copy of hepcidin pada anemia penyakit kronis

24
HEPCIDIN PADA ANEMIA AKIBAT PENYAKIT KRONIS PENDAHULUAN Anemia akibat penyakit kronis (Anemia of Chronic Disease = ACD) menduduki urutan kedua terbanyak pada insidensi anemia setelah anemia defisiensi besi, 1,2,3,4, bahkan merupakan jenis anemia yang tersering pada penderita dengan penyakit kronis. 3,5 Kejadian anemia akibat penyakit kronis ini tidak lepas dari homeostasis besi. Besi adalah elemen yang esensial bagi tubuh. Namun karena potensi toksisitasnya maka regulasi kadar besi bebas dalam tubuh harus ketat. Regulasi besi terutama terjadi pada enterosit duodenum dan makrofag yang mengendalikan kadar besi serum melalui kecepatan sel-sel tersebut mengekspor besi. Pengendalian regulasi besi pada sel-sel ini terutama diatur oleh hepcidin yang berfungsi mencegah ekspor besi selluler. 6,7 Salah satu patomekanisme sentral terjadinya anemia akibat penyakit kronis adalah peningkatan ekspresi hepcidin. 1,7,8,9 Oleh karena itu, memahami jalur hepcidin dalam homeostasis besi dapat menjadi rujukan pertimbangan dalam menangani anemia akibat penyakit kronis yang tidak dapat ditangani penyakit dasarnya, bahkan beberapa jenis penyakit darah yang berkaitan dengan kadar besi serum, baik yang berlebih maupun yang kurang. 1

Upload: asnirahayu9020

Post on 18-Nov-2015

42 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

hematologi

TRANSCRIPT

HEPCIDIN PADA ANEMIA AKIBAT PENYAKIT KRONIS

PENDAHULUANAnemia akibat penyakit kronis (Anemia of Chronic Disease = ACD) menduduki urutan kedua terbanyak pada insidensi anemia setelah anemia defisiensi besi,1,2,3,4, bahkan merupakan jenis anemia yang tersering pada penderita dengan penyakit kronis.3,5 Kejadian anemia akibat penyakit kronis ini tidak lepas dari homeostasis besi.Besi adalah elemen yang esensial bagi tubuh. Namun karena potensi toksisitasnya maka regulasi kadar besi bebas dalam tubuh harus ketat. Regulasi besi terutama terjadi pada enterosit duodenum dan makrofag yang mengendalikan kadar besi serum melalui kecepatan sel-sel tersebut mengekspor besi. Pengendalian regulasi besi pada sel-sel ini terutama diatur oleh hepcidin yang berfungsi mencegah ekspor besi selluler.6,7Salah satu patomekanisme sentral terjadinya anemia akibat penyakit kronis adalah peningkatan ekspresi hepcidin.1,7,8,9 Oleh karena itu, memahami jalur hepcidin dalam homeostasis besi dapat menjadi rujukan pertimbangan dalam menangani anemia akibat penyakit kronis yang tidak dapat ditangani penyakit dasarnya, bahkan beberapa jenis penyakit darah yang berkaitan dengan kadar besi serum, baik yang berlebih maupun yang kurang.Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa, selain karena kerusakan genetik yang menyebabkan rusaknya daya respon ferroportin (ferroportin disease), kerusakan genetik yang menyebabkan defisiensi hepcidin juga merupakan dasar patologis pada sebagian besar penyakit hemokromatosis herediter. Keterlibatan hepcidin sebagai pusat regulasi besi menyebabkan pemeriksaan hepcidin akan berguna dalam diagnosis, terapi dan pemantauan hasil terapi.7,8

Berikut adalah gambar 1 yang menjelaskan homeostasis besi dalam tubuh :

Keterangan gambar 1 : (A) menggambarkan mekanisme absorbsi Fe melalui enterosit. Besi heme (Fe2+) segera diabsorbsi masuk ke enterosit melalui DMT 1 (divalent metalo transporter-1) yang terdapat pada apeks enterosit. Besi non-heme (Fe3+) direduksi oleh enzim ferrireduktase menjadi Fe2+ agar dapat melalui DMT1. Fe2+ keluar dari enterosit menuju plasma melalui gerbang khusus Fe2+ yang disebut ferroportin yang terdapat pada basal enterosit. Fe2+ kemudian dioksidasi menjadi Fe3+ dan diikat oleh transferrin menjadi kompleks ferri-transferrin (Fe-TF). (C) Fe-TF sebagian kecil ke hepar namun mekanisme impor maupun ekspor Fe dalam hepatosit belum dimengerti dengan baik. (D) Sebagian besar Fe-TF dibawa ke sumsum tulang untuk pembuatan eritrosit. Dua molekul Fe-TF diikat oleh TFR1 (transferring receptor 1) yang terdapat pada permukaan eritrosit kemudian mengalami internalisasi dalam endosom. Dalam endosom Fe3+ akan terlepas dari transferrin dan direduksi oleh STEAP3 (suatu ferriredukatase) menjadi Fe2+ yang akan keluar dari endosom melalui ferroportin menuju sitoplasma yang kemudian dibawa ke mitokondria sebagai bahan baku pembuatan heme. (B) Eritrosit difagosit oleh makrofag terutama di spleen. Fe dari eritrosit dapat kembali ke plasma melalui ferroportin pada membran sel makrofag. Fe2+ yang keluar melalui ferroportin kemudian dioksidasi oleh enzim ferro-oksidase pada permukaan sel makrofag menjadi Fe3+ yang akan diikat oleh transferrin.HEPCIDINHepcidin, yang juga dikenal dengan nama LEAP1 (liver-expressed antimicrobial peptida-1), adalah hormon yang diproduksi oleh hepar yang mengatur homeostasis besi. Selain itu, hepcidin juga merupakan mata rantai yang penting antara host defense dan metabolisme besi.7 Hepcidin pertama kali diisolasi dari darah oleh Krause dkk. pada tahun 2000 dan kemudian diisolasi dari urine oleh Park dkk. pada tahun 2001. Hepcidin disekresi masuk ke sirkulasi dan mengatur penyediaan zat besi melalui kerjanya pada ferroportin, yaitu dengan terikat pada ferroportin di permukaan sel yang akan memicu internalisasi ferroportin, baik yang ada pada permukaan enterosit maupun yang terletak pada permukaan makrofag serta hepatosit, dan kemudian ferroportin didegradasi. Hal ini dapat menyebabkan terhentinya penyediaan zat besi sehingga terjadi penurunan kadar besi serum.8,9,10,11Hepcidin disintesa di hati dalam bentuk propeptida yang terdiri dari 84 asam amino dan dikonversi ke peptida-peptida mature yang terdiri dari 20, 22, atau 25 asam amino namun yang memiliki aktivitas biologik adalah 25-AA hepcidin.8,9,11,12,13 Baru-baru ini ditemukan bahwa, selain disintesis di hati, hepcidin juga dapat disintesis oleh sel lemak, kardiomiosit, netrofil dan makrofag yang telah tersensitisasi oleh bakteri namun dalam kadar yang sangat rendah.7,8 Hepcidin mempunyai berat molekul yang kecil dan oleh karena ukurannya yang kecil ini maka hepcidin dapat lolos pada filtrat glomerulus sehingga dapat ditemukan di urine.9Secara struktural, 25-AA hepcidin merupakan peptida berbentuk jepit rambut dengan 8 sistein yang membentuk 4 ikatan disulfida dalam konfigurasi yang menyerupai tangga. Struktur ini mirip dengan sebagian besar peptida antimikroba dan secara in-vitro hepcidin memiliki aktivitas antimikroba yang ringan.8,14

STRUTUR HEPCIDINMekanisme kerja hepcidin dapat dilihat pada gambar 2 berikut :

Keterangan gambar 2 : (A) hepcidin yang diproduksi oleh hepar mengunci ferroportin yang terletak pada basal enterosit dan membran sel makrofag, menginternalisasi dan mendegradasi ferroportin tersebut sehingga pintu gerbang untuk ekspor Fe menuju plasma berkurang. (B) Menggambarkan 3 kelas gangguan yang mempengaruhi aksis regulasi hepcidin/ferroportin yang menyebabkan hemokromatosis. Kelas 1 : terdapat defek pada gen hepcidin (HAMP = hepcidin anti-microbial peptida) yang menyebabkan tidak terbentuknya hepcidin fungsional. Kelas 2 : defek terjadi pada gen HFE (hemochromatosis iron protein), TFR2 (transferrin receptor 2) atau pada HFE2 (hemojuvelin) sehingga mengganggu regulasi hepatic yang normal terhadap produksi hepcidin. Kelas 3 : defek yang terjadi pada SLC40A1 (ferroportin) yang akan mengganggu regulasi besi oleh hepcidin.

Hepcidin diekskresi melalui ginjal dan proses proteolisisnya dilakukan oleh furin terhadap prohormon dari hepcidin.9 Kadar hepcidin tinggi pada kelainan genetik misalnya pada gen Tmprss6 (transmembrane serine protease) yang terutama terekspresi di hati. Gen ini mengkode inhibisi hepcidin sehingga kelainan pada gen ini akan menyebabkan kadar hepcidin meningkat. Peningkatan produksi hepcidin juga dipengaruhi oleh pemberian lipopolisakarida, inflamasi, kadar besi yang tinggi, dan penurunan aktivitas eritropoesis.7,8,9Kadar hepcidin yang rendah terdapat pada beberapa kelainan genetik yang menyebabkan penyakit hemokromatosis herediter, diantaranya adalah pada mutasi gen HFE (suatu mehochromatosis iron protein), TfR2 (transferrin receptor-2), dan HAMP (hepcidin anti-microbial peptide) yang bersifat autosomal resesif, dan mutasi pada gen ferroportin yang bersifat autosomal dominan. Penurunan produksi hepcidin dipengaruhi oleh kondisi hipoksia, kadar zat besi yang rendah, aktivitas eritropoesis yang meningkat, dan peningkatan kadar eritropoetin.7,8,9 Sedangkan tirosin kemudian akan mempengaruhi interaksi ikatan IRP/IRE (iron regulatory protein/iron responsive elements) sehingga memicu pembentukan ferritin.8

MEKANISME REGULASI HEPCIDINHingga saat ini terdapat empat jalur yang diketahui mempengaruhi produksi hepcidin hati, yaitu :71. Regulasi yang dipicu oleh aktivitas eritropoesisEritropoesis dikendalikan oleh produksi eritropoetin oleh ginjal. Hipoksia dapat menginduksi peningkatan produksi eritropoetin.7 Ekspresi hepcidin tampaknya sangat sensitif terhadap aktivitas eritroid bone marrow. Eritropoetin meningkatkan jumlah prekursor eritroid. Hal ini menyebabkan meningkatnya up-take besi sehingga saturasi besi menurun. Saturasi transferrin yang rendah ini akan menyebabkan down-regulation hepcidin melalui mekanisme regulasi yang berkaitan dengan cadangan besi.14 Fenomena ini juga terlihat pada hasil penelitian oleh Kanda dkk.10 Penderita penyakit ginjal kronis yang mendapat terapi eritropoetin rumatan seringkali memperlihatkan kondisi defisiensi besi fungsional dimana saturasi transferrinnya rendah namun kadar ferritin serumnya normal atau tinggi.14 Down-regulation hepcidin lainnya melalui kondisi hipoksia yaitu melalui HIF1 (hypoxia-inducible transcription factor 1) yang bertindak sebagai repressor saat terikat dengan promoter hepcidin.9 Kondisi defisiensi besi dan hipoksia dapat menstabilkan HIF1 yang akan meningkatkan kadar furin dan sHJV (soluble hemojuvelin) yang akan mengganggu sinyal BMP (bone morphogenetic protein) secara kompetitif. Hal ini menyebabkan terganggunya transkripsi hepcidin.92. Regulasi yang berkaitan dengan cadangan besiPeningkatan saturasi transferrin akan meningkatkan kompleks ikatan TF-TfR1 dan meningkatkan kadar TfR2. TfR2 ini akan berikatan dengan HFE (suatu protein hemokromatosis) membentuk kompleks TfR2/HFE yang akan memberi sinyal untuk peningkatan pelepasan hepcidin. Hepcidin yang diproduksi akan mengunci ferroportin sehingga terjadi penurunan regulasi besi dari tempat penyimpanan ke plasma. Sebaliknya, bila saturasi transferrin menurun maka TfR1 akan berikatan dengan HFE. Ikatan ini akan menyebabkan transkripsi hepcidin menurun.7 Sintesis hepcidin pada tikus mengalami peningkatan dalam waktu 1 hari setelah pemberian diet sarat besi8 atau loading besi secara kronis dan konsentrasi hepcidin urin pada manusia juga sangat meningkat dalam waktu kurang dari sehari setelah diet besi.8,11 3. Regulasi yang berkaitan dengan inflamasiPada inflamasi terjadi pelepasan lipopolisakarida (LPS) dan IL-6. Keduanya menginduksi hepatosit untuk memproduksi hepcidin. Induksi hepcidin oleh IL-6 dimediasi oleh STAT3 (signal transducer & activator of transcription) binding-site.9 STAT3 akan menginduksi pembentukan hepcidin. Pada percobaan yang dilakukan pada manusia, terdapat peningkatan ekskresi hepcidin di urin sebesar 7,5 kali lipat hanya dalam waktu beberapa jam setelah pemberian infus IL-6. Fenomena ini diikuti dengan penurunan kadar besi serum sebesar 30% dan penurunan saturasi transferrin. Demikian juga pada tikus normal yang diberi induksi inflamasi berupa penyuntikan turpentine, namun respon ini tidak terjadi pada tikus yang menderita penyakit-penyakit defisiensi hepcidin maupun yang defisiensi IL-6. Namun demikian, data-data terbaru dari percobaan-percobaan terhadap tikus menunjukkan bahwa sitokin-sitokin lain yaitu IL-1, TGF-, dan BMP 2,4 dan 9 juga meregulasi sintesis hepcidin.8 4. Suatu jalur sinyal mandatoryTranskripsi hepcidin juga bergantung pada keberadaan SMAD4 (mothers against decapentaphlegic homologue), hemojuvelin, dan BMP (Bone Morphogenetic Proteins). SMAD4 adalah protein esensial yang hanya ada dalam hepatosit yang berperan mengaktivasi SMAD. SMAD merupakan sinyal perantara untuk pembentukan hepcidin. Pengikatan SMAD4 terhadap promoter hepcidin menyebabkan meningkatnya hepcidin. Terikatnya SMAD4 pada promoter hepcidin ini sebagai respon terhadap signal dari jalur BMP. Hemojuvelin (membran hemojuvelin) adalah suatu protein yang diproduksi di hati dan bertindak sebagai co-receptor BMP untuk menstimulasi transkripsi hepcidin melalui jalur SMAD4. Mutasi pada gen yang mengkode hemojuvelin ini dapat terlihat pada penderita juvenile hemochromatosis.7Gambar 3 berikut adalah skema regulasi hepcidin sebagaimana dijelaskan di atas.

KETERANGAN GAMBAR : HIF = hypoxia inducible factor, EPO = eritropoetin, TfR = transferrin receptor, sTfR = soluble sTfR, JAK = janus kinase, STAT = signal transducer & activator of transcription, HJV = hemojuvelin, 2M =2 mikroglobulin, BMPR = bone morphogenetic protein receptor, CBP =CREB binding protein, HNF = hepatic nuclear factor, HFE = hemochromatosis iron protein, P = phosphate, SMAD = mothers against decapentaphlegic homologue (drosophila), gp = glikoprotein, TGF = transforming growth factor, USF = upstream stimulation factor, E = E-box, HAMP = hepcidin anti-microbial peptida gene, CE-9 = conserved element 9

Setelah disekresi ke dalam sirkulasi oleh hepatosit, hepcidin kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui urine. Pada percobaan pada tikus, onset kerjanya dalam menurunkan kadar besi serum adalah 4 jam dengan duration-of-action dapat bertahan melebihi 48 jam.7 Percobaan lain pada tikus bahkan memperlihatkan bahwa penyuntikan hepcidin dapat menurunkan kadar besi sebesar 75% dalam waktu 1 jam setelah penyuntikan.8LABORATORIUM HEPCIDINPengukuran hepcidin dilakukan pada sampel serum maupun urine dengan menggunakan teknik antibody-based hepcidin assay atau mass spectrometry-based hepcidin assay. Pada pemeriksaan hepcidin serum kepekaan terendah adalah 5 ng/ml dan terdapat perbedaan nilai normal antara laki-laki dan perempuan, yaitu 29-254 ng/ml untuk laki-laki dan 16-288 ng/ml untuk perempuan.13 Pemeriksaan hepcidin belum tersedia secara luas. Hingga saat ini yang banyak beredar secara komersial adalah pemeriksaan kadar prohepcidin. Pemeriksaan dengan teknik ELISA yang memakai antibody untuk mendeteksi prohepcidin mempunyai nilai diagnostik yang masih kontroversi sebab kurangnya korelasi yang jelas terhadap hepcidin dan beberapa penelitian menunjukkan hasil yang tidak responsive terhadap regulator-regulator hepcidin.7,11,13 Surface-enhanced laser desorption/ionization time-of-flight mass spectrometry (SELDITOF MS)-based assay mendeteksi ketiga isoform hepcidin yang telah dikenal. Dapat dilakukan pada sampel serum maupun urine. Pelaksanaannya cepat namun sulit sebab selain alat pemeriksaannya tidak tersedia secara luas, juga harus dilakukan dengan prosedur on-spot. Loss hepcidin jauh lebih kecil dan memiliki hepcidin analog sebagai baku internal.ANEMIA AKIBAT PENYAKIT KRONISAnemia akibat penyakit kronis (Anemia of Chronic Disease = ACD), atau yang disebut juga anemia akibat inflamasi, adalah suatu anemia akibat mekanisme imunitas yang menyebabkan gangguan pemanfaatan besi sehingga terjadi kondisi dimana besi fungsional (hemoglobin) kadarnya rendah namun besi jaringan (ferritin) kadarnya normal atau tinggi.15 Jadi tonggak dari patofisiologi ACD adalah gangguan pada homeostasis besi, yaitu retensi besi dalam enterosit dan sel-sel sistim retikuloendotelial yang menyebabkan berkurangnya besi untuk proses eritropoesis.1,3,5,8Mekanisme lain yang terganggu oleh karena sistim imunitas ini adalah timbulnya resistensi terhadap eritropoetin, inhibisi produksi eritropoetin, dan pemendekan usia eritrosit yang turut memberi peran terhadap terjadinya ACD.1,2,3,8 ACD merupakan gangguan homeostasis besi yang didapat. Kondisi ini dapat ditimbulkan oleh infeksi, keganasan, kegagalan organ, trauma, atau penyebab inflamasi lainnya. 5 Derajat anemia pada ACD umumnya berkisar dari ringan sampai dengan tingkat sedang. Eritrositnya mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda defisiensi besi, namun dasar etiologinya terkait pada homeostasis besi.1,3,8,9Mekanisme patofisiologinya adalah pada :11. Disregulasi homeostasis besiPada ACD terjadi pelepasan LPS dan IL-6 yang akan menginduksi hepatosit untuk memproduksi hepcidin. Hepcidin ini akan mengikat ferroportin, menginduksi internalisasinya dan degradasi dari ferroportin ini sehingga terjadi hambatan ekspor besi dari enterosit dan makrofag ke serum. Selain itu IL-1, IL-6 dan IL-10 mengaktivasi sintesis ferritin sehingga Fe fungsional berubah menjadi Fe non-fungsional. Semua disregulasi ini membawa ke hasil akhir penurunan kadar besi serum namun kadar ferritin meningkat. Wibawa dkk. tidak menemukan hubungan bermakna antara kadar IL-6 dan kadar besi serum, diduga hal ini disebabkan oleh gradasi inflamasi.5 Hal lain yang turut menyebabkan penurunan kadar besi serum adalah kompetisi eritroid dan kuman dalam pemakaian besi.1 Di lain pihak, penguncian ferroportin oleh hepcidin meningkatkan innate immunity terhadap invasi patogen.92. Gangguan proliferasi sel-sel progenitor eritroidInterferon-, -, -, TNF-, dan interleukin-1 merusak proses proliferasi dan differensiasi prekursor eritroid, yaitu erythroid burst-forming units dan erythroid colony-forming units. Proses ini nampaknya berkaitan dengan down-regulasi dari ekspresi reseptor eritropoetin pada sel progenitor, kerusakan pembentukan dan aktivitas eritropoetin, dan berkurangnya ekspresi faktor prohematopoetik lainnya, misalnya faktor stem cell. Selain it, sitokin menginduksi pembentukan radikal bebas yang memberikan efek toksik terhadap sel-sel progenitor.13. Menurunnya respon terhadap eritropoetinAktivitas eritropoetin berbanding terbalik dengan oksigenasi jaringan dan kadar hemoglobin. IL-1 dan TNF-, selain mengganggu proses proliferasi dan differensiasi prekursor eritroid, juga menghambat produksi eritropoetin. Hal ini mungkin berkaitan dengan pembentukan reactive oxygen species yang dipicu oleh sitokin-sitokin. Reactive oxygen species ini kemudian akan mempengaruhi afinitas erythropoietin-inducing transcription factors dan juga merusak sel-sel penghasil eritropoetin. Respon terhadap eritropoetin semakin berkurang oleh karena efek sitokin proinflamasi terhadap sel-sel progenitor eritroid, down-regulasi reseptor eritropoetin, dan kurangnya kadar Fe untuk pembentukan eritrosit.14. Penurunan survival dari eritrositPenurunan survival eritrosit oleh karena TNF- yang menginduksi makrofag untuk memfagositosis eritrosit lebih dini. Selain itu sitokin-sitokin, toksin bakteri dan radikal bebas dapat memperpendek life-span eritrosit.1, 5Seperti telah dijelaskan, bahwa karakteristik dari ACD adalah peningkatan cadangan besi, kadar besi serum yang rendah, dan sideroblast pada pada bone marrow. Secara ringkas, beberapa mekanisme kerja sitokin yang menyebabkan ACD adalah sebagai berikut :1. Aktivasi sel T (CD3+) dan monosit yang akan menginduksi mekanisme efektor imun sehingga memproduksi sitokin misalnya interferon- (oleh sel T) dan IL-1, IL-6, IL-10 dan TNF (diproduksi oleh monist dan makrofag)2. IL-6 dan lipopolisakarida menstimulasi produksi protein fase akut hepcidin yang akan bekerja mengunci ferroportin pada enterosit maupun makrofag.3. IFN, TNF maupun lipopolisakarida meningkatkan ekspresi DMT1 pada makrofag; sementara IFN maupun lipopolisakarida juga menyebabkan down-regulasi ferroportin pada makrofag (proses ini juga dipengaruhi oleh hepcidin).4. IL10 meningkatkan ekspresi reseptor transferrin sehingga meningkatkan internalisasi transferrin yang mengikat besi ke dalam monosit5. TNF merusak membrane sel eritrosit dan menstimulasi kemampuan fagositosis makrofag sehingga menurunkan usia eritrosit.6. TNF, IL-1, IL-6, dan IL-10 menginduksi ekspresi ferritin dan menstimulasi retensi besi dalam makrofag7. TNF dan IFN menghambat produksi eritropoetin di ginjal8. IFN, TNF dan IL-1 secara langsung menghambat diferensiasi dan proliferasi sel progenitor eritroid (erythroid BFU & erythroid CFU).9. IL-1 & TNF secara langsung menghambat ekspresi eritropoetinDIAGNOSIS ANEMIA AKIBAT PENYAKIT KRONISAnemia akibat penyakit kronis umumnya ringan-sedang. Gejala-gejala yang timbul ditutupi oleh penyakit dasarnya. Berat ringan gejala umumnya tergantung pada penyakit dasarnya, sehingga diagnosis bergantung pada pemeriksaan laboratorium.15,16 Anemia akibat penyakit kronis umumnya normokromik normositik, meskipun beberapa pasien dapat mengalami anemia hipokromik mikrositik. Hitung retikulosit normal atau menurun dan bisa terdapat leukositosis. Yang khas adalah kadar Fe serum yang rendah tanpa peningkatan TIBC sebagaimana pada anemia defisiensi. Kadar ferritin meningkat. Terkadang didapatkan kondisi anemia defisiensi besi pada anemia akibat penyakit kronis. Pada kondisi ini, diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan rasio sTfR/log ferritin, yang meningkat pada anemia defisiensi atau anemia akibat penyakit kronis yang disertai anemia defisiensi namun menurun pada anemia akibat penyakit kronis.15,16Berikut algoritma diagnosis banding antara ACD, anemia defisiensi besi dan ACD yang disertai anemia defisiensi besi.1

Singkirkan penyebab anemia lainnyaANEMIASaturasi transferrin 2ACDACD & IDAIDAsTfR/logferritin 100 ng/mlBukti inflamasi secara klinis atau laboratorisFerritin 30-100 ng/mlFerritin