bab ii

23
2.3 . Trauma Kepala 2.3.1 Definisi Trauma Kapitis Secara anatomi kepala terdiri dari kulit kepala (scalp) (Snell, 2006). Tulang tengkorak, meningen, otak, Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif dan fungsi psikososial baik temporer maupun permanen (Asrini, 2008). 2.3.2. Mekanisme dan Patofisiologi Trauma Kapitis a. Akselerasi Bila kepala yang bergerak ke suatu arah atau kepala sedang dalam keadaan tidak bergerak , tiba- tiba mendapat gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Mula-mula tulang tengkorak yang bergerak lebih cepat, jaringan otak masih diam, kemudian jaringan otak ikut bergerak ke arah yang sama. Peristiwa ini terjadi sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat. Pada peristiwa ini terjadi gesekan antara jaringan otak dan dasar tengkorak serta terjadi benturan antara jaringan otak dan dinding tengkorak. Mekanisme akselerasi dapat menyebabkan laserasi pada bagian bawah jaringan otak dan memar pada

Upload: tri-anggun-utami

Post on 09-Sep-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sws

TRANSCRIPT

2.3 . Trauma Kepala2.3.1 Definisi Trauma Kapitis Secara anatomi kepala terdiri darikulit kepala (scalp) (Snell, 2006). Tulang tengkorak, meningen, otak, Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif dan fungsi psikososial baik temporer maupun permanen (Asrini, 2008).2.3.2. Mekanisme dan Patofisiologi Trauma Kapitisa. AkselerasiBila kepala yang bergerak ke suatu arah atau kepala sedang dalam keadaan tidak bergerak , tiba-tiba mendapat gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Mula-mula tulang tengkorak yang bergerak lebih cepat, jaringan otak masih diam, kemudian jaringan otak ikut bergerak ke arah yang sama. Peristiwa ini terjadi sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat. Pada peristiwa ini terjadi gesekan antara jaringan otak dan dasar tengkorak serta terjadi benturan antara jaringan otak dan dinding tengkorak.Mekanisme akselerasi dapat menyebabkan laserasi pada bagian bawah jaringan otak dan memar pada jaringan otak serta putusnya venavena kecil yang berjalan dari permukaan otak ke duramater (bridging veins) (Anonim, 2013).b. Deselerasi.Bila kepala bergerak dengan cepat ke satu arah tiba-tiba dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba akan terhenti gerakannya. Kepala mengalami deselerasi (perlambatan) secara mendadak. Mula-mula tengkorak akan terhenti gerakannya, jaringan otak masih bergerak kemudian jaringan otak terhenti gerakannya karena menabrak tengkorak. Peristiwa ini terjadi sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat. Mekanisme deselerasi dapat menyebabkan kelainan serupa seperti pada mekanismeakselerasi (Anonim, 2013).c. RotasiBatang otak (brain stem) terletak di bagian tengah jaringan otak dan berjalan vertikal ke arah foramen magnum sehinga otak seolah-olah terletak pada sebuah sumbu (axis). Bila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya mendadak yang membentuk sudut terhadap arah gerak kepala, misalnya pada bagian frontal atau pada bagian oksipital maka otak akan terputar pada sumbunya. Mekanisme rotasi dapat menyebabkan laserasi dari bagian bawah jaringan otak dan kerusakan pada batang otak (Anonim, 2013).

2.3.3 Klasifikasi Trauma KapitisCidera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya dan morfologi (ATLS, 2004).a. Mekanisme cidera kepalaCidera otak dibagi atas cidera tumpul dan cidera tembus. Cidera tumpulbiasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulanbenda tumpul. Sedangkan cidera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan (Asrini, 2008).b. Beratnya cidera kepalaGCS atau Glasgow Coma Scale digunakan secara umum dalam deskripsiberatnya penderita cidera otak (Asrini, 2008).Berdasarkan beratnya cidera kepala dibagi menjadi 3 yaitu :1) Cidera kepala ringan GCS antara 15-13, pasien stabil dan sadar, tidak ada muntah, dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala dan pemeriksaan lainnya normal (Asrini, 2013).2) Cidera kepala sedangGCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan, dua atau lebih episode muntah, sakit kepala persisten, kejang singkat (kurang dari 2menit) satu kali segera setelah trauma, dapat mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala dan pemeriksaan lainnya normal (Asrini, 2013).3) Cidera kepala berat GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral. terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga, tanda-tanda neurologis lokal (pupil anisokoria), terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial berupa herniasi unkus yaitu dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor, herniasi sentral yaitu kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi, trauma kepala yang berpenetrasi dan dapat terjadi kejang (selain kejang singkat satu kali segera setelah trauma) (Asrini, 2013).Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS)Eye Opening

Mata terbuka dengan spontan4

Mata membuka setelah diperintah3

Mata membuka setelang diberi rangsang nyeri2

Tidak membuka mata dengan rangsang apapun1

Best Motor Response

Menurut perintah6

Dapat melokalisir nyeri5

Menghindari nyeri4

Fleksi (decorticate)3

Ekstensi (decerebrasi)2

Tidak ada gerakan dengan rangsang apapun1

Best Verbal Response

Menjawab pertanyaan dengan benar5

Salah menjawab pertanyaan4

Mengeluarkan kata-kata yg tidak sesuai3

Mengeluarkan suara yg tidak ada artinya2

Tidak ada jawaban1

Jumlah15

c. Morfologi cidera kepala1) Fraktur CraniumDapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk garis/linieratau bintang/stelata dan dapat pula terbuka atau tertutup. Untuk memastikannya harus dilakukan CT scan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Tanda-tandanya antara lain raccoon eyes, ekimosis retroaurikule (battle sign), rhinorrhea, otorrhea, paresis nervus facialis dan gangguan pendengaran (Asrini, 2008).2) Lesi intrakranialLesi ini diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau difus, walaupun kedua jenis ini sering terjadi bersamaan. Yang termasuk lesi fokal adalah perdarahan epidural, perdarahan subdural dan perdarahan intracerebral (Asrini, 2013). a) Perdarahan Epidural (Epidural HemorrhageEDH)Perdarahan ini disebabkan karena fraktur di daerah temporal yang memutuskan arteri meningea. Darah dengan segera akan terkumpul di rongga di antara duramater dan tulang tengkorak. Darah ini akan menekan jaringan otak ke arah medial dan menyebabkan penekanan terhadap nervus III sehingga pupil akan melebar (midriasis) dan perangsangan cahaya pada pupil mata ini tidak akan menggerakkan musculus ciliaris (rangsang cahaya negatif). Epidural hematoma harus segera di operasi (craniotomy) (Asrini, 2013).Riwayat penyakit yang khas pada epidural hematoma ialah adanya lucid interval. Pada waktu baru terjadi trauma kapitis, penderita tetap berada dalam keadaan sadar bahkan masih mampu menolong dirinya sendiri, baru beberapa jam kemudian (biasanya antara 6 8 jam) kesadaran mulai menurun, kedua pupil akhirnya berdilatasi penuh dan rangsang cahaya pada kedua mata menjadi negatif dan penderita meninggal (Asrini, 2013).Tenggang waktu antara kejadian trauma kapitis dan mulai timbulnya penurunan kesadaran disebut lucid interval. Kedua pupil yang berdilatasi penuh dengan rangsang cahaya yang negatif menujukkan keadaan yang disebut herniasi tentorial. Herniasi tentorial terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial dimana batang otak terdesak kearah caudal dan akhirnya terperangkap oleh tentorium (Asrini, 2013).b) Perdarahan Subdural (Subdural HemorrhageSDH)Perdarahan ini terletak diantara permukaan jaringan otak dan di bawah duramater biasanya di daerah parietal. Perdarahan ini dapat terjadi karena mekanisme rotasi maupun mekanisma aselerasideselerasi kepala sehingga memutuskan bridging veins (vena-vena yang menghubungkan permukaan jaringan otak dan duramater) atau pecahnya pembuluh pembuluh cortical jaringan otak baik arteri maupun vena yang berada pada permukaan otak (Asrini, 2013).Bila terjadi akut segera setelah trauma kapitis ini menunjukkan suatu trauma kapitis yang cukup berat. Kasus perdarahan subdural akut (acute SDH) memerlukan tindakan operasi segera (Asrini, 2013).Pada perdarahan subdural manifestasi klinik timbul setelah 23 minggu setelah trauma kapitis, terdapat sakit kepala, kelemahan anggota gerak sesisi dan bahkan penurunan kesadaran. Keadaan ini disebut perdarahan subdural kronis (chronic SDH). Dengan melakukan operasi membuang darah tersebut, penderita akan segera pulih kembali (Asrini, 2013).c) Perdarahan Intracerebral (Intracerebral HemorrhageICH)Perdarahan ini terjadi karena putusnya pembuluh darah di dalam jaringan otak. Penderita akan cepat kehilangan kesadaran . Tergantung dimana letak perdarahan, operasi dapat menolong penderita tetapi biasanya dengan cacat yang menetap (Asrini, 2013).Perdarahan juga dapat terjadi di dalan sistem ventrikel disebut perdarahan intraventrikular (Intraventricular HemorrhageIVH). Darah akan menyumbat sistem ventrikel sehingga liquor cerebrospinal tidak dapat mengalir dan terkumpul di dalam sistem ventrikel dan menyebabkan sistem ventrikel melebar dan mengandung banyak cairan sehingga terjadi hydrocephalus. Bila perdarahan cukup banyak maka seluruh fungsi jaringan otak akan terganggu (Asrini, 2013).Sedangkan yang termasuk lesi difus adalah sebagai berikut :a) Diffused Axonal Injury (DAI)Tekanan yang berkurang menyebabkan kerusakan mekanik akson secara cepat. Lebih dari 48 jam kerusakan lebih lanjut terjadi melalui pelepasan neurotransmiter eksitotoksik yang menyebabkan influs Ca 2+ ke dalam sel dan memacu kaskade fosfolipid. Kemungkinan genetik diketahui dapat berperanan dalam hal ini. Dengan adanya gen APOE tergantung dari tingkat keparahan dari luka, efek dapat bervariasi dari koma ringan sampai kematian (Asrini, 2013).DAI terjadi pada 10-15% CKB. 60% DAI berakhir dengan kecacatan menetap dan vegetative state, 35-50% berakhir dengan kematian. Dalam proses biomekanis DAI terjadi karena adanya proses deselerasi (Asrini, 2013).b) Iskemia serebralIskemia serebral umumnya terjadi setelah cedera kepala berat dan disebabkan baik karena hipoksia atau perfusi serebral yang terganggu/rusak. Pada orang normal, tekanan darah yang rendah tidak mengakibatkan rendahnya perfusi serebral karena adanya autoregulasi, Penyebab iskemia serebral adalah lesi massa yang menyebabkan herniasi tentorial, traksi atau perforasi pembuluh darah, spasme arterial, dan kenaikan TIK karena edema otak. Lokasi iskemia dapat terjadi pada korteks, hipokampus, ganglion basalis dan batang otak (Asrini, 2013).c) Komusio serebri Komusio serebrimerupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit). Gejala lain mungkin termasuk pusing. Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi dibedakan atas koup kontusio dimana lesi terjadi pada sisi benturan dan tempat benturan. Pada kepala yang relatif diam biasanya terjadi lesi koup, sedang bila kepala dalam keadaan bebas bergerak akan terjadi kontra koup (Asrini, 2013).

2.3.4 Pembagian Trauma Kapitisa. Simple Head InjuryDiagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan ada riwayat trauma kapitis, tidak pingsan, gejala sakit kepala dan pusing dan umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup istirahat (Harsono, 2005).b. Commotio CerebriCommotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat. Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG dan pemeriksaan memori (Harsono, 2005). c. Contusio CerebriPada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu otak tidak mendapat input aferen dan karena itu kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung. Timbulnya lesi contusio di daerah coup, contrecoup dan intermediate menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali penderita biasanya menunjukkan organic brain syndrome (Harsono, 2005).Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul (Harsono, 2005).Pemeriksaan penunjang seperti CT-scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edema, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari (Harsono, 2005).d. Laceratio CerebriDikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung (Harsono, 2005).Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis (Harsono, 2005).e. Fracture Basis CraniiFractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena. 1) Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding, epistaksis dan rhinorrhoe.2) Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala hematom retroaurikuler, ottorhoe dan perdarahan dari telingaFraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari (Harsono, 2005).

2.3.5 Manifestasi Klinis Trauma Kapitisa. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk cidera kepala ringanPasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat, sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan, mual dan muntah, gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun, perubahan kepribadian diri dan letargi (Anonim, 2013).b. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk cidera kepala beratSimptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat, perubahan ukuran pupil (anisokoria), triad cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan) (Anonim, 2013).c. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosisBattle sign (warna biru atau ekimosis di belakang telinga di atas os mastoid), hemotipanum (perdarahan di daerah membran timpani telinga), periorbital ekimosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung), rinorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari hidung), ottorhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga) (Anonim, 2013).

2.3.6 Diagnosis Trauma Kapitis Diagnosis ditegakkan berdasarkan sebagai berikut :a. Periksa kesadaran penderita (GCS)b. Pemeriksaan pupil Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya merupakan akibat dari cedera kepala (Asrini, 2008). c. Periksa jalan nafas penderitad. Pemeriksaan neurologisPemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa (Asrini, 2008).e. Pemeriksaan scalp dan tengkorak Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan dan memar. Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan adanya fraktur yang bisa diduga dengan nyeri, pembengkakan dan memar (Asrini, 2008).f. Pemeriksaan penunjang yaitu :1. X-ray Tengkorak Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak atau rongga tengkorak. CT scan dapat mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan. X-Ray tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak ada (Asrini, 2008).2. CT-Scan CT scan harus dilakukan secepat mungkin, segera setelah hemodinamik normal.CT scan penting dalam memperkirakan prognosis cedera kepala berat (Asrini, 2008).3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai prognosa. MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang sering luput pada pemeriksaan CT scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi yang luas pada hemisfer atau terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI mempunyai prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran walaupun hasil pemeriksaan CT scan awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol baik (Asrini, 2008).

2.3.7 Penatalaksaan Trauma Kapitisa. Penatalaksanaan non operatif1. Primary survey dan resusitasiPrimary survey dan resusitasi berupa airway dan breathing. Terhentinya pernafasan sementara sering terjadi pada cidera otakdan dapat mengakibatkan gangguan sekunder. Intubasi endotrakeal dini harus segera dilakukan pada penderita koma. Dilakukan ventilasi dengan oksigen 100%.Kemudian sirkulasi, hipotensi biasanya disebabkan oleh cidera otak itu sendiri kecualipada stadium terminal dimana medula oblongata sudah mengalami gangguan. Perdarahan intrakranial tidak dapat menyebabkan syokhemoragik. Pada penderita dengan hipotensi harus segera dilakukan stabilisasi untuk mencapai euvolemia. Pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang (Lindsay, 1997).2. Secondary surveyPemeriksaan neurologis serial harus selalu dilakukan untuk deteksi dini adanya gangguan neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporal (unkus) adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya (Lindsay, 2997).3. Terapi medikamentosaTujuan utama perawatan intensif adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan sekunder terhadap otak yang telah mengalami cidera. Prinsip dasarnyaadalah bila sel saraf diberikan suasana yang optimal untuk pemulihan, maka diharapkan dapat berfungsi normal kembali (Lindsay, 1997).a) Cairan intravenaBertujuan untuk resusitasi agar penderita tetap dalam keadaan normovolemi. Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan garam fisiologi yaitu Ringer laktat (Lindsay, 1997).b) HiperventilasiHiperventilasi dilakukan dengan menurunkan PCO2 dan akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak. Hiperventilasi yangberlangsung terlalu lama dan agresif dapat menyebabkan iskemia otakakibat terjadinya vasokontriksi serebri berat sehingga menimbulkan gangguan perfusi otak. PCO2 dipertahankan pada 35 mmHg atau lebih. Hiperventilasi dalam waktu singkat (PCO2 antara 25-30 mmHg) (Lindsay, 1997).c) Manitol Manitol digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial yang meningkat. Dosis yang dipakai 1g/kgBB diberikan secara bolus intravena. Indikasi karenapemakaian manitol adalah deteriosasi neurologis yang akut seperti terjadinya dilatasi pupil, hemiparesis atau kehilangan kesadaran. Manitol menurunkan tekanan atau volume cairan cerebrospinal dengan cara meninggikan tekanan osmotik plasma. Dengan cara ini, air dari cairan otak akan berdifusi kembali ke plasma dan ke dalam ruangan ekstrasel (Lindsay, 1997).d) Furosemid atau lasixObat ini diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK. Dosisnya adalah 0,3-0,5 mg/kgBB secara intravena. Pemberiannya bersamaan dengan manitol karena mempunyai efek sinergis dan memperpanjang efekosmotik serum manitol (Lindsay, 1997).e) BarbituratBermanfaat untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap obat-obat lain. Namun barbiturat ini tidak dianjurkan pada fase akut resusitasi (Lindsay, 1997).f) AntikonvulsanEpilepsi pasca trauma terjadi 5% dengan cidera otak tertutup dan 15% pada cidera kepala berat. Fenitoin bermanfaat untuk mengurangi terjadinya kejang dalam minggu pertama. Untuk dosis awal adalah 1g secara intravena dengan kecepatan pemberian 50mg/menit. Dosispemeliharaan biasanya 100mg/8 jam (Lindsay, 1997).b. Penatalaksanaan operatif1. Luka kulit kepalaHal yang terpenting adalah membersihkan luka sebelum melakukan penjahitan. Debridement yang tidak adekuat akan menyebabkan infeksi luka kepala. Perdarahan dari luka kulit kepala dapat diatasi dengan penekanan, kauterisasi atau ligasi pembuluh darah besar. Jahit, pasang klips atau staples. Inspeksi apakah ada fraktur tengkorakatau benda asing (Lindsay, 1997).2. Fraktur impresi tengkorakFraktur depresi yang tidak signifikan dapat ditolong dengan menutup kulit kepala yang laserasi (Lindsay, 1997).3. Lesi massa intrakranialDilakukan kraniotomi dan atau burrhole. Burrhole pada kranium untuk eksplorasi atau evakuasi hematom (Lindsay, 1997).c. Teknik operasi1. Kraniotomi atau trepanasiTrepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Secarasementara membuat boneflap dan disingkirkan dari kepala supaya bisadilakukan pengeluaran dari bekuan darah SDH atau EDH. Boneflap di dapat dengan mengebor empat titik pada kranium dan membuat garis linear yang menghubungkan empat titik tersebut sehingga terbentukbone flap (Lindsay, 1997).2. BurrholeTindakan pembedahan yang ditujukan langsung pada tempat lesi atau tempat adanya bekuan darah EDH dan mengeluarkan bekuan darah tersebut dengan hanya membuat satu lubang pada tempat lesi (Lindsay, 1997).

2.3.8 Komplikasi Trauma KapitisKomplikasi yang dapat ditimbulkan dalam jangka pendek dapat berupa hematom epidural, hematom subdural, perdarahan intraserebral dan oedema serebri. Sedangkan untuk komplikasi jangka panjang dapat berupa gangguan neurologis seperti gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII, disfagia dan kadang terdapathemiparese, sindrom pasca trauma seperti palpitasi, hidrosis, konsentrasi berkurang, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, dll (Harsono, 2005).

2.3.9 Prognosis Trauma KapitisPrognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang besar yaitu pada pasien dengan skor GCS 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5 10% (Harsono, 2005).