bab ii ages
TRANSCRIPT
-
8/3/2019 BAB II ages
1/18
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus dan Hiperglikemia
Diabetes melitus merupakan kumpulan gangguan metabolisme yang
ditandai dengan hiperglikemia dan sekresi glukosa dalam urin akibat kurangnya
sekresi insulin, menurunnya daya kerja insulin, atau keduanya (1). Diabetes
melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif. Diabetes melitus juga dapat
didefinisikan sebagai penyakit yang bersifat herediter disebabkan oleh defisiensi
insulin relatif atau absolut atau gangguan metabolisme karbohidrat dalam tubuh
(13).
Diabetes melitus, dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe 1 dan tipe 2.
Diabetes melitus tipe 1 disebut juga diabetes melitus tergantung-insulin (insulin-
dependent diabetes mellitus/ IDDM), umumnya berkembang pada masa remaja
dan ditandai dengan kerusakan sel- pada pulau Langerhans pankreas yang
berperan dalam pembentukan insulin (19).
Pada diabetes melitus tipe 2 atau diabetes melitus tidak tergantung insulin
(non-insulin-dependent diabetes mellitus/ NIDDM) terdapat tiga faktor penting
yang perlu diperhatikan yaitu: 1) faktor individu atau genetik etnis yang membuat
rawan terjadi DM; 2) kerusakan sel beta pankreas; 3) berkurangnyakerja insulin
di dalam jaringan yang sensitif insulin (resistensi insulin), termasukotot skeletal,
hati dan jaringan adiposa (20).
Patogenesis terjadinya disfungsi sel beta pada DM tipe 2 pada dasarnya
adalah peningkatan resistensi insulin di jaringan. Resistensi insulin adalah suatu
-
8/3/2019 BAB II ages
2/18
6
keadaan tejadinya resistensi terhadap kerja insulin, yaitu keadaan dimana suatu
sel, jaringan, atau organ membutuhkan sejumlah insulin yang lebih banyak untuk
mendapatkan insulin secara kuantitatif respons normal, antara lain terpakainya
atau masuknya glukosa ke dalam sel tersebut. Agar insulin dapat bekerja, insulin
harus berikatan dengan reseptor insulin pada dinding sel. Setelah berikatan akan
terjadi serangkaian proses rumit melalui berbagai sel dan proses antara,
menyebabkan dicapainya efek kerja insulin yang dikehendaki dalam sel tersebut
(20).
Di dalam sel, insulin mempunyai beragam peran, mulai dari peranannya
dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, sampai pengaruhnya untuk proses
pembentukan DNA dan RNA dan berbagai proses pertumbuhan di dalam sel,
jaringan, atau organ tersebut. Rangkaian proses dan peran tersebut terjadi pula di
dalam sel beta pankreas sehingga dapat dikatakan bahwa terjadinya resistensi
insulin akan menjadi dasar terjadinya disfungsi sel beta pankreas pada DM tipe 2.
Banyak proses yang dapat menimbulkan resistensi insulin, diantaranya faktor
genetik, berbagai faktor lingkungan seperti kegemukan, inaktivitas fisik, asupan
makanan yang berlebihan, beberapa macam obat dan juga proses menua (20).
Selain kedua tipe diatas ada juga tipe diabetes melitus terkait malnutrisi.
Pada diabetes melitus terkait malnutrisi berhubungan dengan fibrocalculous
pancreatic danproteina deficient pancreatic. Di samping ketiga tipe di atas, ada
juga diabetes melitus tipe lain yaitu beberapa penyakit diabetes melitus yang
terkait dengan penyakit pankreas, hormonal, obat-obatan atau bahan kimia yang
menginduksi diabetes melitus, dan adanya kelainan genetik (13).
-
8/3/2019 BAB II ages
3/18
7
Pada pasien diabetes melitus terjadi hiperglikemia yaitu peningkatan kadar
glukosa darah di atas normal. Berdasarkan WHO 1985 dikatakan hiperglikemia
bila kadar glukosa darah puasa (GDP) >120 mg/dl, 2 jam plasma puasa (JPP)
>200 mg/dl, atau glukosa darah respon (GDR) >200 mg/dl (13).
Berbagai komplikasi dapat diakibatkan oleh rendahnya kontrol diabetes.
Komplikasi tersebut antara lain berupa penyakit vaskular sistemik (percepatan
aterosklerosis), penyakit jantung, penyakit mikrovaskular pada mata sebagai
penyebab kebutaan dan degenerasi retina (retinopati diabetik), katarak, kerusakan
ginjal sebagai penyebab gagal ginjal serta kerusakan saraf tepi (neuropati
diabetik). Biasanya begitu diabetes terdeteksi, sindrom ini sudah berkembang dan
telah terdapat satu atau dua komplikasi (4).
Luasnya komplikasi pada diabetes melitus tampaknya berkorelasi dengan
konsentrasi glukosa darah sehingga glukosa darah yang berlebihan
(hiperglikemia) diduga menjadi penyebab utama kerusakan jaringan. Fenomena
ini dapat disebabkan oleh kemampuan hiperglikemia secara in vivo dalam
modifikasi oksidatif berbagai substrat (4). Di samping beberapa faktor lain yang
dapat mempercepat timbulnya kerusakan jaringan tersebut, seperti genetik,
hipertensi, dan dislipidemia. Adapun sel yang paling peka mengalami kerusakan
akibat hiperglikemia adalah sel endotelial di retina, sel mesangial di glomerulus,
sel neuron dan sel schwan pada jaringan saraf perifer (21).
Beberapa jalur yang diketahui berperan dalam terjadinya kerusakan jaringan
akibat hiperglikemia yaitu autooksidasi glukosa, glikasi protein, dan aktivasi jalur
metabolisme poliol. Pada autooksidasi glukosa terjadi reduksi oksigen sehingga
terbentuk produk radikal berupa O2-, OH dan H2O2, serta -ketoaldehid.
-
8/3/2019 BAB II ages
4/18
8
Senyawa-senyawa ini dapat merusak biomolekul penting di dalam sel seperti
DNA, protein dan lipid (2).
Glukosa juga dapat mengalami glikasi secara langsung melalui
pembentukan ikatan kovalen dengan protein (glikasi protein) yang dikenal dengan
reaksi glikosilasi. Reaksi glikosilasi ini pertama kali ditemukan oleh Louis Camile
Maillard. Ia mengamati terbentuknya warna cokelat saat memanaskan
karbohidrat-protein, sehingga reaksi ini disebut reaksi Maillard. Reaksi ini bersifat
non-enzimatik (tanpa bantuan enzim sebagai katalisator) yang dapat dianalisa
melalui beberapa tahap (22).
Pertama, pembentukan basa schiff yang bersifat reversibel kemudian
mengalami penataan kembali (rearrangement) membentuk produk amadori yang
bersifat irreversibel. Pada penataan kembali ini, ikatan rangkap pindah ke C-2
glukosa untuk membentuk derivat fruktosa dari Hb yang stabil. Derivat ini disebut
hemoglobin A1c (HbA1c) yang dicapai dalam beberapa jam dan minggu (22). Sel
darah merah semua orang mengandung sedikit HbA1c. Kecepatan
pembentukannya berbanding lurus dengan kadar glukosa darah. Pada pasien
diabetes, kadar HbA1c lebih tinggi (6-15%) daripada normal (3-5%) (6).
Selanjutnya produk Amadori terurai hingga terbentuk deoxyglucones yang
bersifat lebih reaktif. Produk ketoaldehid yang reaktif ini akan bereaksi dengan
protein sehingga terbentuk AGEs atau produk Maillard yang menyebabkan
fluoresensi dan crosslinkingprotein (23).
-
8/3/2019 BAB II ages
5/18
9
Gambar 2.1. Mekanisme pembentukan AGEs dan radikal bebas melalui reaksi
Maillard
Adanya efek tautometri yakni perubahan posisi gugus karbonil dari aldehid
menjadi keton atau sebaliknya akan membentuk senyawa 2,3-enediol. Senyawa
2,3-enediol akan dikatalisis oleh anion fosfat, yang selanjutnya akan mengalami
autooksidasi dan terlibat dalam pembentukan superoksida. Superoksida tersebut
akan dikatalisis oleh ion logam transisi dan H2O2, yang selanjutnya menghasilkan
varian AGEs seperti N-karboksimetilisin dan asam D-eritronik. Terdapatnya ion
tembaga dan besi dalam tubuh dapat mempercepat reaksi glikosilasi sehingga
memungkinkan adanya reaksi Harber-Weiss atau reaksi Fenton yang mengubah
H2O2 menjadi radikal hidroksil (OH) yang juga bersifat reaktif (2).
-
8/3/2019 BAB II ages
6/18
10
B. Advanced Glycation Ends Products (AGEs)
AGEs adalah suatu gugus heterogen dari stuktur kompleks yang dibentuk
secara non enzimatik melalui reaksi antara gula pereduksi dan amino protein.
Pembentukan AGEs terjadi seiring dengan bertambahnya usia dan dipercepat
dengan terjadinya hiperglikemia (24). Beberapa varian AGEs seperti lisin, histidin
dan arginin yang irreversibel yaitu N-(carboxymethyl)lysine (CML), pentosidin,
piralin, glyoxal lysine dimer(GOLD), dan methyl glyoxal lysine dimer (MOLD)
(25).
Gambar 2.2. Struktur Kimia AGEs. Derivat lisin: CML dan piralin. Derivat
pentosa dari ikatan silang lisin dan arginin: pentosidin
Glikasi protein dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Di bawah
kondisi fisiologis, glikasi dapat terlihat pada proses penuaan dan reaksinya lebih
cepat dan lebih intensif dengan peningkatan konsentrasi glukosa secara bertahap.
Pembentukan AGEs dapat terlihat pada darah dan jaringan (25).
-
8/3/2019 BAB II ages
7/18
11
Pentosidin merupakan AGEs yang dibentuk dari reaksi antara lisin dan
arginin, dan menghasilkan cross link berfluoresensi dengan beberapa prekursor
karbohidrat yaitu glukosa, ribosa, asam askorbat, dan 3-deoksiglukoson.
Degradasi dari DNA dan RNA menghasilkan ribosa bebas yang merupakan
sumber dari pembentukan pentosidin. Pentosidin dapat ditemukan pada beberapa
jaringan tubuh manusia, yaitu di kulit, kartilago, trakea, aorta, otot jantung, paru-
paru, hati, ginjal, lensa mata, sel darah merah, dan protein darah. CML adalah
AGEs utama yang berhubungan dengan patogenesis penyakit. Terbentuk melalui
degradasi oksidatif dari produk amadori-fruktosalisin melalui logam yang
dikatalisis. CML bisa ditemukan di dalam sel busa pada plak aterosklerosis (26).
Untuk meredam terjadinya kerusakan oksidatif akibat akumulasi AGEs
maka diperlukan suatu sistem pertahanan yang mampu menghilangkan,
membersihkan (scavenger), menahan pembentukan ataupun meniadakan efek
AGEs tersebut. Sistem itu dikenal sebagai antioksidan. Penelitian pada hewan
coba membuktikan bahwa antioksidan dapat menghambat tahap awal retinopati,
nefropati dan neuropati pada diabetes melitus. Demikian juga pada penelitian
terhadap manusia, antioksidan terbukti dapat menghambat komplikasi
mikrovaskular, penurunan insidensi penyakit jantung koroner, perbaikan sistem
saraf otonom jantung, dan vasodilatasi vaskuler (2).
Mekanisme aktivitas antioksidan eksogen dalam meredam efek radikal
bebas ( free radicals scavenging) adalah melalui pengelatan ion logam (metal
ionic chelating) sehingga ion-ion metal diasingkan dan efek prooksidan dari metal
dapat dihambat. Misalnya melalui pemutusan rantai propagasi dari radikal bebas
( free radical chains breaking) dengan berperan sebagai donor hidrogen atau
-
8/3/2019 BAB II ages
8/18
12
akseptor hidrogen sehingga terjadi pembersihan blokade terhadap radikal bebas;
dan perangkap gugus karbonil (carbonyl group traps)(27).
C. Tanaman Karamunting (Rhodomyrtus tomentosa )
1. Klasifikasi
Berdasarkan ilmu taksonomi tumbuhan, karamunting dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: (14)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Magnoliophyta
Klas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Rhodomyrtus
Spesies :Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk.
2. Habitat dan Morfologi
Karamunting tumbuh di semak-semak, hutan basah dan lembab,
berkembang dalam suatu cakupan luas jenis tanah, mencakup lahan pantai,
umumnya pada ketinggian 2400 m di atas permukaan laut. Selain itu, karamunting
dikenal dengan baik di daerah selatan India, dimana sering ditemukan di daerah
pegunungan. Tanaman ini juga tumbuh di kawasan Cina Selatan, dan sedikit di
Florida dan California (13).
Karamunting merupakan tanaman liar berupa pohon berkayu, tinggi 6-12
kaki atau hampir setinggi tubuh orang dewasa. Duduk daunnya bersilang
-
8/3/2019 BAB II ages
9/18
13
berhadapan, permukaan atas daun mengkilap dan permukaan bawah berbulu halus
lembut. Panjang daun 5-7 cm dan lebar 2-3,5 cm berbentuk oval meruncing (13).
Bunga karamunting berdiameter 3-3,5 cm berwarna merah muda keunguan
dengan lima kelopak. Buah mudanya berwarna hijau sekeras jambu biji mentah
dengan ukuran sebesar kacang tanah, buah matangnya berwarna ungu dengan
ukuran kira-kira tiga per empat anggur memiliki rasa yang manis. Kulit buah
berbulu halus seperti beludru. Biji dan daging buahnya seperti anggur tetapi tidak
berair banyak melainkan berserat lebih banyak (13).
Gambar 2.3. Morfologi daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa)
3. Kandungan Kimia dan Manfaat
Karamunting dikenal baik di daerah selatan India, kawasan Cina Selatan dan
sedikit di Florida dan California (14). Secara umum tanaman karamunting
mengandung berbagai senyawa kimia diantaranya senyawa golongan flavonoid,
steroid, triterpenoid, tanin galat, tanin katekat, kuinon dan unsur natrium, kalsium,
kalium serta magnesium. Dari penelitian lain terhadap karamunting juga
didapatkan adanya senyawa antibakteri (13).
Antioksidan eksogen dapat diperoleh dari karamunting ini, yaitu senyawa
flavonoid. Flavonoid tergolong senyawa fitokimia yang merupakan derivat
-
8/3/2019 BAB II ages
10/18
14
senyawa fenol. Flavonoid inilah yang berperan dalam menekan pembentukan
radikal bebas dengan cara penghambatan enzim atau dengan pengelatan ion logam
(metal ionic chelating) yang terlibat dalam produksi radikal bebas serta berperan
dalam peredaman radikal bebas (free radicals scavenging) (2).
D. Tanaman Lidah Buaya (Aloe vera)
1. Klasifikasi
Berdasarkan ilmu taksonomi tumbuhan, lidah buaya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: (16)
Kingdom : Plantae
Divisio : Angiospermae
Klas : Monocotyledoneae
Ordo : Liliales
Familia : Liliaceae
Genus : Aloe
Spesies :Aloe vera
2. Habitat dan Morfologi
Aloe merupakan tanaman padang pasir yang berbentuk seperti kaktus.
Tanaman ini termasuk famili Liliaceae. Ada lebih dari 500 spesies tapi bentuk
yang paling dikenal adalah Aloe vera. Aloe vera merupakan jenis tanaman yang
berasal dari Afrika Utara, Pulau Canary dan Cape Verde. Aloe vera tumbuh pada
iklim kering dan tersebar luas di Afrika dan wilayah kering lainnya (15).
Aloe vera merupakan tanaman yang tumbuh setinggi 60-100 cm (24-39
inci). Daunnya tebal, berwarna hijau hingga hijau keabu-abuan dengan beberapa
-
8/3/2019 BAB II ages
11/18
15
variasi bintik-bintik putih pada bagian atas dan permukaan yang lebih rendah.
Tepi daunnya bergigi tajam dan mempunyai gerigi putih yang kecil berukuran
panjang 40-60 cm dan lebar pelepah bagian bawah 8-13 cm dan tebal antara 2-3
cm. Bunganya dihasilkan pada musim panas, sejenis paku-pakuan yang mencapai
tinggi 90 cm (35 inci), masing-masing bunga terjuntai dengan mahkota bunga
berwarna kuning berukuran panjang 2-3 cm (0.8-1.2 inci). Seperti spesies Aloe
yang lainAloe vera membentukarbuscular mycorrhiza, simbiosis yang membuat
tanaman ini dapat mengambil nutrisi mineral dari tanah dengan baik (15).
Gambar 2.4. Morfologi lidah buaya (Aloe vera)
3. Kandungan Kimia dan Manfaat
Pada daun lidah buaya mengandung saponin, flavonoid, tannin, polifenol,
dan glukomanan (16). Flavonoid inilah yang berperan dalam menekan
pembentukan radikal bebas dengan cara penghambatan enzim atau dengan
pengelatan ion logam (metal ionic chelating) yang terlibat dalam produksi radikal
bebas serta berperan dalam peredaman radikal bebas (free radicals scavenging)
(2).
-
8/3/2019 BAB II ages
12/18
16
Ada dua bentuk yang dikenal dariAloe vera yaitu jus yang dikeringkan dari
daun dan gel aloe. Getah dari sel-sel perisiklik diperoleh dari bawah kulit daun
yang diuapkan untuk membentuk substansi lengket yang dikenal sebagai obat
aloe atau aloe. Jus aloe ini mengandung antrakuinon cathartic, barbaloin,
glukosida dari aloe-emodin, sama bagusnya dengan substansi lainnya (15).
Gel aloe diperoleh dari bagian dalam daun. Gel ini tidak mengandung
antrakuinon tetapi mengandung polisakarida, glukomanan, yang sama dengan
getah karet. Glukomanan berupa serat larut air yang merupakan bagian yang
berperan dalam efek hipoglikemik. Gel aloe telah digunakan untuk pengobatan
diabetes dan hiperlipidemia sebagai obat topikal dan obat oral. Gel aloe yang
diambil secara internal dapat menghasilkan sedikit penurunan pada rata-rata level
glukosa, tapi mekanismenya belum diterangkan. Getah Aloe vera yang
dikeringkan merupakan pengobatan tradisional untuk diabetes di semenanjung
Arab, meskipun gel aloe lebih disukai dibandingkan getah yang mengandung
bahan yang mengganggu saluran cerna yaitu antrakuinon (28).
E. Tikus Putih (Rattus norvegicus) dalam Penelitian
Rattus norvegicus merupakan hewan mamalia dari famili Muridae yang
dapat ditemukan di berbagai bagian bumi. Klasifikasi ilmiah Rattus norvegicus
adalah sebagai berikut: (29)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
-
8/3/2019 BAB II ages
13/18
17
Genus : Rattus
Spesies :Rattus norvegicus
F. Aloksan
Rattus norvegicus yang mengalami hiperglikemia dapat diperoleh melalui
penggunaan senyawa kimia seperti aloksan. Aloksan (2,4,5,6-tetraoxypirimidin)
merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada
binatang percobaan. Efek diabetogeniknya bersifat antagonis dengan glutathion
yang bereaksi dengan gugus SH-nya. Mekanisme aksi dalam menimbulkan
perusakan yang selektif belum diketahui dengan jelas. Beberapa hipotesis tentang
mekanisme aksi yang telah diajukan antara lain: pembentukan khelat terhadap Zn,
interferensi dengan enzim-enzim sel serta deaminasi dan dekarboksilasi asam
amino. Obat ini cepat menimbulkan hiperglikemi yang permanen dalam waktu
dua sampai tiga hari. Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara invitro
menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari
mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion
kalsium dari mitokhondria ini mengakibatkan gangguan homeostasis yang
merupakan awal dari matinya sel (30).
Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel beta pankreas yang
memproduksi insulin karena terakumulasinya aloksan secara khusus melalui
transporter glukosa yaitu GLUT2. Tingginya konsentrasi aloksan tidak
mempunyai pengaruh pada jaringan percobaan lainnya. Aloksan mungkin
mendesak efek diabetogenik oleh kerusakan membran sel beta dengan
meningkatkan permeabilitas. Dean dan Matthew (1972) mendemonstrasikan
adanya depolarisasi membran sel beta pankreas dengan pemberian aloksan. Aksi
-
8/3/2019 BAB II ages
14/18
18
sitotoksik aloksan dimediasi oleh radikal bebas. Aksi toksik aloksan pada sel beta
diinisiasi oleh radikal bebas yang dibentuk oleh reaksi redoks. Aloksan dan
produk reduksinya, asam dialurik, membentuk siklus redoks dengan formasi
radikal superoksida. Radikal ini mengalami dismutasi menjadi hidrogen
peroksida. Radikal hidroksil dengan kereaktifan yang tinggi dibentuk oleh reaksi
Fenton. Aksi radikal bebas dengan rangsangan tinggi meningkatkan konsentrasi
kalsium sitosol yg menyebabkan destruksi cepat sel beta (31).
G. Metformin
Dalam penelitian ini, dipilih obat golongan biguanid yaitu metformin.
Berbagai laporan penelitian yang telah dipublikasikan memperlihatkan besarnya
manfaat pemberian metformin dalam mengontrol diabetes. Penelitian oleh
Belcher tentang penggunaan metformin sebagai obat tunggal maupun kombinasi
menunjukan hasil yang cukup memadai dalam pengendalian gula darah pada
3.713 pasien diabetes selama 52 minggu (32).
Mekanisme kerja metformin sebagai obat anti diabetik oral belum
sepenuhnya diketahui. Banyak tahapan reaksi biokimiawi yang terjadi pada proses
metabolisme glukosa, baik pada sel hati, otot, atau jaringan lemak. Setiap tahapan
metabolisme ini dapat mempengaruhi terjadinya hiperglikemia, sehingga setiap
tahap ini dapat dilakukan intervensi untuk menurunkan proses terjadinya
hiperglikemia. Penyebab hiperglikemia pada diabetes antara lain karena
peningkatan glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati dan penurunan
ambilan glukosa di jaringan otot atau lemak. Metformin dapat menurunkan
glukoneogenesisdan glikogenolisisdi dalam hati (32).
-
8/3/2019 BAB II ages
15/18
19
Peran metformin pada tingkat seluler di dalam sel hati dalam menurunkan
glukosa darah dapat dijelaskan berdasarkan hasil penelitian Zhou dkk pada tahun
2001. Zhou dkk telah menemukan peran enzim adenosin-
monophosphateactivated-protein kinase (AMPK) pada metabolisme karbohidrat
dan lemak di dalam sel hati. Pada keadaan normal enzim AMPK akan diaktifkan
oleh adenosin monofosfat (AMP) yang terbentuk dari proses pemecahan adenosin
trifosfat (ATP) menjadi adenosin monofosfat (AMP) pada siklus pembentukan
energi di dalam mitokondria. Aktivasi AMPK oleh metformin akan menghambat
enzim asetil-koenzime A carboxylase yang berfungsi pada proses metabolisme
lemak. Proses ini akan menyebabkan peningkatan oksidasi asam lemak dan
menekan ekspresi enzim-enzim yang berperan pada lipogenesis. Selain itu enzim
AMPK di hati akan menurunkan ekspresi sterol regulatory element-binding
protein 1 (SREBP-1), suatu transcription factoryang berperan pada patogenesis
resistensi insulin, dislipidemia, dan steatosis hati (perlemakan). Jadi enzim AMPK
ini mempunyai peran yang dominan pada proses metabolisme glukosa dan lemak
di dalam hati, dan mungkin berperan pula pada beberapa mekanisme yang
menunjukan keuntungan dari metformin, seperti peningkatan ekspresi dari
heksokinase di dalam otot dan peningkatan glucose transporter (GLUT) dalam
sel. Pada jaringan otot metformin akan menyebabkan translokasi glucose
transporter-1 (GLUT 1) dari dalam sel ke membran plasma, sehingga dapat
meningkatkan ambilan glukosa masuk ke dalam sel otot (32).
Beberapa keunggulan metformin yaitu dapat menurunkan resistensi insulin,
menurunkan kadar glukosa darah, menekan glukoneogenesis, memperbaiki fungsi
diastolik jantung, perbaikan profil lipid, menurunkan stres oksidatif, memperbaiki
-
8/3/2019 BAB II ages
16/18
20
relaksasi pembuluh darah, perbaikan status hemostasis darah yang cenderung ke
kondisi pro-trombosis, menurunkan proses inflamasi pada endotel pembuluh
darah, serta menurunkan pembentukan Advance Glycation End-products (AGEs)
(32).
Beberapa keluhan gejala gastrointestinal yang sering dilaporkan sebagai
efek samping metformin dalam pengobatan diabetes antara lain diare, mual,
dispepsia, konstipasi, muntah, kembung, perubahan pola konsistensi feses, dan
darah pada feses. Keluhan yang ditimbulkan oleh metformin sangat berkorelasi
dengan besarnya dosis. Penggunaan metformin dimulai dengan dosis kecil (500
mg perhari) yang diberikan satu atau dua kali sehari pada saat makan pagi atau
malam. Setelah 5-7 hari, jika tidak ada efek samping pada gastrointestinal, dosis
dapat ditingkatkan sampai 850 atau 1000 mg sebelum makan pagi atau makan
malam. Jika timbul efek samping obat pada saluran pencernaan, dosis obat dapat
diturunkan pada dosis sebelumnya. Dosis efektif maksimal biasanya 850 mg, 2
kali sehari, akan lebih baik lagi kalau dinaikan dosisnya sampai 3000 mg sehari
(32).
H. Metode Maserasi
Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat
dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Bahan mentah
obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih lanjut
kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Ekstrak mengandung berbagai macam unsur,
tergantung pada obat yang digunakan dan kondisi dari ekstraksi. Metode ekstraksi
terdiri atas dua jenis yakni ekstraksi panas dan ekstraksi dingin. Ekstraksi panas
-
8/3/2019 BAB II ages
17/18
21
menggunakan cara refluks dan destilasi uap sedangkan ekstraksi secara dingin
menggunakan cara maserasi, perkolasi dan soxhletasi (33).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan zat aktif
akan larut. Simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau bejana yang
bermulut lebar bersama larutan penyari yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat
kemudian dikocok berulangulang sehingga memungkinkan pelarut masuk ke seluruh
permukaan simplisia (33).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa
air, air-etanol, pelarut lain. Keuntungan metode ini adalah pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh. Namun, kerugian
metode ini yaitu pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (33).
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air,
etanol, etanol-air atau eter. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena: lebih
selektif, jamur dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun,
netral, absorpsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala
perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Untuk
meningkatkan penyarian biasanya menggunakan campuran etanol dan air.
Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang disari. Etanol
dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin,
antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak, malam, tanin dan
-
8/3/2019 BAB II ages
18/18
22
saponin hanya sedikit larut. Dengan demikian zat pengganggu yang terlarut hanya
sedikit (33).
Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki
stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lain dari etanol mampu mengendapkan
albumin dan menghambat kerja enzim. Etanol (70%) sangat efektif dalam
menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan pengganggu hanya
skala kecil yang turut kedalam cairan pengekstraksi (33).
Isolasi flavonoid umumnya dilakukan dengan metode ekstraksi, yakni
dengan cara maserasi atau sokletasi menggunakan pelarut yang dapat melarutkan
flavonoid. Flavonoid pada umumnya larut dalam pelarut polar, kecuali flavonoid
bebas seperti isoflavon, flavon, flavanon, dan flavonol termetoksilasi lebih mudah
larut dalam pelarut semi polar. Oleh karena itu pada proses ekstraksinya, untuk
tujuan skrining maupun isolasi, umumnya menggunakan pelarut methanol atau
etanol. Hal ini disebabkan karena pelarut ini bersifat melarutkan senyawa-
senyawa mulai dari yang kurang polar sampai dengan polar (33).