperdal)

Sulpiride (Dogmatil Forte)

Dibenzodiazepine

Dibenzodiazepine

Dibenzothiazepine

Benzisoxazole

Benzamide

25 – 100

10 – 20

50 – 400

2 – 6

300 – 600

Mekanisme Kerja Antipsikotik

Antipsikotik tipikal mempunyai mekanisme kerja dengan memblokade

dopamin pada reseptor pascasinaptik di jalur limbik dan ekstrapiramidal otak.

Blokade ini dipikirkan memperantarai efikasi antipsikotik tipikal dalam kemampuan

mengurangi atau menghilangkan simtom positif psikotik.10,12

Efek terapetik antipsikotik atipikal dapat diterangkan dengan mekanisme kerja

sebagai berikut: 1) Blokade reseptor D2 pada jalur mesolimbik akan mengurangi

simptom positif; 2) Peningkatan pembebasan dopamin dan blokade reseptor 5 HT2A

pada jalur mesokortikal akan mengurangi simtom negatif; 3) Ikatan dengan reseptor

lain memberi kontribusi terhadap efikasi dalam pengobatan simtom kognitif, agresif

dan depresi; 4) Antagonisme 5 HT2A pada jalur nirostriatal akan mengurangi simtom

ekstrapiramidal dan diskinesia tardif; 5) Antagonisme 5 HT2A pada jalur tubulo

infundibular akan mengurangi hiperprolaktinemia.10,14

Profil Efek Samping Antipsikotik

Efek samping obat antipsikotik tipikal dapat berupa: Blokade reseptor dopamin-

2 (D2) pada jalur nigrostriatal menyebabkan simtom ekstrapiramidal, misalnya

distonia akut, akatisia, sindroma Parkinson (bradikinesia, rigiditas, restingtremor) dan

diskinesia tardif; Blokade reseptordopamin-2 (D2) pada jalur tuberoinfundibular

menyebabkan hiperprolaktinemia dengan manifestasi galaktorea, ginekomastia,

amenorea, impotensi, infertilitas dan kemungkinan percepatan osteoporosis; Blokade

Page 33: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

reseptor 1 menyebabkan hipotensi ortostatik, sedasi, dizziness, inhibisi ejakulasi dan

takikardia refleks; Blokade reseptor muskarinik/kolinergik (M1) menyebabkan mulut

kering, pandangan kabur (blurredvision), konstipasi, retensi urin, sedasi, hidung

tersumbat, ejakulasi tertunda atau retrograde, disfungsi memori, delirium, sinus

takikardia dan kurang berkeringat; Efek terhadap kardiovaskuler, misalnya perubahan

EKG (pelebaran kompleks QRS, perpanjangan interval QT), takikardia, aritmia dan

miokarditis; Efek terhadap hati, misalnya gangguan ringan terhadap tes fungsi hati

dan joundice kolestatik; Efek hematologis dapat bervariasi dari lekopeni sampai

agranulositosis; Menurunkan ambang kejang; Sindroma neuroleptika maligna, yaitu

suatu reaksi idiosinkrasi yang jarang, dengan karakteristik berupa hipertermia,

rigiditas otot, iritabilitas otonomik, perubahan tingkat kesadaran, peningkatan kadar

kreatinin dan fosfokinase serum; bersifat fatal pada 20% kasus. 10,11,12

Efek samping antipsikotik atipikal berbeda-beda tergantung dari jenisnya,

seperti sebagai berikut: Clozapine: Sedasi, hipersalivasi, efek antikolinergik, kenaikan

berat badan, hipotensi posturnal. Efek yang serius: Agranulositosis, lowered sizure

threshold; Olazapine: Kenaikan berat badan, sedasi, pening, efek antikolinergik;

Quetiapine: Somnolen, pening, konstipasi, hipotensi posturnal, mulut kering;

Risperidol: Insomnia, ansietas, agitasi; Amisulpride: Insomnia, ansietas, agitasi.10,15

Kontra Indikasi Antipsikotik

1. Riwayat alergi yang serius terhadap antipsikotik.

2. Pada pasien yang mengkonsumsi zat yang akan berinteraksi dengan

antipsikotik sehingga menyebabkan depresi susunan saraf pusat (SSP)

(misalnya alkohol, opioid, barbiturat, benzodiazepin) atau delirium

antikolinergik (misalnya skopolamin dan kemungkinan fensiklidin/PCP).

3. Resiko tinggi timbulnya kejang akibat organik atau idiopatik, misalnya

epilepsi (antipsikotik berpotensi menurunkan ambang kejang).

4. Glaukoma sudut sempit (pada penggunaan antipsikotik yang mempunyai efek

kolinergik yang bermakna).

Page 34: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

5. Penyakit hati (antipsikotik bersifat hepatotoksik).

6. Penyakit darah (antipsikotik bersifat hematotoksik); klozapin dikontra-

indikasikan pada pasien yang mempunyai riwayat netropeni atau

agranulositosis yang diinduksi obat dan penyakit mieloproliferatif).

7. Kelainan jantung (antipsikotik bersifat menghambat irama jantung).

8. Demam tinggi (antipsikotik bersifat mempengaruhi termolegulator di SSP).

9. Penyakit SSP (Parkinson, tumor otak, dan lain-lain). 12,14,15

Interaksi Obat

1. Antipsikotik + antipsikotik lain = potensiasi efek samping obat dan tidak ada

bukti lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat anti-psikotik).

2. Antipsikotik + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat

(hati-hati pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).

3. Antipsikotik + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus

dengan gejala agitasi dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive

therapy).

4. Antipsikotik + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat antipsikotik pada

pagi hari sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena

angka mortalitas yang tinggi.

5. Antipsikotik + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan

serangan kejang meningkat. Oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih

besar (dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah

obat antipsikotik Haloperidol.

6. Antipsikotik + antasida = efektivitas antipsikotik menurun disebabkan

gangguan absorpsi. 12

Pemilihan Obat Antipsikotik

Pada dasarnya semua obat antipsikotik mempunyai efekprimer (efek klinis)

yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efeksekunder (efek

Page 35: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Onset efek sekunder (sekitar 2 – 6 jam)

bisa mendahului onset efek primer (sekitar 2 – 4 minggu). 12

Tabel di bawah ini memperlihatkan beberapa obat antipsikotik dengan efek

sekundernya/efek sampingnya: 12

Antipsikotik Gg-Eq Dosis (mg/h) Sedasi OtonomikEks.

Piramidal

Chlorpromazine

Thioridazine

Perphenazine

Trifluoperazine

Fluphenazine

Haloperidol

Pimozide

Clozapine

100

100

8

5

5

2

2

25

150 – 1600

100 – 900

8 – 48

5 – 60

5 – 60

2 – 100

2 – 6

25 – 200

+++

+++

+

+

++

+

+

++++

+++

+++

+

+

+

+

+

+

++

+

+++

+++

+++

++++

++

Antipsikotik Gg-Eq Dosis (mg/h) Sedasi OtonomikEks.

Piramidal

Levomepromazine

Sulpiride

Risperidone

Quetiapine

Olazapine

25

200

2

100

10

50 – 300

200 – 1600

2 – 9

50 – 400

10 – 20

++++

+

+

+

+

++

+

+

+

+

+

+

+

+

+

Page 36: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan terapi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan

obat antipsikotik antara lain:

Gejala psikosis yang dominan, apabila gejalanegatif (afek tumpul, penarikan

diri, hipobulia, isi pikiran miskin) lebih menonjol dari gejalapositif (waham,

halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien skizofrenia, pilihan

obatantipsikotikatipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada pasien skizofrenia

yang tidak dapat mentolelir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai resiko

medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal. 10,12

Profil efek samping, misalnya pada contoh sebagai berikut: chlorpromazine dan

thioridazine yang efeksamping sedatifkuat terutama digunakan terhadap Sindrom

Psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan

pikiran, perasaan, dan perilaku. Sedangkan trifluoperazine, fluphenazine, dan

haloperidol yang efeksampingsedatiflemah digunakan terhadap Sindrom Psikosa

dengan gejala dominan apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan

inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi. Tapi obat terakhir ini paling mudah

menyebabkan timbulnya gejala ekstrapiramidal, pada pasien yang rentan terhadap

efek samping tersebut perlu digantikan dengan thioridazine (dosis ekivalen) dimana

efek samping ekstrapiramidalnya sangat ringan. Untuk pasien yang sampai timbul

“tardive dyskinesia” obat antipsikotik yang tanpa efek samping ekstrapiramidal

adalah clozapine. 10,12

Respons pengobatan terdahulu, apabila dalam riwayat penggunaan obat

antipsikotik sebelumnya, jenis obat antipsikotik tertentu yang sudah terbukti efektif

dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian

sekarang. 10,12

Kesukaan atau kecocokan pasien terhadap antipsikotik tertentu berdasarkan

pengalaman terdahulu. 12

Cara atau rute pemberian, pada kebanyakan kondisi, pasien mendapat terapi

dengan obat antipsikotik oral. Kebanyakan obat antipsikotik mempunyai waktu paruh

Page 37: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

panjang yang memungkinkan pemberian dosis sehari. Pada keadaan dimana pasien

menolak makan obat atau diperlukan onset yang sangat cepat, dapat diberikan obat

bermasa kerja pendek secara intra muscular (IM). Pemberian antipsikotik secara IM

menghasilkan kadar puncak plasma dalam 30 menit dan efek klinis dihasilkan

dalam 15 – 30 menit. Pemberian antipsikotik secara oral menghasilkan kadar puncak

plasma dalam waktu 1 – 4 jam. Dosis antipsikotik untuk pemberian IM adalah kira-

kira ½ dosis yang diberikan secara oral. 12,14

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. 2004. Konsep Psikoterapi Islam dalam Penyembujan Penderita

Skizofrenia Aksis IV (Telaah Teoritik). Diunduh pada tanggal 24 Januari 2011.

http://idb4.wikispaces.com/file/view/uf4005.1.pdf

2. Anonymous. 2007. Skizofrenia dapatkah disembuhkan. Diunduh pada tanggal 24

Januari 2011. http://drliza.wordpress.com/2007/12/01/skizofrenia-dapatkah-

disembuhkan/.

3. Bahar Ernaldi. Materi Pengajaran Pemeriksaan Psikiatrik, Klasifikasi Diagnostik,

dan Gangguan Psikiatrik Utama. Palembang: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-

Unsri. 1985.

Page 38: 216320286 Crs Skizofrenia Paranoid Tinjauan Pustaka

4. Saddock BJ, Saddock VA. Schizophrenia In:Kaplan & Saddock’s Synopsis of

Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. New York:

Lippicontt Williams & Wilkins. 2007.

5. Maramis, W.E. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Erlangga University Press.

Surabaya 2005.

6. Paul, Jhon. Skizofrenia. Diunduh tanggal 26 Januari 2011. http://www. Medical

news.com/

7. Luana. Skizofrenia. EGC. Jakarta.2007.

8. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. FK Unika

Atmajaya.Jakarta.2007