bab ii
DESCRIPTION
anorganikTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa kompleks dapat didefinisikan sebagai senyawa yang terbentuk
antara dua senyawa kimia dengan mekanisme donor-akseptor elektron atau atau
senyawa asam-basa menurut Lewis. Setiap atom atau ion non logam, baik bebas atau
terikat pada molekul yang netral atau berbentuk ion, dapat bertindak sebagai donor
asalkan dapat memberikan pasangan electron. Sedangkan sebagai akseptor yaitu
yang dapat menerima atau bersama-sama mengikat pasangan elektron tersebut dan
biasanya adalah atom logam atau atom yang netral (Mursyidi dan Rohman, 2008).
Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk antara ion pusat (biasanya
ion logam) dengan anion atau molekul netral yang memiliki pasangan electron bebas
yang disebut ligan. Ikatan kovalen koordinat terjadi dari ligan ke ion pusat. Pada
senyawa kompleks harus dibedakan pengertian bilangan oksidasi dan bilangan
koordinasi. Contoh senyawa [Ag(NH3)2]+ adalah ion kompleks Ag(I) dengan dua
molekul NH3 sebagai ligan netral. Pada ion kompleks tersebut bilangan oksidasi Ag
adalah satu dan bilangan koordinasinya adalah dua. Pada ion kompleks
[Fe(H2O)6]+, bilangan oksidasi besi adalah dua dan bilangan koordinasi besi adalah
enam (Onggo, 2013).
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk dari ion logam yang
berikatan dengan ligan secara kovalen koordinasi. Ikatan koordinasi merupakan
ikatan kovalen di mana ligan memberikan sepasang elektronnya pada ion logam
untuk berikatan. Atom pusat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tembaga
dan kobalt. Ligan yang digunakan adalah 8-hidroksikuinolin karena ligan ini
mempunyai fungsi sebagai antimikroba dan merupakan komponen utama di beberapa
bakterisida, fungisida dan obat-obat antimalaria. Ligan 8-hidroksikuinolin
mempunyai atom donor elektron yaitu O pada gugus OH dan N pada rantai sikliknya.
Adanya donor elektron dari ligan memungkinkan terjadinya ikatan dengan atom
pusat (Agustina, dkk., 2013).
Senyawa kompleks secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu pertama
komponen akseptornya adalah ion logam sedangkan kedua, akseptornya dalah
molekul organik. Senyawa kompleks logam ini disebut juga dengan senyawa
koordinasi (coordination compound) karena senyawa tersebut ikatannya termasuk
ikatan kovalen koordinasi. Sebagai donor adalah senyawa-senyawa yang paling
sedikit memiliki satu pasang elektron yang bebas. Donor elektron ini disebut juga
dengan ligan (Mursyidi dan Rohman, 2008).
Teori medan ligan adalah satu dari teori yang paling bermanfaat untuk
menjelaskan struktur elektronik kompleks. Awalnya teori ini adalah aplikasi teori
medan Kristal pada system kompleks. Lima orbital d dalam kation logam transisi
terdegenarasi dan memiliki energi yang sama. Medan listrik negative yang sferik di
sekitar kation logam akan menghasilkan tingkat energi total yang lebih rendah dari
tingkat energi kation bebas sebab ada interaksi elektrostatik. Interaksi repulsive
antara elektron dalam orbital logam dan medan listrik mendestabilkan system dan
sedikit banyak mengkompensasi stabilisasinya (Saito, 1996).
Ligan yang ikatannya pada ion logam hanya pada satu tempat disebut dengan
unidentat (satu gigi). Sedangkan yang dapat memberikan dua tempat disebut dengan
bidentat misalnya etilen diamin, ada yang tridentat, pentadentat, dan seterusnya
disebut polidentat. Ligan-ligan yang dapat memberikan dua pasang elektrin atau
lebih disebut dengan chelon atau pembentuk kelot. Setiap ion logam dapat mengikat
dua atau lebih ikatan koordinat dan jumlah maksimum yang dapat diikat tadi
dinamakan bilangan koordinasi dan bilangan itu umumnya dua, empat atau enam.
Setiap logam memiliki bilangan koordinasi yang karakteristik misalnya Ag(NH3)2+
dengan bilangan koordinasi 2 (Mursyidi dan Rohman, 2008).
Kini ion tidak berada dalam medan negative yang uniform, tetapi dalam
medan yang dihasilkan oleh enam ligan yang terkoordinasi secara oktahedral pada
atom logam. Medan negative dari ligan disebut dengan medan ligan. Muatan
negatif, dalam kasus ligannya anionik, atau ujung negative (pasangan elektron bebas)
dalam kasus ligan netral, memberikan gaya tolakan pada orbital d logam yang
anisotropik bergantung pada arah orbital. Positisi kation logam dianggap pusat
koordinat Cartesius. Maka, orbital dx2-y2 dan dz2 berada searah dengan sumbu dan
orbital dxy, dyz, dan dxz berada di antara sumbu. Bila ligan ditempatkan di sumbu,
interaksi repulsifnya lebih besar untuk orbital eg (dx2-y2, dz2) daripada untuk orbital t2g
(dxy, dyz, dxz), dan orbital eg didestabilkan dan orbital t2g distabilkan dengan
penstabilan yang sama. Perbedaan energi antara orbital t2g dan eg sangat penting dan
energi rata-rata orbital-orbital ini dianggap sebagai skala nol. Bila perbedaan energi
dua orbital eg dan tiga orbital t2g dianggap ∆o, tingkat energi eg adalah +3/5∆o dan
tingkat energi orbital t2g adalah -2/5∆o. (∆o biasanya juga diungkapkan dengan 10 Dq.
Dalam hal ini energi eg menjadi 6 Dq dan energi t2g -4 Dq) (Saito, 1996).
Sifat magnetik suatu material dapat dirancang melalui pembentukan senyawa
kompleks. Senyawa kompleks dapat bersifat diamagnetik atau paramagnetik.
Senyawa kompleks mononuklir umumnya bersifat paramagnetic dan memiliki
momen magnetik yang rendah yaitu 1,7-5,9 Bohr Magneton (BM). Sifat
paragmanetik suatu senyawa dapat berupa feromagnetik dan antiferomagnetik.
Senyawa yang bersifat feromagnetik atau antiferomagnetik disebabkan adanya
interaksi antar elektron tidak berpasangan yang terdapat pada orbital d dari ion logam
penyusun senyawa kompleks. Interaksi feromagnetik senyawa kompleks umumnya
ditunjukkan pada temperatur rendah (Swastika dan Martak, 2012).
Saat ini senyawa kompleks terus dikembangkan untuk mendapatkan material
bersifat feromagnetik. Salah satu upaya yang dilakukan untuk merancang suatu
senyawa kompleks agar terjadi interaksi hidrogen shingga nilai Temperatur Curie
Weiss (Tew) senyawa. Temperatur Curie Weiss pada bahan merupakan indikasi
bahwa senyawa memiliki interaksi feromagnetik. Interaksi feromagnetik dapat
diidentifikasi melalui pengukuran nilai suseptibilitas magnetic dengan variasi
temperatur. Nilai suseptibilitas magnetic senyawa feromagnet meningkat tajam di
bawah Temperatur Curie Weiss (Swastika dan Martak, 2012).
Senyawa-senyawa kompleks dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu (Sukardjo,
1992):
a. Kompleks Werner: kompleks yang tidak berisi ikatan logam karbon dan
kompleks sianida.
b. Kompleks logam karbonil atau senyawa organometalikL kompleks yang
paling sedikit berisi satu ikatan logam karbon.
Senyawa-senyawa kompleks golongan (b) tidak mempunyai sifat garam seperti
golongan (a) dan biasanya bersifat kovalen. Zat ini umumnya larut dalam pelarut-
pelarut non-polar, mempunyai titik lebur dan titik didih rendah (Sukardjo, 1992).
Untuk memahami ikatan kovalen perlu pemahaman konsep struktur Leqwis.
Struktur Lewis menganggap symbol unsur sebagai suatu kotak yang memiliki 4 sisi
dan elektron tersebar pada ke 4 sisi tersebut. Elektron valensi yang dimiliki tiap
unsur digambarkan sebagai titik. Atom yang stabil memiliki 8 elektron terluar, jadi
struktur Lewis digambarkan sebagai 8 titik (octet) di sekitar simbol unsur tersebut,
sedangkan untuk H dan He cukup digambarkan 2 elektron (duet) karena maksimal
hanya memiliki 2 elektron valensi. Struktur Lewis umumnya diaplikasikan pada
senyawa molecular, namun dapat juga diterapkan pada ion mono-atomik dan
dituliskan seperti [Na+], [O2-] (Onggo, 2013).
Ikatan kovalen terbentuk ketika setiap atom menyumbangkan satu elektron
valensinya untuk berikatan, ini terjadi saat kedua elektron itu ada dalam suatu ruang
yang dihasilkan dari tumpang tindih (overlap) orbital. Umumnya ikatan kovalen
terjadi antara non-logam dengan non-logam karena non-logam sukar memberikan
elektron. Ikatan kovalen yang terjadi antara dua elektron dapat digambarkan sebagai
satu garis. Satu garis menandakan ikatan tunggal, dua garis menandakan ikatan
rangkap dua, tiga garis menunjukkan ikatan rangkap tiga (Onggo, 2013).
Untuk membuat senyawa-senyawa kompleks, pertama harus diingat bahwa
hasilnya harus cukup banyak, kemudian harus ad acara yang baik untuk mengisolasi
hasil tersebut. Cara-cara isolasi ini untuk golongan (a) antara lain (Sukardjo, 1992):
a. Penguapan pelarut dan pendinginan larutan yang pekat dalam campuran
pendinginan es-garam. Kristalisasi dapat dipercepat dengan penambahan
sedikit Kristal senyawa yang bersangkutan dan dengan menggores dinding
bejana bagian dalam.
b. Penambahan pelarut yang bercampur dengan pelarut semula, tetapi tidak
melarutkan zat yang terlarut. Pendinginan, penambahan Kristal zat terlarut dan
penggoresan dinding bejana bagian dalam dapat mempercepat kristalisasi.
c. Bila kompleksnya berupa kation ke dalam larutan dapat ditambahkan anion
yang dapat menyebabkan terjadinya endapan. Demikian pula bila kompleksnya
berupa anion, dapat ditambahkan ion logam yang menyebabkan terjadinya
endapan.