bab ii halusinasi[1]

25
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Halusinasi adalah pengalaman atau kesan sensori yang salah tehadap stimulus sensori ( Rasmun, 2001 ). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata, artinya klien mengidetifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar ( Stuart and Laraia, 2005 ). Halusinasi adalah suatu kondisi dimana individu atau kelompok mengalami atau berisiko perbahan dalam jumlah, ola atau interprestasi terhadap stimulus yang masuk. ( Carpenito,Lynda juall 2001 ). B. Psikodinamika Terjadinya perubahan sensori persepsi : halusinasi dipengaruhi oleh multi faktor baik eksternal maupun internal diantaranya : koping individu tidak adekuat, individu yang mengisolasi diri dari lingkungan, ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri, koping

Upload: quirino

Post on 14-Apr-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

halusinasi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Halusinasi[1]

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Halusinasi adalah pengalaman atau kesan sensori yang salah tehadap stimulus

sensori ( Rasmun, 2001 ).

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang

nyata, artinya klien mengidetifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar

( Stuart and Laraia, 2005 ).

Halusinasi adalah suatu kondisi dimana individu atau kelompok mengalami atau

berisiko perbahan dalam jumlah, ola atau interprestasi terhadap stimulus yang

masuk.( Carpenito,Lynda juall 2001 ).

B. Psikodinamika

Terjadinya perubahan sensori persepsi : halusinasi dipengaruhi oleh multi faktor baik

eksternal maupun internal diantaranya : koping individu tidak adekuat, individu yang

mengisolasi diri dari lingkungan, ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri,

koping keluarga tidak efektif, dan permasalahan yang kronik tidak diselesaikan

Persepsi merupakan identifikasi dan interpretasi terhadap stimulus berdasarkan

informasi yang diterima melalui 5 indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan,

penciuman dan pengecapan ( Stuart & Laraia,2001 ) Sedangkan menurut Carson

( 2000 ) persepsi merupakan pengalaman merasakan , menginterpretasikan dan

memahami lingkungan tempat tinggal. Persepsi merupakan dasar bagaimana

seseorang merasakan pengalamannya, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda

pada pengalaman yang sama.

Page 2: BAB II Halusinasi[1]

Halusinasi dan ilusi merupakan perubahan sensorik persepsi yang terjadi dalam

merespon neurobiologik maladaptive. Halusinasi didefinisikan sebagai kesan atau

pengalaman sensori yang salah ( Stuart & sundeen ,1998 ). Halusinasi merupakan

persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya individu

menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus yang eksternal.

Halusinasi terdiri dari 4 tahap, yang pertama adalah tahap dimana klien merasa

senang dan halusinasinya memberikan rasa nyaman, klien masih berada dalam

ansietas sedang, karakteristik tahap ini klien mengalami ansietas, kesepian , rasa

bersalah dan ketakutan adalah perilaku yang sering terlihat diantaranya klien

tersenyum dan tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata

yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi. Pada tahap kedua

halusinasi akan menyalahkan, klien akan barada pada tingkat kecemasan berat, dan

menyebabkan antipati. Tahap ini ditandai dengan pengalaman sensorik tersebut dan

menarik diri dari orang lain. Klien akan menunjukkan perilaku : konsentrasi dengan

pengalaman sensorik, rentang perhatian menyempit, peningkatan denyut jantung,

pernafasan dan tekanan darah, serta tidak dapat membedakan halusinasi dengan

realitas. Ditahap ketiga, klien berada dalam kecemasan berat, halusinasi mengontrol

klien, dan pengalaman sensorik tidak dapat ditolak lagi karakteristiknya. Klien

menyerah dan menerima pengalaman sensoriknya, isi halusinasi menjadi aktif, dan

kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir. Perilaku klien ditahap ini ; klien akan

mentaati halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain tentang perhatian yang

hanya beberapa detik permenit dan gejala ansietas berat ( berkeringat, tremor, tidak

mampu mengikuti perintah ). Pada tahap empat, halusinasi telah menguasai klien, dan

Page 3: BAB II Halusinasi[1]

terjadi kecemasan panik. Pada tahap ini mepunyai karakteristik : pengalaman sensori

mengancam dan halusinasi dapat berlangsung beberapa jam atau hari perilaku yang

muncul adalah perilaku panik resiko tinggi bunuh diri, membunuh, agitasi, menarik

diri, dan tidak mampu berespon terhadap perintah kompleks dan lebih dari satu.

Halusinasi juga dipengaruhi oleh factor predisposisi yang pertama adalah factor

biologis yang meliputi gangguan/ hambatan perkembangan otak frontal dan

temporal; lesi pada korteks frontal, limbic, temporal, gangguan tumbuh kembang

pada prenatal, prenatal, neonatus dan kanak-kanak. Faktor psikologis yang turut

berpengaruh adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien. pengasuh atau

teman yang dingin, cemas tidak sensitive, atau bahkan terlalu melindungi; konflik

dan kekerasan dalam keluarga ( perengkaran orang tua, aniaya dan kekerasan rumah

tangga ).Faktor lain yang merupakan faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah

keadaan social budaya seperti kemiskinan, ketidak harmonisan, social budaya

( peperangan, kerusuhan, kerawanan ) kehidupan yang terisolasi disertai stress yang

menumpuk. Stress presipitasi halusinasi adalah faktor biologis yang melibatkan

fungsi otak dalam mengatur jumlah informasi yang dapat diproses pada suatu waktu.

Penurunan fungsi yang terjadi dilobus frontal mengakibatkan proses informasi yang

berlebihan dan respon neurobiologik maladaptive. Stress lingkungan yang sudah

melebihi ambang batas individu yang menjadi presipitasi terjadinya orientasi realita.

Perilaku maladaptive yang muncul antara lain : Pada emosi terjadi perubahan afek

( afek tumpul, datar, afek tidak sesuai,afek yang berlebihan dan ambivalen ) pada

motorik terjadi peningkatan/penurunan aktivitas motorik, impulsive, narkisme,

automatisme, sterotipi, kataton, Parkinson, gerakan mata abnormal.

Page 4: BAB II Halusinasi[1]

Masalah atau komplikasi yang dan muncul pada individu yang mengalami halusinasi

adalah perubahan nutrisi, penurunan motivasi karena adanya kecenderungan klien

untuk menarik diri, gangguan kebutuhan istirahat karena diganggu oleh halusinasi,

defisit perawatan diri eliminasi, gangguan rasa aman, resiko perilaku kekerasan.

C. Rentang respon neurobiologis

Dari definisi yang elah djelaskan sebelumnya, dapat dismpulkan bahwa halusinasi

merupakan persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Perubahan sensori persepsi :

halusinasi disebabkan oleh fungsi otak yang tergangu. Respon individu terhadap

gangguan orientasi berfokus sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang

maladaptif, dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :

Respon adaptif Respon mal adaptif

( Stuart and Laraia, 2005 )

Pikiran logis.Persepsi akurat.Emosi konsiten

denganpengalaman.Perilaku sesuai.Hubunga social.

1. Kadang – kadang pikiran terganggu.

2. Ilusi.3. Emosi berlebihan /

kurang.4. Perilaku yang tidak

biasa.5. Menarik diri.

1. Gangguan proses piker.

2. Halusinasi.3. Ketidak mampuan

untuk mengatasi emosi.

4. Tidak terorganisir.5. Isolasi sosial :

menarik diri.

Page 5: BAB II Halusinasi[1]

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan

budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu

menyelesaikan masalah dalam batas normal yang meliputi :

1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh

individu sesuai dengan kenyataan

2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan,

dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai

kualitasnya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.

3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual

sesuai dengan stimulus yang dating.

4. Perilaku sesuai dengan cara bersikap individu yang sesuai dengan perannya.

5. Hubungan sosial harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan beromunkasi

dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.

Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-

norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu

dalam menyelesaikan masalah tidak berdasrkan norma yang sesuai dantaranya :

1. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidak mampuan otak untuk memproses

data secara akurat yang dapat menyebabkan ganguan proses pikir, seperti ketakutan,

merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dn lain - lain.

2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang

diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan.

3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidah sesuai

dengan stimulus yang datang.

Page 6: BAB II Halusinasi[1]

4. Perilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai

dengan peran.

5. Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkunan atau

tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.

D. Pengkajian keperawatan

Menurut stuart and laraia ( 2005 ), bahwa factor terjadinya halusinasi meliputi :

1. Faktor predisposisi

a. Faktor social budaya

Berbagai factor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan dan

kesepian dapat menimbukan akibat yang berat sepeti delusi dan halusinasi

b. Faktor psikologis

Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress dan

kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita

c. Faktor bilogis

Struktur otak yang abnormal ditemukan pada lien dengan hausinasi dapat ditemukan

atropi otak, pembesarn ventrikel, perubahan besar dan bentuk sel kortikel dan limbic.

Halusinasi ditemukan pada klien skizofrenia, akan lebih tinggi apabila kedua orang

tuanya menderita skizofrenia

2. Faktor presipitasi

Factor presipitasi adalah factor pencetus sebelum timbul gejala

a. Stresor sosial budaya

Stress dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stablitas keluarga,

perpisahan dengan orang terpenting atau disingkirkan dari kelomok.

Page 7: BAB II Halusinasi[1]

b. Faktor biokimia

Berbagai penelitian tentang dopamine, inhalan, non epineprin, zat halusigenik,

diduga berkaitan dengan halusinasi

c. Faktor pskologi

Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan

mengatasi masalah memungkinkan perkembangan ganguan sensori persepsi

halusinasi

3. Prilaku halusinasi

Prilaku halusnasi berkaitan dengan perubahan emosi, intelektual, spiritual

a. Fisik

Muka merah, kadang pucat, ekspresi dengan perubahan wajah tegang, TD

meningkat, nafas tersengah-sengah, nadi cepat, timbul gangguan kebutuhan nutrisi

b. Emosi

Ketakutan dengan rasa tegang dan rasa tidak aman, tidak berdaya, menyalahkan diri

sendiri atau orang lain sikap curiga dan saling bermusuhan, marah, jengkel, dendam

dan sakit hati

c. Sosial

Menarik diri, menghindar dari orang lain, berbicara / komunikasi verbal tergangu,

bicara inkoheren dan tidak masuk akal, merusak diri sendiri atau orang lain

d. Intelektual

tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata, sulit membuat keputusan, tidak

mampu berfikir abstrak dan daya ingat menurun

Page 8: BAB II Halusinasi[1]

e. spiritual

mengatakan suara-suara tuhan berasal dari planet akibat dari diisolasi kepribadian

maka terjadi gangguan fungsi mental

4. Mekanisme koping

a. Regresi : bersifat seperti anak-anak, contoh : penderita gangguan jiwa berjalan

telanjang djalan umum.

b. Proyeksi : menyalahkan orang lain.

c. Menarik diri.

5. Makanisme koping

Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh

gangguan otak dan perilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensia atau

kreatifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa

muda tentang keterampilan koping, karena meraka biasanya tidak hanya belajar dari

pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit. Finansial

yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga kemampuan serta untuk memberikan

dukungan secara kesinambungan

6. Pohon masalah

Menurut Budi Anna Keliat ( 2006 ), pohon masalah pada klien dengan perubahan

sensori persepsi : halusinasi pendenganran dan pengelihatan sebagai berikut :

Page 9: BAB II Halusinasi[1]

Risiko perilaku kekerasan

Isolasi sosial

Harga diri rendah

E. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan berdasarkan pohon masalah menurut NANDA ( 2006 ), adalah

sebagai berikut :

1. Ganguan Sensori persepsi : halusinasi

2. Risiko prilaku kekerasan

3. Isolasi social

F. perencanaan keperawatan

Perencanaan menurut NANDA ( 2006), mulai dari diagnosa keperawatan, tujuan jangka

panjang, tujuan jangka pendek, kriteria hasil dan tindakan, antara lain :

Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi : halusinasi

TUM : Klien mampu menetapkan dan menguji realita / kenyataan serta menyingkirkan

kesalahan sensori persepsi.

TUK 1 : setelah dilakukan interaksi …x, klien mampu membina hubungan saling

percaya.

Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengara dan pengelihatan

Page 10: BAB II Halusinasi[1]

Kriteria hasil :

a. Menunjukan pemahaman verbal, tertulis atau sinyal respon, b. Menunjukan gerakan

ekspresi wajah yang rilek, c. Menunjukan kontak mata, mau berjabat tangan, mau

menjawab salam, menyebutkan nama, mau duduk berdampingan atau berhadapan.

Rencana tindakan :

Bina hubungan salaing percaya

a. Perkenalkan diri dengan sopan, b. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan

yang disukai klien, c. Buat kontrak tentang tujuan dan cara pertemuan yang saling dapat

diterima dengan cara yang tepat, d. peliharalah postur tubuh terbuka, e. Ciptakan iklim

yang hangat dan menerima secara tepat, f. Berespon pada pesan non verbal dengan cara

yang tepat, g. Tunjukan ketertarikan pada klien dengan mempertahankan kontak mata,

berhadapan, posisi mata sejajar, saat berbicara perawat sedikit membujuk jika

diperlukan.

TUK 2 : Setelah dilakukan interaks selama …x , klien mampu mengenal halusinasi

Kriteria hasil :

a. Klien mampu menyebutkan waktu, isi , frekwensi munculnya halusinasi, b. Klien

mampu menyebutkan prilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi muncul, c. Klien

mampu menyebutkan akibat dari prilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi terjadi.

Rencana tindakan :

Manajemen halusinasi

a. Observasi tingkah laku yang berhubungan dengan halusinasi, b. Bantu klien mengenal

halusinasi :1. Jika dari hasil observasi ditemukan tampak klien mengalami halusinasi,

tanyakan apakah klien mengalami halusinasi, 2. Jika jawaban klien ada, tanyakan apa

Page 11: BAB II Halusinasi[1]

yang didengar, dilihat, atau dirasakan, 3. Katakan bahwa perawat percaya apa yang

dialami klien tetapi pedrawat sendiri tidakmendengar / melihat/ merasakan, 4. Katakan

bahwa klien lain juga ada yang mengalami hal yang sama, 5. Katakan bahwa perawat

akan membantu klien. c. Diskusikan dengan klien waktu, isi, frekwensi dan situasi

pencetus munculnya halusinasi, d. Diskusikan dengan lien apa yang dirasakan klien jika

halusinasinya muncul, e. Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya, f.

Identifikasi dan diskusikan dengan klien prilaku yang dilakukan saat halusinasi muncul,

g. Diskusikan manfaat dan akibat serta cara/ prilaku yang dilakukan klien, h. Libatkan

lien dalam TAK, stimulasi persepsi : halusinasi sesi 1.

TUK 3 : Setelah di lakukan interaksi selama ….x, Klien mampu mengendalikan

halusinasi.

Kriteria Hasil :

a. Klien dapat menyebutkan cara baru mengendalikan halusinasi, b. Klien dapat memilih

dan melaksanakan cara baru mengendalikan halusinasi, c. Klien melaksanakan cara yang

di pilih untuk mengendalikan halusinasi.

Rencana Tindakan :

Manajemen halusinasi

a. diskusikan cara baru untuk memutus atau mengendalikan halusinasi : 1. Dengan

mengusir halusinasi, 2. Bebicara dengan halusinasi, 3. Menyusun rencan jadwal kegiatan

harian, 4. Meminta kepada orang lain untuk menyapa jika tampak bicara sendiri, b. Batu

klien memilih dan melatih cara memutus atau mengendalikan halusinasi secara bertahap,

c. Ber klien kesempatan melakukan cara mengendalikan atau memutus halusinasi yang

telah di pilih dan di latih, d. Evaluasi bersama klien cara baru yang telah di pilih dan

diterapkan dibandingkan dengan cara yangbiasa di lakukan, e. Berikan reinforcement

Page 12: BAB II Halusinasi[1]

kepada klien terhadap cara yang telah di pilih dan di terapkan, f. Libatkan klien dalam

TAK orientasi realita, TAK stimulasi persepsi umum, TAK stimulasi persepsi

halusinasi,

TUK 4 : Setelah di lakukan interaksi selama …..x dengan keluarga klien dapat

dukungan dalam mengendalikan halusinasi.

Kriteria Hasil :

a. Keluarga dapat mambina hubungan saling percaya dengan perawat, b. Keluarga dapat

menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengatasi halusinsi.

Rencana Tindakan :

Pendidikan kesehatan, proses penyakit dan perawatan,

a. Bina hubungan saling percaya, b. Diskusikan dengan keluarga : 1. Gejala halusinasi

yang di alami klien, 2. Cara yang dapat di lakukan klien dan keluarga untuk mengontrol

halusinasi, 3.Cara merawat anggota, keluarga yang mengalami halusinasi di rumah

( mislnya : beri kegiatan, jangan bairkan sendiri, berpergian bersama ). c. Anjurkan

keluarga untuk mencati bantuan apabila tanda dan gejala halusinasitidak terkendali, d.

Berikan informasi tentang kondisi klien kepada keluarga dengan cara yang tepat.

TUK 5 : Setelah di lakukan interaksi selama ….x , Klien dapat memanfatkan obat

dengan baik,

Kriteria Hasil :

a. Klien dam keluarga dapat menyebutkan manfaat dosis, dan efek samping obat, b.

Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, c. Klien dan keluarga

memahami akibat berhenti minum obat tanpa rekomendasi.

Page 13: BAB II Halusinasi[1]

Rencana Tindakan :

Fasilitasi kebutuhan belajar,

a. Kji tingkay pengetahuan klien dan kaluarga, tentang obat dan manfaatnya, b.

Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang manfaat dosis dan efek samping obat, c.

Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat ( jika waktunya minum obat ) dan

merasakan manfaatnya, d. berikan penjelasan pada klien akibat berhenti minum obat

tanpa konsultasi atau rekomendasi, e. Diskusikan dengan klien tentang akbat berhenti

minum obat, tanpa konsultasi, f. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang

manfaat dan efek samping obat, g. Fasilitasi pertemuan klien atau keluarga dengan

dokter.

G. Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi tindakan keperawatan di sesuaikan dengan rencana tindakan keprawatan.

Pada situasi nyata, implementasi sering kali jauh bebeda dengan rencana. Hal itu terjadi

karena perawat belum terbiasa menggunakan rencan tertulis dalam melaksanakan

tindakan keperawatan. Yang bisa di lakukan perawat adalah, menggunakan rencana

tertulis, yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang di laksanakan. Hal itu sangat

membahayakan klien dan perawat jika tindakan berakibat fatal, dan juga tidak

memenuhi aspek legal tanda tangan.

Sebelum melakukan tindakan yang sudah di rencanakan, perwat perlu memvalidasi

dengan singkatapakah rencana tindakan masih sesuai dan di butuhkan, oleh kilen saat

ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal,

intelektual, dan teknikal yang di perlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga

menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. setelah tidak ada hambatan maka

tindakan keperawatan boleh di laksanakan. Pada saat akan melaksanakan tindakan

Page 14: BAB II Halusinasi[1]

keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien, yang isinya menjelaskan apa yang

akan di kejakan. Dan peran serta yang di harapkan dari klien. dokumentasikan semua

tindakan yang telah di laksanakan berserta respon klien.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada

kilen. Evaluasi di lakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan

keperawatan yang telah di laksanakan. Evaluasi di bagi dua, yaitu evaluasi proses atau

formatif yang di lakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau

sumatif yang di lakukan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta

umum yang telah di tentukan.

Evaluasi dapat di lakukan dengan mengunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.

S : Respon subjektif kilen terhadap tindakan keperawatan yang telah di laksanakan,

dapat di ukur dengan menanyakan : “ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan nafas

dalam ?”

O : Respon objektif klien terhadan tindakan keperawatan yang telah di lasanakan, dapat

di ukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan di lakukan, atau

menanyakan kembali apa yang telah di ajarkan atau member umpan balik sesuai hasil

ovservasi.

A : Analisis ulang atas data subjerktif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah

masih tetap atau muncul masala baru atau ada data yang kontara diksi dengan masalah

yang ada, dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon lien yang

terdiri dari tinda lanjut klien, dan tindak lanjut leh perawat.

Rencana tindaklanjut dapat berupa :

Page 15: BAB II Halusinasi[1]

1. Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah

2. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah dapat dijalankan,

tetapi hasilnya belum memuaskan

3. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertlak belakang dengan masala

yang ada, diagnosis lama juga dibatalkan.

4. Rencana atau diagnosisis selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan

adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.

Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evalusi agar dapat melihat adanya perubahan,

sertaberupaya mempertahankan dan melihat adanya perubahan, serta berupaya

mempertahankan dan memelihara perubahan tersebut. Pada evaluasi sangat diperlukan

reinforcement untuk menguatkan perubaan yang positif. Klien dan keluarga juga

dimotifasi untuk melakukan self-reinforcemen.

Page 16: BAB II Halusinasi[1]

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.

Keliat, Budi Anna dkk.2006.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.Jakarta:EGCNanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2006.

Editor : Budi Sentosa. Jakarta : Prima MedikaRasmun.2001.Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan

Keluarga.Jakarta:PT Fajar InterpratamaStuart, G. W. dan Laraia, M. T., 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing.

7th edition. St. Louis: Mosby Year Book.