referat sinusitis kronis

36
BAB I PENDAHULUAN Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus disebut maltisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid lebih jarang lagi (FKUI, 2010). Sinusitis kronis adalah kondisi umum di mana rongga di sekitar hidung (sinus) meradang dan bengkak setidaknya 12 minggu, meskipun telah dilakukan upaya pengobatan. Sinusitis kronis disebut juga sebagai rinosinusitis kronis. Kondisi ini mengganggu drainase dan menyebabkan lendir menumpuk. Pasien dengan sinusitis kronis, biasanya sulit untuk bernapas melalui hidung. Daerah sekitar mata dan wajah mungkin terasa bengkak, dan pasien biasanya mengalami nyeri wajah yang berdenyut atau sakit kepala. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh infeksi, tetapi juga dapat disebabkan adanya pertumbuhan pada sinus (polip hidung) atau deviasi septum hidung. Sinusitis kronis paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan setengah baya, juga dapat mempengaruhi anak-anak. 1

Upload: hani-akbar

Post on 14-Sep-2015

54 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus disebut maltisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid lebih jarang lagi (FKUI, 2010).

Sinusitis kronis adalah kondisi umum di mana rongga di sekitar hidung (sinus) meradang dan bengkak setidaknya 12 minggu, meskipun telah dilakukan upaya pengobatan. Sinusitis kronis disebut juga sebagai rinosinusitis kronis. Kondisi ini mengganggu drainase dan menyebabkan lendir menumpuk. Pasien dengan sinusitis kronis, biasanya sulit untuk bernapas melalui hidung. Daerah sekitar mata dan wajah mungkin terasa bengkak, dan pasien biasanya mengalami nyeri wajah yang berdenyut atau sakit kepala. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh infeksi, tetapi juga dapat disebabkan adanya pertumbuhan pada sinus (polip hidung) atau deviasi septum hidung. Sinusitis kronis paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan setengah baya, juga dapat mempengaruhi anak-anak.Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena bisa menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati (FKUI, 2010).BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASALAda empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung.Sinus MaksilaSinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum etmoid.Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitus.Sinus FrontalSinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang. Tidak adanya gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior.Sinus EtmoidDari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita, karenanya seringkali disebut sel-sel etmoid. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.Sinus SfenoidSinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.Kompleks Ostio-MeatalPada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Namun ada beberapa pendapat yang dicetuskan mengenail fungsi sinus paranasal yakni :1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung.Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.

2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

3. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.

4. Membantu resonansi suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udaraFungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus6. Membantu produksi mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

2.2. DEFINISI SINUSITISSinusitis kronis adalah kondisi umum di mana rongga di sekitar hidung (sinus) meradang dan bengkak setidaknya 12 minggu, meskipun telah dilakukan upaya pengobatan.Sinusitis kronis disebut juga sebagai rinosinusitis kronis. Kondisi ini mengganggu drainase dan menyebabkan lendir menumpuk. Pasien dengan sinusitis kronis, biasanya sulit untuk bernapas melalui hidung. Daerah sekitar mata dan wajah mungkin terasa bengkak, dan pasien biasanya mengalami nyeri wajah yang berdenyut atau sakit kepala.Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh infeksi, tetapi juga dapat disebabkan adanya pertumbuhan pada sinus (polip hidung) atau deviasi septum hidung. Sinusitis kronis paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan setengah baya, juga dapat mempengaruhi anak-anak.2.3. ETIOLOGI

Saat ini, studi etiologi sinusitis semakin berfokus pada obstruksi ostiomeatal, alergi, polip, kondisi immunodefisiensi, dan penyakit gigi. Mikroorganisme yang lebih sering dikenal sebagai penyebab sekunder. Setiap proses penyakit atau toksin yang mempengaruhi silia memiliki efek negatif pada sinusitis kronis. Keterlibatan bakteriBakteri yang menjadi penyebab sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut. Berikut ini adalah bakteri-bakteri yang pernah dilaporkan dalam sampel yang didapatkan melalui endoskopi atau pungsi sinus pada pasien dengan sinusitis kronis:a. Staphylococcus aureus, baik strain yang merespon methicillin dan yang resisten terhadao methicillin.

b. Staphylococci koagulasi-negatif

c. H. influenza

d. M. catarrhalis

e. S. pneumoniae

f. Streptococcus intermedius

g. Pseudomonas aeuginosa

h. Nocardia sp

i. Bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Prevotella, Porphyromonas, Bacteroides, Fusobacterium sp). Rhinogenik

Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain. Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang. Dentogenik/odontogenik

Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar). Bakteri penyebab adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.Sinusitis dentogen merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan periondontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria anaerob. Seringkali juga diperlukan irigasi sinus maksila. Keterlibatan jamur.

Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang jarang ditemukan. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus, neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesis Aspergillus dan Candida.Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti berikut: Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih keabu-abu pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi bentuk yang invasif dan non-invasif.Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen. Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakain steroid yang lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik.Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejala-gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni jamur.

Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang.Sering mengenai sinus maksila. Gejala klinik merupai sinusitis kronik berupa rinore purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di dalam sinus.

Jamur-jamur berikut ini telah dilaporkan dalam sampel yang didapatkan dengan endoskopi atau pungsi sinus pada pasien dengan sinusitis kronis:a. Aspergillus sp

b. Cryptococcus neoformans

c. Candida sp

d. Sporothrix schenckii

e. Alternaria sp.

2.4. EPIDEMIOLOGI

a. Frekuensi

Prevalensi sinusitis kronis di Amerika Serikat adalah 146 per 1000 populasi. Tanpa alasan yang belum diketahui, insidensi penyakit ini meningkat setiap tahunnya. Sinusitis kronis merupakan penyakit paling umum kelima yang diobati dengan antibiotik. Sebanyak 64% pasien dengan AIDS mengalami sinusitis kronis. Sinusitis kronis umumnya dijumpai pada daerah dengan kadar polusi atmosfer yang tinggi. Pada bagian Hemisfer Utara yang beiklim basah bersamaan dengan konsentrasi serbuk sari yang tinggi dikaitkan dengan prevalensi sinusitis yang lebih tinggi.b. Usia

Sinusitis kronis menyerang semua kelompok usia.2.5. PATOFISIOLOGI

Sekresi didalam sinus yang terhambat dapat dipicu oleh (a) obstruksi mekanikal pada kompleks ostiomeatal yang disebabkan oleh faktor anatomi, atau (b) edema mukosa yang disebabkan oleh berbagai etiologi (misalnya infeksi viral akut atau rhinitis alergi).Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila klirens silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme patogen.Stagnasi lendir di sinus membentuk media yang kaya untuk pertumbuhan berbagai patogen. Tahap awal sinusitis yang sering adalah infeksi virus yang umumnya berlangsung hingga 10 hari dan benar-benar sembuh dalam 99% kasus. Namun, sejumlah kecil pasien dapat mengembangkan infeksi bakteri akut sekunder yang umumnya disebabkan oleh bakteri aerobik (misalnya, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis). Awalnya, sinusitis akut yang dihasilkan hanya melibatkan satu jenis bakteri aerobik. Dengan kegigihan infeksi flora campuran, organisme anaerob, dan, kadang-kadang jamur, memberikan kontribusi untuk patogenesis, dengan bakteri anaerob yang berasal dari oral sering akhirnya mendominasi. Dalam satu studi, perubahan bakteri yang ditunjukkan dengan endoskopi aspirasi berulang pada pasien dengan sinusitis maksila. Sebagian besar kasus sinusitis kronis disebabkan oleh sinusitis akut, baik yang tidak diobati atau yang tidak merespon pengobatan.Peran bakteri dalam patogenesis sinusitis kronis saat ini sedang ditinjau kembali. Infeksi sinus yang berulang-ulang dan persisten dapat berkembang pada orang dengan kondisi immunodefisiensi parah bawaan atau yang didapati, atau pada cystic fibrosis.Bila terjadi edema kompleks osteomeatal (KOM), mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan ostium tersumbat. Akibat terjadinya tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi yang awalnya serous. Kondisi seperti ini bisa dianggap rinosinusistis non-bakterial. Bila kondisi ini menetap, lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Keadaan ini disebut rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.Pemikiran saat ini mendukung bahwa rinosinusitis kronis adalah penyakit inflamasi dominan yang multifaktorial. Faktor pembaur yang mungkin berkontribusi terhadap peradangan adalah sebagai berikut:

a. Infeksi persisten (termasuk biofilm dan osteitis)

b. Alergi dan gangguan imunologi lainnya

c. Faktor intrinsik saluran nafas bagian atas

d. Superantigen

e. Koloni jamur yang menyebabkan peradangan dan mempertahankan eosinofil

f. Kelainan metabolik seperti sensitivitas pada aspirin.Semua faktor ini dapat memainkan peran dalam gangguan sistem transportasi mukosiliar intrinsik. Hal ini karena perubahan pada patensi sinus ostia, fungsi silia, atau kualitas sekresi yang menyebabkan stagnasi sekresi, penurunan kadar pH, dan menurunkan tekanan oksigen dalam sinus. Perubahan ini menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri yang, pada gilirannya memberikan kontribusi dalam meningkatkan peradangan mukosa.Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik dan penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, di mana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.2.6. GEJALA KLINIS Gejala klinis yang muncul karena sinusitis kronis dapat berupa:

a. Obstruksi nasal

b. Pilek, dengan secret berwarna kehijauan atau kuning.

c. Bekrurangnya penciuman.

d. Nyeri pada sinus yang terkena. Namun, rasa sakit pada sinusitis kronis tidak selalu menjadi hal utama (berbeda dengan sinusitis akut). Dalam banyak kasus, keluhan lebih kepada rasa penuh pada wajah atau rasa sedikit tidak nyaman pada wajah dibandingkan rasa nyeri.

Gejala-gejala lain yang terkadang dijumpai:

a. Sakit kepala

b. Nafas yang bau

c. Sakit gigi

d. Batuk

e. Rasa adanya tekanan atau rasa penuh di telinga

f. Kelelahan.

Gejala-gejala pada anak-anak yang dapat dijumpai:

a. Iritabilitas

b. Mendengkur

c. Bernafas dengan mulut

d. Sulit makan

e. Suara hidung.

2.7. DIAGNOSIS

a. Anamnesis

Berikut ini adalah hal-hal yang sering dikeluhkan pasien ketika sesi anamnesa.

Hidung pilek

Adanya ingus

Beagian belakang hidung dan tenggorokan terasa ada lendir

Rasa penuh, tidak nyaman, dan nyeri pada wajah

Sakit kepala

Batuk kronis yang tidak produktif (sering pada anak-anak)

Penghiduan berkurang atau tidak ada sama sekali

Sakit tenggorokan

Nafas berbau busuk

Rasa lelah

Mudah lelah

Tidak selera makan

Asma

Sakit gigi (gigi bagian atas)

Gangguan penglihatan

Bersin-bersin

Telinga tersumbat

Demam tanpa sebab yang diketahui.b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik akan dijumpai hal-hal berikut ini.

Pada palpasi sinus akan dijumpai adanya pembengkakan dan rasa nyeri, khususnya pada bagian sinus frontal dan maksila

Pada pemeriksaan orofaring akan dijumpai post-nasal drip atau lendir yang mengalir dari bagian belakang hidung ke tenggorokan. Eritema dan sekresi purulen akan terlihat pada bagian orofaring.

Biasanya dijumpai karies pada gigi.

Rhinoskopi anterior dilakukan dengan speculum hidung untuk melihat adanya drainase purulen atau polip maupun massa lain pada hidung. Faktor-faktor pencetus sinusitis kronis lainnya dapat dijumpai seperti adanya deviasi septum ataupun hipertrofi konka.

Pemeriksaan hidung juga dapat dilakukan dengan endoskopi hidung (jika tersedia). Hasil pemeriksaan yang akan dijumpai adalah sebagai berikut:

Eritema mukosa nasal ataupun edema

Sekresi purulen

Obstruksi hidung yang disebabkan oleh septum hidung atau hipertrofi konka

Polip nasal.

c. Pencitraan (Imaging)

Foto polos menunjukkan adanya penebalan mukosa atau opasitas sinus. Tetapi, sinusitis kronis tidak bisa didiagnosa dengan adekuat karena abnormalitas yang terdeteksi pada foto polos tidak sensitive atau spesifik. Sinus etmoid dan kompleks ostiomeatal tidak tervisualisasikan dengan baik pada foto polos sinus.CT Scan multiplanar sinus lebih dipilih pada teknik pencitraan untuk mengevaluasi sinusitis kronis. Sinusitis dikarakteristikkan dengan adanya penebalan mukosa sinus, obstruksi ostial sinus, dan opasifikasi sinus. Temuan lainnya seperti polip, mukokel, dan perubahan struktur tulang yang disebabkan oleh sinusitis kronis.CT Scan dengan kontras adalah kriteria standar radiologi saat ini untuk mengevaluasi penyakit sinus. CT Scan yang dikombinasikan dengan pemeriksan endoskopi dapat membantu ahli bedah untuk membuat keputusan operatif.

MRI umumnya dilakukan pada kasus-kasus yang kompleks. Kontras jaringan-jaringan lunak terlihat lebih baik dengan MRI. Komplikasi neoplasma, orbital, intracranial, dan sinusitis fungal dapat dievaluasi dengan baik dengan MRI.d. Tes Lainnya

Evaluasi alergi dilingkungan sekitar harus dipertimbangkan. Radioallergosorbent Assay Test (RAST) atau skin test untuk allergen berperan penting dalam tatalaksana sinusitis kronis dan menentukan alergi.Hal-hal yang berkaitan dnegan defisiensi imunitas dapat dievaluasi dnegan serum immunoglobulin dan sub-kelas IgG, respon antibody terhadap sntigen spesifik, dan tes antibody HIV (jika dibutuhkan).Tes keringat untuk cystic fibrosis harus dipertimbangkan pada semua anak-anak dengan polip nasal ataupun rhinosinusitis kronis.Kadar IgE total, dan juga derajat IgE pada epitelium dan subepitelium sinus dapat dites dan dapat membantu dalam mengevaluasi alergi sinusitis fungal.2.8. KRITERIA DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis sinusitis berdasarkan American Academy of Otolaryngilogy-Head & Neck Surgery membutuhkan 2 atau lebih kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minur dalam mendiagnosis sinusitis.Kriteria mayor:

a. Nyeri atau rasa tekanan pada wajah

b. Obstruksi atau sumbatan hidung

c. Sekret hidung purulen atau sekret postnasal yang kotor

d. Hiposmia atau anosmia

e. Sekret purulen pada cavum nasal

f. Demam (untuk sinusitis akut).Kriteria minor:

a. Sakit kepala

b. Demam

c. Halitosis

d. Kelelahan

e. Nyeri gigi

f. Batuk

g. Nyeri, rasa tekanan dan penuh pada telinga.Nyeri wajah dan 2 kriteria minor tidak cukup dalam mendiagnosis sinusitis.Pada tahun 2003, kriteria diagnosis diatas membutuhkan konfirmasi radiografi atau endoskopi hidung. Pemeriksaan fisik, dan kriteria mayor ataupun minor diatas harus melebihi 12 minggu.Sebagai tambahan, salah satu dari tanda inflamasi dibawah ini harus ada:

a. Drainase hidung berubah warna, polip nasal, atau pembengkakan polipoid yang ditemukan pada pemeriksaan rhinoskopi anterior atau endoskopi hidung.

b. Edema atau eritema pada meatus medial atau bulla etmoid pada endoskopi hidung.

c. Eritema yang luas atau terlokalisir, edema, atau jaringan granulasi (jika meatus medial dan bulla etmoid tidak ada, pencitraan radiologi dibutuhkan untuk mengkonfirmasi diagnosis).

Gambar 2.1. CT Scan menunjukkan opasifikasi pada kedua sinus maksila dan etmoid .

Gambar 2.2. Opasifikasi sempurna pada sinus maksila kanan pada CT Scan koronal.

2.9. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding sinusitis kronis adalah sebagai berikut:

a. Sinusitis alergib. Cystic Fibrosisc. Keganasan

d. Tumor

e. Rhinitis non-alergi

f. Nyeri karena penyebab lain (migraine, tension headaches, cluster headaches, dan facial pain syndromes)

g. Rhinitis alergi

h. Sinusitis akuti. Tumor jinak basis kranii

j. Disfungsi konka.

2.10. PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi sinusitis kronis adalah untuk mengurangi edema mukosa, membantu drainase sinus, dan mengeradikasi infeksi yang ada. Tatalaksana ini membutuhkan kombinasi dari glukokortikoid topical maupun oral, antibiotik, dan irigasi hidung dengan saline. Jika terapi ini gagal, maka pasien dipertimbangkan untuk menjalani pembedahan sinus. Peran bakteri dalam patogenesis sinusitis kronis masih diperdebatkan; bagaimanapun, diagnosis yang awal dan pengobatan yang intensif dengan antibiotik oral, steroid hidung topical, dekongestan, dan spray saline nasal dapat mengatasi gejala pada kebanyakan pasien, dan kebanyakan pasien sembuh. Ketika terapi tidak berhasil, maka pasien dirujuk untuk evaluasi bedah.Rawat inap diindikasikan pada pasien dengan komplikasi orbital ataupun intrakranial. Pasien pediatric dan imunosupresi juga membutuhkan perawatan rawat inap, bergantung pada keparahan penyakit.Penatalaksanaan Sinusitis Kronis

a) Pengobatan konservatif

b) Pengobatan operatif

Keterangan:

1) Dekongestan topikal

a) Dekongestan topikal

Phenilephrine Hcl 0,5% dan oxymetazoline

b) Dekongestan oral

Pehnilproponolamine dan pseudoephedrine (agonis adrenergik)

2) Pungsi dan irigasi sinus

Pada kasus yang meragukan, pungsi dan irigasi dapat dipakai untuk diagnostik dalam menentukan ada tidaknya sinusitis maksilaris. Irigasi ini bertujuan untuk drainase sekret (pus) dan aerasi.Prosedur ini dapat dilaksanakan dibawah pengaruh anastesi, dengan memasukkan sebuah kanula bersaluran melalui dinding nasal dari antrum maksila dibawah konka inferior. Garam fisiologis dengan suhu di atas suhu tubuh, dipompakan melalui kanula dengan semprit Higginson. Pus dan cairan yang tinggal, mengalir ke hidung melalui ostium maksila dan ditampung dengan sebuah baskom yang diletakkan dibawah dagu pasien. Pasien dalam keadaan seperti ini harus bernafas melalui mulut. Irigasi yang dilakukan secara berulang setiap minggu sering merupakan langkah efektif dalm mengembalikan aktifitas normal mukosa ( dibantu dengan pemberian antibiotik dan dekongestan). Bila cara ini berhasil, cairan yang dibersihkan secara bertahap berubah dari mukopus menjadi mukus, dan akhirnya menjadi cairan jernih.3) Pengobatan OperatifPengobatanpembedahanmenjadipertimbangan jika tidak berespon terhadap terapi konservatif.Tujuanumumbedah sinus antara lain :a) Mengeluarkan mukosa yang sakit dan menjamin drainase ke dalam hidungb) menghilangkanobstruksidanmenciptakanhubungan kontinu dari sinus yang terlibat ke dalam ruangan intranasal.c) Ventilasi sinus yang adekuat1) Pembedahanradikal

Yaitu mengangkat mukosa yang patologis dan membuat drainase dari sinus yang terkena:a) Untuk sinus maksila dilakukan operasi caldwell - LucPadaprosedurbedahini,epitel rongga sinus maksila diangkat seluruhnya dan pada akhir prosedur dilakukanantrostomiuntukdrainase.Hasil akhir memuaskan karena membran mukosa yang sakittelahdiisi oleh jaringan normal atau terisi dengan jaringan parut lambat.

b) Sinus Ethmoid dilakukan operasi Ethmoidektomi

c) Sinus frontal dan sphenoid dengan operasi Killian2) Pembedahan non radikalOperasi sinus paranasal menggunakan endoskopi yang disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF). BSEF pada umumnya dilakukan untuk penatalaksanaan sinusitis kronis dan sinusitis akut berulang, yang sering kali telah disertai adanya polip di daerah meatus atau adanya polip yang meluas ke rongga hidung.Keuntungan BSEF adalah tindakan ini biasanya sudah cukup untuk menyembuhkan kelainan sinus yang berat, sehingga tidak perlu tindakan yang lebih radikal. Dengan BSEF resiko lebih sedikit sehingga gejala-gejala post operasi dapat minimal, waktu pemulihan juga lebih cepat. Pasien yang dipersiapkan untuk operasi BSEF harus diperiksa fisik secara lengkap termasuk tekanan darah, laboratorium, darah tepi dan fungsi hemostasis dan gula darah serta urin lengkap. Menjelang operasi, selama 4 atau 5 hari pasien diberi antibiotik dan kortikosteroid sistemik dan lokal.Prinsip BSEF adalah membuka dan membersihkan KOM, dengan hanya mengangkat jaringan patologik sedangkan jaringan sehat dipertahankan agar tetap berfungsi, sehingga nantinya tidak ada lagi hambatanventilasi dan drainase.

2.11. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling umum dari sinusitis kronis adalah sinusitis akut superimpose. Pada anak-anak, adanya pus pada nasofaring dapat menyebabkan adenoiditis akut dan juga mengembangkan otitis media purulen atau serosa. Dacryocystitis dan laryngitis dapat terjadi sebagai komplikasi dari sinusitis kronis pada anak-anak.Pasien harus dirujuk ke spesialis THT apabila dijumpai tanda atau gejala: berkurangnya penglihatan atau penglihatan ganda, proptosis, edema periorbital yang cepat, oftalmoplegia, tanda neurologic fokal, demam tinggi, sakit kepala berat, iritasi meningen, atau perdarahan hidung yang berkurang atau signifikan.Komplikasi orbital diebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Kelainan yang dapat timbul ialah selulitis preseptal, abses subperosteal, selulitis orbital, abses orbital, dan selanjutnya thrombosis sinus cavernosus.Komplikasi intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.

Kelainan paru juga bisa terjadi, seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selainan itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.Komplikasi lainnya termasuk osteomielitis dan formasi mukokel. Beberapa studi menunjukkan tingginya insidensi komplikasi yang berkaitan dengan sinusitis fungal. Sinusitis kronis yang tidak diobati dapat mengancam nyawa, seperti pasien dengan cystic fibrosis.2.12. PENCEGAHAN

Langkah-langkah berikut mengurani risiko sinusitis kronis:

a. Menghindari infeksi saluran nafas bagian atas dengan menjaga kebiasaan cuci tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang menderita pilek atau flu.b. Menangani alergi dengan hati-hati.

c. Menghindari rokok dan polusi udara

d. Gunakan humidifier / Semprotan hidung saline apabila udara terasa kering dapat membantu menjaga saluran hidung agar lembab, dan membantu menghilangkan agen infeksius.BAB III

KESIMPULAN

Sinusitis kronis adalah kondisi umum di mana rongga di sekitar hidung (sinus) meradang dan bengkak setidaknya 12 minggu, meskipun telah dilakukan upaya pengobatan. Sinusitis kronis disebut juga sebagai rinosinusitis kronis.Penatalaksanaan sinusitis kronis diberikan sesuai dengan faktor predisposisi dan etiologi yang menjadi penyebabnya. Pemberian antibiotik diberikan sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob mencukupi selama 7 hari, jika ada perbaikan diteruskan 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada obstruksi komplek osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional.Komplikasi yang paling umum dari sinusitis kronis adalah sinusitis akut superimpose. Pada anak-anak, adanya pus pada nasofaring dapat menyebabkan adenoiditis akut dan juga mengembangkan otitis media purulen atau serosa. Dacryocystitis dan laryngitis dapat terjadi sebagai komplikasi dari sinusitis kronis pada anak-anak. Komplikasi sinusitis kronis bisa menyebabkan kelain orbita (edema palpebra, selulitis orbita, abses orbita, abses subperiosteal), kelainan intrakranial (meningitis, abses ekstradural atau subdural, dan abses otak) dan komplikasi lainnya termasuk osteomielitis dan formasi mukokel.DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jakarta: FKUI, edisi ke-6, 2010, hal: 150-1532. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h.173-240

3. Mayo Clinic. Chronic Sinusitis. Available from http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/chronic-/basics/definition/con-20022039. Accessed on 5 may 2015.

4. Brook I. Chronic Sinusitis. Available from http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview#showall. Accessed on 5 may 20155. Patient.co.uk. Chronic Sinusitis. Available from http://www.patient.co.uk/health/chronic-sinusitis. Accessed on 5 may 20156. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming otolaryngology head and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby; 2006.p.201.

Antibiotik empirik (7 hari)

- Amoksisilin+klavulanat 3x500 mg/125 mg

- Ampisilin sulbaktam 3x500 mg

- Golongan sefalosporin gen II cefuroxime 2x250 mg; cefixime 2x400 mg; cefaclor 3x250 mg

Terapi tambahan

Dekongestan oral/ topikal

Analgetik

Ada perbaikan

Tidak ada perbaikan

Teruskan sampai 10-14 hari

Antibiotik alternatif:

Golongan makrolida dan linkosamid, selama 7 hari

kultur

Ada perbaikan

Tidak ada perbaikan

Irigasi sinus 5x tidak membaik

Evaluasi: nasoendoskopi / sinuskopi

Obstruksi KOM

ya

tidak

Tindakan operatif

Evalusi kembali

PAGE 24