bab ii

21
BAB II BELL’S PALSY 2.1 Definisi Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk kecacatan yang memberikan dampak yang kuat pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat disebabkan oleh bawaan lahir (kongenital), neoplasma, trauma, infeksi, paparan toksik ataupun penyebab iatrogenik.Yang paling sering menyebabkan kelumpuhan unilateral pada wajah adalah Bell’s palsy.Bell’s palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell. Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. (1) 2.2 Struktur Anatomi Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu : a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. 3

Upload: sheila-widyariskyafirdausy

Post on 06-Feb-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

BELL’S PALSY

2.1 Definisi

Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk kecacatan yang memberikan

dampak yang kuat pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat

disebabkan oleh bawaan lahir (kongenital), neoplasma, trauma, infeksi, paparan

toksik ataupun penyebab iatrogenik.Yang paling sering menyebabkan

kelumpuhan unilateral pada wajah adalah Bell’s palsy.Bell’s palsy ditemukan

oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell. Bell’s palsy didefinisikan

sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat

disfungsi nervus facialis perifer.(1)

2.2 Struktur Anatomi

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :

a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m.

levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian po

sterior dan stapedius di telinga tengah 

b. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus

salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa

faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula

submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.

c. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di

dua pertiga bagian depan lidah.

3

Page 2: BAB II

d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan

rasa rabadari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh

nervus trigeminus. 

Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh 

otot mimik wajah. Komponen sensoris nya kecil, yaitu nervus intermedius

Wrisberg yang mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian anterior lidah

dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-

serabut rasa pengecapan pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang

dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani dimana ia membawa

sensasi pengecapan melalui nervus fasialis ke nucleus traktus solitarius.

Serabut-serabut sekretomotor menginervasi kelenjar lakrimal melalui nervus

petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual serta kelenjar submaksilar

melalui korda timpani.(6)

Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens

dan serabut nervus dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian

ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons dibagian lateral

traktus kortikospinal. Karena posisi yang berdekatan (jukstaposisi) pada dasar

ventrikel IV, maka N.VI dan N.VI dapat terkena bersama-sama oleh lesi

vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus

internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok tajam ke depan dan

ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini

(genu) terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum karena sangat

dekat dengan genu.(6)

4

Page 3: BAB II

2.3 Epidemiologi

Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis

fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun

1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika

Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang,

63% mengenai wajah sisi kanan.Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per

100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi,

dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan

perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-

19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang

sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi

pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu

pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada

wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.(4)

Sedangkan di Indonesia, insiden Bell’s Palsy secara pasti sulit ditentukan.

Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah Sakit di Indonesia didapatkan

frekuensi Bell’s Plasy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan

terbanyak pada usia 21-30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita dari pada

pria.Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin,

tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat tepapar udara

dingin atau angin berlebihan.

5

Page 4: BAB II

2.4 Etiologi

Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat

penekanan (kompresi) pada nervus fasialis.Penyebab edema dan iskemia ini

sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin

(misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang

terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bell’s palsy. Akan tetapi,

sekarang mulai diyakini Herpes simplex Virus (HSV) sebagai penyebab

Bell’s palsy, Karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada

beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR

(Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita

Bell’s palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam

cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari

saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi

reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan lokal pada myelin.(2)

2.5 Patofisilogi

Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsyterjadi proses inflamasi

akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen

stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral.

Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya

proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter

nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut padasaat melalui

tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui

6

Page 5: BAB II

kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada

pintu keluar sebagai foramen mental.

Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi,

demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi.

Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan

di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa

terletak didaerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar

ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik

wajah di korteks motorik primer.

  Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan

kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya

Bell’s palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam

foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada

lesi LMN biasa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau

kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi

nervus fasialis.Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus

abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis

LMN tersebutakan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan

melirik ke arah lesi.Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul

bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap

dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa

penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan

virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes

zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang

7

Page 6: BAB II

herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat

sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.(1)

Gambar 2.1 Kelumpuhan pada Bell’s Palsy(Monnel, 2009)

2.6 Gejala Klinis

Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat

didiagnosa dengan inspeksi.Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.

Lipatan-lipatan didahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang

sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer

ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.(3,4)

8

Page 7: BAB II

1. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.

Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.

a. Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat

b. Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi

c. Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi

Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN.Pengecapan dan sekresi

air liur masih baik. 

2. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam

kanalis fasialis). Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan

pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi.

3. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum. Gejala:

seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis.

4. Lesi setinggi ganglion genikulatum. Gejala: seperti (c) ditambah dengan

gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar air mata

(lakrimasi).

5. Lesi di porus akustikus internus. Gangguan: seperti (d) ditambah dengan

gangguan pada N.VIII.

Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi

foramen stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun

penyebab yang sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah :

Herpes Zoster, otitis media perforat dan mastoiditis.

9

Page 8: BAB II

Gambar 2.2 Tanda klinik yang berhubungan dengan Lesi/Lokasi

(Danette, 2011)

2.7 Diagnosa

A. Anamnesis

1. Rasa nyeri.

2. Gangguan pengecapan atau hilangnya rasa pengecapan.

3. Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan

pada malam hari atau kegiatan yang di ruangan terbuka.

4. Riwayat penyakit yang pernah dialami penderita seperti infeksi saluran

pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

B. Pemeriksaan Fisik

Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :

1. Mengerutkan dahi

2. Memejamkan mata

3. Mengembangkan cuping hidung

10

Page 9: BAB II

4. Tersenyum

5. Bersiul

6. Mengencangkan kedua bibir

C. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakan

diagnosa dari Bell’s Palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau

HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut

menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa

dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus

tersebut berasal.(5)

D. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis bukan indikasi pada Bell’s Palsy. Pemeriksaan

CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis

neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multiple dan AIDS pada CNS.

Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s Palsy akan menunjukan adanya

penyangatan (Enchancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga,

ganglion genikulatum.

2.8 Diagnosa Banding

1. Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom)(4)

Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai

dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah.Tanda dan gejala

RHS meliputi:

11

Page 10: BAB II

a. Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang

telinga, saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut

(langit-langit) atau lidah

b. Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang

terkinfeksi

c. Kesulitan menutup satu mata

d. Sakit telinga

e. Pendengaran berkurang

f. Dering di telinga (tinnitus)

g. Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)

h. Perubahan dalam persepsi rasa

2. Miller Fisher Syndrom

Miller Fisher sindrom adalah varian dari Guillain Barre syndrome yang

jarang dijumpai. Miller Fisher syndrom atau Acute Disseminated

Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa

opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrome

didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan

kelemahan otot– otot mata. Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan

kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer

pada Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral.Gejala lain bisa

didapatkan rasa kebas, pusing dan mual.(4)

12

Page 11: BAB II

2.9 Penatalaksanaan (3, 4, 7, 9)

1. Istirahat terutama pada keadaan akut(3,4)

2. Medikamentosa

a. Agen antiviral

Meskipun pada penelitian yang pernah dilakukan masih kurang

menunjukkan efektifitas obat-obat antivirus pada Bell’s palsy, hampir

semua ahli percaya pada etiologi virus. Penemuan genom virus

disekitar nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen

antivirus pada penatalaksanaan Bell’s palsy. Oleh karenaitu, zat

antiviral merupakan pilihan yang logis sebagai penatalaksanaan

farmakologis dan sering dianjurkan pemberiannya. Acyclovir 400 mg

selama 10 hari dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy.

Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset

penyakit untuk mencegah replikasi virus.(4, 7, 9)

b. Kortikosteroid.

Pengobatan Bell ’s palsy dengan menggunakan steroid masih

merpakan suatu kontroversi. Berbagai artikel penelitian telah

diterbitkan mengenai keuntungan dan kerugian pemberian steroid pada

Bell’s palsy. Para peneliti lebih cenderung memilih menggunakan

steroid untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Bila telah diputuskan

untuk menggunakan steroid, maka harus segera dilakukan konsensus.

Prednison dengan dosis 40-60 mg/ hari per oral atau 1 mg/ kgBB/ hari

selama 3 hari, diturunkan perlahan lahan selama 7 hari kemudian,

13

Page 12: BAB II

dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit,

gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.(3, 4, 7, 9)

3. Fisioterapi

Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednisone, dapat dianjurkan

pada stadium akut.Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus yang

lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu: mengurut/ massage otot wajah

selama 5 menit pagi hari dan sore hari.(9)

4. Operasi

Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat

menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial.(7,9)

Tindakan operatif dilakukan apabila :

a. Tidak terdapat penyembuhan spontan

b. Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednisone.

2.10 Komplikasi(3,5,10)

Hampir semua pasien dengan Bell palsy dapat sembuh tanpa mengalami

deformitas kosmetik, tetapi sekitar 5% mengalami gejala sisa cukup berat

yang tidak dapat diterima oleh pasien.

a. Regenerasi motorik yang tidak sempurna.

Bagian terbesar dari nervus facialis terdiri dari serabut saraf eferen

yang merangsang otot-otot ekspresi wajah. Bila bagian motorik

mengalami regenerasi yang tidak optimal, maka dapat terjadi paresis

semua atau beberapa otot wajah tersebut.

14

Page 13: BAB II

Gangguan tampak sebagai (1) inkompetensi oral, (2) epifora

(produksi airmata berlebihan), dan (3) obstruksi nasal.

b. Regenerasi sensoris yang tidak sempurna.

Dysgeusia (gangguan rasa).

Ageusia (hilang rasa).

Dysesthesia gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sesuai dengan

stimulus normal).

c. Reinervasi aberan dari nervus facialis.

Setelah gangguan konduksi neuron pada nervus facialisdimulai

dengan regenerasi dan proses perbaikan, beberapa serabut saraf akan

mengambil jalan lain dan dapat berhubungan dengan serabut saraf di

dekatnya. Rekoneksi aberan ini dapat menyebabkan jalur neurologik

yang tidak normal.

Bila terjadi gerakan volunter, biasanya akan disertai dengan gerakan

involunter (seperti gerakan menutup mata yang satu diikuti dengan

gerakan menutup mata disebelahnya). Gerakan involunter yang

menyertai gerakan volunter ini disebut synkinesis.

2.11 Prognosis(5, 8)

Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.

Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah:

a. Usia di atas 60 tahun.

b. Paralisis komplit.

c. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh.

15

Page 14: BAB II

d. Nyeri pada bagian belakang telinga.

e. Berkurangnya air mata.

Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita

sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan.

Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh

total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30

tahun atau kurang, hanya memiliki perbedaan peluang 10-15 % antara sembuh

total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan,

maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile

tears dan kadang spasme hemifasial.(8)

Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding

penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang

non DM. Hanya 23% kasus Bell’s palsy yang mengenai kedua sisi wajah.

Bell’s palsy kambuh pada 10-15% penderita. Sekitar 30 % penderita yang

kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.

16