bab ii
DESCRIPTION
case hemoroidTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Bilier
Gambar 1. Anatomi Sistem Biliaris
Kandung Empedu
Kandung empedu atau vesika biliaris adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang
terletak pada permukaan bawah (fascia viseralis) hepar. Vesika biliaris mempunyai
kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya, serta memekatkan
empedu dengan cara mengabsorbsi air. Kandung empedu dibagi menjadi corpus, fundus dan
collum. Fundus vesica biliaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah margo
inferior hepar, penonjolan ini merupakan tempat fundus bersentuhan dengan dinding anterior
abdomen setinggi cartilage costalis IX dekstra. Corpus vesica biliaris terletak dan
berhubungan dengan fascies viseralis hepar dan arahnya ke atas, ke belakang dan ke kiri.
Collum vesika biliaris, melanjutkan diri sebagai duktus sistikus, yang berbelok ke arah
omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan duktus hepaticus communis untuk
membentuk duktus koledokus.
Vesika biliaris berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Vesika biliaris
mempunyai kemampuan untuk memekatkan empedu, dan untuk membantu proses ini,
mukosa vesika biliaris mempunyai lipatan-lipatan permanen yang saling berhubungan
sehingga permukaannya tampak seperti sarang tawon.
Empedu dialirkan ke dudodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
vesika biliaris. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam
duodenum. Lemak yang menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari tunika
mukosa duodenum. Lalu hormon tersebut masuk ke dalam darah dan menimbulkan kontraksi
vesika biliaris. Pada saat yang bersamaan, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus
koledokus dan ampula relakasasi, sehingga memungkinkan masukknya empedu yang pekat
ke dalam duodenum. Garam-garam empedu di dalam cairan empedu penting untuk
mengemulsikan lemak di dalam usus serta membantu pencernaan dan absorbs lemak.
Duktus Biliaris Hepatis
Empedu disekresikan oleh sel-sel hepar, disimpan dan dipekatkan di dalam vesika
biliaris, kemudian dikeluarkan ke dalam duodenum. Duktus biliaris hepatis terdiri atas duktus
hepatikus dekstra dan sinistra, duktus hepatis komunis, duktus koledokus, vesika biliaris dan
duktus sistikus. Cabang-cabang interlobulares duktus koledokus terkecil terdapat di dalam
kanalis hepatis, cabang-cabang ini menerima kanalikuli biliaris, cabang-cabang ini saling
berhubungan satu dengan yang lain dan secara bertahap membentuk saluran yang lebih besar,
sehingga akhirnya pada porta hepatis membentuk saluran yang lebih besar. Duktus hepatikus
dekstra mengalirkan empedu dari lobus hepatis dekstra sedangkan duktus hepatis sinistra
mengalirkan empedu dari lobus hepatis sinistra, lobus caudatus dan lobus kuadratus. Dan
kedua duktus ini akan bergabung menjadi duktus hepatikus komunis.
Panjang duktus hepatikus komunis sekitar 1,5 inci (± 4 cm) dan berjalan bebas ke
pinggir bebas omentum minus. Duktus ini bergabung dengan duktus sistikus dari vesika
biliaris yang ada di sisi kanannya membentuk duktus koledokus. Panjang duktus koledokus
sekitar 3 inch (± 8 cm). Pada bagian pertama perjalanannya, duktus ini terletak di pinggir
bebas kanan omentum minus, di depan foramen epiploicum. Disini duktus koledokus terletak
di depan pinggir kanan vena portae hepatis dan pada sisi kanan arteri hepatica. Pada bagian
kedua perjalanannya, duktus ini terletak di belakang pars superior duodenum di sebelah
kanan arteri gastroduodenalis. Pada bagian ketiga perjalannanya, duktus ini terletak di dalam
sulkus yang terdapat pada fascia posterior caput pankreatis. Di sini, duktus koledokus bersatu
dengan duktus pankreatikus.
Duktus koledokus berakhir di bawah dengan menembus dinding medial pars
descendens duodenum kira-kira di pertengahan panjangnya. Biasanya duktus koledokus
bergabung dengan duktus pankreatikus, dan bersama-sama bermuara ke dalam ampulla
hepatopankreatica (ampulla vater). Ampula ini bermuara ke dalam lumen duodenum melalui
sebuah papilla kecil, yaitu papilla duodeni major. Bagian terminal kedua duktus beserta
ampulla di kelilingi oelh serabut otot sirkular yang disebut muskulus sphinter ampullae
(sphincter oddi). Kadang-kadang duktus koledokus dan pankreatikus major bermuara ke
dalam duodenum pada tempat yang terpisah.
Garam Empedu
Zat yang paling banyak disekresikan dalam empedu adalah garam empedu, yang
banyaknya setengah dari total zat-zat yang juga terlarut dalam empedu. Bilirubin, kolesterol,
lesitin dan elektrolit yang biasa terdapat dalam plasma, juga disekresikan atau diekskresikan
dalam konsentrasi besar. Dalam prposes pemekatan empedu, air dan elektrolit dalam jumlah
besar (kecuali ion kalsium) direabsorbsi oleh mukosa kandung empedu, pada dasarnya semua
zat lain, terutama garam empedu dan zat-zat lemak kolesterol dan lesitin, tidak direabsorbsi.
Sehingga cairan empedu di dalam kandung empedu menjadi sangat pekat.
Garam empedu mempunya dua kerja penting pada traktus intestinal. Yaitu pertama,
garam ini bekerja sebagai deterjen pada partikel lemak dalam makanan. Hal ini mengurangi
tegangan partikel dan memungkinkan agitasi dalam traktus interstinal untuk memecahkan
tetesan lemak menjadi bentuk yang kecil. Proses ini disebut emulsifikasi dari garam-garam
empedu.
Kedua, garam-garam empedu membantu absorbs asam lemak, monogliserida,
kolesterol dan lemak lain dalam traktus intestinal. Garam empedu melakukan fungsi ini
dengan cara membentuk kompleks-kompleks fisik yang sangat kecil dalam lemak ini,
kompleks ini disebut micel, yang bersifat semi larut di dalam kimus akibat muatan listrik
dalam garam-garam empedu. Lemak usus diangkut dalam bentuk ini ke mukosa usus, tempat
lemak kemudian di absorbs ke dalam dalah. Tanpa adanya garam-garam empedu di dalam
traktus intestinal, 40 persen lemak yang dicerna akan dikeluarkan bersama tinja, sehingga
pasien seringkali mengalami deficit metabolism akibat hilangnya nutrien ini.
Metabolisme Pigmen Empedu
Pigmen empedu (bilirubin dan biliverdin) adalah produk pemecahan dari hemoglobin
dari sel darah merah. Bilirubin diproduksi tubuh sekitar 4mg/kg berat badan setiap harinya.
Sekitar 70 - 90% dibentuk dari penguraian sel darah merah yang telah tua atau rusak, sisanya
terbentuk dari destruksi sel eritroid di sumsum tulang.
Di dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, sel darah merah yang tua atau yang
rusak akan dipecah oleh sel–sel makrofag, sehingga hemoglobin terbebaskan. Hemoglobin
sendiri kemudian akan diuraikan menjadi heme dan globin. Selanjutnya cincin heme dipotong
oleh enzim heme oxygenase sehingga terbentuk biliverdin. Biliverdin kemudian dioksidasi
oleh biliverdin reductase membentuk bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi
merupakan senyawa tetrapyrole yang tidak larut dalam air.
Bilirubin tak terkonjugasi ini dibebaskan ke dalam plasma, di dalam plasma berikatan
dengan albumin secara reversibel, kemudian ditranspor ke hati. Bilirubin tak terkonjugasi ini
bersifat tidak larut air sehingga tidak dapat diekskresikan baik di urin dan di saluran empedu.
Di dalam hepatosit bilirubin ini kemudian dikonjugasi oleh uridinediphosphate (UDP)
- glucoronyl transferase menjadi bilirubin glucoronida (conjugated bilirubin) dan
diekskresikan ke dalam kanalikuli empedu bersama komponen-komponen lain sebagai cairan
empedu, dialirkan melalui saluran-saluran empedu intrahepatik yang bermuara duktus
hepatikus kanan dan kiri, bersatu menjadi duktus hepatikus kommunis. Melalui duktus
hepatikus kommunis cairan empedu disalurkan ke duktus biliaris kommunis. Sebagian akan
diekskresikan langsung ke dalam duodenum tetapi sebagian besar melewati duktus sistikus di
tampung di dalam kandung empedu, bergabung dengan komponen lainnya menjadi cairan
empedu.
Bersama komponen cairan empedu lainnya bilirubin terkonjugasi ini diekskresikan ke
duodenum. Di dalam lumen duodenum bilirubin terkonjugasi diubah oleh bakteri usus
menjadi urobilinogen yang dapat direabsorbsi oleh sel epitel usus sehingga akan mengalami
sirkulasi enterohepatik, sebagian juga akan diekskresikan di urin.
Gambar 2. Metabolisme Pigmen Empedu
2.2 Ikterus
Ikterus adalah gejala kuning pada sklera dan mata akibat bilirubin yang berlebihan di
dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang dari 9μmol/L (0,5 mg%).
Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat di atas 35 μmol/L (2 mg%). Ikterus
dapat berupa ikterus prehepatik, hepatik dan pasca hepatik. Ikterus pasca hepatik akibat
adanya obstruksi saluran empedu. Pada ikterus obstruksi, kadar bilirubin terkonjugasi di
dalam darah sangat meningkat dan dieksresikan melalui air kemih.
2.3 Kolelitiasis
Kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada keduanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis).
Apabila batu tersebut berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran
empedu sekunder. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari kandung empedu, tetapi
ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik.
Etiologi Kolelitiasis
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh
karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar
empedu.
Jenis batu empedu antara lain, batu kolesterol dan batu pigmen. Batu kolesterol
berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan peningkatan usia. Selain itu terdapat
beberapa factor risiko lainnya, yaitu:
Obestitas
Kehamilan
Statis kandung empedu
Obat-obatan
Keturunan
Insidensi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa
dan lanjut usia. Kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala dan bertanda. Angka kejadian
penyakit batu empedu dan saluran empedu di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan
angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan dengan
cara diagnosis dengan ultrasonografi.
Patofisiologi Kolelitiasis
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena
bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol
terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol
turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu
dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang
lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris
yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.
Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus
sistikus. Di dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan
sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik
empedu. Pasase batu empedu berulang melali duktus sistikus yang semoit dapat meimbulkan
iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan perasangan dinding duktus sistikus karena
diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berasa di sana sebagai
batu duktus sistikus.
Kolelitiasis simptomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan
ultrasonografi, pemeriksaan foto polos perut, atau perabaan saat operasi. Pada pemeriksaan
fisik dan laboratorium tidak ditemukan kelainan.
Klasifikasi Kolelitiasis
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >
50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan
oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit.
Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas
dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat
yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat
antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu
pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu
yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati.
Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.
Manifestasi Klinis
Setengah sampai dua pertiga penderita kandung empedu adalah asimptomatil.
Keluhan yang mungkin timbul berupa dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap
makanan berlemak. Pada yang simptomatik, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium kuadran kanan atas atau precardium. Penderita batu empedu sering mempunyai
gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak
pada abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung
dan bahu kanan. Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur.
Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat
kembali terulang.
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan
tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri
ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam
dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat
menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu
(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat
bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding
kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau
menyebakan ruptur dinding kandung empedu.
Diagnosis
a. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-
tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap
dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.6
b. Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan
dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.
Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang
dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah
berat, akan timbul ikterus klinis.6
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar
fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat
sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatika.
Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis
Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu
yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun
sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi
karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa
nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.
Gambar 4. Foto USG pada kolelitiasis
Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.
Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun
telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu
tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan
pembatasan makanan.
Pilihan penatalaksanaan antara lain:
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu
empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian
dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi
komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang
mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah
angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya
memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif
acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya
batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu
tejadi pada 50% pasien.9 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya
batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung
empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang
diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-
pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
5. ESWL
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat
pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping
tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk
pasien yang sakitnya kritis.
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran
empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot
sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90%
kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami
komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP
saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua,
yang kandung empedunya telah diangkat.
Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Prognosis
Setiap tahun di Amerika Serikat sekitar 500.00 orang dengan perkembangan
gejala atau komplikasi batu empedu memerlukan cholecystecomy. Penyakit batu
empedu menyebabkan 10.000 kematian tiap tahun. Sekitar 7.000 kematian
diakibatkan oleh komplikasi batu empedu akut seperti pancreatitis akut. Sekitar 2.000
sampai 3.000 kematian disebabkan oleh kanker batu empedu (80% terjadi pada
penyakit batu empedu dengan kolesistitis kronik).
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu E
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan
batu empedu muncul lagi) angga
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung
empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun
dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka
mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi
suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut
(kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal.
Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang
dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat
sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi
perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus
kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang
menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan
ileus obstruksi.