bab ii

31
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan teori 1. Diare Akut a. Definisi Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurnag dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, hingga usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap normal selama tumbuh kembangnya baik (Cristanto dkk 2014). Klasifikasi diarepada anak berdasarkan derajat dehidrasi 1) Dehidrasi berat

Upload: alexxx

Post on 29-Jan-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KTI

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan teori

1. Diare Akut

a. Definisi

Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat

kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari)

dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam

dan berlangsung kurnag dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi,

hingga usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya

cair atau lembek masih dianggap normal selama tumbuh kembangnya

baik (Cristanto dkk 2014).

Klasifikasi diarepada anak berdasarkan derajat dehidrasi

1) Dehidrasi berat

Apabila kehilangan cairan >10% berat badan dengan gambaran

klinik/ tanda-tanda kondisi umun lemah, latergis/ tidak sadar,

ubun-ubun besar, mata sangat cekung, mals minum/ tidak dapat

minum, cubitan perut kembali sangat lambat (>=2 detik)

2) Dehidrasi ringan-sedang

Apabila kehilangan cairan 5-10% berat badan dengan gambaran

klinik/ tanda-tanda rewel, gelisah, cengeng, ubun-ubun besar, mata

sedikit cekung, tampak kehausan, cubitan perut kembali lambat.

Page 2: BAB II

3) Tanpa dehidrasi

Apabila kehilangan cairan >5% berat badan.

b. Etiologi

1) Infeksi : virus (rotavirus, adenovirus, norwalk), bakteri (shigella

sp., salmonella sp., E. coli, vibrio sp.), parasit (protozoa: E,

hystolytica, G. Lamblia, blantidium coli: cacing; ascaris sp.,

trichuris sp., strongylodies sp ; jamur : candida sp.), infeksi ekstra

usus (otitis media akut, infeksi saluran kemih, pneumonia).

Terbanyak disebabkan rotavirus (20-40%)

2) Alergi makanan : alergi susu sapi, protein kedelai, alergi multipel

3) Malabsorbsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak dan protein

4) Keracunan makanan (misalnya makanan kaleng akibat Botulinum

sp.)

5) Lain-lain : obat-obatan (antibiotik atau obat lainnya), kelainan

anatomi

c. Manifestasi Klinis

Pasien yang menderita gastroenteritis, mula-mula pasien

cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau

tidak ada kemungkinan timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir

atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama makin kehijau-hijauan

karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul

lecet karena sering defekasi dan tinja makin lam makin asam sebagai

akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak

Page 3: BAB II

diapsorpsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul setelah

atau sebelum diare dan dapat disebabkan karena lambung turut

meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan

elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,

gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badab turun, turgor

berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi),

selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah,

2005).

Frekuensi BAB (buang air besar) pada bayi lebih dari 3 kali

sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari, bentuk cair pada

buang air besarnya kadang-kadang disertai lendir dan darah, nafsu

makan menurun, warnanya lama kelamaan menjadi kehijauan karena

bercampur empedu, muntah, rasa haus, malaise, adanya lecet pada

daerah sekitar anus, feses bersifat banyak asam laktat yang berasal dari

laktosa yang tidak dapat diserap usus, adanya tanda dehidrasi,

kemudian dapat terjadi diuresis yang berkurang (oliguria sampai

dengan anuria) atau sampai dengan terjadi asidosis metabolic seperti

tampak pucat dengan pernafasan (Hidayat, 2006)

d. Patofisiologi

Diare akut pada anak umumnya disebabkan oleh virus tapi

etiologi lainnya, seperti bakteri dan bakteri mungkin menjadi penyebab

terjadinya diare. Virus melukai lapisan penyerapan sel vili

menyebabkan penurunan proses penyerapan dan defisiensi disakarida

Page 4: BAB II

(Ricci & Kyle, 2009). Bakteri menghasilkan cedera usus dengan secara

langsung menginvasi mukosa usus, merusak lapisan permukaan vili

atau melepaskan racun (toksin). Diare akut dapat menghasilkan

pengeluaran darah ataupun tidak. Diare juga dapat terkait dengan

penggunaan antibiotik dalam waktu yang lama atau dosis yang tinggi

sehingga membunuh flora normal yang ada di usus.

Hockenberry dan Wilson (2010 dalam Novianti, 2010)

merangkum patofisiologi diare menjadi tiga mekanisme berbeda.

Invasi mikroorganisme parogen ke dalam saluran pencernaan

menyebabkan diare melalui, yaitu (1) produksi enterotoksin yang

menstimukasi sekresi air dan elektrolit, (2) invasi serta destruksi sel-sel

eptitel usus, dan (3) inflamasi lokal serta invasi sitemik oleh

mikroorganisme tersebut.

Patogen merusak sel mukosa vili di usus kecil menyebabkan

cedera permukaan dan penurunan kapasitas absorbsi air dan elektrolit.

Patogen juga memasuki mukisa dan submukosa usus menyebabkan

kerusakan sel, nekrosis, dan ulserasi. Enterotoksin yang dihasilkan

patogen bakteri menstmulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel

sekresi primer di usus kecil. Aksi dari enterotoksin juga mempengaruhi

fungsi absorbsi dari daerajat permukaan usus kecil. Akibatnya,

terjadilah ketidakseimbangan sektesi cairan dan elektrolit dan

termanifestasikan dengan peningkatan frekuensi bab. Diare dengan

proses demikian dapat mengarahkan penderita mengalami dehidrasi

Page 5: BAB II

dan asidosis metabolik (Pott and Mandleco dalam Novanti, 2010). Jika

kondisi dehidrasi dan asidosis metabolik tidak tertangani, maka

kejadian syok hipovolemik tidak terelakkan. Kondisi tersebut

mengancam jiwa penderita.

e. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diare akut antara lain :

1) Rehidrasi

Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi, asupan

cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari

buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang

banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti cairan

intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung

elektrolit dan gula atau strach harus diberikan. Terapi rehidrasi oral

murah, efektif, dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan

oral antara lain; pedialit, oralit dll cairan infus a.l ringer laktat dll.

Cairan diberikan 50 – 200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan

dan status hidrasi (Setiawan, 2006).

2) Diet

Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah

hebat. Pasien dianjurkan justru minuman sari buah, teh, minuman

tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik

dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi

laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.

Page 6: BAB II

Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat

meningkatkan motilitas dan sekresi usus. (Setiawan, 2006)

3) Obat antidiare

Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala a) yang paling efektif

yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan

tinkur opium. Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan

memiliki efek samping paling kecil, Bismuth subsalisilat

merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi kontraindikasi

pada pasien HIV karena dapat menimbulkan enselofati bismuth.

Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien

disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai

mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit, b)

obat yang mengeraskan tinja; atapulgite 4 x 2 tab perhari, smectite

3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti c)

obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrase 3 x 1 tab

perhari (Setiawan, 2006).

4) Obat antimikroba

Pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien.

Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga

mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis traveler’s diarrhea)

atau imunosupresif (Setiwan, 2006).

Page 7: BAB II

f. Komplikasi

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat

terjadi berbagai macam komplikasi seperti:

1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau

hipertonik).

2) Renjatan hipovolemik

3) Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram).

4) Hipoglikemia.

5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim

lactase karena kerusakan vili mukosa usus halus.

6) Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

7) Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah

penderita juga mengalami kelaparan (Sitorus, 2008).

g. Asuhan keperawatan

1) Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar pertama atau langkah awal dari proses

keperawatan secara keseluruhan dan merupakan suatu proses yang

sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi data dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.

Pada tahap ini semua data dan informasi tentang klien yang

dibutuhkan, dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan

diagnosa keperawatan. Tujuan dari pengkajian adalah untuk

Page 8: BAB II

mengumpulkan data, menganalisa data sehingga ditemukan

diagnosa keperawatan. Adapun langkah-langkah dalam pengkajian

adalah sebagai berikut :

a) Riwayat Keperawatan

Identitas pasien meliputi nama, umur, berat badan, jenis

kelamin, alamat rumah, suku bamgsa, agama, dan orang tua.

Keluhan utama pasien biasanya megeluh berak encer dengan

atau tanpa adanya lendir dan darah sebanyak lebih dari 3 kali

sehari, berwarna kehijau-hijauan dan berbau amis, biasanya

disertai muntah, tidak nafsu makan, dan disertai dengan demam

ringan atau demam tinggi pada anak-anak yang menderita

infeksi usus.

Riwayat penyakit sekarang meliputi lamanya keluhan : masing-

masing orang berbeda tergantung pada tingkat dehidrasi, atau

gizi, keadaan sosial, ekonomi, hygiene dan sanitasi. Akibat

timbul keluhan : anak menjadi rewel dan menjadi gelisah,

badan menjadi lemah dan aktivitas bermain kurang. Faktor

yang memperberat adalah ibu menghentikan pemberian

makanan, anak tidak mau makan dan minum, tidak ada

pemberian cairan tambahan (larutan oralit atau larutan gula

garam).

Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan yaitu riwayat

penyakit yang pernah di derita oleh anak maupun keluarga

Page 9: BAB II

dalm hal ini orang tua. Apakah dalam keluarga pernah

mempunyai riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita

diare (Gunawan, 2009).

b) Pola fungsional

(1) Aktivitas/istirahat:

Gejala:

(a) Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum

(b) Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare

(c) Gelisah dan ansietas

(2) Sirkulasi:

Tanda:

(a) Takikardia (reapon terhadap dehidrasi, demam, proses

inflamasi dan nyeri)

(b) Hipotensi

(c) Kulit/membran mukosa : turgor jelek, kering, lidah

pecah-pecah

(3) Integritas ego:

Gejala:

Ansietas, ketakutan,, emosi kesal, perasaan tak berdaya

Tanda:

Respon menolak, perhatian menyempit, depresi

(4) Eliminasi:

Gejala:

Page 10: BAB II

(a) Tekstur feses cair, berlendir, disertai darah, bau

anyir/busuk.

(b) Tenesmus, nyeri/kram abdomen

Tanda:

(a) Bising usus menurun atau meningkat

(b) Oliguria/anuria

(5) Makanan dan cairan:

Gejala:

(a) Haus

(b) Anoreksia

(c) Mual/muntah

(d) Penurunan berat badan

(6) Intoleransi diet/sensitif terhadap buah segar, sayur, produk

susu, makanan berlemak

Tanda:

(a) Penurunan lemak sub kutan/massa otot

(b) Kelemahan tonus otot, turgor kulit buruk

(c) Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut

(7) Hygiene:

Tanda:

(a) Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri

(b) Badan berbau

Page 11: BAB II

(8) Nyeri dan Kenyamanan:

Gejala:

Nyeri/nyeri tekan kuadran kanan bawah, mungkin hilang

dengan defekasi

Tanda:

Nyeri tekan abdomen, distensi.

(9) Keamanan:

Tanda:

(a) Peningkatan suhu pada infeksi akut,

(b) Penurunan tingkat kesadaran, gelisah

(c) Lesi kulit sekitar anus

(10) Seksualitas

Gejala:

Kemampuan menurun, libido menurun

(11) Interaksi sosial

Gejala:

Penurunan aktivitas sosial

(12) Penyuluhan/pembelajaran:

Gejala:

(a) Riwayat anggota keluarga dengan diare

(b) Proses penularan infeksi fekal-oral

(c) Personal higyene

(d) Rehidrasi

Page 12: BAB II

2) Diagnosa Keperawatan

a) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui

feses dan muntah serta intake terbatas (mual).

b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan

absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.

c) Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.

d) Kecemasan b/d perubahan status kesehatan, perubahan status

sosio-ekonomis, perubahan fungsi peran dan pola interaksi.

e) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi

informasi dan atau keterbatasan kognitif.

3) Intervensi

a) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui

feses dan muntah serta intake terbatas (mual)

Intervensi :

(1) Berikan cairan parenteral sesuai dengan program rehidrasi

Rasional : Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan

yang keluar bersama feses.

(2) Pantau intake dan output.

Rasional : Memberikan informasi status keseimbangan

cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.

(3) Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil

pemeriksaan laboratorium

Page 13: BAB II

Rasional : Menilai status hidrasi, elektrolit dan

keseimbangan asam basa.

(4) Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif.

Rasional : Pemberian obat-obatan secara kausal penting

setelah penyebab diare diketahui.

b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan

absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.

Intervensi :

(1) Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama

fase akut.

Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik.

(2) Pertahankan status NPO (puasa) selama fase akut/ketetapan

medis dan segera mulai pemberian makanan per oral

setelah kondisi klien mengizinkan

Rasional : Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan

selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga

terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera

mungkin penting setelah keadaan klinis klien

memungkinkan.

(3) Kolaborasi pemberian roborantia seperti vitamin B 12 dan

asam folat.

Rasional : Diare menyebabkan gangguan fungsi ileus yang

berakibat terjadinya malabsorbsi vitamin B 12; penggantian

Page 14: BAB II

diperlukan untuk mengatasi depresi sum sum tulang,

meningkatkan produksi SDM. Defisiensi asam folat dapat

terjadi bila diare berlanjut akibat malabsorbsi.

(4) Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi.

Rasional : Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan

mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut.

c) Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.

Intervensi :

(1) Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut

fleksi.

Rasional : Menurunkan tegangan abdomen.

(2) Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa

nyaman seperti masase punggung dan kompres hangat

abdomen

Rasional : Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus

perhatian kliendan meningkatkan kemampuan koping.

(3) Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan

airsetelah defekasi dan berikan perawatan kulit

Rasional : Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah

iritasi.

(4) Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau

antikolinergik sesuai indikasi

Page 15: BAB II

Rasional : Analgetik sebagai agen anti nyeri dan

antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat

diberikan sesuai indikasi klinis.

(5) Kaji keluhan nyeri (skala 1-10), perubahan karakteristik

nyeri, petunjuk verbal dan non verbal

Rasional : Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk

menetapkan intervensi selanjutnya.

d) Kecemasan b/d perubahan status kesehatan, perubahan status

sosio-ekonomis, perubahan fungsi peran dan pola interaksi.

Intervensi :

(1) Dorong klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan

umpan balik tentang mekanisme koping yang tepat.

Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab

kecemasan dan alternatif pemecahan masalah.

(2) Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum

terjadi pada orang lain yang mengalami masalah yang sama

dengan klien.

Rasional : Membantu menurunkan stres dengan mengetahui

bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami

masalah yang demikian.

(3) Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah

tamah dan tulus dalam membantu klien.

Page 16: BAB II

Rasional : Mengurangi rangsang eksternal yang dapat

memicu peningkatan kecamasan.

(4) Kolaborasi pemberian obat sedatif bila diperlukan.

Rasional : Dapat digunakan sebagai anti ansitas dan

meningkatkan relaksasi.

(5) Kaji perubahan tingkat kecemasan (misalnya dengan indeks

HARS)

Rasional : Mengevaluasi perkembangan kecemasan untuk

menetapkan intervensi selanjutnya.

e) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi

informasi dan atau keterbatasan kognitif.

Intervensi :

(1) Kaji kesiapan klien mengikuti pembelajaran, termasuk

pengetahuan klien tentang penyakit dan perawatannya.

Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh

kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan

sebelumnya.

(2) Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab dan akibatnya

terhadap gangguan aktivitas sehari-hari.

Rasional : Pemahaman tentang masalah ini penting untuk

meningkatkan partisipasi klien dan keluarga dalam proses

perawatan klien.

Page 17: BAB II

(3) Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi

dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin

timbul.

Rasional : Meningkatkan pemahaman dan partisipasi klien

dalam pengobatan.

(4) Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah

defekasi.

Rasional : Meningkatkan kemandirian dan kontrol klien

terhadap kebutuhan perawatan diri.

2. Zinc

a. Definisi

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam

tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide

Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan

mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam

epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan

fungsi selama kejadian diare (Kemenkes RI, 2011).

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama

dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,

mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian

diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare

harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.

Page 18: BAB II

b. Manfaat pengobatan zinc pada anak yang terkena diare

Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian

Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang

tersebut dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga

meningkatkan sistim kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko

terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.

Berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc

sebagai pengobatan diare adalah mengurangi :1) Prevalensi diare

sebesar 34%; (2) Insidens pneumonia sebesar 26%; (3) Durasi diare

akut sebesar 20%; (4) Durasi diare persisten sebesar 24%, hingga; (5)

Kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 42%.

c. Mekanisme kerja Zinc dalam meningkatkan sistim imun

Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkait dengan

kemampuannya meningkatkan sistim kekebalan tubuh. Zinc

merupakan mineral penting bagi tubuh. Lebih 300 enzim dalam tubuh

yang bergantung pada zinc. Zinc juga dibutuhkan oleh berbagai organ

tubuh, seperti kulit dan mukosa saluran cerna. Semua yang berperan

dalam fungsi imun, membutuhkan zinc. Jika zinc diberikan pada anak

yang sistim kekebalannya belum berkembang baik, dapat

meningkatkan sistim kekebalan dan melindungi anak dari penyakit

infeksi. Itulah sebabnya mengapa anak yang diberi zinc (diberikan

sesuai dosis) selama 10 hari berturut - turut berisiko lebih kecil untuk

terkena penyakit infeksi, diare dan pneumonia.

Page 19: BAB II

d. Cara Pemberian Obat Zinc

1) Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat obat Zinc

selama 10 hari berturut-turut.

2) Larutkan tablet dalam 1 sendok air minum atau ASI (tablet mudah

larut kira-kira 30 detik, segera berikan ke anak).

3) Dosis pemberian Zinc pada balita:

a) Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari

b) Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah

berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1

sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada

anak diare (Kemenkes RI, 2011).

4) Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat

Zinc, ulangi pemberian dengan cara potong lebih kecil dilarutkan

beberapa kali hingga 1 dosis penuh.

5) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus,

tetap berikan obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau

makan.

Page 20: BAB II

B. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi diare akut pada balita:

1. Infeksi virus dan bakteri

2. Alergi makanan

3. Malabsorbsi4. Keracunan

makanan5. Lain-lain :

obat-obatan

(antibiotik

atau obat

lainnya),

kelainan

Kekurangan volume cairan

Dehidrasi